• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM POKOK BAHASAN JAJAR GENJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POTENSI KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM POKOK BAHASAN JAJAR GENJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

POTENSI KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM POKOK BAHASAN JAJAR GENJANG DI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

Aditya Agnes Yanuarini, Sugiatno, Silvia Sayu Program Studi Pendidikan Matematika FKIP Untan

E-mail : [email protected]

Abstract: This study aims to describe students potential in communicating mathematical ideas through drawings, tables, Cartesian diagrams and related symbol of parallelogram at Junior High School. The research method used is descriptive. The subjects were 28 students in grade VII SMPN 7 Sungai Raya. The result of the research shows that the tendency of students mathematical communication potential about the parallelogram,which is studied with the picture is more likely to be developed in mathematics learning compared to sudents mathematical communication through Cartesian diagram, table, and symbol. Another finding, the potential of students’ mathematical communication related to the area of parallelogram with tables, tends to be mare likely to bedeveloped in mathematics learning than the potential of students’ mathematical communication with images, symbol, and Cartesian diagram.

Key words: Mathematical Communication, The Potential Of Mathematical Communication

PENDAHULUAN

Satu di antara prinsip pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah berpusat pada potensi peserta didik (BNSP, 2006). Prinsip ini sejalan dengan prinsip pembelajaran yang menyatakan bahwa peserta didik merupakan makhluk individu yang unik dan satu sama lain mempunyai perbedaan yang khas.

Misalnya, perbedaan dalam potensi komunikasi matematis antar mereka. Dengan perbedaan potensi ini, proses pembelajaran matematika perlu untuk beradaptasi dengan potensi mereka.

Agar dapat beradaptasi dengan maksimal, selayaknya potensi tersebut diketahui oleh guru. Beberapa hal dilakukan untuk memaksimalkan potensi peserta didik, dari studi pendahuluan diperoleh informasi bahwa peneliti terdahulu telah mengkaji mengenai kandungan aspek komunikasi matematis dalam buku teks matematika yang digunakan di sekolah (Hafsari, 2011) dan kandungan daya matematis dalam buku teks matematika sekolah (Lestari, 2011). Namun

demikian, belum banyak dikaji mengenai potensi peserta didik khususnya potensi komunikasi matematis mereka mengenai gambar, tabel, diagram Cartesius dan simbol.

Padahal, tidak dapat disangkal bahwa potensi tersebut ikut mewarnai keberhasilan proses pembelajaran matematika.

Hal tersebut diungkapkan oleh Martinez (2001) bahwa pembelajaran yang ideal itu haruslah diawali dengan tahap pre- engagement. Tahap ini menurutnya merupakan upaya dari seorang guru untuk menyelaraskan antara kepentingan siswa dan kepentingan perencanaan pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti memandang bahwa studi yang dilakukan untuk menggali potensi siswa sebelum merencanakan pembelajaran matematika adalah penting.

Berangkat dari uraian tersebut peneliti mencoba untuk menggali potensi komunikasi matematis siswa mengenai gambar, tabel, diagram Cartesius dan simbol dalam materi jajaran genjang. Melalui studi ini, peneliti berharap dapat memberi

brought to you by CORE View metadata, citation and similar papers at core.ac.uk

provided by Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

(2)

2 gambaran bagi guru mengenai potensi siswa.

Dengan demikian tahapan pembelajaran matematika yang ideal lebih dapat diupayakan oleh guru dengan memanfaatkaan potensi siswa.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Pertimbangannya, potensi yang dimiliki siswa berbeda-beda sehingga lebih memungkinkan peneliti untuk menggambarkan potensi komunikasi matematis siswa dalam materi jajar genjang.

Bentuk penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Pemilihan studi ini didasarkan pada pertimbangan bahwa jumlah

subjek yang berpartisipasi ada 28 siswa dan dari mereka dipilih 8 siswa untuk diungkap secara intensif potensinya dalam mengomunikasikan materi jajar genjang melalui gambar, diagram Cartesius, tabel dan simbol.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal tes komunikasi matematis siswa yang dikonsultasikan kepada 2 orang guru matematika sebagai validator. Setelah dilakukan validasi, dilakukan uji coba soal tes komunikasi matematis. Prosedur penelitian terbagi atas 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data yang dijelaskan pada skema berikut:

Gambar 1. Prosedur Penelitian HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN Hasil Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas VII SMP Negeri 7 Sungai Raya.

Subjek dalam penelitian berjumlah 28 siswa.

Dslsm penelitan in subjek diberikan tes

potensi komunikasi matematis mengenai gambar, diagram Cartesius, simbol dan tabel.

Setelah diberikan tes potensi komunikasi matematis, siswa diwawancara untuk

•Mengobservasi potensi komunikasi matematis siswa dan mewawancarai guru menjajagi pemahamannya mengenai potensi komunikasi matematis siswa

•menyusun desain penelitian

•membuat instrumen tes potensi kumunikasi matematis (TPKM)

•melakukan validasi instrumen TPKM

•melakukan revisi instrumen TPKM

•melakukan uji coba instrumen TPKM

•menentukan waktu pelaksanaan dan sampel penelitian

Tahap Persiapan

•memberi soal TPKM

•menganalisis jawaban siswa

•mewawancarai siswa Tahap Pelaksanaan

•menganalisis hasil TPKM

•menyusun laporan penelitian

•mendeskripsikan hasil TPKM

•menarik kesimpulan TPKM Tahap Pengolahan Data

(3)

3 menggali informasi lebih mendalam mengenai potensi komunikasi matematis siswa.

Adapun hasil tes potensi komunikasi matematis siswa mengenai gambar, diagram Cartesius, simbol dan tabel adalah sebagai berikut:

Gambar 2 : Hasil Tes Potensi Komunikasi Matematis Siswa Dari Gambar 2 diketahui bahwa

potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar, secara rata-rata dari 3 soal yang diberikan jumlah siswa yang telah muncul potensinya kurang dari 40% siswa. Jumlah siswa yang telah muncul potensi komunikasi matematis melalui tabel terkait sifat-sifat jajar genjang sebanyak 11,5% siswa.

Sedangkan untuk materi luas jajar genjang, siswa yang telah muncul potensi komunikasi matematis melalui tabel sebesar 96,2%.

Jumlah siswa yang telah muncul potensi komunikasi matematis melalui diagram Cartesius sebanyak 3,8% siswa. Dan potensi komunikasi matematis siswa melalu simbol, secara rata-rata dari 3 soal yang diberikan jumlah siswa yang telah muncul potensinya kurang dari 20%.

Terdapat 3 soal untuk menggali potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar. Pada soal pertama, siswa diberi 3 gambar bangun menyerupai jajar genjang.

kemudian siswa diminta menentukan gambar yang siswa anggap sebagai jajar genjang dengan memberi penjelasan atas jawaban

yang siswa berikan. Dari hasil tes diketahui bahwa 1 orang siswa salah dalam menentukan bangun jajar genjang dan menyatakan bahwa gambar yang dipilih menyerupai bangun jajar genjang. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa kurang teliti dalam mengamati ketiga bangun jajar genjang, Perbedaan garis putus maupun garis bengkok. Dan siswa menganggap garis putus pada jajar genjang sebagai kesalahan dalam mengambar. Sehingga siswa menjawab berdasarkan ingatan tentang bangun jajar genjang yang pernah dilihat dalam buku teks matematika.

Berdasarkan jawaban siswa yang benar dalam menentukan bangun jajar genjang, terdapat berbagai penjelasan yang mereka berikan diantaranya memberikan penjelasan berikut ini: (1) menjelaskan menggunakan sifat-sifat atau sebagaian sifat jajar genjang; (2) menjelaskan bahwa bangun jajar genjang seharusnya tidak memiliki sisi yang terputus maupun bengkok; (3) menyatakan bahwa bangun jajar genjang yang mereka pilih menyerupai bangun jajar 0

20 40 60 80 100 120

soal no 1

soal no 2

soal no 10

soal no 6

soal no 9

soal no 3

soal no 7

soal no 4

soal no 5

soal no 8

Persentase Siswa

Potensi Komunikasi Matematis Siswa

potensi belum muncul potensi sudah muncul

(4)

4 genjang; (4) memberi penjelasan yang tidak berhubungan dengan pertanyaan. Dari hasil wawancara 60,7% siswa menyatakan bahwa sisi jajar genjang seharusnya tidak putus atau bengkok. Sebagian siswa menyatakan bahwa dalam menjawab berdasarkan gambar jajar genjang yang pernah dilihat dalam buku teks matematika.

Pada soal kedua siswa diberikan sifat-sifat dan jajar genjang dan terdapat gambar persegi panjang, trapesium, belah ketupat, layang-layang, trapesium siku-siku dan jajar genjang. dari keenam bangun, siswa diminta untuk menentukan bangun yang memenuhi sifat jajar genjang. Dari hasil tes diperoleh sebagai berikut: (1) 42,3% siswa menyatakan bahwa persegi panjang dan jajar genjang memenuhi sifat jajar genjang; (2) 7,6% siswa menyatakan bahwa persegi panjang dan belah ketupat memenuhi sifat jajar genjang; (3) 26,9% siswa menyatakan bahwa persegi panjang, belah ketupat dan jajar genjang memenuhi sifat jajar genjang;

(4) 11,5% siswa menyatakan bahwa persegi panjang memenuhi sifat jajar genjang; (5) 3,8% siswa menyatakan bahwa belah ketupat memenuhi sifat jajar genjang; (6) 7,6% siswa menyatakan bahwa jajar genjang memenuhi sifat jajar genjang.

Setelah dilakukan wawancara diperoleh keterangan bahwa dalam menentukan bangun yang memenuhi sifat- sifat jajar genjang, siswa cenderung melihat kemiripan bangun dengan bangun jajar genjang. Hanya 34,7% siswa yang mengidentifikasi sifat jajar genjang pada masing-masing bangun.

Pada soal selanjutnya, disajikan gambar jajar genjang. siswa diminta menyatakan luas jajar genjang melalui gambar. Dari hasil tes menunjukkan bahwa 61,5% siswa menyatakan luas jajar genjang menggunakan rumus luas jajar genjang.

Sebanyak 23,1% siswa menyatakan luas jajar genjang melalui gambar. Dan 15,4% siswa tidak menjawab.

Dari hasil wawancara diperoleh informasi bahwa luas jajar genjang bagi siswa adalah alas kali tinggi jajar genjang.

Ketika diminta penjelasan mengenai keliling

jajar genjang, siswa mampu menjelaskan keliling yang dimaksud dengan menggunakan gambar. Namun ketika diminta menjelaskan luas jajar genjang melalui gambar, beberapa siswa menunjuk alas dan tinggi jajar genjang sebagai luas jajar genjang, tanpa menyatakan banyaknya persegi satuan yang menutup jajar genjang tersebut.

Potensi komunikasi matematis siswa melalui diagram Cartesius diungkap melalui soal nomor 3 dan nomor 7. Soal nomor 3 mengungkap potensi komunikasi matematis siswa melalui diagram Cartesius terkait sifat- sifat jajar genjang. Dari hasil tes diperoleh informasi sebagai berikut: (1) 50% siswa kurang tepat saat membuat diagram Cartesius dan menentukan letak titik koordinat sehingga kurang tepat menentukan titik koordinat keempat; (2) 30,8% siswa kurang tepat membuat diagram Cartesius; (3) 3,84%

siswa dapat membuat diagram Cartesius tetapi tidak menentukan letak titik koordinat pada diagram Cartesius; (4) 11,5% siswa dapat membuat diagram Cartesius, kurang tepat meletakkan titik koordinat pada diagram Cartesius; (5) 3,84% siswa dapat membuat diagram Cartesius, meletakkan titik koordinat dan menentukan titik keempat dengan benar.

Pada soal nomor 7 siswa diminta menetukan titik koordinat keempat agar terbentuk bangun jajar genjang dan menetukan luas bangun tersebut berdasarkan 3 titik koordinat yang diberikan. Dari hasil tes diketahui bahwa: (1) 26,9% siswa kurang tepat membuat diagram Cartesius; (2) 26,9%

siswa kurang tepat membuat diagram Cartesius, menentukan letak titik koordinat pada diagram Cartesius dan titik koordinat keempat; (3) 15,4% siswa kurang tepat membuat diagram Cartesius dan menentukan titik koordinat pada diagram Cartesius; (4) 3,84% siswa dapat membuat diagram Cartesius, menentukan letak titik koordinat pada diagram Cartesius, menentukan titik koordinat keempat dan menyatakan luas jajar genjang dengan benar; (5) 26,9% siswa tidak menjawab.

(5)

5 Dari wawancara yang dilakukan diperoleh informasi diantaranya: (1) siswa kurang memahami tentang sumbu x dan sumbu y; (2) siswa kurang memahami arti dari titik koordinat (x,y); (3) siswa merasa kesulitan dalam menentukan letak titik koordinat pada diagram Cartesius; (4) siswa kurang memperhatikan skala dalam pembuatan diagram Cartesius.

Untuk mengetahui potensi komunikasi matematis siswa melalui tabel terkait sifat-sifat jajar genjang, siswa diberi tabel berisi sifat-sifat bangun datar.

Kemudian siswa diminta untuk mengidentifikasi sifat dan bukan sifat jajar genjang. Dari hasil tes menunjukkan bahwa 11,5% siswa dapat mengidentifikasi seluruh sifat-sifat jajar genjang yang ada pada tabel tesebut. Selain itu, 15,4% siswa menyatakan bahwa sifat “semua sisi-sisi sama panjang”

adalah sifat jajar genjang. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa lebih cenderung menjawab soal berdasarkan hapalan sifat-sifat jajar genjang dibandingkan mengidentifikasi sifat-sifat yang dimiliki gambar jajar genjang yang disajikan.

Sedangkan untuk potensi komunikasi matematis siswa melalui tabel terkait luas jajar genjang telah muncul. Siswa mampu melengkapi dan menjelaskan tabel yang berisi angka-angka terkait alas, tinggi dan luas jajar genjang. Meskipun masih ditemukan kesalahan siswa dalam melengkapi tabel. Dalam wawancara diketahui bahwa kesalah terjadi karena kesalahan siswa dalam menghitung.

Tiga soal selanjutnya yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui potensi komunikasi matematis siswa melalui simbol.

Pada soal pertama, siswa diminta menjelaskan simbol terkait sifat jajar genjang dalam kalimat verbal. Pada soal kedua siswa diminta menuliskan dua pasang sudut yang sama besar berdasarkan gambar yang terdapat pada soal. Sebanyak 61,5% jawaban siswa tidak sesuai atau tidak menjawab pertanyaan pada soal pertama. Namun ketika diwawancara siswa dapat menjelaskan simbol yang dimaksud secara lisan. Akan tetapi siswa merasa ragu untuk menuliskan

jawaban pada lembar jawaban. Sedangkan 15,4% siswa menulis “memiliki sudut yang sama panjang” untuk simbol ∥ . Ketika diwawancara siswa merasa ragu memahami arti simbol ∥ (sejajar).

Jawaban siswa pada soal nomor dua beragam, siswa menulis seperti berikut ini:

(1) sejumlah 38,5% siswa menulis “ ∥

”; (2) sejumlah 11,5% siswa menulis" ∠ ∥ ∠ "; (3) sejumlah 3,8%

siswa menulis ∠ ∠ ; (4) sejumlah 15,4% siswa menulis ∠ = ∠ ; (5) sebanyak 30,8% siswa tidak menjawab atau jawaban tidak sesuai pertanyaan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa siswa dapat menentukan pasangan sudut yang sama besar secara lisan. Namun ketika diminta menuliskan dalam bentuk simbol, siswa mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut diantaranya siswa masih sulit menuliskan simbol sudut. Siswa sulit memahami simbol- simbol matematika seperti simbol sudut, sejajar. Kesulitan lainnya adalah siswa belum mahir menuliskan nama sudut. Hal ini nampak dari jumlah siswa yang mengalami kesalahan dalam menuliskan nama sudut dan dari hasil wawancara.

Soal ketiga terkait potensi komunikasi matematis siswa melalui simbol adalah siswa diminta untuk menjelaskan simbol L = a × t dengan menggunakan kalimat verbal berdasarkan gambar jajar genjang yang diberikan. Siswa cenderung menulis “luas jajar genjang = alas × tinggi”

atau menulis “luas jajar genjang sama dengan alas × tinggi”. Sedangkan 4 orang siswa menulikan “untuk setiap jajar genjang dengan alas a, tinggi t, luas L maka selalu berlaku L = a × t”. Hal yang sama diperoleh ketika dilakukan wawancara. Siswa memberi jawaban yaitu “luas jajar genjang adalah alas kali tinggi”.

Berdasarkan hasil tes dan wawancara, potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar, diagram Cartesius, tabel dan simbol belum seluruhnya muncul pada masing-masing siswa. Salah satunya seperti pada siswa dengan inisial EN. Potensi komunikasi matematis EN yang telah muncul

(6)

6 adalah potensi komunikasi matematis melalui tabel, diagram Cartesius, dan simbol. Namun potensi komunikasi matematis melalui gambar belum sepenuhnya muncul, terutama potensi komunikasi matematis melalui gambar terkait luas jajar genjang.

Siswa lain dengan inisial DAP, potensi komuniaksi matematis yang telah muncul adalah potensi komunikasi matematis melalui tabel. Sedangkan potensi komunikasi matematis melalui gambar, diagram Cartesius dan simbol belum sepenuhnya muncul. Lain halnya dengan siswa dengan inisial DA, potensi komunikasi matematis melalui gambar, diagram Cartesius, tabel dan simbol belum sepenuhnya muncul.

Pembahasan Penelitian

Potensi siswa dalam

mengomunikasikan sifat-sifat jajar genjang melalui gambar lebih besar jika dibanding dengan potensi komunikasi matematis siswa melalui tabel, simbol maupun diagram Cartesius. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan potensi komunikasi matematis melalui gambar berpeluang lebih mudah untuk dikembangkan jika dibandingkan dengan ketiga potensi lainnya.

Sedangkan potensi komunikasi matematis melalui tabel dan simbol memiliki peluang yang sama besar untuk dikembangkan dalam pembelajaran sifat-sifat jajar genjang. Namun kedua potensi ini lebih mudah dikembangkan daripada potensi komunikasi matematis siswa melalui diagram Cartesius.

Potensi siswa dalam

mengomunikasikan luas jajar genjang melalui media tabel lebih besar jika dibandingkan dengan potensi komunikasi matemtatis siswa melalui media gambar, simbol maupun melalui diagram Cartesius.

Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan potensi komunikasi matematis siswa mengenai luas jajar genjang yang diungkap melalui tabel berpeluang lebih mudah dikembangkan jika dibandingkan dengan ketiga potensi lainnya. Demikian juga potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar memiliki peluang lebih mudah untuk dikembangkan jika dibandingkan dengan

kedua potensi lainnya. Sedangkan potensi komunikasi matematis siswa mengenai luas jajar genjang yang diekspresikan melalui simbol lebih mudah dikembangkan daripada potensi komunikasi matematis siswa melalui diagram Cartesius.

Potensi siswa mengkomunikasikan sifat-sifat jajar genjang dan luas jajar genjang berbeda, diduga karena sifat-sifat jajar genjang cenderung abstrak ketika direpresentasikan ke dalam tabel. Berbeda dengan data alas, tinggi atau luas jajar genjang yang dimasukkan ke dalam tabel yang lebih sering ditemui siswa sehingga lebih konkret bagi siswa. Diduga potensi siswa belum muncul ketika sifat-sifat jajar genjang dikomunikasikan melalui kombinasi dua representasi, yaitu berupa kalimat dan tabel. Hal ini diduga disebabkan oleh kedua representasi tersebut sukar dibayangkan di dalam pikiran mereka, karena sama-sama abstrak. Karen itu, mungkin akan berbeda yang dipikiran siswa jika kedua representasi tersebut (kalimat dan tabel) disertai visual contohnya mengenai gambar jajar genjang.

Selain itu, kandungan aspek komunikasi matematis melalui tabel jarang digunakan dalam buku teks matematika (Hafsari, 2011:

78) sehingga kurang mampu membantu meningkatkan potensi komunikasi matematis siswa.

Potensi komunikasi matematis siswa dalam mengkomunikasikan luas jajar genjang melalui gambar tidak begitu tampak. Bagi siswa luas jajar genjang hanya dapat diketahui dari rumus luas jajar genjang.

Akibatnya, representasi lainnya berupa daerah yang diarsir pada gambar jajar genjang dianggap oleh mereka bukan bermakna sebagai luas gambar jajar genjang.

Akan tetapi ketika disinggung mengenai keliling jajar genjang pada saat wawancara siswa dapat mengomu-nikasikan keliling jajar genjang melalui gambar. Kondisi ini menyiratkan bahwa luas jajar genjang dalam bentuk gambar tidak terjangkau oleh pikiran siswa. Untuk mengetahui penyebab dari kondisi ini masih diperlukan penelitian lebih lanjut.

(7)

7 Potensi komunikasi matemtis siswa belum tampak ketika siswa mengkomunikasikan sifat-sifat jajar genjang melalui gambar. Dari hasil tes dan wawancara, siswa lebih cenderung mengenali bangun jajar genjang melalui gambar yang pernah mereka lihat atau pelajari tanpa mengidentifikasi sifat-sifat jajar genjang yang terdapat pada bangun tersebut. Kondisi ini menyiratkan bahwa siswa memiliki potensi representasi jajar genjang melalui gambar. Akan tetapi potensi komunikasi matematis siswa melalui representasi kalimat verbal dan gambar belum muncul ketika sifat-sifat jajar genjang ditanyakan kepadanya. Diduga hal ini disebabkan oleh sifat-sifat jajar genjang yang abstrak di dalam pikiran siswa sehingga sifat-sifat tersebut sukar direpresentasikan ke dalam gambar.

Potensi komunikasi matematis siswa belum sepenuhnya muncul ketika mengkomunikasikan sifat-sifat dan luas jajar genjang melalui simbol. Sifat-sifat dan luas jajar genjang yang ditulis dalam bentuk simbol diduga tidak asing dijumpai oleh siswa dan mengerti arti dari simbol-simbol tersebut namun potensi siswa belum muncul ketika mengomunikasikan simbol-simbol tersebut kedalam kalimat verbal. Demikian juga ketika siswa diminta menuliskan sifat jajar genjang dalam bentuk simbol, potensi komunikasi matematis siswa belum sepenuhnya muncul. Diduga simbol-simbol tersebut masih abstrak dan belum terjangkau oleh pikiran mereka meskipun simbol-simbol tersebut sering dijumpai dalam buku teks atau saat proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Lestari (2011: 66) yang menyatakan bahwa bentuk representasi yang terlihat mendominasi pada buku teks matematika adalah simbol. Simbol matematika yang digunakan masih bersifat abstrak, sehingga siswa terkadang jenuh dan bingung dalam mempelajari matematika.

Potensi komunikasi matematis siswa belum muncul ketika mengo-munikasikan sifat-sifat jajar genjang melalui diagram Cartesius. Diagram Cartesius memuat dua representasi yaitu gambar dan simbol. Simbol yang terdapat pada diagram Cartesius berupa

titik koordinat, diduga titik-titik tersebut masih abstrak dan belum terjangkau oleh pikiran siswa. Potensi komunikasi matematis siswa belum muncul ketika siswa diminta merepresentasikan titik-titik tersebut kedalam diagram Cartesius sebagai cara untuk mengkomunikasikan sifat-sifat dan luas jajar genjang. Diduga kombinasi dua representasi yaitu simbol dan gambar yang menjadi salah satu penyebab potensi komunikasi matematis siswa belum muncul secara optimal ketika mengomunikasikan sifat-sifat dan luas jajar genjang.

Dari pembahasan mengenai potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar, diagram Cartesius, tabel dan simbol, dapat dirangkum bahwa potensi komunikasi matematis siswa saling berhubungan dan saling mendukung potensi komunikasi matematis lainnya. Simbol dan gambar seharusnya digunakan untuk saling menjelaskan, sehingga kedua potensi ini saling mendukung untuk dikembangkan dan memungkinkan dapat mengmbangkan potensi komunikasi matematis lainnya.

Pengembangan potensi komunikasi matematis siswa mengenai simbol dan gambar diharapkan berimplikasi pada pengembangan potensi komunikasi matematis mengenai diagram Cartesius maupun potensi komunikasi matematis lainnya yang belum dikaji dalam penelitian ini. Dengan mengembangkan potensi komunikasi matematis siswa diharapkan dapat memenuhi salah satu tujuan pembelajaran.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil deskripsi dan analisis data yang diperoleh, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan masalah penelitian bahwa potensi siswa di dalam mengkomunikasikan sifat- sifat jajar genjang melalui gambar ternyata cenderung berhubungan dengan diagram Cartesius, simbol, dan tabel. Sedangkan potensi siswa di dalam mengomunikasikan luas jajar genjang melalui tabel ternayata juga cenderung terkait dengan simbol,

(8)

8 gambar, dan diagram Cartesius. Dari kecenderungan potensi komunikasi matematis siswa mengenai sifat-sifat jajar genjang, ternyata potensi komunikasi matematis siswa melalui gambar lebih berpeluang dikembangkan dalam pembelajaran matematika dibanding komunikasi matematis siswa melalui diagram, simbol, dan tabel. Dari kecenderungan potensi komunikasi matematis siswa mengenai luas jajar genjang, ternyata potensi komunikasi matematis siswa melalui tabel lebih berpeluang dikembangkan dalam pembelajaran matematika dibanding komunikasi matematis siswa melalui simbol, gambar, dan diagram.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini, peneliti memeberi saran sebagai berikut: (1) temuan-temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam merancang pembelajaran sebaiknya memperhatikan potensi komunikasi matematis siswa, (2) peneliti lainnya disarankan untuk mengkaji lebih dalam mengenai potensi komunikasi matematis siswa dari bentuk representasi lainnya.

DAFTAR RUJUKAN

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Yogyakarta: Rineka Cipta.

BNSP, (2006). Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Dirjen Dikdasmen.

Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. [online].

Tersedia:

http://pusatbahasa.diknas.go.id/kkbi/i ndex.php.

Hafsari, Ririn. 2011. Aspek Komunikasi Matematis Pada Buku Teks Matematika Kelas VII SMP. Skripsi.

Pontianak: FKIP UNTAN

Lestari, Novita. 2011. Kandungan Daya Matematis Pada Buku Teks Matematika SMP Kelas VIII. Skripsi.

Pontianak: FKIP UNTAN.

Nawawi, Hadari. 1983. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Referensi

Dokumen terkait

Jika dilihat dari tipe pesantren, beberapa pesantren klasik masih konsisten menggunakan literatur klasik atau yang lebih dikenal dengan istilah kitab kuning sebagai rujukannya,

Tanaman apu-apu (Pistia stratiotes) memiliki kandungan protein kasar yang tinggi sebesar 35,7%, BETN sebesar 16,6% tetapi disamping itu memiliki juga serat kasar

Tugas akhir ini akan mengukur seberapa besar nilai spectrum occupancy pada suatu slot frekuensi tertentu yang ditetapkan, dalam hal ini adalah frekuensi GSM 1800 MHz sebagai

Dengan memanjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan Hidayah-Nya kepada Peneliti, sehingga penelitian yang berjudul: Problematika

Kekurangan cara ini adalah butuhnya waktu lebih untuk melakukan pemesanan ke toko lain dan tidak dapat mengambil untung karena harga jual yang ditawarkan sama dengan harga yang

KEPALA DINAS PERIKANAN DAN KELAUTAN KABUPATEN BULELENG.. 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah. 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau Pulau

Dari sampel inklusi sebanyak 112 pasien didapatkan waktu terjadinya insiden fraktur femur yang paling sering pada pasien yang berkunjung ke poli orthopaedi Rumah Sakit

 Dalam welfare state, hak kepemilikan diserahkan kepada swasta sepanjang hal tersebut memberikan insentif ekonomi bagi pelakunya dan tidak merugikan secara sosial,