• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENATALAKSANAAN PRURITUS ANOGENITAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENATALAKSANAAN PRURITUS ANOGENITAL"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PENATALAKSANAAN PRURITUS ANOGENITAL

Tony S. Djajakusumah

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Universitas Islam Bandung RS dr. Hasan Sadikin, Bandung

PENDAHULUAN

Pruritus atau rasa gatal merupakan keluhan yang paling sering terdapat pada penderita dengan penyakit kulit,1,2,3 dapat didefinisikan sebagai sensasi yang menyebabkan keinginan untuk menggaruk.2 Pruritus dapat menimbulkan dampak negatif terhadap quality of life.4 Pruritus dapat terjadi pada kulit yang menunjukkan adanya kelainan, namun dapat pula terjadi pada kulit yang sangat sedikit menunjukkan adanya kelainan,1 namun perlu diingat bahwa kulit genitalia normal sering berwarna kemerahan dan adanya skuama sering tidak nampak oleh karena keadaan yang lembab, sehingga adanya inflamasi sering tidak terditeksi.2

Pruritus dapat berasal dari kulit, maupun sistim saraf. Secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai pruritus yang disebabkan oleh kelainan kulit, pruritus yang disebabkan oleh penyakit sistemik, pruritus neuropatik dan pruritus psikogenik.2 Timbulnya pruritus merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan stimulasi dari ujung-ujung saraf superfisial pada kulit. Saraf yang berperan pada timbulnya rasa gatal adalah serat-serat saraf C tanpa mielin yang mentransmisikan stimulus ke kornu dorsalis dari medulla spinalis, kemudian melalui traktus spinotalamikus ke korteks serebral untuk diproses.4 Mediator yang berperan pada patogenesis dari pruritus berupa mediator sentral maupun perifer termasuk opiat, neuroadrenalin, substance P, histamin, proteinase, nerve growth factor, interleukin, serotonin, prostaglandin.1,2 Rasa gatal yang diinduksi oleh histamine terbukti mengaktivasi area motorik sentral yang berhubungan dengan aktivitas menggaruk. Hal ini menunjang perilaku gatal-garuk-gatal.5

Pruritus berdasarkan perjalanan penyakitnya dapat dibagi atas pruritus akut yaitu pruritus yang berlangsung beberapa detik sampai seminggu dan pruritus kronik yang berlangsung lama sampai berbulan-bulan.2

(2)

Pruritus anogenital (PAG) adalah pruritus yang menyerang daerah anogenital yang meliputi daerah genital seperti skrotum, korpus dan glans penis, mons pubis dan vulva, namun dapat pula terbatas hanya pada daerah perianal, perineal, lipatan inguinal, paha, dan daerah supra pubis.6

Untuk penatalaksanaan karus-kasus PA, sangat membantu pula bila kita mengelompokkan PA berdasarkan riwayat keluhannya apakah bersifat akut atau kronik. Lokalisasi rasa gatal dapat merupakan kunci untuk menentukan faktor- faktor yang berperan menimbulkan keluhan tersebut. 6

Pengobatan dari pruritus harus memperhatikan sifat multifaktorial dari etiologi pruritus yang meliputi jalur pusat dan mediator perifer.2 Riwayat atopi penting untuk ditanyakan pada penderita oleh karena banyak penderita dermatitis atopik yang menunjukkan gejala gatal yang disebabkan berbagai penyebab yang tidak seimbang, bila dibandingkan dengan rasa gatal pada penderita tanpa atopi.

Penderita diabetes melitus cenderung lebih sering mengalami infeksi bakteri maupun jamur pada daerah lipatan, demikian pula penderita obesitas dengan oklusi keringat dan meningkatnya kelembaban sebagai faktor predisposisi.6

Pada makalah ini akan dibahas etiologi dan penatalaksanaan berbagai jenis pruritus anogenital.

PRURITUS ANOGENITAL AKUT

Pruritus anogenital akut (PAA) sering disebabkan oleh infeksi, namun dapat pula disebabkan oleh etiologi non infeksi seperti dermatitis kontak alergik maupun iritan, seperti terlihat pada Tabel 1. Identifikasi penyebab serta terapi yang sesuai dapat menghasilkan hilangnya pruritus dengan cepat, namun pada sebagian pasien, menghilangkan infeksi atau kontaktan yang menimbulkan dermatitis ternyata tidak sempurna menghilangkan rasa gatal. Dalam kasus-kasus tersebut, adanya pruritus kronis harus dipertimbangkan.6

Infeksi dermatofit yang menyerang daerah anogenital adalah tinea kruris, merupakan dermatofit kedua terbanyak di seluruh dunia. Pada umumnya disebabkan oleh Trichophyton(T) rubrum dan Epidermophyton floccusum dan jarang disebabkan oleh T. mentagrophytes dan T. verrucosum. Tinea kruris lebih sering terjadi pada pria dari pada wanita. Lokasi kelainan kulit adalah pada daerah inguinal, pubis, perineal, perianal dan genitalia, namun jarang melibatkan

(3)

skrotum dan hal ini sering nampak jelas pada pemeriksaan klinis. Kelainan khas menunjukkan adanya lesi berupa plak eritem dengan papulovesikula berbatas tegas dengan central healing (terutama yang disebabkan oleh E. floccusum), bagian pinggir lesi lebih menimbul. Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan mikroskopik langsung (KOH) atau kultur. 7,8

Tabel 1. Penyebab yang sering dari pruritus anogenital akut 6

Infeksi

Jamur : Dermatofit, kandida

Bakteri : Staphylococcus aureus, Streptokokus grup A

Vaginosis bakterial : Gardnerella vaginalis, Mobilincus spp, Bacterioides spp, Mycoplasma hominis, kokus anaerob positif.

Virus : Virus herpes simpleks, human papliloma virus, moluskum kontagiosum.

Infestasi

Skabies, pedikulosis pubis, Enterobius vermicularis Dermatitis kotak

Iritan, alergik

Infeksi kandida akut umumnya menyerang vulva pada wanita, dan kadang- kadang glans penis pada pria. Kandidiasis ekstensif dapat menyerang paha bagian proksimal yang menimbulkan bercak eritem, maserasi dengan lesi satelit disertai pruritus yang hebat. Diagnosis dapat dikonfirmasikan dengan pemeriksaan sediaan langsung (KOH) atau kultur.6,9

Vaginosis bakterial (VB) adalah sindrom klinik akibat gangguan ekosistim dalam vagina, berupa pergantian flora normal vagina yaitu lactobacillus oleh bakteri anaerob seperti Gardnerella vaginalis dan bakteri batang coccobacillus negatif Gram dalam jumlah besar. VB merupakan penyebab utama duh tubuh vagina pada usia produktif. VB meningkatkan risiko tertular maupun menularkan human immunodefiency virus (HIV). Bila simptomatik akan terdapat duh tubuh vagina terutama setelah menstruasi dan hubungan seksual, serta perasaan panas.

Duh tubuh bersifat encer, homogen, berwarna putih keabuan, melekat pada dinding vagina, pH > 4,5, disertai bau amis, tes Whiff positif. Pada umumnya

(4)

tidak menimbulkan keluhan gatal, hanya sekitar 8% yang mengeluh adanya gatal pada vulva. Pada pemeriksaan venereologik, vagina tidak menunjukkan adanya inflamasi, sedang pada pemeriksaan sedian langsung ditemukan clue cells, namun tidak nampak atau hanya sedikit ditemukan lekosit.10

Trikomoniasis adalah infeksi menular seksual (IMS) yang disebabkan protozoa Trichomonas vaginalis (TV). World Health Organization memperkirakan bahwa TV merupakan penyebab dari 50% kasus IMS kurabel di seluruh dunia. Trikomoniasis meningkatkan risiko tertular maupun menularkan HIV. Trikomoniasis menimbulkan vaginitis dengan keluhan berupa meningkatnya duh tubuh, pruritus dan rasa perih pada vulva, disuria dan nyeri abdomen, meskipun sebagian penderita asimptomatik. Duh tubuh klasik berwarna kehijauan, berbusa dan berbau. 6,11

Infestasi Sarcoptes scabiei dan Pthirius pubis yang menyebabkan skabies dan pediculosis pubis dapat menyebabkan pruritus yang intens. Skabies biasanya menyerang anggota keluarga lainnya atau mitra seksual, disertai keluhan pruritus di tempat predileksi yang dapat mengganggu tidur dan keterlibatan daerah genital sangat umum. Pada pria kanalikuli dan nodul khas dapat dijumpai pada korpus penis, glans dan skrotum. Pada wanita, paha dan bokong dapat terserang, namun vulva relatif terhindar. Pada pediculosis pubis, Peduculus dapat terlihat pada daerah berambut yaitu pada pubis, sedangkan telurnya melekat pada rambut. Pada kulit dapat timbul ekskoriasi dan infeksi sekunder.6,8

Enterobiusis lebih sering terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan sering menimbulkan pruritus perianal. Infeksi sekunder oleh streptokokus beta-hemolitikus sering terjadi dan menimbulkan selulitis perianal pada anak- anak. 6

Infeksi sekunder dengan Staphylococcus aureus, dan kadang-kadang, Streptococcus sering terjadi pada kulit yang mengalami eksoriasi oleh sebab apapun. Pemberian antibiotik yang tepat akan cepat menimbulkan resolusi dari infeksi. 6

Erosi dan vesikula yang disebabkan oleh virus herpes simpleks kadang- kadang menimbulkan pruritus ringan tanpa adanya rasa terbakar maupun nyeri.

Kondiloma akuminata yang disebabkan oleh Papilloma virus humanus, dapat

(5)

menimbulkan rasa gatal pula bila ada keringat berlebihan atau obesitas.

Moluskum kontagiosum pada daerah pubis dapat menimbulkan pruritus, khususnya bila ada respon pejamu yang menimbulkan inflamasi yang jelas. 6

Sejumlah obat topikal dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi pada area genital yang bermanifetasi sebagai dermatitis eksimatosa akut, disertai pruritus dengan lesi yang menunjukkan eritema yang berwarna merah cerah dan eksudasi. Dalam satu penelitian, 49% dari wanita dengan vulva yang menunjukkan dermatosis kronis pada pemeriksaan uji tempel ternyata positif untuk alergen tertentu. Beberapa penyebab yang sering menimbulkan dermatitis kontak di daerah genital adalah obat anestsi topikal, pengawet, karet kondom, pewangi dalam sediaan kesehatan wanita, lanolin dalam krim dan salep, dan propilen glikol yang terdapat pada jel KY.12,13

Dermatitis kontak iritan dapat disebabkan oleh sejumlah perilaku yang dapat menyebabkan eksaserbasi dari pruritus yang terutama didasari oleh adanya dermatitis atopik. Wanita dengan pruritus vulva sering menganggap bahwa penyebab pruritus adalah karena vulva tidak bersih, sehingga dimulailah rutinitas membersihkan daerah yang gatal tersebut secara berlebihan yang menimbulkan iritasi. Riwayat rinci dari kebiasaan pribadi sangat penting, sehingga dapat mengidentifikasi pemakaian sabun yang bersifat iritatif dan pembersih kaustik.

Produk kesehatan wanita seperti pengharum, deodoran semprot, dan bahan bilas vagina sering mengandung bahan-bahan iritan, seperti alkohol, propilen glikol, atau memiliki pH yang terlalu asam. Mandi air panas mengurangi rasa gatal, namun selanjutnya dapat mengiritasi. Kerusakan termal oleh pemakaian botol air panas, dapat menjadi faktor yang menimbulkan eksaserbasi.6

Keberhasilan manajemen PAA sangat tergantung pada ketrampilan dokter untuk mengidentifikasi etiologi dari pruritus. Pengobatan yang tepat akan cepat mengurangi keluhan gatal.6

PRURITUS ANOGENITAL KRONIS

Pasien-pasien yang tetap menunjukkan keluhan pruritus meskipun penyakit yang mendasari telah diobati atau dihilangkan, dikelompokan pada pruritus anogenital kronik (PAK). Pada umumnya PAK kurang bersifat eksplosif

(6)

namun juga sering tidak memiliki riwayat perjalanan penyakit yang bersifat gradual. Bila PAK telah didiagnosis, maka dimulailah upaya identifikasi penyebab dari PAK seperti tertera dalam Tabel 2.6

Kadang-kadang setelah diadakan pemeriksaan pada pasien dengan PAG, tidak ditemukan adanya etiologi yang dapat diidentifikasi sedangkan pada pemeriksaan kulit, kulit dapat normal, atau menunjukkan adanya likenifikasi dan ekskoriasi. Dalam kasus tersebut, penyebab gatal

Tabel 2. Etiologi dari pruritus anogenital kronik 6

Dermatosis

Dermatitis seboroik Psoriasis

Dermatitis atopik Liken sklerosis Liken planus

Keganasan

Penyakit Paget ekstra mamae

Neoplasis intraepitelial vulva dan penis (karsinoma sel skuamosa in situ, penyakit Bowen, eritroplasia Queyrat

Vulvovaginitis atropik Pruritus idiopatik

Liken simpleks kronik, neurodermatitis, pruritus esensial, pruritus vulvae, pruritus ani, pruritus skroti

Depresi

dikategorikan sebagai idiopatik. Istilah umum yang dipakai untuk keadaan ini adalah pruritus vulva, pruritus ani dan pruritus skroti.6

Pada dermatitis seboroik, psoriasis dan dermatitis atopik jarang hanya menunjukkan gejala pada daerah genital saja. Dari riwayat perjalanan penyakit dan pemeriksaan dermatologik yang cermat dapat ditemukan kelainan kulit di tempat lain. Hal yang menarik adalah kadang-kadang pada psoriasis lesi hanya nampak pada genitalia saja, mungkin keadaan ini disebabkan oleh karena fenomena Koebner. 6

Dermatitis seboroik (DS) adalah dermatosis papuloskuamosa kronik yang ditandai oleh adanya eritema ringan, skuama berminyak dan krusta yang disertai

(7)

pruritus ringan. Tempat predileksi adalah daerah kulit yang banyak mengandung kelenjar sebasea, yaitu kulit kepala, telinga, wajah, dan badan seperti di dada, punggung dan daerah intertriginosa seperti aksila dan daerah inguinal. Dikenal bentuk infantil maupun dewasa. DS merupakan marker dari infeksi HIV dan acquired immunodeficiency syndrome, terutama bila, hebat, atipikal dan resisten terhadap terapi. Pada vulva, seboroik dermatitis dapat bermanifestasi sebagai fisura sepanjang garis kulit celah interlabial, tapi ini tidak spesifik dan dapat ditemukan pula pada bentuk lain dari dermatitis.6,14

Plak psoriasis pada daerah anal dan genital secara klasik ditandai khas oleh adanya simetri dan lesi yang eritem. Vulva, mons pubis, dan celah gluteal adalah lokasi yang sering terserang. Pada pria, lesi dapat timbul pada glans, skrotum, dan penis. Pada psoriasis genital, morfologi dapat dikaburkan oleh kelembaban pada lipatan genital yang menyebabkan lesi kurang bersisik dan lebih menunjukkan adanya maserasi.6

Liken sklerosus (LS) merupakan dermatosa inflamasi kronik di daerah anogenital yang mengganggu quality of life karena rasa gatal yang hebat yang dapat dsertai dispareunia, disuria dan defekasi yang nyeri. Lesi kulit bisa juga ekstra anogenital, namun biasanya tidak gatal. LS lebih sering terjadi pada wanita dengan rasio 5:1 terhadap laki-laki. Sering terjadi pada wanita pada dekade ke-5 dan ke-6, kadang-kadang terjadi pada anak-anak dengan usia dibawah 10 tahun.

Lesi khas berupa papul poligonal dan plak putih seperti porselen, erosi dan berbagai tingkatan dari sklerosis.15

Liken planus merupakan dermatosa inflamasi kronik yang dapat juga menimbulkan kelainan pada mukosa, rambut dan kuku. Lesi dapat terjadi pada daerah genital dengan gambaran yang bervariasi. Lesi klasik berupa papul ungu berbentuk poligonal dengan permukaan rata yang terasa gatal dan dapat ditemukan pada wanita pada mons pubis dan labia majora, sedang pada pria pada glans dan korpus penis. Parut retikuler yang berwarna putih dapat timbul pada labia minora. Liken planus erosif pada genital, lebih terasa sakit dari pada gatal.6,16

Keganasan yang terjadi pada daerah anogenital sering lambat berkembang dan dapat menyebabkan rasa gatal ringan. Neoplasia vulva intraepidermal (NVl)

(8)

serta penyakit Paget ekstramama dapat menunjukkan gambaran yang mirip dermatitis dengan lesi berupa plak eritematosa dan skuama. Pada wanita, NVI merupakan istilah yang dipakai untuk penyakit Bowen atau karsinoma sel skuamosa in situ. Pada pria, neoplasia penis intraepidermal (karsinoma sel skuamosa in situ) meliputi penyakit Bowen pada kulit dan ertroplasia Queyrat pada mukosa genital. Penyakit Bowen yang khas ditandai oleh adanya plak tipis berwarna merah muda dengan batas tegas pinggiran ireguler dan ditutupi skuama atau krusta. Lesi erythroplasia Queyrat yang khas menunjukkan adanya plak eritem yang mengkilat seperti beludru pada glans, pereputium dan dapat pula pada uretra. Tiga ampai 5% kasus penyakit Bowen dan 10% kasus eritroplasia Queyrat akan berkembang menjadi karsinoma sel skuamosa. Berdasarkan hal tersebut setiap dermatosa yang secara jelas tidak memberikan respon setelah terapi memerlukan biopsi. 6,17

Kurangnya estrogen pada menopause alamiah ataupun pasca bedah dapat menyebabkan vulvovaginitis atrofik. Demikian pula kulit yang tipis dan rapuh akan rentan terhadap iritasi dan

cenderung pruritik.6

Pruritus ani dapat terjadi oleh karena tonus sfingter interna yang buruk yang menimbulkan kebocoran fekal. Pasien-pasien ini dapat diidentifikasi dengan ditemukannya bercak feses pada pakaian dalam atau oleh adanya sedikit feses pada kulit perianal. Peningkatan kebersihan diperlukan dengan pemakaian pembersih yang lembut beberapa kali dalam sehari. Ada beberapa bukti yang mendukung hubungan antara pruritus ani yang telah lama dan adanya kanker anus, rektum, atau kolon. Proktoskopi atau kolonoskopi harus dipertimbangkan pada kasus pruritus yang telah lama dan refrakter terhadap pengobatan.18,19

Pengobatan liken simpleks kronik (LSK) yang dikenal pula sebagai pruritus idiopatik esensial atau pruritus idiopatik primer merupakan tantangan terbesar dalam dermatologi. Pasien-pasien ini seringkali mempunyai diatesis atopik, sehingga ambang batas untuk pruritus oleh semua penyebab lebih rendah.

Rangsangan yang sering sebagai pemicu adalah keringat, suhu udara panas, dan serosis. Berdasarkan definisi pada pasien-pasien ini tidak ada tanda-tanda penyakit kulit kecuali adanya likenifikasi dan ekskoriasi. Kulit yang mengalami

(9)

likenifikasi biasanya bersisik ringan, agak kasar dengan garis-garis kulit yang lebih jelas, namun kadang-kadang kulit bisa tampak benar-benar normal. LSK dapat berupa pruritus vulva, pruritus ani, dan pruritus skroti.6

Kecenderungan untuk depresi dan obsesif-kompulsif telah diidentifikasi pada pasien dengan pruritus kronik.26,27 Apakah ini merupakan penyebab atau akibat, sampai saat ini masih belum jelas. Telah diketahui bahwa depresi berhubungan dengan tingkat gejala pruritus pada pasien dengan penyakit kulit kronik dengan pruritus.24

PENDEKATAN PENGOBATAN Pengobatan pruritus ani

Pruritus ani (PA) merupakan keluhan yang tidak menyenangkan dan secara sosial memalukan. Garukan akan mengiritasi kulit dan menimbulkan eksaserbasi perasaan gatal yang menyebabkan garukan yang lebih kuat. Untuk pengobatan, siklus gatal-garuk-gatal harus dihentikan. Meskipun sebagian besar PA bersifat idiopatik, namun prioritas pertama adalah mengidentifikasi etiologi yang mendasarinya yang dapat berupa dermatosis, ataupun iritasi. Untuk menditeksi etiologi yang bersifat infeksi, perlu dilakukan pemeriksaan sediaan langsung dengan KOH, kultur bakteri dan tape test. Bila dapat ditemukan etiologinya, maka segera diberikan terapi yang sesuai. Kadang-kadang pemeriksaan darah perlu dilaksanakan, bila ada kemungkinan gangguan pada hepar, ginjal atau adanya diabetes melitus, sedangkan adanya kemungkinan dermatosis tertentu atau keganasan, memerlukan biopsi. Proktosigmoidoskopi perlu dilaksanakan bila ada kecurigaan keganasan gastrointestinal, atau pada kasus pruritus yang terjadi pada usia 50 tahun atau lebih.20

Setelah prosedur tersebut dilaksanakan, maka tindakan pengobatan umum dan khusus harus dimulai. Kebersihan perianal, menjaga daerah anogenital tetap kering dan menghindari iritasi, merupakan kunci keberhasilan pengobatan PA.

Feses dan kelembaban yang berlebih akan menyebabkan iritasi lokal. Harus diusahakan agar tidak ada kontaminasi feses pada kulit perianal, namun pemakaian sabun dan menggosok berlebihan harus dihindarkan. Setelah defekasi sebaiknya daerah perianal dibersihkan dengan air dingin dan lap katun atau Sitz

(10)

bath, kemudian dikeringkan dengan hair dryer dengan panas yang paling rendah untuk mencegah kelembaban dan gosokan berlebih. Perlu pula pencegahan terjadinya konstipasi maupun diare dengan tepat, misalnya untuk konstipasi dengan makanan tinggi serat atau makan pelunak feses. Hati-hati membersihkan dengan bahan yang mengandung pengawet karena ada pasien yang alergik terhadap bahan tersebut. Pasien dengan kebocoran feses memerlukan pembersihan yang rutin empat atau lima kali sehari atau lebih. Oleh karena dapat terjadi dermatitis kontak iritan yang disebabkan feses, maka kulit perlu dilindungi oleh petrolatum atau salep seng oksida 10-20% setiap setelah buang air besar. Laki-laki dianjurkan memakai celana boxer katun yang longgar dan tidak memakai celana dalam biasa. Wanita harus menghindari pakaian dalam dari bahan nilon yang ketat. Hindarkan berkeringat dengan memakai pakaian yang tipis dan tidak panas.

Pasien harus mandi segera setelah selesai olah raga. Untuk pasien yang duduk selama beberapa jam dalam sehari, bantal kursi yang dilapisi rotan atau manik- manik dapat membantu dalam mengurangi keringat.6,20

Untuk pengobatan topikal perlu menghindari obat yang bersifat sensitizer, untuk mencegah timbulnya dermatitis kontak sekunder. Preparat topikal steroid tanpa pengawet merupakan obat pilihan. Oleh karena krim lebih bersifat mengiritasi dari pada salep, maka steroid yang dipilih sebaiknya berupa salep.

Steroid dengan potensi sedang seperti betametason valerat 0.01% dapat diberikan dua kali sehari selama 7-14 hari. Oleh karena kulit perianal rentan terhadap atrofi yang disebabkan steroid maka pemantauan cermat diperlukan. Penggunaan steroid harus dikurangi menjadi 3-4 kali seminggu atau diganti dengan steroid potensi lebih rendah seperti hidrokortison 1%. Pada pruritus yang persisten dapat diberikan suntikan triamsinolon setonid intralesi.6

Untuk pengobatan oral antihistamin sedatif atau preparat trisiklik dapat membantu mengurangi keluhan.2,6

Upaya pengobatan lain yang pernah diberikan antara lain adalah diet eliminasi, bedah beku dan hipnosis.20

(11)

Pengobatan pruritus vulva

Pruritus vulva (PV), merupakan keadaan yang secara fisik menimbulkan ketidak nyamanan, secara pikologis sering mengganggu sedangkan secara sosial memalukan, sehingga menghilangkan keluhan merupakan prioritas. Seperti pada pruritus ani etiologi yang mendasari PV harus diidentifikasi dengan anamnesis dan pemeriksaan dermatologik yang cermat serta pemeriksaan laboratorium berdasarkan indikasi. Bila ditemukan adanya etiologi yang spesifik, pengobatan harus segera diberikan.21

Langkah-langkah umum untuk menghilangkan gejala PV adalah menghentikan semua produk topikal yang dipakai dan memperhatikan kebersihan.

Kepada pasien harus diinstruksikan agar menghentikan pemakaian sabun. Hal ini pada umumnya ditentang oleh banyak pasien, oleh karena mereka menganggap bahwa vulva harus bersih dan sekresi serta bau alamiah dianggap menjijikan dan kotor. Pasien sering membuat rejimen sendiri yang dapat menimbulkan iritasi lokal maupun sensitisasi. Hal ini akan menimbulkan komplikasi pada PV atau merupakan penyebab primer dari prurius yang persisten. Seperti pada PA, air dingin atau Sitz bath direkomendasikan untuk membersihkan perineum setelah buang air kecil maupun buang air besar. Tissue toilet dan pembersih komersial harus dihindarkan karena sering mengandung formaldehid atau pewangi, sehingga sering menimbulkan sensitisasi dan iritasi lebih-lebih bila dipakai untuk menggosok atau menggaruk. Pembersih dari bahan katun dapat dipakai. Urin, feses atau sekresi yang berlebih dari serviks atau vagina, dapat menimbulkan iritasi lokal, sehingga perlu salep pelindung untuk mencegahnya.6,21

Upaya mengobati inkontinensia urin dan mengurangi kontak dengan feses harus dilakukan.21 Menghilangkan faktor-faktor yang dapat memperburuk seperti keringat, oklusi, dan kebiasaan membersihkan yang berlebihan. (Tabel 3). Celana ketat harus dihindari. Selama menstruasi, tampon merupakan alternatif yang lebih baik dari pembalut komersial. Celana dalam katun yang dapat menyerap kelembaban harus dipilih, sebaiknya tidak memilih bahan sintetis. Hembusan udara langsung dari kipas angin yang meningkatkan pendinginan dari daerah selangkangan setelah duduk lama, memberikan kenyamanan pada pasien.

Menurunkan suhu kulit telah terbukti mengurangi pruritus melalui jalur

(12)

penghambatan pusat. Kompres dingin atau es dalam kantong dapat digunakan untuk mendinginkan.6,22

Untuk pengobatan topikal, seperti pada PA perlu menghindari obat yang bersifat sensitizer, hal ini penting untuk mencegah timbulnya dermatitis kontak sekunder. Pruritus vulva yang hebat dapat mengakibatkan timbulnya ekskoriasi dan likenifikasi. Pengelolaan ekskoriasi adalah dengan aplikasi krim antibiotik sedangkan eksudasi dengan kompres misalnya dengan solusio Burowi (aluminium asetat) disertai pengobatan antibiotik sistemik bila diperlukan.

Kenyamanan bisa diperoleh dengan menggunakan anestesi topikal seperti krim pramoxine 1% atau jel lidokain 2%, keduanya memiliki potensi sensitisasi yang rendah.6 Terapi pilihan utama untuk PV adalah terapi steroid topikal. Preparat topikal steroid tanpa pengawet merupakan obat pilihan. Oleh karena krim lebih mengiritasi dari pada salep, maka steroid yang dipilih sebaiknya berupa salep.21 Pada awal pengobatan harus digunakan salep steroid potensi tinggi seperti betametason dipropionat 0,05% atau klobetosol propionat 0,05% sehari dua kali selama 2-3 minggu, kemudian sekali sehari selama 2-3 minggu. Pasien harus dievaluasi setelah 4-6 minggu pengobatan. Pengobatan dengan rejimen ini sering berhasil dengan baik, kemudian segera dilakukan tapering dengan aplikasi lebih jarang atau penggantian dengan steroid lebih lemah. Sebagai alternatif dapat diberikan triamsinolon intralesi sekali sebulan dengan dosis 15-20 mg yang dapat memberikan remisi cukup lama.23 Oleh karena vulvovaginitis kandida yang ringan dapat menyebabkan eksaserbasi pruritus selama pengobatan, dianjurkan untuk diberikan flukonazol 150 mg seminggu sekali.24 Takrolimus dan pimekrolimus mungkin memberikan hasil yang baik dalam mengendalikan pruritus genital, namun publikasi pemakaiannya masih sedikit.6

Pemberian terapi sistemik diperlukan untuk penatalaksanaan PV. Sedasi pada malam hari harus diberikan untuk mencegah garukan sewaktu tidur dan memutuskan siklus gatal-garuk-gatal. Difenhidramin 25-50 mg, hidroksizin 12,5- 25 mg atau siproheptadin 4-8 mg dapat digunakan, obat-obat ini menginduksi tidur ringan sehingga dapat menghambat keinginan untuk menggaruk.23 Tidur lebih dalam dan efek antidepresan potensial dapat dicapai dengan doksepin atau

(13)

amitriptilin. Obat-obat ini sangat membantu bila depresi merupakan dasar dari pruritus.

Tabel 3. Manajemen pruritus anogenital6

• Lakukan anamnesis yang cermat untuk mengidentifikasi adanya iritasi dan alergi (saat sekarang dan di masa lalu, termasuk pada lokasi lain ) dan adanya riwayat atopi

• Periksa apakah ada kelainan kulit pada area dengan keluhan pruritus. Jika diagnosis tidak jelas berdasarkan pemeriksaan morfologis, maka biopsi perlu dilakukan.

• Periksa duh tubuh vagina untuk tanda-tanda infeksi dan peradangan yang disebabkan oleh liken planus atau vulvovaginitis atrofik. Lakukan biakan bila meragukan atau kelainan tidak responsif terhadap terapi

• Hentikan pemakaian bahan-bahan yang potensial merupakan iritan dan alergen

• Berikan pengobatan khusus untuk dermatosis tertentu, atau cobalah dahulu terapi kortikosteroid topikal

• Lanjutkan terapi untuk dermatosis dan untuk menekan infeksi yang cukup lama untuk memutuskan siklus gatal-garuk-gatal

• Malam hari berikan sedasi dengan hidroksizin, difenhidramin, amitriptilin, atau doksepin untuk menghentikan garukan pada malam hari.

Amitriptilin mungkin sangat berguna jika PAG memiliki kualitas neuropatik seperti rasa ditusuk-tusuk atau rasa terbakar. Dosis doksepin dimulai dengan 10- 25 mg setiap malam dan dititrasi secara bertahap. sampai mencapai 75 mg (peningkatan 25 mg setiap minggu jika ditoleransi). Efek sedatif dan antihistamin dari doksepin telah dapat dirasakan sejak awal pengobatan, namun efek antidepresan umumnya memerlukan pengobatan lebih dari 2 minggu dengan dosis 100-200 mg setiap hari. Amitriptilin dapat dimulai dengan dosis 25 mg setiap malam, sedangkan pada pasien usia lanjut 5-10 mg setiap malam. Dosis

(14)

dititrasi 5 mg setiap malam sampai mencapai dosis maksimum 100 mg. Efek samping antikolinergik harus diamati. Depresi, gangguan kecemasan, dan kecenderungan obsesif kompulsif harus dipertimbangkan pada pasien dengan pruritus intraktabel dan resisten terhadap terapi. Serotonin reuptake inhibitor seperti fluoksetin, paroksetin, sertralin, dan sitalopram mungkin berguna pada kasus-kasus seperti ini. 6,23,25,26,27

Untuk PA yang hebat dan refrakter terhadap pengobatan, maka beberapa upaya dapat dilakukan antara lain adalah bedah laser, prosedur Mering (denervasi daerah pruritus, sehingga menghilangkan simtom), akupungtur, hipnosis dan psikoterapi.21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ester L, Meyers SA. Pruritus in systemic disease : mechanism and management.

Dermatol Clin 2002;20:249-272

2. Yosipovitch G, Dawn AG, Greaves MW. Pathophysiology and clinical aspects of pruritus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.902-11

3. Torgerson RR, Edwards L. Genital dermatosis. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.1209-26

4. Lovell R, Vender RB. Management and treatment of pruritus. Ther Lett 2007;12 (1):1-11

5. Hsieh J, Hagemark O, Stahle Backdahl M, Ericson K, Eriksson L, Stone-Elander S.

Urge to sratch reprentated in the human cerebral cortex during itch. J Neurophys 1994:72:3004-8

6. Weichert GE. An Approach to the treatment of anogenital pruritus. Dermatol Ther :2004:17:129-33

7. Shannon V, Hefferman MP. Superficial fungal infection: dermatophytosis, onychomycosis, tinea nigra, piedra. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest

(15)

BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.1807-21

8. Wolff K, Johnson RA. Fitzpatrick’s Color atlas and synopsis of clinical dermatology.

Edisi ke-6. New York:McGraw Hill; 2009.hlm.703-4, 865-6

9. Janik MP, Hefferman MP. Yeast infections: candidiasis, tinea (pityriasis versicolor.

Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.1822-30

10. Hillier S, Marrazzo J, Holmes KK. Bacterial vaginosis. Dalam : Holmes KK, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watss DH, penyunting.

Sexually transmitted diseases. Edisi ke-4. New York:McGraw Hill;2008.hlm.737-68 11. Hobbs MM, Sena AC, Swygard H, Schwebke JR. Trichomonas vaginalis and

tichomoniasis. Dalam :Holmes KK, Sparling PF, Stam WE, Piot P, Wasserheit JN, Corey L, Cohen MS, Watss DH, penyunting. Sexually transmitted diseases. Edisi ke- 4. New York:McGraw Hill;2008.hlm.771-93

12. Lewis FM, Shah M. Gawkrodger DJ. Contact sensitivity in pruritus vulvae:Patch test results and clinical outcome. Am J Contact Dermat 1997: 8 (3): 137-140.

13. Niell DS, Donaldson DR. Scott HJ. Treatment of persistent pruritus ani in a combine colorectal and dematologic clinic. Br J Surg 1999: 86: 1337-1340.

14. Plewig G, Jansen T. Seborrheic dermatitis. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.219-25

15. Hengge UR. Lichen sclerosus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine.

Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.546-50

16. Pittelkow MR, Daoud MS. Lichen planus. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill; 2008.hlm.244-55

17. Duncan KO, Geisse JK, Leffel DJ. Epithelial precancerous lesions. Dalam: Wolff, Goldsmith L, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York:McGraw Hill;

2008.hlm.1021-24

(16)

18. Farouk R. Duthie GS, Pryde A, Bartolo DC. Abnormal transient internal sphincterrelaxation in idiopathic pruritus ani: physiologic evidence from ambulatory monitoring. Br J Surg 1994: 81: 603-606.

19. Daniel GL, Longo KAMI, Vernava PM. Pruritus ani: causes and concerns. Dis Colon Rectum 1994: 37: 670-674.

20. Piliang M Mirowski G. Pruritus ani. Dalam : Lebwohl M, Heyman WR, Berth-Jones J, Coulson I., penyunting. Treatment of skin disease. London:Mosby;2002.hlm.512-4 21. Mirowski G, Piliang M. Pruritus vulvae. Dalam : Lebwohl M, Heyman WR, Berth-

Jones J, Coulson I., penyunting. Treatment of skin disease.

London:Mosby;2002.hlm.523-6

22. Carstens E. Skin cooling attenuates rat dorsal horn neuronal responses to intracutaneus histamine. Neuro Report 1998: 9: 4145-4149.

23. Kelly RA. Foster DC, Woodruff JD. Subcutaneous injection of triamcinolone acetonide in the treatment of vulvar pruritus. Am J Obstet Gyneco1 1993: 169: 568- 570.

24. Edwards 1. Prurtitus ani and pruritus vulvae. Dalam: Rakel RE, Bope E. penyunting.

Conn’s current therapy. Philadelphia: Saunders W B; 2001.hlm. 883-4.

25. YM Koo, Lee CS. Psychotopic agents. Dalam: Wolverton SE, penyunting.

Comprehensive dermatologic drug therapy. Philadelphia : Saunders W B; 2001.

hlm.402-25.

26. Sheenhan-Dare RA. Henderson MJ. Cotterhill lA. Anxiety and depression in patients with chronic urticaria and generelized pruritus. Br J Dermatol 1990: 123: 769-74.

27. Hatch ML. Paradis C. Friedman S. Obsesive-compulsive disorder in patients with chronic pruritic conditions: case studies and discussion. J Am Acad Dermatol 1992:

26: 549 -51.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa nilai rata-rata komitmen organisasional karyawan kelompok pria sebesar 4,0392 , sedangkan responden kelompok wanita nilai rata-

Pembelajaran konsep sistem pernapasan manusia dengan menggunakan media video animasi dapat memudahkan siswa untuk memahami berbagai proses yang terjadi selama berlangsungnya

Berdasarkan pada deskripsi hasil studi tentang pelaksanaan evaluasi hasil pem- belajaran yang dilakukan oleh para dosen UMS dan kajian pustaka tentang standar penilaian

PDRB Provinsi Papua Barat Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan Tanpa Migas Tahun 2000-2006 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun Jumlah (Juta Rp)

Setelah didapatkan nilai koordinat dan simpangan baku 10 stasiun SuGAr dari hasil pengolahan data pengamatan menggunakan GAMIT/GLOBK untuk kedua kala masing-masing fase gempa

Oosit sekudner dan badan polar masing – masing akan melakukan meiosis kedua yang akan menghasilkan satu badan polar dan ovum pada oosit sekunder, dua badan polar oleh badan polar

1) Sel mengandung reseptor bagi hormon dalam membran plasma. 2) Penggabungan hormon dengan reseptornya dalam membran plasma dapat merangsang siklase adenil yang juga

1) Petugas hubungan langganan datang ditempat kerja sebelum jam kerja yang telah ditetapkan, kemudian mengisi daftar hadir yang disiapkan dimeja Kantor UPT. Apabila tidak