• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kerangka Dasar Teori 2.1.1 Pemasaran

Marketing didefinisikan sebagai susunan fungsi dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan memberikan nilai kepada konsumen dan untuk mengatur hubungan konsumen dengan tujuan mendapatkan benefit untuk organisasi dan stakeholder. Marketing berbicara mengenai mengidentifikasi seseorang dalam memenuhi kebutuhannya. “Marketing manajemen adalah seni dan pengetahuan dalam memilih target pasar dan mendapatkan, menjaga, serta menumbuhkan jumlah customer melalui menciptakan, menngirimkan, dan mengkomunikasikan customer value”. (Kotler & Keller, 2009, p. 45).

2.1.2 Jasa

Ada banyak tanggapan mengenai sebuah layanan jasa menurut beberapa ahli seperti yang dikemukakan oleh Menurut Kotler (2006) Jasa adalah setiap tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan satu pihak ke pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun.

Produksinya dapat dikaitkan atau tidak pada suatu produksi fisik.

Menurut Zeithaml dan bitner (2008) mengemukakan definisi jasa sebagai

“seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan , memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud bagi pembeli pertamanya” (p.4). Dari kedua pengertian mengenai jasa di atas dapat disimpulkan layanan atau jasa merupakan setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang bersifat tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan tertentu.

Dengan demikian manajemen pemasaran jasa merupakan proses penyelarasan sumber-sumber sebuah organisasi terhadap kebutuhan pasar.

Pemasaran memberi perhatian pada hubungan timbal balik yang dinamis antara

(2)

produk dan jasa perusahaan, keinginan dan kebutuhan pelanggan serta kegiatan- kegiatan para pesaing.

Ada 4 ciri – ciri khas dari jasa menurut Kotler (2006) antara lain : 1. Intangibility (tidak berwujud).

Jasa tidak seperti produk fisik, jasa tidak dapat dilihat, dirasa,diraba,didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli.

2. Inseparability (tidak dapat dipisahkan).

Umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika seseorang melakukan jasa, maka penyediaannya adalah bagian dari jasa. karena pelanggan juga hadir saat jasa itu dilakukan, interaksi penyedia pelanggan adalah ciri khusus dari pemasaran jasa. baik penyedia maupun pelanggan mempengaruhi hasil jasa.

3. Variability/Heterogeneity (berubah-ubah).

Jasa sangat bervariasi karena dia tergantung pada siapa yang menyediakan dan dimana jasa itu dilakukan.

4. Perishability (tidak tahan lama).

Jasa tidak bisa disimpan. Mudah lenyapnya jasa tidak jadi masalah bila permintaan tetap karena mudah untuk terlebih dahulu mengatur staf untuk melakukan jasa itu bila permintaan berfluktuasi, perusahaan jasa menghadapi masalah yang rumit.

2.1.3 Bauran Pemasaran

Bauran pemasaran menurut McDonald dan Payne (2006) adalah “Sarana sebuah organisasi untuk meningkatkan kecocokan antara manfaat yang dicari oleh pelanggan dan yang ditawarkan oleh organisasi sehingga dapat memperoleh keuntungan diferensial. antara alat ini adalah produk, harga, promosi dan tempat”

(p. 382).

Komponen-komponen pokok Marketing Mix adalah:

1. Product (Produk)

Definisi produk menurut McDonald dan Payne adalah: “The product or service being offered” Produk adalah sebuah produk atau jasa yang ditawarkan.

2. Price (Harga)

(3)

Definisi harga menurut McDonald dan Payne adalah: “The price of fees charged and the terms associated with its sale”. Harga adalah sejumlah uang atau biaya yang dibebankan untuk sebuah produk atau jasa dan terkait dengan penjualannya.

Harga merupakan elemen dari bauran pemasaran yang bersifat fleksibel, dimana suatu saat harga akan stabil dalam waktu tertentu tetapi dalam seketika harga dapat juga meningkat atau menurun dan juga merupakan satu-satunya elemen yang menghasilkan pendapatan dari penjualan.

3. Place (Tempat)

Definisi menurut menurut McDonald dan Payne adalah: “The distribution and logistics involved in making the product/service available”.

Distribusi dan Logistik yang terlibat dalam membuat produk / layanan yang tersedia.

4. Promotion (Promosi)

Sedangkan menurut McDonald dan Payne yang dimaksud dengan promosi adalah: “ The communications programme associated with marketing the product or service “. Komunikasi program yang terkait dengan pemasaran produk atau jasa.

2.1.4 Restoran

Salah satu industri yang bergerak di bidang jasa adalah industri restoran.

Di dalam Kamus Besar bahasa Indonesia Restoran berasal dari kata Res.to.ran yang berarti Rumah Makan. Restoran merupakan sebuah industri layanan jasa yang menuntut sebuah service quality yang baik agar dapat memuaskan para konsumennya. Menurut Suarthana (2006, p. 23) restoran adalah: ”tempat usaha yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya”.

Menurut Sihite (2000, p. 16) restoran adalah: “suatu tempat dimana seseorang yang datang menjadi tamu yang akan mendapatkan pelayanan untuk menikmati makanan, baik pagi, siang, ataupun malam sesuai dengan jam bukanya dan oleh tamu yang menikmati hidangan itu harus membayar sesuai dengan harga yang ditentukan sesuai daftar yang disediakan di restoran itu”.

(4)

Restoran adalah suatu tempat yang identik dengan jajaran meja-meja yang tersusun rapi, dengan kehadiran orang, timbulnya aroma semerbak dari dapur dan pelayanan para pramusaji, berdentingnya bunyi-bunyian kecil karena persentuhan gelas-gelas kaca, porselin, menyebabkan suasana hidup didalamnya. (Sugiarto dan Sulartiningrum, 2001, p. 77).

Pandangan lain tentang Restoran adalah suatu usaha komersial yang menyediakan jasa pelayanan makanan dan minuman bagi masyarakat umum dan dikelola secara professional. (Soekresno, 1991, p. 16)

Menurut Soekresno (1991,p.16), ada beberapa macam restoran dilihat dari kategorinya antara lain:

1. Non Komersial

Yang dimaksud non komersial adalah restoran yang menjual makanan dan minuman kepada pihak tertentu, seperti kantin sekolah, rumah sakit.

2. Komersial

Ada beberapa jenis restoran komersial:

a. Classical Restaurant : restoran ini menekankan pada gourmet-style cuisine, arti dalam bahasa Indonesia adalah sebagai seni dalam menyiapkan makanan. Restoran ini dikenal cukup mahal dibandingkan dengan restoran yang lainnya, karena restoran ini didesain dan dioperasikan dalam tradisi Eropa.

b. Occasional Restaurant : restoran ini merupakan restoran kelas menengah ke atas. Biasanya diwujudkan untuk formal maupun informal.

c. Speciality Restaurant : dikatakan restoran special dikarenakan restoran ini termasuk restoran etnik, seperti Jepang Italia, Cina.

d. Family Style Restaurant : tema yang dianut oleh family restaurant pada umumnya menganut suasana dan menu yang sederhana, seperti kafetaria, tea shop, coffe shop.

e. Fast Food Restaurant : restoran ini dirancang untuk kenyamanan dan menu yang siap saji, dengan yang relative murah.

Sedangkan menurut Power, restoran dapat dibagi berdasarkan food services. Antara lain: (Powers, 1999, p.64)

(5)

1. Dining Market yaitu restoran yang mengutamakan pemenuhan kebutuhan sosial. Ada bermacam-macam jenisnya, antara lain:

a. Fine Dining Restaurant : restoran yang dapat menampung orang kurang dari 100 orang.

b. Casual Dining : restoran yang menganut tema untuk orang dapat bersantai dan dapat menikmati suasana tenang, sehingga jenis makanan, minuman dan dekorasi interior juga disesuaikan dengan tema yang dianut.

c. Speciality Restaurant : restoran ini memiliki cirri yang terdapat pada menu dan dekorasi yang disajikan sesuai dengan tema.

d. Ethnic restaurant : restoran yang menjual makanan dan minuman sesuai dengan etnik dari daerah tertentu.

2. Eating Market yaitu restoran yang lebih mengutamakan pemenuhan akan kebutuhan biologis saja. Macam-macamnya antara lain:

a. Cafetarias : disisni disajikan bermacam-macam jenis makanan dan minuman yang dapat customer pilih dengan melihat papan menu.

Pelayanannya pun lebih mengutamakan self service yaitu customer mengambil sendiri dan mengantarkan makanannya sendiri.

b. Take Out dan Delivery : makanan yang dibeli oleh customer dapat langsung dibawa pulang atau pun juga dapat pesan antar.

c. Drive Through : disini customer dapat memesan tanpa harus masuk ke restoran, tapi juga dapat memesan didalam kendaraan. Menu yang disajikan pun merupakan menu yang cepat saji.

Dengan perkembangan dunia yang semakin maju dan modern ditambah dengan tingkat perbaikan ekonomi yang semakin tinggi disertai dengan makin banyaknya manusia ke luar rumah untuk berbagai kesibukan menyebabkan industri restoran dapat berkembang pesat seperti sekarang ini sehingga perkembangan dari sebuah restoran semakin meningkat. Ada beberapa jenis dari sebuah restoran menurut Sugiarto dan Sulartiningrum (2001, p. 102) antara lain:

1. Vending Machine

Jenis restoran ini menggunakan mesin otomatis dan seseorang dapat mengambil makanan yang dikehendaki dengan memasukkan sejumlah koin

(6)

sesuai dengan harga makanan yang tertera. Contohnya seperti vending machine yang menjual Ramen.

2. Delicatessen

Restoran khusus yang menjual makanan seperti ham, sausage, bacon, dan sebagainya.

3. Bistro

Restoran kecil, modern dari Negara Perancis. Restoran ini biasanya terdapat di pertokoan dimana orang banyak melalui tempat tersebut.

4. Canteen

Restoran yang menyediakan makanan kecil. Dahulu aslinya restaurant ini berada di bawah kamp militer. Sekarang istilah kantin banyak digunakan sebagai restoran untuk karyawan pada perusahaan atau berada di gedung- gedung perkantoran.

5. Café

Jenis restoran ini sampai sekarang masih banyak tersebar di kota-kota besar, biasanya jenis pelayanan ini juga disajikan hiburan berupa music life show, dan lain-lain.

6. Rail Road Catering

Restoran yang berada di dalam kereta api. Tamu dapat makan di restoran atau mememesan pada waiter/waitress yang hilir mudik di gang antara tempat duduk. Atau dengan menggunakan kereta dorong atau nampan para waiter menjajakan makanan/minuman.

7. Pool Snack Bar

Pool snack bar adalah counter bar kecil yang terletak di tepi kolam renang.

Di samping menyediakan minuman, makanan kecil, tamu juga dapat memesan makanan lain.

8. Cafetaria

Self service restoran, di mana tamu mengambil sendiri hidangan yang disukai dan makanan diatur di atas meja. Untuk jumlah pembayaran sesuai dengan harga makanan yang diambil.

9. Chop Steak atau Steak House

(7)

Sebuah restoran dengan spesialisasinya menjual makanan yang dibakar atau di-chop.

10. Coffee Pot

Restoran kecil yang informal dengan harga yang dapat dijangkau oleh golongan ekonomi manapun, bisanya berupa warung dan berada di tepi-tepi jalan, sebagai contoh adalah warteg.

11. Drive Inn

Restoran yang berada di teater mobil, makanan dihidangkan di dalam mobil, hanya menjual makanan yang praktis seperti hotdog, sandwich, ice cream, dan sebagainya.

12. Lunch Wagon atau Wagon Restaurant

Restoran dorong yang biasanya menghidangkan makanan-makanan kecil, seperti bakso, sate, mie, dan sebagainya.

13. Rathskeller

Suatu restoran ciri khas Jerman, yang biasanya terletak dibawah tangga atau di dalam basement.

14. Common

Restoran yang menghidangkan makanan untuk banyak orang dalam satu meja panjang, biasanya terdapat di lembaga atau kamp militer.

15. Specialties Restaurant

Restoran khusus yang menyajikan hidangan-hidangan khas dari daerah atau negara tertentu, seperti restoran padang, sea food restoran, Chinese food, restoran jawa, dan sebagainya

Dari beberapa definisi dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa restoran adalah tempat usaha yang melayani tamu yang datang dengan kegiatannya menyediakan layanan jasa yang menjual makanan dan minuman yang bersifat komersial. Menurut pandangan dari penulis ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha yang bergerak di bidang jasa seperti restoran ini adalah faktor Product Quality, Service Quality, dan Store atmosphere dari restoran tersebut.

(8)

2.1.5 Intervening

Menurut Tuckman (dalam Sugiyono, 2007) intervening variabel adalah variabel yang secara teoritis mempengaruhi hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen menjadi hubungan yang tidak langsung dan tidak dapat diamati dan diukur. Variabel ini merupakan variabel penyela / antara variabel independen dengan variabel dependen, sehingga variabel independen tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau timbulnya variabel dependen.

2.1.6 Product Quality

Dalam usaha menarik minat beli pelanggan potensial, maka produk harus dibuat berkualitas, terutama dalam memenuhi harapan konsumen agar menjadi puas dan loyal pada perusahaan. Menurut Kotler dan Keller . (2009,p.169),

“Product quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs.” Maksudnya, product quality merupakan keseluruham ciri atau sifat barang dan jasa yang berpengaruh pada kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang dinyatakan maupun yang tersirat. Setiap perusahaan yang menginginkan dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan, maka akan berusaha membuat produk yang berkaitan, yang ditampilkan baik melalui ciri-ciri luar (design) produk maupun inti (core) produk itu sendiri. Sehingga konsumen dapat dengan mudah mengingat produk dari perusahaan tersebut.

Kualitas produk yang dimaksud dalam industri restoran ini adalah kualitas makanan dari Dream cars resto & café. Menurut Gaman & Sherrington (1996, p.132), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas makanan adalah:

1. Warna

Warna dari bahan-bahan makanan harus dikombinasi sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam menambah selera makan konsumen.

2. Penampilan

Ungkapan “looks good enough to eat” bukanlah ungkapan yang berlebihan. Makanan harus terlihat menarik saat berada di atas piring.

(9)

Kesegaran dan kebersihan dari makanan yang disajikan adalah salah satu contoh penting yang akan mempengaruhi penampilan makanan.

3. Porsi

Dalam setiap penyajian makanan, biasanya ditentukan porsi standarnya, dalam hal ini sering disebut sebagai standard portion size.

Definisi dari standard portion size adalah kuantitas item yang harus disajikan setiap kali item tersebut dipesan. Pihak manajemen sendiri dianjurkan untuk membuat standard portion size secara jelas, misalnya berapa gram daging yang harus disajikan.

4. Bentuk

Bentuk makanan memberikan peranan penting dalam daya tarik mata. Bentuk makanan yang menari bisa diperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yang bervariasi.

5. Temperatur

Faktor ini juga dapat mempengaruhi rasa. Rasa manis dari suatu makanan akan lebih terasa saat makanan masih hangat, sementara rasa asin dari sup akan kurang terasa pada saat sup masih panas.

6. Tekstur

Tekstur dari makanan sangat beragam, antara lain: halus atau kasar, keras atau lebut, cair atau padat, kering atau lembab, empuk atau tidak.

7. Aroma

Aroma merupakan reaksi dari makanan yang akan mempengaruhi konsumen, dimana sebelum konsumen menikmati makanan, konsumen dapat mencium aroma dari makanan tersebut.

8. Tingkat kematangan

Tingkat makanan akan mempengaruhi tekstur makanan. Misalnya wortel yang durebus cukup lama akan memiliki tekstur yang lebih lunak daripada wortel yang direbus lebih cepat. Tetapi untuk jenis makanan tertentu seperti steak, setiap orang memiliki selera tersendiri terhadap tingkat kematangannya.

9. Rasa

(10)

Titik – titik perasa pada lidah memiliki kemampuan utnuk mendeteksi empat dasar rasa, yaitu manis, asam, asin, dan pahit. Pada makanan tertentu, keempat rasa ini apabila digabungkan akan menjadi satu rasa yang unik dan menarik untuk dinikmati, misalnya masakan gurami asam manis.

Menurut Ninemeier dan Hayes (2006, p.30), terdapat faktor-faktor dari makanan dan minuman dalam bisnis restoran yang dapat mempengaruhi meal experience konsumen. Faktor-faktor tersebut diantaranya:

1. Penampilan

Makanan yang mempunyai presentasi visual yang baik berperan banyak dalam pengalaman makan konsumen.

2. Kualitas dari produk yang ditawarkan

Kualitas makanan adalah variabel yang berpengaruh terhadap pemilihan restoran.

3. Aroma

Aroma yang makanan akan mempengaruhi reaksi konsumen terhadap makanan bahkan sebelum mereka mengkonsumsinya.

4. Kuantitas dari produk

Kuantitas yang dimaksud dalam hal ini adalah porsi. Porsi makanan diharapkan sesuai dengan harga yang ditawarkan.

5. Standar konsistensi produk

Konsumen yang kembali ke restoran dan mengulang pembelian terhadap makanan yang mereka pesan sebelumnya akan berharap bahwa makanan tersebut sama seperti makanan yang mereka pesan sebelumnya baik dalam hal penampilan, kualitas, aroma, porsi, rasa, dan tekstur

6. Rasa dan tekstur

Ada banyak variasi dari empat rasa dasar (manis, asin, kecut, dan pahit) yang dikombinasikan untuk menciptakan rasa yang unik untuk suatu jenis makanan. Selain rasa, ada banyak tekstur makanan, antara lain halus/

tidak, keras/lembut, cair/padat, kering/lembab, empuk/tidak. Tingkat tipis dan halus serta bentuk makanan yang dapat dirasakan lewat tekanan dan gerakan dari receptor di mulut.

(11)

7. Temperature

Konsumen menikmati sebuah variasi ketika temperature diberikan pada makanan, tetapi temperatur tidak hanya berfungsi sebagai variasi tetapi juga berpengaruh terhadap rasa. Rasa manis dari suatu makanan akan lebuh terasa saat makanan tersebut masih hangat, sementara rasa asin dari sup akan kurang terasa saat pada saat sup masih pana.

8. Warna makanan yang disajikan

Warna makanan yang dijikan, Warna dari bahan-bahan makanan harus dikombinasikan sedemikian rupa supaya tidak terlihat pucat atau warnanya tidak serasi. Kombinasi warna sangat membantu dalam menambah selera makan.

9. Bentuk

Bentuk makanan memainkan peranan penting dalam daya tarik mata.

Bentuk makanan yang menarik bisa diperoleh lewat cara pemotongan bahan makanan yang bervariasi. 

2.1.7 Service Quality

Setiap pelaksanaan sebuah jasa pasti memiliki sebuah kualitas yang dapat memberikan sebuah nilai apakah jasa tersebut memuaskan atau tidak bagi para konsumen yang menggunakan sebuah jasa. Selain itu kualitas layanan juga merupakan sebuah faktor yang harus dipertimbangkan karena dari dimensi inilah yang akan menjadi pembeda dari jenis perusahaan jasa lainnya. Ada beberapa pengertian mengenai service quality.

Menurut Zeithaml (1998) Service quality adalah penilaian pelanggan atas keunggulan atau keistimewaan suatu produk atau layanan secara menyeluruh. Sedangkan Boone & Kurtz (1995) mengatakan bahwa kualitas layanan mengacu pada kualitas yang diharapkan dalam penawaran jasa. Kualitas ditentukan dalam kepuasan atau ketidakpuasan konsumen.

Menurut Mangold & Babakus (1991) kualitas layanan adalah hasil dari proses di mana ekspetasi konsumen dalam menggunakan jasa dibandingkan dengan penyampaian jasa yang sesungguhnya. Dari beberapa definisi di atas dapat di ambil sebuah kesimpulan bahwa service quality itu sendiri adalah kualitas jasa

(12)

yang diberikan kepada para konsumennya baik yang dapat memuaskan konsumennya atau tidak dapat memuaskan para konsumennya. Salah satu Industri yang bergerak di bidang jasa adalah industry Restoran.

Service quality dalam implementasi mempunyai beberapa dimensi, yang keberadaanya perlu diperhatikan.

Kualitas total suatu jasa terdiri atas tiga komponen utama (Gronroos dalam Hutt dan Speh, 1992), Yaitu:

a. Technical Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas output jasa yang diterima pelanggan. Menurut Parasuraman, et al. (dalam Bojanic, 1991), technical quality dapat diperinci lagi menjadi:

• Search Quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi pelanggan sebelum membeli, misalnya harga

• Experience Quality, yaitu kualitas yang dapat dievaluasi yang hanya bisa dievaluasi pelanggan setelah membeli atau mengkonsumsi jasa.

Contohnya ketepatan waktu, kecepatan pelayanan, dan kerapian hasil

• Credence Quality, kualitas yang sukar dievaluasi pelanggan meskipun telah mengkonsumsi suatu jasa.

b. Functional Quality, yaitu komponen yang berkaitan dengan kualitas cara penyampaian suatu jasa

c. Corporate Image, yaitu profil, reputasi, citra umum, dan daya tarik khusus suatu perusahaan.

Dijelaskan oleh Zeithaml, Bitner, dan Gremler (2009, p.111) ada lima dimensi “service quality, yaitu reliability, responsiveness, assurance, empaty, dan tangibles”. Yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Reliability (keandalan), berarti kemampuan badan usaha memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan yang dapat diandalkan dan secara akurat.

2. Responsiveness (daya tanggap), keinginan untuk membantu pelanggan dan menyediakan jasa yang sesuai. Berarti cepat dalam memberikan pelayanan dan tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, misalnya karyawan tidak pernah terlalu sibuk untuk merespon permintaan pelanggan.

(13)

3. Assurance (jaminan), berarti jaminan dan pemberian rasa aman kepada pelanggan yang memerlukan dukungan pengetahuan yang memadai mengenai produk, kesopanan (courtesy), dan sikap professional.

4. Empathy (kepedulian), berarti kepedulian dan perhatian (attention) individu karyawan atau pemilik usaha kepada semua pelanggan.

5. Tangibles (bukti fisik), yaitu meliputi penampilan fasilitas fisik (appearance of physical facilities), peralatan, personalian (karyawan), dan material-material yang dimiliki oleh badan usaha.

Pelayanan dapat dikatakan berkualitas apabila dapat memenuhi harapan pelanggan. Hal ini menunjukkan, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu pelayanan yang diharapkan (expectation) dan pelayanan yang diterima (performance). Pelayanan yang diterima apabila sesuai dengan yang diharapkan, maka pelayanan dipersepsikan baik oleh pelanggan. Jika pelayanan yang diterima melampaui harapan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya, jika pelayanan yang diterima pelanggan lebih rendah dari pada pelayanan yang diharapkan, maka kualitas pelayanan dipersepsikan buruk. Dengan demikian, baik atau buruk kualitas pelayanan suau perusahaan terganung pada kemampuan perusahaan penyedia layanan tersebut dalam memenuhi harapan pelanggan secara konsisten.

2.1.8 Store Atmosphere

Store Atmosphere juga merupakan salah satu elemen penting yang mampu mempengaruhi kepuasan dan loyalitas konsumen, karena dalam proses keputusan pembeliannya konsumen tidak hanya memberi respon terhadap barang dan jasa yang ditawarkan oleh sebuah restaurant, tetapi juga memberikan respon terhadap lingkungan pembelian yang diciptakan oleh restaurant, seperti yang dikemukakan oleh

Levy dan Witz (2001, p. 556) :

“Customer purchasing behavior is also influenced by the store atmosphere”.yang mengatakan bahwa perilaku pembelian yang dilakukan oleh pelanggan juga dipengaruhi oleh suasana toko.

(14)

Definisi store atmosphere menurut Levy dan weitz (2001, p. 576) mengatakan bahwa:

“Atmospherics refers to the design of an environment via visual communications, lighting, colors, music and scent to stimulate customers’

perceptual and emotional responses and untimately to affect their purchase behavior”.

Menurut Levy dan Weitz (2001, p.118), store atmosphere terdiri dari dua yaitu instore atmosphere dan outstore atmosphere.

1. Instore atmosphere

Instore atmosphere adalah pengaturan-pengaturan di dalam ruangan yang menyangkut:

• Layout internal merupakan pengaturan dari berbagai fasilitas dalam terdiri dari tata letak meja kursi pengunjung, tata letak meja, kasir, dan tata letak lampu, pendingin ruangan, sound.

• Suara merupakan keseluruhan alunan suara yang dihadirkan dalam ruangan untuk menciptakan kesan rileks yang terdiri dari live music yang disajikan restoran dan alunan suara music dari sound system.

• Bau merupakan aroma-aroma yang dihadirkan dalam ruangan untuk menciptakan selera makan yang timbul dari aroma makanan dan minuman dan aroma yang ditimbulkan oleh pewangi ruangan.

• Tekstur merupakan tampilan fisik dari bahan-bahan yang digunakan untuk meja dan kursi dalam ruangan dan dinding ruangan.

• Desain interior banguan adalah penataan ruang-ruang dalam restoran kesesuaian meliputi kesesuaian luas ruang pengunjung dengan ruas jalan yang memberikan kenyamanan, desain bar counter, penataan meja, penataan lukisan-lukisan, dan sistem pencahayaan dalam ruangan.

(15)

2. Outstore atmosphere

Outstore atmosphere adalah pengaturan-pengaturan di luar ruangan yang menyangkut:

• Layout eksternal yaitu pengaturan tata letak berbagai fasilitas restoran diluar ruangan yang meliputi tata letak parkir pengunjung, tata letak papan nama, dan lokasi yang strategis.

• Tekstur merupakan tampilan fisik dari bahan-bahan yang digunakan bangunan maupun fasilitas di luar ruangan yang meliputi tekstur dinding bangunan luar ruangan dan tekstur papan nama luar ruangan.

• Desain eksterior bangunan merupakan penataan ruang-ruang luar restoran melliputi desain papan nama luar ruangan, penempatan pintu masuk, bentuk bangunan dilihat dari luar, dan sistem pencahayaan luar ruangan.

Hollander (1990, p.37) mendefinisikan “desain store atmosphere sebagai tempat fisik yang digunakan untuk mengorganisir produk. Dan mutu pelayanan berfungsi sebagai generator yang dapat meningkatkan citra store”. Sedangkan menurut Berman dan Ervans (1997, p.548) mendefinisikan “desain store atmosphere sebagai karakteristik store fisik yang digunakan untuk mengembangkan dan menciptakan konsumen. Penerangan, suara, bau, dan atribut lainnya membentuk image konsumen”.

Menurut Berman dan Ervans (1997, p. 362): “The creation of an image depends heavily on the atmosphere that the store develops. Atmosphere refers to the physical characteristics of thee store that are used to develop an image ad to draw customers. It is major component of image.” Penciptaan suatu citra untuk sebuah store tergantung pada penyesuaian kombinasi fisik yang mengarah pada kemampuan untuk mengembangkan nilai artistik dari lingkungan store sehingga mampu memicu daya tarik bagi konsumen.

Menurut Berman (2001, p. 604) store atmosphere terbagi ke dalam 4 elemen, yaitu:

1. Exterior / bagian depan toko.

(16)

Bagian depan toko adalah bagian termuka yang memiliki pengaruh kuat pada citra toko tersebut, maka hendaknya memberikan kesan yang menarik dan sebaik mungkin. Di samping itu, sebaiknya menunjukkan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya karena bagian depan dan eksterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan.

2. General Interior

General interior dari suatu toko harus dirancang untuk memaksimalkan visual merchandising. Seperti kita ketahui, iklan dapat menarik pembeli untuk datang ke toko, tetapi yang paling utama yang dapat membuat penjualan setelah pembelian berada di toko adalah display.

Display yang baik adalah yang dapat menarik perhatian pengunjung dan membantu mereka agar mudah mengamati, memeriksa dan memilih barang-barang itu dan akhirnya melakukan pembelian ketika konsumen masuk ke dalam toko.

3. Store Layout / tata letak

Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari peralatan barang dagangan di dalam toko serta fasilitas toko. Layout toko akan mengundang masuk atau menyebabkan pelanggan menjahui toko tersebut ketika konsumen melihat bagian dalam toko melalui jendela etalase atau puntu masuk. Layout toko yang baik akan mampu mengundang konsumen untuk betah berkeliling labih lama dan membelanjakan uangnya lebih banyak.

4. Interior (Point-Of-Purchase) Displays

Setiap jenis POP display menyediakan informasi kepada pelanggan untuk mempengaruhi suasana lingkungan toko. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba toko. Yang termasuk di dalamnya antara lain : poster, tanda petunjuk lokasi, display barang pada hari khusus seperti lebaran dan tahun baru.

2.1.9 Kepuasan Konsumen

Menurut Zeithaml (2006), kepuasan konsumen adalah suatu evaluasi akhir dari konsumen mengenai sebuah produk atau jasa, dimana produk atau jasa

(17)

tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen. Sedangkan menurut pendapat Soelasih (2004, p.86) yang mengemukakan bahwa kepuasan merupakan tingkat perasaan konsumen yang diperoleh setelah konsumen melakukan atau menikmati sesuatu. Dengan demikian dapat diartikan bahwa kepuasan konsumen merupakan perbedaan antara yang diharapkan konsumen (nilai harapan) dengan situasi yang diberikan perusahaan di dalam usaha memenuhi harapan konsumen.

Menurut Mowen dan Minor (2005, p.419) kepuasan konsumen merupakan keseluruhan sikap konsumen setelah memperoleh dan menggunakan barang atau layanan. Oleh karena itu suatu perusahaan harus mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen sehingga tercapai kepuasan konsumen dan lebih jauh lagi dapat menciptakan loyalitas konsumen. Sedangkan menurut Kotler dan Keller (2009) secara umum menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa konsumen yang muncul setelah membandingkan antara persepsi/kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.

2.1.9.1 Pengukuran Kepuasan konsumen

Menurut Kotler (2009, p.34), ada tiga metode yang bisa digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu:

1. Periodic Surveys

Survei periodik dapat melacak kepuasan pelanggan secara langsung dan juga mengajukan pertanyaan tambahan untuk mengukur niat pembelian kembali dan kemungkinan responden atau kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.

2. Customer Loss Rate

Metode ini dilaksanakan dengan cara perusahaan menghubungi para konsumen yang telah berhenti membeli atau yang telah beralih pemasok agar dapat memahami mengapa hal itu terjadi. Bukan hanya exit interview saja yang diperlukan, tetapi pemantauan tingkat kehilangan konsumen juga menunjukkan kegagalan perusahaan dalam memuaskan konsumennya.

3. Mystery shoppers

Metode ini dilaksanakan dengan cara memperkerjakan beberapa orang (ghost shopper) untuk dapat bertindak sebagai pembeli potensial untuk

(18)

melaporkan temuan-temuan mereka tentang kekuatan dan kelemahan yang mereka alami dalam membeli produk pesaing.

2.1.9.2 Ciri-Ciri Konsumen yang Terpuaskan

Menurut Kotler (2009), ciri-ciri pelanggan yang puas terhadap sebuah produk adalah konsumen akan setiap terhadap produk tersebut, konsumen juga tidak akan melakukan pembelian terhadap produk dari merek lain atau produk baru yang bermunculan, kemudian konsumen tersebut juga merekomendasikan kepada calon pembeli lain dan mengatakan hal-hal yang baik mengenai produk dan perusahaan.

2.1.9.3 Faktor - faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen

Menurut pendapat Lupiyoadi (2001, p.158) menyebutkan lima faktor utama yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kepuasan konsumen, antara lain:

1. Kualitas Produk

Konsumen akan puas bila hasil evaluasi konsumen menunjukkan bahwa produk yang konsumen gunakan berkualitas. Produk dikatakan berkualitas bagi konsumen, jika produk itu dapat memenuhi kebutuhan konsumen (Montgomery dalam Lupiyoadi, 2001).

2. Kualitas Pelayanan

Konsumen akan merasa puas bila mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan harapan.

3. Emosional

Konsumen merasa puas ketika dipuji karena menggunakan brand yang mahal.

2. Harga

Dengan produk yang sejenis dan memiliki kualitas tetapi harganya yang relatif murah akan memberikan nilai yang lebih tinggi.

3. Biaya

Konsumen yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

(19)

Berdasarkan uraian di atas maka faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan konsumen menurut Lupiyoadi (2001) salah satunya adalah kualitas produk. Produk dikatakan berkualitas jika terpenuhi harapan konsumen berdasarkan kinerja aktual produk.

2.1.10 Loyalitas Konsumen

Menciptakan dan mempertahankan loyalitas konsumen merupakan tujuan utama dari banyak perusahaan (Berry, Carbone, & Haeckel, 2002). Menurut Mowen dan Minor (2008) loyalitas konsumen adalah kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah produk, mempunyai komitmen pada produk tersebut, dan bermaksud meneruskan pembelian di masa yang akan datang.

Menurut Kotler (2009, p.786), “loyalitas konsumen adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merk atau perusahaan”.

Menurut Zeithaml et. Al. (1996) tujuan akhir dari keberhasilan sebuah perusahaan yang menjalin hubungan relasi dengan pelanggannya adalah untuk membentuk loyalitas yang kuat. Indikator dari loyalitas yang kuat adalah:

a. Say positive things, adalah mengatakan hal yang positif tentang produk yang telah dikonsumsi.

b. Recommend friend, adalah merekomendasikan produk yang telah dikonsumsi kepada teman.

c. Continue purchasing, adalah pembelian yang dilakukan secara terus menerus terhadap produk yang telah di konsumsi.

Semakin lama loyalitas seorang pelanggan, semakin besar laba yang dapat diperoleh perusahaan.

2.1.10.1 Ciri – ciri Konsumen yang Loyal

Beberapa ciri khas konsumen yang loyal menurut Griffin (2005) adalah orang yang:

• Melakukan pembelian berulang secara teratur

• Membeli antar lini produk dan jasa

(20)

• Mereferensikan kepada orang lain

• Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

2.1.10.2 Jenis – jenis Loyalitas Konsumen

Menurut Backman dan Crompton (Baloglu, 2002) yang ditulis oleh Buntoro & Wijaya (2010), loyalitas dibagi menjadi 4 berdasarkan behaviour dan attitude dari konsumen. Yang dimaksud dengan behaviour adalah loyalitas yang diukur berdasarkan perilaku pembelian konsumen, sedangkan attitude adalah berdasarkan sikap yang ditunjukkan konsumen terhadap suatu perusahaan. Ada empat kategori tersebut yaitu:

Attitude 

           Low           High       High 

Behaviour 

      Low 

       Gambar 2.1 Dimensi Loyalitas

  Sumber : Backman and Crompton (dalam Baloglu, 2002)

1. High or True Loyalty

Karakteristik loyalitas jenis ini adalah konsumen tidak hanya terpaku pada satu produk dan melakukan pembelian berulang yang cukup sering, namun juga memiliki sikap dan komitmen kuat pada perusahaan.

2. Latent Loyalty

Tingkat loyalitas dimana konsumen menunjukkan pola pembelian berulang yang rendah meskipun sebenarnya mempunyai komitmen yang kuat dan sikap yang positif pada perusahaan.

3. Spurious Loyalty

Konsumen yang dikategorikan dalam spurious loyalty, mempunyai ciri khas melakukan pembelian kembali secara berkala, meskipun tidak ada ikatan secara emosional terhadap merek tersebut.

4. Low Loyalty  

Spurious Loyalty True Loyalty

Low Loyalty Latent Loyalty

(21)

Konsumen dengan loyalitas yang rendah akan menunjukkan keterikatan emosional yang lemah pada produk dan pola pembelian ulang juga rendah.

2.2 Penelitian Terdahulu

Abdullah, dan Rozario (2009) melakukan penelitian dengan judul

“Influence of service and product quality towards customer satisfaction: A case study at the staff cafeteria in the Hotel Industry”. Teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling dimana lokasinya di Kuala Lumpur, Malaysia. Metode analisis yang digunakan adalah descriptive statistic dan inferential statistic. Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti ini berhasil menentukan hubungan antara atribut kualitas makanan, pelayanan dan tempat / suasana dengan kepuasan pelanggan. Dari analisis yang dilakukan untuk menguji hubungan, ketiga atribut memiliki hubungan yang signifikan dengan kepuasan pelanggan. Namun, hanya kualitas layanan dan tempat / suasana memiliki hubungan yang positif. Kualitas makanan mengungkapkan hasil tak terduga dari hubungan negatif. Hasil ini menunjukkan bahwa meskipun persepsi pelanggan terhadap kualitas makanan yang rendah, kepuasan mereka masih tinggi. Penelitian ini digunakan penulis sebagai salah satu referensi dalam pembuatan tugas akhir.

Selain itu dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti, penulis juga dapat mengetahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara atribut kualitas makanan, pelayanan dan tempat/suasana dengan kepuasan pelanggan.

Gambar 2.2 Transaction-Specific Model Evaluation of Service Quality

(SQ)

Evaluation of Product Quality (PQ)

Ambience/place

Transaction Satisfaction

(TSAT)

(22)

Jahanshahi (2001) melakukan penelitian dengan judul “Study the effects of customer service and product quality on customer satisfaction and loyalty”

(Studi kasus pada Tata Motor’s company India). Teknik sampling yang digunakan adalah cross sectional method dimana lokasinya di India. Metode analisis yang digunakan adalah Regression dan ANOVA. Dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti menunjukkan bahwa kualitas layanan pelanggan dan kualitas produk di Perusahaan Tata Motor mempromosikan kepuasan pelanggan, dan juga ada hubungan positif antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan dalam konteks industri otomotif India. Kegunaan dari penelitian ini adalah digunakan oleh penulis sebagai referensi dalam mengerjakan tugas akhir.

Dan dari penelitian ini penulis mengetahui bahwa service quality serta product quality berpengaruh terhadap customer satisfaction. Selain itu penulis juga mengetahui bahwa customer satisfaction adalah salah satu variabel penunjang customer loyalty.

Gambar 2.3 Research Conceptual Model

2.3 Kerangka Konseptual

Pada kerangka konseptual ini terdapat bagan pembanding yang membandingkan dua teori dari tiap variabel nya. Hal tersebut dapat dilihat pada bagan 2.4 mengenai kerangka konseptual. Dan setelah dilakukan perbandingan antar kedua teori tersebut maka penulis memutuskan untuk menggunakan beberapa pilihan teori yang terdapat pada bagan 2.5.

Customer Service Quality

Product Quality

Customer Satisfaction

Customer Loyalty

(23)

 

Loyalitas griffin (2005)

• Melakukan pembelian berulang secara teratur

• Membeli antar lini produk dan jasa

• Mereferensikan kepada orang lain

• Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

Product Quality

ƒ Warna

ƒ Penampilan

ƒ Porsi

ƒ Bentuk

ƒ Temperatur

ƒ Tekstur

ƒ Aroma

ƒ Tingkat kematangan

ƒ Rasa (Gaman

& Sherrington 1996)

Product Quality

• Penampilan

• Kualitas dari produk yang ditawarkan

• Aroma

• Kuantitas dari produk

• Standar konsistensi produk

• Rasa dan tekstur

• Temperature

• Warna makanan yang disajikan

• Bentuk (Ninemeier &

Hayes 2006)

Service Quality a. Technical Quality

ƒ Credence Quality 

ƒ Experience Quality 

ƒ Search Quality  b. Corporate Image  c. Functional

Quality (Gronroos et al,1992) 

Service Quality

ƒ Reliability

ƒ Responsiveness

ƒ Assurance

ƒ Empathy

ƒ Tangibles (Zeithaml et al, 2009)

Store Atmosphere

ƒ Exterior / bagian depan toko.

ƒ General Interior

ƒ Store Layout / tata letak

ƒ Interior (Point- Of-Purchase) Displays (Berman,2001) Store Atmosphere

a. Instore atmosphere

ƒ Layout internal

ƒ Suara

ƒ Bau

ƒ Tekstur

ƒ Desain interior bangunan

b. Outstore atmosphere

ƒ Layout eksternal

ƒ Tekstur

ƒ Desain eksterior bangunan (Levy

& Weitz,2001) Kepuasan (Zeithaml,2006)

• Konsumen puas dengan jasa atau produk yang ditawarkan

• Jasa atau produk tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen

Product Quality Service Quality Store Atmosphere

2.4 Gambar Kerangka Konseptual

29

Universitas Kristen Petra

(24)

Product Quality

Gaman & Sherrington serta Ninemeier & Hayes merupakan peneliti yang meneliti bidang product quality yaitu kualitas makanan. Pada teori yang dikemukakan oleh Gaman & Sherrington (1996) faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas makanan di dalam product quality dibagi menjadi 9 faktor yaitu faktor Warna, faktor Penampilan, faktor Porsi, faktor bentuk, faktor temperature, faktor tekstur, faktor aroma, faktor tingkat kematangan dan faktor rasa. Sedangkan menurut Ninemeier dan Hayes (2006) juga terdapat 9 faktor yang mempengaruhi kualitas dari suatu makanan yaitu faktor Penampilan, faktor Kualitas dari produk yang ditawarkan, faktor Aroma, faktor Kuantitas dari produk, faktor Standar konsistensi produk, faktor rasa dan tekstur, faktor Temperature, faktor Warna makanan yang disajikan dan faktor bentuk. Dari teori di atas dapat dilihat bahwa keduanya memiliki sudut pandang yang hampir sama mengenai kualitas makanan. Bila dipelajari lebih dalam sebenarnya dimensi yang dimiliki oleh Gaman & Sherrington (1996) serta Ninemeier & Hayes (2006) sama-sama membahas mengenai kualitas makanan. Secara garis besar dimensi yang terdapat di dalam dimensi kualitas makanan milik Gaman & Sherrington hampir sama dengan dimensi-dimensi kualitas makanan yang dimiliki oleh Ninemeier & Hayes. Teori milik Gaman & Sherrington memiliki kelebihan yaitu adanya faktor tingkat kematangan yang mengukur apakah tingkat kematangan terhadap suatu makanan akan mempengaruhi tekstur makanan. Sedangkan teori milik Ninemeier & Hayes lebih diperbaharui, hal tersebut terlihat dari tahunnya.

Selain itu pada teori milik Ninemeier & Hayes memiliki faktor pembeda dengan teori yang dikemukakan oleh Gaman & Sherrington yaitu faktor kualitas dari produk yang ditawarkan yang mengukur apakah daktor tersebut dapat berpengaruh terhadap seorang konsumen dalam memilih restoran serta Standar konsistensi produk yang mengukur makanan yang konsumen pesan memiliki penampilan, kualitasm aroma, porsi, rasa, dan tekstur yang sama pada saat mereka datang sebelumnya. Oleh karena pertimbangan di atas makan peneliti memilih teori yang diungkapkan oleh Ninemeier & Hayes karena lebih lengkap dan telah diperbaharui untuk digunakan dalam penelitian ini.

(25)

Service Quality

Teori mengenai service quality yang dikemukakan oleh Gronroos dalam Hutt dan Speh (1992) faktor-faktor yang mempengaruhi service quality dibagi menjadi 3 yaitu faktor Technical Quality, faktor Functional Quality, dan faktor Corporate Image dengan indikator pada faktor Technical Quality dalam Bojanic (1991) antara lain Search Quality, Experience Quality, dan Credence Quality.

Kelebihan dalam teori ini yaitu adanya variabel Technical Quality, Functional Quality berserta dimensinya. Kedua variabel tersebut dapat digunakan untuk mengetahui kualitas jasa yang diberikan dari sebuah restoran kepada pelanggannya. Sedangkan variabel Corporate Image menurut penulis kurang memberikan pengaruh terhadap sebuah kualitas jasa. Sedangkan teori milik Zeithaml, Bitner, dan Gremler (2009) yang menjelaskan bahwa service quality terbagi menjadi 5 bagian yaitu Reliability, Responsiveness, Assurance, Tangibles , Empathy. Kelebihan dari teori milik Zeithaml, Bitner, dan Gremler adalah memiliki 5 dimensi dalam mengkur sebuah kualitas jasa. Dan kelima dimensi tersebut sangat berpengaruh terhadap pengukuran kualitas jasa pada sebuah restoran. Dalam penelitian ini penulis lebih memilih menggunakan teori tersebut karena teori yang dikemukakan oleh Zeithaml, Bitner, dan Gremler lebih relevan untuk digunakan untuk mengukur kualitas dari sebuah jasa.

Store Atmosphere

Pada penelitian ini penulis juga mengukur bagaimana Store Atmosphere dari Dream Cars Resto and Café menurut konsumennya. Teori store atmosphere dikemukakan oleh 2 ahli yaitu menurut Levy dan Weitz serta teori menurut Berman. Teori menurut Levy dan Weitz mengatakan bahwa store atmosphere terbagi menjadi 2 bagian yaitu instore atmosphere serta outstore atmosphere. Di dalam vaiabel instore atmosphere sendiri terbagi menjadi beberapa sub variabel yaitu layout internal, suara, bau, tekstur, dan desain interior bangunan sedangkan outstore atmosphere terbagi menjadi 3 sub variabel yaitu layout eksternal, tekstur, dan desain eksterior bangunan. Sedangkan menurut Berman store atmosphere terbagi menjadi 4 variabel yaitu exterior/bagian depan toko, general interior, store layout/tata letak, serta interior (Point-of-Purchase) Display. Secara garis

(26)

besar kedua teori tersebut memiliki kesamaan dalam memandang mengenai store Atmosphere baik dari dalam ruangan maupun di luar ruangan. Namun menurut penulis teori menurut Levy dan Weitz lebih spesifik untuk menilai Store Atmosphere dari Dream cars café & resto.

                                         

2.5 Gambar Kerangka Konseptual

Store Atmosphere Menurut Levy dan

Weitz (2001) c. Instore

atmosphere

ƒ Layout internal

ƒ Suara

ƒ Bau

ƒ Tekstur

ƒ Desain interior bangunan d. Outstore

atmosphere

ƒ Layout eksternal

ƒ Tekstur

ƒ Desain eksterior bangunan Product Quality

Menurut Ninemeier

& Hayes (2006)

• Penampilan

• Kualitas dari produk yang ditawarkan

• Aroma

• Kuantitas dari produk

• Standar konsistensi produk

• Rasa dan tekstur

• Temperature

• Warna makanan yang disajikan

• Bentuk

Kepuasan (Zeithaml,2006)

• Konsumen puas dengan jasa atau produk yang ditawarkan

• Jasa atau produk tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan konsumen

Service Quality Menurut Zeithaml, Bitner, dan Gremler

(2009)

ƒ Reliability

ƒ Responsiveness

ƒ Assurance

ƒ Empathy

ƒ Tangibles

Loyalitas Griffin (2005)

• Melakukan pembelian berulang secara teratur

• Membeli antar lini produk dan jasa

• Mereferensikan kepada orang lain

• Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

(27)

2.4 Hubungan antar konsep

Seperti yang kita tahu sebuah loyalitas pelanggan terhadap suatu produk atau jasa sangat penting. Menurut Mowen dan Minor (2008) loyalitas konsumen itu sendiri adalah kondisi dimana konsumen mempunyai sikap positif terhadap sebuah produk, mempunyai komitmen pada produk tersebut, dan bermaksud meneruskan pembelian di masa yang akan datang. Loyalitas itu sendiri dapat timbul jika konsumen merasa terpuaskan dalam menikmati sebuah jasa ataupun membeli sebuah produk. Sehingga loyalitas konsumen eratkaitannya dengan kepuasan konsumen. Menurut pendapat Lupiyoadi (2001) ada lima faktor utama yang perlu diperhatikan untuk membangun kepuasan konsumen, antara lain:

Kualitas Produk, Kualitas Pelayanan, Emosional, Harga, dan Biaya. Selain itu teori menurut Levy dan Witz (2001) mengatakan bahwa perilaku pembelian yang dilakukan oleh pelanggan juga dipengaruhi oleh suasana toko. Dari hubungan teori-teori tersebut serta beberapa contoh penelitian yang terdapat didalam penelitian terdahulu, penulis ingin mengembangkan sebuah penelitian yang menganalisi tentang peranan Customer Service Quality, Product Quality, serta Store Atmosphere terhadap customer satisfaction sehingga dapat mebentuk Customer Loyalty.

Gambar 2.6

Kerangka hubungan antar konsep Product Quality

(X1)

Customer Service Quality

(X2)

Customer Satisfaction (Z)

Customer Loyalty (Y)

Store Atmosphere

(X3)

(28)

2.5 Kerangka Berpikir

Gambar 2.7 Kerangka Berpikir Rumusan Masalah

Apakah Product Quality, Service Quality dan Store Atmosphere mempengaruhi loyalitas konsumen melaluli kepuasan sebagai variabel intervening?

Metodologi Penelitian Jenis Penelitian : Kuantitatif Kausal

Populasi :Masyarakat kota Surabaya dengan karakteristik pernah mengunjungi Dream Cars Resyo & Cafe dalam jangka waktu 6 bulan belakangan ini.

Jumlah Sampel : 100 orang dengan kriteria pria atau wanita Metode sampling : Judgement sampling

Alat Penggalian Data : Kuesioner

Alat analisis data : Two Step Regression Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan & Saran Latar Belakang Masalah

• Bisnis yang saat ini masih berpotensial adalah bisnis di bidang makanan

• Salah satu restoran unik di kota Surabaya adalah Dream Cars resto & cafe

• Perlunya Product Quality, Service Quality dan Store Atmosphere untuk membangun kepuasan konsumen agar dapat menjadi loyal

Product Quality Menurut Ninemeier &

Hayes (2006)

• Penampilan

• Kualitas dari produk yang ditawarkan

• Aroma

• Kuantitas dari produk

• Standar konsistensi produk

• Rasa dan tekstur

• Temperature

• Warna makanan yang disajikan

• Bentuk

Service Quality Menurut Zeithaml, Bitner, dan Gremler

(2009)

ƒ Reliability

ƒ Responsiveness

ƒ Assurance

ƒ Empathy

ƒ Tangibles

Store Atmosphere Menurut Levy dan Weitz

(2001) e. Instore atmosphere

ƒ Layout internal

ƒ Suara

ƒ Bau

ƒ Tekstur

ƒ Desain interior bangunan

f. Outstore atmosphere

ƒ Layout eksternal

ƒ Tekstur

ƒ Desain eksterior bangunan

Loyalitas Kepuasan Konsumen

Referensi

Dokumen terkait

Mengacu pada hasil wawancara di atas dapat dijelaskan bahwa untuk melihat partisipasi politik masyarakat Kota Malang yang menjadi tolak ukur adalah jumlah pemilih yang ikut

Untuk pengadaan perunut tersebut telah dilakukan pembuatan senyawa kompleks 58 Co(II)-EDTA dari campuran larutan 58 CoCl 2 dengan garam Na 2 EDTA pada kondisi optimum

Dari perhitungan maju dan mundur terdapat 5 kegiatan kritis yaitu suatu kegiatan dengan Tabel Float nya = 0 dan ini berarti kegiatan tersebut harus dilakukan dan

Rumusan al-Attas tersebut merupakan dasar filosofis bagi tujuan dan sasaran pendidikan serta penyusunan suatu kerangka pengetahuan inti yang terpadu dalam sistem

Toolpath Strategy dari Favourites ini terdapat lima Toolpath strategy sebagai default yaitu, Constant Z Finishing, Offset Area Clear Model, Optimized Constant Z

8. Desa  yang  mampu  mengembangkan  potensi  sumber  daya  secara  optimal,  dan  daya  interaksinya  dengan  wilayah  luar  sangat tinggi disebut ....  A.

Dengan menggunakan sistem ini proses kerusakan bahan dapat diminimalisasi karena bahan baku tidak sempat tersimpan lama dalam gudang ditambah dengan asumsi barang

Namun nilai skala yang hampir sama tidak membuktikan bahwa ketika melakukan pengukuran di lapangan praktikan melakukan pengukuran dengan benar, karena nilai