• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lembar Validasi Alat Ukur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Lembar Validasi Alat Ukur "

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA RESILIENSI DENGAN PSYCHOLOGICAL DISTRESS PADA MAHASISWA DI MASA PANDEMI COVID-19

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Psikologi (S1)

Disusun Oleh:

AZIZAH SAUMI 11860121429

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU PEKANBARU

2023

(2)
(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v

MOTTO

“Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah pula kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi derajatnya

jika kamu beriman”

(QS. Ali-Imran: 139)

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap”

(QS. Al-Insyirah: 6&8)

“No need to run, just walk and see everything around us, walk slowly enjoy the steps of the journey.

Being grateful or giving thanks is one of the key to happiness”

(Mark Lee)

(7)

vi

PERSEMBAHAN

Terucap syukur Alhamdulillahirrabil’alamin atas karunia-Mu ya Allah, tanpa kemudahan yang engkau berikan kepada hamba-Mu ini, maka tidak akan mungkin hamba sampai ketahap ini. Karya yang telah lama dinantikan, akhirnya

terselesaikan juga. Karya ini dipersembahkan untuk diriku sendiri dan kedua orang tua tercinta:

Ayahanda H. Idrus (Alm) dan Ibunda Hj. Seni Wati.

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis haturkan atas kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan rahmat-Nya, sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara Resiliensi dengan Psychological Distress pada Mahasiswa di Masa Pandemi COVID-19” guna memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Kemudian shalawat serta salam kepada Rasulullah SAW, semoga kita mendapatkan syafa’atnya di akhirat nanti.

Segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, petunjuk, dan bimbingan selama penulis menyelesaikan penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Hairunnas Rajab, M.Ag. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

2. Bapak Dr. Kusnadi, M. Pd. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Bapak Dr. H. Zuriatul Khairi, M.

Ag., M.Si., Ibu Dr. Vivik Shofiah, M. Si., dan Ibu Dr. Yuslenita Muda, M.

Sc. selaku Wakil Dekan I, II, dan III.

3. Ibu Dr. Vivik Shofiah, M. Si. selaku Dosen Penasehat Akademik terimakasih telah membimbing dari awal perkuliahan hingga akhir.

4. Ibu Putri Miftahul Jannah, S.Psi., M.Psi.T. selaku dosen pembimbing skripsi. Penulis ucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya kepada ibu atas

(9)

viii

ilmu, waktu, motivasi, dan nasehat yang ibu berikan selama membimbing penulis dari Teknik Penulisan Proposal (TPP) hingga skripsi ini selesai.

5. Bapak Dr. Masyhuri, M.Si., dan Ibu Farah Ulfa, M.Psi. Psikolog. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang dapat membuat skripsi ini lebih baik lagi.

6. Segenap Dosen di Fakultas Psikologi yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis.

7. Segenap Staff dan Pegawai yang telah membantu penulis dalam mengurus segala administrasi yang diperlukan selama perkuliahan.

8. Teristimewa yaitu keluarga tercinta (Ayah, Ibu, dan seluruh keluarga besar) Terimakasih atas kasih sayang, pengorbanan, do’a, dukungan dan nasihat kepada penulis selama menempuh pendidikan. Semoga Allah memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya serta selalu menghadirkan kebaikan di dalam kehidupan kalian semua.

9. Seluruh rekan-rekan seperjuangan di Psikologi Angkatan 2018, khususnya teman-teman di Kelas F. Terimakasih telah menjadi bagian hidup selama penulis menjalani perkuliahan.

10. Sahabat terbaik penulis yaitu Gusti Manja Pertiwi dan Hermalia Gustina Putri, terimakasih telah selalu ada dan menemani dalam suka dan duka serta memberikan semangat tiada hentinya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

11. Terimakasih kepada Mark dan Jeno yang kehadirannya selalu memberikan hiburan, semangat, dan motivasi dikala penulis merasa tidak baik-baik saja.

(10)

ix

Terimakasih telah memberikan kebahagiaan kecil dan selalu menginspirasi penulis dalam segala hal, berkat kalian penulis dapat mengerti arti sebuah perjuangan.

12. Terimakasih untuk semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah menjadi bagian dari setiap perjalanan dan perjuangan penulis dalam menyelesaikan studi dan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki.

Oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan yang membangun dari semua pihak bagi penulis. Terakhir penulis ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya untuk semua pihak, dan penulis berharap skripsi ini dapat menjadi sumbangan ilmiah yang bermanfaat bagi pembaca.

Pekanbaru, 09 Desember 2022

Penulis

(11)

x DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIASI ... iii

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

ABSTRAK ... xiii

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Keaslian Penelitian ... 9

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Psychological Distres ... 13

1. Pengertian Psychological Distress ... 13

2. Aspek-Aspek Psychological Distress ... 14

3. Faktor Psychological Distress ... 15

B. Resiliensi ... 17

1. Pengertian Resiliensi ... 17

2. Aspek-Aspek Resiliensi ... 18

3. Faktor Resiliensi ... 20

C. Pandemi COVID-19 ... 21

D. Kerangka Berpikir ... 22

E. Hipotesis ... 26

BAB III : METODE PENELITIAN ... 27

A. Desain Penelitian ... 27

B. Identifikasi Variebel Penelitian ... 27

C. Definisi Operasional ... 28

1. Psychological Distress ... 28

2. Resiliensi ... 28

D. Partisipan Penelitian... 29

1. Populasi ... 29

2. Sampel... 29

(12)

xi

3. Teknik Sampling ... 31

E. Metode Pengumpulan Data ... 31

1. Psychological Distress ... 31

2. Resiliensi ... 33

F. Uji Coba Alat Ukur ... 34

1. Uji Coba (Try Out) ... 34

2. Validitas ... 34

3. Reliabilitas ... 35

4. Daya Diskriminasi ... 36

G. Analisis Data ... 37

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Pelaksanaan Penelitian... 38

B. Hasil Penelitian ... 38

1. Deskripsi Sampel Penelitian ... 38

2. Deskripsi Kategori Data ... 40

3. Uji Asumsi ... 44

4. Uji Hipotesis ... 47

C. Pembahasan ... 49

BAB V : PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57 LAMPIRAN

(13)

xi

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah Mahasiswa UIN SUSKA Riau... .... 28

Tabel 3.2 Perhitungan Sampel... .... 29

Tabel 3.3 Blueprint Skala Psychological Distress Sebelum Diuji Coba ... .... 31

Tabel 3.4 Blueprint Skala Resiliensi Sebelum Diuji Coba ... .... 32

Tabel 3.5 Hasil Uji Reliabilitas ... .... 35

Tabel 4.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin... .... 38

Tabel 4.2 Jumlah Sampel Berdasarkan Fakultas ... .... 38

Tabel 4.3 Jumlah Sampel Berdasarkan ... .... 39

Tabel 4.4 Norma Kategorisasi ... .... 40

Tabel 4.5 Gambaran Hipotetik dan Empirik Resiliensi (X) ... .... 40

Tabel 4.6 Kategorisasi Variabel Resiliensi (X) ... .... 41

Tabel 4.7 Gambaran Hipotetik dan Empirik Psychological Distress (Y) ... .... 42

Tabel 4.8 Kategorisasi Variabel Psychological Distress (Y) ... .... 42

Tabel 4.9 Hasil Uji Normalitas... .... 44

Tabel 4.10 Hasil Uji Linearitas ... .... 44

Tabel 4.11 Hasil Uji Homogenitas ... .... 45

Tabel 4.12 Hasil Uji Korelasi ... .... 46

Tabel 4.13 Hasil Uji Independent Sample t-test ... .... 47

(14)

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Jadwal Penelitian ... 61

Lampiran B : Lembar Validasi Alat Ukur ... 63

Lampiran C : Instrumen Penelitian ... 73

Lampiran D : Data Demografi Subjek Try Out ... 79

Lampiran E : Tabulasi Data Try Out ... 82

Lampiran F : Uji Reliabilitas dan Daya Diskriminasi ... 89

Lampiran G : Data Demografi Subjek Penelitian ... 92

Lampiran H : Tabulasi Data Penelitian ... 103

Lampiran I : Hasil Analisis Uji Asumsi ... 136

Lampiran J : Hasil Analisis Uji Hipotesis ... 139

Lampiran K : Guide Wawancara Prariset ... 142

Lampiran L : Guide Wawancara Uji Keterbacaan Alat Ukur ... 147

Lampiran M : Surat Izin Try Out dan Penelitian ... 150

(15)

xiii

Hubungan antara Resiliensi dengan Psychological Distress pada Mahasiswa di Masa Pandemi COVID-19

Oleh:

Azizah Saumi Fakultas Psikologi

Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

Abstrak

Pandemi COVID-19 memberikan dampak pada kesehatan mental seperti stres, gangguan kecemasan, dan depresi. Berbagai permasalahan psikologis yang dialami mahasiswa selama pandemi diantaranya kesepian karena pembatasan sosial, perkuliahan daring, dan beban tugas yang membuat mahasiswa banyak mendapat tekanan sehingga menimbulkan psychological distress. Resiliensi merupakan salah satu kemampuan untuk bertahan dan mengatasi berbagai sumber psychological distress. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19 dan mengtahui perbedaan jenis kelamin pada resiliensi dan psychological distress. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data mengggunakan Hopkin Symptom Checklist-25 (HSCL-25) untuk psychological distress dan Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC 25) untuk resiliensi dengan teknik kuota sampling dibagikan secara online kepada 412 mahasiswa. Teknik analisis data menggunakan korelasi Kendall’s Tau dan uji t-Test. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan negatif signifikan anatara resiliensi dan psychological distress dengan nilai koefisien korelasi (τ ) = -0,069 dan p=0,020 (p<0,05). Terdapat perbedaan jenis kelamin pada psychological distress dengan nilai p=0,000 pada laki-laki dan p=0,001 pada perempuan.

Perempuan memiliki psychological distress lebih tinggi dari pada laki-laki.

Sedangkan pada resiliensi tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Penelitian ini membuktikan ada hubungan antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19 yang artinya semakin tinggi resiliensi maka semakin rendah psychological distress dan semakin rendah resiliensi maka semakin tinggi psychological distress. Temuan ini menunjukkan mahasiswa memiliki resiliensi yang sangat tinggi sehingga diraharapkan mahasiswa mampu mempertahankannya.

Kata Kunci: Psychological distress, resiliensi, COVID-19

(16)

xiv

The Relationship between Resilience and Psychological Distress in Students During The COVID-19 Pandemic

By:

Azizah Saumi Faculty Of Psychology

State Islamic University Sultan Syarif Kasim Riau

Abstract

The COVID-19 pandemic has an impact on mental health such as stress, anxiety, and depression. Various psychological problems experienced by students during pandemic, including loneliness due to social distancing, online learning, and workloads that make students stressed and depressed so that it becomes psychological distress. Resilience is one of the abilities sources of psychological distress. This study aims to determine the relationship between resilience and psychological distress in college students during the COVID-19 pandemic and to determine gender differences in resilience and psychological distress. This study is quantitative study with data collection using the Hopkins Symptom Checklist- 25 (HSCL-25) for psychological distress and the Connor Davidson Resilience Scale (CD-RISC 25) for resilience whit quota sampling technique distributed online to 412 students. The data analysis technique used correlation Kendall’s Tau and t-Test. The results have significant negative relationship between resilience and psychological distress with correlation coefficient (τ )=-0,069 and p=0,020 (p<0,05) There are gender differences psychological distress with p=0,000 for males and p=0,001 for females. Women have higher psychological distress than men. While in resilience there is no significant difference. This study proves that there is relationship between resilience and psychological distress in students during the COVID-19 pandemic, this means that the higher the resilience, the lower the psychological distress and the lower resilience the higher the psychological distress. This study shows that students have very high resilience, so it is hope that students will be able to maintain it.

Keywords: Psychological distress, resilience, COVID-19

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

COVID-19 merupakan suatu penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 yang menginfeksi sistem pernafasan serupa dengan influenza, dan menyebar ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. WHO mendeklarasikan COVID-19 ini sebagai pandemi sejak Maret 2020 akibat penyebaran yang semakin meningkat dan banyak memakan korban. Pemerintah Indonesia juga menyatakan masalah COVID-19 ini sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat dan untuk mengurangi resiko penularan COVID-19, langkah preventif yang telah diambil pemerintah Indonesia yaitu mengeluarkan berbagai kebijakan seperti aturan protokol kesehatan dengan memakai masker, larangan untuk berkerumun dengan menjaga jarak fisik (physical distancing), dan pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di berbagai daerah, vaksinasi, serta penutupan sekolah dan universitas.

Pandemi COVID-19 berdampak secara signifikan pada penurunan kualitas hidup manusia dalam berbagai aspek. Dampak langsung terjadi pada aspek kesehatan, terlihat dari tingginya jumlah korban dengan kasus positif dan kematian akibat COVID-19. Sampai saat ini dari data worldmeters tercatat pada 10 Oktober 2021 sebanyak 238.538.845 kasus di dunia. Di Indonesia terdapat 4.227.038 kasus, dengan total sembuh 4.059.267, dan meninggal dunia 142.612

(18)

kasus. Pandemi COVID-19 juga meningkatkan masalah kesehatan mental dengan gelaja kejiwaan seperti kecemasan, stres dan depresi (WHO, 2020).

Banarjee et al., (2020), menjelaskan bahwa terjadi peningkatan prevalensi gangguan depresi, kecemasan, gangguan tidur, dan penggunaan alkohol pada populasi umum sebagai dampak COVID-19 dan lockdown pada negara yang terpapar COVID-19. PDSKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia) melakukan survei mengenai kesehatan mental di masa pandemi COVID-19 pada 23 April 2020 oleh 1.552 responden di seluruh Indonesia.

Berdasarkan hasil survei terdapat tiga masalah psikologis yaitu 63% responden mengalami kecemasan, 66% mengalami depresi, 80% memiliki gejala stres pascatrauma psikologis (pdskji.org/home, 2020). Gejala kejiwaan yang mengalami peningkatan pada masa pandemi tersebut memberi bukti bahwa COVID-19 sangat mempengaruhi kesehatan mental.

Dampak psikologis dari pandemi COVID-19 pada mahasiswa yang berada pada usia dewasa awal tampaknya jauh lebih besar daripada usia dewasa madya dan lanjut usia. Hal ini sesuai dengan temuan Epifanio et al., (2021) yaitu orang dewasa awal (18-34 tahun) melaporkan tingkat kesehatan psikologis terendah, yang secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan orang dewasa madya dan usia lanjut pada masa pandemi. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa usia dewasa awal yang paling rapuh secara psikologis, selama pandemi mereka terpapar risiko yang lebih tinggi terhadap kesejahteraan psikologis sebab pada usia ini mereka berada pada transformasi penting seperti baru masuk universitas, menjadi mahasiswa akhir, proses mencari kerja setelah kelulusan, dan sebagainya.

(19)

3

Dengan demikian, mahasiswa yang berada di jenjang usia dewasa awal kemungkinan juga mengalami lebih banyak emosi negatif dan kehilangan kepercayaan diri, dengan kemungkinan berdampak pada urusan akademik.

Penelitian Gaite, G. et al., (2022) menemukan sebanyak 55,67 % mahasiswa mengalami stres normal, 86,6% mahahsiswa mengalami kecemasan dengan gejala ringan hingga sangat berat, dan 57,73% mahasiswa mengalami depresi dengan gejala ringan hingga berat.

Banyak faktor risiko menyebabkan munculnya permasalahan psikologis selama pandemi pada mahasiswa yang berakibat pada psychological distress.

Menurut Nasrullah & Lalu (2021) berbagai sumber distres diantaranya ketakutan terinfeksi COVID-19 menciptakan tekanan emosional dan juga faktor jarak dan pembatasan sosial. Holmes, et al., (2020) juga menyebutkan bahwa kesepian akibat pembatasan sosial dan menjaga jarak dengan harus tetap di rumah merupakan stressor yang berpotensi memperburuk kondisi kesehatan mental dan mengakibatkan meningkatnya kecemasan, depresi, dan terlibat dalam perilaku berbahaya seperti menyakiti diri sendiri dan bunuh diri. Hal ini dikarenakan ruang gerak dan aktivitas mahasiswa menjadi terbatas sehingga menjadi penghalang untuk mahasiswa mengembangkan diri dan minimnya interaksi dengan teman sebaya.

Pembelajaran yang awalnya dilakukan secara daring akibat pandemi COVID-19, dan saat ini telah kembali dilakukan pembelajaran secara luring atau tatap muka pada Maret 2022 pasca pandemi juga menjadikan stressor bagi mahasiswa. Perubahan dari pembelajaran daring ke luring ini menjadikan

(20)

mahasiswa kembali melakukan penyesuaian dari sistem proses pembelajaran daring yang bersifat pasif ke sistem pembelajaran luring yang lebih aktif. Hal ini tentu membuat mahasiswa membutuhkan banyak persiapan dan mengharuskan mahasiswa kembali melakukan adaptasi akibat transisi perkuliahan tatap muka yang mulai dilaksanakan. Terlebih lagi bagi mahasiswa yang merantau dan jauh dari orang tua dan perlu beradaptasi dengan lingkungan kampus yang baru sehingga hal ini memberi tekanan pada mahasiswa (Tumanggor et al., 2022;

Salim, A. 2022).

Berdasarkan hasil wawancara singkat dengan empat mahasiswa UIN SUSKA Riau pada 17 Desember 2021, mengungkapkan bahwa mereka mengalami stres dan kecemasan terkait pandemi. Pertama, seperti yang diungkapkan oleh ISN mahasiswa semester tujuh, sebagai berikut: “...saya sendiri merasa cemas. Gimana masa pandemi saat ini udah hampir 3 tahun tak kunjung usai malah makin menjadi saat ini. Kalau merasa stres ya stres...” Mahasiswa juga merasa tertekan dan stres akibat tugas selama perkuliahan daring, seperti yang diungkapkan oleh mahasiswa kedua GMP, mahasiswa semester lima sebagai berikut ini: “...saya sering merasa cemas dan saya stres karena banyaknya tugas untuk turun lapangan apalagi sekarang masih pandemi, dan saya sudah semester 5...” Mahasiswa ketiga HGP semester lima ini juga mengatakan bahwa merasa bosan dan kesepian akibat pembatasan sosial, seperti ungkapan berikut “...Saya juga merasa bosan dan kesepian karena kurang bisa bertemu dengan teman- teman...” Mahasiswa ke-empat VS semester tujuh ini mengatakan bahwa merasa cemas dan stres terkait pandemi dan sidang skripsi, seperti ungkapan berikut ”...

(21)

5

Saya merasa cemas kalau jadi korban, kalau stress saya kebanyakan ya karena mau sidang...”

Psychological distress merupakan keadaan individu ketika mendapat tuntutan dari lingkungan yang melebihi kemampuan dirinya, sehingga memunculkan gejala depresi dan kecemasan yang mengancam kesejahteraan psikologis individu tersebut (Geshica & Musabiq ; 2017). Reaksi psikologis yang dialami mahasiswa seperti kecemasan, stres, dan depresi dikategorikan sebagai psychological distress. Menurut Wheaton (dalam Drapeau, et al., 2012), psychological distress ditandai dengan depresi dan kecemasan.

Menurut Mahmood & Ghaffar (2014), psychological distress merupakan kondisi negatif berkaitan dengan keadaan kesehatan fisik dan mental yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi seseorang sepanjang hidup sehingga menyebabkan penurunan kualitas hidup. Psychological distress ini banyak memberikan dampak negatif pada individu sehingga perlu untuk mencegah timbulnya distress tersebut. Mahasiswa membutuhkan suatu kemampuan untuk mengurangi psychological distress tersebut, salah satu kemampun individu untuk bertahan dan mengatasi psychological distress disebut resiliensi (Ungar, 2012).

Connor & Davidson (2003), mengatakan bahwa resiliensi tidak hanya kemampuan menghadapi kesulitan yang dihadapi tetapi juga dapat beradaptasi secara positif dengan kejadian yang negatif. Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk mengatasi kesulitan, rasa frustasi dan stres, serta sangat penting dalam mengatasi kecemasan, depresi, dan segala permasalahan dalam diri individu. Resiliensi berperan dalam membantu seseorang untuk dapat bertahan

(22)

dari berbagai sumber distres yang dapat membuat sesorang mengalami psychological distress (Azzahra, 2017). Menurut Fitriyati (2020), agar masalah psikologis dan kesehatan mental tidak semakin meningkat di masa pandemi maka memerlukan resiliensi untuk menghadapi situasi dan kondisi sulit yang tidak menentu, dan perubahan kebiasaan aktivitas baru akibat pandemi. Sebab resiliensi merupakan suatu kekuatan dasar dari karakter positif yang berfungsi membangun kekuatan emosional dan psikologis individu.

Orang yang resilien merupakan orang yang memiliki kompetensi personal (keuletan), memiliki kepercayaan terhadap naluri dan toleran terhadap emosi negatif sehingga kuat dalam menghadapi tekanan, menerima perubahan secara positif sehingga memiliki penyesuaian diri yang baik, memiliki hubungan yang baik dengan orang lain, memiliki pengendalian diri, dan juga spritualitas yang baik (Connor & Davidson, 2003). Tingkat resiliensi yang tinggi pada individu akan menunjukkan tingkat gejala yang rendah dari gangguan stres pascatrauma dan depresi. Sedangkan individu dengan tingkat resiliensi yang rendah memiliki kemampuan penyesuaian diri yang buruk terhadap peristiwa yang penuh tekanan, dan memiliki hasil kesehatan mental yang lebih buruk terkait depresi dan kecemasan (Ran, et al., 2020).

Beberapa penelitian terdahulu diantaranya Yasin, et al., (2016) yang meneliti hubungan resiliensi dengan psychological distress pada pekerja penyelamat menemukan hubungan negatif antara resiliensi dan psychological distress. Ismail & Istiqamah (2021) yang melakukan penelitian pada masyarakat

(23)

7

dalam menghadapi pandemi COVID-19 juga menemukan hal sama yaitu terdapat hubungan negatif antara resiliensi dengan psychological distress.

Resiliensi merupakan satu hal penting yang harus dimiliki oleh setiap orang, terutama bagi mahasiswa yang rentan terhadap psychological distress.

Mahasiswa yang telah mengalami banyak permasalahan dan tekanan terkait dengan urusan akademik yang dapat berakibat pada psychological distress, biasanya disebabkan oleh beban tugas yang tinggi seperti praktikum, laporan, proyek dan ujian, persaingan antar sesama mahasiswa, pengerjaan skripsi dan sidang bagi mahasiswa akhir. Kemudian ditambah dengan keadaan pandemi COVID-19 yang merupakan fenomena yang baru saat ini membuat mahasiswa mendapat lebih banyak tekanan, sehingga berdampak pada masalah psikologis dan kesehatan mental seperti stres, kecemasan, dan depresi menjadi lebih tinggi (Maia, 2020). Maka dalam kondisi seperti ini, permasalahan yang dialami mahasiswa perlu diperbaiki dengan cepat dan benar agar tidak menimbulkan masalah baru yang lebih parah dari masa sebelumnya. Mahasiswa membutuhkan resiliensi yang baik sehingga mampu mengatasi dan bertahan dari berbagai sumber distress karena psychological distress akan mempengaruhi kesejahteraan psikologis dan berdampak pada penurunan kualitas hidup.

Mirowsky & Ross (2003) menjelaskan faktor yang dapat mempengaruhi psychological distress yaitu jenis kelamin. Ia mengatakan bahwa perempuan lebih mungkin mengalami psychological distress daripada laki-laki. Namun pada penelitian yang dilakukan Mahmood & Ghaffar (2014) tidak menemukan perbedaan jenis kelamin yang signifikan pada psychological distress. Sedangkan

(24)

pada resiliensi, Agustine & Borualogo (2021) dalam penelitiannya menemukan bahwa terdapat berbedaan antara anak remaja laki-laki dan perempuan selama masa pandemi COVID-19, yaitu anak perempuan kurang resilien dibandingkan anak laki-laki. Berbeda dengan Tefera & Mulatie (2014) yang menemukan ada perbedaan signifikan pada jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam kemampuan resiliensi. Oleh karena perbedaan temuan tersebut, sehingga menjadi menarik untuk melihat bagaimana perbedaan jenis kelamin dengan psychological distress dan resiliensi pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan, peneliti tertarik untuk meneliti “hubungan antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19”. Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam menghadapi berbagai kesulitan baik dalam perkuliahan, maupun dalam menghadapi berbagai tekanan dan permasalahan dalam hidup terutama di masa pandemi COVID-19 ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan negatif antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19?

2. Apakah ada perbedaan antara jenis kelamin pada resiliensi dan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19?

(25)

9

C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengetahui hubungan negatif antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

2. Mengetahui perbedaan antara jenis kelamin pada resiliensi dan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

D. Manfaat Penelitian Adapun manfaaat penelitian ini sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dalam bidang psikologi sosial, psikologi positif dan juga psikologi klinis, serta memperluas ilmu pengetahuan dan memberikan sumbangan referensi untuk masukan dan pertimbangan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian sejenis bagi peneliti selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan pengetahuan yang lebih banyak kepada mahasiswa untuk mempertahankan dan meningkatkan resiliensi dalam menghadapi psychological distress.

E. Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian dengan variabel resiliensi dan psychological distress telah dilakukan sebelumnya, namun yang membuat penelitian ini berbeda yaitu

(26)

pada waktu dan tempat penelitian, partisipan, teori, dan alat ukur yang digunakan.

Penelitian-penelitian tersebut diantaranya dilakukan oleh:

Penelitian Azzahra, F. (2017) yang berjudul “Pengaruh Resiliensi Terhadap Distres Psikologis Pada Mahasiswa”. Penelitian ini dilakukan kepada 342 mahasiswa menggunakan metode penelitian kuantitatif. Hasil penelitian menemukan bahwa resiliensi berpengaruh negatif sebanyak 3.6% pada distres psikologis. Perbedaan penelitian ini dengan yang penulis lakukan yaitu waktu dan tempat penelitian, metode analisis dan alat ukur yang digunakan yaitu menggunakan Kessler Psychological Distress Scale (K10) untuk mengukur psychological distress.

Yasin et. al., (2016) melakukan penelitian dengan judul “Relationship Between Psychological Distress And Resilience In Rescue Workers” pada 100 petugas penyelamat. Penelitian ini merupakan studi korelasional yang dilakukan dari Juni-Agustus 2015 di Rahim Yar Khan, Punjab, Pakistan. Analisis hasil menemukan hubungan negatif antara psychological distress dan resiliensi (r= - 0,203) pada pekerja penyelamat. Jenis partisipan, waktu dan tempat penelitian, metode analisis data, dan alat ukur yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan yang peneliti akan lakukan.

Penelitian Ismail & Istiqamah (2021) yang berjudul “Hubungan Resiliensi dengan Psychological Distress pada Masyarakat dalam Menghadapi Pandemi COVID-19” yang dilakukan pada 99 orang. Hasil penelitian ini menemukan hubungan yang negatif antara resiliensi dengan psychological distress pada masyarakat dalam menghadapi pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan

(27)

11

Kessler Psychological Distress Scale (K10) untuk mengukur psychological distress. Sehingga jenis partisipan, waktu dan tempat penelitian, serta alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini berbeda dengan yang akan dilakukan penulis.

Penelitian yang berjudul “Pengaruh Distres Psikologis terhadap Resiliensi pada Anak dan Remaja saat Pandemi COVID-19“ yang dilakukan oleh Agustine

& Borualogo (2021) pada anak dan remaja berusia 10-18 tahun di Indonesia.

Penelitian ini menemukan bahwa distres psikologis berkontribusi negatif terhadap resiliensi anak dan remaja pada masa pandemi COVID-19. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu jenis partisipan, waktu dan tempat penelitian, metode analisis data, dan alat ukur yang digunakan yang mana penelitian ini menggunakan Kessler Psychological Distress Scale (K-10) untuk mengukur distres psikologis, dan Child and Youth Resilience Measurement Revision (CYRM-R) untuk mengukur resiliensi.

Penelitian yang dilakukan oleh Shinta & Maharani (2021) dengan judul

“Kemampuan Resiliensi Individu dalam Menghadapi Psychological Distress Siswa-Siswi SMA Jakarta di Masa Pandemi COVID-19” pada 500 siswa-siswi SMA Jakarta. Temuan hasil penelitian ini yaitu terdapat hubungan negatif signifikan antara resiliensi dengan psychological distress pada siswa-siswi SMA Jakarta. penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu jenis partisipan, waktu dan tempat penelitian.

Puspitaningrum & Pudjiati (2021), melakukan penelitian dengan judul

“Peran Resource dan Vulnerability index of resilience terhadap Distres Psikologis Remaja Saat Pandemi COVID-19” pada 133 remaja. Hasil penelitian menemukan

(28)

resource index berpengaruh negatif sebesar 12,6%, sedangkan vulnerability index berpengaruh positif sebesar 21,2% terhadap distres psikologis. Hasil juga menunjukkan bahwa distress psikologis responden tinggi, dengan resource dan vulnerability index yang rendah. Penelitian ini menggunakan Resiliency Scaled for Children and Adolescents (RSCA) untuk mengungkap resiliensi, sehingga yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan penulis yaitu jenis partisipan, waktu dan tempat penelitian, metode analisis data, serta alat ukur yang digunakan.

Penelitian ini dilakukan oleh peneliti sendiri berdasarkan keaslian topik penelitian yang membahas mengenai hubungan antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19. Penelitian ini menggunakan teori dari Connor & Davidson (2003) untuk menjelaskan resiliensi, dan teori dari Mirowsky & Ross (2003) untuk menjelaskan psychological distress.

(29)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Psychological Distres

1. Pengertian Psychological Distress

Mirowsky & Ross (2003) mendefinisikan psychological distress sebagai kondisi subjektif yang tidak menyenangkan, yang ditandai dengan dua gejala utama yaitu kecemasan (seperti perasaan tegang, kegelisahan, kekhawatiran, dan takut), dan depresi (seperti kesedihan, kehilangan minat, putus asa, keinginana untuk mati, kesepian, dan mengalami gangguan tidur).

Depresi dan kecemasan tersebut masing-masing dimanifestasikan dalam dua bentuk, yaitu mood (emosional) dan malaise (fisiologis) atau kondisi tubuh yang selalu menimbulkan ketidaknyamanan.

Mood direpresentasikan oleh perasaan negatif seperti khawatir, cemas, takut, mudah tersinggung dan marah, kesepian, perasaan sedih, dan perasaan negatif lainnya. Sementara malaise direpresentasikan oleh kondisi fisiologis seperti tidak nafsu makan, insomnia, kurang fokus dan sulit berkonsentrasi berdebar, berkeringat dingin, sesak nafas, tremor, tidak bergairah dan memiliki gejala penyakit ringan seperti sakit kepala dan mual.

Psychological distress menggambarkan keadaan kesehatan mental yang negatif. Kessler, et al., (2002) menjelaskan suatu kondisi mental yang tidak stabil yang berdampak pada permasalahan emosional, kognitif, perilaku, dan perasaan individu berupa ketidaknyamanan seperti kecemasan, depresi,

(30)

kelelahan, dan perasaan tidak berharga pada diri individu merupakan pengertian dari psychological distress.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, disimpulkan bahwa psycological distress adalah kondisi kesehatan mental seseorang yang mengarah ke arah negatif pada masalah emosional, kognitif, perilaku dan perasaan. Psycological distress merupakan sebagai reaksi emosional yang tidak menyenangkan sebagai respon terhadap stressor, yang ditandai dengan dua gejala yaitu kecemasan dan depresi. Depresi ditandai dengan kesedihan, kehilangan minat, putus asa, kesepian, merasa ingin mati, dan gangguan tidur.

Sedangkan kecemasan ditandai dengan perasaan tegang, kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan, dan mudah marah.

2. Aspek-Aspek Psychological Distress

Mirowsky & Ross (2002), mengatakan ada dua aspek dari psychological distress, yaitu depresi dan kecemasan yang dimanifestasikan dalam dua bentuk yaitu mood (emosional) dan malaise (fisiologis).

1. Depresi

Depresi adalah perasaan kesedihan sesorang yang mendalam dan disertai perasaan bersalah pada diri sendiri. Depresi merupakan reaksi psikologis yang disebabkan oleh gangguan mood sehingga individu mengalami gangguan tidur, merasa sedih, kehilangan minat dan semangat, merasa putus asa, merasa kesepian, merasa tidak berharga dan ingin mati, sering menangis, dan merasa segala sesuatu

(31)

15

sangat sulit untuk dilakukan sehingga membuat individu tersebut sulit dalam menjalankan aktivitasnya.

2. Kecemasan

Kecemasan adalah suatu kondisi emosional yang memiliki rangsangan secara fisiologis yang disebabkan oleh faktor eksternal sehingga menyebabkan perasaan tidak menyenangkan ditandai dengan perasaan tegang, kegelisahan, mudah khawatir dan takut, serta mudah marah.

Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa psychological distress memiliki dua aspek yaitu depresi dan kecemasan.

3. Faktor Yang Mempengaruhi Psychological Distress

Mirowsky & Ross (2002), menjelasakan bahwa yang mempengaruhi psychological distress yaitu terdapat empat pola sosial dasar diantaranya jenis kelamin, status pernikahan, status sosial, dan perubahan peristiwa besar dalam hidup. Perempuan lebih mudah merasa tertekan dan mengalami psychological distress dibandingkan dengan laki-laki, sedangkan individu yang sudah menikah lebih sedikit merasa depresi dan resilien terhadap psychological distress bila dibandingkan dengan individu berstatus lajang atau bercerai.

Individu yang status sosial ekonominya tinggi (baik dari tingkat pendidikan, kekuasaan dan pekerjaan) maka semakin rendah tingkat psychological distress yang dialaminya. Selanjutnya semakin banyak perubahan peristiwa yang tidak diinginkan terjadi dalam kehidupan individu, semakin tinggi tingkat psychological distress yang dialami.

(32)

Menurut Drapeau, et al. (2012), psychological distress yang dialami individu tergantung faktor yang mempengaruhinya yaitu sebagai berikut:

a. Faktor Sosio Demografi (Sosio Demographic Factors)

Faktor sosio-demografi adalah faktor karakteristik individu yang sudah ada sejak lahir, seperti jenis kelamin, etnis, usia, dan juga menunjukkan bagaimana peran individu tersebut dalam struktur sosial.

b. Faktor yang Berhubungan dengan Stres (Stress Related Factors) Faktor yang berhubungan dengan stres ini merupakan suatu peristiwa dan keadaan dalam kehidupan seseorang, yang mana stres ini memberi dampak pada kesehatan psikologis. Misalnya, mengalami masalah dengan seseorang, konflik keluarga dan pekerjaan, isolasi sosial, dan masa pandemi seperti saat ini. Semakin besar tekanan yang dirasakan individu, semakin besar pula risiko mengalami psychological distress.

c. Sumber Daya Pribadi (Personal Resources)

Terdapat dua jenis personal resources, yaitu sumber daya internal dan sumber daya eksternal. Sumber daya internal merupakan sumber daya yang ada pada diri individu seperti harga diri, kontrol diri, dan resiliensi. Sedangkan sumber daya eksternal merupakan jaringan sosial, dukungan sosial, pendapatan, dan pendidikan. Faktor ini yang membantu individu untuk mencegah terjadinya psychological distress.

(33)

17

Berdasarkan uraian penjelasan tersebut, dapat disimpulakan faktor- faktor yang mempengaruhi psychological distress ialah faktor sisiodemografi (meliputi jenis kelamin, usia, etnis, status pernikahan, dan status ekonomi sosial). fakor yang berhubungan dengan stres seperti perubahan peristiwa besar dalam hidup, dan faktor sumber daya pribadi.

B. Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Connor & Davidson (2003), mendefinisikan resiliensi sebagai kualitas personal individu yang mengharuskan individu tersebut dapat berkembang ketika menghadapi berbagai tekanan dan kesulitan hidup. Resiliensi dapat dilihat sebagai kemampuan mengatasi stres, reaksi terhadap stres, kecemasan, dan depresi sehingga dapat membuat individu beradaptasi dengan kesulitan- kesulitan yang dihadapainya. Ketika menghadapi situasi sulit atau keterpurukan, seseorang yang resilien merespon dengan cara yang sehat dan produktif, yang dapat mengendalikan tekanan kehidupan sehari-hari serta dapat melindungi diri dari pasca trauma.

Menurut Smith, et al., (2008), suatu kemampuan untuk bangkit atau pulih dari stres, kondisi yang sulit, situasi yang tidak menyenangkan dan mengamcam yang membuat individu merasa tertekan merupakan pengertian dari resiliensi. Resiliensi akan membantu individu beradaptasi dan berkembang dalam keadaan-keadaan yang membuat individu terpuruk. Lebih lanjut Reivich

& Shatte (2002) menyebutkan resiliensi adalah suatu kemampuan atau kapasitas seseorang untuk merespon secara sehat dan produktif dalam

(34)

menghadapi tekanan hidup, untuk bertahan dan bangkit serta mampu beradaptasi dengan situasi yang sulit dengan menciptakan dan memelihara sikap positif untuk mengeksplorasi dan menghasilkan kepercayaan diri dalam menghadapi tantangan kehidupan sehari-hari.

Iacoviello & Charney (2014), menjelaskan resiliensi adalah sebagai konstruksi psikososial, umumnya digambarkan sebagai karakteristik adaptif individu untuk mengatasi dan pulih dari kesulitan. Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk beradaptasi dengan baik terhadap situasi atau peristiwa traumatis yang dapat menimbulkan stres. Selain itu, dapat disebutkan bahwa resiliensi bukanlah ciri-ciri kepribadian namun mencakup perilaku, pikiran dan tindakan yang dapat dipelajari setiap orang. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu untuk beradaptasi dan bertahan dalam menghadapi situasi yang sulit dalam hidupnya, serta bangkit dan pulih dari kondisi yang menekan seperti stres, kecemasan, dan depresi sehingga menjadi lebih baik.

2. Aspek-Aspek Resiliensi

Connor & Davidson (2003), mengemukakan bahwa resiliensi terdiri dari lima aspek, yaitu :

1. Kompetensi personal, standar tinggi, dan keuletan

Kompetensi personal, standar tinggi, dan keuletan menggambarkan tekad dan kemampuan individu yang kuat untuk mencapai suatu tujuan meskipun terdapat hambatan dan rintangan hidup. Orang yang

(35)

19

resilien akan selalu berusaha dengan baik untuk mencapai tujuannya serta keinginannya untuk bangkit dan tetap bertahan di situasi sulit.

2. Kepercayaan terhadap naluri, toleransi terhadap afek negatif, dan kuat menghadapi tekanan.

Individu yang percaya pada naluri dan perasaan yang dimilikinya sehingga tidak ragu mengambil keputusan sesuai dengan nalurinya.

Individu yang resilien mempunyai toleransi yang tinggi akan emosi negatif yang datang dari mengalami kesulitan. Toleransi berarti bersikap tenang, fokus, dan tegas dalam menghadapi kesulitan sehingga mampu menghadapi tekanan dan stres.

3. Menerima perubahan secara positif dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain

Individu yang menerima perubahan secara positif dapat beradaptasi dan menyesuaikan dirinya terhadap berbagai kondisi yang ia alami, kemudian perlu juga menjalin hubungan baik dengan orang agar individu tersebut dapat menerima keadaan secara penuh.

4. Pengendalian diri

Suatu kontrol yang dimiliki oleh seseorang untuk mengendalikan diri dan mengatur emosi dalam kondisi dan situasi yang penuh dengan kesulitan.

(36)

5. Pengaruh spiritual

Spriritualitas mengacu pada keyakinan individu akan kuasa Tuhan bahwa Tuhan akan membantunya dalam menghadapi kesulitan dan percaya dengan segala sesuatu yang terjadi adalah karena suatu alasan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan resiliensi memiliki lima aspek. Aspek-aspek tersebut yaitu kompetensi personal, standar tinggi, dan keuletan; kepercayaan terhadap naluri, toleransi terhadap afek negatif, dan kuat menghadapi tekanan; menerima perubahan secara positif dan menjalin hubungan yang baik dan aman dengan orang lain; pengendalian diri, dan pengaruh spiritual.

3. Faktor Resiliensi

Menurut Everall, et al,. (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu :

a. Faktor Individu

Faktor individu adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri yang menjadikan individu resilien seperti kemampuan kognitif atau intelegensi yang dimiliki individu, konsep diri, harga diri, strategi coping,dan kompetensi sosial.

b. Faktor Keluarga

Faktor keluarga yang mempengaruhi resiliensi yaitu mencakup dukungan yang didapat dari orang tua dan keterikatan para anggota keluarga. Faktor ini berkaitan dengan hubungan anak dan orang tua serta cara orang tua memperlakukan anak. Selain itu, struktur keluarga

(37)

21

juga memiliki peran penting dalam membentuk resiliensi bagi individu, yang mana seseorang yang memiliki struktur keluarga yang lengkap akan memiliki resiliensi yang baik.

c. Faktor komunitas

Faktor ini merupakan faktor resiliensi yang berkenan dengan aspek lingkungan yang dapat memberi dukungan pada individu. Ketika individu berada pada situasi yang sulit dan terpuruk, individu tersebut akan mencari dan menerima dukungan dan perhatian dari orang lain di lingkungannya seperti guru atau dosen.

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat disimpulakan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi resiliensi yaitu faktor dari dalam diri individu, faktor dukungan sosial berupa dukungan keluarga dan dukungan komunitas tempat tinggal individu.

C. Pandemi COVID-19

Menurut WHO, COVID-19 (Coronavirus Disease 2019) merupakan suatu penyakit yang ditimbulkan oleh infeksi virus SARS-CoV-2 (Severe acute respiratory syndrome coronavirus-2). COVID-19 pertama kali diidentifikasi di kota Wuhan, Provinsi Hubei, Tiongkok, Cina pada Desember 2019. WHO menetapkan wabah COVID-19 pada 11 Maret 2020 sebagai pandemi global.

Virus Corona merupakan keluarga besar dari virus yang menyebabkan terjadinya infeksi pada saluran pernafasan seperti penyakit flu. Penyebaran COVID-19 yaitu melalui droplet atau tetesan-tetesan kecil yang berasal dari hidung dan mulut melalui orang ke orang lain ketika seseorang tersebut mengalami batuk atau ketika

(38)

sedang bersin dan menghembuskan nafas. Infeksi COVID-19 cukup bervariasi dalam menimbulkan gejala, paling umum adalah demam, batuk, sesak nafas, dan merasa cepat lelah (WHO, 2021).

D. Kerangka Berpikir

Mahasiswa dihadapkan dengan berbagai macam permasalahan di masa pandemi ini, baik permasalahan terkait akademik, masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan. COVID-19 memang memberikan banyak tekanan pada kehidupan individu dan mempengaruhi kesejahteraan dan kesehatan mental. Tekanan yang dialami mahasiswa tersebut menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan kemudian dapat menimbulkan psychological distress. Psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi tampak pada ketakutan mahasiswa terpapar COVID- 19, merasa sedih, kehilangan minat, putus asa, kesepian, dan mengalami gangguan tidur selama adanya pembatasan sosial selama pandemi. Reaksi psikologis yang dialami mahasiswa tersebut merupakan gejala depresi dan kecamasan sebagai aspek dari psychological distress (Mirowsky & Ross, 2003).

Psychological distress ini juga berakibat pada kondisi fisik seperti kelesuan atau merasa kehilangan semangat, merasa putus asa, tidak nafsu makan dan gangguan tidur, sulit berkonsentrasi dan mengingat, serta kurang fokus.

Kemudian juga disertai penyakit- penyakit ringan (seperti mual dan sakit kepala) yang terkait dengan kecemasan (Mirowsky & Ross, 2003). Mahasiswa yang mengalami psychological distress merasa memiliki suasana hati yang tidak menyenangkan seperti kesedihan, kegelisahan, dan merasa tidak berguna.

(39)

23

Drapeau et al., (2012), menjelaskan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi psychological distress yaitu faktor sosiodemografis yang meliputi karakteristik individu, seperti jenis kelamin, etnis, usia, dan juga menunjukkan bagaimana peran individu tersebut dalam struktur sosial. Kelompok usia mahasiswa mulai dari rentang usia 18-25 tahun, yang berada pada usia dewasa awal merupakan kelompok usia yang memiliki tingkat kesehatan psikologis terendah dan tingkat stres yang tinggi (Epifanio et al., 2021). Usia dewasa awal menurut Hurlock yaitu usia 18 tahun sampai 40 tahun (Hurlock, 2009).

Faktor kedua adalah stress-related factors atau faktor yang berhubungan dengan stres. Faktor ini merupakan suatu peristiwa atau kondisi dalam hidup yang menimbulkan stres dan mengganggu kesehatan mental seseorang (Drapeau et al., 2012). Misalnya pada saat pandemi saat ini mahasiswa yang merasa stres terkait tugas akademik dan pembatasan sosial akibat pandemi. Berbagai sumber distress yang berisiko menyebabkan psychological distress bagi mahasiswa di masa pandemi ini seperti kebosanan, kesepian, stres, dan frustasi sehingga muncul masalah emosi, kecemasan, depresi, suasana hati yang buruk, mudah marah, mengalami gangguan tidur, hingga gejala stres pascatrauma.

Faktor ketiga psychological distress yaitu sumber daya personal (Drapeau et al., 2012). Faktor ini merupakan sumber daya yang dimilki individu baik internal dan eksternal, yang membantu individu mencegah munculnya psychological distress yaitu kemampuan individu dan dukungan sosial yang diterima individu tersebut. Salah satu sumber daya personal internal yang mencakup kemampuan individu untuk untuk beradaptasi dan bertahan dalam

(40)

menghadapi tekanan dan keadaan yang sulit dalam hidup yaitu resiliensi.

Resiliensi adalah kualitas personal individu yang memungkinkan individu tersebut dapat berkembang ketika menghadapi tekanan dan kesulitan hidup (Connor &

Davidson, 2003).

Individu yang memiliki resiliensi mampu menghadapi masalah dan kesulitan dihadapinya melalui pola perilaku adaptif, atau mampu bertahan dan bangkit dari tekanan yang dialaminya. Artinya resiliensi dapat menjadi faktor yang dapat menurunkan tingkat psychological distress seseorang dalam hal ini mahasiswa. Resiliensi dapat dilihat sebagai kemampuan untuk mengatasi stres, kecemasan, depresi dan reaksi stres pada individu. Maka mahasiswa yang resilien ialah mahasiswa yang mempunyai kesehatan mental yang baik.

Individu yang berusaha untuk mencapai tujuannya, bersikap tenang dan fokus dalam menghadapi berbagai kesulitan, tekanan dan stres, mampu mengontrol diri dan menyesuaikan diri disegala kondisi yang dialami, serta yakin akan kuasa Tuhan merupakan individu dengan resiliensi yang baik (Azzahra, 2017). Individu yang memiliki kriteria resiliensi ini akan mampu menyesuaikan diri dengan baik dan bertahan dalam situasi trauma dan kesulitan yang sedang dialami, atau kondisi yang bisa menimbulkan stres lainnya. Sehingga Individu tersebut tidak rentan mengalami gejala kecemasan dan depresi, artinya individu yang memiliki resiliensi yang baik akan memiliki tingkat psychological distress yang rendah.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa resiliensi individu dapat memainkan peran protektif penting dalam mengurangi efek negatif dari stres,

(41)

25

trauma dan kesulitan. Resiliensi yang tinggi berkenan dengan kecemasan dan depresi yang lebih rendah sehinga tingkat psychological distress menjadi menurun (Joyce et al., 2018). Pidgeon, et al., (2015) juga membuktikan bahwa mahasiswa Amerika, Australia, dan Hongkong yang memiliki tingkat resiliensi yang tinggi akan memiliki tingkat psychological distress yang rendah, dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki tingkat resiliensi yang rendah akan memiliki tingkat psychological distress yang tinggi.

Penelitian ini berfokus pada mahasiswa yang mengalami psychological distress di masa pandemi COVID-19. Psychological distress pada mahasiswa yaitu keadaan mental yang mengarah kearah negatif yang berdampak pada ketidaknyamanan emosional, kognisi, perilaku, dan perasaan sebagai respon terhadap stressor atau tuntutan tertentu yang diterima mahasiswa dimasa pandemi COVID-19. Ditandai dengan gejala kecemasan (seperti kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan), dan gejala depresi (seperti merasa sedih, merasa kehilangan minat dan putus asa, merasa ingin mati, dan mengalami gangguan tidur), yang bisa berdampak sementara atau permanen sehingga bisa mempengaruhi performa mahasiswa di bidang akademik dan kehidupan sehari- hari mereka.

(42)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis pada penelitian ini yaitu:

1. Terdapat hubungan negatif antara resiliensi dengan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

2. Terdapat perbedaan antara jenis kelamin pada resiliensi dan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

(43)

27 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik korelasional. Menurut Kumar (2014) pendekatan kuantitatif bersifat spesifik, terstruktur, teruji validitas dan reliabilitasnya, serta dapat dapat didefinisikan dan dikenali secara eksplisit. Pendekatan kuantitatif bertujuan untuk mengukur derajat variabilitas dan keragaman pada suatu fenomena, sehingga diperoleh kesimpulan yang bersifat generalisasi. Penelitian dengan teknik korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menguji apakah terdapat suatu hubungan antara dua variabel atau lebih (Kumar, 2014). Pada penelitian ini ingin bermaksud untuk mengetahui hubungan antara resiliensi dan psychological distress pada mahasiswa di masa pandemi COVID-19.

B. Identifikasi Variebel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu resiliensi sebagai variabel X dan psychological distress sebagai variabel Y, dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independen) : Resiliensi

2. Variabel Terikat (Dependen) : Psychological distress

(44)

C. Definisi Operasional

1. Psychological Distress

Peneliti mendefinisikan Psychological distress secara operasional sebagai kondisi emosional negatif yang dialami oleh mahasiswa di masa pandemi COVID-19 seperti kesedihan, rasa tidak nyaman, kecemasan, mudah marah, takut, kehilangan kepercayaan diri, putus asa dan kesulitan tidur, melalui Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) yang diadaptasi oleh Turnip & Hauff (2007). Skor dari HSCL-25 tersebut menggambarkan psychological distress mahasiswa selama pandemi COVID-19 melalui aspek kecemasan dan depresi.

2. Resiliensi

Peneliti mendefinisikan resiliensi secara operasional sebagai kemampuan mahasiswa selama pandemi COVID-19 untuk bertahan dalam menghadapi tekanan, stres dan depresi sehingga menjadi lebih baik melalui The Connor-Davidson Resilience Scale (CD-RISC) dari Connor & Davidson (2003). Skor dari CD-RISC tersebut menggambarkan resiliensi mahasiswa selama pandemi COVID-19 melalui aspek kompetensi personal, standar tinggi, dan keuletan; kepercayaan pada naluri, toleransi terhadap afek negatif, dan kuat menghadapi tekanan; menerima perubahan secara positif dan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain; pengendalian diri, dan pengaruh spiritual (Connor & Davidson, 2003).

(45)

29

D. Partisipan Penelitian

1. Populasi

Populasi penelitian ialah sekelompok individu yang akan diteliti seperti masyarakat, karyawan organisasi, komunitas, dan lain-lain (Kumar, 2014). Populasi yang diambil dalam penelitian ini yaitu mahasiswa UIN SUSKA Riau angkatan 2018-2021 dengan jumlah 20.854 mahasiswa.

Tabel 3.1

Jumlah Mahasiswa UIN SUSKA Riau Angkatan 2018-2021

Fakultas Populasi

Tarbiyah dan Keguruan 5434

Syariah dan Hukum 3748

Ushuluddin 1516

Dakwah dan Komunikasi 2954 Sains dan Teknologi 2394

Psikologi 802

Ekonomi dan Ilmu Sosial 2704 Pertanian dan Pertenakan 1302

Jumlah 20.854

Sumber: Akademik UIN SUSKA Riau Tahun 2021

2. Sampel

Sampel adalah subkelompok dari populasi yang menjadi fokus penelitian yang dipilih sedemikian rupa sehingga mampu mewakili populasi (Kumar, 2014). Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus perhitungan Isaac dan Michael (Sugiyono, 2014) sebagai berikut :

( )

λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bias 1%, 5%, 10%.

(46)

Keterangan:

S : Jumlah sampel

λ2 : Chi kuadrad yang nilainya tergantung derajad kebebasan dan tingkat kesalahan. Untuk derajad kebebasan 1 dan kesalahan 5% nilai Chi Kuadrad = 3,481

N : Jumlah populasi P : Peluang benar (0,5) Q : Peluang salah (0,5)

d : Perbedaan antara rata-rata sampel dengan rata-rata populasi Pada penelitian ini populasi sebanyak 20.854 mahasiswa dan ditentukan batas toleransi kesalahan sebesar 5% serta nilai d = 0,05.

Berdasarkan rumus perhitungan Isaac dan Michael jumlah sampel yaitu sebanyak 377.

Tabel 3.2

Perhitungan Sampel

Fakultas Populasi Sampel

Tarbiyah dan Keguruan 5434 5434/20854x377=98

Syariah dan Hukum 3748 3748/20854x377=68

Ushuluddin 1516 1516/20854x377=27

Dakwah dan Komunikasi 2954 2954/20854x377=53 Sains dan Teknologi 2394 2394/20854x377=43

Psikologi 802 802/20854x377=15

Ekonomi dan Ilmu Sosial 2704 2704/20854x377=49 Pertanian dan Pertenakan 1302 1302/20854x377=24

Jumlah 377

(47)

31

3. Teknik Sampling

Menurut Kumar (2014), sampling adalah proses memilih beberapa sampel dari kelompok yang lebih besar (populasi) sebagai dasar untuk memperkirakan atau memperediksi pravelensi informasi, situasi atau hasil yang tidak diketahui tentang kelompok yang lebih besar. Teknik sampling pada penelitian ini dilakukan secara nonprobability sampling dengan menggunakan teknik quota sampling, yaitu pengambilan sampel berdasarkan karakteristik tertentu dari populasi yang diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian sampai jumlah responden (kuota) yang diinginkan (Kumar, 2014).

Adapun kriteria sampel pada penelitian ini adalah : 1. Mahasiswa aktif UIN SUSKA Riau 2. Sedang menempuh pendidikan S1 3. Angkatan 2018-2021

E. Metode Pengumpulan Data

Data penelitian diperoleh dari instrumen penelitian yang digunakan peneliti sebagai alat pengumpulan data. Metode pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan menggunakan kuesioner/angket yang disebarkan secara online melalui Google Form. Penelitian ini menggunakan dua kuesioner sesuai dengan variabel- variabel yang akan diukur, yaitu:

1. Psychological Distress

Variabel psychological distress diukur menggunakan Hopkins Symptom Checklist-25 (HSCL-25) yang diadaptasi oleh Turnip & Hauff (2007). Instrumen ini telah banyak digunakan pada studi di berbagai negara,

(48)

termasuk Indonesia. HSCL-25 mengukur gejala psychological distress yaitu kecemasan dan depresi dalam seminggu terakhir yang terdiri dari 25 aitem favorable, yaitu 10 aitem mengukur simptom-simptom kecemasan dan 15 aitem mengukur simptom-simptom depresi. Reliabilitas alat ukur ini menunjukkan nilai Cronbach Alpha (α) adalah 0,89. Setiap item disusun dengan menggunakan skala Likert yang disusun dalam empat pilihan jawaban yaitu Sama Sekali Tidak Menganggu dengan skor (1), Sedikit Menganggu dengan skor (2), Cukup Menganggu dengan skor (3), dan Sangat Menganggu dengan skor (4). Skoring dilakukan dengan cara membagi jumlah skor total dengan 25 aitem HSCL-25. Jika skor akhir bernilai ≥ 1. 75, maka dapat dikatakan bahwa mengindikasikan psychological distress yang cenderung tinggi, sedangkan skor akhir bernilai

<1,75 maka mengindikasikan psychological distress yang rendah (Tirto &

Turnip, 2019). Berikut beberapa contoh bunyi aitem dari HSCL-25, yaitu

“tiba-tiba takut tanpa alasan, sering merasa takut, berjalan sempoyongan, pusing atau lemah...”

Tebel 3.3.

Blueprint kuesioner psychological distress sebelum diuji coba

Aspek Butir Favourable

Nomor butir Jumlah

Kecemasan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 10

Depresi 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23 ,24, 25

15

Total Aitem 25

(49)

33

2. Resiliensi

Resiliensi pada penelitian ini diukur menggunakan The Connor- Davidson Resilience Scale (CD-RISC) yang diadaptasi dari Connor &

Davidson (2003) merupakan skala copyright versi bahasa Indonesia, dan memiliki nilai Cronbach Alpha (α) 0,89. Terdapat 25 aitem favorable dengan format respon model likert yang disusun dalam lima alternatif jawaban yaitu Tidak Setuju (TS) dengan skor 0, Kurang Setuju (KS) dengan skor 1, Agak Setuju (AS) dengan skor 2, Setuju (S) dengan skor 3, dan Sangat Setuju (SS) dengan skor 4. Kemungkinan skor yang akan dihasilkan berkisar dari 0 hingga 100. Berikut beberapa contoh bunyi aitem dari CD- RISC yaitu “Saya mampu beradaptasi ketika terjadi perubahan, saya dapat menghadapi apa pun yang terjadi dalam hidup saya...”

Tabel 3.4.

Blueprint skala resiliensi sebelum diuji coba

Aspek

Butir Favourable Nomor butir Jumlah Kompetensi personal, standar tinggi, dan

keuletan

10, 11, 12, 16, 17, 23, 24, 25

8 Kepercayaan terhadap naluri, toleransi terhadap

afek negatif, dan kuat menghadapi tekanan

6, 7, 14, 15, 18, 19, 20

7 Penerimaan perubahan secara positif dan

menjalin hubungan yang baik dengan orang lain

1, 2, 4, 5, 8 5

Pengendalian diri 13, 21, 22 3

Pengaruh spiritualitas 3, 9 2

Total Aitem 25

(50)

F. Uji Coba Alat Ukur

1. Uji Coba (Try Out)

Alat ukur yang akan digunakan diuji cobakan terlebih dahulu dengan melakukan uji coba (try out) sebelum digunakan dalam penelitian. Alat ukur yang diuji cobakan adalah skala psychological distress (HSCL-25) 25 aitem dan skala resiliensi (CD-RISC) 25 aitem. Uji coba alat ukur dilakukan pada mahasiswa Psikologi UIN SUSKA Riau sebanyak 71 mahasiswa, yang dilaksanakan pada tanggal 1-31 maret 2022. Uji coba ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kesahihan (validitas) dan kekonsistenan (reliabilitas) agar suatu aitem layak dijadikan sebagai alat ukur. Pengujian alat ukur ini dilakukan dengan memberikan skala penelitian kepada partisipan secara online melalui Google Form.

Setelah melakukan pengujian maka akan dinilai dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas menggunakan bantuan aplikasi program Statistical Packages for Social Sciense version 20.0 (SPSS 20) for Windows.

2. Validitas

Uji validitas merupakan pengujian yang dilakukan untuk mengukur kemampuan dari alat ukur dalam menjawab maksud dan tujuan dari suatu penelitian. Menurut Kumar (2014), validitas adalah kemampuan suatu alat ukur untuk mengukur konsep yang hendak diukurnya. Suatu alat ukur dapat dikatakan valid jika mampu memberikan data yang sesuai dengan tujuan pengukurannya. Validitas yang digunakan pada penelitian ini yaitu validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang melakukan pengujian terhadap

(51)

35

kelayakan atau relevansi isi suatu tes melalui analisis rasional oleh para ahli di bidang penelitian yang dilakukan atau melalui expert judgment (Azwar, 2019). Expert judgment pada penelitian ini dilakukan oleh dosen pembimbing. Uji keterbacaan juga telah dilakukan kepada 7 narasumber tentang alat ukur yang digunakan yaitu skala psychological distress dan skala resiliensi.

3. Reliabilitas

Reliabilitas merupakan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 2013). Reliabilitas mengacu kepada akurasi, tingkat konsistensi, stabilitas dan keakuratan dari suatu alat ukur (Kumar, 2014).

Artinya alat ukur yang dapat memberikan hasil sama bila digunakan berulang kali dalam kondisi yang sama disebut reliabel. Apabila terdapat perbedaan yang sangat besar dari waktu ke waktu ketika digunakan berulang kali, maka hasil pengukurannya tidak dapat dipercaya atau dianggap tidak reliabel (Azwar, 2013).

Koefisien reliabilitas pada dasarnya bergerak dari angka 0 hingga 1, semakin mendekati 1 maka koefisien reliabilitas akan semakin memuaskan, namun umumnya koefisien reliabilitas dianggap memuaskan jika mencapai 0,800 hingga 0,9000 (azwar, 2020). Rumus Cronbach’s Alpha digunakan dalam mengestimasikan koefisien reliabilitas alat ukur yang digunakan dengan bantuan aplikasi Statistical Packages for Social Science version 20.0 (SPSS 20) for Windows. Setelah dilakukan uji reliabilitas terhadap data try out, maka reliabilitas dari masing-masing variable penelitian sebagai berikut:

(52)

Tabel 3.5

Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Jumlah Aitem Crobach’s Alpha

Psychological Distress 25 0,948

Resiliensi 25 0,936

Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa nilai koefisien (rxx) pada variabel psychological distress yaitu sebesar 0,948; dan koefisien (rxx) pada variabel resiliensi yaitu sebesar 0,936. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua alat ukur yaitu HSCL-25 dan CD-RISC dikatakan reliabel.

4. Daya Diskriminasi

Daya diskriminasi adalah sejauh mana suatu aitem mampu membedakan antara orang yang satu dengan orang lain yang memiliki dan tidak memiliki konsep yang diukur. Indeks daya diskriminasi aitem ialah indikator kesesuaian atau konsistensi antara fungsi aitem dengan fungsi keseluruhan skala yang disebut konsistensi aitem total (Azwar, 2020). Daya diskriminasi dilihat dari koefisien korelasi antara skor aitem dengan skor total pada skala yang memperlihatkan kesesuaian fungsi skala untuk menyatakan perbedaan individual. Berdasarkan korelasi aitem total yang diperoleh dari SPPS versi 20, apabila aitem yang memiliki indeks daya diskriminasi sama dengan atau lebih besar dari 0.30 dinilai mampu mengungkapkan perbedaan individual.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Ada banyak hal yang masih menjadi kendala bagi para pemuda dalam mencoba melakukan bisnis dengan skala kecil, terutama dimasa pandemi Covid-19 pada saat ini yang membuat roda

Instrumen merupakan suatu alat yang digunakan sebagai alat ukur suatu objek. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa lembar validasi dan tes. Lembar

Selama masa pandemi Covid-19 yang sampai saat ini masih berlangsung, pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan penanganan dampak pandemi terhadap

1. Untuk mengetahui perbandingan Trading Volume Activity perusahaan Indeks IDX30 sebelum dan sesudah pengumuman Covid-19 sebagai pandemi oleh World Health

Dilihat dari permasalahan tersebut peneliti tertarik untuk meneliti dengan judul “Perubahan Perilaku Konsumtif Konsumen Muslim Dalam Memutuskan Pembelian Melalui Situs

Teknologi merupakan sebuah kebutuhan di era globalisasi saat ini. Terutama pada saat pandemi Covid-19. Namun, sayangnya banyak UMKM yang tingkat digitalisasinya masih

Maka dari itu dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana program pengembangan keberagamaan yang dilaksanakan sebelum terjadi pandemi COVID-19 dan pada saat pandemi

Didasarkan pengidentifikasian dan batasan permasalahan untuk memperjelas permasalahan yang sudah dijelaskan maka dapat dibuatkan rumusan permasalahan yakni. 1.4.1 Bagaimana