PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT
TUNGGAL PADA ANAK TUNARUNGU DI SD DEWI
SARTIKA BANDUNG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Khusus
Oleh
Julianus Joko Utomo
0906413
JURUSAN PENDIDIKAN KHUSUS
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
2014
Penggunaan
M
odel
Cooperative
L
earning T
ipe
Student
T
eams
A
chievement
D
ivision (STAD) dalam M
eningkatkan
K
emampuan
M
embuat
K
alimat
T
unggal
P
ada
A
nak
T
unarungu di SD Dewi
Sartika Bandung
Oleh
JULIANUS JOKO UTOMO 0906413
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ilmu Pendidikan
© JULIANUS JOKO UTOMO 2014 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2014
Hak cipta dilindungi undang-undang
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruh atau sebagian,
PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT TUNGGAL PADA ANAK TUNARUNGU DI SD DEWI SARTIKA
BANDUNG
DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH,
Dosen Pembimbing I
Dr. Budi Susetyo, M.Pd NIP. 19580907 198703 1 001
Dosen Pembimbing II
Dr.Sima Mulyadi.M.Pd NIP. 19600214 198203 1 003
Mengetahui,
Ketua Jurusan Pendidikan Khusus Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia
Julianus Joko Utomo, 2014
ABSTRAK
PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STUDENT TEAMS
ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN MEMBUAT KALIMAT TUNGGAL PADA ANAK
TUNARUNGU DI SD DEWI SARTIKA BANDUNG.
Tunarungu mengalami hambatan dalam pendengaran, maka hal tersebut akan berdampak pada perkembangan bahasanya khususnya pembentukan bahasa. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan desain penelitian one -
group pre test – post test. Pengolahan data dilakukan dengan uji Wilxocon.
Sampel penelitian ini sebanyak 6 orang peserta didik tunarungu kelas V yang ada di SD Dewi Sartika Bandung. Hasil analisis data menggunakan uji Wilxocon, menunjukan bahwa model cooperative learning tipe student teams achievement
division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal.
Sehingga model pembelajaran ini dapat dipergunakan guru sebagai model pembelajaran alternatif guna meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Penelitian ini baru meneliti pengaruh model pembelajaran yang diterapkan untuk mempengaruhi kemampuan membuat kalimat tunggal. Diharapkan penelitian selanjutnya tidak hanya meneliti pengaruh terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal saja, akan tetapi dapat dikembangkan terhadap jenis kalimat lainnnya, atau diteruskan menjadi paragraf atau cerita yang utuh.
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan Pernyataan Keaslian Skripsi Ucapan Terima Kasih Abstrak
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... ii
Daftar Tabel ... iv
Daftar Gambar ... v
Daftar Grafik ... vi
Daftar Lampiran ... vii
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat / Signifikasi Penelitian ... 5
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITAN ... 6
A. Definisi Model Cooperative Learning Tipe Student Teams Achievement Division (STAD) ... 6
B. Definisi Kalimat Tunggal ... 12
C. Konsep Ketunarunguan ... 14
D. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 19
E. Kerangka Pemikiran ... 20
Julianus Joko Utomo, 2014
BAB III METODE PENELITIAN ... 25
A. Lokasi dan Populasi ... 25
B. Metode Penelitian ... 26
C. Definisi Operasional ... 27
D. Instrumen Penelitian ... 28
E. Teknik Pengumpulan Data ... 37
F. Analisis Data ... 42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Hasil Penelitian ... 44
B. Pembahasan ... 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52
A. Kesimpulan ... 52
B. Saran ... 52
DAFTAR PUSTAKA ... 54
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
4.1. Skor Pre Test Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 44
4.2. Skor Post Test Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 45
4.3. Peningkatan Kemampuan Membuat Kalimat Tunggal ... 46
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Asesmen ... 56
Kisi – kisi Instrumen ... 135
Instrumen Sebelum di Judgement ... 139
Pengisian Instrumen ... 143
Instrumen Setelah di Judgement ... 162
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 181
Perhitungan Validitas ... 190
Perhitungan Reliabilitas ... 192
Perhitungan Pre Test dan Post Test ... 197
Dokumentasi ... 202
Surat – Surat Perizinan Penelitian ... 211
Julianus Joko Utomo, 2014
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam pelaksanaan pendidikan inklusif banyak permasalahan yang ditemukan. Salah satu permasalahan tersebut ditemukan di SD Dewi Sartika pada siswa kelas V, dimana dalam satu kelas tersebut terdapat 18 siswa dan 6 diantaranya merupakan siswa tunarungu. Salah satu permasalahan yang dirasakan adalah keterlambatan pemahaman siswa tunarungu dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya materi yang berhubungan dengan pembuatan kalimat. Ketika siswa tunarungu membuat kalimat, kalimat yang mereka buat tidaklah tersusun dengan benar sesuai dengan tatanan atau aturan yang ada. Hal ini menjadikan prestasi belajar anak tunarungu khususnya dalam pelajaran bahasa Indonesia menjadi rendah. Keadaan tersebut membuat guru kelas khawatir karena seiring dengan berjalannya proses pembelajaran, materi pembelajaran akan semakin berat.
Untuk mengatasi masalah tersebut, dalam penelitian ini peneliti akan menerapkan suatu model pembelajaran untuk membantu meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika. Model pembelajaran yang akan digunakan adalah model cooperative
learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
Menurut Slavin (2005:8) “pada intinya dalam model cooperative learning, para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang berangotakan empat orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru”.
Model cooperative learning, khususnya tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa,
2
Julianus Joko Utomo, 2014
dari setiap individu akan membantu menambah skor kelompok, sehingga jika skor kelompok tersebut tinggi maka kelompok tersebut bisa saja menjadi kelompok yang terbaik di kelas itu.
Pada kasus yang ditemukan SD Dewi Sartika. Siswa tunarungu mengalami kesulitan ketika diminta membuat kalimat. Hal ini merupakan dampak dari ketunarunguan. Tunarungu yang mengalami hambatan dalam menerima informasi dari indera pendengarannya, akan terhambat pula perkembangan bahasanya termasuk membentuk bahasa (membuat kalimat). Maka dari itu untuk meningkatkan kemampuan membuat kalimat khususnya kalimat tunggal pada anak tunarungu di SD Dewi Sartika akan digunakan suatu model pembelajaran yaitu model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division
(STAD). Dengan menggunakan model ini, ketika proses pembelajaran tentang
kalimat berlangsung anak tunarungu akan dimasukan ke dalam kelompok yang beranggotakan anak pada umumnya, sehingga anak tunarungu ketika proses pembelajaran berlangsung akan dibantu oleh anak pada umumnya yang tentu saja tidak memiliki hambatan dalam perkembangan bahasanya. Selain itu juga skor kelompok yang diperoleh dari hasil penggabungan skor masing-masing individu dari kelompok tersebut akan memotivasi anak tunarungu dalam belajar dan akan memotovasi anak pada umumnya untuk membantu anak tunarungu dalam belajar. hal tersebut terjadi dikarenakan bila skor salah satu dari anggota kelompok mereka tidak memuaskan, maka akan berpengaruh pada skor kelompok.
Menurut Somantri (2006:95) anak tunarungu adalah “anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian seluruh alat pendengarannya, sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.”
Bahasa merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan manusia, karena dengan berbahasa manusia dapat berkomunikasi dengan manusia lainnya. Dengan berbahasa pula manusia dapat menungkapkan ide dan keinginannya. Sejalan dengan itu Leutke-Stahlman dan Lucker (Bunawan,2000:34) mengemukakan “bahasa sebagai suatu perpaduan atau pertemuan antara fungsi
3
Julianus Joko Utomo, 2014
Fungsi dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi. Isi dari bahasa adalah makna dalam suatu ungkapan, sedangkan bentuk bahasa meliputi tata bentukan (morfologi), tata kalimat (sintaksis), dan tata bunyi (fonologi). (Bunawan,2000:34)
Namun berbeda halnya dengan anak tunarungu. Karena mereka memiliki hambatan dalam pendengaran, maka berdampak pada perkembangan bahasanya yang terhambat juga. Menurut Somantri (2006:95)
perkembangan bahasa dan bicara berkaitan erat dengan ketajaman pendengaran. Akibat terbatasnya ketajaman pendengaran, anak tunarungu tidak mempu mendengar dengan baik. Dengan demikian pada anak tunarungu tidak terjadi proses peniruan suara setelah masa meraban, proses peniruannya hanya terbatas pada peniruan visual.
Dalam konteks pendidikan, anak tunarungu yang memiliki kebutuhan-kebutuhan yang khusus berhak juga mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak pada umumnya dan sekarang ini hak anak berkebutuhan khusus, khususnya anak tunarungu untuk mendapatkan pendidikan telah diatur dalam Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Masalah-masalah yang dapat diidentifikasi terhadap kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika, adalah sebagai berikut:
1. Hambatan pendengaran yang dimiliki oleh anak tunarungu berdampak pula terhadap perkembangan bahasa dan bicaranya. Oleh sebab itu kemampuan membentuk bahasa dalam hal ini tata kalimat (sintaksis) anak tunarungu masih kurang.
4
Julianus Joko Utomo, 2014
3. Materi pembelajaran,khususnya yang berkaitan dengan kalimat yang semakin sulit membuat siswa tunarungu semakin kesulitan mengikuti pelajaran.
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : “Adakah pengaruh model
cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap
peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu?”
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi 2, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan Umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) terhadap peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika Bandung.
Sedangkan tujuan khususnya yaitu :
1. Mengetahui kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu sebelum diberikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
2. Mengetahui kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu setelah diberikan pembelajaran dengan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD).
3. Mengetahui apakah ada peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu setelah diberikan pembelajaran dengan model
cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division
5
Julianus Joko Utomo, 2014
D. Manfaat/ Signifikasi Penelitian
Julianus Joko Utomo, 2014
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Populasi 1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah SD Dewi Sartika yang berlokasi di Jalan Kautamaan Istri No. 12, Bandung. Peneliti memilih SD tersebut, karena di SD tersebut terdapat peserta didik tunarungu yang memang peneliti butuhkan sebagai subjek penelitian. Ketika peneliti malakukan observasi, ternyata peneliti menemukan sebuah masalah yaitu kesulitannya peserta didik tunarungu dalam membuat kalimat dengan struktur yang benar. Hal ini mungkin dapat kita temukan pada peserta didik tunarungu di sekolah lain baik di sekolah umum ataupun di Sekolah Luar Biasa (SLB), karena kesulitannya tunarungu dalam membuat kalimat dengan srtuktur yang benar merupakan dampak dari terhambatnya perkembangan bicara dan bahasa. Namun yang menarik di sekolah ini peserta didik tunarungu yang memiliki hambatan perkembangan bicara dan bahasa melakukan kegiatan belajar bersama peserta didik pada umumnya yang tidak memiliki hambatan berbicara dan bahasa, sehingga mereka dapat membuat kalimat dengan struktur yang benar. Peneliti memandang hal tersebut merupakan suatu kesempatan yang sangat bagus untuk tunarungu dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat dengan struktur yang benar dalam konteks ini adalah kalimat tunggal. Dari latar belakang tersebut peneliti memilih lokasi penelitian di SD Dewi Sartika, Bandung.
2. Populasi dan Sampel a. Populasi Penelitian
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” (Sugiono, 2012:80). Populasi
26
Julianus Joko Utomo, 2014 b. Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian atau wakil dari populasi yang dapat mengambarkan
keadaan populasi tersebut. Menurut Sugiono (2012:81) “Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.” Untuk
mengambil sampel dari sebuah populasi diperlukan suatu teknik sampling. Penelitian ini menggunakan sampling purposive. “Sampling purposive adalah
teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu” (Sugiono, 2012:85).
Sampel penelitian ini adalah peserta didik tunarungu kelas 5 SD Dewi Sartika Bandung yang berjumlah 6 orang. Sampel tersebut terdiri dari 5 orang laki-laki dan 1 orang perempuan. Pertimbangan yang dilakukan peneliti ketika memilih sampel adalah karakteristik peserta didik tunarungu yang mengalami hambatan dalam membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar. Kemampuan mambuat kalimat tunggal ini merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki melihat materi pembelajaran pada kelas V yang menuntut peserta didik untuk mengarang suatu cerita. Pertimbangan lainnya adalah kemampuan peserta didik tunarungu yang sudah dapat bekerja sama dalam suatu kelompok.
B. Metode Penelitian
Menurut Sugiono (2012:2) “metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmuah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.”
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif eksperimen, dimana eksperimen yang akan di lakukan dalam penelitian
ini adalah “penggunaan model cooperative learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) dalam meningkatkan kemampuan membuat kalimat
tunggal pada anak tunarungu kelas V di SD Dewi Sartika Bandung”
Penelitian ini menggunakan desain one-group pretest-posttest design. Dengan desain yang berbentuk seperti ini maka peneliti akan memberikan pretest sebelum diberi perlakuan dan setelah itu barulah diberikan posttest. Menurut
27
Julianus Joko Utomo, 2014
perlakuan dalam jangka waktu tertentu, kemudian dilakukan pengukuran untuk ke
dua kalinya.” Pernyataan tersebut diperkuat oleh pernyataan Sugiono (2012:74)
yang mengatakan “hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan.”
Menurut Suryabrata (2003: 102) desain eksperimen ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1 one-group pretest-posttest design
Keterangan:
T1 = pretest, untuk mengukur kemampuan subjek sebelum diberikan perlakuan.
X = perlakuan yang diberikan kepada subjek.
T2 = Posttest, untuk mengukur prestasi setelah diberikan perlakuan kepada subjek.
T1 – T2 = Perbedaan yang nampak sebagai pengaruh yang ditimbulkan dari perlakuan (X).
C. Definisi Operasional
Menurut Sugiono (2012:38) “variabel penelitian pada dasarnya adalah
segala sesuatu yang berbentu apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari, sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik
kesimpulannya.”
Dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu :
a. Variabel Independent (variabel bebas). Menurut Sugiono (2012:39)
“Variabel ini sering disebut sebagai variabel stimulus, prediktor,
antecedent.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel ini merupakan variabel yang memberikan pengaruh atau efek terhadap peristiwa lain. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel
28
Julianus Joko Utomo, 2014
independent adalah model cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD). Model pembelajaran cooperative
learning tipe Student Teams Achievement Division (STAD) merupakan
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar dan sukses dalam pembelajaran secara bersama-sama, karena dengan menggunakan model pembelajaran ini peserta didik diharuskan bekerja sama untuk maju dan sukses dalam pembelajaran untuk mencapai keberhasilan kelompoknya Model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams Achievement
Division (STAD) terdiri dari lima komponen utama, yaitu presentasi
kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim
b. Variabel Dependent (variabel terikat). Menurut Sugiono (2012:39)
variabel ini ”sering disebut sebagai variabel output, kriteria,
konsekuen.” Dari pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa variabel
ini adalah variabel yang ditimbulkan atau dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah peningkatan kemampuan membuat kalimat tunggal anak tunarungu kelas V. Kalimat tunggal adalah salah satu jenis kalimat yang dilihat dari jumlah klausanya. Kalimat tunggal terdiri dari satu klausa yang terdiri sekurang – kurangnya terdiri dari subjek dan predikat, akan tetapi tidak menutup kemungkinan dalam kalimat tunggal terdapat komponen yang lainnya seperti objek dan keterangan.
D. Instrumen Penelitian
Pada prinsipnya meneliti adalah melakukan pengukuran, maka harus ada alat ukur yang baik. Alat ukur dalam penelitian biasanya dinamakan instrumen
penelitian. Menurut Sugiyono (2012:102), “instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.
29
Julianus Joko Utomo, 2014
suatu penelitian, maka dalam penyusunannya berpedoman pada pendekatan yang digunakan agar data terkumpul dapat dijadikan dasar untuk menguji hipotesis.
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah dalam bentuk tes kemampuan membuat kalimat tunggal. Menurut Surapranata (2004:19):
Tes adalah sehimpunan pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab, atau pertanyaan-pertanyaan yang harus dipilih, ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh orang yang dites (testee) dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek (perilaku/atribut) tertentu dari orang yang dites tersebut.
Adapun langkah-langkah dalam membuat instrumen penelitian adalah membuat kisi-kisi, penyusunan butir soal, sistem penilaian butir soal, dan membuat rencana pelaksanaan pembelajaran.
1. Membuat Kisi-Kisi Instrumen
Kisi-Kisi instrumen merupakan rancangan dari penyusunan butir-butir soal sesuai dengan variabel yang akan diukur. Penyusunan kisi-kisi instrumen ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang indikator yang diterapkan pada butir-butir soal tes kemampuan membuat kalimat tunggal. Adapun kisi-kisi instrumen penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Kisi-Kisi Instrumen untuk Mengukur Kemampuan Membuat Kalimat Pada Anak Tunarungu
Variabel Penelitian
Aspek yang
Dinilai Indikator Jenis Tes
model
cooperative
learning
tipe Student
Teams
Kemampuan membuat kalimat
tunggal
Melengkapi kalimat tunggal yang tidak
lengkap
Tes Tertulis
Menyusun
30
Julianus Joko Utomo, 2014
Achievement
Division
(STAD)
menjadi kalimat tungal dengan dengan pola subjek
– predikat - objek Menyusun
kata-kata yang acak menjadi kalimat
tungal dengan dengan pola subjek
– predikat – objek - keterangan
Tes Tertulis
Membuat kalimat tunggal dengan
pola subjek - predikat
Tes Tertulis
tunggal dengan pola subjek – predikat - objek
Tes Tertulis
tunggal dengan pola subjek – predikat – objek -
keterangan
Tes Tertulis
2. Penyusunan Butir Soal
Pembuatan butir soal mengacu kepada indikator yang telah dirumuskan seperti pada tabel di atas. Untuk mengukur tingkat validitas tes dilakukan
judgement atau digunakan teknik penilaian oleh para ahli. Dengan demikian soal
31
Julianus Joko Utomo, 2014
Tabel 3.2
Instrumen Penelitian
Soal Kriteria
Penilaian Keterangan
1. Bacalah teks di bawah ini dan lengkapi kalimat yang tidak lengkap!
Membantu Pekerjaan Ibu Aku adalah anak pertama ibu dan ayah. Adikku masih berumur enam bulan. Kami sekeluarga selalu sarapan bersama. _________ memasak sarapan. Aku menyiapkan _________ di meja makan. Setelah selesai sarapan aku menbantu ibu lagi. Aku membantu mencuci piring. Selain itu aku juga suka membantu pekerjaan rumah lainnya. Aku ________ bajuku. Setelah pulang sekolah aku tak lupa belajar. Aku mengerjakan PR di ________. Setelah belajar aku membantu pekerjaan ibu lagi. Aku sangat sayang pada ibu.
2.Bacalah teks di bawah ini dan lengkapi kalimat yang tidak lengkap!
Benar Salah Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika
anak dapat melengkapi kalimat yang tidak lengkap dengan kata yang benar. b. Nilai 0, jika
anak belum dapat
melengkapi kalimat dengan kata yang benar.
Catatan:
Bila anak dapat
menjawab
semua dengan
benar maka
akan diberikan
32
Julianus Joko Utomo, 2014
Minggu Bersih
Hari Minggu adalah hari libur. Keluarga Didi berkumpul di rumah. Mereka mengadakan kerja bakti. ______ membersihkan selokan depan rumah. Ibu memotong rumput di ______. Didi membuang _________. Tita _______ halaman rumah. Mereka peduli terhadap lingkungan.
Susunlah kata-kata di bawah ini menjadi kalimat yang benar! Contoh : membaca – ani – buku
Ani membaca buku
3. menulis – saya - surat
__________________________
4. rumput – kambing – makan
__________________________
Benar Salah
Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika
anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat - objek.
33
Julianus Joko Utomo, 2014
menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat - objek.
Susunlah kata-kata di bawah ini menjadi kalimat yang benar! Contoh : masak – ibu – di dapur - sayur
Ibu memasak sayur di dapur.
5. di toko buku – buku – membeli
– saya
__________________________
6. di pasar – ibu – beli – sayur
__________________________
Kriteria Penilaian B = 1 S = 0 Ketentuan: a. Nilai 1, jika
anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat – objek - keterangan. b. Nilai 0, jika
34
Julianus Joko Utomo, 2014
dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat yang berpola subjek – predikat – objek - keterangan.
Buatlah 2 kalimat tunggal dengan pola subjek – predikat!
Contoh : Adik menangis
7. __________________________
8. __________________________
2 1 0 a. Nilai 3, jika anak dapat membuat kalimat tunggal sesuai dengan instruksi dan struktur yang benar.
b. Nilai 2, jika anak dapat membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar akan Buatlah 2 kalimat tunggal dengan
pola subjek – predikat - objek! Contoh : Siti main boneka
9. __________________________
10. __________________________
35
Julianus Joko Utomo, 2014
Contoh : Andi mengerjakan PR di kamar.
11. __________________________
12. __________________________
tetapi tidak sesuai
instruksi atau masih tertukar dalam penempatan komponen kalimat. c. Nilai 1, jika
anak dapat membuat kalimat akan tetapi
strukturnya belum benar atau peserta didik
membuat kalimat yang tidak
bermakna. d. Nilai 0, jika
anak sama sekali tidak dapat
36
Julianus Joko Utomo, 2014
3. Sistem Penilaian Butir Soal
Setelah butir soal dibuat maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem penilaian dari soal-soal tersebut. Penilaian digunakan untuk mendapatkan skor kemampuan membuat kalimat tunggal. Kriteria penilaian untuk soal nomor 1 dan 2 adalah sebagai berikut:
a. Anak mendapatkan skor 1 apabila anak dapat melengkapi kalimat yang tidak lengkap dengan kata yang benar.
b. Anak mendapatkan skor 0 apabila anak belum dapat melengkapi kalimat dengan kata yang benar.
Kriteria penilaian untuk soal nomor 3-6 adalah sebagai berikut:
a. Anak mendapatkan skor 1 apabila anak dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat dengan pola benar sesuai instruksi.
b. Anak mendapatkan skor 0 apabila anak belum dapat menyusun kata-kata menjadi kalimat dengan pola benar sesuai instruksi.
Kriteria penilaian untuk soal nomor 7-12 adalah sebagai berikut:
a. Anak mendapat skor 3 apabila anak dapat membuat kalimat tunggal sesuai dengan instruksi dan struktur yang benar.
b. Anak mendapat skor 2 apabila anak dapat membuat kalimat tunggal dengan struktur yang benar akan tetapi tidak sesuai instruksi atau masih tertukar dalam penempatan komponen kalimat.
c. Anak mendapat skor 1 apabila anak dapat membuat kalimat akan tetapi strukturnya belum benar atau peserta didik membuat kalimat yang tidak bermakna.
37
Julianus Joko Utomo, 2014
4. Membuat Rencana Pembelajaran
Proses belajar mengajar yang baik haruslah dilaksanakan secara terencana, dalam hal ini dapat dirumuskan dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP ini dibuat berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan kelas V SD.
E.Teknik Pengumpulan Data 1. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian dapat diartikan sebagai langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang dilakukan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini. Adapun langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi Pendahuluan
Mengadakan studi lapangan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui keadaan sebenarnya dan mencari informasi yang berkaitan dengan subjek yang akan diteliti. Setelah diketahui dan didapatkan informasi mengenai permasalahan yang terjadi di lapangan, permasalahan tersebut kemudian dituliskan dalam sebuah proposal penelitian. Proposal penelitian tersebut kemudian dipersentasikan dalam sebuah seminar proposal. Setelah diseminarkan, proposal tersebut direvisi untuk diajukan menjadi sebuah revisi.
b. Pengurusan Surat Izin Penelitian
1) Pengurusan surat izin dimulasi dari pembuatan surat keputusan pembimbing dari Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) dan pengajuan proposal penelitian kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP) untuk mendapatkan surat permohonan izin mengadakan penelitian kepada Rektor Universitas Pendidikan Indonesia. 2) Surat pengantar dari Direktorat Akademik UPI mengenai permohonan izin
38
Julianus Joko Utomo, 2014
3) Surat izin mengadakan penelitian dari Dinas Pendidikan Kota Bandung, diajukan kepada SD Dewi Sartika.
c. Pembuatan Instrumen Penelitian
d. Melakukan Pengujuan Instrumen Penelitian
2. Pengujian Validitas
Salah satu syarat suatu alat ukur atau instrumen dapat dikatakan baik
adalah alat ukur tersebut haruslah valid. “Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur” (Sugiono, 2012:121).
Hal senada pun dikemukakan Surapranata (2004:50) yang mengemukakan bahwa
“validitas adalah suatu konsep yang berkaitan dengan sejauhmana tes telah mengukur apa yang seharusnya diukur.” Oleh sebab itu untuk mengukur tingkat validitas tes, peneliti peneliti menggunakan validitas isi(content validity). Validitas isi ini dilakukan agar tes atau instrumen yang telah dibuat sesuai dengan tujuan pembelajaran, sehingga dapat mencapai aspek-aspek yang terkandung dalam pembelajaran. Adapun proses validitas yang dilakukan adalah dengan cara penilaian oleh para ahli (judgement). Judgement tersebut dilakukan oleh dua orang dosen pendidikan khusus spesialisasi tunarungu dan satu orang pengajar di SD Dewi Sartika. Instrumen dinyatakan valid apabila seluruh penilai ahli menyatakan cocok kepada instrumen yang telah dibuat, namun instrumen tersebut tidak digunakan apabila ada salah seorang ahli yang menyatakan tidak cocok.
Data yang diperoleh dari hasil judgement kemudian diukur persentasenya dengan menggunakan rumus di bawah ini:
P =
�39
Julianus Joko Utomo, 2014
Keterangan : F : Jumlah cocok N : Jumlah penilai ahli P : Persentase
Berdasarkan hasil judgement dapat disimpulkan bahwa instrumen kemampuan membuat kalimat pada anak tunarungu, semuanya cocok digunakan untuk mengukur kemampuan membuat kalimat tunggal. Hal ini ditunjukan dengan tingkat validitasnya yang mencapai 100%.
3. Pengujuan Reliabilitas
Selain valid alat ukur yang baik haruslah reliabel. “Instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama” (Sugiono, 2012:121). Uji
reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Koefisien Alpha. Penggunaan koefisien alpha dalam uji reliabilitas instrumen ini dikarenakan kriteria penilaian dalam butir instrumen ada yang bersifat objektif (benar atau salah) dan ada juga yang bersifat gradualisasi (penilaian dengan rentang skor). Menurut Arikunto (2005:122):
Barangkali butir soal nomor 1 penilaian terendah o tertinggi 8, tetapi butir soal nomor 2 nilai tertinggi hanya 5, dan butir soal nomor 3 sampai 10, dan sebagainya. Untuk keperluan mencari reliabilitas soal keseluruhan perlu juga dilakukan analisis butir soal seperti halnya soal bentuk objektif. Skor untuk masing-masing dicantumkan pada kolom item menurut apa adanya. Rumus yang diginakan adalah rumus Alpha ...
Proses uji reliabilitas dilakukan dengan cara mengujikan instrumen kemampuan membuat kalimat tunggal pada responden, kemudian hasil yang diperoleh dari pengujian tersebut dianalisis dan dicari varians dari tiap-tiap soal dengan menggunakan rumus berikut ini:
�2= ∑�2− ∑
� 2
40
Julianus Joko Utomo, 2014 Keterangan:
2 = varian yang dicari
∑ 2 = jumlah kuadrat dari suatu item
(∑ 2 = jumlah skor dari setiap item
N = jumlah responden
Setelah varians dari setiap soal didapatkan, untuk menghitung besarnya reliabilitas digunakan rumus Koefisien Alpha seperti di bawah ini:
Keterangan:
= reliabilitas yang dicari
∑ 2 = jumlah varians skor tiap–tiap item 2 = Varians total
n = jumlah item soal
Dari hasil perhitungan dengan rumus Koefisien Alpha tersebut, nilai yang diperoleh dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kriteria. Menurut Arikunto (2012:89) mengatakan:
Kriteria reliabilitas antara 0,00 s.d 0,40 mengandung arti reliabilitas rendah.
Kriteria reliabilitas antara 0,41 s.d 0,60 mengandung arti reliabilitas cukup. Kriteria reliabilitas antara 0,61 s.d 0,80 mengandung arti reliabilitas tinggi. Kriteria reliabilitas antara 0,81 s.d 1,00 mengandung arti reliabilitas sangat tinggi.
�
=�
− 1
�
1 −
∑
�
�2
41
Julianus Joko Utomo, 2014
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengolahan reliabilitas dengan rumus Koefisien Alpha diketahui bahwa reliabilitas dari instrumen kemampuan membuat tunggal adalah 0,69. Maka instrumen tersebut dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi, sehingga instrumen tersebut dapat dipergunakan untuk kepentingan penelitian.
4. Pelaksanaan Penelitian a. Pelaksanaan Pre Tes
Pre tes dilakukan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam membuat kaliamt tunggal.
b. Perencanaan pembelajaran meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal dengan model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD).
c. Implementasi model pembelajaran cooperative learning tipe Student Teams
Achievement Division (STAD).
Prosedur-prosedur model pembelajaran cooperative learning tipe Student
Teams Achievement Division (STAD) adalah sebagai berikut:
1) Presentasi kelas.
a) Memberikan pengenalan dan pengarahan tentang pembelajaran menggunakan model pembelajaran cooperative learning tipe Student
Teams Achievement Division (STAD).
b) Memberikan penjelasan yang mengarah kepada melengkapi kalimat tunggal yang tidak lengkap, menyusun kata menjadi kalimat tunggal dengan pola yang benar, dan membuat kalimat tunggal
2) Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok.
Dalam kelompok siswa membahas permasalahan, membandingkan jawaban, dan mengoreksi tiap kesalahan anggota kelompoknya.
3) Kuis.
Setelah bekerja dengan kelompoknya siswa diberikan kuis yang harus dikerjakan secara individual.
42
Julianus Joko Utomo, 2014
Peneliti mencatat skor kemajuan siswa dari hari ke hari. 5) Rekognisi tim.
Memberikan penghargaan kepada tim.
d. Pelaksanaan Post Test
Pelaksanaan post test dilakukan setelah treatment dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh dari treatment yang telah dilaksanakan.
e. Mengumpulkan dan mengolah data hasil penelitian.
F. Analisis Data
Dalam penelitian kuantitatif pengolahan data merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan. Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan uji Wilxocon Menurut Sugiono (2012:147);
Dalam penelitian ini, data yang sudah diperoleh atau terkumpul kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan statistic non-parametrik, dengan uji Wilxocon dikarenakan dalam penelitian ini akan menguji dua buah perbedaan data yang berpasangan.
Hal ini diperkuat oleh Susetyo (2010:228) yang mengatakan bahwa “uji
Wilxocon merupakan metode statistika yang dipergunakan untuk menguji perbedaan dua buah data yang berpasangan, maka jumlah sampel datanya selalu
sama banyaknya.”
Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam pengolahan data dengan uji Wilxocon menurut Susetyo (2010:228) adalah sebagai berikut:
a. Memberi harga mutlak pada setiap selisih pasangan data (X-Y). Harga mutlak diberikan dari yang terkecil hingga yang terbesar atau sebaliknya. Harga mutlak terkecil diberi nomor urut atau rangking 1, kemudian selisih yang berikutnya diberikan nomor urut atau rangking 2 dan seterusnya.
b. Setiap selisih pasangan (X-Y) diberikan tanda positif dan negatif. c. Hitunglah jumlah rangking yang bertanda positif dan negatif.
43
Julianus Joko Utomo, 2014
Julianus Joko Utomo, 2014
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dari analisis data yang telah peneliti lakukan dengan menggunakan rumus Wilxocon, mengenai pengaruh model cooperative
learning tipe student teams achievement division (STAD) dalam meningkatkan
kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, diperoleh hasil bahwa cooperative learning tipe student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu.
B. Saran
Berdasarkan analisis data yang diperoleh, model cooperative learning tipe
student teams achievement division (STAD) dapat meningkatkan kemampuan
membuat kalimat tunggal pada anak tunarungu, dari penelitian tersebut maka peneliti mengajukan beberapa rekomendasi, diantaranya:
1. Bagi Guru
Hasil penelitian ini dapat berguna bagi guru sebagai alternatif model pembelajaran, sehingga dapat menjadi solusi yang akan digunakan untuk mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus, khususnya tunarungu yang mengalami permasalahan dalam membuat kalimat tunggal. Peneliti juga menyarankan kapada guru untuk mencoba menerapkan model cooperative
learning tipe student teams achievement division (STAD) pada saat kegiatan
53
Julianus Joko Utomo, 2014 2. Bagi Peneliti Selanjutnya
Julianus Joko Utomo, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, H. et al. (1998). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Arikunto, S. (2005). Dasar – Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara
Bunawan, L dan Yuwati, C. S. (2000). Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta: Yayasan Santi Rama
Engkoswara dan Komariah, A. (2010). Administrasi Pendidikan. Bandung: Alfaabeta
Keraf, G. (1984). Tatabahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah
Kosasih. (2011). Ketatabahasaan dan Kesusastraan. Bandung: CV. Yrama Widya
Lie, A. (2002). Mempraktekan Cooperative Learning di ruang – ruang kelas.
Jakarta: PT. Gramedia
Putrayasa, I. B. (2008). Analisis Kalimat. Bandung: Rafika Aditama
Putrayasa, I. B.(2009). Jenis Kalimat Dalam Bahasa Indonesia. Bandung: PT. Refika Aditama
Sadjaah, E. (2003). Layanan dan Latihan Artikulasi Anak Tunarungu. Bandung: San Grafika
Slavin, R.E. (2005). Cooperative Learning Teori, Riset dan Praktek . Bandung: Nusa Media
Solihatin, E dan Raharjo. (2009). Cooperative Learning Analisis Model
Pembelajaran IPS. Jakarta: Bumi Aksara
Somantri, S. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Rafika Aditama
Sugiono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
55
Julianus Joko Utomo, 2014
Surapranata, S. (2004). Panduan Penulisan Tes Tertulis. Bandung: Remaja Rosdakarya
Suryabrata, Sumadi. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Susetyo, B. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: PT. Refika Aditama
Taniredja, T. et al. (2012). Model – Model Pembelajaran Inovatif. Bandung: