• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan

Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2009-2014

Danti Haryuni, I Made Djaja

Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia E-mail : danti.haryuni@yahoo.co.id

Abstrak

Kebutuhan masyarakat akan air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk terutama air minum isi ulang. Tahun 2013 ditemukan 22 dari 45 DAMIU tercemar bakteri coliform dan hanya 14 depot yang memiliki izin usaha dan sertifikat. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas bakteriologi air minum isi ulang. Jenis penelitian ini adalah cross

sectional. Jumlah sampel 157 dari depot yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan variabel yang berhubungan dengan kualitas bakteriologi air minum isi ulang adalah izin usaha (p value = 0.048), sumber air baku (p value = 0.017), mesin dan peralatan (p value = 0.034), kondisi alat sterilisasi (p value = 0.006), ruang pengisian galon (p value = 0.004), sanitasi depot (p value = 0.003), tempat sampah (p value = 0.035), tabung filter dan mikro filter (p value = 0.004) dan periksa sampel air (p value = 0.038). Analisis multivariate diperoleh faktor yang paling dominan adalah kondisi alat sterilisasi (p value = 0.001). Hasil penelitian bahwa ada interaksi antara kondisi alat sterilisasi dengan sanitasi depot. Pemilik depot wajib memeriksakan sampel air setiap 3 bulan dan

memperhatikan penggantian lampu UV setiap tahun.

Bacteriological Analysis of Vended Water Quality in Cengkareng District, West Jakarta, 2009-2014

Abstract

People needs to consume safe drinking water increased from year to year at population growth, specially from vended water. In 2013, 22 sample water contaminated with bacteria Coliform and only 14 depots have trade license and hygiene license. The purpose of this study was to analyze the bacteriological quality of vended. This research was cross-sectional. There was 157 samples from different depots. The results showed that the variables associated with the bacteriological contamination was business license (p value = 0.048), a raw water source (p value = 0.017), machinery and equipment (p value = 0.034), the sterilizer conditions (p value = 0.006), space filling gallons (p value = 0.004), sanitation depot (p value = 0.003), bins (p value = 0.035), canister filter and micro filter (p value = 0.004) and voluntary water check (p value = 0.038). Multivariate analysis showed the most dominant factor was UV lamp used for sterilizing water didn’t meet standard requirement value = 0.001). That result was interactions between sterilizer condition and depots sanitazion. Depots owner are obligated to checking water sample every 3 month and change the UV lamp every year

Keywords : Vended water; Coliform bacteria;

Pendahuluan

Kebutuhan masyarakat akan air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan penduduk. Namun masyarakat cenderung mengkonsumsi air minum siap pakai dalam bentuk kemasan atau air isi ulang.

(2)

Tahun 1998 adalah awal dirintisnya depot air minum isi ulang. Pertumbuhan usaha ini sungguh luar biasa. Seiring dengan makin majunya teknologi dan tingginya aktivitas manusia khususnya di daerah perkotaan maka masyarakat cenderung memilih cara praktis dengan biaya relatif murah dalam memenuhi kebutuhan air minum. Salah satu pemenuhan kebutuhan air minum yang menjadi alternatif adalah menggunakan air minum isi ulang. (Pracoyo, 2006).

Menurut Balitbangkes dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, persentase rumah tangga dengan akses air minum berkualitas baik tertinggi berada di DKI Jakarta (87.0%) sedangkan dengan kualitas tidak baik di Kalimantan Barat (64.1%). Untuk di perkotaan air minum yang berkualitas baik 80.3% sedangkan di pedesaan 53.9%. Hal ini sesuai dengan tingkat pengeluaran rumah tangga. Semakin tinggi tingkat pengeluaran maka semakin tinggi pula persentase rumah tangga yang mempunyai akses terhadap air minum berkualitas baik.

Hasil kajian Forum Komunikasi Pengelola Kualitas Air minum Indonesia menunjukkan sekitar 19.79 % depot air isi ulang di wilayah DKI Jakarta memproduksi air minum tercemar E.coli. Tahun 2009 khususnya di Jakarta Barat sebanyak 85 dari 512 (16.6 %) depot air minum isi ulang tercemar bakteri E.coli sebanyak 484 depot tidak terjamin kelayakan kesehatannya sebab hanya 28 dari 512 depot yang memiliki izin usaha dan sertifikat laik sehat (Noorastuti, 2009).

Hasil uji kualitas air secara bakteriologi pada 45 depot air minum isi ulang tahun 2013 yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Cengkareng, menunjukkan 22 dari 45 depot air mengandung bakteri coliform (48,9 %) kualitas airnya tidak memenuhi syarat bakteriologi dan hasil inspeksi sanitasi 31,1 % tidak memenuhi syarat kesehatan (14 dari 45 depot dengan sanitasi buruk).

Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang analisis kualitas bakteriologi air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat tahun 2009-2014.

Tinjauan Teoritis

Menurut SK Menperindag no.651/MPP/Kep/10/2004 yang dimaksud dengan depot air minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen. Depot air minum di sini menyediakan air minum isi ulang yang siap dijual.

Sebelum proses pengolahan air dimulai, maka perlu diketahui sumber air baku yang digunakan. Air yang baik dan layak untuk dikonsumsi adalah air yang kandungan zat-zat yang

(3)

terlarut, warna dan rasa didalamnya harus sesuai standar mutu yang ditetapkan dalam Permenkes No.492/Menkes/Per/IV/2010. Pemilihan sumber air yang baik, sangat menentukan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik pula. Untuk mesin dan peralatan yang digunakan harus terbuat dari bahan tara pangan (food grade), tahan korosi dan tidak bereaksi dengan bahan kimia sehingga tidak merubah dan mencemari hasil olahan (Bapelkes, 2013).

Urutan proses produksi air minum pada depot air minum yaitu sebagai berikut: 2.1. Penampungan air baku

Air baku yang diambil dari sumbernya diangkut dengan menggunakan tangki air dan selanjutnya ditampung dalam bak tandon.

2.2. Penyaringan bertahap (filtrasi)

Menurut Bapelkes, 2013, tahapan penyaringan terdiri dari : 1. Saringan berasal dari pasir atau sandfilter

Fungsinya menyaring partikel-partikel yang kasar. Bahan yang dipakai adalah butir-butir silica (SiO₂) minimal 80 %. Ukuran butir-butir yang dipakai ditentukan dari mutu kejernihan air yang dinyatakan dalam NTU.

2. Saringan karbon aktif atau carbon filter

Saringan ini berasal dari batu bara atau batok kelapa yang berfungsi sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa klor dan bahan organic. Daya serap terhadap Iodine (I₂) minimal 75 %. 3. Saringan halus atau micro filter

Berfungsi sebagai saringan halus berukuran maksimal 10 mikron. 2.3. Desinfeksi

Menurut Kepmenperindag RI no 651/MPP/kep/10/2004, desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh kuman pathogen dalam air minum.

Syarat-syarat desinfektan :

1. Dapat mematikan semua jenis organism pathogen dalam air 2. Dapat membunuh kuman dalam waktu singkat

3. Ekonomis dan operasi alat dapat dilaksanakan dengan mudah 4. Air tidak boleh toksik setelah desinfeksi

Dosis diperhitungkan agar mempunyai residu atau cadangan untuk mengatasi adanya kontaminasi di dalam air.

Metoda desinfeksi secara umum ada dua yaitu cara fisik dan cara kimia. 1. Cara fisik

Perlakuan fisik terhadap mikroorganisme yaitu panas dan cahaya yang mengakibatkan matinya mikroorganisme.

(4)

a. Metode panas dengan cara air dipanaskan selama 15-20 menit. Dengan pendidihan ini bakteri akan mati. Metode ini diterapkan untuk skala individu.

b. Metode cahaya menggunakan radiasi sinar ultra violet yaitu lampu mercury tekanan rendah. Lampu mercury menghasilkan sekitar 85 % output cahaya monokrom pada panjang gelombang 253,7 nm, yang berada pada rentang optimum 250-270 nm untuk mematikan mikroorganisme. Proses desinfeksi ini dilakukan dengan melewatkan air ke dalam tabung atau pipa yang disinari dengan lampu ultra violet.

Ultraviolet berfungsi untuk membunuh bakteri dan virus dalam air. Untuk itu penggunaan Ultraviolet (UV) harus sesuai dengan standar. Standar minimal : Type 5 GPM / lampu 30 watt dengan kecepatan laju air yang melaluinya adalah 19 liter / 1,5 menit. Maksudnya, jika UV 5 GPM / 30 watt maka untuk mengisi air 1 galon (19 Ltr) waktu yang diperlukan adalah 1,5 menit dan tidak boleh lebih cepat.

2. Cara kimia

Menurut Bapelkes 2013, proses desinfeksi dengan cara kimia yaitu dengan mencampurkan suatu zat kimia ke dalam air kemudian dibiarkan dalam waktu yang cukup lama untuk kontak dengan bakteri sehingga bakteri mati.

Zat/bahan kimia tersebut antara lain ;

a. Zat pengoksidir seperti khlor, brom, iod, kalium permanganate b. Metal ion seperti perak dan ion tembaga

c. Garam-garam alkali, asam seperti soda. Proses desinfeksi umumnya digunakan adalah : a. Khlorinasi

Pada proses tersebut oksigen terbebaskan dari senyawa asam hipochlorus mengoksidasi beberapa bagian yang penting dari sel-sel bakteri sehingga rusak.

Cl₂ + H₂Oà HOCl + H⁺ + Cl¯ HOCl à H⁺ + OCl¯

Kondisi optimum jika hanya terdapat HOCL, adanya OCl akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini akan tercapai pada pH <5.

b. Ozon (O3)

Ozon merupakan oksidan kuat berbentuk gas berwarna biru dan berbau tajam. Dihasilkan dari oksigen yang dilewatkan pada listrik bertegangan tinggi dalam udara kering. Reaksinya :

O₂ + 2e – ¾ à 2O¯ O¯ +O₂ à O₃

(5)

3O₂ + 2e- ¾ à 2O₃  

Reaksi ini merupakan reaksi reversible, sekali ozon terbentuk akan terurai menjadi oksigen. Reaksi ini terjadi di atas suhu 35°C sehingga diperlukan peralatan system pendingin. Energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan ozon adalah 0,82 kW-h per kg ozon. Dosis yang digunakan sebesar 0,4 mg/l dalam waktu 4 menit.

c. Reverse Osmosis (RO)

Reverse Osmosis atau RO adalah perpindahan air melalui satu tahap ke tahap berikutnya yakni bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Metode sterilisasi ini merupakan proses pemurnian air melalui membrane semi permeable dengan tekanan tinggi (50-60 psi). Membran RO menghasilkan air murni 99,99 %. Diameter nya lebih kecil dari 0,0001 mikron (500.000 kali lebih kecil dari sehelai rambut). Fungsinya untuk menyaring mikrooganisme seperti bakteri maupun virus (Jasman, 2007).

2.4. Pengisian

Pengisian menggunakan ozon atau air ozon ke wadah dilakukan dengan alat dan mesin serta dilakukan dalam tempat pengisian yang hygienis

2.5. Penutupan

Penutupan tempat air (wadah) dapat dilakukan dengan tutup yang dibawa konsumen dan atau yang disediakan oleh depot air minum

(6)

Bagan 1 Alur Depot Air Minum Isi Ulang

Darpito, 2002

2.6 Hygiene Sanitasi DAMIU

Hygiene dan sanitasi tidak dapat dipisahkan karena erat kaitannya. Begitu juga dengan DAMIU, kualitas hygiene dan sanitasinya harus dijaga karena air minum yang dihasilkan langsung berhubungan dengan kesehatan masyarakat (Bapelkes, 2013).

2.7 Hygiene karyawan DAMIU

Hygiene karyawan DAMIU meliputi perilaku, kesehatan diri, pakaian kerja dan penyuluhan rinciannya sebagai berikut:

1. Perilaku karyawan DAMIU meliputi : a. Cuci tangan sebelum melakukan pekerjaan b. Tidak merokok saat bekerja

SUMBER AIR BAKU KENDARAAN TANGKI AIR KRAN PENGELUARAN AIR PADA MOBIL

TANGKI KRAN PENGISIAN AIR BAKU   PIPA PENYALUR TANDON AIR TABUNG FILTER   TANDON AIR TERSARING MIKRO FILTER KRAN PENGISIAN AIR MINUM CURAH

PEWADAHAN POMPA & PIPA

PENYALUR AIR DESINFEKSI

KRAN PENCUCIAN BOTOL

(7)

c. Tidak makan dan minum saat melakukan pekerjaan d. Kuku pendek dan tidak dicat

e. Rambut bersih dan rapi 2. Kesehatan diri :

a. Keadaan fisik secara umum sehat b. Bebas luka, bisul dan penyakit kulit c. Periksa kesehatan setiap 6 bulan 3. Pakaian kerja :

a. Memakai pakaian kerja khusus b. Pakaian bersih dan rapi

Pakaian karyawan harus menjadi perhatian dan rata-rata karyawan DAMIU tidak memakai pakaian kerja khusus. Pakaian kerja sebaiknya bukanlah pakaian biasa yang digunakan sehari-hari, pakaian dalam keadaan bersih dan sopan, berwarna terang, tidak bermotif dan bersih (BPOM, 2004 dalam Depkes, 2006).

Warna terang pada pakaian lebih memudahkan untuk dapat mendeteksi jika ada kotoran pada baju dan berpotensi untuk mengkontaminasi pada produk makanan dan minuman (Purnawijayanti, 2001).

4. Penyuluhan : Pernah mengikuti kursus penjamah 2.8. Sanitasi bangunan DAMIU

Sanitasi bangunan Damiu yang harus diperhatikan meliputi lantai, dinding, atap, langit-langit, pintu, ventilasi, sekat pemisah ruang pencucian dan pengisian galon. Semua bangunan DAMIU di syaratkan keadaan lantainya kedap air, permukaan rata, tidak licin dan mudah dibersihkan

2.9. Sanitasi alat pengolahan DAMIU

Sanitasi alat pengolahan DAMIU meliputi tandon air baku, filterisasi dan purifikasi, medium catridge dan finishing catridge, desinfeksi, pencucian galon, dan pengisian gallon. 2.10. Hygiene sanitasi fasilitas DAMIU

Fasilitas sanitasi DAMIU antara lain tempat cuci tangan yang dilengkapi sabun pembersih, air untuk mencuci tangan yang mengalir dari kran, lap pembersih tangan, lap pembersih.

(8)

Metode Penelitian

Rancangan Penelitian ini menggunakan desain studi Cross-sectional dengan tujuan mengamati hubungan antara faktor risiko dengan akibat yang terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam waktu yang bersamaan (Farahlauziah, 2010).

Populasi penelitian ini adalah depot air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Cengkareng berjumlah 226 depot. Menurut Suyatno, 2009, Jumlah sampel menggunakan proporsi binomunal (binomunal proportions). Jika besar populasi (N) diketahui, maka dicari dengan menggunakan rumus berikut :

maka jumlah sampel yang dibutuhkan sebesar 143. Di dalam perhitungan sampel perlu ditambah 10 % sehingga diperoleh 157 sampel.

Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di wilayah Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat yang dilaksanakan bulan Pebruari sampai dengan Maret 2014

Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari pemeriksaan sampel air minum dan inspeksi sanitasi pada 37 depot air minum isi ulang tahun 2014. Data sekunder diperoleh dari laporan puskesmas hasil inspeksi sanitasi depot dan hasil laboratorium sampel air minum pada depot yang berbeda tahun 2009-2013 berjumlah 120 sampel. Metode yang digunakan adalah Petrifilm E.coli/Coliform Count Plate.

Analisis Data

Menurut Hastono 2007, analisis yang digunakan antar lain, univariat dengan tujuan untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel yang diteliti. Kemudian analisis bivariat untuk mengetahui ada/tidak adanya hubungan antara variabel independen dan dependen menggunakan uji statistik kai kuadrat (Chi square). Yang terakhir analisis multivariat untuk melihat/ mempelajari hubungan beberapa variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu variabel dependen.

Hasil Penelitian

Analisis Univariat

Untuk mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel maka dapat disajikan dalam table berikut :

(9)

Tabel 1

Hasil Pemeriksaan Kualitas Bakteriologi Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Tahun 2009-2014

Kandungan

bakteriologi (Coliform) Jumlah Persentase

Memenuhi syarat 88 56.1

Tidak Memenuhi syarat 69 43.9

Jumlah 157 100

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Variabel Independen Depot Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Tahun 2009-2014

No Variabel Frekuensi Persentase

1 Izin operasi

Ada 12 7,6

Tidak ada 145 92,4

2 Sumber air baku

Pegunungan 114 72,6

PDAM 43 27,4

3 Mesin & peralatan

Bahan food grade 91 58,0

Bukan bahan food grade 66 42,0

4 Alat sterilisasi

Ultra Violet (UV) 141 89,8

Reverse Osmosis (RO) 16 10,2

5 Kondisi alat sterilisasi

Berfungsi 124 79,0

Tidak Berfungsi 33 21,0

6 Ruang Pengisian Galon

Tertutup 132 84,1

Terbuka 25 15,9

7 Pakaian Kerja

Mengenakan 6 3,8

Tidak mengenakan 151 96,2

8 Kursus penjamah makanan

Sudah pernah 8 5,1 Belum pernah 149 94,9 9 Sanitasi depot Bersih 53 33,8 Kotor 104 66,2 10 Tempat sampah Ada 54 34,4 Tidak ada 103 65,6

11 Tabung filter & mikro filter

(10)

Tidak sesuai standar 88 56,1 12 Periksa sampel air

Ya 31 19,7 Tidak 126 80,3 13 Pengawasan berkala Ada 22 14,0 Tidak ada 135 86,0 Analisis Bivariat

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Hasil analisis dapat disajikan dalam tabel berikut :

Tabel 3

Distribusi Variabel Independen Terhadap Kualitas Bakteriologi Air Minum Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Tahun 2009-2014 No Variabel Kualitas Bakteriologi Total OR (95 % CI) P Value Memenuhi Syarat Tdk Memenuhi Syarat N % N % N % 1 Izin operasi         Ada 10 83.3 2 16.7 12 100 4.295 0.048 Tidak ada 78 53.8 67 46.2 145 100 (0.909-20.294)

2 Sumber air baku

Pegunungan 71 62.3 43 37.7 114 100 2.525 0.017

PDAM 17 39.5 26 60.5 43 100 (1.230-5.184)

3 Mesin dan Peralatan

Bahan food grade 58 63.7 33 36.3 91 100 2.109 0.034

Bkn bahan food

grade 30 45.5 36 54.5 66 100 (1.105-4.024)

4 Alat sterilisasi

Ultraviolet 81 57.4 60 42.6 141 100 1.736 0.296

Reverse Osmosis 7 43.8 9 56.3 16 100 (0.612-4.924)

5 Kondisi alat sterilisasi

Berfungsi 77 62.1 47 37.9 124 100 3,277 0.006

Tidak Berfungsi 11 33.3 22 66.7 33 100 (1.458-7.363) 6 Ruang Pengisian Galon

Tertutup 81 61.4 51 38.6 132 100 4,084 0.004 Terbuka 7 28.0 18 72.0 25 100 (1.594-10.463) 7 Pakaian Kerja Mengenakan 4 66.7 2 33.3 6 100 1.595 0.909 Tidak mengenakan 84 55.6 67 44.4 151 100 (0.284-8.975) 8 Kursus penjamah makanan Sudah pernah 6 75.0 2 25.0 8 100 2.451 0.458 Belum pernah 82 55.0 67 45.0 149 100 (0.479-12.542) 9 Sanitasi depot Bersih 39 73.6 14 26.4 53 100 3.127 0.003 Kotor 49 47.1 55 52.9 104 100 (1.519-6.436) 10 Tempat sampah Ada 37 68.5 17 31.5 54 100 2.219 0.035 Tidak ada 51 49.5 52 50.5 103 100 (1.111-4.434)

(11)

filter

Sesuai standar 48 69.6 21 30.4 69 100 2.743 0.004

Tidak sesuai standar 40 45.5 48 54.5 88 100 (1.414-5.321) 12 Periksa sampel air

Ya 23 74..2 8 25.8 31 100 2.698 0.038

Tidak 65 51.6 61 48.4 126 100 (1.122-6.486)

13 Pengawasan berkala

Ada 16 72.7 6 27,3 22 100 2,333 0,142

Tidak ada 72 53.3 63 46,7 135 100 (0,861-6,326)

Hasil analisis hubungan antara variabel independen dengan kualitas bakteriologi air minum diperoleh bahwa :

1. Hasil uji statistic diperoleh, variabel yang mempunyai nilai p < 0.05 adalah izin usaha, sumber air baku, mesin dan peralatan, kondisi alat sterilisasi, ruang pengisian gallon, sanitasi depot, tempat sampah, tabung filter & mikro filter, periksa sampel air maka dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan/ hubungan yang signifikan antara kualitas air depot secara bakteriologi dengan izin usaha, sumber air baku, mesin dan peralatan, kondisi alat sterilisasi, ruang pengisian gallon, sanitasi depot, tempat sampah, tabung filter & mikro filter, periksa sampel air.

2. Hasil uji statistic diperoleh, variabel yang mempunyai nilai p > 0.05 adalah alat sterilisasi, pakaian kerja, kursus penjamah makanan, pengawasan berkala maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan / tidak ada hubungan yang signifikan antara kualitas air depot secara bakteriologi dengan alat sterilisasi, pakaian kerja, kursus penjamah makanan dan pengawasan berkala.

Analisis Multivariat

Untuk mempelajari hubungan beberapa variabel (lebih dari satu variabel) independen dengan satu variabel dependen, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 4

Model Akhir Analisis Multivariat Depot Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Tahun 2009-2014 NO VARIABEL B p VALUE OR 95 % CI 1 Kondisi alat sterilisasi 1.457 0.001 4.291 (1,783-10,331) 2 Ruang pengisian 1.456 0.004 4.288 (1,589-11,566) 3 Sanitasi depot 1.186 0.003 3.274 (1,499-7,154)     Constanta -1,596

(12)

Berdasarkan tabel di atas maka variabel dengan nilai OR terbesar dalam model akhir multivariate menjadi variabel yang paling dominan mempengaruhi variabel dependen. Dalam hal ini adalah kondisi alat sterilisasi merupakan variabel yang paling dominan mempengaruhi kualitas bakteriologi air minum isi ulang. Kemudian dibuat persamaan regresi logistic ganda sebagai berikut :

Kualitas depot air yang baik = -1.596 + 1.457 (kondisi alat sterilisasi yang baik) + 1.456 (ruang pengisian galon yang higienis) + 1.186 (sanitasi depot yang higienis).

Dari tiga variabel di atas maka dilakukan uji interaksi pada variabel yang diduga secara substansi ada interaksi, yaitu dengan mengeluarkan variabel yang memiliki nilai p paling besar secara bertahap, hasil akhir sebagai berikut :

Tabel 5

Hasil Akhir Uji Interaksi Depot Air Minum Isi Ulang Di Wilayah Kecamatan Cengkareng Tahun 2009-2014

NO VARIABEL B p VALUE OR 95 % CI

1 Ruang 1.564 0.002 4.779 (1,810-12,622)

2 Kondisi alat by sanitasi 2.434 0.000 11.406 (3,144-41,377)

    Constanta -0.778

Uji interaksi diperoleh bahwa faktor kondisi alat sterilisasi dengan sanitasi mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi air dengan p value sebesar 0,000. Hal ini berarti kondisi alat sterilisasi berinteraksi dengan sanitasi depot dalam mempengaruhi kualitas bakteriologi air minum pada depot secara bersama-sama atau dikontrol oleh variabel lain.

Pembahasan

Keterbatasan penelitian ini adalah sampel depot air yang diambil mencakup depot air minum isi ulang yang terdaftar di Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Barat dan menjadi binaan khususnya di wilayah kecamatan Cengkareng. Pada kenyataannya jumlah depot air minum isi ulang bisa mencapai lebih dari 226 depot, baik yang memiliki izin usaha dari dinas perindustrian ataupun yang tidak, sehingga data yang diperoleh merupakan gambaran dari sebagian depot air minum isi ulang yang lainnya.

Pembahasan hasil penelitian :

1. Kualitas air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Cengkareng memenuhi syarat kualitas air minum yaitu 56.1 % (88 dari 157 depot) yang berarti bahwa air minum isi ulang

(13)

memenuhi persyaratan secara mikrobiologi sesuai yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan no.492/Menkes/Per/IV/2010 Tidak semua pemilik depot memeriksakan sampel airnya, dikarenakan kurangnya kesadaran dan pengetahuan pemilik depot untuk memeriksakan air yang diproduksinya.

2. Ada hubungan yang signifikan (p=0.048) antara izin operasi dengan kualitas bakteriologi air minum. Sebagian besar pemilik depot tidak mengetahui pentingnya memiliki izin operasi. Maksudnya yaitu izin usaha dan izin laik sehat. Semua pengusaha DAMIU diwajibkan memiliki sertifikat izin operasi yang terdaftar di dinas perindustrian dan sertifikat laik sehat dari dinas kesehatan agar air minum yang dihasilkannya layak dan aman untuk dikonsumsi masyarakat dengan cara pengusaha masuk menjadi anggota asosiasi yang tergabung dalam APDAMINDO agar memperolah kemudahan dalam pengurusan izin usaha dan izin laik sehat.

3. Ada hubungan yang signifikan (p=0.017) antara sumber air baku dengan kualitas bakteriologi air minum. Sebagian besar sumber air baku yang digunakan berasal dari pegunungan di wilayah Bogor. Pemilihan sumber air yang baik sangat menentukan untuk mendapatkan hasil produksi yang baik pula. Air pegunungan termasuk peringkat kandungan bakteri terendah dalam air baku. Oleh karena itu sumber air pegunungan banyak digunakan oleh depot air minum isi ulang sebagai sumber air baku dan umumnya telah melakukan pemeriksaan kualitas air secara resmi.

4. Ada hubungan yang signifikan antara mesin dan peralatan terbuat dari bahan food grade dengan kualitas bakteriologi air minum (p=0.034). Sebagian besar depot menggunakan mesin dan peralatan dari bahan tara pangan karena pengusaha depot memperolehnya dari supplier pemasok perlengkapan depot air yang sudah berstandar. Setiap bulan dilakukan pengecekan apabila ada kerusakan pada alat dan mesin maka segera diganti dengan yang baru, karena sangat berbahaya dan dapat mengkontaminasi air produk olahannya.  

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara alat sterilisasi ultraviolet dengan kualitas bakteriologi air minum (p=0.296). Alat sterilisasi yang digunakan umumnya adalah ultraviolet. Hal ini dikarenakan alat tersebut mudah diperoleh, mengoperasikannya, dan mudah diketahui apabila alat tersebut sudah tidak berfungsi lagi (masa pakai lampu).

6. Ada hubungan yang signifikan antara kondisi alat sterilisasi ultraviolet dengan kualitas bakteriologi air minum (p=0.006). UV sebagai alat sterilisasi merupakan hal paling penting dalam proses pengolahan air minum isi ulang karena berfungsi membunuh kuman dengan kapasitas/kemampuan UV dan disesuaikan dengan pompa. UV harus dalam kondisi baik dan masih sesuai masa pakai yang perlu dipantau setiap bulan. Artinya pada

(14)

saat proses sterilisasi air yang melewati alat tersebut tidak melebihi kapasitas waktu, alat sterilisasi harus terletak di tempat terlindung dari sinar matahari, selalu dibersihkan dan masa pakai lampu UV harus tertera sehingga mudah untuk mengetahui waktu untuk menggantikan.

7. Ada hubungan yang signifikan antara ruang pengisian galon tertutup dengan kualitas bakteriologi air minum (p=0.004). Sebelum dilakukan pengisian galon, maka dilakukan pencucian galon terlebih dahulu. kemudian dibersihkan (pencucian menggunakan sikat pada ruang khusus) dan dilakukan pembilasan dalam ruang pembilasan dengan posisi terbalik menggunakan air olahan dari depot tersebut. Terkait dengan pencucian/pembilasan gallon juga saat pengisian air ke gallon harus di ruang pengisian tertutup. Hal ini dimungkinkan ada mikroba/bakteri yang bersama debu di udara ikut masuk ke dalam gallon sehingga air yang diproduksi walaupun setiap tahapan sudah baik tetapi pada saat pengisian gallon tidak sesuai dengan ketentuan maka air dapat tercemar bakteri. Tujuan ruang pengisian air dalam kondisi tertutup supaya air yang masuk ke gallon tidak terjadi kontaminasi oleh bakteri yang berada di luar/di udara. Untuk mengatasi kemungkinan hal tersebut terjadi, maka sebelum air galon digunakan masyarakat, harus direbus dahulu sampai 100⁰C.

8. Tidak ada hubungan antara pakaian kerja (p=0.009) dan kursus penjamah makanan (p=0.458) dengan kualitas bakteriologi air minum. Pakaian yang dikenakan operator depot umumnya mengenakan pakaian kerja sehari-hari bebas rapi. Hal ini mengakibatkan apabila ada kotoran yang menempel pada pakaian tersebut tidak dapat terdeteksi karena ini dapat mengakibatkan pencemaran pada air minum yang dikelolanya. Ini berhubungan dengan kursus penjamah makanan. Mereka hampir sebagian besar belum pernah mengikuti kursus penjamah makanan baik bagi operator yang baru bekerja maupun yang sudah lama bekerja di depot tersebut sehingga mereka tidak mengetahui tentang hygiene sanitasi depot. Untuk itu perlunya kepedulian pemilik depot/pengusaha depot agar memperhatikan pakaian kerja dan kursus penjamah makanan bagi operator karena sangat mempengaruhi kualitas air minum yang dikelolanya.

9. Ada hubungan yang signifikan antara sanitasi depot (p=0.003) dan tempat sampah (p=0.035) dengan kualitas bakteriologi air minum. Sanitasi depot yang perlu diperhatikan antara lain : lantai tidak licin/tidak berdebu dengan cara menyapu dan dipel. Untuk dinding berwarna terang agar memudahkan apabila ada kotoran, lokasi jauh dari pembuangan sampah juga tidak ada tumpukan barang bekas/tidak terpakai karena ini merupakan sarang tikus. Hal-hal tersebut dapat mencemari air minum yang diproduksi

(15)

pada depot. Hal ini mengingat kurangnya pengetahuan dan sikap karyawan/ pengusaha tentang sanitasi juga masalah penanganan sampah. Sampah hasil dari kegiatan DAMIU tidak dikumpulkan dalam satu wadah, sebaiknya tertutup rapat supaya tidak ada lalat yang menghinggapi tempat sampah tersebut sehingga tidak mencemari air produk olahannya.

10.Ada hubungan yang signifikan antara tabung filter dan mikro filter sesuai standar dengan kualitas bakteriologi air minum (p= 0.004). Filter Sedimen maupun filter media memiliki peran yang sangat vital bagi industri air minum. Terlambat membersihkan/ mengganti keduanya akan menyebabkan air menjadi berasa tidak enak, berbau dan menjadi menjadi tempat perkembangbiakan bakteri. Pemeliharaan tabung filter dilakukan secara berkala dengan system back washing dengan cara mengalirkan air tekanan tinggi secara terbalik sehingga kotoran atau residu yang tersaring dapat terbuang keluar. Untuk masa pakai mikro filter biasanya sudah ditentukan oleh produsen (pabrik mikro filter) dan harus diganti sesuai masa pakai yang dapat dibuktikan dari faktur pembelian.

11.Ada hubungan signifikan antara depot yang memeriksakan sampel air dengan kualitas bakteriologi air minum isi ulang (p=0.038). Pemilik depot sering melalaikan kewajibannya untuk melakukan uji secara rutin terhadap air minum. Alasan yang sering muncul adalah biaya pemeriksaan yang tinggi dan kurang kesadaran. Ini mengakibatkan tidak terkontrolnya kualitas air minum isi ulang yang dijual sehingga mengandung bakteri. Pemeriksaan sampel air dimaksudkan untuk memastikan kualitas air yang dijual aman -untuk konsumsi dan tidak mengandung kuman penyakit. Pemeriksaan sampel ini wajib dilakukan secara berkala/rutin dan merupakan pengawasan internal yang dilakukan oleh pemilik depot.

12.Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengawasan berkala dengan kualitas bakteriologi air minum (p=0.142). Depot air minum isi ulang selama ini belum sepenuhnya mendapat pengawasan secara maksimal dari instansi pemerintah. Sementara para pengusaha depot tidak mengikuti ketentuan untuk pemeriksaan sampel produk air hasil olahannya, juga Dinas Kesehatan maupun Puskesmas Kecamatan Cengkareng tidak mempunyai data lengkap untuk melakukan pengawasan karena banyak depot yang ilegal. Pengawasan dilakukan baik secara internal maupun eksternal. Pengawasan internal berasal dari pengusaha depot itu sendiri untuk memeriksakan air sampelnya secara rutin 3 bulan sekali untuk pemeriksaan bakteriologi sedangkan 6 bulan sekali untuk pemeriksaan secara fisika dan kimia. Pengawasan eksternal dilakukan oleh Dinas Kesehatan untuk

(16)

pemantauan. Pengawasan juga terhadap penggunaan air baku, proses produksi, mesin dan peralatan, termasuk pengawasan sanitasi depot.

Faktor dominan yang dapat mempengaruhi kualitas bakteriologi air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Cengkareng adalah kondisi alat sterilisasi. Munculnya bakteri E-coli umumnya karena pemakaian lampu UV yang sudah kedaluarsa/ habis masa pakai. Sebagian besar UV tidak dibungkus dan tidak terletak di dalam wadah tertutup dan lampu UV tidak dinyalakan pada jam kerja. Ini terlihat pada saat konsumen hendak mengisi membeli air, operator baru menyalakan lampu UV pada saat pengisian galon. Lampu UV tidak berfungsi secara optimal sehingga bakteri dapat lolos.

 

Kesimpulan Dan Saran Kesimpulan

1. Kualitas air minum isi ulang di wilayah Kecamatan Cengkareng memenuhi syarat bakteriologi air minum yaitu dari 157 depot yang diteliti terdapat 88 depot yang tidak mengandung bakteri Coliform atau memenuhi syarat kesehatan. Hal ini sesuai dengan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum pasal 3 butir 1 bahwa air minum aman bagi kesehatan apabila memenuhi persyaratan fisika, mikrobiologis, kimiawi dan radioaktif yang dimuat dalam parameter wajib dan parameter tambahan. Syarat mikrobiologi/bakteriologi pada air minum tidak boleh mengandung bakteri coliform karena bakteri coliform merupakan indikator bahwa air minum telah tercemar.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bakteriologi air minum isi ulang adalah izin operasi, sumber air baku, mesin dan peralatan, alat sterilisasi, kondisi alat sterilisasi, ruang pengisian gallon, pakaian kerja, kursus penjamah makanan, sanitasi depot, tempat sampah, tabung filter dan mikro filter, periksa sampel air dan pengawasan berkala.

3. Ada hubungan antara izin usaha (p = 0.048, OR : 4.294,), sumber air baku (p = 0.017, OR : 2.525), mesin dan peralatan (p = 0.034, OR : 2.109), kondisi alat sterilisasi (p = 0.006, OR : 3.277), ruang pengisian galon (p = 0.004, OR : 4.084,), sanitasi depot (p = 0.003, OR : 3.127), tempat sampah (p = 0.035 OR = 2.219) tabung filter dan mikro filter (p = 0.004, OR = 2.743) dan periksa sampel air (p = 0.038, OR = 2.698) dengan kualitas bakteriologi air minum pada depot.

(17)

4. Faktor yang paling dominan mempengaruhi kualitas bakteriologi air minum isi ulang adalah kondisi alat sterilisasi (p = 0.001, OR : 4.291), Hal ini berarti kondisi alat sterilisasi berisiko sebesar 4.291 mempengaruhi kualitas air minum isi ulang.

5. Kondisi alat sterilisasi berinteraksi dengan sanitasi depot secara bersama- sama dalam mempengaruhi kualitas air minum isi ulang.

Saran

1. Bagi instansi terkait

a. Sosialisasi kepada pemilik depot (bersama dengan Dinas Kesehatan, dinas perindustrian, asosiasi depot, supplier alat) tentang ketentuan persyaratan teknis depot air minum dan perdagangannya sesuai dengan menperindag no 651/MPP/kep/10/2004 dan persyaratan kualitas air minum sesuai permenkes no 492/Menkes/Per/IV/2010 b. Diharapkan Dinas perindustrian melakukan pengawasan kepada semua pemilik depot

air minum terutama terhadap proses produksi, peralatan yang digunakan dan mutu produk air minum yang dilakukan secara berkala.

c. Dinas Kesehatan melakukan pengawasan eksternal terhadap kualitas depot air minum yang meliputi inspeksi sanitasi dan pengujian kualitas air minum secara berkala.

2. Bagi pemilik depot

a. Untuk menjaga kualitas air minum yang diproduksinya, setiap pemilik depot wajib mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan menerapkannya, terutama yang berhubungan dengan sanitasi depot

b. Wajib memiliki Standar Operasional Prosedur tentang proses pengolahan DAMIU sampai dengan pengisian air ke dalam galon

c. Melakukan pemeriksaan bakteriologi sampel air secara rutin 3 bulan sekali (berkala). d. Melakukan penggantian peralatan sesuai dengan masa pakai terutama penggantian

lampu Ultraviolet minimal 1 tahun sekali karena kondisi alat sterilisasi menentukan kualitas air minum yang diproduksi depot.

3. Bagi masyarakat

a. Masyarakat harus selektif memilih depot air minum yang memiliki sertifikat laik sehat caranya dengan melihat atau menanyakan sertifikat laik sehat yang dipasang pada dinding depot atau hasil pemeriksaan laboratorium

b. Air minum isi ulang sebelum digunakan sebaiknya direbus air terlebih dahulu sehingga kemungkinan bakteri yang ada di dalamnya dapat mati.

(18)

Daftar Pustaka

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2010, ‘Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010, Jakarta, hal 354-355 dan 376-377

Balai Pelatihan Kesehatan, 2013, Pengawasan dan Pembinaan Depot air Minum Isi Ulang (DAMIU) Kurikulum dan Modul Pelatihan

Bapelkes 2013, Hygiene sanitasi depot air minum, Cikarang

Darpito, H, 2002, Peran swasta dalam kemitraan untuk meningkatkan kualitas air minum dan mutu pangan,dalam makalah seminar sanitasi air dan keamanan pangan, Jakarta

Departemen Kesehatan RI, 2006, ‘Pedoman pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi depot air minum, Depkes RI, Jakarta

Farahlauziah, 2010, Macam-Macam Desain Penelitian,

http://farahlauziah.wordpress.com/2010/11/11/macam-macam-desain-penelitian/[16 januari 2014]

Hastono, SP, 2007, ‘Basic data Analysis for Health Research Training : Analisis Data Kesehatan’, FKM UI,

Jasman, 2007, Standar Kesehatan Depot Air Minum Isi Ulang, Prinsip pengolahan pada Depot Air Minum Isi Ulang.

http://publichealth-journal.helpingpeopleideas.com/standard-kesehatan-depot-air-minum-isi-ulang [10 Mei 2014]

Menteri Kesehatan, 2010, Peraturan Menteri Kesehatan No.492/Menkes/PER/IV/2010 tentang persyaratan kualitas air minum.    

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/53_Permenkes%20492.pdf [11 maret 2014 pukul 00.00]

Menteri perindustrian dan perdagangan, 2004, Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 651/MPP/Kep/10/2004 tentang persyaratan teknis depot air minum dan perdagangannya

http://bbtklppjakarta.pppl.depkes.go.id/assets/files/regulations/f1377651044-kepmen651mp-204.pdf [ 11 maret 2014]

Noorastuti, PT, 2009, “Kasus Pencemaran Bakteri E.Coli terbanyak dijumpai Jakarta Barat,

http://metro.news.viva.co.id/news/read/36584dki_harus_perketat_pengawasan_air_isi_u lang [9 Januari 2014]

Pracoyo,NE et al., 2006, ’Penelitian bakteriologik air minum isi ulang di daerah Jabotabek’. Cermin Dunia Kedokteran 152, hal 37-40

(19)

Suyatno, 2009 ‘Menghitung besar sampel penelitian Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponegoro dalam Lemeshow, S. & David W.H.Jr, 1997 (terjemahan), Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

YLKI, 2013, Ribuan Depot Air Minum Isi Ulang Belum Berizin, USAID

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt511e2fbaecccb/ribuan-depot-air-minum-isi-ulang-belum-berizin [16 januari 2014]

 

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas air dengan parameter fisik (warna, bau, kekeruhan, suhu, TDS) dan kimia (pH dan kadar besi) dari sumber air baku,

Analisis Higiene Sanitasi Dan Kualitas Air Minum Isi Ulang (AMIU) Berdasarkan Sumber Air Baku Pada Depot Air Minum Isi Ulang Di Kota Medan. Tesis , Sekolah Pascasarjana

Salah satu penyakit yang dapat disebabkan oleh air minum yang kualitas mikrobiologisnya bu- ruk adalah diare. Hasil uji petik pengambilan sampel depot air minum

Hal ini dikarenakan jarak sumber air dengan resapan &lt;10 meter dan lantai sumur tidak kedap air, tempat penyemprotan atau pencucian galon kotor dan terdapat

Penentuan besar sampel dalam populasi didapatkan dari populasi yang berjumlah 8850 kepala keluarga dengan tingkat signifikansi (d) = 0,1 sehingga didapatkan sampel

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh kadar mikrobiologis E.coli pada depot air minum isi ulang, sumber air baku yang digunakan, sistem

Kualitas air minum ditinjau dari proses produksi, sebanyak 2 depot yang tidak memenuhi syarat mikrobiologi (coliform dan E.coli) masing-masing diproduksi secara

Hal ini terlihat pada tabel 3 variabel penelitian, di mana higiene sanitasi air minum isi ulang yang memenuhi syarat terdapat pada depot A, depot C, depot F, sedangkan higiene sanitasi