• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN SOSIAL BUDAYA ABSTRAK. Siti Masitoh Sinaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN SOSIAL BUDAYA ABSTRAK. Siti Masitoh Sinaga"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

165 HUBUNGAN PENDIDIKAN DENGAN SOSIAL BUDAYA

ABSTRAK

Siti Masitoh Sinaga.

2013.

Sosial budaya adalah menjadi bagian terpenting dari kajian dan sekaligus tujuan pelaksanaan pendidikan. Pendidikan secara hakiki atau filosofi bertujuan untuk mewujudkan masyarakat manusia yang sejahtera, dan tujuan pelaksanaan aturan sosial budaya adalh juga untuk kesejahteraan hidup manusia yang mememiliki sosial budaya tsb.

Membahas sosial budaya berarti membahas tentang komunitas sosial dan perangkat , norma, nilai, hokum, aturan, adat, kebiasaan dan kaitannya satu sama lain demi terwujudnya hidup yang damai diantar per individu dan perkelompok. Suatu sosial budaya yang dianut oleh suatu masyarakat adalh sesuai dengan filosopi yang dianut masyarakat tsb., dan sosial budaya harus diregenerasikan atau harus dilestarikan, sehingga harus diwariskan pada generasi yang akan dating. Sosial budaya yang dianut menjadi karakteristik masyarakat yang memgang budaya tsb.

Pelestarian sosial budaya adalah hal penting, hanya dapat dilaksanakan melalui pendidikan, oleh karena itu pendidikan berkewajiban melestarikan sosial budaya, melalui visi dan misi pendidikan yang dilaksanakn. Sebgai contoh dengan memasukkan sosial budya kedalam kajian kurikulum secara nyata maupun tersembunyi sebagaimana esensi pendidikan untuk mensejahterakan ummat manusia.

Dengan kata lain hubungan pendidikan dengan sosial budya tidak bisa terpisahkan, sangat erat kajiannya, karena tujuan sosial budaya juga salh satu menjadi tujuan pendidikan.

Kata Kunci : Sosial budaya adalah adat, kebiasaan, norma dan nilai luhur yang dianut dan diyakini oleh suatu masyrakan dan menjadi dasar pundamental dalam tiap actifitas kehidupan masyarakat yang memiliki sosial budaya dimaksud.

(2)

166

A. Pendahuluan

Pendidikan adalah determinan dalm pencapaian efektifitas vertical dan horizontal masyarakat serta membentuk kontruksi sosial baru. Kontruksi sosial baru ini akan mementuk budaya baru, Jika konstruksi sosial itu terdiri dari masyarakat terdidik, maka sosial budaya yang terbentuk adalah budaya terdidik dan selanjutnya budaya terdidi ini menjadi pengikat dan perekat bagi tiap-tiap unit sosial: keluarga, komunitas, organisasi sosial dan masyarakatnya.

Pendidikan nasional adalah paya seluruh kemampuan bangsa, merupakan kesatuan utuh dan terpadu dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang kompeten, terampil, cerdas, berakhlak mulia, mandiri dan berfikir modern dapat mengikuti perkembangan zaman.

Pembangunan pendidikan adalah bagian penting untuk mewujudkan masyarakat yang bermartabat, berbudaya, pada taraf nasional dan internasional, maka pembangunan pendidikan adalah merupakan inpestasi yang multi dimensial dan meliptuti sosialbudaya, ekonomi dan politik. Dalam perspektif sosial budaya, pembangunan pendidikan diharapkan dapat memproduksi kaum terpelajar, terdidikdan terampil pelaku proses transformasi sosial didalam masyarakat.

Pendidikan adalah medium dalam mewariskan norma, mensosialisasikan nilai, dan menanamkan dan mengembangkan atau membudayakan etos kerja. Pendidikan berfungsi sebagai instrument dalammemupuk kepribadian bangsa, identitas nasional dan budaya nasional, oleh karena itu pembangunan pendidikan merupakan upaya pelestarian sosial budaya nasional.

B. Pelaksanaan Pendidikan adalah Penerapan Filsafat Pendidikan

Pendidikan pada hakikatnya adalah upaya manusia untuk mensejahterakan hidup manusia dalam seluruh aspek kehidupan, salah satu diantaranya adalah aspek sosial budaya. Pendidikan berfungsi sebagai media untuk mewariskan budaya kepada generasi komunitas manusia muda, agar budaya itu tidak hilang sehingga budaya itu hidup dan berregenerasi. Untuk meningkatkan harkat kepribadian individu, sehingga menjadi manusia yang cerdas dan melimpahkan sosial budaya orang dewasa kepada yang lebih muda maka konsep pendidikan secara praktis membutuhkan jalinan pemikiran teoretik – filsafat dan ilmiah – empiric secara proporsional dan

komplementer , dan secara makro ada dua segi normative pendidikan yang saling melengkapi yakni:

a. Segi pengembangan individual manusia bagi terwujudnya kontribusi individu menuju perubahan sosial

b. Segi pelimpahan dan atau transmisi harta/nilai sosio budaya bagi terwujudnya stabilitas dan tertib sosial.

Apa Esensi Pendidikan?

Pertanyaan ini dapat dijawab dengan berpangkal pada gejala pendidikan sebagai fenomena mendidik-dan- terdidiksecara empiric. Pendidikan mencakupmendidik mengajar dalm bentuk mikro lingkungan interaksi tatap muka tertentu antara orang- orang yang mempunyai kualitas relasi pribadi antara pendidik dan peserta didik.

(3)

167 Adapun upaya pendidikan sebagai gejala perilaku dan upaya manusia, diatas perilaku-perilaku individual-sosial memenuhi kebutuhan dasar primer (survival) , bertahan hidup dan berupaya untuk meningkatkan kehidupan agar lebih bermankna dan bernilai. Pendidikan dimulai dari keluarga atas anak (infant) yang beum mandiridan diperluas ke lingkungan tetangga, komunitas sekitar ( mileu), lembaga pra sekolah, persekolahan formal dan non formal.

Disisilain pelaksanaan pendidikan suatu Negara didasarkan pada filsapat yang dianut Negara tersebut, sosial budaya Negara tersebut secara tidak langsung juga diwanai filsafat yang dianut Negara itu. Separti di NKRI, filsafat Negara kita adalah filsafat Pancasil, pelaksanaan

pendidikan didasarkan pada filsafat Pancasila, sosial budayanasional kita juag sosial budaya Pancasila, meliputi: azas mufakat, kerjasama dan gotong royong .

Warga masyarakat nasional Negara kita didik untuk dapat mewarisi nilai-nilai luhur Pancasila, dan nilai moral Pancasila ini mewarnai karakter warga dan Bangsa Indonesia secara nasional, karena sebagaimana disebutkan diatas sosial budaya itu meliputi nilai-nilai luhur dannilai norma, atau moral yang berlaku pada suatu komunitas sosial secara umum.

C. Sosial Budaya adalah : Etika, Norma,Moral, Nilai

Dalam istialh sehari-hari keempat istilah tersebut diatas sering disamakan makna dan penggunaananya oleh masyrakat awam, mereka menggaggap istilah itu bersinonym, dan memang secara filsafat moralitas diartikan sebagai perilaku manusia dan norma-norma yang dipegang dan berlaku pada masyrakat yang mendasarinya. Menurut Sastrapratedja (2001) menjelaskan etika adalah “etos”„, dan berasal dari bahasa Yunani, memiliki arti: adat, kebiasaan, peraturan tingkah laku, moralitas. Dalam berbagai situasi peranan sosial budaya sama dengan peranan etika, moral, nilai dan norma.

Berbens (1999) menyatakan etika adalah seperangkat nilai atau norma yang menjadi pegangan hidup ssorang dan sekelompok orang dalam bertingkah laku, kumpulan prinsip nilai dan nilai moral, ilmu tentang yang baik dan yang buruk yang berlaku pada suatu komunitas sosial. Moralitas adalah segala sesuatu yang terkait dengan sosial budaya manusia dalamsuatu komunitas sosial.

Moralitas merupakan system nilai bagaimana seseorang seharusnya hidup, baik dan sejahtera, bermartabat, sebagaimana pelaksanaan tujuan pendidikan. Moralitas dapat ditemukan dalam aturan atau tatanan hidup bermasyarakat dan berwujud berupa kebiasaan, tradisi, petuah, hokum, adat, kebiasaan, dll yang menjadi nilai fundamental hidup suatu masyarakat sosial.

Norma adalah aturan, patokan, ukuran, atau kaidah atas baik buruknya, boleh tidaknya suatu perilaku manusia dalam suatu masyarakat sosial secara umum.

Magnis Suseno ( 1987) menyatakan norma terbagi dua, yakni norma umum dan norma khusus; norma umum mencakup norma moral dan norma hokum, dan norma khusus mencakup norma sopan santun berlaku secara khusus: pada orang tertententu, situasi dan waktu tertententu, norma ini umumnya tidak tertulis, tetapi mengikat, jika dilanggar akan menjadi celaan bagi orang yangmelanggarnya.

Nilai artinya berguna, mampu, berdaya, berlaku, atau segala sesuatu yang dipandang baik atau bermamfaat. Nilai adalah kuaitas sesuatu hal yang menjadikan

(4)

168

seasuatu itu dhargai, sehingga orang yang melakukan sesuatu yang bernilai , orang tersebut menjadi sejahtera dan bermartabat.

Eka Darmaputera (1987: 65) nilai adalah sesuatu yangmemberi makna pada hidup, nilai adalh sesuatu yang dijunjung tinggi dan mewarnai jiwa dan setiap tindakan seseorang, sehingga cendrung menjadi keyakinan, membentuk dan mendasari pola fikir orang atau mayarakat yang menganut nilai tersebut.

Pada kesempatan lain Hall, et. al., (1982) menyatakan “ Values are both general and more central to my personality than are my attitudes. A value is an enduring preference for a mode of conduct (e. g, homesty) or state of exsistence(e.g, inner pence). A person‟s values cluster together to form a value system, that is an organization of values in terms their relative importance.” Berdasarkan penjelasan ini dapat diketahui bahwa nilai adalah patokan dasar yang fundamental yang berlaku pada diri pribadi, masyarakat sosial yang mengikat satu danyang lainnya dalam hidup bersama untuk hidup damai, sejahtera dan bermartabat.

D. Pendidikan Nilai dan Moral, Tingkah laku

Sehubungan dengan makna dan arti nilai diatas dalam keberlangsungan kejahteraan hidup masayarakat, tentu nilai danmoral itu harus dilestarikan dan di regenerasikan pada generasi- genrasi yang akan dating agar nilai dan moral itu tetap hidup dan lestari atu tidak hapus atau hilan. Sehubungan dengan itu untuk meregenerasikan sosial budaya yang meliputi nilai dan moral tersebut diatas media atau medium yang tepat adalah pendidikan.

Adapun pendidikan nilai menurut Thapat(2006) adalah “ Value education is education in Values and Educations toward the inculculation of values.” Menurut pendapat ini pendidika nilai adalah pendidikan yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengembang nilai pada pesertadidiknya. Hill (1991) menjelaskan “ values education should seek, as a minimum specification:

1) To enable students: (a) to acquire a representative knowledge base concerning the value traditons which have helped to form contemporary culture,(b) to enter with emphaty into perceptions and feelings of people who have been strongly commited to these traditions, (c) to develop skills of critical and appreciate vaues appraisal, (d) to develop and put into practice the skill of decision making and value negotiation,

2) It should be encourage them to develop a concern for the community and the care of its members.

Dengan pendjelas ini Hill menandaskan bahwa pendidikan nilai harus mampu membuat peserta didik manguasai pengetahuan yang berakar pada nilai-nilai tradisional yang mampu menolong menghadapi niali-nilai modern, berempati dengan persepsi dan persaan atau sikap seorang peserta didik dalam mengembangkan keterampilan dan memiliki komitmen yang utuh pada masyarakat dan negaranya.

Pendidikan nilai dapat mengantar peserta didik untuk mengenali, memgembangkan dan memasuki kehidupan budaya zionalnya.amannya tetapi tetap mempertahankan budaya nas

Thomas Lickona (1992) menghubungkan pengetahuan nilai/ moral, sikap nilai/moral dan tindakan nilai/moral dengan pendidikan, pendidikan nilai / moral akan menghasilkan karakter peserta didik. Suatu generanrasi yang diberikan

(5)

169 pendidikan nilai moral yang baik generasi tersebut akan menjadi generasi yang bermoral dimasa dating.

Selanjutnya dalam padangan Lickona(1992) pendidikan nilai /moral memiliki tiga component karakter yang baik yakni: pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral ( feeling moral), dan tindakan bermoral ( action moral). Menurut beliau ketiga komponen ini menjadi indikator dalam penilaian seseorang bermoral atau tidak.

Noto nagoro ( 1967) mengelompokkan nilai menjadi tiga, yaitu: nilai materil, nilai vital, dan nilai kerohanian.

a. Nilai Materiil, meliputi nilai yang berhubungan dengan jasmani manusia.

b. Nilai Vital, meliputi seluruh nilai-nilai yang bergunabagi manusia untuk melaksanakan aktivitas secara baik dan benar.

c. Nilai Kerohania, meliputi semua nilai yang menyangkut rohani manusia.

Nilai kerohanian ini terdiri dari Empat macam:

1) Nilai kebenara, bersumber pada akal dan budi manusia.

2) Nilai keindahan, bersumber pada unsure rasa manusia.

3) Nilai kebaikan atau moral bersumber pada unsure kehendak atau keinginan manusia.

4) Nilai relegi, keagamaan,bersumber keyakinan manusia pada Tuhannya.

E. Hubungan Pendidikan dengan Sikap, Nilai dan Perilaku

Sikap menurut kamus bahasa Indonesia artinya adalah cara duduk atau berdiri yang baik, pendirian, pendirian hidup yang didasrkan pada pandangan hidp (fisafat yang dianut). Banyak para ahli yang memberikan pendapat tentang sikap, baik dalam konteks nasional beitu juga dalam daraf Internasional, misalnya: Gagne (1977) merumuskan sikap ssbb: “ we define attitude as an internal state that influences (moderates) the choices of personal action made by the individual. Attitudes are generally considered to have affective (emotional) components, cognitive aspects, and behavioral consequences”. Menurut beliau sikap adalah keadaan batiniah seseorang, dan dapat mempengeruhi dirinya dalam menentukan pilihan-pilihan tindakan diri pribadinya. Sikap ini secara umum erat kaitannya pada ranah kognutif dan ranah afektif seseorang sehingga mewarnai tingkah laku seseorang

Pada kesempatan lain Trow ( 2007) memberi pendapat tentang sikap yakni kesiapan mental dan emosiaonal dalam menentukan suatu tindakan yang tepat dan sesuai dengan situasi dan kondisinya. Pendapat ini didukung para ahli linnya, Djaali dan Alport, mereka menyatakan sikap adalah suatu kesiapan mental dan syraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.

Berdasarkan defenisi para ahli diatas dapat dirumuskan hubungan Pendidikan dengan nilai sikap dan tinglaku, sbb:

(6)

170

Penddikan Kurikulum Nilai/ Karakter Pengetahuan moral Perasaan moral Tindakan bermoral

Sikap pribadi/

Kelompok yang bermoral Skema ini menjelaskan untuk mewujudkan masyrakat bermoral haruslah melalui pendiidkan, pendidikan dengan kurikulum yang bedasarkan karakter atau moral akan memproduk manusia-manusia bermoral yang mncakup dalam tiga komponen:

pengetahuan, perasaan dan tindakan.

F. Sosial Budaya Pancasila adalah Nilai-Nilai Luhur Pancasila

Sebagaimana yang tertera pada undang-undang system pendidikan nasional no 20 tahun2003, bahwa pendidikan secara umum adalah usaha yang terrencana untuk menciptakan generasi yang cerdas, terampil, beriman , bertaqwa, dan berakhlak mulia, berbudaya nasional yang patriot cinta bangsa dan tumpah darah Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945; pelaksanaan pendidikan di Negara kita adalah pendidikan yang memiliki content dan mencakup nilai –nilai luhur dan moral Pancasila.

Terkait dengan pendidikan nilai-nilai luhur Pancasila, Sastrapratedja (2001) menyatakan pelaksanaan pendidikan nilai-nilai luhur Pancasila minimal memiliki 5 karakteristik, yakni:

(1) Pendidikan harus memperlakukan manusia dengan hormat, manusia adalah makhluk yang paling terhormat dari ciptaan Allah lainnya.,

(2)Pendidikan harus bersifat manusiawi, maksudnya manusia dilihat sebagai subjek pendidik dan terdidi.

(3) Pendidikan harus berwawasanm kebangsaaan, artinya pendidikan harus mampu menjadi perekat antar warga, antar masyarakat dengan lainnya, dalam memperoleh kedudukan dan martabatnya.

(4) Pendidikan harus demokratis, stiap peserta didik dihargai dan diperlakukan sama, tidak ada ras diskriminasi dan pengecualian, batasan tertentu untuk tidak boleh mengikuti proses pendidikan.

(5) Pendidikan harus menjadi pendidikan yang berkeadilan, dan juga menjadi perwujudan keadilan sosial.

Secara umum pendidikan harus mampu memberikan pembelajara dan pengalaman bagi peserta didik tentang nilai-nilai dan mengaplikasikannya kedalam kehidupannyata sehari-hari dalam hidup bermasyarakat.

Para tokoh dan pelopor pendiri Negara Republik Indonesia telah mengesahkan Dasar Negara kita adalah Pancasila, maka sumber dari segala sumber nilai yang berlaku ninegara kita adalah Pancasila, sehingga Pancasila menjadi acuan setiap

(7)

171 kegiatan masyarakat Indonesia, agar cita-cita atau tujuan NKRI dapat tercapai, salah satunya pelaksanaan kegiatan pendidikan, maka pendidikan nilai-nilai luhur Pancasila harus dilaksanakan.

Saatrapratedja (2001) merinci nilai-nilai luhur Pancasila menjadi nilai-nilai dasr humanistic dan universalistic, yaitu:

(1) Menghormati agama orang lain

(2) Menghormati harkat martabat manusia sebagai pribadi subjek, tidak boleh sebagai objek.

(3) Kesatuan sebagai bangsa yang mengatasi segmentasi- segmentasi sempit.

(4) Demokrasi atas dasar kedaulatan ditangan rakyat

(5) Keadilan sosial yang mencakup kesamaan derajat setip orang.

Sehubungan dengan khirarki nilai pendidikan pancasila ini, adalah sejalan filsafah yang dianut oleh bangsa kita yakni falsafah Pancasila.

G. Pendidikan Karakter Pancasila

Pelaksanaan pendidikan di Indonesia didasarkan pada falsapah Pancasila, namun secara praktis didasrkan pada Undang-undang system pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003. Berdasarkan UU SISDIKNAS ini bermoral dan berilmu demi kesejahteran hidup bedasar Pancasila dan UUD 19 45 menjadi tujuan pelaksanaan pendidikan di Negara kita.

Pendidikan moral pancasila menjadi media untuk memproduksi generasi terdidik yang berkarakter Pancasila., dengan arti penerapan pendidikan nilai-nilai luhur dan moral yang terkandung dalam kelima sila Pancasila, diharapkan terbentukanya karakter Pancasila pada diri peserta didik. Salah satu dari nilai-nilai luhur Pancasila adalah adanya budaya soial demokrasi, kebebasan mengemukakan pendapat dalam musyawarah untuk mufakat dalam mengambil suatu keputusan. Pelaksanaan pedidikan moral demokrasi adalah cara yang teapat untuk mewujudkan masyarakat yang demokratis, dengan penrapan pendidikan yang demokratis maka budaya demokrasi akan terbentuk pada diri siswa dan secara tidak langsung pendidikan karakter telah terimplementasi pada peserta didik.

Sebagaimana yang ditegaskan dalam pembukaan UUD1945, Negara berdasar atas Pancasila, kebutuhan yuridis konstitusional ini mengandung makna konsekuesi baik formal mupun fungsional, bahwa falsafah Negara adalah Pancasila, sehingga Pancasila itu harus terkarakter seutuhnya serta mengkristal bagi diri sgenak Bangsa Indonesia, saat ini dan mendatang. Sehubungan dengan itu nilai-nilai krakter Pancasila wajib diwariskan kepada generasi muda demi terjaminnya pelestarian nilai- nilai karakter Pancasila di bumi persada Indonesia selamanya.

H. Implementasi komformitas adalah Salah satu Pengaruh Soial budaya dalam Pendidikan

Pelaksanaan pendidikan merupakan perwujudan hubungan atau interaksi antarapendidik dan peserta didik dengan menggunakan media dan medium proses pembelajaran. Komformitas merupakan pengaruh sosial dalam bentuk penyamaan pendapat atau pola tingkah laku seseorang terhadap orang lain yang mempengaruhinya. Dalam hubungan pendidikan, komformitas terjadi pada peserta didik sebagai pengaruh hasil pemndidikan melalui proses pembelajaran.

(8)

172

Peristiwa pendidikan penuh dengan peristiwa komformitas. Yakni komformitas peserta didik terhadap pendidik/ guru. Sebagaimana makna “ guru” adalah yang harus di “gugu” atau “ditiru”, guru adalah panutan. Mengacu pada proses, tujuan dan isi, pendidikan tidak terlepas dari komformitas.

Para ahli psikologi sosial membagi tingkatan komformitas: type A komformitas membabi buta, type B komformitas identifikasi, type C komformitas internaslisasi.

Masing-masing type komformitas ini memiliki sfat dan karakteristik yang berbeda.

1. Komformitas Membabi Buta

Komformitas ini biasanya bersifat vulgar, tradisional dan primitive. Komformitas ini diwarnai sikap dictator, maksudnya meniru, atau mengikuti apa yang menjadi kemauan orang lain tampa didasari pemahaman, pengenalan, pemikiran atau perasaan serta keahlian khusus berupa penghayatan atas apa yang ditiru dari orang yang mempengaruhi secara utuh tampa seleksi. Komformitas ini juga disertai rasa takut oleh sanksi yang diancam terhadap orang yang melanggar atau tidak mau berkomformitas, disisilain komformitas ini didasari harapan imbalan atas komformitas yang dilakukan. Rasa takut dan harapan akan imbalan adalah dua sisi yang yang sangat erat kaitannya dalam komformitas ini.

Dalam komformitas type ini, antara pihak yang dipengaruhi dan yang mempengaruhi jika dianalogikan ke ranah pendidikan adalah antra peserta didik dan pendidik terpancang wewenang dan kekuasaan. Kekuasaan ini menjadi sumber komformitas yang baik. Dan menjadi mwedia dalam wewenang memberikan sanksi kepada pelanggar komformitas. Misalnya guru member komformitas yang harus dipatuhi peserta didik, jika tidak guru member sanksi berupa hukuman, atau tidak diluluskan nilai, sehingga siswa merasa takut, maka siswa melakkukan komformitas karena takut, atau demi memperoleh nilai yang bagus komformitas dilakuka, kepatuhan dan disiplin terhadap guru akan terjadi pada diri siswa . Jika hal ini dilakukan berkelanjutan, dan terus menerus, anak didik lama kelamaan akan memiliki sosial budaya yang patuh dan disiplin, khususnya pada guru.

2. Komformitas Identifkasi

Komformitas identifikasi ini lebih maju dari komformitas type A, dimana komformitas ini terbebas dari rasa takut ancaman sanksi. Komformitas ini tidak didasrkan pada kekuatan atau kekuasaan yang memaksa untuk adanya persetujuan atau penerimaan dari yang terpengaruhi/peniru. Kekuasaan dalam hal ini digantikan karisma yang terpencar dari seorang peminpin atau komandan, yang lebih tinggi kedudukannya. Karisma didasri oleh rasa kepercayaan dan rasa hormat, menerima secara suka rela, tidak dengan rasa terpaksa dan tidak karena mengharapkan suatu imbalan, tetapi lebih berorientasi pada sikap dan rasa senang.

Komformitas ini sang peminpin adalah idola, jika dianalogikan kependidikan, dalam hal ini, peserta didik patuh dan setia pada guru, karena dia merasa guru itu berkarisma, dan disenanginya, baik perlakuan maupun method yang digunakan.

Komformitasnya beralasan logis, dapat diterima akal untuk melakukan komformitas ini. Jika komforrmitas ini dilakukan berkesinambung peserta didik akan memiliki rasa hormat, penghargaan dan kepatuhan kepada gurunya, dan lama kelamaan ini rasa hormat dan penghargaan ini juga mendadi sosial budaya bagi peserta didiknya.

(9)

173 3. Komformitas Internalisasi

Komformitas Internalisasi ini didasarkan pada pertimbangan yang rasional, sebelum seseorang mau melakukan komformitas tau menolak komformitas. Pada komformitas ini seorang pelaksana komformitas memiliki kebebasan untuk memilih aspek mana yang harus dikomformitas, bahkan untuk menolak komformitas secara utuh, dengan pertimbangan rasio, wawasan dan pengetahuan, pengalaman serta ilmunya.

Komformitas ini memungkinkan kekuatan pertimbangan manusiawi, yakni pikiran, perasaan, pengalaman, hati nurani dan semangat untuk menetukan pilihan- pilihan dalam bersikap dan bertingkah laku yang hendak diposisikan dalam komformitas ini. Pihak atau orang yang melakukan komfor mitas internalisasiini benar- benar memahami dan meyakini tingkat kebenaran atas hal-hal yang layak dikomformitas.

Komformitas internalisasi dianggap sebagai tingkat yang paling tinggi dalam hubungan pengaruh mempengaruhi, didalmnya terdapat aktualisasi aspek-aspek kedirian manusia yang paling dalam, dengan kebebasan ini kehadiran seseorang dihargai sepenuhnya karena dasr pemikiran kemampuan pribadi yang milikinya, dan akhirnya keberterimaan menjelma menjadi komformitas internalisasi.

I. Kesimpulan

Berdasarkan paparan diatas, penulis membuat kesimpulan sbb:

1. Hubungan Sosial budaya sangat erat kaitannya dengan pendidikan, dimana tujuan sosial budaya juga merupakan bagian dari tujuan dan konten dalam pelaksanaan pendidikan, yakni untuk menata kehidupan kesejahteraan hidup manusia.

2. Pelaksanaan pendidikan adalah media dan medium yang baik dan tepat dalam memperkenalkan serta melestarikan sosial budaya.

3. Membahas tentang sosial budaya juga mengkaji: adat kebiasaan, norma, nilai, sikap, tingkah laku atau perlakuan yang bermuara pada karakter masyarakat pemilik sosial budaya tsb.

4. Pelaksanaan pendidikan didasarkan pada falsafah dan filsafat pendidikan yang dianut.

5. Di Negara kita NKRI, pelaksanaan pendidikan didasarkan pada filsafat Pancasila, dan karakter yang diharapkan terbentuk sebagai pengaruh pelaksanaan pendidikan adalah karakter Pancasila, dan sosial budaya yang berazaskan Pancasila.

Referensi:

UU SISDIKNAS no 20 tahun 2003 Filsafat Pendidikan

Dasar-Dasar Pendidikan

Lickona Thomas. Pendidikan Karakter 1992 Prof. Prayitno. Teori dan Praksis Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

The aims of this research are to find out the data from the students such as the students’ response on the application of Grammar Translation Method when used

Di sisi lain, ditemukan indikasi lain pada aspek prestasi belajar bahwa bagi dosen yang tidak berlatar belakang keilmuan yang linear dengan tingkat strata satu

There are some respondent no experience postnatal depression by EPDS and did not experience postnatal psychological disorders by postnatal physiology sign and

Penelitian ini termasuk penelitian pengembangan yang menggunakan metode Research and Development (R&D). Penelitian ini menggunakan model pengembangan model

Sampel makrofauna bentikdikoleksi pada tiga kawasan pantai dengan kondisi tipe substrat berbeda yang ada di Taman Nasional Bali Barat, yaitu pasir halus (Pantai

Dengan mengikuti penelitian ini, akan dapat ditentukan kondisi kesehatan telinga, hidung dan tenggorakan Bapak/Ibu serta apakah Bapak/Ibu mengalami gangguan pendengaran akibat

Menurut Assauri (1999:4) mendefinisikan pemasaran: “Sebagai usaha menyediakan dan menyampaikan barang dan jasa yang tepat kepada orang-orang yang tepat pada tempat dan waktu

Penelitian ini juga dilakukan oleh Nuralifmida dan Lulus (2012) untuk menguji pengaruh dari corporate governance terhadap penghindaran pajak yang diproksikan dengan