• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerja Kreatif

Kreativitas didefinisikan sebagai menghasilkan ide-ide baru yang berguna bagi individu itu sendiri maupun sekelompok kecil individu yang bekerja bersama (Amabile, 1988 dalam Zhao & Guo, 2018).

Menurut Guilford (1950) dalam Sternberg (1999) menyatakan bahwa kreativitas adalah kemampuan berpikir individu yang dapat menghasilkan ide-ide ataupun gagasan dengan berbagai macam alternatif dan beberapa proses kreatif yang didukung oleh kondisi lingkungan disekitar individu.

Guilford (1950) dalam Sternberg (1999) mengemukakan aspek- aspek dari kemampuan berpikir kreatif, yaitu :

1. Kelancaran

Kelancaran merupakan kemampuan individu dalam berpikir untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran secara cepat. Dalam kelancaran berpikir yang perlu ditetapkan adalah kuantitas bukan kualitas.

2. Keluwesan

Keluwesan merupakan kemampuan individu dalam berpikir untuk memproduksi sejumlah ide jawaban atau pertanyaan yang bervariasi, melihat suatu masalah dari sudut pandang yang

(2)

berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran.

3. Elaborasi

Elaborasi merupakan kemampuan berpikir yang dimiliki individu dalam mengembangkan, menambahkan ataupun merinci suatu objek gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik.

4. Keaslian (Originality)

Keaslian (originality) merupakan kemampuan berpikir yang dimiliki individu dalam mencetuskan gagasan unik dan asli.

Pada penelitian ini, kerja kreatif didefisikan sebagai penemuan suatu ide dalam proses pemecahan masalah (Simon, 1977 dalam Zhao & Guo, 2018) dan menghasilkan ide-ide baru yang berguna untuk memenuhi tuntutan pekerjaan sehari-hari (Carmeli &

Schaubroeck, 2007 dalam Zhao & Guo, 2018). Dengan kata lain, kerja kreatif adalah upaya individu dalam menemukan suatu ide ataupun gagasan dalam proses pemecahan masalah untuk memenuhi tuntutan pekerjaan sehari hari yang berguna untuk individu itu sendiri maupun sekelompok kecil individu yang sakilng bekerja sama.

2.1.2. Keterlibatan Kerja

Work involvement didefinisikan sebagai sejauh mana situasi

pekerjaan itu penting bagi orang tersebut dan identitasnya. Kanungo (1982) menyatakan bahwa keterlibatan kerja (work involvement) terkait dengan kondisi kognitif atau kepercayaan identifikasi psikologis. Keterlibatan kerja diperkirakan bergantung pada arti

(3)

penting dan potensi pekerjaan seseorang dalam memenuhi kebutuhannya.

Keterlibatan kerja (work involvement) adalah tingkat sejauh mana individu menilai bahwa pekerjaan yang dilakukannya memiliki potensi untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhannya sebagai hasil dari proses identifikasi psikologis yang dilakukan individu terhadap pekerjaannya yang mana proses tersebut bergantung pada sejauh mana kebutuhan-kebutuhan intrinsik maupun ekstrinsik dirasa penting baginya (May, Gilson, & Harter, 2004; Saks, 2006).

Menurut Brown (1996) keterlibatan kerja (work involvement) yaitu dimana seorang individu mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan pekerjaannya, dan menganggap kinerjanya penting untuk dirinya. Cohen (2003) menyatakan bahwa keterlibatan kerja (work involvement) adalah internalisasi nilai kebaikan pekerjaan atau

pentingnya pekerjaan seseorang untuk dirinya sendiri. Keterlibatan kerja sebagai tingkat kinerja mempengaruhi tingkat kebanggaan seseorang dan tingkat pada bagaimana seseorang secara fisik mengidentifikasi diri sebagai pekerjaan atau pentingnya pekerjaan untuk citra diri sendiri.

Dimensi keterlibatan kerja (work involvement) oleh Luthans (2006), antara lain :

1. Perasaan berarti

Kondisi perasaan berarti di definisikan dimana individu merasakan pengalaman bahwa tugas yang sedang dikerjakan berharga, berguna, dan atau bernilai.

(4)

2. Rasa aman

Kondisi rasa aman yang dimaksud adalah mampu menunjukkan atau bekerja tanpa adanya rasa takut atau memiliki konsekuensi negatif terhadap citra diri, status, dan atau karir.

3. Perasaan ketersediaan

Kondisi perasaan ketersediaan dimana individu merasa bahwa sumber-sumber yang memberikan kecukupan fisik personal, emosional, kognitif tersedia pada saat dibutuhkan.

Keterlibatan kerja kreatif (Zhao & Guo, 2018) didefinisikan sebagai mengidentifikasikan diri secara psikologis dengan kerja kreatif dan menganggap kerja kreatif penting dilakukan dalam memenuhi tuntutan sehari-hari atau dimana seorang individu berupaya melibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki dalam proses kreatif yang terkait dengan pekerjaan. Dalam penelitian ini, variabel penelitian yang berkaitan dengan keterlibatan kerja kreatif, antara lain:

2.1.2.1. Keterlibatan Kerja Kreatif Karyawan

Keterlibatan kerja karyawan adalah sejauh mana seorang karyawan berupaya melibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki untuk pekerjaannya. Beberapa karakteristik karyawan yang memiliki keterlibatan kerja (work involvement) yang tinggi (Cohen, 2003) antara lain

menghabiskan waktu untuk kerja, memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pekerjaannya, puas dengan pekerjaannya, memiliki komitmen yang tinggi terhadap karier, profesi, dan

(5)

organisasi, memberikan usaha-usaha yang terbaik untuk melakukan pekerjaannya, intensi turnover rendah, dan memiliki motivasi yang tinggi.

Keterlibatan kerja kreatif karyawan menggambarkan sejauh mana seorang karyawan berupaya melibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki dalam proses kreatif yang terkait dengan pekerjaan (Carmeli & Schaubroeck, 2007 dalam Zhao & Guo, 2018). Dalam kata lain, keterlibatan kerja kreatif adalah upaya individu untuk kerja kreatif dengan memanifestasikan waktu, energi dan sumber daya yang dimilikinya (Carmeli, Reiter Palmon, & Ziv, 2010; Carmeli &

Schaubroeck, 2007 dalam Zhao & Guo, 2018), yang mewakili penilaian subyektif individu tentang sejauh mana mereka terlibat dalam kerja kreatif (Kark & Carmeli, 2009;

Volmer, Spurk, & Niessen, 2012 dalam Zhao & Guo, 2018).

Menurut Lodahl dan Kejner (1965), karyawan yang memiliki tingkat keterlibatan kerja yang tinggi akan memandang pekerjaannya sebagai suatu hal yang penting bagi dirinya. Sehingga dalam kaitannya dengan kerja kreatif, karyawan akan mengembangkan ide-ide ataupun suatu gagasan yang berkaitan dengan pekerjaannya dan akan mengoptimalkan segala sumber daya yang dimilikinya seperti tenaga, bakat, pengetahuan, dan waktu dalam proses kreatif untuk memenuhi tuntutan pekerjaan sehari- hari.

(6)

2.1.2.2. Keterlibatan Kerja Kreatif Pemimpin

Keterlibatan kerja pemimpin adalah sejauh mana seorang pemimpin berupaya melibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki untuk pekerjaannya. Keterlibatan kerja kreatif pemimpin didefinisikan sebagai sejauh mana seorang pemimpin berupaya melibatkan waktu dan sumber daya yang dimiliki dalam mendukung, meningkatkan, serta mengelola hubungan organisasi sedemikian rupa, untuk mempromosikan kreativitas pada karyawan yang terkait dengan pekerjaan (Huang et al., 2016; Jaussi & Dionne, 2003; Mumford et al., 2002 dalam Zhao & Guo, 2018).

Keterlibatan kerja kreatif pemimpin di gambarkan seperti memberikan umpan balik positif, menawarkan dukungan bagi karyawan untuk mengambil bagian aktif dalam pengambilan keputusan, memberikan contoh ide-ide kreatif dalam memecahkan masalah untuk memenuhi tuntutan pekerjaan karyawan, memberikan kebebasan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya dan memenuhi ide-ide baru dengan pikiran terbuka (Jaussi & Dionne, 2003 dalam Zhao & Guo, 2018).

Mumford dkk (2002) keterlibatan kerja kreatif pemimpin adalah sejauh mana seorang pemimpin berupaya melibatkan diri dalam mendukung dan meningkatkan rasa ingin tahu karyawan, mengadvokasi ide-ide baru, keteraturan tujuan dalam kerja kreatif dan melakukan

(7)

kolaborasi. Sejalan dengan itu, Shipper dan Davy (2002) menemukan bahwa reaksi karyawan dan keterlibatan kerja pemimpin bergantung pada campuran keterampilan interaktif dan keterampilan penataan kerja.

2.1.3. Kepribadian Proaktif

Menurut Robbins (2009) kepribadian proaktif merupakan kepribadian dimana induvidu secara aktif berinisiatif untuk memperbaiki keadaan mereka atau menciptakan inisiatif-inisiatif baru di saat individu lain pasif dalam menghadapi berbagai situasi.

Individu yang proaktif cenderung memanfaatkan peluang, berinisiatif, berani bertindak dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. Individu yang proaktif mencari peluang potensial, menunjukkan inisiatif untuk peluang yang ada, mengambil tindakan yang diperlukan, dan mendedikasikan diri mereka untuk berubah dan berkembang (Bateman & Crant, 1993).

Kepribadian proaktif didefinisikan sebagai tindakan yang dimulai oleh individu itu sendiri, berorientasi pada masa depan yang bertujuan untuk meningkatkan kehidupannya (Parker, Williams &

Turner, 2006). Individu yang memiliki kepribadian proaktif yang tinggi merupakan individu yang mampu mengidentifikasi kesempatan dan mengambil tindakan yang tepat untuk memanfaatkan kesempatan tersebut, menampakkan inisiatif dan mempertahankannya, sampai perubahan yang bermakna terjadi (Parker & Sprigg, 1999; Seiberft, Crant, & Kraimer,1999).

(8)

Pengertian proaktivitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah suatu sikap mental, dan tindakan seseorang yang didefinisikan sesuai dengan ciri individu proaktif yang disebutkan oleh Covey (1997) dalam lima sifat, sebagai berikut :

1. Individu proaktif selalu bertanggungjawab

Individu yang proaktif memilih sikap bertanggungjawab atas sikap dan perilakunya. Mereka tidak menyalahkan keadaan, kondisi, atau pengkondisian atas perilaku mereka. Perilaku adalah pilihan sadar, berdasarkan nilai, dan bukan produk dari suasana hati, maupun tekanan sosial yang diterima.

2. Individu proaktif selalu mengerjakan hal yang dapat mereka lakukan

Individu yang proaktif memiliki sifat dan energi yang positif, fokus dalam memperluas dan mengembangkan pekerjaan dan dapat mempengaruhi lingkungannya. Sebaliknya, individu yang reaktif merupakan individu yang menghabiskan energinya dengan berfokus pada kelemahan orang lain, menuduh, dan menyalahkan orang lain.

3. Individu proaktif menggunakan pendekatan dari dalam keluar Yang dimaksud bekerja dari dalam keluar adalah individu yang proaktif berusaha memulai perubahan dengan mengubah dirinya terlebih dulu, juga memeriksa kebenaran paradigma dan persepsi-persepsinya. Sedangkan, individu yang reaktif bekerja dengan cara yang berlawanan. Individu reaktif akan memulai usahanya dengan berusaha mengubah lingkungannya lebih dulu,

(9)

dengan harapan apa yang terjadi pada dirinya bisa diubah, dan individu tersebut tidak mau menyadari bahwa sebagian besar sumber masalah berada dalam dirinya sendiri.

4. Individu yang proaktif hidup berpusat pada prinsip (principle centered)

Individu yang proaktif mendahulukan prinsip dan nilai-nilai yang dimilikinya ataupun yang telah dipilihnya dengan sadar.

Berdasarkan nilai itulah mereka mengarahkan pilihan sikap dan perilakunya. Individu yang proaktif dipengaruhi oleh suasana hati, situasi dan kondisi lingkungan atau tekanan sosial, tetapi mereka tidak akan membiarkan dirinya dikendalikan dalam mengambil keputusan dan perilaku yang dipilihnya.

5. Individu proaktif mengembangkan serta menggunakan anugrah unik manusia.

Individu proaktif mengembangkan dan menggunakan empat anugrah manusia sebagai sifat-sifat unik manusia yang membuatnya berbeda dengan makhluk lainnya secara optimal.

Covey (1997) menyebutkan “four unique human gifts” yang terdiri dari self awareness (kesadaran diri), conscience (hati nurani), creative imagination (imajinasi kreatif) dan independent will (kehendak yang bebas).

2.1.4. Harapan Kreativitas Pemimpin

Menurut Carmeli dan Schaubroeck (2007) dalam Zhao dan Guo (2018), harapan kreativitas pemimpin mengacu pada harapan pemimpin bahwa karyawan harus menampilkan perilaku kreatif.

(10)

Menurut Mumford, Scott, Gaddis, dan Strange (2002) harapan kreativitas pemimpin merupakan salah satu taktik pengaruh yang digunakan pemimpin untuk membuat karyawan menghasilkan ide-ide baru. Harapan kreativitas pemimpin, didefinisikan sebagai persepsi pemimpin terhadap kreativitas karyawan, atau kondisi dimana pemimpin mengharapkan karyawan untuk menampilkan perilaku kreatif sesuai dengan harapannya (Carmeli & Schaubroeck, 2007;

Chang, Jia, Takeuchi, & 2014; Jiang & Gu, 2015; Scott & Bruce, 1994; Tierney & Farmer, 2004).

Harapan kreativitas pemimpin (Eden, 1992) menyiratkan bahwa jika pemimpin mengharapkan lebih banyak akan kreativitas karyawannya maka akan mendapat lebih, karena diyakini karyawan akan berperilaku sesuai dengan harapan pemimpin. Karakteristik objektif karyawan dapat membentuk harapan kreativitas pemimpin juga tergantung pada karakteristik pemimpin itu sendiri.

Berikut ini adalah aspek-aspek yang membentuk harapan kreativitas pemimpin meskipun tanpa adanya interaksi yang diperlukan dengan karakteristik karyawan tertentu (Field, 1989), antara lain :

1. Keyakinan 2. Motivasi 3. Atribusi 4. Sifat

(11)

2.2. Teori Self Determination

Teori self-determination merupakan suatu teori yang menjelaskan sejauh mana perilaku induvidu bisa terdeterminasi dan termotivasi oleh individu itu sendiri. Deci dan Ryan (2008) menekankan bahwa kondisi sosial dan lingkungan di sekitar individu memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kekuatan motivasi ataupun internalisasi motivasi yaitu dengan mendukung atau menghambat kebutuhan dasar psikologis, yaitu otonomi, kompetensi dan relatedness.

Yang menempati posisi unik diantara tiga kebutuhan dasar psikologis yaitu kebutuhan dasar otonomi. Terpuaskannya kebutuhan dasar kompetensi dan relatedness merupakan perilaku terkontrol dalam pencapaiannya, namun pemuasan kebutuhan dasar otonomi sangatlah penting dalam perilaku pencapaian tujuan berkedaulatan diri dan berbagai hasil lain yang maksimal. Apabila kebutuhan dasar psikologis individu dari lingkungan sekitar dapat terpuaskan, maka individu akan mencapai fungsi diri yang sehat, perkembangan psikologis yang baik dan kesejahteraan (Deci

& Ryan, 2000).

Selain itu terpuaskannya tiga kebutuhan dasar psikologis dapat mengubah regulasi perilaku individu dari yang tidak termotivasi secara intrinsik (terdapat pengaruh dari luar diri individu) dapat menjadi perilaku yang berdaulat seperti yang terdapat pada motivasi intrinsik, hal ini biasa disebut sebagai internalisasi motivasi ekstrinsik. Berikut ini perubahan regulasi dalam motivasi ekstrinsik, yaitu:

1. Introjected regulation, dapat digambarkan sebagai penginternalisasian faktor ekstrinsik ke dalam diri individu dimana sebuah penguatan

(12)

perilaku masih termotivasi oleh suatu hadiah atau hukuman, namun penguatan tersebut dibentuk sendiri oleh individu. Sebagai contoh, pada tahap internalisasi awal faktor ekstrinsik ini, karyawan melakukan tindakan atau aktifitas atau terlibat dalam suatu pekerjaan karena merasa harus, bukan karena ingin melakukan tindakan tersebut. Maka dari itu, dalam menjalankannnya sering kali diikuti oleh perasaan tertekan dan khawatir. Kontrol di dalam diri karyawan tersebut berkaitan dengan pengakuan diri (kebanggan) atau ancaman rasa bersalah dan malu.

2. Identified regulation, regulasi yang terjadi pada tingkat ini berdasarkan dari identifikasi dimana karyawan mulai melihat suatu nilai untuk dirinya sendiri dari sebuah aktifitas atau tindakan atau pekerjaam yang dilakukan. Perilaku yang dihasilkan lebih berotonomi, namun perilaku tersebut masih termotivasi secara ekstrisik karena perilaku tersebut tidak dilakukan atas dasar spontanitas untuk kesenangan dan kepuasan pribadi.

3. Integrated regulation merupakan tingkat regulasi yang terjadi ketika karyawan bukan hanya telah berhasil mengidentifikasi sebuah perilaku memiliki suatu hal yang berarti, namun juga telah dapat mengintegrasikan hal tersebut kedalam dirinya atau karyawam sudah memilih sebuah tindakan untuk dikerjakan yang bergerak dari motivasi eksternal ketindakan yang terpilih. Maka dapat dikatakan bahwa regulasi motivasi ektrinsik ini memiliki kebulatan tekad pada diri individu dalam menjalankan tindakannya. Dalam tahap ini, motivasi eksternal telah mencapai titik efektifnya karena dapat memberi kesadaran bagi

(13)

karyawan akan perilaku yang seharusnya dilakukan dan membuat keputusan berdasarkan diri sendiri atau dapat dikatakan bahwa pada tahap ini bentuk penginternalisasian dari motivasi ekstrinsik pada tipe ini telah penuh dan berdaulat seperti pada motivasi instrinsik.

2.3. Perumusan Hipotesis

2.3.1. Pengaruh Keterlibatan Kerja Kreatif Pemimpin pada Keterlibatan Kerja Kreatif Karyawan

Dasar pemikiran dari model trickle-down adalah bagaimana pemimpin dapat memengaruhi persepsi, sikap, atau perilaku karyawannya (Marshall, Mayer, & David, 2013). Menurut efek Trickle Down, atribut pemimpin, perilaku spesifik, dan status psikologis dapat

ditularkan dari tingkat pemimpin ke tingkat karyawan dalam organisasi (Ambrose, Schminke, & Mayer, 2013 dalam Zhao & Guo, 2018), seperti diri kreatif pemimpin, self-efisiensi (Huang, Krasikova,

& Liu, 2016 dalam Zhao & Guo, 2018), keterlibatan kerja (Ten Brummelhuis, Haar, & Roche, 2014 dalam Zhao & Guo, 2018).

Dengan kata lain, keterlibatan kerja kreatif pemimpin dapat meningkatkan keterlibatan kerja kreatif karyawan (Zhao & Guo, 2018).

Teori self-determination (Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao &

Guo, 2018) mengatakan bahwa kondisi sosial dan lingkungan di sekitar individu memiliki peranan penting dalam mempengaruhi kekuatan motivasi ataupun internalisasi motivasi yang dapat mendukung atau menghambat kebutuhan dasar psikologis individu.

(14)

Pemimpin adalah salah satu yang memiliki peranan penting dalam kondisi sosial dan lingkungan individu di tempat kerja, dimana dapat dikatakan bahwa pemipin dapat mempengaruhi kekuatan motivasi ataupun internalisasi motivasi dengan mendukung atau menghambat kebutuhan dasar psikologis individu.

Maka, berdasarkan penjelasan diatas, ketika pemipin terlibat dalam kerja kreatif seperti menunjukkan ide-ide kreatif dan memecahkan masalah dengan cara yang kreatif, menawarkan dukungan bagi karyawan untuk mengambil bagian aktif dalam pengambilan keputusan, dan memenuhi ide-ide baru, serta memberikan umpan balik positif justru pemimpin tersebut menyampaikan sinyal-sinyal bahwa pribadi yang kreatif itu sangat dihargai, dapat diterima, dan diinginkan oleh perusahaan.

Hal tersebut dapat memungkinkan karyawan untuk mengalami rasa kebermaknaan atau mengetahui pentingnya pekerjaannya, dan terdeterminan. Sehingga motivasi ekstrinsik yang terinternalisasi lebih mungkin terjadi, dan menghasilkan pemberlakuan otonom berikutnya (Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao & Guo 2018). Dengan demikian hal tersebut dapat mendukung motivasi otonom karyawan untuk terlibat dalam kerja kreatif (Atwater & Carmeli, 2009; Carmeli et al., 2010 dalam Zhao & Guo, 2018).

H1. Keterlibatan kerja kreatif pemimpin secara positif mempengaruhi keterlibatan kerja kreatif karyawan

(15)

2.3.2. Pengaruh Kepribadian Proaktif Memoderasi Hubungan antara Keterlibatan Kerja Kreatif Pemimpin dan Keterlibatan Kerja Kreatif Karyawan

Pengaruh pemimpin terhadap tingkat keterlibatan individu dalam kerja kreatif mungkin bergantung pada faktor kepribadian (Carmeli & Schaubroeck, 2007; Volmer et al., 2012 dalam Zhao &

Guo, 2018). Artinya, moderator yang dapat memperkuat atau melemahkan dampak dari keterlibatan kerja kreatif pemimpin pada keterlibatan kerja kreatif karyawan ada dalam keterlibatan kerja kayawan itu sendiri. Penelitian sebelumnya telah mengeksplorasi kondisi batas di mana karyawan akan terlibat secara kreatif dalam keterlibatan kerja mengikuti persepsi keterlibatan kerja kreatif pemimpin, dengan mengambil perbedaan individu yaitu kepribadian proaktif (Zhao & Guo, 2018).

Kepribadian proaktif merupakan kepribadian dimana seorang individu cenderung memanfaatkan peluang pada lingkungannya, berinisiatif, berani bertindak dan tekun hingga berhasil mencapai perubahan yang berarti. (Antonacopoulou, 2000; Tolentino et al., 2014 dalam Zhao & Guo, 2018). Maka dapat di spekulasikan bahwa karyawan dengan kepribadian proaktif akan secara aktif mengambil peluang untuk memenuhi kebutuhan otonomi ketika berhadapan dengan pemimpin yang terlibat dalam kerja kreatif. Penelitian lain telah mengungkapkan bahwa keterlibatan kerja kreatif pemimpin menunjukkan dorongan akan nilai kreativitas (Jaussi & Dionne, 2003;

Kark & Carmeli, 2009 dalam Zhao & Guo, 2018).

(16)

Namun, tidak semua individu dapat menangkap implikasi tersebut. Reaksi terhadap keterlibatan kerja kreatif pemimpin cenderung bervariasi di antara individu. Bagi karyawan dengan kepribadian proaktif, mereka tidak hanya dapat secara proaktif menangkap sinyal dari keterlibatan kerja kreatif pemimpin, tetapi juga akan menginternalisasi keterlibatan kerja kreatif para pemimpin untuk menjadi otonom (Bateman & Crant, 1993; Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao & Guo, 2018). Dengan demikian, karyawan tersebut cenderung terlibat dalam pekerjaan kreatif. Konsisten dengan argumen ini, temuan empiris juga menunjukkan bahwa kepribadian proaktif adalah faktor kunci dalam meningkatkan motivasi otonom (Horng, Tsai, Yang, & Liu, 2016; Joo & Lim, 2009 dalam Zhao & Guo, 2018).

Dan jika dibandingkan dengan karyawan proaktif, karyawan non-proaktif mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengukur pentingnya kreativitas yang disampaikan oleh para pemimpin, sehingga mereka akan memiliki motivasi yang kurang otonom untuk terlibat dalam pekerjaan kreatif. Oleh karena itu, kepribadian proaktif dapat memainkan peran moderasi dalam prediksi keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif karyawan dengan hubungan yang terkuat adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang rendah.

H2. Kepribadian proaktif memoderasi hubungan antara keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif

(17)

karyawan, dengan hubungan yang terkuat adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang rendah.

2.3.3 Pengaruh Harapan Kreativitas Pemimpin Memoderasi Hubungan antara Keterlibatan Kerja Kreatif Pemimpin dan Keterlibatan Kerja Kreatif Karyawan

Teori self-determination telah mengklaim bahwa jika motivasi ekstrinsik diikuti dengan tekanan ataupun kontrol eksternal maka akan menghancurkan kebutuhan psikologis dasar individu, motivasi otonom motivasi otonom akan hilang atau berganti (Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao & Guo, 2018). Dan hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya kreativitas (Amabile, Goldfarb, &

Brackfleld, 1990; Shalley & Gilson, 2004 dalam Zhao & Guo, 2018).

Harapan kreativitas pemimpin dapat dilihat sebagai salah satu motivasi ekstrinsik dan sebagai bentuk motivasi terkontrol penting (Qu, Janssen, & Shi, 2015; Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao & Guo, 2018).

Ketika harapan kreativitas pemimpin tinggi, mengingat otoritas kekuasaan pemimpin, dapat dispekulasikan bahwa karyawan cenderung menafsirkan harapan kreativitas pemimpin sebagai kontrol dan tekanan eksternal (Jiang & Gu, 2017; Shin et al., 2017 dalam Zhao & Guo, 2018). Menurut teori self-determination (Gagne & Deci, 2005 dalam Zhao & Guo, 2018), dalam hal ini, harapan kreativitas pemimpin dapat merugikan kebutuhan dasar individu untuk otonomi.

(18)

Maka, apabila mengambil dari perspektif motivasi, harapan kreativitas pemimpin dapat menjelaskan mengapa karyawan ada yang bersedia atau tidak mau secara otonom mengabdikan diri untuk terlibat dalam kerja kreatif mengikuti keterlibatan pekerjaan kreatif pemimpin mereka.

Maka, dengan kata lain, harapan kreativitas pemimpin memoderasi pengaruh antara keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif karyawan dengan hubungan yang terkuat adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya rendah.

H3. Harapan kreativitas pemimpin memoderasi pengaruh antara keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif karyawan, dengan hubungan yang terkuat adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya rendah.

(19)

2.4. Kerangka Pemikiran

Sumber : Zhao dan Guo (2018) Gambar II.1

Kerangka Konseptual

Penelitian ini berusaha untuk memenuhi tiga tujuan, yaitu untuk mengetahui dan menguji pengaruh keterlibatan pekerjaan kreatif pemimpin pada keterlibatan kerja kreatif karyawan, dan yang lainnya adalah untuk mengetahui kapan dan apa yang membuat keterlibatan kerja kreatif pemimpin lebih berpengaruh pada keterlibatan kerja kreatif karyawan dengan melihat pengaruh kepribadian proaktif dan harapan kreativitas pemimpin sebagai variabel moderasi. Singkatnya, hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

H1 : Keterlibatan kerja kreatif pemimpin secara positif mempengaruhi keterlibatan kerja kreatif karyawan.

KKP

(Keterlibatan Kerja Kreatif Pemimpin)

KKK

(Keterlibatan Kerja Kreatif Karyawan)

(KP)

Kepribadian Proaktif

(HKP)

Harapan Kreativitas Pemimpin

H1

H3 H2

(20)

H2 : Kepribadian proaktif memoderasi hubungan antara keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif karyawan, dengan hubungan yang terkuat adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika karyawan memiliki kepribadian proaktif yang rendah.

H3 : Harapan kreativitas pemimpin memoderasi pengaruh antara keterlibatan kerja kreatif pemimpin dan keterlibatan kerja kreatif karyawan, dengan hubungan yang terkuat adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya tinggi dan hubungan yang paling lemah adalah ketika harapan pemimpin akan kreativitas yang dimiliki karyawannya rendah.

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bentuk kualitas pelayanan yang diberikan bank kepada nasabah dalam bentuk reliability adalah kemampuan bank memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, konsisten

• Register your students for the Canadian Senior and Intermediate Mathematics Contests which will be written in November. • Look at our free online courseware for senior high

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data kepustakaan yaitu berupa buku, transkip, majalah dan lain- lain. Hal ini sejalan dengan perincian sebagai

Hampir seluruh siswa merasa lebih mudah dalam memahami materi perubahan fisika dan kimia menggunakan media permainan Science Wiqu Game karena pada permainan ini

Penelitian mengenai akuntabilitas seseorang terhadap kualitas pekerjaan salah satunya yang dilakukan oleh Messier dan Quilliam (1992) dalam Diani dan Ria,

Shinta Heru Satoto(2011) Analisis Fenomena pengujian Monday Effect dan Week Four Effect (Studi Empiris terhadap return saham perusahaan LQ 45 DI BEI ) 1. 2.Variabel

Berdasarkan sifat mata kuliah tersebut, maka dikembangkan satu bahan ajar pendukung yang sesuai agar mahasiswa dapat lebih mudah mempelajari materi dalam modul yaitu dalam bentuk