• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori tentang Nilai, Kearifan Lokal, Tradisi Batik dan Karakter Kewarganegaraan 1. Tinjauan Nilai Masyarakat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori tentang Nilai, Kearifan Lokal, Tradisi Batik dan Karakter Kewarganegaraan 1. Tinjauan Nilai Masyarakat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori tentang Nilai, Kearifan Lokal, Tradisi Batik dan Karakter Kewarganegaraan

1. Tinjauan Nilai

Masyarakat dikehidupan sehari-hari sering menggunakan istilah “Nilai”.

Nilai yang terdapat di dalam masyarakat beraneka ragam. Nilai muncul karena adanya sesuatu yang dianggap baik atau berharga. Seiring berjalannya waktu, nilai mengalami perkembangan.

a. Hakikat Nilai

Di dalam Dictionary of Sociology and Related Sciences dalam B.

Sukarno, (2005: 239) di kemukakan bahwa nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat seorang atau kelompok (The believed capacity of any object to satisfy a human desire).

Menurut kamus The Contemporary English-Indonesian Dictionary dalam B. Sukarno, (2005: 241) kata value mengandung arti yang serupa ialah nilai, harga, arti dan norma sosial. Sedangkan dalam Encyclopedi Britanica kata nilai (value) mengandung pengertian bahwa nilai adalah suatu penetapan atas suatu kualitas obyek yang menyangkut suatu jenis apresiasi atau minat (value is a determination or quality of an object which involves any sort of appreciation or interest).

Untuk mengetahui secara mendalam pengertian nilai, di siniakan menyajikan beberapa pendapat mengenai pengertian nilai dari para ahli.

Pengertian nilai menurut Newcomb dalam Hamid Darmadi, (2007:27), merumuskan sebagai berikut:

“Many attitudes pettems many be organized”jadi sikap perilaku yang sudah mapan mempribadi. Disamping menggunakan rumusan tersebut, penulis berusaha menyederhanakan pengertian tadi dengan menyatakan bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga baik menurut standard logika (benar-salah), estetika (bagus-buruk), Etika (adil/layak-tidak adil).

9

(2)

commit to user

Pengertian nilai atau “value” (bahasa inggris) termasuk bidang kajian filsafat. Persoalan-persoalan tentang nilai dibahas dan dipelajari salah satu cabang filsafat yaitu:

Filsafat Nilai (Axiology, theory of Value). Filsafat sering juga diartikan sebagai ilmu tentang nilai-nilai. Istilah nilai di dalam bidang filsafat dipakai untuk menunjuk kata benda abstrak artinya “keberhargaan” atau kebaikan (goodness), dan kata kerja yang artinya suatu tindakan kejiwaan tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian. (Fransena dalam Hamid Darmadi, 2007: 67)

Nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap sesuatu (materiil-imateriil, personal, kondisional) atau harga yang dibawakan dan tersirat atau menjadi jati diri dari sesuatu. (Kosasih dalam Hamid Darmadi, 2007: 124)

Menurut Milton Rokeah dalam Hamid Darmadi, (2007: 27) mengatakan

“Nilai adalah sesuatu yang berharga, yang dianggap bernilai, adil, baik, benar dan indah serta menjadi pedoman atau pengangan diri”.

Bagi kebanyakan orang nilai mengandung pengertian yang sama dengan harga. Segala sesuatu dikatakan bernilai, apabila segala sesuatu itu berharga dan memberi manfaat, guna, faedah ataupun hasil. Menurut B. Sukarno, (2005: 241) dengan arti yang demikian, makna nilai berarti harga, manfaat, guna dan faedah ataupun hasil.

Menurut Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana, (2012: 28) menyatakan nilai adalah sebuah pertimbangan baik atau buruk sesuatu berdasarkan pandangan pribadi tentang moralitas.

Berdasarkan pengertian nilai di atas dapat di simpulkan bahwa, Nilai adalah suatu yang baik, buruk, atau benar dan salah.Pada dasarnya nilai itu adalah suatu kenyataan yang “tersembunyi” dan nilai itu sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Di dalam nilai tersebut terkandung cita-cita, harapan-harapan, dambaan-dambaan dan keharusan.

(3)

commit to user b. Ciri-ciri Nilai

Nilai yang terdapat dalam masyarakat memiliki ciri-ciri tertentu.Dengan adanya ciri-ciri tersebut, diharapkan tidak terjadi salah tafsir mengenai nilai yang terdapat dalam masyarakat.

Ciri-ciri nilai menurut Bambang Daroeso dalam Herman Purwiyanto (2011: 1) adalah sebagai berikut:

1) Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia. Nilai yang bersifat abstrak tidak dapat diindra. Hal yang dapat diamati hanyalah objek yang bernilai itu. Misalnya, orang yang memiliki kejujuran.

Kejujuran adalah nilai, tetapi kita tidak bisa mengindra kejujuran itu. Yang dapat kita indra adalah kejujuran itu.

2) Nilai memiliki sifat normatif, artinya nilai mengandung harapan, cita-cita, dan suatu keharusan sehingga nilai memiliki sifat ideal (das sollen). Nilai diwujudkan dalam bentuk norma sebagai landasan manusia dalam bertindak. Misalnya, nilai keadilan. Semua orang berharap dan mendapatkan dan berperilaku yang mencerminkan nilai keadilan.

3) Nilai berfungsi sebagai daya dorong/motivator dan manusia adalah pendukung nilai. Manusia bertindak berdasar dan didorong oleh nilai yang diyakininya. Misalnya, nilai ketakwaan. Adanya nilai ini menjadikan semua orang terdorong untuk bisa mencapai derajat ketakwaan.

Sehingga berdasarkan ciri-ciri nilai yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilaiterbentuk melalui proses belajar dan interaksi yang memiliki pengaruh berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, dan terseleksi dari berbagai apek kehidupan sehingga mempengaruhi kepribadian seseorang dan dipraktekkan melalui proses sosialisasi dan pergaulan sehari-hari.

Nilai itu suatu realitas abstrak dan ada dalam kehidupan manusia, nilai memiliki sifat normatif dan nilai berfungsi sebagai daya dorong atau motivator.

c. Macam-macam Nilai

Nilai yang terdapat dalam masyarakat beragam dan sangat kompleks.Pada dasarnya, nilai dikelompokan menjadi tiga macam. Menurut filsafat dalam bukunya Winarno (2012: 40) nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:

1) Nilai logika adalah nilai benar-salah;

2) Nilai estetika adalah nilai indah-tidak indah (jelek), dan;

3) Nilai etika/ moral adalah nilai baik-buruk.

(4)

commit to user

Menurut Max Sceler dalam bukunya Hamid Darmadi, (2007:68) mengemukakan bahwa: “Nilai-nilai yang ada, tidak sama luhurnya dan sama tingginya. Nilai-nilai itu secara nyata ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah dibandingkan dengan nilai-nilai lainnya”.

Menurut Max Sceler dalam Hamid Darmadi, (2007: 68) berdasarkan tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan sebagai berikut:

1) Nilai-nilai kenikmatan: dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakan dan tidak mengenakan (die wertreihe des angenehmen und unangelmen), yang menyebabkan orang senang atau menderita;

2) Nilai-nilai kehidupan: dalam nilai ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi kehidupan (werte des vitelen fuhlens) misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, kesejahteraan umum;

3) Nilai-nilai kejiwaan: dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan (geistige werte) yang sama sekali tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Nilai-nilai semacam ini ialah keindahan, kebenaran, dan pengetahuan murni yang dicapai dalm filsafat;

4) Nilai-nilai suci dan tak suci (wermodalitas des heiligen ung unheiligen).

Nilai-nilai semacam ini terutama terdiri dari nilai-nilai pribadi.

Menurut Natonagoro dalam Hamid Darmadi, (2007: 69) mengemukakan macam-macam nilai sebagai berikut:

1) Nilai materiil: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan material ragawi manusia;

2) Nilai vital: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas;

3) Nilai kerohanian: yaitu segala sesuatu yang berguna bagi rohani manusia, nilai kerohanian dapat dibedakan atas empat macam yaitu:

a) Nilai kesabaran : bersumber pada akal (ratio, budi, cipta) manusia;

b) Nilai keindahan atau estetis; bersumber pada unsur perasaan (esthetis, gevoel, rasa) manusia;

c) Nilai kebaikan atau nilai moral; bersumber pada unsure kehendak (will, wollen, karsa) manusia;

d) Nilai religious; merupakan nilai kerohanian tertinggi dan mutlak. Nilai religius ini bersumber kepercayaan atau keyakinan manusia.

Menurut Walter G Everet dalam Hamid Darmadi, (2007: 69), mengolongkan nilai-nilai kedalam delapan (8) kelompok sebagai berikut:

1) Nilai-nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi semua benda yang dapat di beli);

(5)

commit to user

2) Nilai-nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan keindahan dalam kehidupan badan);

3) Nilai-nilai hiburan (nilai-nilai permainan dan waktu senggang yang dapat menyumbangkan pada pengayaan kehidupan);

4) Nilai-nilai sosial (berasal mula dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan);

5) Nilai-nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang diinginkan);

6) Nilai-nilai estetis (nilai-nilai keindahan dalam alam dan karya seni);

7) Nilai-nilai intelektual (nilai-nilai pengetahuan dan pengajaran kebenaran);

8) Nilai-nilai keagamaan (nilai bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa).

Dari uraian mengenai macam-macam nilai di atas, dapat dikemukakan bahwa nilai bukan hanya sesuatu yang berwujud material saja, akan tetapi sesuatu yang berwujud non material atau immaterial. Bahkan sesuatu yang immaterial dapat mengandung nilai yang sangat tinggi dan mutlak bagi manusia. Nilai-nilai material relatif lebih mudah diukur, yaitu dengan menggunakan alat indera maupun alat pengukur seperti berat, panjang, luas dan sebagainya.

2. Tinjauan Kearifan Lokal a. Hakikat Kearifan Lokal

Pengertian Kearifan Lokal dilihat dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari 2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal (local). Local berarti setempat dan wisdomsama dengan kebijaksanaan. Dengan kata lain maka local wisdom dapat dipahami sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai, pandangan-pandangan setempat (lokal) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dandiikuti oleh anggota masyarakatnya. (Nany Handayani, 2011: 1)

Definisi kearifan lokal diartikan dalam International Journal, local wisdom is basic knowledge gained from living in balance with nature.

(Kearifan lokal adalah pengetahuan dasar yang diperoleh dari hidup dalam keseimbangan dengan alam). (International Journal of Humanities and Social Science Vol. 2. No. 13. 2012. Knowledge and Local Wisdom: Community Treasure), Hal: 6

Menurut Warren yang dikutip oleh Amri Marzali dalam Sukari, sistem pengetahuan lokal atau kearifan lokal adalah pengetahuan yang khas milik suatu

(6)

commit to user

masyarakat atau budaya tertentu yang telah berkembang lama, sebagai hasil dari proses hubungan timbal balik antara masyarakat dengan lingkungannya. (Jurnal Jantra Sejarah dan Budaya Vol. III Nomor 5. 2008. Kearifan Lokal Petani Garam dan Tambak Ikan di Kalianget Madura), Hal: 329

Berdasarkan Sartini, Kearifan lokal merupakan gagasan masyarakat setempat yang bernilai baik berupa: pandangan hidup, tata nilai, adat-istiadat, norma, biasanya tersimbolisasi oleh mitos dan ritual. (Jurnal Jantra Sejarah dan Budaya Vol. VII Nomor. 1. 2012. Ritual Bahari di Indonesia: Antara Kearifan Lokal dan Aspek Konservasinya), Hal: 42

Kearifan lokal menurut Heddy Sri Ahimsa Putra dalam Taryani, adalah perangkat pengetahuan dan praktek-praktek yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan dan kesulitan yang dihadapi dengan cara yang baik dan benar. (Jurnal PatrawidyaSeri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya Vol. 12 Nomor. 1.

2011. Kearifan Petani Kawasan Hutan Desa Klangon Madiun dalam Pemanfaatan Lahan), Hal: 139.

Menurut Ahimsa Putra dalam Sukari, dalam Sumintarsih bahwa kearifan lokal penekanannya pada tempat, lokalitas dari kearifan tersebut, sehingga kearifan lokal tidak harus merupakan sebuah kearifan yang telah diwariskan generasi ke generasi. Kearifan lokal bisa merupakan kearifan yang belum lama muncul dalam suatu komunitas. Oleh karena itu, kearifan lokal tidak selalu bersifat tradisional, dan karena itu lebih luas maknanya daripada kearifan tradisional. Kearifan lokal mencakup berbagai pengetahuan, pandangan, nilai serta praktek-praktek dari sebuah komunitas baik yang diperoleh dari generasi-generasi sebelumnya dari komunitas tersebut di masa kini, termasuk juga dari kontaknya dengan masyarakat dan budaya lain. (Jurnal Patrawidya Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan BudayaVol. 13 Nomor. 2. 2012. Kearifan Lokal Petani Garam dan Tambak Ikan Desa Dresi Kulon Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang) Hal: 311.

Menurut Iskandar dalam Emiliana Sadilah, pengetahuan tentang karakter sumberdaya termasuk pengelolaan dan pemanfaatan ada pada masyarakat secara turun temurun, dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari disebut dengan istilah kearifan lokal atau indigenous knowledge system. (Jurnal Patrawidya Seri

(7)

commit to user

Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya Vol. 10 Nomor. 1. 2009. Kearifan Lokal Masyakat Petani Cengkeh di Ngebel, Ponorogo, Jawa Timur) 143-144.

Menurut Heddy Ahimsa Putra dalam Taryani, kearifan lokal dapat didefinisikan sebagai perangkat pengetahuan dan praktek-praktek yang berasal dari generasi-generasi sebelumnya dari pengalaman berhubungan dengan lingkungan dan masyarakat lainnya milik suatu komunitas disuatu tempat, yang digunakan untuk menyelesaikan secara baik dan benar berbagai persoalan atau kesulitan yang dihadapi. Dari definisi tersebut kearifan lokal bukan hanya berwujud pengetahuan dan praktek yang diperoleh dari lokal saja atau dari warisan saja tetapi juga diperoleh dari luar komunitas. (Jurnal Patrawidya Seri Penerbitan Penelitian Sejarah dan Budaya Vol. 11 Nomor. 1. 2010 Kearifan lokal Petani Tanaman Hias di Kota Batu Malang) Hal: 115

Definisi kearifan lokal menurut Al Musanna, Kearifan lokal merupakan akumulasi pengetahuan dan kebijakan yang tumbuh dan berkembang dalam sebuah komunitas yang merangkum perspektif teologis, kosmologis dan sosiologis. Kearifan lokal bersandar pada filosofi, nilai-nilai, etika, dan perilaku yang melembaga secara tradisional untuk mengelola sumber daya (alam, manusia, dan budaya) secara berkelanjutan. (Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Vol. 18 Nomor 3. 2012 Artikulasi Pendidikan Guru Berbasis Kearifan Lokal Untuk Mempersiapkan Guru Yang Memiliki Kompetensi Budaya) Hal: 333.

Kearifan lokal merupakan unsur bagian dari tradisi-budaya masyarakat suatu bangsa, yang muncul menjadi bagian-bagian yang ditempatkan pada tatanan fisik bangunan (arsitektur) dan kawasan (perkotaan) dalam geografi kenusantaraan sebuah bangsa. (http://id.answers.yahoo.comDiakses Pada Tanggal 07 Mei 2012, pukul 12:03 WIB)

Berdasarkan pengertian kearifan lokal di atas dapat di simpulkan bahwa memahami kearifan lokal adalah pengetahuan yang dikembangkan oleh para leluhur dalam mensiasati lingkungan hidup sekitar mereka, menjadikan pengetahuan itu sebagai bagian dari budaya dan memperkenalkan serta meneruskan itu dari generasi ke generasi. Kearifan lokal juga merupakan suatu

(8)

commit to user

gagasan konseptual yang hidup dalam masyarakat, tumbuh dan berkembang secara terus-menerus dalam kesadaran masyarakat, berfungsi untuk mengatur hidup masyarakat dari sifatnya yang berkaitan dengan kehidupan yang sakral sampai Kearifan lokal menjadi penting dan bermanfaat hanya ketika masyarakat lokal yang mewarisi sistem pengetahuan itu mau menerima dan mengklaim hal itu sebagai bagian dari kehidupan mereka. Dengan cara itulah, kearifan lokal dapat disebut sebagai jiwa dari budaya lokal.

b. Fungsi Kearifan Lokal

Menurut Sartini (2004: 112), Kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa: nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan- aturan khusus. Oleh karena bentuknya yang bermacam-macam dan hidup dalam aneka budaya masyarakat maka fungsinya menjadi bermacam-macam, yaitu:

1) Berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumber daya alam;

2) Berfungsi untuk pengembangan sumber daya manusia;

3) Berfungsi untuk pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan;

4) Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan;

5) Bermakna sosial;

6) Bermakna etika dan moral;

7) Bermakna politik.

Dari penjelasan fungsi-fungsi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa terlihat betapa luas ranah kearifan lokal, dipahami secara baik, bernilai baik, penuh kearifan, yang tertanam dan diikuti semua masyarakat sehingga masyarakat mempunyai kearifan lokal yang mendalam dan baik untuk di lestarikan.

c. Nilai-nilai Kearifan Lokal

Menurut Edi Suryadi dan Kusnendi. (2010: 608), Selain kearifan lokal mempunyai fungsi, kearifan lokal juga mempunyai nilai-nilai yang harus diketahui dan dipahami lebih dalam, yaitu sebagai berikut:

1) Nilai Ramah tamah

Sifat ramah kebaikan hati dan keakraban (dalam bergaul), baik hati dan menarik budi bahasanya manis tutur kata dan sikapnya;

2) Nilai Kasih sayang

Sadar atau tidak, menuntut tanggung jawab, pengorbanan, kejujuran, saling percaya, saling pengertian, saling terbuka masing-masing pihak sehingga antar keduannya merupakan kesatuan yang bulat dan utuh;

(9)

commit to user 3) Nilai Penuh kelembutan

Penuh kehalusan dalam bertindak dan bersikap;

4) Nilai Kepedulian

Peduli sesama, sikap mengindahkan, dan sikap memperhatikan;

5) Nilai Bimbingan

Berupa bantuan yang diberikan kepada individu sehingga terwujud suatu ajaran yang di dapat oleh individu itu;

6) Nilai Mendahulukan kepentingan umum

Selalu mengedepankan kepentingan orang lain dibanding kepentingan sendiri;

7) Nilai Keteladanan

Teknik pendidikan yang paling baik, dan oleh karena itu mendasarkan pendidikan di atas dasar demikian, seorang anak harus memperoleh teladan dari keluarga dan orang tuanya agar ia semenjak kecil sudah menerima norma-norma islam dan berjalan berdasarkan konsepsi yang tinggi itu;

8) Nilai Mengedepankan dialog

Mendahulukan diskusi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan pendapat.

Nilai Musyawarah dari nilai-nilai di atas bisa penulis mengambil kesimpulan bahwa pada nilai kearifan lokal sebagai standar atau kriteria mengenai yang sepatutnya dan seharusnya diingini sekaligus berfungsi sebagai suatu panduan untuk memilih tindakan, tujuan, pengembangan dan pemeliharaan sikap seseorang.

3. Tinjauan Tradisi Batik a. Pengertian Tradisi

Tradisi dalam bahasa inggris berasal dari istilah latin, tradere, yang berarti memindahkan atau memberikan sesuatu kepada orang lain untuk disimpan.

(Giddens dalam Devi Roviyani, 2007:18). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999: 1069), “Tradisi diartikan sebagai adat kebiasaan turun-temurun (dari nenek moyang) yang masih dijalankan dalam masyarakat”.

Definisi menurut Koentjaraningrat dalam Bekti Karyatun (2007:19),

“Tradisi adalah segala sesuatu seperti adat yang bersifat memaksa dan berlangsung terus menerus dalam masyarakat”. Sedangkan menurut Van Peursen dalam Dwi Prihantianto Pamungkas (2010:6), “Tradisi merupakan pewarisan atau penerusan norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah”. Pewarisan tersebut

(10)

commit to user

dilakukan agar norma-norma, adat-istiadat, kaidah-kaidah yang telah dimiliki oleh nenek moyang akan terus bertahan dan diwarisi oleh generasi penerus.

Tradisi bermula dari suatu budaya yang merupakan hak seseorang, berdasarkan aturan-aturan yang pernah dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Selanjutnya berkembang menjadi tradisi yang berarti segala sesuatu seperti adat, kepercayaan, kebiasaan, dan ajaran turun temurun.

Menurut Hugo E. Readiny dalam Devi Roviyani (2007:18), tradisi adalah:

1) Warisan keyakinan sosial atau keyakinan-keyakinan yang diterima secara buta;

2) Warisan keyakinan sosial atau keyakinan yang mencakup kepatuhan apa yang dianggap selalu ada;

3) Suatu lembaga yang eksistensinya dilembagakan.

Dari uraian diatas akan dapat dipahami bahwa tradisi merupakan gambaran sikap dan perilaku manusia yang telah berproses dalam waktu lama dan dilaksanakan secara turun-temurun dari nenek moyang. Tradisi dipengaruhi oleh kecenderungan untuk berbuat sesuatu dan mengulang sesuatu sehingga menjadi kebiasaan.

b. Pengertian Batik

Batik adalah salah satu kesenian khas Indonesia yang telah berabad-abad lamanya hidup dan berkembang, sehingga batik merupakan bukti peninggalan sejarah. Batik juga merupakan sehelai kain yang dibuat secara tradisional terutama juga digunakan dalam matra tradisional.

Berdasarkan etimologi dan terminologinya, batik merupakan rangkaian kata mbat dan tik. Mbat dalam bahasa Jawa diartikan sebagai ngembat atau melempar berkali-kali, sedangkan tik berasal dari kata titik.Jadi, membatik berarti melempar titik-titik berkali-kali pada kain. Sehingga akhirnya bentuk-bentuk titik tersebut berhimpitan menjadi bentuk garis.

Menurut seni rupa garis adalah kumpulan dari titik-titik. Selain itu batik juga berasal dari kata mbat yang merupakan pendekatan dari kata membuat, sedangkan tik adalah titik. Ada juga yang berpendapat bahwa batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa amba yang bermakna

(11)

commit to user

menulis dan titik yang bermakna titik. (Asti Musman dan Ambar B.

Arini; 2011: 1)

Menurut Puspita Setiawati (2004: 9), “Batik yaitu gambaran atau hiasan pada kain yang pengerjaanya melalui proses penutupan dengan bahan lilin atau malam yang kemudian di celup atau di beri warna”.

Sebagian orang beranggapan bahwa pada hakekatnya yang dinamakan batik adalah batik tulis atau batik klasik dengan tehnik dan pewarnaan yang menggunakan warna alam, selain itu ada juga kain motif batik dengan cara pengerjaan dicap atau lebih dikenal dengan istilah batik cap.

Menurut Ari Wulandari (2011:2), “Batik dijelaskan sebagai kain bergambar yang dibuat secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam (lilin) pada kain, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu, atau biasa dikenal dengan kain batik”.

Batik adalah kain yang ragam hiasnya dibuat dengan mempergunakan malam sebagai bahan perintang warna, sehingga zat warna tidak dapat mengenai kain yang tertutup malam saat pencelupan. (Helen ishwara, I.R.Supriyapto yahya, Xenia moeis, 2011: 23)

Jadi dari pengertian diatas bisa ditarik kesimpulan bahwa Batik adalahkain yang diberi corak atau motif tersendiri dengan canting menerakan malam pada kain, yang proses pembuatannya sangat lama dan proses pengerjaannya melalui proses penutupan bahan lilin atau malam. Sedangkan Tradisi Batik adalah suatu yang turun temurun diberikan dari nenek moyang kepada generasi penerusnya dalam pembuatan corak atau motif batik pada kain dengan canting.

c. Makna Filosofi Motif Batik

Batik mempunyai motif-motif yang melambangkan kasta atau status sosial bagi pemakainya. Dari masa ke masa manusia menitipkan pesan perlambang pada karya-karya batik. Berdasarkan pendapat yang diutarakan oleh Ani Bambang Yudhoyono (2010: 133-147) mengenai motif-motif batik maka dapat penulis jelaskan sebagai berikut:

(12)

commit to user 1) Motif Sido Asih

Pola batik sido asih diciptakan untuk mengagungkan cinta kasih antara dua insan manusia. Inilah ungkapan tertinggi yang dapat dinyatakan oleh seorang mempelai pengantin perempuan pada tautan hatinya;

2) Motif Truntum Simping Mas

Kata truntum itu sendiri berarti tumbuh atau bersemi kembali. Ada yang mengatakan kata ini dikaitkan dengan kata Jawa tumruntum yang artinya berderet-deret. Sebuah pola truntum menyerupai sebuah pola segitiga lancip yang membentuk lingkaran dan ada bulatan ditengah sehingga menyerupai bunga-bunga kecil. Maka pola ini adalah kerukunan, kesuburan dan kesejahteraan dalam berumah tangga;

3) Motif Ukel Kanthil Lung-lungan

Kesahajaannya yang memancarkan keagunggan yang luar biasa;

4) Motif Cakar Gurdho Agung

Motif ini berarti doa orangtua pada saat anak-anaknya menikah adalah semoga mereka kelak mampu mandiri dan berpenghasilan sendiri. Pola batik cakar adalah perlambangan untuk pengharapan seperti itu.

Dikenakan oleh orangtua kedua mempelai pada acara siraman;

5) Motif Sido Mulyo

Itu merupakan pola keempat dari pola-pola istimewa yang biasanya dikenakan oleh pengantin lelaki maupun perempuan pada waktu pernikahan. Arti mulyo adalah prestise. Dengan menggunakan pola khusus ini diyakini bahwa pasangan pengantin akan mendapatkan prestise atau keharuman nama selama perkawinan.

Batik merupakan hasil seni yang memiliki keindahan visual dan mengandung makna filosofis pada setiap motifnya. Sehingga dibalik keindahan batik terdapat tanda, simbol, atau lambang yang bisa diungkap. Menurut Ari Wulandari (2011: 122-127) ada beberapa motif batik yaitu sebagai berikut:

1) Motif Gurda

Gurdo berasal dari kata garuda. Seperti diketahui, garuda merupakan burung besar. Dalam pandangan masyarakat Jawa, burung garuda mempunyai kedudukan yang sangat penting. Bentuk motif gurda terdiri dua buah sayap (lar) dan di tengahnya terdapat badan dan ekor. Motif batik gurda ini tidak lepas dari kepercayaan masa lalu. Garuda merupakan tunggangan Batara Wisnu yang dikenal sebagai lambang matahari. Oleh masyarakat Jawa, garuda selain sebagai simbol kehidupan juga sebagai simbol kejantanan;

(13)

commit to user 2) Motif Meru

Kata meru berasal dari Gunung Mahameru. Gunung ini dianggap sebagai tempat tinggal atau singgasana bagi Tri Murti, yaitu Sang Hyang Wisnu, Sang Hyang Brahma dan Sang Hyang Siwa. Tri Murti ini di lambangkan sebagai sumber dari segala kehidupan, sumber kemakmuran dan segala sumber kebahagiaan hidup di dunia. Oleh karena itu, meru digunakan sebagai motif batik agar si pemakai selalu mendapatkan kemakmuran dan kebahagiaan;

3) Motif Truntum

Kain motif truntum biasanya di pakai oleh orang tua pengantin pada hari pernikahan. Harapannya adalah agar cinta kasih yang tumaruntum ini akan menghinggapi kedua mempelai. Kadang dimaknai pula bahwa orang tua berkewajiban untuk “menuntun” kedua mempelai untuk memasuki kehidupan baru;

4) Motif Parang Kusumo

Motif ini bermakna hidup harus dilandasi dengan perjuangan untuk mencari kebahagiaan lahir dan batin, ibarat keharuman bunga (kusuma).

Contohnya, bagi orang Jawa, yang paling utama dari hidup di masyarakat adalah keharuman (kebaikan) pribadinya tanpa meninggalkan norma- norma yang berlaku dan sopan santun agar dapat terhindar dari bencana lahir dan batin. Mereka harus mematuhi aturan hidup bermasyarakat dan taat kepada perintah Tuhan;

5) Motif Parang Rusak Barong

Motif batik Parang Rusak Barong ini berasal dari kata batu karang dan barong (singa). Parang barong merupakan parang yang paling besar dan agung, dankarena kesakralan filosofinya, motif ini hanya boleh digunakan untuk raja, terutama dikenakan pada saat ritual keagamaan dan mediasi.

Motif ini diciptakan oleh Sultan Agung Haryakrakusuma yang mengekpresikan pengalamannya sebagai raja dengan segala tugasnya dan juga sebagai seorang manusia yang kecil di hadapan Sang maha Pencipta.

Motif Parang Rusak Barong ini merupakan induk dari semua motif parang.

Motif ini mempunyai makna agar seorang raja selalu hati-hati dan dapat mengendalikan diri.

Dari motif-motif di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa ada persamaan antara batik yang dimiliki Ari Wulandari dan Ani Bambang Yudhoyono yaitu batik truntum. Ada juga perbedaan yang lain, sehingga terlihat jelas bahwa batik itu banyak ragam, motif, dan maknanya oleh karena itu banyak masyarakat sekarang melirik batik tersebut. Berbagai bentuk dan keragaman yang sangat kaya dapat dilihat dalam motif-motif batik.

(14)

commit to user d. Nilai-nilai Kearifan Lokal yang Ada Pada Batik

Selain filosofi motif-motif batik di atas bisa diperjelas lagi dengan terdapatnya nilai-nilai dalam batik. Nilai-nilai tersebut juga mempunyai arti tersendiri yaitu sebagai berikut:

1) Nilai Cinta Kasih

Nilai ini terdapat dalam Motif Sido Asih maksudnya agar dalam pernikahan mendapatkan cinta kasih, welas asih. Bagus dipakai ketika prosesi pernikahan bagi kedua mempelai Asih artinya kasih sayang. Motif ini bermakna agar hidup rumah tangga kedua pengantin selalu dipenuhi rasa kasih sayang sehingga mereka selalu merasa bahagia dalam suka maupun duka.

2) Nilai Kerukunan

Nilai ini terdapat dalam Motif Truntum maksudnya menurut catatan yang ada di Keraton Surakarta merupakan hasil karya dari Kanjeng Ratu Kencono atau yang lebih dikenal Kanjeng Ratu Beruk, Permaisuri dari SISKS Paku Buwono III. Rara Beruk adalah Putri dari D. Ng. Wirorejo sebelum bergelar RT. Wirorejo. Motif Truntum merupakan batikan bunga tanjung dengan dasar hitam atau latar ireng yang merupakan lambang cinta yang bersemi. Ornamen bunga tanjung simbolisme cinta bersemi.

Latar hitam simbolisme langit di malam hari. Maknanya bahwa kehidupan manusia tidak lepas dari dua hal, seperti terang gelap, bugah susah, kaya miskin dan seterusnya. Apabila sedang mendapat pepeteng (cobaan dari Tuhan) hendaknya cepat mendapat pepadhang seperti bintang di malam hari. Pada pelaksanaan ijab perkawinan orang tua pengantin menggunakan Motif Batik Truntum dan memakai sabuk kemben dan sindur melambangkang suatu pengharapan akan kerukunan dalam membina persaudaraan diantara kedua orang tua pengantin wanita dan laki-laki.

Hubungan baik yang terus tumbuh merupakan faktor penting untuk dasar kelangsungan persaudaraan seperti arti Truntum sendiri yaitu tumbuh.

Motif Truntum juga dikenakan oleh pengantin watita pada prosesi sepekenan.

3) Nilai Kesuburan

Nilai ini terdapat dalam Motif Truntum maksudnya Kesuburan yang tumbuh dan berkembang, itulah yang didambakan bagi pasangan yang

(15)

commit to user

baru membentuk satu keluarga yang baru. Layaknya truntum yang baru disemai, diharapkan pengantin yang baru menikah segera diberkahi keturunan yang dapat meneruskan harapan dan cita-cita, serta berbakti bagi keluarga, masyarakat, bangsa dan agama.

4) Nilai Kesejahteraan

Nilai ini terdapat dalam Motif Truntum Motif truntum berarti wahyu atau restu yang datang dari Tuhan Yang Maha Esa, namun ada yang mengartikan saling menuntun (membimbing). Kain batik Motif truntum sering dipakai orang tua mempelai pengantin jawa pada saat resepsi pernikahan, yang mengandung Kesejahteraan artinya ketentraman dalam hidup berumah tangga si calon mempelai agar aman, selamat, dan bahagia selalu. Sedangkan motif mangkoro memiliki arti mahkota. Mahkota ini dimaksudkan agar pemakai kain motif batik truntum mangkoro mendapatkan kedudukan, keluhuran dan dijauhkan dari marabahaya atas restu dari Tuhan.

5) Nilai Kesahajaan

Nilai ini terdapat dalam Motif Ukel Kanthil Lung-lungan maksudnya merupakan perlambangan dari kesahajaan yang tinggi. Kesahajaan artinya memancarkan keanggunan. Keanggunan yang tercipta dari harmoni yang santun dan sederhana.

6) Nilai Mandiri

Nilai ini terdapat dalam Motif Cakar Gurdho Agung maksudnya melambangkan Berdikari atau Mandiri. Cakar diambil dari sebutan kaki ayam, kaki itu memiliki kuku-kuku yang tajam sekali sebagai menuntut mencari makan melambangkan kerja keras. Kuku kaki ayam yang runcing melambangkan pikiran Kesatria utama. Seorang Kesatria utama harus berpikir secara tajam. Ketajaman berpikir sangat diperlukan agar tindakannya dapat terarah pada hal-hal yang baik. Makna ini sesuai dengan pepatah jawa “Yen Nedyo Golek Nur, Kudu Kanthi Laku Ening” artinya jika mencari jalan terang haruslah disertai jalan kejujuran. Harapannya sang pemakai dapat Berdikari dan Mandiri dalam mencari nafkah untuk penghidupannya serta mempunyai kesungguhan dalam menghadapi suatu rencana, sehingga tidak tergesa-gesa dan dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang diharapkan. Hidup makmur dan sejahtera sehingga dapat menjamin kehidupan sanak keluarga yang menjadi tanggungannya.

(16)

commit to user 7) Nilai Prestise atau Keharuman Nama

Nilai ini terdapat dalam Motif Sido Mulyo artinya menyimbolkan harapan agar keluarga yang dibina akan terus menerus mendapat kemuliaan meskipun mendapat suatu kesulitan. Namun dengan doa dan usaha yang tekun serta sabar maka kesulitan tersebut akan teratasi. Mereka pun tetap diberi anugerah kemuliaan dan tetap mendapat keharuman nama selama pernikahan.

8) Nilai Kejantanan

Nilai ini terdapat dalam Motif Gurdo artinya ornamen Garuda digambarkan dalam bentuk garuda atau sayap, dengan bentuk sayap tertutup. Motif ini melambangkan Matahari dan Tata Surya.

Melambangkan watak Surya Brata atau Watak Matahari yaitu melambangkan Kejantanan maksudnya Keberanian dan Ketabahan yaitu Kelapangan Hati, Ketenangan Jiwa dalam menghadapi semua masalah atau cobaan kehidupan.

9) Nilai Kemakmuran

Nilai ini terdapat dalam Motif Meru artinya keadaan sejahtera, aman, selamat, dan tentram sejahtera sesuai dengan ketentraman yang berarti dapat menuju keselamatan dan ketentraman hidup.

10) Nilai Kebahagiaan

Nilai ini terdapat dalam Motif Meru artinya dalam hidup di dunia ini pikiran atau perasaan manusia harus selalu dilandasi perasaan yang senang, gembira lahir batin tanpa adanya keluh kesah.

11) Nilai Sopan Santun

Nilai ini terdapat dalam Motif Parang Kusumo artinya suatu sikap atau tingkah laku manusia yang mencerminkan keramah tamahan terhadap orang lain ibarat keharuman bunga dicium selalu wangi sama dengan manusia yang mempunyai tingkah laku yang baik akan terhindar dari hal- hal yang buruk.

(17)

commit to user 12) Nilai Hati-hati

Nilai ini terdapat dalam Motif Parang Rusak Barong artinya agar seseorang yang menerima ucapan ini selalu waspada karena bisa saja kejadian yang buruk menimpa seseorang yang menerima ucapan.

13) Nilai Mengendalikan Diri

Nilai ini terdapat dalam Motif Parang Rusak Barong artinya penguasaan diri terhadap tindakan atau perilaku seseorang yang sadar baik sudah direncanakan atau belum untuk mematuhi aturan nilai dan norma yang berlaku.

4. Tinjauan Civic Disposition a. Hakikat Karakter Kewarganegaraan (Civic Disposition)

Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 42) adalah karakter kewarganegaraan merupakan sifat-sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.

Menurut American Heritage Digtionary Of The English Languagedalam Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 42) menyatakan karakter kewarganegaraan kelompok atau suatu benda dengan yang lain.

Untuk mengetahui secara mendalam hakikat karakter kewarganegaraan (civic disposition), di sini akan menyajikan beberapa pendapat mengenai pengertian karakter kewarganegaraan (civic disposition) sebagai berikut:

Menurut Margaret Stimman Branson dalam Winarno dan Wijianto (2010:12) adalah civic dispositions refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitutional democrac”. Artinya bahwa Civic Disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik dari warganegara yang perlu dipelihara dan tingkatkan dalam demokrasi konstitusional.

Udin S Winataputra dalam Winarno dan Wijianto (2010:12) menyatakan bahwa yang menjadi jantungnya dan benang emas yang mengikat unsur-unsur

(18)

commit to user

dalam membangun tatanan yang koheren dari semua sub sistem pendidikan kewarganegaraan adalah salah satunya civic disposition, yakni nilai, komitmen dan sikap kewarganegaraan.

Civic disposition merupakan salah satu komponen pendidikan kewarganegaraan. Civic disposition diterjemahkan sebagai watak, sikap atau karakter kewarganegaraan.Ada juga yang menyebutnya sebagai nilai kewarganegaraan (civic value). Branson (1998) dalam (Winarno dan Wijianto, 2010: 56) menyatakan sebagai berikut;

The third essential component of civic education, civic dispositions, refers to the traits of private and public character essential to the maintenance and improvement of constitutional democracy”. Torney- Purta & Vermeer mengatakan “Civic dispositions (motivations for behavior and values/attitudes), such as support for justice and equality and a sense of personal responsibility. Artinya, watak kewarganegaraan (civic disposition) sebagai komponen dasar ketiga civic education menunjuk pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib.

Karakter publik juga tidak kalah penting. Kepedulian sebagai warga Negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rul of law), berpikir kritis dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berpromosi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.

Menurut Jack Corley dan Thomas Phillip Dalam Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 42) menyatakan karakter kewarganegaraan merupakan sikap dan kebiasaan seseorang yang memungkinkan dan mempermudah tindakan moral.

Robert Marine dalam Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 42) menyatakan hal yang berbeda terhadap karakter kewarganegaraan menurutnya karakter kewarganegaraan adalah gabungan yang samar-samar antara sikap, perilaku bawaan, dan kemampuan, yang membangun pribadi seseorang.

Karakter berkaitan dengan tingkah laku yang diatur oleh upaya dan keinginan. Hurlock dalam Dharma Kesuma, Cepi Triatna dan Johar Permana, (2012: 24) menyatakan hati nurani, sebuah unsur esensial dari karakter adalah

(19)

commit to user

sebuah pola kebiasaan perlarangan yang mengontrol tingkah laku seseorang, membuatnya menjadi selaras dengan pola-pola kelompok yang diterima secara sosial.

Dari uraian di atas bisa disimpulkan bahwa karakter kewarganegaraan (civic disposition) adalah sebagai identitas dan jati diri suatu bangsa, karakter merupakan nilai dasar perilaku yang menjadi acuan tata nilai interaksi antar manusia, bisa dikatakan karakter kewarganegaraan mempunyai nilai yang baik yang sudah ada dalam diri dan perilaku seseorang atau sekelompok orang.

b. Proses Pembentukan Karakter Kewarganegaraan (Civic Disposion) Menurut Soemarno Soedarsono dalam Sri Sulastri (2011:30) menyatakan bahwa membangun watak dalam rangka menemukan dan membangun jati diri dapat dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Menggugah untuk menemukan diri sendiri;

2) Menemukan saya berada, ke mana, dan bagaimana saya mau pergi (cita- cita);

3) Menunjukkan sikap yang tulus dan ikhlas dengan meninggalkan segala yang bersifat semu, agar selanjutnya saya dapat menghayati dan menikmati kenyataan;

4) Memiliki kemantapan hati untuk melangkah kedepan, dengan demikian saya dapat menjadi sosok yang disegani, dihormati, dan disenangi, karena saya dapat diandalkan;

5) Memadukan dengan serasi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional; hanya dengan demikian dapat tampil sebagai pribadi yang memiliki integrasi, berkompetensi, dan menumbuhkembangkan kebersamaan.

Menurut Cholisin dalam Sri Sulastri (2011:30). “Karakter kewarganegaraan yang berisikan sifat-sifat yang mestinya melekat pada diri setiap warga negara dalam melakukan peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara akan terbentuk ketika telah berkembang pada dirinya pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan”. Adapun penjelasannya sebagai berikut:

1) Pengetahuan Kewarganegaraan

Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) merupakan materi substansi yang harus diketahui oleh warga Negara. Pada prinsipnya pengetahuan yang harus diketahui warga Negara berkaitan dengan hak dan kewajiban atau peran sebagai warga Negara dan

(20)

commit to user

pengetahuan yang mendasar tentang struktur dan sistem politik, pemerintahan dan sistem sosial yang ideal sebagaimana terdokumentasi dalam Pancasila dan UUD 1945, maupun yang telah menjadi konvensi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta nilai-nilai universal dalam masyarakat demokratis serta cara-cara kerjasama untuk mewujudkan kemajuan bersama dan hidup berdampingan secara damai dalam masyarakat internasional.

2) Keterampilan Kewarganegaraan

Keterampilan Kewarganegaraan (civic skill), merupakan keterampilan yang dikembangkan dari pengetahuan kewarganegaraan, agar pengetahuan yang diperoleh menjadi sesuatu yang bermakna, karena dapat dimanfaatkan dalam menghadapi masalah-masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Civic skill mencakup keterampilan intelektual (intellectual skills) dan keterampilan partisipasi (participation skills).

Berdasarkan yang dikemukakan di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa pembentukan karakter kewarganegaraan (civic disposition) terbentuk pada Warga Negara yang memiliki pengetahuan kewarganegaraan dan keterampilan kewarganegaraan yang diwujudkan dengan proses memberikan informasi, menggugah untuk menemukan diri sendiri, menunjukkan sikap yang ikhlas, memantapkan hati untuk melangkah kedepan, dan memadukan dengan serasi kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional.

c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Karakter Warganegara

Menurut Muchlas Samani dan Hariyanto (2012: 43) adalah mengacu pada berbagai pengertian serta faktor-faktor yang dapat mempengaruhi karakter kewarganegaraan maka karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.

Ratna Megawangi dalam Sri Sulastri (2011: 31) menyatakan bahwa

“Terbentuknya karakter (kepribadian) manusia adalah ditentukan dua faktor, yaitu 1. Nature (faktor alami atau fitrah), 2. Nurture (sosialisasi dan pendidikan)”.

(21)

commit to user

Adapun penjelasan dari dua faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1) Nature (faktor alami atau fitrah), pada hakekatnya agama mengajarkan bahwa setiap manusia mempunyai kecenderungan (fitrah) untuk mencintai kebaikan. Namun fitrah ini adalah bersifat potensial atau atau belum termenifestasi ketika anak dilahirkan. Walaupun manusia mempunyai fitrah kebaikan, namun tanpa diikuti dengan instruksi (pendidikan dan sosialisasi), maka manusia dapat berubah menjadi seperti binatang. Hal tersebut memberikan pembenaran perlunya faktor nurture, atau lingkungan budaya, pendidikan, dan nilai-nilai yang perlu disosialisasikan kepada anak-anak. Oleh karena itu Tuhan menurunkan Nabi/ Rasul atau orang-orang bijak untuk mendidik dan mengigatkan kembali akan perlunya menjalankan proinsip-prinsip kebajikan agar manusia dapat memelihara fitrahnya;

2) Nurture, faktor lingkungan yaitu usaha memberikan pendidikan dan sosialisasi sangat penting dalam pembentukan karakter. Apabila mendidik anak lingkungannya memotivasi untuk membentuk civic disposition maka karakter anak terbentuk, tetapi apabila lingkungan tidak mendukung maka tidak tebentuk karakter kewarganegaraan.

Menurut Bimo Walgito dalam Sri Sulastri (2011: 32) menyatakan bahwa

“Secara garis besar pembentukan sikap atau perubahan sikap itu ditentukan oleh dua faktor pokok, yaitu faktor individu itu sendiri atau faktor dalam dan faktor dari luar atau faktor ekstern”.

Selanjutnya dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi karakter kewarganegaraan ada dua faktor dalam diri adalah faktor nature (faktor alami atau fitrah) hal ini perlu dimiliki warga Negara karena seseorang itu harus bisa mengontrol emosi, ego, dan kurangnya kesadaran, sedangkan nurture, faktor lingkungan yaitu merupakan faktor yang paling penting karena dalam pembentukan karakter seseorang itu kurang lebih dipengaruhi faktor lingkungan sehingga seseorang itu belajar dari lingkungan. Ada juga faktor dari dalam atau diri sendiri faktor ini merupakan hak untuk individu memilih mana yang baik dan tidak baik sesuai kata hati, sedangkan faktor dari luar meliputi lingkungan, pendidikan, dan pergaulan sehari-hari.

(22)

commit to user

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Skripsi yang berjudul “Persepsi Masyarakat Terhadap Seni Batik Klasik” oleh Guntur Arie Wibowo. Adapun masalah yang dikaji adalah mengenai batik yang merupakan karya adiluhung yang unik karena di dalam prosesnya membutuhkan waktu yang panjang, perlu kesabaran, ketelitian, serta ketekunan. Sebagai suatu hasil seni, batik mengutamakan seni keindahan dari sudut lain, dimana batik berkembang sebagai sebagai kebutuhan sandang sehingga dalam perkembangannya mencari cara yang lebih praktis. Batik juga memiliki keindahan spiritual karena pesan, harapan, ajaran hidup dan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa dari pembuat batik yang dituangkan dalam pola batik itu sendiri. Masalah yang kemudian timbul adalah telah terjadi pergeseran makna dari batik itu sendiri. Dahulu, batik itu memiliki nilai, makna dan fungsi yang sakral, namun sekarang ini masyarakat umumnya hanya menilai batik sebagai busana atau pakaian dalam acara-acara resepsi belaka. Salah satu penyebab pergeseran makna ini adalah disebabkan oleh era zaman yang telah berganti. Sehingga mengakibatkan pada masa sekarang ini minim pengetahuan dan pengenalan masyarakat tentang makna dan fungsi batik.

Hal ini di perparah munculnya batik printing atau cap yang menguasai pasar perbatikan. Sehingga menyebabkan semakin berkurangnya apresiasi atau penghargaan masyarakat yang masih awam terhadap batik klasik yang merupakan asset dan warisan budaya yang wajib dikaji dan dilestarikan.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Skripsi yang berjudul “Batik Air Brushu atau Tekstil Perlengkapan Interior Ruang Tamu” oleh Dwi Hastuti. Adapun masalah yang dikaji adalah saat ini kepentingan tekstil Interior telah banyak dijumpai berbagai jenis dan kualitasnya, hanya saja sajian yang diolah dengan teknik batik air brush kurang atau sulit didapatkan.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Skripsi yang berjudul “Batik Kreasi Baru Pada Bahan Kaos Untuk Pakaian Kasual Remaja Putri” oleh Margono. Adapun masalah yang dikaji adalah kain batik merupakan salah satu jenis produk kain yang berkembang pesat. Pada umumnya batik digunakan untuk kain jarik, kebutuhan rumah tangga dan busana. Namun generasi

(23)

commit to user

muda kurang melirik adanya motif batik kreasi dahulu, dengan alasan tersebut pengrajin menciptakan suatu karya mode pakaian kasual remaja dengan menampilkan gaya batik kreasi baru dengan teknik pewarnaan gradasi pada bahan kaos. Pelestarian batik pada generasi muda dengan pengenalan melalui media kaos dimungkinkan akan lebih mudah diterima oleh kalangan remaja.

Dari penjelasan diatas, terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian yang disebutkan diatas dengan penelitian yang dikerjakan di sini.

Dalam penelitian ini penulis mengambil judul “Penanaman Nilai-Nilai Kearifan Lokal Pada Tradisi Batik Guna Mewujudkan Civic Disposition Generasi Muda (Studi Kasus di Kampung Batik Kauman Surakarta)”. Persamaan terdapat pada keindahan spiritual, harapan, ajaran hidup, doa pada batik, dan mengenalkan batik kepada generasi muda. Namun ada perbedaan yakni dalam penelitian inimenekankan pada nilai-nilai kearifan batik guna mewujudkan civic disposition generasi muda. Di sini ditekankan bahwa generasi muda selanjutnya bisa menyelaraskan dan memperdalam nilai-nilai yang terkandung dalam batik.

Generasi muda seharusnya bertingkah laku sesuai dengan apa yang sudah terlihat kasat mata, seperti: orang surakarta terkenal dengan keanggunannya, kehalusannya, kebaikan, dan kesopan santunannya dalam bertingkah laku, sehingga generasi muda bisa tertarik untuk mempelajari batik.

(24)

commit to user

C. Kerangka Berpikir

Batik merupakan hasil karya manusia yang mengandung filosofi, memiliki karakter dan nilai seni serta menjadi bagian dari budaya Indonesia sejak lama.Batik bukan sekedar kain penutup tubuh belaka, melainkan sebuah hasil karya seni yang tinggi dan mengandung nilai-nilai kearifan dan keindahan visual maupun keindahan spiritual.

Kedekatan batik dengan kehidupan masyarakat Jawa telah menjadi bagian hidup yang tak terpisahkan. Melalui selembar kain dengan goresan warna lembut terlukis diatasnya, dapat terlihat gambaran hidup masyarakat Jawa secara keseluruhan.Itulah yang membuat batik memiliki kandungan “Nilai Kearifan”

tersendiri dalam masyarakat. Karena pada dasarnya, nilai kearifan merupakan gagasan-gagasan setempat yang bersifat biajaksana penuh kearifan yang dimiliki seseorang atau kelompok tentang apa yang dikehendaki, apa yang layak dan apa yang baik atau buruk.

Nilai-nilai kearifan pada generasi muda disini generasi muda juga diharuskan belajar membatik sehingga generasi muda bisa mempunyai Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge). Generasi muda dengan begitu bisa mengetahui batik itu mempunyai nilai-nilai kearifan lokal.

Selain generasi muda mempunyai Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) generasi muda dengan sendirinya mempunyai sebuah Keterampilan Kewarganegaraan (Civic Skill) yang perlu dikembangkan oleh generasi-generasi selanjutnya. Sehingga generasi mudamengisi waktu luangnya dengan mengasah keterampilan yang dimiliki. Sebagai hasil karya tangan sendiri pasti akan bisa mempunyai suatu kebangaan yang menginspirasi banyak orang untuk lebih mau mengasah keterampilannya.

Batik kain yang diberi corak atau motif tersendiri dengan canting menuangkan sedikit malam pada kain itu. Batik terdapat sejumlah nilai kearifan yang terkandung di dalamnya terutama pada motif-motif batik yang mengandung filosofi yang mendalam. Hal tersebut tercermin kepada generasi muda untuk mempunyai Pengetahuan Kewarganegaraan (civic knowledge) dan Ketrampilan

(25)

commit to user

Kewarganegaraan (Civic Skill). Sehingga dari rangkaian di atas terwujud suatu Karakter Kewarganegaraan (civic disposition) Generasi Muda.

Secara sistematis hal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skema Kerangka Berpikir KEARIFAN

LOKAL NILAI

PENGETAHUAN KEWARGANEGARAAN

(civic knowledge)

KETRAMPILAN KEWARGANEGARAAN

(civic skill)

KARAKTER KEWARGANEGARAAN

(civic disposition) GENERASI MUDA

BATIK

Referensi

Dokumen terkait

Disamping harga yang mahal ini Joe pun harus menghadapi pandangan religious dan etik dari masyarakat terhadap transplantasi yang akan ia lakukan, karena kita sebagai makhluk

Salah satu bakteri probiotik yang paling umum dipergunakan adalah bakteri Lactobacillus bulgaricus yang merupakan salah satu bakteri probiotik dari genus Lactobacillus yang

Proporsi gum xanthan dan Na-CMC Cake beras rendah lemak memberikan pengaruh nyata (α = 5%) terhadap kadar air, volume spesifik, hardness, springiness,

Virtual reality merupakan simulasi lingkungan yang dibuat dengan perangkat lunak dan dipresentasikan melalui sebuah cara dalam meyakinkan pengguna dan percaya bahwa itu

Penelitian ini berfokus pada pengembangan Sistem informasi Manajemen Persediaan Barang Dagang Berbasis Web menggunakan Bahasa pemrograman PHP yang dibangun dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi melalui pakan dengan frekuensi pemberian vaksin 3 kali dalam seminggu (perlakuan C) meningkatkan kelangsungan hidup (93,33%)

- Uji stabilitas telah dilakukan sesuai protokol yang disetujui, dan memenuhi syarat spesifikasi - Perubahan bukan karena pengaruh pada proses pembuatan obat atau karena

Berdasarkan uraian diatas dan dilandasi pemikiran bahwa sangatlah penting diketahui atau ditemukan mekanisme yang tepat dan efisien untuk memberikan solusi kepada lessor berupa