DASAR HUKUM
 UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dijelaskan bahwa yang dimaksud barang milik negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN dan perolehan lainnya yang sah.
 PP 6 tahun 2006 tentang Pengelolaan BMN/D disebutkan perolehan lain yang sah antara lain
sumbangan/hibah, pelaksanaan perjanjian/kontrak, ketentuan undang-undang, dan putusan pengadilan
 PP 23 tahun 2005 pasal 9 ayat (5) mengatur bahwa tarif layanan BLU harus mempertimbangkan:
kontinuitas dan pengembangan layanan; daya beli masyarakat; asas keadilan dan kepatutan; serta kompetisi yang sehat
PENGELOLAAN BMN
rangkaian kegiatan perencanaan,
pengadaan, penggunaan, pemeliharaan dan pengamanan, pemanfaatan,
penilaian, sampai dengan penghapusan BMN dan tindak lanjutnya berupa
pemindahtanganan yang seluruh kegiatannya ditatausahakan serta dilakukan dengn pembinaan,
pengawasan dan pengendalian
KONSEP PENGELOLAAN BMN
1. Perencanaan kebutuhan berdasarkan ketersediaan dan standar kebutuhan untuk pelayanan;
2. Pengadaan dengan cara yang memungkinkan terjadinya persaingan sehat, mendapatkan barang bermutu baik, terjadinya harga yang wajar, tepat jumlah, dan tepat waktu;
3. Penggunaan terbatas untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi;
4. Penilaian dilakukan untuk mendapatkan harga yang wajar;
5. Nilai wajar diperlukan untuk neraca, pemanfaatan, dan pemindahtanganan;
6. Tanah / bangunan idle diserahkan kepada Pengelola;
7. Pengelola menetapkan pengalihan status penggunaan kepada Pengguna Lain;
8. BMN idle dimanfaatkan untuk tujuan pengamanan dan penerimaan PNBP;
9. Terhadap BMN idle yang tidak dapat dimanfaatkan dilakukan pemindahtanganan;
10. Terhadap BMN yang tidak dapat dimanfaatkan atau dipindahtangankan dilakukan pemusnahan;
11. Agar seluruh kegiatan terlaksana dengan tertib, maka semua transaksi harus ditatausahakan dengan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian yang memadai.
ASAS PENGELOLAAN BMN
1. asas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan
masalah- masalah di bidang pengelolaan barang milik negara yang dilaksanakan oleh kuasa pengguna barang, pengguna barang dan pengelola barang sesuai fungsi, wewenang, dan tanggungjawab masing-masing;
2. azas kepastian hukum, yaitu pengelolaan barang milik negara harus dilaksankan berdasarkan hokum dan peraturan perundang-
undangan;
3. asas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik negara harus transparan terhadap hak masyarakat dalam
memperoleh informasi yang benar;
4. asas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik negara diarahkan agar barang milik Negara/daerah digunakan sesuai batasan-batasan
standar kebutuhan yang diperlukan dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintah secara optimal;
5. asas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
6. asas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik negara / daerah serta penyusunan Neraca Pemerintah.
SASARAN PENGELOLAAN BMN
1. terjaminnya pengaman asset;
2. dihindarinya pemborosan dalam pengadaan, pemeliharaan, dan pengamanan;
3. peningkatan PNBP dengan cara:
a. tanah / gedung idle diserahkan kepada Pengelola (pasal 17 (1) dan 19 (1));
b. optimalisasi dengan cara pengalihan status penggunaan kepada pengguna lain (pasal 17 (4));
c. pemanfaatan asset idle untuk disewakan, dipinjam pakaikan, dikerjasama (pasal 22 – 26);
d. pemanfaatankan, dibangunserahgunakan, atau dibangungunaserahkan (pasal 27 – 31);
e. pemindahtanganan asset yang tidak ekonomis (pasal 45- 70).
ISTILAH PENGELOLAAN BMN (1)
 Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan menatausahakan barang milik negara yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi instansi yang bersangkutan.
 Pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara yang tidak dipergunkan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi kementerian/
lembaga dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.
 Sewa adalah pemanfaatan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.
 Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan barang antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antar pemerintah daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada pengelola barang.
ISTILAH PENGELOLAAN BMN (2)
 Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan barang milik negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber
pembiayaan lainnya.
 Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan / atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan / atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu.
 Bangun serah guna adalah pemanfaatan barang milik negara berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan / atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai
pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
PENGELOLAAN KEUANGAN BLU (1)
 BLU bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan
kehidupan bangsa dengan memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasar prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat
 Pendapatan BLU berasal dari penerimaan
anggaran dari APBN/APBD, pendapatan jasa layanan dan hasil kerjasama BLU dapat
dikelola langsung untuk membiayai belanja BLU sesuai RBA (pasal 14 PP 23 tahun 2005)
PENGELOLAAN KEUANGAN BLU (2)
 Sebagai penyeimbang pemberian fleksibilitas pengelolaan keuangannya, BLU dikendalikan secara ketat dalam perencanaan dan
penganggarannya serta dalam
pertanggungjawabannya; BLU wajib menghitung harga pokok dari layanannya dengan kualitas dan kuantitas yang distandarkan oleh menteri teknis pembina.
 Ketentuan mengenai tarif dalam PP 23 tahun 2005 merupakan ketentuan tarif yang bersifat normatif
 Permohonan tarif oleh satker BLU harus memenuhi sebagaimana dimaksud dalam PP 23 tahun 2005
PENYUSUNAN TARIF
MENURUT PP 23 TAHUN
2005
Tarif disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan atau hasil per investasi dana
Tarif diusulkan satker BLU kepada
Menteri/pimpinan Lembaga selanjutnya
diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk ditetapkan
Tarif harus mempertimbangkan:
1. Kontinuitas dan Pengembangan layanan
2. Daya beli masyarakat
3. Asas keadilan dan kepatutan
4. Kompetisi yang sehat
Analisa tarif
Analisa pengembangan &
kontinuitas Layanan
Analisa terhadap daya beli masyarakat
Analisa keadilan dan kepatutan
Analisa terhadap kompetitor
Analisa pengembangan &
kontinuitas Layanan
Analisa pengaruh tarif terhadap
keberlangsungan usaha, tingkat
pertumbuhan
Analisa terhadap daya beli masyarakat
Analisis keterjangkauan daya beli dalam
membayar tarif yang meliputi analisis
kemampuan membayar (ability to pay)
terhadap tarif yang berlaku dan analisis
kemauan membayar (willingness to pay)
.
Analisa keadilan dan kepatutan
 Tarif yang ditetapkan seimbang dengan manfaat yang diperoleh oleh penerima layanan
 Tarif ditetapkan mempertimbangkan dampak bagi pengguna jasa
 Tarif yang ditetapkan tidak bertentangan dengan peraturan dan kebijakan pemerintah.
 Tarif mempertimbangkan kelangsungan usaha disatu pihak dan kemampuan masyarakat untuk membayar
 Mempertimbangkan aspek keadilan sehubungan dengan kebijakan tarif yang dikenakan terhadap masyarakat yang dikenakan tarif
TARIF LAYANAN BLU
1.
Atas kegiatan-kegiatan sesuai tupoksi satker BLU baik yang diselenggarakan sendiri
maupun dengan kerjasama operasional (KSO)
2.
Atas penggunaan BMN
3.
Sewa untuk penunjang tupoksi
Atas seluruh layanan tupoksi dan penunjang tupoksi yang tarifnya ditetapkan dalam PMK
Tarif, merupakan pendapatan satker BLU yang
dapat digunakan langsung
PENDAPATAN SEBAGAI PNBP
1.
Atas kegiatan-kegiatan non tupoksi
2.
Atas pemanfaatan BMN
3.
Atas Kerjasama Pemanfaatan
4.
Atas Sewa yang bukan tupoksi dan/atau bukan penunjang tupoksi
5.
BGS dan BSG
Berlaku PP 6 tahun 2006 (PNBP yang harus
disetor ke Kas Negara)
PMK tentang KSO