• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kendala dan Strategi Pengelolaan Sampah Pulau Barrang Lompo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kendala dan Strategi Pengelolaan Sampah Pulau Barrang Lompo"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Kendala dan Strategi Pengelolaan Sampah

Pulau Barrang Lompo

Wero Febriadi Mandala1

1

Program Studi Budidaya Perairan Universitas Yapis Papua

Abstrak

Penelitian ini ingin mengetahui komposisi sampah daratan dan perairan pulau kecil padat penduduk serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau tersebut. Data yang diperoleh adalah data komposisi sampah rumah tangga dan sampah lautan serta kendala yang dihadapi pengelolaan yang ada saat ini. Hasil di lapangan menunjukkan bahwa sampah rumah tangga dominan organik sedangkan sampah lautan dominan plastik. Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo adalah perilaku penduduk, kurangnya kepedulian pemerintah, tidak ada pendampingan pada kegiatan pengelolaan yang telah dilaksanakan, belum ada peraturan pengelolaan sampah yang mengatur tentang pemilahan, larangan, dan sanksi, sampah kiriman, sampah lautan yang dominan bukan termasuk plastik untuk ditabung di bank sampah, jumlah penduduk semakin meningkat serta tingkat pendidikan penduduk yang umumnya masih rendah. Strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau ini berdasarkan komposisi sampah dan kendala yang ada adalah penanganan secara preventif, daur ulang, dan pengomposan.

Kata Kunci : Pengelolaan, Sampah, Pengomposan, Kendala, Strategi

PENDAHULUAN

Sampah merupakan salah satu sektor penyumbang gas rumah kaca karena menghasilkan gas metana. Selama ini, sampah yang berada di daratan adalah masalah yang tidak pernah dapat terselesaikan. Sampah ini akan mengalir melalui sungai atau

saluran air lainnya karena terbawa air hujan atau angin ke laut dan pergerakan arus membawanya hingga ke pantai, kolom air, dasar perairan atau tetap mengapung dan selanjutnya disebut sampah lautan.

Pertumbuhan industri, dan urbanisasi pada daerah perkotaan dunia yang tinggi meningkatkan volume dan tipe sampah. Aturan pengelolaan sampah yang kurang tepat serta keterbatasan kapasitas dan sumber dana meningkatkan dampak sampah yang merugikan kesehatan manusia dan lingkungan, terutama di daerah perkotaan. Hal ini merupakan masalah utama bagi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terutama di negara-negara berkembang (UNEP, Korespondensi:

1

Wero Febriadi Mandala, Program Studi Budidaya Perairan Uniyap. Alamat : Jl. Sam Ratulangi No 11 Dok V Atas Jayapura-Papua Email :febriadimandala@yahoo.com

(2)

2013).

Selama ini, sampah merupakan masalah daratan yang terus meningkat karena pertumbuhan penduduk dan menjadi perhatian utama pihak terkait. Pengelolaan sampah yang dilakukan pemerintah biasanya berada di kota dan memiliki Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Hal ini tidak berlaku di pulau kecil karena keterbatasan sarana dan prasarana. serta kurangnya pengawasan dan pengendalian oleh pihak terkait. Padahal untuk pulau kecil, permasalahan yang ada lebih kompleks.

Pada pulau-pulau kecil terjadi pembuangan sampah dan penerimaan sampah secara langsung sepanjang tahun. Sampah yang diterima merupakan sampah yang terbawa oleh arus maupun gelombang setiap hari. Hal ini menyebabkan adanya sampah di daerah pantai di seluruh pantai yang ada di dunia yang akan mempengaruhi ekosistem perairan. Kondisi pulau

yang luas lahannya tidak

memungkinkan untuk pembangunan TPA membuat penduduk pulau kecil menjadikan laut sebagai tempat sampah mereka. Akumulasi sampah di Samudera Pasifik merupakan bukti laut sebagai tempat sampah terbesar di dunia yang berlokasi di bagian utara Samudera pasifik, North Pacific Gyre, ditemukan pertama kali oleh seorang pelaut, Kapten Charles Moore Tahun 1997 (Kristanti, 2010).

Pulau Barrang Lompo adalah salah satu pulau kecil di Kecamatan Ujung Tanah, Kotamadya Makassar, dengan luas 0,49 km2 dan ketinggian <500 meter dari permukaan laut. Pulau ini berjarak 13 km dari Kota Makassar. Jumlah penduduk Pulau Barrang Lompo adalah 4.561 jiwa dan 1.103 KK serta kepadatan penduduk 9.308 jiwa/ km2. Laju pertambahan penduduk Pulau Barrang Lompo

termasuk tinggi, memerlukan pengelolaan dan memiliki peluang perendaman pada tahun 2100. Pulau ini memiliki indeks kerentanan 8,33 termasuk kategori kerentanan sedang yang akan berubah secara cepat jika tidak dilakukan pengelolaan (Tahir dkk, 2009). Prioritas pengembangan infrastruktur persampahan dan MCK di Pulau Barrang Lompo adalah prioritas kedua setelah pengembangan infrastruktur air bersih (Burhanuddin dkk, 2012). Kurangnya fasilitas persampahan di Pulau Barrang Lompo membuat kejadian kecacingan pada murid sekolah dasar dipengaruhi oleh sarana pembuangan sampah. Kejadian kecacingan pada rumah tanpa sarana pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat lebih tinggi dibandingkan dengan yang memiliki sarana pembuangan sampah sementara yang memenuhi syarat (Nur dkk, 2013).

Pulau Barrang Lompo tidak memiliki TPA sehingga penduduknya membuang sampah di laut atau dibakar. Tempat sampah masing-masing rumah tangga terbuat dari jerigen bekas yang diberi tali sehingga pada saat akan membuang sampah ke arah laut tali tersebut ditarik sampai ke pinggir pantai dan sampah lalu dibuang di laut. Selain jerigen, ada pula drum bekas dari logam atau plastik yang diberi pegangan. Jika drum terbuat dari logam, penduduk akan membakar sampah mereka di dalamnya sedangkan jika terbuat dari plastik akan dibawa ke penggir pantai. Tetapi bagi penduduk yang rumahnya agak jauh dari pantai dan lebih dekat ke lahan kosong, akan membuang sampah mereka ke lahan kosong atau juga langsung membakarnya di lokasi tersebut. Penduduk tidak menimbun sampah mereka karena tanah yang dapat dijadikan tempat menimbun

(3)

tidak ada yang terdekat dari rumah. Pulau Barrang Lompo memerlukan suatu penanganan yang optimal karena merupakan salah satu pulau tujuan para wisatawan termasuk di dalamnya sebagai pusat penelitian yang berkaitan dengan pesisir dan laut.

Pada prinsipnya pengelolaan sampah haruslah dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya. Pengelolaan sampah besar di tingkat lingkungan terkecil, seperti RT atau RW, dengan membuatnya menjadi kompos dapat mengurangi volume sampah yang diangkut ke TPA, tetapi dalam hal ini pulau tidak memiliki TPA, sehingga perlu ada model pengelolaan sampah yang tepat bagi pulau kecil yang berkelanjutan dan dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat khususnya yang tinggal di pulau tersebut dan dapat dijadikan contoh bagi pulau-pulau kecil lain yang memiliki masalah yang serupa. Penelitian ini ingin mengetahui komposisi sampah daratan dan perairan pulau kecil padat penduduk serta kendala yang dihadapi dalam pengelolaan sampah sehingga dapat dirumuskan strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau tersebut.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif menggunakan metode gabungan yakni kuantitatif dan kualitatif agar dapat diketahui jumlah dan komposisi timbulan sampah serta dinamika realitas sosial yang ada sehingga kendala dan strategi pengelolaan dapat dirumuskan.

Populasi dan sampel

Sampel adalah sampah dan penduduk. Populasi pertama, sampah, yakni seluruh sampah yang dihasilkan Rumah tangga Pulau Barrang Lompo serta yang berada di perairan sekitar Pulau Barrang Lompo. Sampel sampah yang dihasilkan penduduk sebanyak 12 KK. Sampah lautan terdiri dari sampah di pantai di ambil pada pantai bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau, Sampah di dasar perairan diambil pada perairan dangkal di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau terutama daerah ekosistem lamun dan terumbu karang dan sampah apung diambil dengan menggunakan sero di atas kapal bergerak di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat pulau. Populasi kedua adalah penduduk di Pulau Barrang Lompo dengan sampel kepala rumah tangga yang mewakili penduduk serta pengunjung.

Pengumpulan Data

Sampah penduduk diambil selama tujuh hari 12 KK. Sampah yang dihasilkan ditimbang kemudian dilakukan pemilahan untuk mengetahui komposisi sampah. Komposisi sampah dilautan menggunakan pedoman OSPAR (Chesire et. al., 2009). sampah pantai diambil dengan membentangkan transek garis 100 m sejajar garis pantai. Sampah yang berada di sebelah kiri kanan transek garis mulai dari batas air pasang dan batas pantai. Sampah kemudian dicatat jenis dan dihitung berat berdasarkan jenis yang sama. Semua sampah berukuran >2,5 cm, yang berada pada area sampling, dikumpulkan dalam kantong. Sampah pantai yang ditemukan di pantai diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan

(4)

tiga kali. Sampah di dasar perairan diambil dengan membentangkan transek garis sepanjang 100 m pada dasar perairan sejajar pantai. Pada permukaan diberi tanda untuk menentukan awal dan akhir transek serta mencatat titik koordinatnya. Dua penyelam berenang bersisian dan mencatat sampel yang berada dua meter di sisi kanan dan kiri transek garis. Sampah dicatat dan dihitung berdasarkan jenisnya. Sampah kecil dikumpulkan dan dicatat komposisi serta beratnya. Penentuan lokasi sampel berdasarkan keberadaan ekosistem lamun dan terumbu karang. Sampah pantai yang ditemukan di dasar perairan diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan tiga kali. Pengambilan sampel sampah apung di perairan menggunakan sero saat air pasang dengan jarak 500 m dari pantai di bagian Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Pengambilan sampel dilakukan dari titik terluar hingga mendekati pantai. Sampel sampah yang ditemukan dicatat dan dihitung. Pengambilan sampel dilakukan pengulangan selama tiga hari dengan interval waktu tiga hari. Sampah pantai yang ditemukan mengapung di perairan diambil sebanyak tiga kantong plastik sampah dan dilakukan pengulangan tiga kali. Kecepatan dan arah arus dihitung pada saat pengambilan sampel sampah apung menggunakan layang arus dan kompas.

Survey kegiatan masyarakat dalam mengelola sampah meliputi pengangkutan sampah, kegiatan 3R, metode pembuangan sampah, dan dampak potensial sampah terhadap lingkungan diamati dan dipantau. Wawancara dilakukan terhadap kelembagaan pemerintah, tokoh masyarakat, dan penduduk yang

tinggal dan menetap dan dapat mewakili pulau, pengurus dan nasabah Bank Sampah Samaturu, pemilik kapal, guru, dan siswa sekolah. Total kuesioner 110 buah dengan jumlah pertanyaan 50 terkait komposisi sampah yang dihasilkan, kendala dan pengelolaan sampah. Pertanyaan yang dipersiapkan berdasarkan skala Likert untuk mengetahui kekuatan persepsi masyarakat pada setiap topik.

Analisis data

Penentuan sampel timbulan sampah yang representatif berdasarkan persamaan berikut (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012):

S = Cd√Ps

Efektivitas pengelolaan (bank sampah) yang ada saat ini dihitung menggunakan Overall Equipement Effectiveness(Kristina, 2014):

OEE = Availabillity x Performance X Quality

Proyeksi penduduk dihitung menggunakan metode geometrik:

Pn = Po (1+r)n

Jawaban responden akan dianalisis menggunakan analisis menggunakan Severity Index

ܵܫ= ∑4ସ௜ୀ଴ ܽ௜xx௜

௜ ସ

௜ୀ଴ ݔ100

Untuk menentukan strategi yang tepat dianalisis menggunakan SWOT.

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN Sampah penduduk

Timbulan sampah dari 12 KK selama seminggu diperoleh 262,1 kg maka rata-rata sampah yang dihasilkan setiap KK selama pengambilan data adalah 3,12 kg/KK/hari. Jika diasumsikan jumlah anggota setiap rumah tangga di Pulau Barrang Lompo sebanyak enam orang maka jumlah sampah yang dihasilkan setiap penduduk adalah 0,52 kg/orang/hari. Nilai ini lebih tinggi dari standar SNI S04-1993-03 yang menyatakan bahwa sampah yang dihasilkan oleh setiap orang pada rumah permanen adalah 0,35 – 0,4 kg.orang/hari. Dengan jumlah penduduk 4.561 jiwa, diperoleh jumlah timbulan total untuk Pulau Barrang Lompo 2.371,72 kg kg/hari.

Sampah yang dihasilkan rumah tangga yang disampling terbagi dua jenis yakni sampah organik dan anorganik. Dari hasil penimbangan di lapangan sebanyak 56,19% sampah yang dihasilkan rumah tangga merupakan sampah organic. Sampah organik ini terdiri dari sisa makanan, daun kering, dan pembungkus makanan berupa daun pisang. Sedangkan sampah anorganik diperoleh data sebanyak 43,81% yang berupa plastik kemasan makanan ringan, gelas plastik, kertas, karton, popok, ranting kayu, rak telur, kain, kaleng susu dan cat kapal, sandal karet, serta kaca.

Sampah lautan

Jumlah dan berat sampah lautan yang ditemukan pada empat lokasi sampling yakni pantai, ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang, dan di permukaan air (apung) berbeda pada setiap lokasi. Sampah

lautan paling banyak pantai dan di permukaan air. Sedangkan di dasar perairan pada ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang hanya sedikit. Sampah plastik yang berupa pembungkus dan kantung adalah jenis sampah lautan yang dominan dari seluruh sampah yang disampling pada pantai, dasar perairan, dan permukaan perairan Pulau Barrang Lompo. Organik adalah jenis sampah lautan terbanyak kedua yang disusul oleh gabus dan puntung rokok.

Pengelolaan sampah yang pernah ada hingga saat ini di Pulau barrang Lompo ada dua yakni pengomposan dan bank sampah. Pengomposan sudah tidak dilakukan lagi karena kompos yang dihasillkan tidak sesuai dengan yang diharapkan akibat kesalahan prosedur. Hasil perhitungan efektivitas Bank Sampah Samaturu diperoleh OEE=12,5%. Jika dibandingkan dengan nilai pada Base Line Efektivitas Bank Sampah, OEE <40%, meiliki indikator warna merah, sistem bank sampah dianggap memiliki skor yang sangat rendah, dan sulit ditingkatkan, diperlukan penelitian yang mendalam. Indikator warna

merah, berdasarkan Skala

Adaptabilitas Bank Sampah menunjukkan bank sampah dianggap tidak mampu beradaptasi. Indikator warna merah juga menunjukkan perilaku warga sangat tidak mendukung (diam dan tidak peduli), penduduk tidak termotivasi, pemerintah daerah dan lembaga masyarakat tidak peduli (tidak ada rencana kegiatan), sedangkan dari sisi pengurus dan pengepul bank sampah tidak menunjukkan arti.Analisis jawaban responden menggunakan Severity Index menunjukkan bahwa penduduk tidak setuju dengan pengelolaan sampah dengan bank sampah karena tidak mengerti cara

(6)

kerja dan keuntungan bank sampah dan beralasan sampah hanya sedikit.

Sampah rumah tangga paling banyak adalah organik karena 56% rata-rata sampah rumah tangga di Indonesia adalah sisa makanan. Sampah lautan yang jumlahnya paling banyak ditemukan adalah jenis plastik. Kayu adalah sampah lautan yang paling berat ditemukan pada pantai. Jumlah sampah lautan paling banyak dan paling berat yang berada di pantai dibandingkan jika berada di ekosistem padang lamun dan terumbu karang. Tetapi bila sampah tersebut mengapung di perairan jumlahnya banyak dikarenakan berat sampah di permukaan air (apung) lebih ringan akibat terbawa arus dibandingkan di ekosistem padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang sampahnya tenggelam dan berada pada substrat. Sampah plastik yang berada di dasar perairan berat dan tenggelam karena pada saat terbawa arus, pasir masuk dan mengisi ruang kosong di dalamnya. Komposisi sampah di Pulau Barrang Lompo dipengaruhi oleh aktivitas rumah tangga, tingkat pendapatan, pekerjaan, konsumsi produk dan sampah kiriman.

Penduduk Pulau Barrang Lompo umumnya membuang sampah dengan dua cara yakni dibakar atau dibuang ke laut dengan alasan tidak tahu harus

membuang sampah ke mana,

merupakan kebiasaan, ada lahan kosong, tidak ada tempat sampah dan petugas kebersihan, tidak ada TPA, tetangga juga membuang sampah ke laut, tidak ada yang melarang, sampah hanya sedikit, dan sampah nanti akan terbawa air laut sehingga pantai tetap bersih.

Kendala pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo adalah perilaku penduduk yang membuang sampah di laut serta dengan cara membakar

disebabkan karena tidak adanya sarana dan prasarana kebersihan berupa TPA, petugas kebersihan, serta larangan membuang sampah di laut, kurangnya kepedulian pemerintah dalam menjaga keberlanjutan program pengelolaan yang telah ada, tidak ada pendampingan pada kegiatan pengelolaan yang telah dilaksanakan, belum ada peraturan pengelolaan sampah yang mengatur tentang pemilahan, larangan, dan sanksi, sampah lautan yang datang dan sampai di pulau (kiriman) akibat terbawa arus, jumlahnya akan terus bertambah serta terakumulasi dengan sampah yang dibuang penduduk, sampah lautan yang dominan adalah jenis sampah plastik yang bukan termasuk plastik untuk ditabung di bank sampah, sampah rumah tangga dominan organik sisa makanan, jumlah penduduk yang akan terus meningkat serta tingkat pendidikan penduduk yang umumnya hanya tamat SD.

Berdasarkan hasil analisa SWOT, strategi yang tepat untuk pengelolaan sampah Pulau Barrang Lompo adalah pencegahan terhadap sampah yang semakin meningkat melalui penguatan perilaku bersih sebagai kebutuhan, pemilahan sampah pada sumber, himbauan dan sosialisasi yang terus menerus sambil melalukan daur ulang plastik dan pengomposan. Ketiga hal ini perlu dilakukan sekaligus mengingat jumlah penduduk yang terus meningkat setiap tahunnya. Berdasarkan data tahun 2013, jumlah penduduk Pulau Barrang Lompo adalah 4.561 jiwa dengan kepadatan penduduk 9.308 jiwa/km2. Padahal kepadatan penduduk ideal untuk mendapatkan ruang hidup adalah 500 jiwa/km2 (BPS, 2013). Jika diproyeksikan 25 tahun yang akan datang jumlah penduduk akan

(7)

mencapai 7.340 jiwa pada tahun 2038 yang artinya memiliki kepadatan penduduk 14.980 jiwa/km2. Hal ini membutuhkan perhatian lebih bagi Pemerintah Kota untuk memberikan solusi yang tepat bagi penduduk Pulau Barrang Lompo

PENUTUP Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Sampah penduduk penduduk dominan adalah organik sedangkan sampah lautan yang dominan adalah plastik. Kendala utama pengelolaan sampah di Pulau Barrang Lompo adalah perilaku penduduk yang membuang sampah ke laut. Strategi yang tepat untuk mengelola sampah di pulau ini berdasarkan komposisi sampah dan kendala yang ada adalah pencegahan secara preventif, daur ulang, dan pengomposan.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin, F. Selintung, M. dan Wikantari, R. 2012. Prioritas Pengembangan Infrastruktur Berkelanjutan di Pulau Barrang Lompo dengan Menggunakan Metode Analisis AHP (Analytic Hierarchy Process). J. J. Sains dan Teknologi,. Juni 2012. Vol. I. No

1:70-80, Online

(http://ejournal.undip.ac.id/index.p hp/ijms/article/view/1620, diakses 04 Maret 2014)

Cheshire, A.C., Adler, E., Barbière, J., Cohen, Y., Evans, S., Jarayabhand, S., Jeftic, L., Jung, R.T., Kinsey, S., Kusui, E.T., Lavine, I., Manyara, P., Oosterbaan, L., Pereira, M.A., Sheavly, S., Tkalin,

A., Varadarajan, S., Wenneker, B., Westphalen, G. 2009. UNEP/IOC Guidelines on Survey and Monitoring of Marine Litter. UNEP Regional Seas Reports and Studies, No. 186; IOC Technical Series No. 83, Nairobi, Kenya/Paris Cedex, France, (http://www.unep.org/regionalseas /marinelitter/publications/docs/Ma rine_Litter_Survey_and_Monitorin g_Guidelines.pdf, diakses 13 Maret 2014)

Kementerian Pekerjaan Umum. 2012. Materi Bidang Sampah I. Diseminasi dan Sosialisasi Keteknikan Bidang PLP, Direktorat Jenderal Cipta karya, Jakarta

Kristanti, E. Y. 2010. “Pulau Sampah Rakasa Siap Jadi saingan Hawaii”.

Viva News (Online),

(http://dunia.news.viva.co.id/news/ read/161675-pulau-sampah-raksasa-siap-jadi-saingan-hawaii, diakses 10 Maret 2014)

Kristina, H. J. 2014. Model Konseptual untuk Mengukur Adaptabilitas Bank Sampah di Indonesia. Jurnal TI Undip, Vol IX, No. 1, Januari 2014, Online (http://ejournal.undip.ac.id/index.p hp/jgti/article/view/6027/5163, diakses 05 Pebruari 2014)

Nur, M. I., La Ane, R., dan Selomo M. 2013. Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan Rumah terhadap Kejadian, Kecacingan pada Murid Sekolah Dasar di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun

2013, Online

(http://repository.unhas.ac.id/bitstr eam/handle/123456789/6049/jurna l.pdf?sequence=1, diakses 28 Januari 2014)

(8)

Tahir, A., Boer, M., Susilo, S. B., dan Jaya, I. 2009. Indeks Kerentanan Pulau-Pulau Kecil: Kasus Pulau Barrang Lompo-Makassar. Jurnal Ilmu Kelautan Desember 2009 Vol. 14 (4) : 8 – 13 , Online (http://ejournal.undip.ac.id/index.p hp/ijms/article/view/1620, diakses 04 Maret 2014)

United Nations Environment Programme. 2013. UNEP Year Book. Emerging Issues in Our Global Environment, Online (http://www.unep.org/pdf/uyb_201 3.pdf, diakses 03 Desember 2013)

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus III aspek yang diamati dari hasil kemampuan guru merencanakan pembelajaran semakin meningkat dari skilus sebelumnya dan setelah mengalami peningkatan yang lebih baik

Untuk memperoleh data yang diperlukan, dibutuhkan alat pengumpul data yang sesuai dengan karakteristik sumber data yang bersangkutan. Secara umum teknik pengumpulan data

Sementara itu guna membantu masyarakat di sekitar lokasi PATS dalam melakukan perawatan sistem tersebut maka perlu diadakan kegiatan pelatihan perawatan instalasi PATS.. Hal

Dengan adanya cahaya pada lingkungan ruang dalam yang bertujuan menyinari berbagai bentuk elemen-elemen yang ada di dalam ruang, sehingga ruangan menjadi teramati dan dapat

yang setiap harinya tentunya memerlukan makanan ternak yang cukup menguras kantong. Mitra juga memiliki kemauan kuat untuk dapat mengembangkan usaha pakan ternak

Yogyakarta, hasil nilai t statistik adalah 2.878 ≥ 1.96 (lihat Tabel 4.16), sehingga disimpulkan terdapat pengaruh kepemimpinan transformasional terhadap

Hasil akhir dari penelitian ini adalah berupa gambar pemetaan Desa Klero serta penetuan penduduk miskin menggunakan metode AHP berdasarakan kriteria yang sudah

KESIAPAN DAN KENDALA YANG DIHADAPI GURU SMK PROGRAM KEAHLIAN OTOMOTIF DI KOTA SEMARANG DALAM MELAKSANAKAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN..