• Tidak ada hasil yang ditemukan

NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA SUKABUMI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA SUKABUMI"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

1

NASKAH AKADEMIK

RANCANGAN PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA KOTA SUKABUMI

TIM PENYUSUN TAHUN 2020

(2)

2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan karunia-Nya, penyusunan naskah akademik tentang pelestarian Cagar Budaya di Kota Sukabumi dapat kami selesaikan.

Penyusunan Naskah Akademik ini dibuat untuk untuk memberikan landasan pemikiran atas pembentukan Rancangan Peraturan Daerah yang dimaksud, penyusunan naskah akademik ini didasarkan pada hasil kajian dan diskusi terhadap substansi materi muatan yang terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya, baik dari peraturan perundang-undangan, hasil riset dan kajian akademik, maupun masalah – masalah yang terjadi di Indonesia khususnya di Kota Sukabumi selama ini.

Penyusunannya naskah akademik ini dilakukan berdasarkan pengolahan hasil eksplorasi studi kepustakaan, pendalaman berupa tanya jawab materi secara komprehensif dengan para praktisi, pakar dan pemangku kepentingan.

Kelancaran proses penyusunan Naskah Akademik ini tentunya tidak terlepas dari keterlibatan dan peran seluruh tim penyusun, yang dengan penuh kesabaran, ketekunan dan tanggung jawab menyelesaikan tugasnya. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih atas ketekunan dan kerja samanya, sehingga Naskah Akademik ini tersusun. Kami juga ucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah berperan aktif memberikan pemikiran, saran pertimbangan maupun masukan yang positif.

Wassalamualaikum Wr. Wb.

Ketua TIM

Dr. Saprudin, M.Hum.

Tim Penyusun Dosen Universitas Muhammadiyah Sukabumi:

Dr. Saprudin, M.Hum.

Asti Sri Mulyanti, S.H., M.H.

Deden Ahmad Supendi, S.Pd., M.Pd.

(3)

3

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... 1

Kata Pengantar ... 2

Daftar Isi ... 3

BAB I PENDAHULUAN ... 4

A. Latar Belakang ... 4

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Tujuan dan Kegunaan Nasakah Akademik ... 7

D. Metode Penelitian Naskah Akademik ... 8

BAB II KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS ... 9

A. Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma ... 11

B. Kajian Empirik Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat ... 12

C. Kajian Empirik Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta Permasalahan yang Dihadapi ... 12

D. Kajian Terhadap Implikasi Pada Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Pada Aspek Beban Keuangan Daerah ... 13

BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN UNDANG-UNDANG TERKAIT ... 15

BAB IV LANDASAN SOSIOLOGIS, YURIDIS DAN FILOSOFIS ... 21

A. Landasan Filosofis ... 21

B. Landasan Sosiologis ... 22

C. Landasan Yuridis ... 25

BAB V JANGKAUAN, ARAH, PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG ... 27

BAB VI PENUTUP ... 36

Simpulan ... 36

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA ... 39

(4)

4

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cagar budaya merupakan warisan dunia,United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sebagai organisasi Pendidikan, keilmuan dan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang terbagi menjadi 3 jenis warisan dunia antara lain; Warisan Alam, Warisan Cagar Budaya, dan Warisan Karya Budaya tak Benda.

Di Indonesia (berdasarkan data tahun 2019) terdapat 96.621 Cagar Budaya terdaftar dan 49.178 Cagar Budaya yang telah terverifikasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebuadyaan (Kemendikbud). Angka tersebut diharapkan akan terus bertambah, terlebih Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman budaya.

Proses pendaftaran dan verifikasi cagar budaya adalah upaya pemerintah dalam pelestarian cagar budaya demi menjaga keaslian nilai historis dan filosofis yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan data, banyak sekali cagar budaya di berbagai daerah yang rusak dan hilang karena perubahan yang signifikan dari bentuk awalnya.

Di kota Sukabumi sendiri banyak sekali cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya terlebih bangunan-bangunan peninggalan pada masa Belanda. Hal ini, dikarenakan Sukabumi Bersama 5 kota/kabupaten lainnya yakni DKI Jakarta, Surabaya, Malang, dan Bandung adalah daerah yang memiliki ciri peninggalan Belanda yang mirip.

Dalam beberapa waktu ke belakang, Kota Sukabumi telah kehilangan beberapa cagar budaya karena bentuknya yang diubah dan dialihfungsikan menjadi bangunan lain di antaranya sebagai berikut.

a. Situs Eyang Mursyid alias Eyang Rangkaon yang terkenal sebagai salah seorang tokoh ulama dari Cirebon sekaligus sebagai penyebar Agama Islam di Kota Sukabumi, sekarang situsnya menjadi Basement Garden City dan tempat indekos.

b. Situs Cagar Budaya Patilasan Gunung Parang, Wangsa Suta dan Nyai Raden Pundak Arum sekarang situsnya sudah menjadi Super Mall.

c. Situs Cagar Budaya Pangeran Jaya Prana di lokasi kolam renang prana.

(5)

5

d. Kinder vacantia (taman kanak-kanak) zaman Belanda di Jalan Bhayangkara, Kelurahan Selabatu Kecamatan Cikole Kota Sukabumi (seberang Kantor Balai PU Jawa Barat) lahannya disewa dan bangunannya dihancurkan untuk pembangunan bioskop.

e. Renovasi Gedung Juang yang mengubah hampir seluruh bangunan yang menyebabkan hilangnya keaslian bangunan.

f. Tempat-tempat hiburan masyarakat (bioskop) sudah tidak ada lagi wujudnya dan di tempat tersebut sudah berdiri bangunan lain.

Selain banyaknya cagar budaya yang kehilangan bentuk aslinya, di Sukabumi jumlah benda cagar budaya yang dipelihara dengan baik masih minim. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya ketersediaan dana. Untuk itu dibutuhkan peran serta masyarakat dan pemerintah daerah setempat untuk ikut menjaga, memelihara, dan melestarikan cagar budaya.

Berdasarkan beberapa data di atas perlu dipertanyakan keseriusan pemerintah dalam pelestarian cagar budaya terlebih di Kota Sukabumi dengan banyaknya perubahan besar-besaran dan alih fungsi bangunan cagar budaya menjadi bangunan baru. Menurut UU Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk:

a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;

b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya;

c. memperkuat kepribadian bangsa;

d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Pelestarian cagar budaya dapat juga berdampak ekonomis untuk Kota Sukabumi. Selain itu, pelestarian cagar budaya daoat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar dengan menarik wisatawan dari luar untuk berkunjung ke Kota Sukabumi.

Kota Sukabumi harus memiliki Peraturan Daerah tentang Pelestarian Cagar Budaya untuk melindungi bangunan cagar budaya agar terpelihara dan tidak hilang.

Untuk itu perlu disusun Naskah Akademik sebagai pendukung rancangan peraturan daerah Kota Sukabumi dan sebagai komitmen Lembaga Legislatif, Eksekutif, dan masyarakat Kota Sukabumi untuk Pelestarian cagar budaya di Kota Sukabumi.

(6)

6

B. Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Sukabumi untuk dapat melaksanakan tugas pelestarian cagar budaya yang terdapat di Kota Sukabumi adalah fakta bahwa Kota Sukabumi belum mempunyai peraturan daerah yang mengatur cagar budaya. Jadi, isu hukum yang dihadapi adalah terjadinya kekosongan norma dalam tataran peraturan daerah terkait dengan pengaturan pelestarian cagar budaya di Kota Sukabumi.

Berdasarkan permasalahan tersebut, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian (question research) yang fungsinya sebagai panduan penelitian ini, yaitu sebagai berikut.

(1) Permasalahan apakah yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Sukabumi yang menjadi alasan perlunya pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya ditinjau dari aspek sosial, ekonomi, politik?

(2) Apakah yang menjadi pertimbangan-pertimbangan sebagai landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar budaya?

(3) Apakah yang menjadi jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar budaya?

C. Tujuan Dan Kegunaan Naskah Akademik

Sesuai dengan identifikasi masalah di atas, maka dapat dirumuskan tujuan penelitian untuk penyusunan naskah akademik ini adalah sebagai berikut:

(1) untuk merumuskan permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Sukabumi yang menjadi alasan perlunya pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar budaya;

(2) untuk merumuskan pertimbangan-pertimbangan sebagai landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya;

(3) Untuk merumuskan jangkauan, arah pengaturan, dan ruang lingkup

(7)

7

materi muatan Rancangan Peraturan Kabupaten Klungkung tentang pelestarian Cagar Budaya.

Kegunaan penelitian/penyusunan Naskah Akademik ini yakni untuk dijadikan acuan bagi pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya, baik oleh lembaga atau pejabat yang berwenang menyusun dan membentuk peraturan daerah ataupun partisipasi masyarakat dalam pembahasan suatu peraturan daerah.

(8)

8

D. Metode Penelitian Naskah Akademik

Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya ini berlandaskan pada penelitian hukum, dalam hal ini penelitian hukum normatif1 atau penelitian yuridis normatif2. Materi atau bahan penelitian diperoleh melalui penelitian kepustakaan untuk menemukan bahan-bahan hukum (primer, sekunder) maupun bahan non-hukum3 yang relevan.

Tahapan penelitian dimulai dengan inventarisasi peraturan perundang- undangan yang relevan dengan penyusunan Naskah Akademik ini, baik yang terkait materi Raperda maupun yang menyangkut teknik penyusunan Raperda.

Dalam tahapan ini dikumpulkan juga bahan-bahan nonhukum yang terkait dengan cagar budaya, seperti data cagar budaya yang ada di Kota Sukabumi.

Langkah selanjutnya adalah melakukan pengolahan dan analisis terhadap bahan-bahan hukum dan hukum yang sudah terkumpul untuk menjawab permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini. Dalam upaya menemukan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan tersebut, peneliti juga melakukan wawancara, diskusi (fokus group discusion) dan rapat dengar pendapat dengan pihak-pihak yang terkait. Proses akhir dari kegiatan analisis adalah penarikan kesimpulan dengan memberikan jawaban terhadap permasalahan-permasalahan yang diajukan. Hal ini menyangkut permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Sukabumi yang menjadi alasan perlunya pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang pelestarian cagar budaya, dan dasar-dasar pertimbangan landasan filosofis, sosiologis dan yuridis pembentukan Rancangan Peraturan.

1 Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, hal.50

2 Istilah penelitian yuridis normatif digunakan dalam Lampiran I Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, h. 4.

3 Lihat Peter Mahmud Marzuku, 2010, Penelitian Hukum, Edisi Revisi, Kencana, hal. 181, 204

(9)

9

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIK EMPIRIS

A. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan Norma Sebagai negara hukum, Indonesia mendasarkan seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara kepada ketentuan hukum yang berlaku, terutama Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia. Perwujudan bentuk dan konsep negara hukum ini mengharuskan setiap sendi-sendi yang dilaksanakan oleh penyelenggara negara dan pemerintahan tunduk dan patuh kepada hukum yang berlaku (hukum positif). Begitupun ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Pemerintah daerah harus menjamin seluruh aspek kehidupan di daerahnya menjadi bagian dalam penyelenggaraan pemerintahan yang sesuai dengan prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance).

Prinsip-prinsip ini tentunya memberikan dasar yang kuat dalam penyusunan berbagai sumber hukum yang berlaku, yaitu melalui penyusunan peraturan perundang-undangan yang memenuhi kriteria hukum yang berlaku. Produk hukum yang disusun ini seharunya semakin menguatkan komitmen Pemerintah untuk mewujudkan amanat Pancasila dan UUD 1945 ke dalam peraturan perundang- undangan, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, maupun Peraturan Pelaksanaan lainnya, yaitu dalam Keputusan Presiden, Peraturan dan Keputusan Presiden maupun Menteri-Menteri, sampai banyak lahirnya Peraturan Daerah dan Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota hingga Peraturan Desa (Perdes) dan Keputusan Kepala Desa, tentang Kebijakan publik yang mengarah kepada Pelestarian Cagar Budaya.

Di Indonesia, asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sudah dipositifkan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Asas-asas yang bersifat formal ditentukan dalam Pasal 5, sedangkan asas-asas yang material ditentukan dalam Pasal 6.

Berdasarkan ketentuan pasal Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, maka dalam pembentukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya harus dilakukan berdasarkan asas pembentukan peraturan perundang- undangan sebagai berikut.

(10)

10

a. Kejelasan tujuan, yaitu bahwa pembentukan peraturan daerah ini harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b. Kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat, yaitu bahwa pembentukan peraturan daerah ini harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenang; Peraturan daerah dapat dibatalkan apabila peraturan daerah dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c. Kesesuaian antara jenis, hirarki dan materi muatan, artinya bahwa pembentukan peraturan daerah ini harus benar-benar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan.

d. Dapat dilaksanakan, artinya pembentukan peraturan daerah ini harus memperhatikan efektivitas peraturan daerah tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, artinya bahwa peraturan daerah ini dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f. Kejelasan rumusan, artinya bahwa peraturan daerah ini harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan daerah, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan, artinya bahwa dalam pembentukan peraturan daerah ini mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka.

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam pembentukan peraturan daerah.

(11)

11

A.1 Kajian Terhadap Asas.

Peraturan perundang-undangan Pelestarian Cagar Budaya yang akan dibuat harus mengandung aspek bidang kehidupan yang berasal dari hasil penelitian. Asas- asas yang relevan terkait dengan Pelestarian Cagar Budaya di antaranya; asas Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, Kenusantaraan, Keadilan, Ketertiban dan Kepastian hukum, Kemanfaatan, Keberlanjutan, Partisipasi dan Transparansi dan Akuntabilitas.

Asas-asas tersebut menjadi landasan pokok pengaturan di dalam pembentukan Peraturan daerah Pelestarian Cagar Budaya yang sedang dirancang.

a. Asas-asas Pelestarian Cagar Budaya

Asas-asas pelestarian cagar budaya menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010. Pasal 2 adalah sebagai berikut:

1) Pancasila

Asas Pancasila adalah pelestarian cagar Budaya dilaksanakan berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

2) Asas Bhineka Tunggal Ika

Asas Bhineka Tunggal Ika adalah pelestarian cagar budaya senantiasa memperhatikan keberagaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3) Kenusantaraan

Asas kenusantaraan adalah bahwa setiap upaya pelestarian cagar budaya harus memperhatikan kepentingan seluruh wilayah negara Indonesia.

4) Keadilan

Asas keadilan adalah pelestarian cagar budaya mencerminkan rasa keadilan dan kesetaraan secara proporsional bagi setiap warga negara Indonesia

5) Ketertiban dan kepastian hukum

Asas ketertiban dan kepastian hukum adalah bahwa setiap pengelolaan pelestarian cagar budaya harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.

6) Kemanfaatan

Asas kemanfaatan adalah pelestarian cagar budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat dalam aspek agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata.

(12)

12

7) Keberlanjutan

Asas keberlanjutan adalah upaya pelestarian cagar budaya yang dilakukan secara terus menerus dengan memperhatikan keseimbangan aspek ekologis.

8) Partisipasi

Asas partisipasi adalah setiap anggota masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam pelestarian cagar budaya.

9) Transparansi dan Akuntabilitas

Asas transparansi dan akuntabilitas adalah pelestarian cagar budaya dipertanggungjawabkan kepada masyarakat secara transparan dan terbuka dengan memberikan informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif.

A. 2 Prinsip-prinsip Pelestarian Cagar Budaya

Prinsip dasar kebijakanpelestarian cagar budaya secara umum, yaitu:

a. cagar budaya adalah warisan dunia;

b. cagar budaya mempunyai nilai sejarah dalam kemajuan bangsa; dan c. cagar budaya mempunyai nilai ekonomis jika dirawat dan dilestarikan.

A. 3 Tujuan Pelestarian Cagar Budaya

Pelestarian cagar budaya tentunya memiliki tujuan pokok, yaitu:

a. melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;

b. meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya;

c. memperkuat kepribadian bangsa;

d. meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan

e. mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

B. Kajian Empirik Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi yang Ada, serta Permasalahan yang Dihadapi Masyarakat

Seperti diuraikan di latar belakang, Kota Sukabumi memiliki peninggalan budaya yang tidak ternilai harganya, karena Sukabumi memiliki banyak bangunan bersejarah, peninggalan jaman Belanda dan cukup diperhitungkan dan memiliki potensi heritage. Warisan budaya tersebut, berupa benda, bangunan, struktur, situs, dan/atau kawasan sangat penting bagi masyarakat sehingga perlu dilestarikan.

Dengan tidak adanya Perda Cagar Budaya, yang mencakup bangunan berpotensi menjadi cagar budaya atau yang bersejarah di Kota Sukabumi,

(13)

13

menyebabkan bangunan bersejarah tersebut tidak terlindungi. Saat ini di Kota Sukabumi hanya ada Peraturan Walikota tentang Bangunan Cagar Budaya yang hanya fokus pada bangunan yang sudah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang esensinya tidak berbeda dengan UU Cagar Budaya secara umum.

C. Kajian Terhadap Implikasi pada Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya pada Aspek Beban Keuangan Daerah.

Cagar budaya tentu akan menjadi pemasukan tambahan untuk pemerintah daerah. Perlu diketahui bersama, Kota Sukabumi bukanlah kota yang menggantungkan pemasukan daerah dari sektor industry karena sektor industri di Kota Sukabumi tidak sebanyak di Kabupaten Sukabumi. Maka, Kota Sukabumi harus menonjolkan sisi kepariwisataan terutama cagar budayanya yang mempunyai potensi Wisata Heritage yang outputnya sebagai pemasukan kepada pemerintah daerah.

1. Aspek Kehidupan Masyarakat

Hadirnya suatu peraturan dalam bentuk Undang-Undang yang mengatur tentang Pelestarian Cagar Budaya akan berdampak positif bagi kehidupan masyarakat. Pelestarian cagar budaya akan menjaga warisan budaya masa lalu agar anak cucu kita masih bisa melihat warisan tersebut dan tidak hanya mendengar ceritanya saja.

2. Aspek Beban Keuangan Negara

Peraturan Daerah mengenai pelestarian cagar budaya akan membuat pemasukan daerah meningkat dikarenakan banyak cagar budaya yang lebih terawat dan cagar budaya baru yang bisa menjadi potensi wisata heritage di kota Sukabumi.

Peraturan Daerah tentang Pelestarian Cagar Budaya juga tidak akan menghambat investasi yang masuk ke Kota Sukabumi dikarenakan masih banyak lokasi potensial di Kota Sukabumi yang di atasnya tidak terdapat bangunan cagar budaya.

Pencapaian masyarakat yang tertib, aman, dan damai, serta sejahtera juga merupakan kewajiban lembaga eksekutif dan legislatif.

Aspek beban keuangan negara yang dikeluarkan dari Anggaran Belanja Daerah (ABD) berupa pembuatan Naskah Akademik, dan draf Rancangan Undang- Undanh tentang Pelestarian Cagar Budaya yang melibatkan banyak pihak sebagai

(14)

14

stake-holder. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan antara para wakil rakyat di DPRD Kota Sukabumi, yang tentunya memerlukan dana. Pengusul sangat yakin bahwa beban keuangan daerah ini tidak seberapa jika dibandingkan dengan manfaat yang akan diperoleh jika RUU tentang Pelestarian Cagar Budaya, menjadi Peraturan Perundang-Undang dan mengikat seluruh warga di Kota Sukabumi, Provinsi Jawa Barat.

(15)

15

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG MENJADI DASAR HUKUM DAN YANG TERKAIT

Penjelasan umum mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah juga berkaitan dengan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah dikatakan penyelenggara pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban, dan tanggung jawabnya serta atas kuasa Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan kebijakan daerah yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah, dan ketentuan daerah lainnya. Kebijakan daerah dimaksud tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta Peraturan Daerah lain. Peraturan Daerah ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.

Peraturan Daerah dibentuk untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan. Peraturan Daerah merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah. Dalam pelaksanaan Peraturan Daerah juga harus sesuai dengan hierarki peraturan perundang- undangan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangn yang dalam Pasal 7 ayat (1) menyebutkan sebagai berikut.

(1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-Undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ; d. Peraturan Pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi; dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(16)

16

A. Kondisi Hukum yang Ada

Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pembentukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya adalah sebagai berikut.

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Cagar budaya adalah warisan budaya dalam wujud kebudayaan fisik yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan. Dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD NRI 1945), masalah kebudayaan diatur dalam Pasal 32, yang dalam ayat (1) menegaskan bahwa:

”Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”

Dari pasal ini dapat ditarik unsur-unsurnya, sebagai berikut:

1) kebudayaan nasional adalah kebudayaan yang hidup dan dianut oleh penduduk Indonesia;

2) kebudayaan nasional ditempatkan dalam konstelasi peradaban dunia;

3) negara menjamin kebebasan penduduknya untuk memelihara dan mengembangkan kebudayaan miliknya4.

Dikaitkan dengan pelestarian cagar budaya, Pasal 32 ayat (1) mengandung makna, sebagai berikut.

1) Negara bertanggung jawab dalam pelestarian cagar budaya, yaitu melakukan perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan cagar budaya.

2) Negara menjamin kebebasan penduduknya untuk memelihara dan mengembangkan cagar budaya miliknya. Hal ini juga harus dimaknai bahwa Negara menjamin partisipasi masyarakat dalam pelestarian cagar budaya.

Dilihat dari perspektif cagar budaya sebagai warisan budaya yang bersifat kebendaan, cagar budaya adalah kekayaan bangsa tinggalan masa lalu

4 Junus Satrio A, “perlindungan warisan Budaya Daerah menurut Undang-undang Cagar Budaya https://iaaipusat.wordpress.com/2012/03/17/perlindungan- warisan-budaya-daerah-menurut-undang-undang-cagar-budaya/., diakses tanggal 4 Januari 2020,

(17)

17

yang tidak ternilai harganya. Oleh karena itu, pelestarian cagar budaya harus dilakukan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menegaskan bahwa ”Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Melalui pasal-pasal di atas, negara telah meletakkan landasan konstitusional politik hukum pelestarian cagar budaya yang harus menjadi pedoman dalam pengaturan cagar budaya dalam politik hukum pelestarian cagar budaya dalam tataran meso maupun mikro.

Dengan mengacu kepada pasal-pasal yang dikutip di atas, politik hukum pelestarian cagar budaya dalam tataran makro telah dirumuskan dalam UUDNRI 1945 sebagai suatu peraturan dasar, yang dalam susunan peraturan perundang-undangan ditempatkan sebagai peraturan tertinggi. Tujuan makro itu harus dilaksanakan dalam berbagai politik hukum yang bersifat menengah (meso) melalui berbagai peraturan perundangan. Politik hukum yang bersifat mikro dilaksanakan melalui berbagai peraturan yang lebih rendah lagi tingkatnya. Dengan demikian, akan tercipta peraturan perundang- undangan (hukum nasional) yang taat asas, yaitu dibenarkan pada tataran politik hukum yang makro5.

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya

Politik hukum hukum makro pelestarian cagar budaya yang telah diletakkan dalam UUD 1945, selanjutnya dijabarkan dalam politik hukum messo melalui undang-undang. Secara historis, pengaturan cagar budaya telah dilakukan sejak jaman kolonial melalui Monwnenten Ordonantie 1931 (Stbl. No. 238 tahun 1931), lazimnya disingkat MO. Setelah kemerdekaan, tonggak penting pengaturan benda peninggalan budaya ditandai dengan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik.

5 Soewoto, Politik Hukum. Reading material (Menado, 1998), hal. 2

(18)

18

B. Harmonisasi Secara Vertikal Dan Horizontal

Rudolf Starnler (hltp://www.legalitas.org) mengemukakan bahwa konsep dan prinsip-prinsip hukum yang adil harus mencakup harmonisasi. Hukum akan tercipta dengan baik, jika terdapat keselarasan antara maksud, tujuan, dan kepentingan penguasa (pemerintah), dengan masyarakat.

Pengharmonisasian dapat tercapai melalui proses penyelarasan, penyesuaian, penyeimbangan, penyinkronisasian hukum tertulis, yang mengacu pada nilai-nilai filosofis, sosiologis, historis, ekonomis, dan yuridis. Di dalam pembentukan Peraturan Daerah Pelestarian Cagar Budaya di Kota Sukabumi harus harmonis secara vertikal, dan horizontal, yaitu sebagai berikut.

1) Harmonisasi secara vertikal, yaitu proses penyelarasan peraturan perundang- undangan yang berada di bawah diselaraskan dengan aturan yang ada di atasnya. Misalnya, Peraturan Daerah, diharmonisasikan dengan Undang- Undang, atau Undang-Undang diharmonisasikan dengan Undang-Undang Dasar;

2) Harmonisasi secara horizontal, yaitu proses penyelarasan peraturan perundang-undangan yang sejajar tingkatannya. Misalnya, Peraturan Daerah diharmonisasikan dengan Peraturan Daerah, atau Undang- Undang diharmonisasikan dengan Undang-Undang.

Peraturan Perundang-undangan yang menjadi dasar hukum pembentukan P e r a t u r a n Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya adalah:

1) Pasal 18 ayat (6) Undang- Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah- Daerah Kota Kecil dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14 Agustus 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1954 tentang Pengubahan Undang-Undang Nomor 16 dan 17 Tahun 1950 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1954 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551);

3) Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5168);

(19)

19

4) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234;

5) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana yang telah diubah keduakalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);

6) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 19 Tahun 1995 tentang pemeliharaan dan Pemanfataan Benda Cagar Budaya di Museum;

7) Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor (4833);

8) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1995 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sukabumi (Lemabaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negera Republik Indonesia Nomor 4578);

9) Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2015 tentang Museum;

10) Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2014 Nomor 199);

11) Peraturan Menteri Dalam Negara Nomor 80 Tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);

12) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat nomor 5 tahun 2012 tentang Perlindungan Kekayaan Intelektual (Lembar Daerah tahun 2012 nomor 5 Seri E, Tambahan Lembaran daerah Nomor 119);

13) Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 11 Tahun 2012 tentang pelestarian warisan budaya jawa barat (Lembar Daerah tahun 2012 Nomor 11 Seri E, tambahan Lembaran Daerah Nomor 125);

(20)

20

14) Peraturan Daerah Provinsi Jabar Barat no 16 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat no 7 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Kepurbakalaan, Kesejarahan, Nilai Tradisional dan Museum; dan 15) Peraturan Wali Kota Sukabumi Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Bangunan

Gedung Cagar Budaya.

(21)

21

BAB IV

LANDASAN SOSIOLOGIS, YURIDIS DAN FILOSOFIS

A. Landasan Filosofis

Landasan Filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian, landasan filosofis adalah dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijakan (pemerintahan) kedalam suatu rencana atau draf peraturan negara, misalnya di Negara Republik Indonesia, Pancasila menjadi dasar filsafat perundang-undangan. Pada prinsipnya tidak dibuat suatu peraturan yang bertentangan dengan dasar filsafat ini.6

Hukum mempunyai kekuatan berlaku filosofis, apabila kaidah hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukum (rechtsidee) sebagai nilai positif yang tertinggi.7 Cita hukum bangsa Indonesia adalah Pancasila yang merupakan dasar negara Indonesia. Cita hukum ini dapat kita lihat dalam alenia ke-4

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, di mana disebutkan Pancasila merupakan landasan ideologi bangsa. Maka suatu kaidah hukum dikatakan berlaku apabila berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

Pembentukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya memiliki landasan filosofis yang kuat, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 disebutkan bahwa asas-asas pelestarian cagar budaya, yakni: Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, kenusantaraan, keadilan, ketertiban dan kepastian hukum, kemanfaatan, keberlanjutan, partisipasi, transparansi dan akuntabilitas. Cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sehingga perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan,

6 Solly Lubis M., 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan, Cetakan Ke-III, CV Mandar Maju, Bandung, hlm.7-8.

7 Satjipto Rahardjo, 2006, Membedah Hukum Progresif, Buku Kompas, Jakarta, hlm.18

(22)

22

dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat.

Tujuan pelestarian cagar budaya sebagai berikut:

(a) melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia, (b) meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalalui Cagar Budaya, (c) memperkuat keperibadian bangsa,

(d) meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan

(e) mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

Hal itu sesuai dengan tujuan Negara seperti yang dinyatakan pada alenia keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dan keadilan sosial.

B. Landasan Sosiologis

Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara.

Fakta empiris menunjukkan bahwa masyarakat dan Pemerintah Kota Sukabumi sangat membutuhkan adanya Peraturan Daerah yang mengatur tentang pelestarian cagar budaya. Sebagaimana diketahui, di wilayah Kota Sukabumi terdapat banyak warisan budaya bersifat kebendaan, baik berupa benda, bangunan, struktur, situs, maupun kawasan yang perlu dilestarikan sebagai cagar budaya.

Di Kota Sukabumi terdapat banyak bangunan heritage seperti stasiun kereta api, pegadaian, bangunan di Kompleks Setupka Polri, dan rumah pengasingan Bung Hatta-Syahrir dan banyak lagi peninggalan lainnya.

Sehingga sangat mendukung Sukabumi ditetapkan sebagai kawasan wisata heritage di Jawa Barat.

(23)

23

Di bawah ini data diduga cagar budaya di Kota Sukabumi;

Data Diduga Cagar Budaya Kota Sukabumi 2019

No Nama Cagar Budaya Kualifikasi Vol Ket

1 Gereja Sidang Kristus Bangunan

Jl Masjid Agung no 8 kel Gn Parang/

Cikole

2 Gedung Pemkot Bangunan Jl R Syamsudin SH no 25 Cikole

3 Wisma Wisnuwardani Bangunan

Jl Bhayangkara no 129 kel.Sriwedari/

Gn Puyuh

4 Pendopo Kab. Sukabumi Bangunan Jl Ahmad Yani

5 Stasiun Kereta Api Bangunan

Jl Stasiun Barat no 2 Kel Gn Parang Cikole

6 Rumah Warga Stukpa Bangunan

Jl Bhayangkara no 170 Sriwidari Gn Parang

7

Rumah Pengasingan Sutan Sjahrir/ Bung

Hatta Bangunan Jl Bhayangkara no 156 Gn Puyuh

8 PT Brata Indonesia Bangunan Jl Otista Sukabumi

9 BBPBAT Bangunan Jl Surya Kencana no 37 Kel Selabatu

10 SMAN 4 Kota Sukabumi Bangunan Jl Ir H Juanda no 8 Cikole

11 BPK Penabur Bangunan Jl R Syamsudin SH no 60 Cikole

12 Toko Dunia Bangunan Jl Ahmad Yani Cikole

13 Toko Meubeul Bandung Bangunan

Jl Ahmad Yani no 145 Kel Gn Parang Baros

14 Ka Pe Ge Pe (Cafe GP) Bangunan Jl Siliwangi no 73 Cikole

15 Museum Pegadaian Bangunan Jl Pelabuhan II

16 Rumah R Sukardi Bangunan Jl Otista no 135 Kel Nanggeleng

17 SDN Gunung Puyuh CBM Bangunan Jl Bhayangkara no 63

18 SDN Surya Kencana CBM Bangunan Jl Cipelang leutik no 2-3 Cikole

19 SMP Negeri 5 Sukabumi Bangunan Jl Siliwangi no 57 Cikole

20 PT Telkom Sukabumi Bangunan Jl R E Martadinata

21 Kantor Catatan Sipil Kota SMI Bangunan Jl Bhayangkara224/84

22 Dinas Kesehatan Bangunan

Jl Surya Kencana no 41 Gn Parang Cikole

23 Balai Pengobatan Bangunan Jl Surya Kencana

24 Toko Jl A. Yani Bangunan

25 Makam Mbah Sanyur Situs Jl Kapitan Cikundul Lembursitu

26 Makam Eyang Kuta Wesi Situs Jl Veteran Gn Parang Cikole

27 Makam Mama Jupri Situs

Kp Babakan Bandung Kel Nanggeleng /Citamiang

28 Makam Pangeran Syaofidin Almatromiyyi Situs Gg Kaum IV Gn Parang Cikole

29 Makam Mbah Aliyin Aliyudin Situs Kp Nanggeleng Baros

30 Makam Suryadiningrat Situs Cipanengah

31 Makam Mbah Terong Peot Situs Jl Dayeuh Luhur

32 Makam Raden Rangga Bayu Dikusumah Situs Pemakaman Kerkop

33 Cap Nomeratur Benda Museum Pegadaian

34 Gembok Pintu Benda Museum Pegadaian

(24)

24

35 Timbangan Kasar Benda 3 Museum Pegadaian

36 Jam Jaga Benda 6 Museum Pegadaian

37 Neraca Ohaus Lengan Benda Museum Pegadaian

38 Pedang Benda 2 Museum Pegadaian

39 Gembok Benda 6 Museum Pegadaian

40 Tang Matrys Benda 2 Museum Pegadaian

41 Cap Tebus Benda 4 Museum Pegadaian

42 S. Griffiths & sons/ lemari besi Benda 2 Museum Pegadaian

43 Kaca Pembesar (Loupe) Benda Museum Pegadaian

44 Cap ditebus Benda Museum Pegadaian

45 Cap angka 13 Benda Museum Pegadaian

46 Cap angka 14 Benda Museum Pegadaian

47 Cap angka 15 Benda Museum Pegadaian

48 Cap angka 16 Benda Museum Pegadaian

49 Cap angka 17 Benda Museum Pegadaian

50 Cap huruf B Benda Museum Pegadaian

51 Cap Huruf C Benda Museum Pegadaian

52 Cap Huruf D Benda Museum Pegadaian

53 Cap Huruf E Benda Museum Pegadaian

54 Cap Huruf H Benda Museum Pegadaian

55 Salter Trade Spring Balance 50 T Benda Museum Pegadaian

56 Timbangan Duduk Benda Museum Pegadaian

57 Misin Tik Benda Museum Pegadaian

58 Bende lelang (Gong) Benda 2 Museum Pegadaian

59 Anak Timbangan 2 hag Benda Museum Pegadaian

60 Anak Timbangan Benda 8 Museum Pegadaian

61 Anak Timbangan 10 g Benda Museum Pegadaian

62 Kotak Peti Uang Benda Museum Pegadaian

63 Sempoa Sistem 2-5 Benda 7 Museum Pegadaian

64 Kotak Uang Benda 2 Museum Pegadaian

65 Brangkas Benda 2 Museum Pegadaian

66 Lonceng Benda Museum Pegadaian

67 Alas Setempel Benda 2 Museum Pegadaian

68 Lemari Benda Museum Pegadaian

69 Kursi kerja Benda 2 Museum Pegadaian

70 Kursi Rotan Benda Museum Pegadaian

71 Kursi Tamu Benda 5 Museum Pegadaian

72 Meja Tamu Benda 1 Museum Pegadaian

73 Makam 5 Santiong Situs Pemakaman Santiong

(Sumber: Dinas Pendidikan dan Kebuadyaan, Kasi Muskalajarahnitra, 2019)

Peninggalan zaman Belanda menjadi pendorong bagi Pemda dalam kerangka menjaga bangunan atau peninggalan dalam bentuk apapun.

(25)

25

Sebabnya hal tersebut menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah agar teridentifikasi dan ada dasar hukum perlindungannya.

Dalam praktiknya, upaya pelestarian warisan budaya di wilayah Kota Sukabumi saat ini masih mengalami hambatan yuridis karena belum adanya Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Cagar Budaya yang dapat dijadikan payung hukum bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam melakukan aktivitas-aktivitas pelestarian cagar budaya yang ada di wilayah Kota Sukabumi.

Salah satu konsekuensi belum adanya payung hukum dalam bentuk Peraturan Daerah adalah belum maksimalnya dukungan dana bagi kegiatan pelestarian tinggalan budaya. Dewasa ini, dukungan dana, baru dapat dianggarkan sebatas biaya rapat-rapat dengan Tim dan Balai Perlindungan Cagar Budaya, Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB), sedangkan biaya untuk Tim Penelitian dan Penetapan Cagar Budaya belum dapat dianggarkan.

C. Landasan Yuridis

Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.

Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk peraturan perundang- undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada.

Landasan yuridis pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dibagi atas dua macam, yaitu sebagai berikut.8

a. Landasan yuridis dari segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan (bevoegdheid) bagi instansi yang tertentu

8 Solly Lubis M , loc.cit.

(26)

26

untuk membuat peraturan tertentu, misalnya, Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Th 1945 menjadi landasan yuridis dari segi formil bagi presiden untuk membuat RUU.

b. Landasan yuridis untuk segi isi (materi) yakni dasar hukum untuk mengatur hal-hal tertentu, misalnya: Pasal 18 UUD NRI Th 1945 menjadi landasan yuridis dari segi materiel untuk UU organik mengenai pemerintahan daerah.

Undang-undang mempunyai kekuatan berlaku yuridis, apabila persyaratan material dan formal terbentuknya undang- undang itu telah terpenuhi. Kaedah hukum yang berlaku harus berdasarkan pada hirarkhi norma. Pancasila sebagai dasar negara, merupakan sumber dari segala sumber hukum. Dengan demikian hukum yang berlaku tidak boleh bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang merupakan hukum dasar dalam membentuk suatu peraturan perundang-undangan.

(27)

27

BAB V

JANGKAUAN, ARAH PENGATURAN DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN

Untuk mengarahkan ruang lingkup materi muatan rancangan peraturan daerah yang akan dibentuk diperlukan Naskah Akademik. Naskah Akademik ini diperlukan sebelum menguraikan ruang lingkup materi muatan sasaran arah dan jangkauan pengaturan yang akan diwujudkan. Naskah Akademik pada akhirnya berfungsi mengarahkan ruang lingkup materi muatan Rancangan Peraturan Daerah yang akan dibentuk.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 maka telah dimulai tonggak baru dalam pengelolaan cagar budaya di Indonesia. Undang- Undang yang mulai berlaku sejak tanggal 24 November 2010 ini menandai terjadinya perubahan arah pelestarian cagar budaya. Merujuk kepada arah kebijakan dalam undang-undang yang berlaku sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya. Manajemen pengelolaan cagar budaya yang dianut adalah sistem manajemen yang sentralistik, di mana pemerintah bertanggung jawab penuh terhadap perlindungan cagar budaya.

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011, manajemen pengelolaan cagar budaya tidak terpusat di tangan pemerintah lagi, melainkan partisipasif. Berbeda dengan sebelumnya, dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, Pemerintah pusat tidak lagi mengambil peran sebagai penanggung jawab tunggal dalam sistem pengelolaan cagar budaya, tetapi melibatkan pemerintah dan stakeholder lain, yaitu masyarakat, akademisi, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pihak swasta. perubahan paradigma sistem pengelolaan manajemen Cagar Budaya yang partisipatif mempunyai tujuan:

(a) melibatkan masyarakat dalam pengelolaanya;

(b) meningkatkan kesadaran masyarakat dalam melindungi cagar budaya.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa orientasi sistem manajemen pengelelolaan cagar budaya berdasarkan Undang-Undang cagar budaya yang baru ini adalah bersifat berkelanjutan dan berbasiskan masyarakat (community based) dalam suatu wadah manajemen yang terintegrasi atau integrated

(28)

28

management9

Uraian di atas menunjukkan bahwa Undang-Undang yang baru memberikan peran yang besar kepada Pemerintah Daerah dalam pengelolaan cagar budaya. Dengan adanya UU Nomor 11 Tahun 2010 yang merupakan cerminan dari penjabaran otonomi daerah, maka penetapan cagar budaya dilimpahkan ke daerah. Walikota mempunyai kewenangan penuh untuk menetapkan cagar budaya, setelah mendapat rekomendasi dari Tim Ahli Cagar Budaya yang menyatakan bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis dinyatakan layak sebagai cagar budaya. Selain merekomendasikan penetapan tim ahli cagar budaya juga merekomendasikan menjadi peringkat nasional, peringkat provinsi, dan peringkat kota/kabupaten.

Dengan berlakunya undang-undang baru ini, orientasi manajemen pengelolaan cagar budaya juga berubah. Kalau orientasi manajemen pengeloilaan cagar budaya yang dianut oleh Undang-Undang yang berlaku sebelumnya lebih menekankan kepada orientasi perlindungan, maka berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2011, orientasi manajemen pengelolaan cagar budaya adalah pelestarian yang meliputi perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan.

Perlindungan dalam hal ini meliputi kegiatan-kegiatan penyelamatan, pengamanan, zonasi kawasan, pemeliharaan dan pemugaran cagar budaya;

kemudian pengembangan mencakup kegiatan penelitian, revitalisasi cagar budaya, dan adaptasi; sedangkan pemanfaatan mencakup kegiatan pemanfaatan untuk bidang agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan dan pariwisata. Ketiga fokus kegiatan pelestarian ini merupakan suatu kegiatan yang terkait dan saling mendukung.

Dengan merujuk pada jangkauan dan arah kebijakan yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, maka jangkauan dan arah pengaturan pelestarian cagar budaya dalam Peraturan Daerah Kota Sukabumi yang akan dibentuk harus mengacu kepada jangkauan dan arah pengaturan menurut undang-undang yang terbaru, yaitu berorientasi pada manajemen kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya. pelestarian cagar budaya yang

9 Anonim, “Paradigma Pelestarian Cagar Budaya dan Permesiuman http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditpcbm/2015/05/11/paradigma-pelestarian-cagar-budaya-dan-

permuseuman

(29)

29

mencakup perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya untuk kepentingan masyarakat. Berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, pelestarian cagar budaya ditujukan untuk:

a) melestarikan warisan budaya bangsa;

b) meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui cagar budaya;

c) memperkuat keperibadian bangsa; meningkatkan kesejahteraan rakyat;

dan

d) mempropmosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat Internasional.

A. Materi yang akan diatur

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah, dan tugas pembantuan, serta menampung kondisi khusus daerah dan/atau penjabaran lebih lanjut peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi.

Pada tataran Undang-Undang, masalah cagar budaya telah diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun 2010 Nomor 130 dan Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5168. Dengan demikian, materi muatan dari Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya adalah dalam rangka penjabaran lebih lanjut peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Undang-undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Mengacu kepada Lampiran 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, ruang lingkup materi peraturan perundang-undangan pada dasarnya menyangkut:

a. Ketentuan umum;

b. Materi yang akan diatur;

c. Ketentuan sanksi; dan d. Ketentuan peralihan.

(30)

30

a. Ketentuan Umum

Ketentuan umum pada dasarnya memuat rumusan akademik mengenai pengertian istilah dan frasa. Istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna suatu konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas di bidang tertentu; sedangkan frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif10. Merujuk pada Pedoman 98 Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan (TP3U) sebagaimana tersebut dalam Lampiran II Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011, Ketentuan Umum berisi:

a. batasan pengertian atau definisi;

b. singkatan atau akronim yang dituangkan dalam batasan pengertianatau difinisi; dan/atau

c. beberapa pasal berikutnya antara lain ketentuan yang mencerminkan asas, maksud dan tujuan tanpa dirumuskan tersendiri dalam pasal atau bab.

Dalam setiap peraturan perundang-undangan yang materi muatannya dikelompokkan dalam bab, Ketentuan Umum dilletakkan dalam bab satu, sedangkan jika peraturan tersebut tidak dikelompokkan dalam bab, maka ketentuan umum diletakkan dalam pasal atau beberapa pasal awal. Frasa pembuka dalam Ketentuan Umum suatu Peraturan Daerah Kabupaten diawali dengan frasa ”Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:”

Mengingat Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya dibentuk dalam rangka penjabaran dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010, maka rumusan definisi beberapa istilah yang sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 dan relevan disebutkan dalam ketentuan umum peraturan daerah tersebut harus sama dengan rumusan definisi dalam undang-undang tersebut. Adapun beberapa hal yang relevan dicantumkan dalam Ketentuan Umum Rancangan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang pelestarian cagar budaya adalah:

Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu

10 Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, h.446 dan h. 321

(31)

31

dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.

1) Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.

2) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap.

3) Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia.

4) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau Struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu.

5) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.

6) Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

7) Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola warisan budaya atau Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

8) Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara.

9) Kompensasi adalah imbalan berupa uang dan/atau bukan uang dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

(32)

32

10) Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.

11) Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan, dan penghapusan Cagar Budaya.

12) Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya dan/atau memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar Budaya.

13) Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.

14) Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda, bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya.

15) Registrasi Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.

16) Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Registrasi Nasional Cagar Budaya.

17) Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budaya peringkat nasional yang ditetapkan Menteri sebagai prioritas nasional.

18) Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat.

19) Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan memanfaatkannya.

20) Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari

(33)

33

kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan, zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya.

21) Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan/atau menanggulangi Cagar Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.

22) Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari ancaman dan/atau gangguan.

23) Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.

24) Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar Budaya tetap lestari.

25) Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan/atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

26) Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan Pelestarian.

27) Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan pengembangan kebudayaan.

28) Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.

29) Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.

30) Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan kelestariannya.

31) Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda

(34)

34

Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik seluruh maupun bagian- bagiannya.

32) Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

33) Daerah adalah Kota Sukabumi.

34) Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kota Sukabumi.

35) Wali Kota adalah Wali Kota Sukabumi.

36) Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.

37) Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh negara dalam menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan pelestarian Cagar Budaya.

38) Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan Cagar Budaya dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada Negara.

b. Materi yang Akan Diatur

Sesuai dengan materi muatan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Pelestarian Cagar Budaya dan disesuaikan dengan kebutuhan Daerah, maka materi yang perlu diatur dalam Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya yang akan dibentuk dibagi dalam bab-bab sebagai berikut.

1. Bab I : Ketentuan Umum

2. Bab II : Asas, Tujuan, dan Lingkup 3. Bab III : Kriteria Cagar Budaya

4. Bab IV : Pemilikan, Penemuan, Pencarian 5. Bab V : Registrasi Cagar Budaya

6. Bab VI : Penetapan Cagar Budaya 7. Bab VII : Pelestarian

8. ` Bab VIII : Tugas Wewenang 9. Bab IX : Badan Pengelola 10. Bab X : Ketentuan Pidana 11. Bab XI : Ketentuan Peralihan

(35)

35

12. Bab XII : Ketentuan Penutup

Peraturan Daerah ini nanti diharapkan dapat menjadi dasar hukum dengan memberikan kepastian hukum (legal certainty). Hal ini dalam rangka mewujudkan dan menjamin kelestarian warisan cagar budaya yang bernilai historis tinggi di Kota Sukabumi.

(36)

36

BAB VI PENUTUP

A. SIMPULAN

Berdasarkan uraian di atas, akhirnya dapat dirumuskan suatu kesimpulan, sebagai berikut.

1) Kota Sukabumi banyak menghasilkan benda-benda, struktur, maupun bangunan yang bernilai budaya tinggi yang kini di warisi oleh masyarakat Kota Sukabumi. Tinggalan-tinggalan budaya tersebut dapat ditetapkan sebagai cagar budaya melalui proses yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. Cagar budaya mempunyai nilai yang sangat penting bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh karena itu, keberadaannya sangat penting untuk dipertahankan, dilestarikan, dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam rangka untuk menjaga cagar budaya dari berbagai ancaman, maka sangat penting adanya peraturan yang jelas mengenai pelestarian peninggalan budaya, kegiatan yang berkaitan dengan upaya pelestarian tersebut harus mempunyai payung hukum yang pasti. Pada level Undang-Undang, pengaturan pelestarian cagar budaya sudah diatur melalui Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010, tetapi pada level peraturan daerah, Kota Sukabumi belum memiliki peraturan daerah yang mengatur tentang cagar budaya sehingga masih terdapat hambatan yuridis bagi pelestarian cagar budaya di Kota Sukabumi. Oleh karena itu, pembentukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi tentang Pelestarian Cagar Budaya sangat penting untuk mengatasi hambatan-hambatan yuridis dalam pelestarian cagar budaya di Kota Sukabumi.

2) Pembentukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi dilandasi oleh pertimbangan-pertimbangan filosofis, sosiologis, dan yuridis, sebagai berikut:

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mengantisipasi potensi dampak pemanfaatan air tanah yang tidak berlangsung dengan sebagaimana mestinya, maka penelitian ini menawarkan rekomendasi yaitu :

Agar kebijakan tersebut sesuai dengan permasalahan dan situasi aktual maka dilaksanakan pertemuan pengembangan kebijakan dan pedoman pelak- sanaan kegiatan program

persepsi sosial adalah proses menangkap arti objek-objek sosial dan kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Oleh karena itu manusia bersifat emosional, sehingga

Pada tahap pelekatan lilin (nyanting pada batik tulis dan ngecap pada batik cap) keluhan yang dirasakan pekerja batik adalah sesak nafas dan dada berat,

pengendalian sistem informasi penjualan dengan tujuan yang spesifik guna membantu pihak manajemen dalam mencapai tujuan bisnis perusahaan. Hero

Dalam rangka memenuhi amanat peraturan Perundang-Undangan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Lampung Utara, telah menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara

Parfum Laundry Balikpapan Kota Beli di Toko, Agen, Distributor Surga Pewangi Laundry Terdekat/ Dikirim dari Pabrik BERIKUT INI PANGSA PASAR PRODUK NYA:.. Chemical Untuk

Sebagaimana telah disampaikan dibagian p e n d a h u l u a n , apa yang dimaksud dengan Pembangunan Nasional Indonesia, dan apa yang diutarakan dalam bab pembahasan bagian