• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penegakan Hukum Sanksi Administrasi terhadap Pelanggaran Perizinan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penegakan Hukum Sanksi Administrasi terhadap Pelanggaran Perizinan"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

PENEGAKAN HUKUM SANKSI ADMINISTRASI TERHADAP PELANGGARAN PERIZINAN

Oleh: Ivan Fauzani Raharja, S.H., M.H. Abstrak

Sanksimerupakanbagianpenutupyang penting di dalam hukum.Salah satu sanksiyang dapatditerapkanterhadap suatu pelanggaran atas peraturan perundang-undanganadalah sanksiadministrasi. Sanksiini merupakan suatu bentuk pemaksaan dari administrasi negara(pemerintah) terhadapwarga negara dalamhaladanya perintah-perintah,kewajiban-kewajiban, atau larangan-larangan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh administrasi negara (pemerintah)termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan bidang perizinan. Sanksi administrasi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran perizinan dapat berupa paksaan Pemerintahan (bestuurdwang), penarikan kembali keputusanyang menguntungkan, pengenaan uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom), pengenaan denda administratif (administratif boete).

Penetapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran di bidang perizinan bentuknya bermacam-macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum dalam peraturan perundang- undangan yang menjadi dasarnya.

Keywords : Penegakan Hukum, Sanksi Administrasi, Perizinan.

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Sanksi merupakanbagian penutup yang penting di dalam hukum. Hal ini merupakansuatu bentuk pemaksaandariadministrasinegara (pemerintah)terhadapwarganegara dalamhaladanyaperintah-perintah, kewajiban-kewajiban,ataularangan-larangan yangdiaturdalam peraturan perundang-undanganyangdikeluarkanoleh administrasi negara (pemerintah).

Dalam konteks sosiologis, sanksi merupakan bentuk upayapenegakan hukum. Penegakan hukum merupakan proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan. Keinginan-keinginan tersebut adalah pikiran-pikiran badan pembuat

(2)

undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum.1 Sanksi itu sendiri dapat berupa sanksi pidana, sanksi perdata, dan juga sanksi administrasi.

Dalam strukturketatanegaraanmodern,tugas negara (pemerintah)dalampenyelenggaraanpemerintahan danpembangunan nasional membawa konsekuensi terhadap campur tangan pemerintah dalamberbagaiaspek kehidupan masyarakat. Bentuk campur tangan ini adalah adanya peraturan perundang-undangan diberbagai bidangyang dikeluarkan oleh pemerintahdalam rangka menjalankan tugasnya. Pihak eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai untuk mewujudkan rencana yangtercantum dalam (peraturan) hukumyangmenanganibidang-bidang tersebut.2

Sejak negara (pemerintah) mencampuri banyak bidang kegiatandanpelayanandalam masyarakat, maka campur tangan hukum juga semakin intensif, yangsalahsatunya adalah memberikan pelayanan publik bidang perizinan.

Dari suduthukum administrasi negara, izin merupakan sebuah keputusan yangdikeluarkan oleh organ pemerintah, didalamnya terkandung suatu muatan hal yang bersifatkonkret, individual, dan final. Sebagai keputusan tata usaha negara maka izin ini harus memenuhi unsur-unsur keputusan tatausahanegara sebagaimana diatur dalam Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 51Tahun2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, sehingga izin sebagai bentuk keputusan tata usaha negara merupakan salah satu dimensi relasi yuridis antara pemerintah dan warganya.

Di sisilain,perizinan merupakansalah satu kewenangan pemerintah yangperwujudannyadalam bentuk pengaturan. Pengaturan perizinan dapat berupapemenuhan persyaratan, kewajiban,maupunlarangan. Impliksasinya adalah apabila persyaratan, kewajiban maupun larangan yang dimintakandalam izin tidakterpenuhi maka akanberdampak terhadap izin itu sendiri. Salah satu bentuk ketidakterpenuhinya persyaratan, kewajiban maupun larangan itu adalah

1 Satjipto Rahardjo, 1984, Masalah Penegakan Hukum – Suatu Kajian Sosiologis, Sinar Baru,

Bandung, hlm 24.

(3)

terjadinyapelanggaranyangakanberujungpadasanksi hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang melakukan pelanggaran. Terjadinya pelanggaran tersebut dalam masyarakat sangatlah mungkin terjadi mengingat dalam masyarakat tersebut terdapat individu-individu dengan sikap beragam dalam hal kepatuhan terhadap hukum.

Sehingga pelaksanaan aturan tersebut dapat selalu dalam koridor hukum maka dalam implementasi peraturan bidang perizinantersebutdiperlukan sanksi demi menjamin kepastianhukum,konsistensi pelaksanaan hukum, dan jugapenegakanhukum bidang perizinan. Sebagaimana disebutkan di atas bahwa sanksi itudapat berupa sanksi administrasi, sanksi pidana, ataupun sanksi perdata. Dalam konteks pelanggaran di bidangperizinan, mengingat pengaturan perizinan merupakan tindakan hukum sepihak dari pemerintah dan sebagai wujud perbuatan pemerintah yang bersegi satu dimana kedekatan aspek administratifnya lebihbesar,maka penelitian ini ingin lebih menfokuskan pada sanksi administrasidalamhal terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh seseorang atau badan hukum perdata di bidang perizinan.

2. Pengertian Izin dan Perizinan

Sjachran Basah memberikan pengertianizinadalahperbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimanaditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.3Izin (verguning) adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintahuntuk dalam keadaan tertentumenyimpang dari ketentuan- ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Izin dapat juga diartikan sebagai dispensasiatau pelepasan/pembebasan dari suatu larangan. Sedangkan perizinan adalahsalahsatu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh Pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.4 Bentuk dari perizinan dapat berupa pendaftaran, rekomendasi, sertifikasi, penentuan

3 Sjachran Basah dalam Adrian Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik,

Sinar Grafika, Jakarta, hlm 170.

4 Adrian Sutedi, 2009. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Sinar Grafika, Jakarta,

(4)

kuota dan izin untukmelakukan suatu usahayang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasiperusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.

Izin merupakan sebuah keputusan yang dikeluarkan oleh organ pemerintah, didalamnyaterkandung suatu muatan hal yang bersifat konkret, jelas, dapat

ditentukan, dapat dibedakan, dapat ditunjukkan. Sebagai keputusan tata usaha negara maka izin iniharus memenuhi unsur-unsur keputusan tata usaha negara sebagaimana diatur dalam UUPTUN yaitu penetapan tertulis; dikeluarkanolehbadan/pejabat tata usaha negara; berisi tindakanhukum tata usaha negara; berdasarkan peraturan perundang-undanganyangberlaku, bersifat konkret, individual, dan final; dan menimbulkan akibat hukum bagiseseorang/badanhukumperdata.5Dengan melihat pemenuhan unsur-unsur tersebut, izin sebagai bentuk keputusan tata usaha negara merupakan salah satu dimensi relasi yuridis antara pemerintah dan warganya.6

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 8 PeraturanMenteriDalamNegeri Nomor24Tahun2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu disebutkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peratutan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan hukum untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Selanjutnya

padaketentuan Pasal 1angka 9 ditentukan bahwaperizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan teretntu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Menurut Adrian Sutedi, perizinaninimerupakan upayamengatur

kegiatan- kegiatan yang memiliki peluang menimbulkan gangguan pada kepentingan umum. Mekanismeperizinanyaitu melalui penerapan prosedur ketat dan ketentuan yangharus dipenuhi untuk menyelenggarakan suatu pemanfaatan lahan. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi mengatur dan bersifatpengendalian yangdimiliki pemerintah, yaitu merupakanmekanisme

5 Pudyatmiko, Y. Sri. 2009. Perizinan – Problem dan Upaya Pembenahan. Grasindo, Jakarta, hlm

54.

(5)

pengendalian administratif terhadap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.7

2.Kewenangan

Istilah kewenangan sering disebut dengan authority, gezag atau yuridiksi. Kewenangan adalah kekuasaanyangdiformalkanbaik terhadap segolongan orang tertentu, maupun kekuasaan terhadap sesuatu bidangpemerintahan tertentu secara bulat yang berasal dari kekuasaan legislatif maupun dari kekuasaan pemerintah.Pengertianiniberbeda dengan dengan wewenang yang dikenal jugadengan istilahcompetence ataubevoegdheid. Wewenanghanya mengenai sesuatu onderdil tertentu atau bidang tertentusaja. Jadikewenangan merupakan kumpulan dari wewenang-wewenang (rechtsbevoegdhehen). Wewenang ini merupakan kemampuan untuk melakukan suatu tindakan hukum publik, atau secara yuridis, wewenang adalahkemampuan bertindakyang diberikan oleh Undang-Undang yang berlaku untuk melakukan hubungan- hubungan

hukum.8Kamus Besar Bahasa Indonesiamemberikan pengertian kewenangan sebagai hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu, sedangkan wewenang adalah hak dan kekuasaanuntukbertindak,ataukekuasaan membuat keputusan, memerintah,danmelimpahkan tanggung jawab kepada orang lain9

Dalam kerangka otonomi daerah, kewenangan penyelenggaraan urusan pemerintahan didaerahdiserahkankepadadaerah. Pemerintahandaerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yangseluas-luasnyadalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalamUndang-UndangDasarNegaraRepublik Indonesia 1945. Otonomi daerah inidiartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomuntuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Ketentuan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 jo Undang-Undang-Undang-Undang Republik

7 Adrian, Sutedi. Op.cit. hlm 173.

8 SF. Marbun. 1997. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Lyberty, Yogyakarta, hlm 154.

9 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus

(6)

Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 1 angka 5).

Prinsippemberian otonomi kepada pemerintah daerah pada dasarnya untuk membantupemerintah pusat dalam penyelenggaraanpemerintahan di daerah. Halinierat kaitannya dengan fungsi utama pemerintah daerah sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat dan pelaksana pembangunan, disamping sebagai pembinakestabilansosial, politik, ekonomi dan kesatuan bangsa.

Seiring dengan prinsip tersebut, penyelenggaraan otonomi daerah harus selaluberorientasi padapeningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikankepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Selainitupenyelenggaraan otonomi daerah juga harus menjamin keserasian hubungan antara daerah dengan daerah lainnya, artinya mampu membangun kerjasamaantardaerahuntukmeningkatkankesejahteraanbersama dan mencegah ketimpangan daerah. Halyang tidak kalah pentingnya bahwaotonomidaerahjugaharusmampu menjamin hubungan yang serasi antar daerah dengan Pemerintah, artinya harus mampu menjaga dan memelihara keutuhan wilayah Negara dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka mewujudan tujuan Negara.

Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang luasdiperlukan kewenangandankemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yangdidukung oleh perimbangan keuangan antara pusat dan daerah sertaantara provinsi dan Kabupaten/Kota. Oleh karena itu kewenangan keuangan yang melekat pada setiap kewenangan pemerintahan menjadi kewenangan daerah. Tujuan utama dari penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dan memajukan perekonomian daerah.

Kewenanganpemerintahyang diserahkan kepadadaerahdalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia sesuaidengankewenanganyangdiserahkan tersebut. Kewenangan otonomi luas mengandung makna keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahanyang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali bidang politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan

(7)

fiskal nasional dan agama serta kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah. Keleluasaan otonomi mencakup kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan,pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi.

3. Pelayanan Publik

Pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrem dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Masyarakat setiap waktun akan selalu menuntut pelayanan publik yang berkualitas daru birokrat, meskipun tuntutan itu seringkali tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Secara empiris, pelayanan publik yang terjadi selama ini masih menampilkan ciri-ciri yakni berbelit-belit, mahal, lambat, dan melelahkan. Kecenderungan seperti itu terjadi karena masyarakatmasih diposisikan sebagai pihak yang “melayani’ bukan yang “dilayani”.

Oleh karena itu pada dasarnya dibutuhkan suatu perubahan dalam bidang pelayanan publik dengan mengembalikan dan mendudukan posisi pelayan dan yang dilayani pada pengertian sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara, meskipun negara berdiri berdiri sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat yang mendirikannya.10 Artinya bahwa birokrat sesungguhnya haruslah memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Menurut Kotler sebagaimana diungkapkan Sampara Lukman, pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya Sampara berpendapat pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan.11

10DavidOsborndanPeterPlasterikdalam JuniarsoRidwandanAchmadSodikSudrajat.2009.Hukum

Administrasi Negaradan KebijakanPelayananPublik.Nuansa, Bandung,hlm17-18.

(8)

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa pelayanan sebagai hal, cara, atau hasil pekerjaan melayani. Sedangkan melayani adalah menyuguhi (orang) dengan makanan atau minuman; menyediakan keperluan orang;

mengiyakan; menerima; menggunakan.

Pelayanan publik diartikan dengan pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.12

Selanjutnya menurutKepmenpan No.3/KEP/M.PAN/2003, publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhanpenerimapelayanan maupu pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Bab I Pasal 1 angka 1 menentukan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga Negara dan penduduk atas barang,jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakanoleh penyelenggara pelayanan publik.

Dengan demikian pada dasarnya pelayananpublikadalahpemenuhan kebutuhanmasyarakat oleh penyelenggaraNegara, dalam hal ini negara didirikan oleh publik,tentu dengan tujuan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.Tujuan pelayanan publik adalah :

1. terwujudnya batasan dan hubungan yang jelas tentang hak, tanggung jawab, kewajiban, dan kewenangan seluruh pihak yang terkait dengan penylenggaraanpelayanan publik;

2. terwujudnya sistem penyelenggaraan pelayanan publik yang layak sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan komparase yang baik;

3. terpenuhinya penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

4. terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat dalam penyelenggaraa pelayanan publik.

12 Kurniawan dalam Lijan Poltak Sinambela. 2006. Reformasi Pelayanan Publik – Teori,

(9)

Berdasarkan ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipasif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, serta kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.

II.HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Bentuk Jenis-Jenis Sanksi Administrasi

Sanksi Hukum Administrasi, menurut J.B.J.M. ten Berge, ”sanksi merupakan inti dari penegakan hukum administrasi. Sanksi diperlukan untuk menjamin penegakan hukum administrasi” . Menurut P de Haan dkk, ”dalam HAN, penggunaan sanksi administrasi merupakan penerapan kewenangan pemerintahan, di mana kewenangan ini berasal dari aturan hukum administrasi tertulis dan tidak tertulis” . JJ. Oosternbrink berpendapat ”sanksi administrasiinistratif adalah sanksi yang muncul dari hubungan antara pemerintah–warga negara dan yang dilaksanakan tanpa perantara pihak ketiga (kekuasaan peradilan), tetapi dapat secara langsung dilaksanakan oleh administrasi sendiri”.

Jenis Sanksi Administrasi dapat dilihat dari segi sasarannya yaitu:

a) sanksi reparatoir artinya sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas pelanggaran norma, yang ditujukan untuk memngembalikan pada kondisi semula sebelum terjadinya pelanggaran, misalnya bestuursdwang, dwangsom),

b) sanksi punitif artinya sanksi yang ditujukan untuk memberikan hukuman pada seseorang, misalnya adalah berupa denda administratif,

c) sanksi regresif adalah sanksi yang diterapkan sebagai reaksi atas ketidak patuhan terhadap ketentuan yang terdapat pada ketetapan yang diterbitkan,

(10)

Perbedaan Sanksi Administrasi dan sanksi Pidana adalah, jika Sanksi Administrasi ditujukan pada perbuatan, sifat repatoir-condemnatoir, prosedurnya dilakukan secara langsung oleh pejabat Tata Usaha Negara tanpa melalui peradilan. Sedangkan Sanksi Pidana ditujukan pada si pelaku, sifat condemnatoir, harus melalui proses peradilan.

Macam-macam Sanksi dalam Hukum Administrasi seperti berikut, Bestuursdwang (paksaan pemerintahan), penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan, pengenaan denda administratif, dan pengenaan uang paksa oleh pemerintah (dwangsom).

1. Paksaan Pemerintahan (Bestuursdwang)

Paksaan pemerintahan merupakan tindakan nyata yang dilakukan organ pemerintah atau atas nama pemerintah untuk memindahkan, mengosongkan, menghalang-halangi, memperbaiki pada keadaan semula apa yang telah dilakukan atau sedang dilakukan yang bertentangan dengan kewajiban-kewajiban yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan. Contoh Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1961 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa ijin yang Berhak atau Kuasanya. Bestuursdwang merupakan Kewenangan Bebas, artinya pemerintah diberi kebebasan untuk mempertimbangkan menurut inisiatifnya sendiri apakah menggunakan bestuursdwang atau tidak atau bahkan menerapkan sanksi yang lainnya.

Paksaan pemerintahan harus memperhatikan ketentuan Hukum yang berlaku baik Hukum tertulis maupun tidak tertulis, yaitu asas-asas pemerintahan yang layak seperti asas kecermatan, asas keseimbangan, asas kepastian hukum dan lain-lain.. Contoh Pelanggaran yang tidak bersifat substansial seorang mendirikan rumah tinggal di daerah pemukiman, tanpa IMB.

Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan, dengan membongkar rumah tersebut, karena masih dapat dilakukan legalisasi, dengan cara memerintahkan kepada pemilik rumah untuk mengurus IMB. Jika

(11)

perintah mengurus IMB tidak dilaksanakan maka pemerintah dapat menerapkan bestuursdwang, yaitu pembongkaran.

Contoh Pelanggaran yang bersifat substansial, misalkan pada pengusaha yang membangun industri di daerah pemukiman penduduk, yang berarti mendirikan bangunan tidak sesuai dengan RTRW yang ditetapkan pemerintah, maka pemerintah dapat langsung menerapkan bestuursdwang.

Peringatan yang mendahului Bestuursdwang, hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan bestuursdwang di mana wajib didahului dengan suatu peringatan tertulis, yang dituangkan dalam bentuk Ketetapan Tata Usaha Negara.

Isi peringatan tertulis ini biasanya meliputi hal-hal sebagai berikut, Peringatan harus definitif, Organ yang berwenang harus disebut, Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat, Ketentuan yang dilanggar jelas, Pelanggaran nyata harus digambarkan dengan jelas, Memuat penentuan jangka waktu, Pemberian beban jelas dan seimbang, Pemberian beban tanpa syarat, Beban mengandung pemberian alasannya, Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

2. Penarikan kembali keputusan (ketetapan) yang menguntungkan

Penarikan kembali Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan dilakukan dengan mengeluarkan suatu ketetapan baru yang isinya menarik kembali dan/atau menyatakan tidak berlaku lagi ketetapan yang terdahulu.

Ini diterapkan dalam hal jika terjadi pelanggaran terhadap peraturan atau syarat-syarat yang dilekatkan pada penetapan tertulis yang telah diberikan, juga dapat terjadi pelanggaran undang-undang yang berkaitan dengan izin yang dipegang oleh si pelanggar.

Penarikan kembali ketetapan ini menimbulkan persoalan yuridis, karena di dalam HAN terdapat asas het vermoeden van rechtmatigheid atau presumtio justea causa, yaitu bahwa pada asasnya setiap ketetapan yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dianggap benar menurut hukum. Oleh karena itu, Ketetapan Tata Usaha Negara yang sudah dikeluarkan itu pada dasarnya tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya oleh hakim di pengadilan.

(12)

Kaidah HAN memberikan kemungkinan untuk mencabut Ketetapan Tata Usaha Negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima Ketetapan Tata Usaha Negara sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.

Sebab-sebab Pencabutan Ketetapan Tata Usaha Negara sebagai Sanksi ini terjadi melingkupi jika, yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin, subsidi, atau pembayaran. Jika yang berkepentingan pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapat izin, subsidi, atau pembayaran telah memberikan data yang sedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila data itu diberikan secara benar atau lengkap, maka keputusan akan berlainan misalnya penolakan izin.

3. Pengenaan Uang Paksa (Dwangsom)

Menurut pendapat N.E. Algra, tentang pengenaan uang paksa ini, menurutnya, bahwa uang paksa sebagai hukuman atau denda, jumlahnya berdasarkan syarat dalam perjanjian, yang harus dibayar karena tidak menunaikan, tidak sempurna melaksanakan atau tidak sesuai waktu yang ditentukan, dalam hal ini berbeda dengan biaya ganti kerugian, kerusakan, dan pembayaran bunga.

Menurut hukum administrasi, pengenaan uang paksa ini dapat dikenakan kepada seseorang atau warga negara yang tidak mematuhi atau melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai alternatif dari tindakan paksaan pemerintahan

4. Pengenaan Denda Administratif

Menurut pendapat P de Haan DKK menyatakan bahwa, terdapat perbedaan dalam hal pengenaan denda administratif ini, yaitu bahwa berbeda dengan pengenaan uang paksa yang ditujukan untuk mendapatkan situasi konkret yang sesuai dengan norma, denda administrasi tidak lebih dari sekedar reaksi terhadap pelanggaran norma, yang ditujukan untuk menambah hukuman yang pasti.

(13)

Dalam pengenaan sanksi ini pemerintah harus tetap memperhatikan asas-asas hukum administrasi, baik tertulis maupun tidak tertulis.

2.2. Penerapan Sanksi Administrasi Terhadap Pelanggaran Perizinan

Pelanggaran di bidang perizinan bentuknya bermacam-macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum dalam peraturan perundang- undangan yang menjadidasarnya. Sanksiadministrasi yangdapat dikenakan terhadappelanggaran perizinan ada beberapa macam yaitu Paksaan Pemerintahan (bestuurdwang), PenarikanKembaliKeputusan yang menguntungkan, Pengenaan Uang Paksa oleh Pemerintah (dwangsom), Pengenaan Denda Administratif (administratif boete).

Terkait dengan sanks ini ada beberapa criteria yang perlu untuk diperhatikan, yaitu:

1) Unsur-unsur yang dijadikan dasar sanksi tersebut diterapkan; 2) Jenis sanksi yang dikenakan;

3) Jangka waktu pengenaan sanksi; 4) Tata cara penetapan sanksi; 5) Mekanisme pengguguran sanksi.

Mengingat masing-masing perizinan diatur dalam peraturanperundang-undangan tersendiri maka dalamproses penetapannya harusmemperhatikan peraturan perundangan yang menjadi dasarnya.

Kewenangan untuk melaksanakan paksaan pemerintahan(bestuurdwang) adalah kewenanganbebas.Halini mengandung makna bahwa kewenangantersebutmerupakanhak dankewajiban dalam melakukan tindakan hukum tertentu. Kebebasan kewenangan tersebut berarti bahwapemerintah diberi kebebasanuntukmempertimbangkan menurut inisiatifnyasendiriapakah

menggunakanpaksaanpemerintahan (bestuurdwang) atau tidak bahkan menerapkan sanksi lainnya.

Dalam haltelahterjadi pelanggaranperizinan,maka organ pemerintah sebelum menjatuhkan sanksi berupapaksaan pemerintahan (bestuurdwang) harus mengkaji secara cermat fakta pelanggaran hukumnya. Pada dasarnya (fakta)

(14)

pelanggaran tersebutdapat dibedakan dalam dua jenis, yaitu : 1) Pelanggaran yang tidak bersifat substansial

2) Pelanggaran yang bersifatsubstansial

Penjatuhan sanksi terhadap pelanggaran yang bersifat substansial dan pelanggaran yang bersifat tidak substansial dapat menjadi tidak sama.

Berpijak pada sifat pelanggarannya maka dalam penetapan pemberian sanksi paksaan pemerintahan maka :

1. Terhadap pelangggaran yang tidak bersifat substansial, Pemerintah tidak sepatutnya langsung menggunakan paksaan pemerintahan (bestuurdwang). Maka organ pemerintah masih dapat melakukan legalisasi. Dalamhal iniPemerintahmemerintahkan kepadawarga negara yang melakukanpelanggaran perizinan tersebut untuk segera mengurus perizinannya. Jika warga negara tersebutsudahdiperintahkanuntukmengurus perizinannya tetapi tidak juga mengurus perizinan maka Pemerintah dapat menerapkan sanksi paksaan pemerintahan (bestuurdwang).

2. Terhadap pelanggaran yang bersifat substansial, Pemerintah dapat langsung menerapkan paksaan pemerintahan (bestuurdwang)

Baik pelanggaran yang bersifat substansial maupun yang tidak bersifat substansial, dalam penetapannya harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku baik hukum yang sifatnya tertulis maupun yang tidak tertulis terkait dengan perizinan yang dimaksud. Termasuk didalamnya yaitu asas-asas umumpemerintahan yang baik, antaralain asas kepastianhukum, asas kepentingan umum, asas proposionalitas, asas bertindak cermat, asas motivasi dalam pengambilan keputusan, serta asas keadilan dan kewajaran.

Proses penetapan sanksi administrasi berupa bestuurdwang harus didahului dengan surat peringatan tertulis yang dituangkan dalam surat keputusan tata usaha negara (KTUN). Surat peringatan tersebut harus memuat hal-hal sebagai berikut:

1) Peringatan harus definitif

Pada surat peringatan harus secara jelas dan tegas tertulis tindakan Pemerintah.

(15)

Surat peringatan harus memberikan informasi yang jelas tentang organ/instansi yang berwenang menerapkan sanksi.

3) Peringatan harus ditujukan kepada orang yang tepat

Peringatan harus ditujukan kepada orang/badan hukum yang memang telah atau sedang melakukan pelangggaran terhadap ketentuan peraturan

perundang-undanganyang berlaku. Orang/badan hukum yang telah atau sedang melakukan pelangggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus mempunyai kemampuan untuk mengakhiri keadaan yang terlarang tersebut.

4) Ketentuan yang dilanggar jelas

Ketentuan peraturan perundang-undangan yang sedang atau telah dilangggar harus tercantum secara jelas dalam surat peringatan.

5) Pelanggarannyataharus digambarkan dengan jelas.

Fakta keadaan yang sedang atau telah dilangggar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku harus diungkapkan atau diuraikan secarajelas.

6. Peringatanharusmemuat penentuan jangka waktu

Pemberian beban harus ternyata dengan jelas jangka waktu yang diberikan kepadaorang/badan hukum yang sedang atau telah melangggarperaturan perundang- undangan yangberlaku untuk melaksanakan beban (sanksi) tersebut. Jangka waktu tersebut harusjelaswaktukapanmulainya dan tidak boleh digantungkan padasuatuperistiwaataukejadian yangbelum pasti diwaktuyang akan datang.

7. Pemberianbebanjelasdan seimbang

Pada dasarnyasanksiyang dibebankan kepadapihakyang dikenaisanksiselayaknya seimbangdenganberatringannya pelanggaranyangtelahdilakukan.Demikianpuladalamhal terjadi pelanggarandibidangperizinan,makasanksiyangmerupakanbentuk beban tersebut juga harus seimbang dengan keadaan atau perbuatan terlarang yang telah dilakukan oleh seseorang/badan hukumdisamping itu sanksi juga harus jelas kriterianya.

(16)

8. Pemberian beban tanpa syarat

Sebagaimanatelahdisinggung sebelumnya bahwa sanksi tidak boleh digantungkanpada suatu peristiwa atau kejadian yang belumjelas kejadiannyadi kemudianhari, maka terkait dengan hal tersebut

pemberian beban harustanpa syarat. 9. Bebanmengandungpemberian alasannya

Sebagai produk hukum Pemerintah (KTUN), maka surat peringatanharusdiberialasan yang baik dan jelas.

10. Peringatan memuat berita tentang pembebanan biaya.

Apabila sanksiditerapkan memberikan paksaan beban biaya, makabebanbiayapaksaan pemerintah itu harus dimuat dalam surat peringatan. Dalam menjatuhkansanksipaksaan pemerintahan (bestuurdwang),organ pemerintah harusmenggunakan asas kecermatan, asas kepastian hukum, atauasaskebijaksanaan dengan mengkaji secara cermat.

Penarikan kembali keputusan yang menguntungkan dilakukan bila:

1. Yang berkepentingan tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang dikaitkan pada izin.

2. Yang berkepentingan pada waktu mengajukanpermohonanizin telah memberikan data yangsedemikian tidak benar atau tidak lengkap, hingga apabila dataitu diberikan secara benar atau lengkap maka keputusanyangtimbulakan berlainan.

Penetapanpenarikankembali suatu keputusan yang menguntungkan telahdibuatolehPemerintahharus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Suatukeputusantersebut dibuat dan ditetapkan karena warga negara yang berkepentingandalam mengajukan izin menggunakan tipuan, senantiasa dapat ditiadakan (dari permulaan tidak ada)

2. Suatu keputusan yang isinya belum diberitahukan kepada yangbersangkutan, jadi keputusan yang belum menjadi suatu perbuatan yang sungguh-sungguh dalam pergaulan hukum dapat ditiadakan ab ovo.

(17)

3. Suatukeputusanyang bermanfaatbagiyang dikenainya danyang diberi kepada yang dikenainya itu dengan beberapa syarat tertentu, dapat ditarik kembali padawaktuyang dikenai tersebuttidak memenuhisyarat-syaratyang ditentukan.

4. Suatu keputusan yang bermanfaat bagi yang dikenainya tidak boleh ditarik kembali setelah sesuatu jangka tertentu sudah lewat, karena menarik kembali tersebut, suatu keadaan yang layak di

bawahkekuasaankeputusan yang bermanfaat itu (setelah adanya menarik kembali keputusan tersebut) menjadi keadaan yang tidak layak.

5. Oleh karena suatu keputusan yang tidak benar, diadakan suatukeadaan yang tidak layak.Keadaaninitidakboleh ditiadakan, bilamana menarik kembali keputusan yang bersangkutan membawa kepadayangdikenainyauntuk kerugian yang sangat lebih besar daripada kerugian yang oleh negara di derita karena keadaan tidak layak tersebut.

6. Menarik kembali atau merubahsuatu keputusan, harus diadakanmenurut acara (formalitas)yang sama sebagaimana yang ditentukan dalam pembuatan ketetapan itu.

Penarikan kembali keputusan sebagai sanksi ini berkaitan erat dengan sifat keputusan itu sendiri.Bila keputusanbersifat terikat, maka keputusan tersebut harus ditarik sendiri oleh organ atau instansi yang mengeluarkan keputusan. Penarikan ini hanya mungkin dilakukan apabila peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya keputusan telah mengaturnya sebelum keputusan itu dikeluarkan. Sedangkan keputusan yang bersifat bebas, maka penarikannya kadang-kadangditentukan dalam peraturan perundang-undangan, kadang-kadang tidak.13

Perlu dipahami bahwa pada dasarnya keputusantata usaha negara yangtelahdikeluarkantidakuntuk dicabut kembali. Ketika pencabutan kembali ini lebihmenjamin asas kepastian hukum baik itu untuk pihak yang mengeluarkan keputusan maupun pihakyang menerimakeputusan. Namun bukan bermakna bahwa keputusan tersebut bersifat mutlak dan tidak mungkin/dapat dicabut. Kaidah HukumAdministasi

(18)

Negara memberikan kemungkinan untuk mencabut keputusan tata usaha negara yang menguntungkan sebagai akibat dari kesalahan si penerima keputusan tata usaha negara, sehingga pencabutannya merupakan sanksi baginya.

Hal-hal yang dapat menjadikan sebabsuatukeputusantatausahanegara yang berupa perizinan dicabut sebagai bentuk sanksi adalah :

a. Pihak yang berkepentingan (penerima izin) tidak mematuhi pembatasan-pembatasan,syarat-syaratatau ketentuan peraturan perundang-undangan

yang dikaitkan padaizin tersebut;

b. Pihak yang berkepentingan (penerimaizin) pada waktu mengajukanpermohonan untukmendapatkan izin telah memberikandata yangtidak benar atautidak lengkap. Hal ini bermakna bahwa apabila datayang diberikan saat mengajukan permohonan izin benar, lengkap, dan tidak dipalsukan maka pemberian izin mungkin tidak akan diberikan (permohonan izin ditolak).14

Selain dari aspek penerima izin, pencabutan izin dapat pula terjadi bilamana terdapat kesalahan dari pihak pemerintah (dalam hal ini organ atau instansi yang mengeluarkan izin), artinya keputusan yang dikeluarkan tersebut

ternyata keliru atau mengandung cacat lainnya dan diketahui dengan jelas. Jika demikian maka keputusan (izin) tersebut dapatdicabut dengan memperhatikan ketentuan dalam Hukum Administrasi Negara, baik tertulis maupun berupa asas-asas hukum. Suatu keputusan yang secara jelas dan diketahuimengandung kesalahan atau kekeliruan sudah barang tentu tidak akandibiarkan,tanpa dilakukan perubahan atau pencabutan, hanya karena

keinginanuntuk mengedepankan asas kepastian hukum.

Pengenaan uangpaksaoleh Pemerintah(dwangsom) dianggap sebagai sanksi yang reparatoir.Sanksiiniditerapkan jika warga negara melakukanpelanggaran.Dalam kaitannya dengan diterbitkannya keputusan tatausahanegara yang menguntungkan, biasanya pemohon izin disyaratkanuntuk memberikanuang jaminan. Jika terjadi pelanggaran atau pelanggar (pemegang izin) tidak segera

mengakhirinya, maka uang jaminan itu dipotong sebagai dwangsom. Jadi uang jaminan tersebutlebih banyak digunakan ketika pelaksanaan bestuurdwang sulit dilakukan.

14Ibid

(19)

Organ pemerintah dalam menetapkan uang paksa, menentukan apakah uang paksa itu dibayar dengan cara mengangsur ataupun harus sekali bayar berdasarkan waktu tertentu. Organ pemerintah juga harus menetapkan jumlah maksimaluang

paksaserta memperhatikankesesuaiandengan beratnya kepentingan yang dilanggar dan (sesuai)dengan tujuan ditetapkannya penetapan uang paksa. Pengenaan dendaadministratif (administratieve boete)dapatdilihat contohnyapada denda fiskal yang ditarik oleh inspektur pajak dengan cara meninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai akibat dari kesalahan yang telah dilakukan.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yangterhutang kurang atau tidak dibayar maka selain jumlah kekurangan pajak yang terhutang itu dibebankan kepada wajib pajak, maka dikenakan pula sanksi administrasi berupa bunga dalamprosentasetertentusesuaiperaturanperundang-undangan perpajakan yang berlaku dalam jangka waktu tertentu yang juga harus ditentukan. Terhadap wajib pajak yang dikenai denda administrasi kepadanya dikeluarkan Surat Tagihan Pajak.

III. PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Sanksi administrasi yang dapat dikenakan terhadap pelanggaran perizinan ada beberapa macam yaitu paksaan Pemerintahan (bestuurdwang), penarikan kembali keputusan yang menguntungkan, pengenaan uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom), pengenaan denda administratif (administratif boete).

Penetapan sanksi administrasi terhadap pelanggaran di bidang

perizinan bentuknya bermacam-macam yang pada umumnya sudah secara definitif tercantum dalam peraturan perundang- undangan yang menjadi dasarnya.

a. Dalam hal telah terjadi pelanggaran perizinan dan akan dikenakansanksipaksaan pemerintah (bestuurdwang), maka organpemerintah harus mengkajifaktapelanggaranhukumnya, yang dalam hal ini dapatdibedakandalamdua jenis, yaitu pelangggaran yang tidak bersifat

(20)

substansial dan pelanggaranyangbersifat substansial. Penjatuhansanksi terhadap pelanggaran yang bersifat substansial dan pelanggaran yang bersifat tidak substansial dapat menjadi tidak sama. Terhadap pelanggaran yang tidak bersifat substansial ini maka organ pemerintah masih dapat melakukan legalisasi. Terhadap pelanggaran yang bersifat substansial, Pemerintah dapat langsung menerapkan paksaan pemerintahan (bestuurdwang).

b.Penetapan pencabutan suatu keputusan yang menguntungkanakandilakukan oleh organ pemerintah jika penerima izin tidak mematuhi pembatasan-pembatasan, syarat-syarat atau ketentuan peraturanperundang-undangan yang dikaitkan pada izin. Di samping itu juga dapat karena penerima izin pada waktu mengajukan permohonan untuk mendapatkan

izin telah memberikan data yang tidak benar atau tidak lengkap. Selain dari aspek penerima izin, pencabutan izin dapat pula terjadi bilamana terdapat kesalahan dari pihak pemerintah (dalam hal ini organ atau instansi yang mengeluarkan izin), artinya keputusan yang dikeluarkan tersebut ternyata keliru atau mengandung cacat lainnya dan diketahui dengan jelas.

c. Pengenaan uang paksa oleh Pemerintah (dwangsom) dianggap sebagai sanksi yang reparatoir. Sanksi ini diterapkan jika warga negara melakukan pelanggaran namun pelaksanaan bestuurdwang sulit dilakukan.

d. Pengenaan denda administratif (administratieve boete) dapat dilihat contohnya pada denda fiskal yang ditarikoleh inspektur pajak dengan carameninggikan pembayaran dari ketentuan semula sebagai akibat dari

kesalahan yang telah dilakukan.

(21)

a. Perlu dilakukannya peningkatan sumber daya manusia bagi aparatur negara yang terkait pada bidang perizinan.

b. Perlu penyederhanaan peraturan perundang-undangan pada bidang perizinan oleh pemerintah.Serta melakukan harmonisasi regulasi perzinan baik di pusat maupun di daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. 2008. Filsafat Hukum.Jakarta : Asinar Grafika.

Hadjon, Philipus M. et. al. 1995. Hukum Adminitrasi Negara Indonesia – Cetakan Keempat. Yogyakarta : Gajahmada University Press.

Muchsin dan Fadillah Putra. 2000. Hukum dan Kebijakan Publik. Malang : Averroes Press.

Marbun, SF. et. al. 2001. Dimensi- Dimensi Pemikiran Hukum AdministrasiNegara. Yogyakarta : UII Press

……… ,1997. Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara. Yogyakarta:Liberty. Pudyatmiko, Y. Sri. 2009. Perizinan – Problem dan Upaya Pembenahan.

Jakarta : Grasindo.

Rahardjo, Satjipto. 2000. Ilmu Hukum – Cetakan Kelimat, Bandung : Citra Aditya Bakti.

………...,.1984. Masalah Penegakan Hukum – Suatu Kajian Sosiologis. Bandung : Sinar Baru.

Rasjidi, Lili dan Ira Tania Rasjidi. 2002. Filsafat Hukum. Bandung : Mandar Maju. Ridwan, Juniarso dan Achmad Sodik Sudrajat. 2009. Hukum Administrasi

Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik. Bandung : Nuansa. Ridwan HR. 2011. Hukum Administrasi Negara. Edisi Revisi. Jakarta : Rajawali Pers Sinambela, Lijan Poltak. 2006.Reformasi Pelayanan Publik – Teori,

Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta : Bumi Aksara.

Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik.Jakarta :Sinar Grafika.

(22)

Soetami, Siti. 2000. Hukum Administrasi Negara Lanjut. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Sunggono, Bambang. 2003. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Bahasa. 1993. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara

……….., Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara ………, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32

Tahun 2004 jo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang PemerintahanDaerah

………., Undang-Undang RI Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Referensi

Dokumen terkait

Dengan dasar pemikiran tersebut Dinas Pendidikan Aceh melalui UPTD Balai Teknologi Komunikasi dan Informasi Pendidikan Aceh berencana mengadakan Lomba

Namun, perhitungan numerik tidak akan menjadi sangat jauh lebih lama jika kita menentukan np dan nx yang lebih banyak agar lebih konvergen dan grafik yang dihasilkan

Judul penelitian ini adalah Analisis Layanan Pemesanan Bahan Pustaka Secara Online di Perpustakaan Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.Perpustakaan Universitas

Perbedaan tingkat persepsi di Dusun Banjarharjo II didominasi oleh persepsi yang sangat baik terhadap hak-hak perempuan pada kategori tingkat pendidikan Sekolah Dasar dan SMA

Perubahan paradigm manajemen pemerintahan dari dilayani sekarang mendaji melayani yang lebih berorientasi kepada masyarakat, perlu menjadi landasan di dalam pengelolaan

Tujuan dari penelitian yakni untuk menganalisis faktor eksternal dan internal yang berpotensi untuk pengembangan obyek wisata dan menentukan daerah wisata yang

Pelaksanaan Kurikulum 2013 dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan guru- guru di adalah cukup baik, yang berarti bahwa guru sebagai pelaksana Kurikulum 2013

jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan