TELAAH PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH MENGENAI
UPAYA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI
PESERTA PIR-BUN
Dl KABUPATEN DT. II LEBAK
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Pascasarjana
Bidang Studi Pendidikan Luar Sekolah
Oleh
Marisa Fransiska M. 9032220/XXII-14/S2
BIDANG STUDI PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH
PROGRAM PASCASARJANAINSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING
Pembimblng I
f.Pr.H
(Prof. Dr. H.D. Sudjana, M.Ed.)
Pembimbing
ABSTRAK
Salah
satu
upaya
pemerintah
dalam
mengentaskan
kemiskinan masayarakat pedesaan di Kabupaten Lebak Jawa
Barat
adalah
dengan
mengikutsertakan
masyarakat
dalam
program
PIR-BUN
kelapa
yang
telah
dikembangkan
sejak
tahun 1981.
Tanggung jawab pembinaan dilakukan oleh PTP
sebagai sumber belajar dan petani sebagai
warga belajar
dengan
menjadi
buruh
yang
diupah
oleh
PTP,
karena
sebelum dilakukan konversi, lahan masih menjadi tanggung
jawab PTP.
Kepedulian pendidikan luar
sekolah mengenai
proses
pemberdayaan
petani PIR kelapa di Kabupaten Lebak Jawa
Barat lah yang melatarbelakangi penelitian ini. Adapun
yang
akan
diteliti
adalah motivasi,
proses
pembinaan,
hasil
belajar>/binaan,
serta dampak
dari
pembinaan
PTP
terhadap petani maupun masyarakat setempat.
Pendekatan
kualitatif
dengan
menggunakan
teknik
wawancara
dan
observasi
dilakukan
terhadap
362
orang
responden,
yang
terdiri
dari
petani
PIR-BUN
kelapa,
masyarakat setempat non petani PIR-BUN kelapa serta 39
orang aparat PTP dan PIR-BUN dan pemerintah setempat.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa motivasi
petani
saat ini adalah mempertahankan lahan untuk warisan anakcucu dan bukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pembinaan mengenai
keterampilan menanam
dan memelihara
tanaman
kelapa
dilaksanakan
dengan
metoda
belajar
ceramah
dengan
menggunakan
gambar-gambar
dan
juga
belajar
partisipatif
di
lapangan
selama
masa
pra
konversi. Pengetahuan mengenai penanganan hama diberikan
dalam bentuk penyuluhan berkala di balai desa.
Penyuluhan
untuk mengatasi masalah
adalah
dengan
cara
demonstrasi
di
tempat
kejadian.
Sedangkan
pembinaan
motivasi dan sikap belum menjadi perhatian. Keterampilan
menanam,
memelihara
tanaman
kelapa
serta
pengetahuan
mengenai
cara-cara
menangani
hama
merupakan
hasil
belajar
yang
diperoleh
para
petani
selama
mengikuti
progam PIR-BUN.
Dampak umum dari pemberdayaan melalui
wahana
PIR-BUN
adalah bertambahnya wawasan/pengetahuan
mengenai
nilai
uang
serta
kesempatan
masyarakat
untuk
mencari pemenuhan kebutuhan ekonomi di luar daerah
secara
lebih
mudah, dengan adanya sarana
transportasi
lebih baik.
Kesimpulan penelitian ini adalah, bahwa dalam
memberdayakan masyarakat pedesaan, pembinaan sikap serta
motivasi perlu menyertai pembelajaran dalam hal keterampilan dan pengetahuan. Oleh karena itu sebagai
rekomendasi disusun suatu model pelatihan dengan
menggunakan pendekatan belajar yang diharapkan dapat
menumbuhkan rasa memiliki serta kesadaran yang menunjang
terbentuknya sikap positif dan motivasi yang sesuai
untuk petani PIR-BUN tersebut.
DAFTAR I SI
Halaman
ABSTRACT i
ABSTRAK
KATA PENGANTAR
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR ISI
DAFTAR BAGAN
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
B. Perumusan dan Batasan Masalah 8
C. Definisi Operasional 9
D. Kerangka Pemikiran 12
E. Maksud dan Tujuan Penelitian 16
F. Kegunaan Penelitian 17
G. Metode Penelitian 18
H. Lokasi Penelitian 18
I. Responden Penelitian 19
BAB II PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH DALAM RANGKA
PROGRAM PERUSAHAAN INTI RAKYAT-PERKEBUNAN 2C
A. Pengertian Pendidikan Luar Sekolah ... 21
1. Sejarah Pendidikan Luar Sekolah ... 21
2. Konsep-Konsep Pendidikan Luar
Sekolah 25
xv
I l l
V
X
X V
3. Proses "Pemberdayaan" dalam
Pendidikan Luar Sekolah 31
B. Keterkaitan antara Asas Pendidikan
Luar Sekolah dengan Pengembangan
Masyarakat 40
1. Pengembangan Masyarakat Ditinjau
dari Segi Sistem 44
2. Pengembangan Masyarakat Ditinjau
dari Segi Gerakan 50
3. Pengembangan Masyarakat Ditinjau
dari Segi Proses 50
C. Peran Pendidikan Luar Sekolah dalam
Proses Adopsi dan Penyebaran Inovasi.. 50
D. Pendidikan Luar Sekolah dalam Proses
Pemberdayaan 58
E. Pendidikan Luar Sekolah dalam Rangka
Pemberdayaan Petani PIR-BUN 73
1. Pengertian Program Perusahaan Inti
Rakyat 7 6
2. Tujuan Program Perusahaan Inti
Rakyat 7 6
3. Pembinaan Petani Perusahaan Inti
Rakyat 77
4. Konversi 85
5. Pasca Konversi 86
F. Program PIR-BUN di Kabupaten DT. II
Lebak 90
1. Gambaran Umum Kabupaten DT. II
Lebak 90
2. Latar Belakang PIR-BUN di Kabupaten
DT. II Lebak 98
BAB III METODE PENELITIAN 105
A. Metode Penelitian yang Digunakan 105
B. Pengambilan Data 107
1. Tehnik Pengumpulan Data 107
2. Responden Penelitian 116
3. Teknik-Teknik Memperoleh Tingkat
Kepercayaan Hasil Penelitian 116
4. Tahapan Kegiatan Penelitian 118
BAB. IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 123
A. Dinamika Kegiatan PIR-BUN di Kabupaten
DT II Lebak 123
1. Site Kertaraharja dengan Komoditi
Kelapa Sawit 123
2. Site Bantarjaya dengan Komoditi
Kelapa Hibrida 132
B. Tinjauan Pendidikan Luar Sekolah dalam
Pelaksanaan Kegiatan Program PIR-BUN 14 6
1. Motivasi yang Mendasari
Keikut-sertaan Petani 146
2. Pembinaan Serta Proses Belajar
Petani Peserta PIR-BUN 148
3. Hasil Belajar yang Diperoleh Petani 154
4. Manfaat serta Dampak yang Diperoleh
Petani PIR-BUN 156
BAB. V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 159
A. Asesmen Permasalahan 163
B. Pelatihan Pendekatan Belajar 164
1. Metode dan Materi Pelatihan 164
2. Metode Pelatihan 166
C. Pemantauan 167
D. Evaluasi Pelatihan Secara Keseluruhan 167
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN :
- Surat Izin Penelitian
- Daftar Pedoman Wawancara
XVIII
DAFTAR BAGAN
Bagan 1.1 Unsur dalam Sistem Pengembangan
Masyarakat pada Kegiatan PIR-BUN 14
Bagan 2.1 Proses Munculnya Tindakan 71
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Balakang Penelitian
Delapan puluh persen penduduk Indonesia, hidup di
pedesaan. Pada umumnya mereka lambat dalam memahami dan
ikut serta mengolah informasi guna berpartisipasi dalam
pembangunan. Tingkat perolehan pendidikan yang relatif
rendah serta pengaruh tradisi (adat istiadat) seringkali
mempersulit upaya pemerintah menjamah mereka demi
pe-ningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan tersebut.
Namun disadari pula bahwa potensi masyarakat pedesaan
yang pada umumnya hidup dari mengolah lahan pertanian
atau perkebunan, perlu lebih diaktualkan untuk
mensejahterakan kehidupan warga terbanyak dari bangsa
Indonesia ini. Upaya meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pedesaan tidak hanya meliputi kemampuan baca,
tulis dan berhitung, namun sesuai dengan tuntutan
kebutuhan hidup sehari-hari mereka hendaknya memiliki
keterampilan praktis dalam mengelola lahan, sampai pada
upaya meningkatkan komoditi pertanian/perkebunan dalam
rangka menunjang kemajuan dalam Arah Pembangunan Jangka
Panjang Kedua.
Pembangunan mencakup pengembangan kapasitas sumber
sebagai pribadi, sebagai masyarakat maupun^sebagai bang
sa. Dalam PJP II dijelaskan bahwa pembangunan masyarakat
pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama melalui
pengembangan sumber daya manusia, termasuk penciptaan
iklim yang mendorong tumbuhnya prakarsa dan swadaya
masyarakat pedesaan untuk berproduksi serta mengolah dan
memasarkan hasil produksinya. Hal ini sekaligus
men-ciptakan lapangan kerja. Dengan demikian masyarakat
pedesaan makin mampu mengerahkan dan memanfaatkan sumber
daya alam serta potensi personal maupun komunitas yang
ada guna meningkatkan taraf hidup mereka secara kese
luruhan.
Tujuan utama yang ingin dicapai dari pembangunan
yang berwawasan komunitas adalah peningkatan aktualisasi
potensi-potensi kemanusiaan yang optimal. Untuk dapat
tercapainya upaya tersebut, dibutuhkan bukan .hanya
sumber daya manusia dan sumber daya alam saja, tetapi
dibutuhkan pula keikutsertaan masyarakat sebagai basis
dalam menanggulangi masalah yang dihadapi bersama,
masyarakat yang terdidik dan terlatih untuk mengatasi
masalah secara bersama-sama dan keaktifan lembaga dalam
mengoptimalkan sarana dan prasarana demi kepentingan
masyarakat setempat.
Pendidikan sebagai subsistem pembangunan merupakan
masyarakat desa. Pendidikan dan pengentasan kemiskinan
tidak lagi dapat dipisahkan. Hal ini dikemukakan oleh
Astrid Susanto (1984:114) sebagai berikut: "Pemikiran
pokok untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang
hidup di bawah garis kemiskinan melalui pendidikan ialah
karena asumsi bahwa melalui pendidikan bagi masyarakat
miskin terbukalah kesempatan baru memberi penghasilan
yang lebih tinggi".
Menurut Undang-Undang RI No. 2 tahun 1989 tentang
Pendidikan Nasional pasal 10 ayat 1; "Penyelenggaraan
pendidikan dilaksanakan melalui dua jalur, yaitu jalur
pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah".
Pendidikan sekolah tidak berhasil secara langsung
meningkatkan status penduduk miskin, maka Pendidikan
Luar Sekolah dipandang sebagai upaya alternatif untuk
memberikan kesempatan peningkatan status kehidupan bagi
mereka (W. P. Napitupulu, 1979). Berdasarkan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, maka pendidikan luar sekolah
memiliki peran yang lebih luas di dalam pendidikan
bangsa. Makna yang terkandung dalam Undang-Undang
tersebut menunjukkan bahwa pendidikan luar sekolah
mempunyai fungsi utama untuk membina dan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia di lingkungan masyarakat,
Salah satu asas yang mendasari perkembangan pen
didikan luar sekolah adalah asas relevansi dengan
pengembangan masyarakat. Asas ini berkaitan dengan
program-program pendidikan luar sekolah yang mempunyai
kaitan erat dengan kepentingan dan laju pembangunan
masyarakat dalam rangka pembangunan bangsa. Kaitan erat
ini mengandung arti bahwa pendidikan luar sekolah
me-rupakan pendekatan dasar dalam pengembangan masyarakat
sekaligus sebagai bagian penting dari program pembangun
an masyarakat (Sudjana, 1989: 3).
Pendidikan luar sekolah dapat berperan dalam
pengembangan masyarakat dalam hal:
1) Menumbuhkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
upaya mereka untuk membebaskan diri dari kebodohan,
imbalan yang rendah, dan adanya ketidakadilan dalam
masyarakat.
2) Membantu masyarakat untuk hidup berorganisasi
sehing-ga mereka dapat mempelajari keadaan kehidupannya ser
ta menjajagi berbagai kesempatan di sekelilingnya
dalam rangka meningkatkan taraf hidup mereka.
3) Bekerja sama dengan organisasi masyarakat dalam
mengidentifikasikan prasarana sosial, politik, dan
lingkungan masyarakat agar mereka dapat memecahkan
masalah sosial ekonomi yang dihadapi (Sudjana,
Berdasar uraian di atas maka upaya pengembangan
masyarakat ini lebih merupakan suatu proses pemberdaya
an. Proses tersebut merupakan suatu gerakan berupa usaha
yang dilakukan secara sadar, sistematis, dan terarah,
yang diselenggarakan oleh, untuk, dan dalam masyarakat.
Hal ini bertujuan mengubah taraf kehidupan mereka
sendiri ke arah yang lebih baik.
Upaya mengubah taraf hidup masyarakat dapat
dilakukan melalui berbagai macam tindakan misalnya
tindakan ekonomis dengan cara memberi bantuan berupa
modal, pinjaman dengan bunga rendah, pinjaman tanpa
bunga atau seperti yang dilakukan pemerintah dengan
Bantuan Presiden (Banpres). Namun bantuan berupa modal
tersebut tidak akan secara langsung meningkatkan taraf
hidup masyarakat". Kemampuan masyarakat untuk mengolah
modal tersebut menjadi hal penting yang akan menentukan
pemanfaatan dan pengembangan modal tersebut sehingga
bantuan tersebut benar-benar dapat meningkatkan taraf
hidup mereka. Tampaklah bahwa selain bantuan modal yang
diberikan pada masyarakat, maka perlu pula diberikan
kemampuan atau keterampilan mengelola bantuan tersebut.
Tugas memampukan dan menjadikan mereka terampil dalam
mengelola bantun modal agar mereka akhirnya mampu
berswadaya dalam memperbaiki taraf hidup mereka
Salah satu bentuk bantuan yang diberikan pada
masyarakat pedesaan, guna meningkatkan taraf hidup
mereka, adalah sejumlah lahan di sekitar perkebunan
kelapa milik PTP. Lahan pekarangan tersebut boleh mereka
miliki melalui pembayaran kredit berdasarkan hasil yang
mereka peroleh dari pengelolaan lahan tersebut. Di lahan
tersebut mereka harus menanam kelapa sawit atau hibrida
sesuai dengan cara-cara yang sudah dilakukan oleh PTP di
lahan perkebunan inti. Agar masyarakat yang berminat
memanfaatkan bantuan ini mampu mengelola lahan sesuai
dengan cara-cara yang baik dan benar, maka pada mereka
dilakukan pembinaan oleh PTP. Proses pembinaan
masyarakat pedesaan inilah yang menjadi kepedulian
pendidikan luar sekolah.
Pemberian bantuan dengan dana Bank Dunia serta
pembinaan masyarakat pedesaan menjadi petani yang mampu
meningkatkan taraf hidupnya melalui pengelolaan lahan
perkebunan kelapa dikenal dengan Program Perusahaan Inti
Rakyat Perkebunan atau (PIR-BUN) kelapa.
Dalam penelitian ini akan diamati kegiatan
pembinaan masyarakat yang menjadi petani PIR-BUN sebagai
suatu kancah pendidikan luar sekolah dalam rangka
memberdayakan masyarakat pedesaan. Selain kegiatan
pembinaan tersebut juga akan ditelaah mengenai
keadaan diri mereka sendiri, juga keadaan di sekeliling
mereka yang sebenarnya tanpa mereka sadari menghambat
proses pemberdayaan itu sendiri
Kelapa sawit termasuk sedikit produk perkebunan
Indonesia yang ditanam dalam perkebunan besar. Dalam
waktu 10 tahun produksi kelapa sawit berhasil dinaikkan
dari 182 ton menjadi 434.000 ton. Pertumbuhan tahunannya
di atas 13%. Kenaikan produksi yang sangat besar ini
bukan dicapai melalui perluasan areal, melainkan melalui
peningkatan hasil per hektar (Ulrich Planck, 1993:101).
Dengan demikian maka kualitas sumber daya manusia
berperan amat besar. Pengembangan masyarakat petani
melalui program PIR-BUN ini termasuk dalam upaya
penyadaran peran mereka sebagai aktor utama dalam proses
pembangunan perkebunan yang juga akan meningkatkan
kesejahteraan mereka selanjutnya.
Selain peningkatan pengetahuan dan keterampilan
petani juga perlu diperhatikan pembentukan atau bahkan
mengubah sikap mereka serta menumbuhkan dan meningkatkan
motivasi mereka sebagai petani yang tidak hanya bersifat
subsisten, tetapi menjadi lebih mandiri.
Peneliti merasa tertarik untuk meneliti mengenai
kebutuhan yang mendasari keikutsertaan petani dalam
program PIR-BUN atau dengan kata lain, motivasi petani
8
peserta
PIR-BUN,
apa
saja
yang
mereka
pelajari
dan
mereka
serap
(adopsi),
baik
pengetahuan,
keterampilan
atau nilai-nilai tertentu selama mengikuti program
PIR-BUN
ini.
Bagaimana
proses
pembinaan
yang
dilakukan
terhadap masyarakat petani ini dan pada akhirnya sejauh
mana dampak atau pengaruh yang
ada pada petani peserta
maupun masyarakat sekitarnya.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap aparat
pemerintah daerah di Kabupaten Tingkat II Lebak,
setelah
berjalan
kurang
lebih
sepuluh
tahun,
tampak
bahwa
masyarakat petani
PIR-BUN tidak
dapat
memenuhi
target
pendapatan yang
telah
ditetapkan
oleh
program
PIR-BUN
sendiri. Artinya kesejahteraan masyarakat yang diharap
kan dapat meningkat melalui program PIR-BUN, ternyata
belum
tercapai
sampai
saat
penelitian
ini
dilakukan
(setelah lebih kurang 10 tahun PIR berjalan).
Berbagai
upaya
pembinaan
dan
bantuan
telah
dilakukan dari pihak pemerintah daerah,
namun kurang ada
tanggapan positif dari para petani.
B. Peruxmisan dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, maka masalah
yang
menjadi
fokus
penelitian
ini
dapat
dirumuskan
sebagai
berikut:
"Bagaimana
pendidikan
luar
sekolah
Secara lebih rinci maka rumusan masalah tersebut dapat
dijabarkan dalam beberapa pertanyaan (pokok) penelitian
yang akan menjadi batasan masalah sebagai berikut:
- Apa motivasi dan kebutuhan petani (input) untuk
menjadi petani peserta PIR-BUN.
- Apa saja hasil belajar yang diperoleh petani dari
pembinaan yang dilakukan PTP dalam rangka
keterlibatan mereka sebagai petani PIR-BUN (output)
- Bagaimana pembinaan serta proses belajar yang
dialami oleh para petani selama mengikuti program
PIR-BUN (proses)
- Apa pengaruh atau dampak yang ada pada para petani
PIR-BUN setelah mengalami pembinaan dari PTP
(impact/outcome)
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas
akan mencerminkan proses pengembangan masyarakat sebagai
suatu sistem pendidikan luar sekolah yang melibatkan
unsur-unsur sistem pada umumnya yaitu masukan mentah,
proses, masukan lingkungan, masukan sarana, dan keluaran
beserta dampaknya.
C. Definisi Operational
Untuk memperjelas dan membatasi masalah-masalah
dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi.
10
khusus diartikan dalam kaitannya dengan penelitian ini,
yaitu:
1. Pendidikan
luar sekolah;
adalah
kegiatan
pembinaan
yang dilakukan oleh pihak PTP melalui para penyuluh
dan
kelompok
bina taninya,
sebagai
sumber
belajar,
terhadap
petani
peserta
PIR-BUN,
sebagai
warga
belajar. Kegiatan pembinaan ini dilakukan dalam
rangka
memberdayakan
para
petani
dan
tidak
hanya
menyangkut peningkatan pengetahuan dan keterampilan
dalam mengolah tanaman kelapa saja, tetapi lebih pada
motivasi serta sikap mereka dalam meningkatkan taraf
hidup melalui sarana PIR-BUN.
2. Motivasi
petani;
yaitu
hal-hal
yang
terdapat
pada
diri
petani
yang
membuat
mereka
tergerak
untuk
melibatkan diri dalam program PIR-BUN tersebut.
Hal-hal tersebut dapat berupa kebutuhan, harapan atau
keinginan-keinginan
yang bersifat
psikologis,
maupun
bersifat
materi.
Yang
dimaksud
dengan
kebutuhan
psikologis adalah kebutuhan untuk diakui pada status
tertentu. Sedangkan kebutuhan materi lebih ditujukan
untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari dalam
rangka meningkatkan taraf hidup mereka.
3. Hasil belajar; merupakan perolehan petani setelah
11
dari adanya perubahan dalam hal sikap,' tingkah laku
dan motivasi. Sikap dan tingkah laku ini tercermin
baik dalam hal pengetahuan mengenai penanaman,
peme-liharaan, panen sampai pengolahan hasil panen dan
pe-masaran. Pengetahuan ini tentu disertai keterlibatan
rasa (afek) senang atau tidak senang dan juga
keterampilan (psikomotor) yang terlihat dari cara
mereka memelihara dan mengolah kebunnya. Sedangkan
motivasi terlihat dari tergeraknya mereka untuk tetap
menjadi petani peserta PIR-BUN. Motivasi ini dapat
bersifat instrisik, tetapi dapat pula faktor luar
diri petani yang menggerakkannya.
4. Proses belajar; interaksi antara petani, yang dalam
penelitian ini di lihat sebagai warga belajar dengan
aparat (dari pihak PTP maupun aparat pemerintah
daerah setempat) sebagai sumber belajar, dalam pembi
naan yang merupakan proses pembelajaran untuk
menca-pai tujuan PIR-BUN. Interaksi ini merupakan upaya
pembinaan dan penyuluhan mulai sejak saat penanaman,
pemeliharaan sebelum konversi, pemeliharaan setelah
konversi, pada saat panen dan pengelolaan pasca
panen.
5. Dampak; hasil atupun pengaruh lain di luar tujuan
utama sebagai petani PIR-BUN. Hasil ataupun pengaruh
12
setempat (yang tidak ada kaitan langsung dengan
kegiatannya sebagai petani PIR-BUN) baik sikap,
tingkah laku ataupun keadaan fisik daerah sebelum
PIR-BUN ada. Hasil dan pengaruh ini dapat saja
positif, artinya menguntungkan, atau sebaliknya
merugikan baik petani peserta maupun lingkungan
daerah tersebut.
D. Kerangka Pemilciran
Pendidikan luar sekolah memiliki kepedulian terhadap
masyarakat yang tidak memiliki kesempatan mengkuti
pendidikan formal yang memadai untuk memenuhi tuntutan
hidup yang terus meningkat. Upaya pendidikan luar
sekolah dalam rangka memberdayakan masyarakat dapat
berdiri sendiri, artinya memiliki aturan dan organisasi
sendiri, tetapi dapat pula terkait dengan lembaga lain
yang sudah ada.
Dalam penelitian ini, peneliti berupaya mengkaji
keterkaitan antara unsur-unsur dalam pendidikan luar
sekolah dengan kegiatan yang dilakukan oleh pihak PTP
terhadap petani peserta PIR-BUN. Menurut titik pandang
pendidikan luar sekolah, pihak PTP dengan para
penyuluhnya dilihat sebagai sumber belajar sedangkan
petani peserta PIR-BUN adalah warga belajar. Melalui
13
dapat meningkatkan pengetahuan serta keterampilan mereka
dalam mengolah tanaman kelapa sawit ataupun hibrida.
Proses pembinaan ini tentu saja akan menambah pula
wawasan petani sebagai warga masyarakat.
Unsur-unsur dalam pendidikan luar sekolah sama
dengan unsur-unsur yang terdapat dalam pendidikan
sekolah,
perbedaannya
terletak
terutama
pada
kegiatan
program pendidikan yang langsung dintegrasikan ke dalam
gerakan pembangunan masyarakat, dengan adanya dua unsur
tambahan yaitu masukan lain
(other input)
dan pengaruh
(impact)
(Sudjana,
1991; 31). Bila dilihat menurut bagan
sistem
yang
umum,
maka
masukan
lain
tersebut
dapat
terdiri dari unsur-unsur masukan sarana atau
instrumental input dan masukan lingkungan atau
environmental input. Sedangkan impact dapat dilihat
sebagai keluaran (outcome) yang telah diartikan dalam
konteks yang lebih khusus dan lebih nyata. Dalam
penelitian ini ingin dilihat keterkaitan antara
unsur-unsur masukan mentah, masukan lingkungan, masukan
sarana, proses, keluaran serta pengaruh atau impact
dalam upaya pemberdayaan petani melalui sarana kegiatan
PIR-BUN, menurut sudut pandang pendidikan luar sekolah.
Bagan 1.1. dibuat dengan maksud menggambarkan
MASUKAN SARANA
- PTP dan Pabrik
• Kebun Plasma
• Transportasl
• Dana/Modal
! '
MASUKAN MENTAH PROSES KELUARAN
Petani PIR-BUN • Pengetahuan
• Mottvasi • Kebutuhan
• Sikap
Pembinaan Petani
Oleh pihak PTP
• KeterampNan • Sikap • Pengetahuan • Keterampilan • Wawasan • Wawasan
• Motivasi Lanjutan
MASUKANLJNGKUNGAN
* Geografl
Kab. DT.H Lebak
• Kondlsl
Sosial-Ekonomi Budaya
• Pemerintah Daerah
• Gapoktan
14
IMPACT/OUTCOME
• Taraf Hidup
• Partisipasi Masyarakat • Pengembangan Ling
kungan dan Masyarakat
• Pembelajaran pada Orang Lain
Bagan 1.1. Unsur dalam Sistem Pengembangan Masyarakat
pada Kegiatan PIR-BUN
Berdasarkan Bagan 1.1., kegiatan pendidikan luar
sekolah yang diintegrasikan ke dalam gerakan pembangunan
masyarakat petani yang terlibat dalam PIR-BUN dapat
dilihat sebagai berikut; Warga belajar yang merupakan
masukan mentah adalah para petani perserta PIR-BUN.
Dalam penelitian ini akan ditelaah mengenai kebutuhan
yang mendasari keikutsertaan mereka sebagai peserta
PIR-BUN, motivasi, serta latar belakang pendidikan para
15
Masukan
Lingkungan
terdiri
dari geografi
Kabupetan
DT II Lebak, baik letak geografis yang mempengaruhi
iklim,
keadaan
alam,
serta
lokasi
antar
daerah yang
mencakup keadaan sosial ekonomi serta budaya yang akan
mempengaruhi proses pembinaan para warga belajar (petani
PIR-BUN). Selain itu yang juga dikelompokkan dalam
masukan lingkungan adalah bantuan yang diberikan oleh
aparat pemerintah daerah setempat.
Masukan sarana terdiri atas program PIR-BUN sendiri
yang merupakan sarana dalam upaya pemberdayaan
masyarakat petani, kemudian adanya pabrik pengolahan
hasil usaha petani, pihak PTP yang memberikan
pembinaan, kebun plasma, kelapa sawit dan hibrida,
tempat para petani berupaya, sarana transportasi baik
dari sarana jalan maupun kendaraan yang digunakan untuk
angkutan, dana dan pemasaran hasil produksi para petani
tersebut.
Dalam proses, dimaksudkan kegiatan pembinaan yang
dilakukan pihak PTP terhadap petani PIR-BUN untuk
meningkatkan kemampuan mereka. Kegiatan ini berupa
interaksi belajar membelajarkan antara pihak PTP sebagai
sumber belajar dengan warga belajar yaitu para petani
PIR-BUN. Dalam interaksi ini peran sumber belajar lebih
16
aktif memampukan diri mereka sendiri, jadi bukan pada
peranan mengajar.
Keluaran atau output adalah kuantitas serta kualitas
perubahan yang terjadi pada warga belajar yang diperoleh
melalui proses kegiatan belajar membelajarkan. Perubahan
ini mencakup ranah kognisi, afektif serta psikomotor
yang sesuai dengan kebutuhan belajar yang mereka
perlukan (Sudjana, 1991; 34). Dalam penelitian ini,
perubahan hasil proses belajar membelajarkan tersebut
mencakup pengetahuan, keterampilan, sikap, wawasan serta
motivasi yang berkaitan dengan upaya mereka meningkatkan
taraf hidup melalui sarana kegiatan program PIR-BUN.
Yang terakhir adalah impact atau outcome yang
terdiri dari perubahan taraf hidup para petani setelah
adanya program PIR-BUN, adakah partisipasi masyarakat
yang tidak menjadi petani PIR-BUN, bagaimana dengan
pengembangan lingkungan dan masyarakat sekitar lokasi
kebun plasma, serta sejauhraanakah terjadi pembelajaran
pada orang lain yang dilakukan baik secara sadar maupun
tidak sadar oleh para petani PIR-BUN.
E. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah menggambarkan
unsur-unsur pendidikan luar sekolah dalam pelaksanaan
17
program PIR-BUN, khususnya yang menyangkut upaya
pembinaan yang dilakukan pihak PTP, sebagai sumber
belajar, terhadap petani PIR-BUN, sebagai warga belajar.
Tujuan penelitian lebih diarahkan untuk membuat
suatu program intervensi guna memberdayakan petani
PIR-BUN meningkatkan taraf hidupnya. Untuk itu perlu
ditelaah faktor-faktor penunjang (potensi) dan faktor
penghambat (kendala) yang ada.
F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan teoritis dari penelitian ini antara lain
adalah untuk memperkarya sistem pendidikan luar sekolah,
khususnya dalam segi pembinaan dengan memasukkan unsur
evaluasi.
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan
pendidikan luar sekolah bagi penyelenggaraan pembinaan
para petani PIR-BUN. Dengan adanya penelitian ini
petani, aparat desa, serta lembaga-lembaga formal maupun
non-formal yang terkait, tergugah untuk lebih melibatkan
diri dalam pengembangan masyarakat melalui refleksi
serta mendeskripsikan permasalahan yang terungkap selama
penelitian.
Selain itu, dengan gambaran kondisi petani PIR-BUN
dan lingkungannya akan dapat diajukan alternatif
18
masyarakat petani setempat, baik sebagai upaya pemecahan
masalah yang ada, maupun bagi peningkatan taraf
kehidupan petani dan masyarakat setempat, dalam rangka
pengembangan masyarakat.
6. Metode Penelitian
Penelitian ini bertujuan menggambarkan dinamika
kegiatan pembinaan petani PIR-BUN serta masyarakat yang
terlibat dalam program PIR-BUN. Dalam menelaah kegiatan
ini banyak unsur-unsur yang sulit untuk
dikuantifikasi-kan dan untuk dapat menggambarkan dinamika kegiatan
pembinaan tersebut diperlukan pendalaman pemaknaan ber
dasarkan gambaran kasus setempat. Oleh karena itu dalam
penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif sedangkan
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik
wawancara dan observasi.
H. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi perkebunan kelapa
sawit dan hibrida yang terletak di Kabupaten Daerah
Tingkat II Lebak. Komoditas kelapa sawit dikembangkan
PIR-BUN V berlokasi di wilayah Lebak Selatan dengan
pusat Kertaraharja yang meliputi Kecamatan Malingping
19
sawit 3.258 Ha yang meliputi 22 desa dengan 2.360 kepala
keluarga.
Sedangkan komoditas kelapa hibrida dikembangkan
PIR-BUN V terdapat di wilayah Lebak Utara dengan pusat
di Bantarjaya, meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan
Rangkasbitung, Kecamatan Sajira, Kecamatan Cimaraga dan
Kecamatan Maja. Luas areal kelapa hibrida adalah.2.541,5
Ha meliputi 21 desa dengan 1.719 kepala keluarga.
I. Responden Penelitian
Responden dalam penelitian ini adalah individu yang
terlibat baik terkait secara langsung maupun tidak
langsung dengan kegiatan program PIR-BUN Kelapa Sawit
dan Hibrida di Kabupaten Daerah Tigkat II Lebak,. yaitu
Petani peserta PIR-BUN, masyarakat yang tinggal di
wilayah perkebunan dan juga aparat dari lembaga formal
dan non formal. Perkebunan kelapa sawit terletak di site
Kertaraharja sedangkan perkebunan kelapa hibrida di site
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian yang Digunakan
Masalah yang menjadi fokus penelitian ini adalah
'dinamika pelaksanaan program Perusahaan Inti Rakyat
Perkebunan kelapa sebagai salah satu upaya pembinaan
untuk memberdayakan masyarakat pedesaan'. Oleh karena
itu penelitian ini lebih memusatkan pada proses
pembinaan yang berlangsung dalam pelaksanaan program
PIR-BUN pada masyarakat pedesaan. Bagaimana interaksi
antar petani dengan aparat penyelenggara, interaksi
antar petani sendiri, maupun interaksi petani dengan
masyarakat pedesaan non PIR-BUN. Untuk mengetahui
penghayatan mereka terhadap peran mereka sebagai petani
PIR-BUN tersebut, maka perlu diketahui pendapat,
pandangan (inner perspective) dari petani tersebut.
Pendapat, pandangan petani tersebut menyangkut
nilai-nilai yang dalam maknanya sehingga tidak dapat
dikuantifisir, untuk itu maka dalam penelitian ini
digunakan pendekatan kualitatif. Hal ini sesuai dengan
uraian yang dikemukakan oleh Noeng Muhadjir (1990 : 49),
Bogdan dan Biklen (1982:27-2 9) dan Sanapiah Faisal
(1990:19) bahwa penelitian kualitatif lebih menekankan
dan menelaah proses yang terjadi, mengutamakan
106
perspektifemic artinya mementingkan pandangan responden,
yaitu cara ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi
pendiriannya.
Pengambilan data dilakukan di lokasi dengan latar
yang wajar/alamiah (natural setting), baik di rumah
petani sendiri, atau di kebun kelapa, di pabrik kelapa,
atau tempat pengopraan, dan Balai Bina Tani. Adapun
pendekatan
kualitatif
ini
pada
hakikatnya
adalah
mengamati individu dalam lingkungan hidupnya, cara
mereka berinteraksi, dan dengan pendekatan ini peneliti
berusaha memahami permasalahan penelitian dengan bahasa
dan tafsiran mereka sendiri, dalam hal ini petani
(Nasution, 1988 : 5. dan Lexy J. Moleong, 1989 : 30).
Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah
menggambarkan
dinamika
atau
proses
dari
komponen-komponen
dalam
sistem
penyelenggaraan
pembinaan
dalam
program PIR-BUN yang dilihat sebagai sistem pengembangan
masyarakat.
Antara
lain
motivasi
petani
(masukan
mentah), apa saja yang mereka pelajari serta bagaimana
pembinaan atau proses pembelajaran yang terjadi (masukan
sarana dan proses), hasil dari keterlibatan petani dalam
PIR-BUN dan pengaruh program PIR-BUN terhadap lingkungan
masyarakat
setempat
(impact).
Selain
itu
ingin
di
analisa mengenai faktor-faktor yang menunjang maupun
107
tersebut, khususnya dilihat dari sudut sistem pengem
bangan
masyarakat.
Sedemikian
banyak
dan
kompleksnya
masalah yang akan diteliti, maka agar maksud dan tujuan
penelitian
ini
tercapai,
maka
analisa
data
dilakukan
secara induktif kualitatif/konseptualitatif (Sanapiah
Faisal, 1990: 30,90, 157). Sehingga diharapkan pada
akhir
penelitian
akan
diperoleh
suatu
kesimpulan
mengenai
hal-hal
yang
penting
secara
dinamis
seperti
pola,
kecenderungan,
arah
dan
lainnya;
dan
merupakan
suatu proses yang berkembang yang dapat digunakan untuk
membuat
perkiraan-perkiraan
perkembangan
di
masa
yang
akan datang.
B. Pengambilan Data
1. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan terhadap
individu-individu yang terlibat dalam kegiatan program PIR-BUN
di Kabupaten Lebak, yaitu petani peserta, aparat
pemerintah
setempat
maupun
aparat
dari
PTP
selaku
pembina
masyarakat
petani,
aparat
dari
Dinas
Perkebunan setempat dan juga masyarakat setempat non
petani
PIR-BUN.
Wilayah
penelitian
mencakup
PIR-BUN
kelapa
hibrida
dan
kelapa
sawit.
Responden
diambil
dari
beberapa
lokasi
PIR-BUN
se-Kabupaten
Lebak.
108
Rangkasbitung,
lokasi
penelitian
adalah
Desa
Cimangeunteung
yang
dekat
dengan
pabrik
pengolahan
minyak
kelapa
dan
pusat
pembinaan
petani,
dan
Desa
Sangyangtanjung yang letaknya jauh dari
pabrik.
Hal
ini
dilakukan
berdasarkan
pertimbangan
bahwa
jarak
lokasi
mempunyai
pengaruh
terhadap
hasil
temuan
penelitian.
Sedangkan untuk PIR-BUN kelapa sawit, di
tentukan
Kecamatan
Banjarsari
yang
dekat
dengan
Pabrik
dan
Kecamatan
Panggarangan
yang
jauh
dari
pabrik.
Mereka yang terpilih sebagai responden,
petani,
aparat
ataupun
beberapa
anggota
masyarakat
non
petani,
adalah
orang-orang
yang
terlibat
langsung
dengan kegiatan dan kehidupan PIR-BUN, dipilih secara
"purposive"
dan
bukan
secara
acak
(Noeng
Muhadjir,
1990;48
dan Nasution
1988:33).
Pengambilan
data
di-mulai
dari
seorang
informan
kunci
yang
merupakan
gatekeeper
atau
disebut
sebagai
knowledgeable
informants
yang
berfungsi
"membuka
pintu"
untuk
mengenali keseluruhan "medan" secara luas,
yang dari
padanya
akan
"bergulir-menggelinding"
seperti
bola
salju.
Bola salju ini akan 'bergulir-menggelinding"
sedemikian
rupa
sehingga
variasi,
kedalaman
dan
keterincian data/informasi diperoleh secara maksimal,
109
baru yang diperoleh mengenai permasalahan dalam
pelaksanaan program PIR-BUN sebagai upaya pengembang
an masyarakat (Sanapiah Faisal, 1990 : 44-45).
Adapun penentuan informan kunci dilakukan dengan
mengikuti persyaratan yang dikemukakan oleh Spradley
(Sanapiah Faisal, 1990 : 44) sebagai berikut :
1) mereka yang menguasai atau memahami sesuatu (dalam
hal ini PIR-BUN) melalui proses enkulturisasi
sehingga sesuatu itu (masalah PIR-BUN) bukan
sekedar diketahui tetapi juga dihayatinya;
2) mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung
atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti;
3) mereka yang mempunyai kesempatan/waktu yang memadai
untuk dimintai informasi;
4) mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi
hasil "kemasannya" sendiri; dan
5) mereka yang pada mulanya tergolong "cukup asing"
akan peneliti, sehingga lebih menggairahkan untuk
dijadikan semacam "guru" atau narasumber.
Berdasarkan persyaratan di atas, maka ditetapkan
informan kunci untuk PIR-BUN kelapa hibrida di Desa
Sanghyangtanjung, adalah seorang Jurlis (Juru Tulis)
Desa yang sebelumnya adalah seorang petani PIR-BUN,
tetapi setelah diangkat menjadi Juru Tulis Desa ia
110
Cimangeunteung,
juga PIR-BUN kelapa hibrida,
Informan
kuncinya
adalah
seorang
tokoh
masyarakat
yang
mengikuti perkembangan PIR-BUN di desanya sejak awal
pelaksanaan PIR-BUN sampai saat penelitian dilakkukan
(dari tahun 1982 sampai 1993).
Informan kunci untuk
PIR-BUN
kelapa
sawit
di
Desa
Banjarsari
adalah
seorang
Penilik
Dikmas,
yang
juga
dianggap
sebagai
tokoh masyarakat.
Sedangkan untuk desa Panggarangan,
juga seorang Penilik Dikmas.
Untuk
keperluan
trianggulasi,
dilakukan
•pengecekan'
kebenaran data/informasi
responden ter
hadap petani,
aparat,
ataupun masyarakat
di
sekitar
tempat tinggal responden ataupun di bidang lain yang
mengetahui juga permasalahan PIR-BUN setempat. Adapun
proses -triangulasi ini berpedoman pada anjuran Patton
(1987) yang diterjemahkan Lexy J. Moleong
(1988:151)
sebagai berikut :
1) membandingkan
data
hasil
pengamatan
dengan
data
hasil wawancara,
2) membandingkan
apa
yang
dikatakan
orang
di
depan
umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi,
3) membandingkan
apa
yang
dikatakan
orang-orang
tentang
situasi
penelitian
dengan
apa
yang
111
4) membandingkan keadaan dan perpsektif seseorang
dengan berbagai pendapat orang lain, dan
5) membandingkan hasil wawancara dengan suatu dokumen
yang berkaitan.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :
1) Observasi
Dalam penelitian ini dilakukan observasi
partisipatif dan observasi tak berstruktur
(Sanapiah Faisal, 1990:79). Adapun observasi
partisipatif yang dilakukan cenderung pasif, yaitu
dimana
peneliti
tetap
terlihat
sebagai
peneliti/
pengamat di lingkungan masyarakat petani PIR-BUN,
dan hanya kadang-kadang saja, yaitu pada kondisi
yang memungkinkan, misalnya pada saat kegiatan
'pengopraan' (pembuatan kopra) kelapa hibrida di
lokasi PIR-BUN Hibrida di Desa Cimangeunteung.
Selain itu observasi yang dilakukan cenderung tidak
berstruktur, yaitu observasi dilakukan tanpa
panduan yang dipersiapkan terlebih dahulu, karena
fokus observasi berkembang sewaktu kegiatan
penelitian berlangsung (Sanapiah Faisal,
1990: 79) .
Adapun Hal-hal yang diobservasi antara lain
adalah: kondisi lokasi kebun tanaman pokok, lahan
pekarangan, lahan pangan, kondisi jalan antar
112
dan penduduk setempat, kondisi perlengkapan petani
sesuai dengan kegiatan mereka sehari-hari, kegiatan
dan perilaku verbal dan nonverbal petani dan
masyarakat sehari-hari berkaitan dengan kegiatan
pengelolaan kebun sampai hasil kebun. Kesemuanya
ini dapat dikelompokkan ke dalam tiga elemen utama
dalam observasi sebagaimana dikemukakan oleh
Sanapiah Faisal (1990 : 77) yaitu:
(1) Lokasi/fisik tempat suatu situasi sosial itu
berlangsung (Kabupaten Lebak secara umum, dan
Desa-Desa Lokasi Penelitian)
(2) Manusia-manusia pelaku atau actors yang
menduduki status/posisi tertentu dan memainkan
peranan-peranan tertentu (petani, masyarakat
non petani dan aparat yang berkaitan dengan
kegiatan PIR-BUN Kelapa)
(3) Kegiatan atau aktifitas para pelaku di
lokasi/tempat berlangsungnya suatu situasi
sosial (Kegiatan PIR-BUN Kelapa).
2) Wawancara
Wawancara yang mendalam terhadap responden
penelitian ini dapat dikategorikan menurut kategori
yang dibuat oleh Bruce L. Berg (1989:15-19) sebagai
semistandardized interview atau guided
di-113
lakukan secara informal atau dikategorikan sebagai
unstandardized interview. Unstandardized interviews
terutama dilakukan pada informan kunci atau respon
den (terutama petani) yang bertempat tinggal di
pedalaman, mereka yang bertempat tinggal jauh dan
sarana transportasi amat terbatas dari jalan besar
ini, sehingga mereka jarang berhubungan dengan
masyarakat lain dari luar daerahnya. Mereka ini
cenderung tidak mudah bersikap 'terbuka' terhadap
orang baru, sehingga untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan pendekatan yang dilakukan lebih sesuai
untuk menggunakan teknik wawancara ini. Wawancara
tak terstandardisir ini dikembangkan, dan
disesuai-kan dengan pertanyaan-pertanyaan yang umum untuk
kemudian digali lebih jauh, sesuai dengan situasi
yang terjadi dan tetap mengacu pada tujuan peneli
tian. Bruce L. Berg (1989:17) mengungkapkan bahwa:
unstandardized interviews are useful
when researchers are unfamiliar with
respondents' life styles, religious or ethnics cultures or customs, and similar
attributes.
Douglas (1985) menyebutnya sebagai 'chit
chat', atau 'ngobrol-ngobrol' yang dimaksudkan
untuk menciptakan "rapport' yang baik antara
peneliti dengan informan atau responden. Dengan
114
memperoleh informasi tambahan mengenai berbagai
gejala yang terobservasi dengan menanyakan langsung
pada partisipan (Bruce L. Berg, 1989:117).
Selain itu juga dipergunakan semistandardized
interview (Bruce L. Berg, 1989:117), yaitu:
A type of interview involves the
implementation of a number of
predetermined questions and/or special
topics. These questions are tipically
asked to each interviewee in a systematic and consistent order, but allow the
interviewers sufficient freedom to
digress; that is, the interviewers are
permitted (in fact expected) to probe far beyond the answers to their prepared and
standardized questions.
Pertanyaan-pertanyaan dalam wawancara ini,
dibuat dengan terlebih dahulu melakukan 'studi
pen-dahuluan' ke lokasi penelitian dengan maksud agar
pertanyaan yang diajukan relevan dengan masalah
yang memang ada di kalangan petani PIR-BUN sendiri,
maupun permasalahan yang dirasakan oleh aparat dan
masyarakat setempat mengenai kegiatan PIR-BUN.
Pertanyaan dalam wawancara ini memungkinkan untuk
melakukan perbandingan jawaban responden terhadap
permasalahan/pertanyaan yang sama. Permasalahan
115
(1) Sikap petani terhadap pelaksanaan program
PIR-BUN
a. Hak dan tanggung jawab dalam melaksanakan
PIR-BUN
b. Pemeliharaan tanaman
c. Pelaksanaan panen dan pemasaran
d. Penyuluhan
e. Penyelesaian kredit
(2) Dorongan atau motivasi petani menjadi petani
PIR-BUN
Jawaban responden selain dicatat juga ada
beberapa responden dan informan direkam dengan
menggunakan alat perekam, dan hal ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga jalannya wawancara
tidak terganggu.
3) Pengumpulan Data Menggunakan Sumber Non-Manusia
Sumber data ini antara lain dari Biro
Pusat Statistik Lebak maupun Jawa Barat, hasil
penelitian terhadap masalah PIR-BUN yang telah
dilakukan sebelumnya, dokumen-dokumen lainnya
khusus mengenai kegiatan PIR-BUN dan juga data dari
Organisasi dan Lembaga Pemerintahan setempat.
Data sekunder ini melengkapi informasi dan
juga mempunyai kegunaan dalam rangka triangulasi
116
perencanaan dan pelaksanaan kegiatan' program
PIR-BUN ini sendiri (Sanapiah Faisal, 1990 : 82).
2. Responden Penelitian
Responden penelitian terdiri dari:
1) Petani PIR-BUN kelapa hibrida di wilayah Site
Bantarjaya dan Petani PIR-BUN kelapa Sawit di
wilayah Site Kertaraharja.
2) Masyarakat sekitar PIR-BUN kelapa hibrida di
wilayah Site Bantarjaya dan PIR-BUN kelapa Sawit di
wilayah Kertaraharja.
3) Aparat dari lembaga-lembaga formal dan non formal
di sekitar PIR-BUN kelapa hibrida dan kelapa sawit
di wilayah Site Bantarjaya dan Site Kertaraharja.
3. Teknik-Teknik Memperoleh Tingkat Kepercayaan Hasil
Penelitian
Untuk menjamin keterpercayaan/kebenaran hasil
penelitian kualitatif ini, maka digunakan beberapa
teknik untuk mencapai standar kredibilitas,
transferbilitas, dependabilitas dan konfirmabilitas
menurut Lincoln dan Guba, seperti yang diungkap oleh
Sanapiah Faisal (1990:31-34).
Untuk mempertahankan kebenaran informasi yang
117
prosedur dalam tahap berikutnya sebagai berikut:
a. Memperpanjang waktu penelitian, (S. Nasution, 1988:
114-118) yang sedianya akan dilaksanakan dalam
waktu satu bulan setengah menjadi dua bulan. Hal
ini dilakukan karena peneliti mengalami kesulitan
bahasa pada petani PIR-BUN yang bertempat tinggal
di "pedalaman", maka peneliti mengadakan pendekatan
pada penterjemah setempat untuk dapat membantu
peneliti mengambil data, oleh karena itu peneliti
memerlukan waktu dan responden lebih banyak untuk
meyakinkan hasil temuan.
b. Selain melakukan member check peneliti juga
melakukan triangulasi untuk meyakinkan kebenaran
suatu informasi. Triangulasi ini dilakukan antar
sesama petani PIR-BUN, maupun dengan aparat
setempat. Aparat ini terdiri dari tokoh masyarakat,
petugas bina tani dan Penilik Dikmas setempat,
aparat dari Disbun dan TP3D, dan juga kepala desa
ataupun Camat.
c. Untuk memperoleh kredibiltas dan reliabilitas dari
penelitian ini diupayakan dengan audit trial, yang
akan merupakan tahap dependabilitas dan
konfirmabi-litas (Nasution,1988:119). Audit trial ini dilakuk
an untuk menjamin kebenaran hasil penelitian.
118
proses penelitian, sejak pengumpulan data, analisis
data, berdasarkan rekaman hasil wawancara, penulis
an hasil wawancara, yang dilanjutkan dengan analis
is hasil penelitian. Pemeriksaan ini juga
dikonfir-masikan dengan teman sejawat dan dosen pembimbing.
4. Tahapan Kegiatan Penelitian
Penelitian kualitatif ini prosesnya berbentuk
siklus yang dapat diidentifikasikan dalam tiga
tahapan yang berlangsung 'ulang-alik' (Sanapiah
Faisal, 1990:45). Adapun Langkah-langkah dalam
melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Advance Tahap I (9 Agustus 1993 - 14 Agustus 1993)
Melakukan orientasi/eksplorasi secara meluas, umum
dan menyeluruh yang tingkatnya masih bersifat
permukaan. Hal ini dilakukan dengan mengobservasi
dan mewawancarai penduduk setempat, beberapa orang
aparat, seperti Penilik Dikmas dan Kepala Desa.
Informasi yang diperoleh dari grand tour
observation dan grand tour questions (Spradley
dalam Sanapiah Faisal, 1990:157) di rekam dengan
tape recorder dan foto-foto kondisi sarana jalan
transportasi dan perumahan PIR-BUN, maupun kondisi
kebun kelapa. Informasi lain diperoleh dari
119
digunakan
untuk menyusun alat
ukur berupa
pedoman
wawancara dan observasi.
b. Advance Tahap II (13 September 1993 - 16 September
1993)
Pada tahap berikutnya, dilakukan pengurusan surat
ijin penelitian di kantor
Sospol Kabupaten Daerah
Tingkat II Lebak
(Surat Ijin terlampir).
Melakukan
pendekatan lebih Ianjut pada tokoh maupun aparat
(camat dan kepala desa) di lokasi penelitian.
Adapun Lokasi Pengambilan data adalah:
(1) Kecamatan Rangkasbitung (Kelapa Hibrida)
a. Desa Cimangeunteung
b. Desa Sangjangtanjung
(2) Kecamatan Banjarsari (Kelapa Sawit)
a. Desa Bojongjuruh
b. Desa Leuwiipuh
(3) Kecamatan Panggarangan (Kelapa Sawit)
Desa Sindangratu dari masing-masing daerah
dilakukan.
a. Tahap
Persiapan
Lapangan
(16
Agustus
1993
-
10
September 1993).
Selain kegiatan tersebut,
juga dilakukafi persiapan
tenaga lapangan.
Dari
20 orang peminat,
diseleksi
120
pendidikan dan minat terhadap masalah sosial. Hasil
seleksi diperoleh 16 orang tenaga lapangan.
Ke 16
tenaga
lapangan
ini
diberikan
pelatihan
dengan
tujuan membekali mereka dalam hal :
(1) Latar belakang dan tujuan penelitian
(2) Kemampuan melakukan wawancara dan observasi
(3) Isi dan tujuan alat ukur (pedoman wawancara)
(4) Gambaran kondisi lokasi pengambilan data
(5) Uji
coba pengambilan
data
dengan
menggunakan
alat ukur berupa pedoman wawancara dan
observasi yang akan digunakan dalam penelitian.
Pelatihan
tenaga
lapangan
ini
dilakukan
dalam
4
kali pertemuan.
b. Pelaksanaan Pengambilan Data.
Tahap
berikutnya
adalah
pelaksanaan
pengambilan
data yang berlangsung
dalam 2
tahap yaitu
selama
bulan September dan bulan Oktober 1993.
Pelaksanaan
pengambilan
data
itu
sendiri
dengan
melakukan
eksplorasi terfokus sesuai
dengan tujuan peneliti
an. Observasi dan wawancara dilakukan terhadap
domain-domain yang menjadi fokus penelitian. Metoda
yang digunakan adalah observasi dan wawancara dalam
kegiatan petani PIR-BUN dan masyarakat di
sokitar-nya.
Hasil
pengamatan dan wawancara
langsung
121
akan
diajukan
dalam
pertemuan
berikutnya
dengan
responden
lain.
Dari
informasi
yang
diperoleh
dibuat kesimpulan sementara dan hipotesis yang akan
dijadikan
bahan
rekomendasi
hasil
penelitian
ini.
Gambaran kronologis pengambilan data adalah sebagai
berikut:
TABEL 1.3. JUMLAH RESPONDEN YANG DIPEROLEH
Tanggal Lokasi Perolehan
P M A
17-9-93 Desa Cimangeunteung 12 5 4
Desa Sangjangtanjung 34 13 4
18-9-93 19-9-93 Desa Cimangeunteung Desa Sangjangtanjung 14 36 6 14 5 6
Jumlah 96 38 19 153
PINDAH LOKASI
20-9-93 Desa Bojongjuruh Desa Leuwiipuh Desa Sindangratu 12 9 24 5 3 10 2 1 4
21-9-93 Desa Bojongjuruh Desa Leuwiipuh Desa Sindangratu 12 11 23 6 2 10 2 2 4
22-9-93 Desa Bojongjuruh Desa Leuwiipuh Desa Sindangratu 13 11 22 5 3 8 2 1 2
Jumlah 137 52 20
209 |
Keterangain : P = Petani M = Masyaraka A = Aparat
[image:46.595.125.490.249.667.2]122
Secara umum tidak ada kesulitan yang menghambat
jalannya pengambilan data. Kesulitan yang dihadapi di
desa
Cimangeunteung
adalah
ketidakterbukaan
petani
dan
masyarakat
terhadap
para
tenaga
lapangan.
Sedangkan di
desa Sangiangtanjung,
para petani yang
bertempat
tinggal
di
lokasi
yang
terpencil
menggunakan
bahasa
Sunda
dengan
dialek
setempat.
Untuk
mengatasi
ini
peneliti
meminta
bantuan
para
penduduk setempat sebagai penterjemah.
Hal ini bisa
dijadikan
salah
satu
indikator
yang
mencerminkan
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari hasil penelitian serta gambaran kondisi
PIR-BUN kelapa sawit dan hibrida di Kabupaten Lebak,
dapat
disimpulkan
bahwa;
upaya
memberdayakan
petani
peserta
program
PIR-BUN
di
Kabupaten
Lebak
yang
dilakukan oleh PTP, lebih memfokuskan pada peningkatan
pengetahuan
serta
keterampilan
petani
dalam mengelola
tanaman
kelapa.
Sedangkan
upaya
pemerintah
daerah
memberdayakan petani dengan cara memberi mereka bantuan
modal materi.
Kedua upaya tersebut memang
menghasilkan
bertambahnya pengetahuan, keterampilan serta wawasan
para
petani
peserta
PIR-BUN
dalam
hal
pengelolaan
tanaman kelapa, mulai dari penanaman, pemeliharaan,
panen
serta
pemasaran
pada
pihak
PTP.
Selain
itu,
wawasan
petani
mengenai
perekonomian
juga
bertambah
meskipun dalam cakupan yang amat sederhana dan terbatas.
Mengenai keluaran atau hasil, tampaknya tidak
mencapai
target
seperti yang
ditetapkan
dalam
program
pada
awal
kegiatan,
yaitu
mengenai
peningkatan
pendapatan petani melalui
program PIR-BUN tersebut.
Berdasarkan analisa penulis dengan menggunakan
kacamata
pendidikan
luar
sekolah,
upaya
pemberdayaan
tersebut
kurang memperhatikan
proses
yang berlangsung
160
pada
petani
sebagai
warga
belajar.
Maksudnya
adalah
bahwa
upaya
yang
dilakukan
dengan
cara
"memberi
dan
menuntut/mengharapkan
hasil"
kurang
memperhatikan
pembinaan dalam hal pembelajaran
yang melibatkan peran
serta aktif dari petani.
Hal ini tidak menumbuhkan rasa
memiliki dan tanggung jawab dalam diri petani, yang akan
menentukan sikap serta motivasi mereka dalam menghargai
dan memanfaatkan bantuan yang diberikan. Sehingga mereka
cenderung
apatis
dalam
menghadapi
masalah
dan
kurang
termotivasi untuk mengoptimalkan hasil kebun maupun
lahan mereka.
Dampak
lain
dari
kurangnya
pembinaan
yang
memperhatikan
proses
pembelajaran
pada
diri
petani
adalah, bahwa kurang adanya komunikasi antar para
petani
peserta,
sehingga
tidak
terjadi
pertukaran
informasi secara horisontal.
Pertukaran informasi secara horisontal ini amat
penting dalam mengatasi masalah yang dihadapi petani di
lapangan,
karena
pemecahan
masalah melalui
pengalaman
nyata
akan
lebih
mengena.
Hal
ini
menunjukkan
juga
kurangnya
kekompakan
serta
kerja
sama
antar
petani
dalam menghadapi permasalahan.
Mengamati
kondisi yang ada,
maka rekomendasi yang
diajukan
adalah
upaya
membangun
ajang
belajar
dalam
161
pendekatan belajar. Adapun pendekatan belajar ini
dimaksudkan terutama untuk membangun kesadaran para
petani agar mampu memahami serta memecahkan berbagai
masalah yang mereka temui dalam pelaksanaan program
PIR-BUN.
Karena pendekatan belajar sangat bertumpu pada
proses manajemen dan berorientasi pada penanganan
masalah, dan bukan semata pada target, maka diharapkan
petani menjadi lebih aktif dan tergerak untuk
mengoptimalkan bantuan yang mereka peroleh.
Rekomendasi ini berupa intervensi yang dimaksudkan
untuk membangun sistem pembinaan yang kondusif bagi
peningkatan keaktifan pelaksanaan program PIR-BUN di
berbagai tingkat penyelenggara pembinaan petani.
Artinya sasaran intervensi adalah para penyuluh dari
PTP, pemerintah daerah setempat (Kepala Desa dan aparat
ataupun tokoh masyarakat), KUD, serta anggota Kelompok
Tani. Program intervensi yang akan dilakukan diharapkan
dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan pembinaan dengan
mengembangkan intervensi spesifik, terutama dalam
keterampilan menganalisis hingga mengatasi berbagai
masalah yang berkembang di lingkungan petani. Sehingga
petani diharapkan dapat mengoptimalkan bantuan yang
mereka terima dalam rangka meningkatkan taraf hidup
162
Berdasarkan asumsi dasar yang digunakan dalam
pendekatan belajar ini yaitu bahwa proses belajar
merupakan rekonstruksi dari pengalaman dan tujuan
pendekatan ini yaitu mengaktifkan pengalaman dari warga
belajar dalam situasi keberadaannya untuk memecahkan
masalah, maka kegiatan yang akan dilakukan merupakan
siklus. Siklus tersebut adalah analisis masalah, mencari
alternatif, menerapkan alternatif, dan validasi
alternatif. Akhir dari proses setiap kegiatan adalah
evaluasi yang dilakukan secara kosisten dengan
menerapkan . gagasan partisipatif. Artinya kelompok
sasaran intervensi, yaitu penyuluh dari PTP, pemerintah
daerah setempat (Kepala Desa dan aparat ataupun tokoh
masyarakat), KUD, serta anggota Kelompok Tani, terlibat
secara aktif. Diharapkan setelah mereka mengikuti
program intervensi ini maka mereka akan dapat menerapkan
pendekatan belajar tersebut dalam melakukan pembinaan
terhadap petani PIR-BUN binaan mereka.
Kegiatan intervensi untuk mengenalkan sekaligus
menerapkan pendekatan belajar pada para peyelenggara
pembinaan petani ini pada dasarnya terdiri atas empat
kegiatan pokok:
1) Asesmen permasalahan.
2) Pelatihan mengenai pendekatan belajar yang diakhiri
163
3) Pemantauan penerapan hasil pelatihan, lmplemantasi
pendekatan belajar pada para petani.
4) Evaluasi mengenai kegiatan intervensi secara
keseluruhan.
A. Asesmen Permasalahan
Kegiatan asesmen merupakan kegiatan yang selalu
mendahului pelatihan maupun pembinaan pendekatan
belajar. Fungsi asesmen adalah untuk memperoleh
pemahaman tentang letak kondisi kerja kelompok yang
diases, khususnya dalam upaya pembinaan yang telah
mereka lakukan selama ini terhadap para petani.
Kegiatan asesmen ini dilakukan oleh masing-masing
peserta berdasarkan pengalaman mereka masing-masing;
(penyuluh dari PTP, pemerintah daerah setempat (Kepala
Desa dan aparat ataupun tokoh masyarakat), KUD, serta
anggota Kelompok Tani. Hasil asesmen digunakan sebagai
bahan dalam sesi-sesi pelatihan selanjutnya, terutama
yang menggunakan metode simulasi dan bermain peran. Hal
ini dimaksudkan agar .masalah-masalah yang ditemukan
dalam tahap asesmen ini diungkap sebagai kondisi nyata
yang perlu dianalisis, sehingga dapat ditemukan
164
B. Pelatihan Pendekatan Belajar
1. Metode dan Materi Pelatihan
Rancangan dan materi pelatihan dibuat berdasarkan
metode belajar orang dewasa dengan memasukkan hasil
asesmen. Inti dari metode belajar orang dewasa
adalah menggali kemudian menata pengalaman yang
sudah mereka miliki sehingga terbangun pengetahuan
yang lebih bermakna.
Dalam pelatihan ini lebih banyak digunakan
metode-metode yang melibatkan keaktifan peserta,
sehingga sedapat-dapatnya dihindari metode ceramah,
kecuali untuk materi-materi yang sama sekali baru
bagi peserta, dan inipun dilakukan sesederhana
mungkin agar mudah ditangkap.
Metode lain yang digunakan adalah bermain peran.
Rincian materi pelatihan adalah sebagai berikut:
1) Perkenalan dan Kontrak Belajar
a. Penggalian harapan
b. Penetapan tata tertib selama pelatihan
2) Rekonstruksi pengalaman Pembinaan petani PIR-BUN di
lapangan
a. Identifikasi masalah-masalah pembinaan petani
b. Upaya-upaya yang pernah dilakukan
c. Kesulitan dan keberhasilan dari upaya yang telah
165
3) Konsep-Konsep Pendekatan Belajar
a. Pengertian
Pendekatan
Belajar
dan
Pendekatan
yang sudah dilakukan selama ini. (berorientasi
pada target)
b. Komunikasi
yang
efektif
(Simulasi/bermain
peran)*)
c. Kerja sama (Simulasi/bermain peran) *)
d. Sumbang saran (Simulasi/bermain peran) *)
e. Umpan balik (Simulasi/bermain peran) *)
*) Materi diangkat dari hasil asesmen
4) Metode Pendidikan Orang Dewasa **)
a. Pendidikan Orang Dewasa; Metode, Teknik dan
Medianya
b. Posisi Pendidikan Orang Dewasa dalam Program
intervensi pada petani.
**) Tidak diberikan pada pelatihan terhadap petani.
5) Sumbang Saran dan Rencana Tindak Lanjut
a. Umpan balik peserta pelatihan terhadap program
intervensi
b. Gagasan peserta pelatihan
c. Pembuatan rencana kerja pembinaan petani
166
6) Evaluasi dan Refleksi Proses Pelatihan
a. Umpan balik dari evaluator (dari peserta dan
fasilitator)terhadap peserta.
b. Tanggapan peserta terhadap evaluasi.
2. Metode Pelatihan
Pelatihan berlangsung dengan menggunakan kombinasi
metode:
1) ceramah, dengan memanfaatkan nara sumber yang
menyajikan materi dan selalu dilanjutkan dengan
dialog atau tanya jawab. Materi ini terutama
digunakan untuk hal-hal yang sama sekali baru;
2) penataan pengalaman melalui dialog (pengalaman
terstruktur), dalam metode ini juga ditekankan
suasana agar terciptanya komunikasi terbuka dan
tanya jawab terstruktur yang dipandu oleh seorang
fasilitator. Metode kedua ini digunakan pada materi
yang pada dasarnya akrab dengan situasi keseharian
dan berada dalam jangkauan pengalaman (hidup)
peserta. Tugas fasilitator (bersama dengan peserta)
mensistematisasikan situasi keseharian dalam hal
pembinaan menjadi sebuah pengalaman terstruktur.
3) simulasi (termasuk didalamnya permaian dan bermain
peran),
dalam sesi ini dilakukan
praktek
dengan
167
diperankan sesuai dengan pengalaman pembinaan di
lapangan. Metode ini digunakan untuk materi yang
langsung dapat diperagakan ketika pelatihan
berlangsung.
C. Pemantauan
Kegiatan pemantauan ini berfungsi sebagai alat
untuk memperoleh data bagi kepentingan evaluasi terhadap
proses pembelajaran dan pemberdayaan secara keseluruhan
pada masing-masing partisipan. Selain itu dengan
dilakukannya pemantauan di lapangan hal ini dapat
menjadi reinforcer bagi pelaku pembinaan.
D. Evaluasi Pelatihan Secara Keseluruhan
Evaluasi pelatihan ini dimaksudkan untuk melihat
efektifitas proses pelatihan pendekatan belajar. Hal ini
dibutuhkan selain untuk mengetahui manfaat dari
pelatihan yang diperoleh peserta, sesuaikan materi yang
diberikan dengan kebutuhan mereka dalam melakukan
proses pembinaan, sesuaikan cara yang dilakukan
fasilitator dalam pelatihan, artinya dapatkan peserta
menangkap maksud hal yang ingin disampaikan dengan cara
yang dilakukan selama pelatihan. Hasil evaluasi ini akan
dapat memperbaiki dan meningkatkan efektifitas pelatihan
DAFTAR PUSTAKA
Beratha, I Nyoman. (1991). Pembangunan Desa Berwawasan
Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara.
Berg, L.
Bruce.
(1989). Qualitative Research Methods for
the Social Sciences. Boston: Allyn and Bacon.Brokkfield. (1987). Understanding and Facilitating Adult
Learning. San Francisco: Yossey Bass Publishers.
Coombs,
Philip
H.
(Terjemahan)
(1985).
Memerangi
Kemiskinan di Pedesaan melalui PendidikanNon-Formal . Jakarta: CV. Rajawali.
Ekadjati,
Edi
S.
(1984).
Masyarakat
Sunda
dan
Kebudayaannya. Jakarta: Giri Mukti Pasaka.
Fuhr, Reinhard & Gremmler-Fuhr, Martina. (1990).
Guidelines for Living Learning. Bern: Development
Cooperation.
Harian Umum Pikiran Rakyat, 17 Mei 1993.
Iqbal,
Mohammad.
(1993).
"Metoda Pendekatan Masyarakat"
Kompas (21 Oktober 1993).
Kantor Statistik dan BAPPEDA Kab. DATI II Lebak. (1992).
Statistik Penduduk Kabupaten Lebak 1992. Lebak:
BAPPEDA Kabupaten DATI II Lebak.
Kindervatter, S. (1979). Non-formal Education as an
Empowering Process, with Case Studies from
Indonesia and Thailand. Massachusetts: Center for Inter