• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian spinning pt. tyfountex indonesia sukoharjo janti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian spinning pt. tyfountex indonesia sukoharjo janti"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

HUBUNGAN KERJA MONOTONI DENGAN

KEJENUHAN KERJA PADA PEKERJA

BAGIAN

SPINNING

PT. TYFOUNTEX

INDONESIA SUKOHARJO

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

Janti Alinuari R. 0208026

PROGRAM DIPLOMA IV KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

(3)

commit to user

iii

PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

(4)

commit to user

iv ABSTRAK

Janti Alinuari, R.0208026, 2012. Hubungan Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja Pada Pekerja Bagian Spinning di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Skripsi. Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang: Bagian spinning adalah bagian yang memintal serat-serat benang menjadi gulungan benang sebagai bahan baku kain. Dalam kerjanya pekerja mengawasi mesin pemintal serat-serat benang selama 8 jam. Penelitian ini bertujuan membuktikan apakah ada hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja di bagian spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo

Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 42 pekerja di bagian spinning menggunakan teknik Purposive Sampling. Data kerja monotoni diperoleh dengan pengamatan dan kuesioner kerja monotoni. Data kejenuhan kerja diperoleh dengan kuesioner Maslach Burnout Inventory (MBI). Analisis data yang digunakan adalah uji Spearman Rho dengan menggunakan program computer SPSS versi 16.0.

Hasil: Hasil penelitian kerja monotoni menunjukkan pekerja mengalami kerja monoton adalah 23 pekerja (54,76 %) dan pekerja tidak mengalami kerja monoton adalah 19 pekerja (45,23 %). Hasil penelitian terhadap kejenuhan kerja menunjukan pekerja yang mengalami kejenuhan kerja ringan ada 14 pekerja (33,33%), sedang 8 pekerja (19,05 %), berat 17 pekerja (40,48%) dan sangat berat 3 pekerja (7,14%). Hasil uji statistik antara kedua variabel menunjukan nilai p < 0,05 yang berarti ada korelasi bermakna antara kedua variabel tersebut.

Simpulan: Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

(5)

commit to user

v ABSTRACT

Janti Alinuari, R.0208026, 2012. Correlation Monotony With Job Burnout In Spinning Employees at PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Thesis. Diploma IV Occupational Safety and Healthy. Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Background: The spinning is to spin the yarn fibers into yarn as raw material for cloth. Supervise his workers in the spinning machine yarn fibers for 8 hours. This research aims to prove whether there is a monotony of work with job burnout in workers in the spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo

Methods: This research is an observational cross sectional analytic approach. The sample in this study amounted to 42 workers in the spinning using purposive sampling techniques. The data obtained by observation of monotonous work and monotony of work questionnaire. Job burnout data obtained by questionnaire Maslach Burnout Inventory (MBI). Analysis of the data used is Spearman Rho test using SPSS version 16.0 computer program.

Results: The results showed workers who work monotony of work experience is 23 workers (54.76%) and workers who do not experience the monotony of work are 19 workers (45.23%). The results of research on job burnout showed that workers experiencing job burnout light, there were 14 workers (33.33%), while 8 workers (19.05%), weight of 17 workers (40.48%) and very heavy 3 workers (7.14 %). The results of statistical tests between the two variables indicate the value of p < 0.05 which means there is a significant correlation between two variables.

Conclusion: It can be concluded that there is a correlation between the monotony of work with job burnout in spinning employees at PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

(6)

commit to user

vi PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi degan judul

“Hubungan Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja pada Pekerja Bagian

Spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo”.

Skripsi ini bisa selesai karena bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Prof.Dr.Zainal Arifin Adnan, dr.Sp.Pd-KR-FINASIM selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Ipop Sjarifah, Dra.,M.Si., selaku Ketua Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Tarwaka, PGDip.,Sc.,M.Erg., selaku pembimbing I yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

4. Sigit Fajar Suryanto,S.ST, selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan selama penyusunan skripsi ini.

5. Istar Yuliadi, dr.,M.Si., selaku penguji yang telah memberikan masukan dalam skripsi ini.

6. Kartono Bsc, selaku Kepala Bagian Personalia PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo yang telah memberikan banyak bantuan selama proses penelitian. 7. Kedua orang tua dan saudara-saudara yang telah memberikan kasih sayang,

do’a dan dukungan kepada penulis.

8. Sahabat dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi banyak pihak terutama bagi Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk menambah wawasan ilmu di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Juli 2012

(7)

commit to user

G. Identifikasi Variabel Penelitian ... 25

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 26

(8)

commit to user

viii

Halaman

J. Cara Kerja Penelitian ... 29

K. Teknik Analisis Data ... 30

BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum ... 31

B. Karakteristik Subjek Penelitian ... 32

C. Hasil Pengukuran Kerja Monotoni ... 35

D. Hasil Pengukuran Kejenuhan Kerja ... 37

E. Uji Univariat... 39

BAB V. PEMBAHASAN A. Karakteristik Subjek Penelitian ... 42

B. Analisis Univariat... 44

C. Analisis Bivariat Hubungan Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja ... 46

BAB VI.SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 48

B. Saran ... 48

(9)

commit to user

ix

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data umur subjek ... 32

Tabel 2. Distribusi umur responden bagian spinning ... 33

Tabel 3. Data masa kerja subjek ... 34

Tabel 4. Distribusi masa kerja responden bagian spinning ... 35

Tabel 5. Data kerja monoton subjek ... 35

Tabel 6. Distribusi kerja monoton responden bagian spinning ... 37

Tabel 7. Data kejenuhan kerja subjek ... 37

Tabel 8. Distribusi kejenuhan kerja responden bagian spinning ... 39

Tabel 9. Korelasi umur dengan kejenuhan kerja ... 39

(10)

commit to user

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 2. Surat Persetujuan Menjadi Responden Penelitian Lampiran 3. Kuesioner Kerja Monoton

(11)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejalan dengan pertumbuhan industri sekarang ini jelas memerlukan

kegiatan tenaga kerja sebagai unsur dominan yang mengelola bahan

baku/material, mesin, peralatan dan proses lainnya yang dilakukan ditempat

kerja, guna menghasilkan suatu produk yang bermanfaat bagi masyarakat.

Oleh karena itu, tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting

sebagai penggerak roda pembangunan nasional khususnya yang berkaitan

dengan sektor industri. Disamping itu tenaga kerja adalah unsur yang

langsung berhadapan dengan berbagai akibat dari kegiatan industri, sehingga

sudah seharusnya kepada tenaga kerja diberikan perlindungan dan

pemeliharaan kesehatan (Budiono, 2003).

Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan

sehari-hari. Adanya massa otot yang bobotnya hampir separuh dari berat

tubuh, memungkinkan manusia untuk dapat menggerakan tubuh dan

melakukan pekerjaan. Pekerjaan di satu pihak mempunyai arti penting bagi

kemajuan dan peningkatan prestasi, sehingga dapat mencapai kehidupan yang

produktif sebagai salah satu tujuan hidup. Di pihak lain dengan bekerja,

berarti tubuh akan menerima beban dari luar tubuhnya. Dengan kata lain

bahwa setiap pekerja merupakan beban bagi yang bersangkutan. Beban

(12)

commit to user

Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh

seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,

kemampuan kognitif, maupun keterbatasan manusia yang menerima beban

tersebut. Menurut Suma’mur (1984) dalam Tarwaka (2010) bahwa

kemampuan kerja seorang tenaga kerja berbeda dari satu kepada yang lainnya

dan sangat tergantung dari tingkat keterampilan, kesegaran jasmani, keadaan

gizi, jenis kelamin, usia, dan ukuran tubuh dari pekerja yang bersangkutan.

Dari hasil pengamatan dan wawancara yang telah kami lakukan pada

pekerja bagian spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo didapatkan

bahwa tenaga kerja bekerja selama 6 hari yaitu hari Senin sampai Sabtu.

Setiap harinya harus bekerja selama 8 jam dengan 1 jam istirahat. Tenaga

kerja bagian spinning dalam pabrik tekstil PT Tyfountex Indonesia Sukoharjo

adalah bagian yang memintal serat-serat benang menjadi gulungan benang

sebagai bahan baku kain. Dilakukan pengambilan sampel sebanyak 5 orang

pekerja dengan cara memberikan kuesioner tentang kejenuhan kerja.

Kejenuhan kerja adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan emosional yang

muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian antara kondisi karyawan

dengan pekerjaannya (Gunarsa, 2004). Dari hasil kuesioner tersebut diketahui

bahwa pekerja mengalami kejenuhan karena pekerjaan monoton yang hanya

mengawasi mesin pemintal serat-serat benang.

Berdasarkan gambaran tersebut, maka penulis tertarik melakukan

penelitian apakah memang ada hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan

(13)

commit to user B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada

pekerja bagian spinning di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja

pada pekerja bagian spinning di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kerja monotoni bagian spinning.

b. Untuk menilai keadaan kejenuhan kerja pada pekerja bagian

spinning.

c. Untuk mengetahui hubungan kerja monotoni dengan kejenuhan kerja

pada pekerja bagian spinning.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan sebagai pembuktian bahwa kerja monotoni dapat

mempengaruhi kejenuhan kerja pada pekerja.

2. Manfaat Aplikatif

a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Menambah wacana kepustakaan keilmuan tentang teori-teori kerja

(14)

commit to user

monotoni dengan kejenuhan pekerja di bagian spinning PT.

Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

b. Bagi Peneliti

Meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang hubungan kerja

monotoni dan kejenuhan tenaga kerja.

c. Bagi Program Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Menambah referensi, data dan informasi di kepustakan Program

Diploma IV Keselamatan dan Kesehatan Kerja khususnya hubungan

kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian

spinning PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

d. Bagi perusahaan

Menambah pengetahuan dan pengertian hubungan kerja monotoni

dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian spinning PT.

Tyfountex Indonesia Sukoharjo. Manfaat bagi pekerja agar mereka

tidak mengalami kejenuhan akibat kerja monotoni yang mereka

kerjakan. Hasil dari penelitian ini diharapkan menjadi bahan

masukan bagi perusahaan itu sendiri untuk mengambil langkah

kebijakan dalam menunjang pelaksanaan kesehatan dan keselamatan

kerja dan perusahaan dapat melakukan pencegahan untuk mencegah

timbulnya penyakit atau mengurangi perkembangan

(15)

commit to user

5

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kerja Monotoni

a. Pengertian

Monoton adalah sesuatu yang kita lakukan setiap hari dan

terus menerus (Hanjani, 2010). Kerja monoton adalah suatu

pekerjaan yang sifatnya rutin tanpa variasi yang akan menimbulkan

rasa bosan dan berkurangnya motivasi kerja (Mangkunegara, 2005).

Kerja monoton adalah suatu kerja yang berhubungan

dengan hal yang sama dalam periode atau waktu tertentu dan dalam

jangka waktu lama. Di Indonesia dimana sebagian industri dilakukan

dalam kapasitas yang besar dan menengah, jenis pekerjaan monotoni

banyak ditemukan. Namun tidak menutup kemungkinan juga

ditemukan pekerjaan monoton di industri kecil (Budiono dkk.,

2003).

Menurut Papu (2002), para pekerja yang setiap hari hanya

melakukan pekerjaan yang sama dan berulang-ulang serta berada

dalam lingkungan kerja yang relatif sama akan sangat mudah

menjadi bosan setelah menjalani pekerjaan tersebut dalam waktu

tertentu. Selain itu pekerjaan yang dianggap terlalu mudah atau tidak

(16)

commit to user

ketrampilan yang dimiliki oleh seseorang juga akan cenderung

membuatnya mengalami kebosanan.

Menurut Djui & Setiasih (2001), kerja monoton adalah

kerja yang hanya kadang-kadang saja memerlukan perhatian dan

tanpa keterampilan akan menjurus kepada kebosanan, yang selalu

bersifat berulang-ulang, yang harus dilaksanakan tanpa

menenggang.

Menurut Djui & Setiasih (2001), saat mengerjakan tugas

yang sifatnya monoton, pada umumnya karyawan mengalami

penurunan semangat kerja dibandingkan pada jenis pekerjaan yang

bervariasi, oleh karena itu pekerjaan yang monoton secara tidak

disadari akan menimbulkan masalah kejenuhan, karyawan menjadi

malas dan merasa cepat lelah.

b. Penyebab Kerja Monotoni

Keadaan monotoni dapat berasal dari pekerjaan maupun

lingkungan kerja. Pekerjaan monoton bersifat berulang-ulang, rutin,

hanya kadang-kadang saja memerlukan perhatian dan lingkungan

kerja tidak menyenangkan baik dari penghuni maupun dari dekorasi

dan penataan ruangan (Papu, 2002).

c. Cara Mengatasi Kerja Monotoni

Menurut Papu (2002), cara mengatasi kerja monotoni dapat

(17)

commit to user

1) Rotasi pekerjaan

Untuk memberikan kesempatan pada karyawan untuk

menambah kemampuan dan keahliannya.

2) Pembinaan dan pemeliharan semangat karyawan yang pada

akhirnya mempengaruhi komitmen karyawan itu terhadap

perusahaan.

3) Pekerja diberi tanggung jawab untuk mengerjakan beberapa

pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan sebelumnya.

4) Job enlargement atau perluasan kerja

Yaitu desain pekerjaan teknik di mana jumlah tugas yang terkait

dengan pekerjaan meningkat dan pelatihan sesuai yang

disediakan untuk menambahkan variasi yang lebih besar untuk

kegiatan, sehingga mengurangi monoton.

5) Pemberian musik saat bekerja

Pada pekerjaan yang monotoni, musik dapat mempunyai efek

yang merangsang dan meningkatkan prestasi. Irama musik yang

terarah dapat juga mempengaruhi otak untuk kerja bersemangat

dan meningkatkan prestasi.

d. Pengukuran Kerja Monotoni

Pengukuran kerja monotoni dilakukan dengan menggunakan

kuesioner kerja monotoni. Terdapat 10 rangkaian pertanyaan yang

diajukan pada responden. Skoring kuesioner kerja monotoni adalah

(18)

commit to user

1) Pertanyaan 1 – 5 : jika jawaban Ya, maka bernilai 2 dan jika

jawaban tidak, maka bernilai 1.

2) Pertanyaan 6 – 10 : jika jawaban Ya, maka bernilai 1 dan jika

jawaban tidak maka bernilai 2.

Dari hasil penilaian tersebut maka kerja monotoni dibagi menjadi 2

kategori yaitu :

1) Jika jumlah skor 10 – 15 = responden tidak mengalami kerja

monotoni

2) Jika jumlah skor 16 – 20 = responden mengalami kerja

monotoni

2. Job Burnout (Kejenuhan Kerja)

a. Pengertian

Ketidaknyamanan kerja dan tugas rutin berhubungan

dengan kebosanan. Kebosanan yang terjadi di dalam lingkup

pekerjaan disebut juga dengan kebosanan kerja (Simamora, 2004).

Job Burnout adalah kondisi kelelahan fisik, mental, dan

emosional yang muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian

antara kondisi karyawan dengan pekerjaannya (Gunarsa, 2004).

Maslach & Leiter (1997), mendefinisikan job burnout sebagai

keletihan fisik dan mental secara perlahan yang diiringi dengan

hilangnya komitmen kerja serta munculnya sikap sinis kepada rekan

(19)

commit to user

Pines dan Aronson (1989) seperti dikutip oleh Sutjipto

(2002) dalam artikelnya yang mendefinisikan job burnout sebagai

kelelahan secara fisik, mental dan emosional. Job Burnout dialami

oleh seseorang yang bekerja menghadapi tuntutan dari

klien/pelanggan, tingkat keberhasilan dari pekerjaan rendah dan

kurangnya penghargaan yang memadai terhadap kinerjanya. Situasi

menghadapi klien ini menggambarkan keadaan yang menuntut

secara emosional (emotionally demanding). Pada akhirnya dalam

jangka panjang seseorang akan mengalami kelelahan, karena ia

berusaha memberikan sesuatu secara maksimal, namun memperoleh

apresiasi yang minimal.

Burnout merupakan sindrom berhubungan dengan kerja

yang paling sering mempengaruhi profesional pelayanan publik

(Togia, 2005). Menurut Poerwandari (2010), job burnout adalah

kondisi seseorang yang terkuras habis dan kehilangan energi psikis

maupun fisik. Biasanya burnout dialami dalam bentuk kelelahan

fisik, mental dan emosional yang terus menerus.

Seorang tenaga kerja yang merasa sangat bosan atau jenuh

dengan pekerjaanya akan dapat muncul suatu ketegangan, rasa

lemah, cepat marah, sulit berkonsentrasi maupun sulit bekerja secara

efektif (Anoraga, 1998).

Suatu pekerjaan agar tidak menimbulkan kebosanan, tidak

(20)

commit to user

oleh pekerja atau karyawan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh

penguasaan prosedur kerja, uraian kerja (job description) yang jelas,

persyaratan jabatan (job specification) yang jelas untuk mendukung

uraian jabatan tersebut, peralatan yang tepat atau sesuai lingkungan

kerja dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Menurut Papu (2002), banyak perusahaan yang melakukan

tindakan pencegahan kebosanan kerja untuk membuat para pekerja

tidak merasa bosan dan jenuh dengan kegiatan yang harus dilakukan

sehari-hari, dengan cara melakukan rotasi kerja, melibatkan pekerja

dalam pengambilan keputusan, melaksanakan company gathering,

memberikan kesempatan untuk melakukan cuti dan masih banyak

lagi hal lainnya.

b. Proses Terjadinya Job Burnout

Proses job burnout dimulai dari adanya ketidakcocokan

antara karakteristik karyawan dengan lingkungan dan desain

pekerjaan ataupun kebijakan organisasi. Kondisi seperti ini

mengakibatkan terjadinya erosi dalam keterlibatan kerja.

Tugas-tugas yang semula tampak menyenangkan dan memberi makna

penting kini mulai dirasakan tidak menyenangkan dan tidak berarti.

Terjadinya erosi dalam keterlibatan kerja biasanya diiringi oleh

munculnya perasaan yang tidak nyaman. Pada tahap ini, perasaan

antusias, dedikasi, kenikmatan bekerja mulai hilang dan berganti

(21)

commit to user

menurunkan efisensi dan efektivitas pelaksanaan tugas (Gunarsa,

2004).

c. Gejala Job Burnout

Gejala-gejala job burnout adalah gejala yang tidak biasa

dan sulit untuk dijelaskan (Potter, 2005). Job Burnout adalah

hilangnya gairah dalam bekerja sehingga yang terkena burnout

menjadi tidak mampu bekerja. Job Burnout tidak terjadi dalam

waktu singkat. Ini adalah proses kumulatif, dimulai dengan tanda

peringatan kecil, yang ketika diabaikan bisa berkembang menjadi

kondisi yang serius. Potter (2005) menjelaskan gejala job burnout

meliputi :

1) Emosi Negatif.

Terkadang perasaan marah, depresi, frustasi, ketidakpuasan dan

kegelisahan merupakan bagian normal dari kehidupan dan

bekerja. Akan tetapi pada orang yang terperangkap dalam siklus

burnout emosi negatif ini lebih sering terjadi sehingga

lama-kelamaan menjadi kronis. Dalam tahap-tahap selanjutnya

terlihat kecemasan, rasa bersalah, ketakutan yang kemudian

menjadi depresi.

2) Frustasi

Perasaan frustasi di dunia kerja dalam sebagian besar waktu

bekerja dan dalam melaksanakan tanggung jawab pekerjaan

(22)

commit to user

burnout menyalahkan diri dengan menunjukkan mereka frustasi

atas kegagalan mereka sendiri.

3) Depresi

Perasaan depresi mendalam hampir sama dengan kelelahan

emosional dan spiritual dimana individu merasa seperti

kehabisan energi. Depresi terjadi sebagai respon terhadap situasi

pekerjaan, hal itu dapat menjadi masalah dalam diri individu

yang menyebabkan gangguan kesehatan.

Maslach dan Leiter (1997) mengungkapkan bahwa gejala burnout

dapat dikategorikan dalam tiga gejala, yaitu :

1) Exhaustion

Exhaustion merupakan gejala job burnout yang ditandai oleh

perasaan letih berkepanjangan baik secara fisik, mental dan

emosional. Ketika seseorang mengalami exhaustion, mereka

merasakan energinya seperti terkuras habis dan perasaan

"kosong" yang tidak dapat diatasi lagi.

2) Cynicism

Cynicism mencerminkan adanya sikap yang sinis terhadap

orang-orang yang berada dalam lingkungan pekerjaan dan

kecenderungan menarik diri serta mengurangi keterlibatan diri

dalam bekerja. Perilaku tersebut diperlihatkan sebagai upaya

(23)

commit to user

menganggap dengan berperilaku tersebut akan aman dan

terhindar dari ketidakpastian dalam pekerjaan.

3) Ineffectiveness

Ineffectiveness mencerminkan adanya perasaan tidak berdaya,

tidak mampu melakukan tugas dan menganggap tugas yang

dibebankan terlalu berlebihan sehingga tidak sanggup lagi

menerima tugas yang baru. Seiring dengan hal tersebut

penderitanya juga merasakan kehilangan kepercayaan terhadap

orang lain. Mereka merasa ide-idenya tidak memperoleh tempat

lagi sehingga timbul perasaan tidak berguna.

d. Pengukuran Job Burnout

Maslach dan Leiter (1997) mengatakan bahwa job burnout

dapat diukur dengan menggunakan Maslach Burnout Inventory

(MBI). Maslach Burnout Inventory dapat digunakan untuk

mengukur level job burnout pada pekerja unit spinning di PT

Tyfountex Indonesia Sukoharjo dengan meminta mereka memilih

jawaban yang paling mendekati dengan apa yang mereka rasakan

dengan skala 1 – 10 yang berisi tingkat Tidak Setuju (=0) sampai

Setuju (=10).

Rangkaian dua puluh pertanyaan ini diajukan kepada

responden untuk mengetahui frekuensi terjadinya tiga aspek dari

sindrom Burnout sebagaimana yang diidentifikasi oleh Maslach

(24)

commit to user

dan Pencapaian Diri/Personal. Berdasarkan perhitungan jumlah nilai

keseluruhan dibagi 20, maka pengukuran tingkat burnout dibagi

menjadi 4 (empat) kategori berdasarkan jumlah angka yang

dihasilkan dari jawaban pertanyaan-pertanyaan diatas, sebagai

berikut :

1) 0 – 2 (Tingkat kejenuhan ringan)

Tingkatan ini menunjukan bahwa seseorang merasa cukup

bahagia. Skor yang rendah adalah skor yang bagus yang

menunjukan bahwa seseorang dapat mengatasi stress dengan baik.

Walaupun seseorang mengalami stress tetapi ia dapat mengelola

stress dengan baik dan dapat membuat hidupnya berimbang.

Orang-orang pada tingkatan skor ini tidak akan mudah naik pitam

dan akan menerima stress yang dialami dalam perjalanan hidup.

2) 3 – 5 (Tingkat kejenuhan sedang)

Tingkatan ini menunjukan perlunya memonitor situasi yang

dihadapi dan pengambilan tindakan jika keadaan yang dihadapi

menjadi lebih buruk. Walaupun tidak perlu diberi peringatan,

namun orang pada tingkatan ini perlu meluangkan waktu untuk

merefleksi tindakan yang telah diambil untuk mempertimbangkan

penyebab stress yang dihadapi, apakah semakin mudah atau

(25)

commit to user

3) 6 – 8 Sinyal Kuning (Tingkat kejenuhan berat)

Orang-orang pada tingkatan ini cenderung mudah terkena

burnout. Sebaiknya berhenti sejenak dari kegiatan-kegiatannya

untuk menentukan prioritas kegiatan dan menghilangkan

beberapa penyebab stress. Orang pada tingkatan ini perlu

memeriksakan kesehatan, meninjau kembali tujuan hidup,

keseimbangan antara kerja dan hiburan dan sistem dukungan

sosial yang dimilikinya (keluarga, teman dan jaringan sosial

lainnya).

4) 9 – 10 Sinyal Merah (Tingkat kejenuhan sangat berat)

Mereka yang mendapatkan skor pada tingkatan ini sebaiknya

berhenti untuk istirahat. Mereka membutuhkan konsultasi dan

nasihat, baik medis maupun psikologis agar terhindar dari kondisi

kehilangan kendali. Ia memerlukan istirahat serta menilai kembali

hidup dan pekerjaannya. Perolehan skor di tingkatan ini

menunjukkan bahwa ia sedang dalam tekanan stres berlebihan

dalam waktu yang menerus dan sudah cukup lama. Perlu

diwaspadai bahwa manusia mempunyai batas toleransi fisik dan

mental. Diperlukan langkah-langkah konkrit untuk

menanggulangi sinyal-sinyal bahaya yang timbul, misalnya

dengan berkonsultasi intensif dengan profesional dan

(26)

commit to user

dan jaringan sosial yang dimilikinya untuk mendapatkan masukan

dan kemudian menentukan arahan masa depan hidup selanjutnya.

3. Kinerja Tenaga Kerja

Mangkunegara (2004) mendefinisikan kinerja adalah hasil kerja

yang secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Sulistiyani dan Rosidah (2003) menyatakan kinerja

seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha, dan

kesempatan yang dapat dinilai dari hasil kerjanya. Secara definitif

Bernandin dan Russell (1993) dalam Sulistiyani dan Rosidah (2003) juga

mengemukakan kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang

dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang

didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan, serta waktu.

Kinerja sebagai hasil-hasil fungsi pekerjaan/kegiatan seseorang

atau kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai

faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu

(Tika, 2006). Kinerja mengacu pada prestasi karyawan yang diukur

berdasarkan standar atau kriteria yang ditetapkan perusahan. Pengertian

kinerja atau prestasi kerja diberi batasan sebagai kesuksesan seseorang di

dalam melaksanakan suatu pekerjaan (Moh As’ad, 2003). Kinerja adalah

"succesfull role achievement" yang diperoleh seseorang dari

(27)

commit to user

Menurut Rivai dan Basri (2005), pengertian kinerja adalah

kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu

kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawab dengan

hasil seperti yang diharapkan.

Menurut Bambang dan Waridin (2005), kinerja merupakan

perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan dengan standar

yang telah ditentukan. Sedangkan menurut Hakim (2006) mendefinisikan

kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh individu yang disesuaikan

dengan peran atau tugas individu tersebut dalam suatu perusahaan pada

suatu periode waktu tertentu, yang dihubungkan dengan suatu ukuran

nilai atau standar tertentu dari perusahaan dimana individu tersebut

bekerja. Kinerja merupakan perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh

pegawai dengan standar yang telah ditentukan (Masrukhin dan Waridin,

2006).

Sedangkan pengertian dari penilaian kinerja adalah menilai rasio

hasil kerja nyata dari standar kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan

setiap karyawan (Hasibuan, 2005). Sikula (1998) dalam Hasibuan (2005)

juga menyatakan penilaian kinerja adalah evaluasi yang sistematis

terhadap pekerjaan yang telah dilakukan oleh karyawan dan ditujukan

untuk pengembangan. Yoder (1999) dalam Hasibuan (2005)

mendefinisikan penilaian kinerja merupakan prosedur yang formal

dilakukan di dalam organisasi untuk mengevaluasi pegawai dan

(28)

commit to user

Sastrohadiwiryo (2003) adalah suatu kegiatan yang dilakukan

manajemen atau penyelia.

Faktor penyebab menurunnya kinerja menurut Nitisemito (2000)

yaitu :

a. Pencapaian target pekerjaan(Quantity of work)

b. Ketepatan dan ketelitian(Quality of work)

c. Keterampilan pegawai(Job knowledge)

d. Ide atau gagasan pegawai pegawai(Creativeness)

e. Kerjasama pegawai(Cooperation)

f. Dapat dipercaya(Dependability)

g. Semangat dalam mengerjakan tugas & bertanggung jawab

(Initiative)

h. Kepribadian dan keramahtamahan (Personal qualities)

4. Hubungan antara Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja

Pekerjaan yang monoton dapat menimbulkan kejenuhan yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kinerja tenaga kerja (Widajati,

2006). Kerja monotoni mempengaruhi kejenuhan kerja secara mental dan

fisik antara lain semangat kerja menurun, kurang fokus dalam bekerja,

penurunan kekuatan kerja dan kelelahan otot (Papu, 2002).

Faktor-faktor penyebab burnout secara lebih rinci, Maslach dan

(29)

commit to user

burnout dapat ditelusuri kedalam lima macam bentuk ketidaksesuaian

antara orang dan pekerjaannya, yaitu :

a. Kelebihan beban kerja

b. Kurangnya kontrol

c. Terganggunya komunikasi dengan pekerja lain dalam pekerjaan

d. Hilangnya keadilan dalam organisasi pekerjaan

e. Konflik antar pekerja

Sedangkan faktor-faktor internal penyebab terjadinya burnout

menurut Maslach dan Leiter (1997) antara lain:

a. Umur

b. Jenis kelamin

c. Masa kerja

Menurut Nurjayadi (2004) ada tiga faktor penyebab kejenuhan

kerja secara eksternal :

a. Beban kerja

b. Lingkungan

c. Organisasi

Selain faktor eksternal tersebut, Nurjayadi (2004) juga

mengungkapkan ada tiga kelompok faktor-faktor yang dapat dikaitkan

dengan burnout, yaitu :

d. Faktor situasional atau karakteristik pekerjaan

Ada beberapa faktor situasi kerja yang terbukti berpengaruh, yaitu :

(30)

commit to user

2) Kurangnya sumber-sumber pemenuhan tugas (miskinnya

fasilitas kerja)

3) Minimnya dukungan sosial terutama dari atasan

e. Faktor organisasional

Faktor ini menyangkut perlakuan organisasi, proses atau mekanisme

pekerjaan, hierarki posisi dan nilai-nilai organisasi. Schaufeli dan

Buunk (2003) mengungkapkan bahwa ketidakpuasan kerja secara

konsisten memperlihatkan hubungan yang positif dengan kejenuhan

kerja. Tampaknya kepuasan kerja merupakan faktor yang sangat

relevan untuk memprediksi kejenuhan kerja.

f. Faktor individual/ kepribadian

Schaufeli dan Buunk (2003) mengemukakan bahwa faktor

kepribadian yang terkait dengan kejenuhan kerja antara lain adalah :

1) Kurangnya ketangguhan (lack of hardiness)

2) Penempatan kontrol diri yang berorientasi eksternal

3) Perilaku tipe A (cepat, tergesa-gesa dan tidak dapat bekerja

secara pelan)

4) Kurangnya kontrol diri

5) Harga diri yang rendah.

Di samping faktor kepribadian, Schaufeli dan Buunk (2003)

menyatakan bahwa kejenuhan kerja juga dipengaruhi oleh faktor

demografi. Keduanya menyatakan bahwa sindrom burnout di

(31)

commit to user

produktif (30-40 tahun) dengan pengalaman kerja yang relatif

sedikit, namun Schaufeli dan Buunk sendiri merasa belum yakin

dengan temuan tersebut. Pembagian distribusi umur pekerja spinning

pada umur lebih dari 40 tahun, kekuatan fisik biasanya telah

menurun sehingga kegiatan yang dilakukan juga menurun

(Horrington, 2005 dalam Pertiwi, 2010).

Sementara jenis kelamin masih dianggap sebagai prediktor

yang bias. Pada awalnya diasumsikan bahwa burnout akan lebih

banyak dialami oleh wanita mengingat gejala utamanya berkaitan

dengan aspek emosi. Pernyataan ini didukung oleh Ivancevich, dkk

(2005), yang menyatakan bahwa wanita cenderung mengalami

burnout daripada pria, dan pekerja yang tidak menikah lebih

mungkin untuk mengalami burnout daripada pekerja yang menikah.

B. Kerangka Pemikiran

1. Penurunan kekuatan kerja 2. Kelelahan otot

3. Secara Psikologis :

1. Semangat kerja menurun 2. Kurang fokus dalam

(32)

commit to user C. Hipotesis

Ada hubungan antara kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada

(33)

commit to user

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik

yaitu penelitian yang mencari hubungan antar variabel kemudian dilakukan

analisis terhadap data yang telah terkumpul. Berdasarkan pendekatannya,

maka penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional untuk

mengukur variabel bebas dan variabel terikat secara bersamaan (Chandra,

2008).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo bagian

spinning dimulai pada bulan Mei-Juni 2012. Estimasi durasi penelitian

selama 1 bulan bergantung pada keadaan dan situasi pekerja (kondisional).

C. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subyek yang diteliti (Arikunto, 2002). Populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh pekerja bagian spinning PT. Tyfountex

Indonesia Sukoharjo yang berjumlah 153 pekerja.

D. Teknik Sampling

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling yaitu pemilihan

sekelompok subjek dengan jumlah yang telah ditentukan terlebih dahulu

(34)

commit to user E. Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian individu atau wakil populasi yang diteliti. Untuk

menentukan ukuran sampel dari suatu populasi digunakan rumus :

( )

Keterangan :

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan 5%

(Notoatmodjo, 2002)

n = 153

1 + 153 (0,12)

= 60

Sampel penelitian yang didapatkan yaitu pekerja sebanyak 60.

Kemudian dilakukan inklusi dengan hasil 42 pekerja, dengan kriteria sebagai

berikut :

1. Kriteria inklusi ialah subjek dimana peneliti menjadikan subjek ini

sebagai sampel, dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jenis kelamin : perempuan

b. Umur : 20 – 40 tahun

c. Masa kerja : < 5 tahun dan > 5 tahun

2. Kriteria eksklusi ialah subjek dimana peneliti tidak menjadikan subjek ini

(35)

commit to user F. Desain Penelitian

G. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah karakteristik subyek penelitian yang berubah dari

satu subyek ke subyek lainnya (Notoatmodjo, 2002).

Dalam penelitian ini variabel-variabelnya adalah sebagai berikut :

1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi terhadap segala

sesuatu gejala. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kerja monoton.

2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang akan dipengaruhi oleh variabel

bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejenuhan kerja. Populasi

Purposive Sampling

Sampel

Kerja Monotoni

1. Kategori Monoton

2. Kategori Tidak Monoton

Kejenuhan Kerja

1. Kategori Ringan 2. Kategori Sedang 3. Kategori Berat

4. Kategori Sangat Berat

(36)

commit to user

3. Variabel pengganggu

Variabel pengganggu adalah variabel yang tidak dipakai atau tidak

diteliti. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu:

a. Variabel pengganggu terkendali : jenis kelamin, umur dan masa kerja.

b. Variabel pengganggu tidak terkendali : beban kerja, lingkungan kerja dan organisasi.

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Kerja Monotoni

Kerja monotoni adalah pekerjaan yang dilakukan setiap hari dan terus

menerus oleh tenaga kerja pada bagian spinning PT. Tyfountex Indonesia

Sukoharjo.

Alat ukur : Kuesioner kerja monotoni

Cara pengukuran : Membagikan kuesioner pada pekerja

yang telah terpilih.

Kategori :

a. Monotoni : skor 16 - 20

b. Tidak monotoni : skor 10 – 15

Skala pengukuran : Interval

2. Kejenuhan kerja

Kejenuhan kerja adalah kondisi kelelahan fisik, mental dan emosional

yang muncul sebagai konsekuensi dari ketidaksesuaian antara kondisi

karyawan dengan pekerjaannya pada pekerja bagian spinning PT.

(37)

commit to user

Alat ukur : Kuesioner MBI

Cara Pengukuran : Membagikan kuesioner pada pekerja

yang telah terpilih secara acak

Kategori :

c. Ringan : 0 - 2

d. Sedang : 3 - 5

e. Berat : 6 - 8

f. Sangat Berat : 9 - 10

Skala pengukuran : Interval

3. Jenis kelamin

Jenis kelamin adalah identitas seseorang, laki-laki atau perempuan yang

dapat kita lihat secara visual

Alat ukur : kuesioner identitas diri pekerja

Cara pengukuran : pengisian kuesioner penjaringan sampel

dan identitas diri tenaga kerja

Kategori : perempuan

Skala pengukuran : nominal

4. Umur

Umur adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun kelahiran hingga

saat penelitian dilakukan, yang dihitung dalam tahun.

Alat ukur : kuesioner identitas diri pekerja

Cara pengukuran : pengisian kuesioner penjaringan sampel

(38)

commit to user

Kategori : 20 - 40

Skala pengukuran : nominal

5. Masa kerja

Masa kerja adalah waktu yang dihitung berdasarkan tahun pertama

tenaga kerja mulai bekerja hingga saat penelitian dilakukan, yang

dihitung dalam tahun.

Alat ukur : kuesioner identitas diri pekerja

Cara pengukuran : pengisian kuesioner penjaringan sampel

dan identitas diri tenaga kerja

Kategori : < 5 tahun dan > 5 tahun

Skala pengukuran : nominal

I. Alat dan Bahan Penelitian

1. Lembar Observasi

Lembar observasi untuk melakukan pengamatan dalam rangka

mendapatkan data atau fakta yang terjadi di lapangan, berkaitan dengan

pekerjaan monotoni pada karyawan bagian spinning PT. Tyfountex

Indonesia Sukoharjo.

2. Kuesioner kerja monotoni

(39)

commit to user J. Cara Kerja Penelitian

1. Tahap Persiapan

Pembuatan surat ijin dari program studi untuk melakukan penelitian,

melakukan survey awal di perusahaan, pembuatan kuesioner kerja

monotoni dan kejenuhan kerja yaitu Maslach Burnout Inventory (MBI).

Menyusun proposal skripsi dan melaksanakan ujian proposal skripsi.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian ke

pihak perusahaan.

b. Menyerahkan surat ijin untuk melakukan survey awal penelitian

pada perusahaan.

c. Mendapatkan ijin dari perusahaan

d. Melakukan survey awal dengan mengambil sampel 5 orang untuk

mengisi kuesioner penelitian dan wawancara.

e. Dengan mengetahui hasil kuesioner dari sampel penelitian saat

survey awal, maka penelitian dilanjutkan.

f. Menyebarkan kuesioner ke 60 responden

g. Melakukan pengamatan selama proses kerja, yaitu mengamati

responden selama bekerja.

3. Tahap Akhir

a. Pengumpulan kuesioner kemudian memberi skor dan memasukkan

(40)

commit to user

b. Setelah ditentukan skoring masing-masing responden, selanjutnya

dilakukan pengolahan data

c. Analisa data dengan Spearman Rho.

d. Penyusunan laporan skripsi.

K. Teknik Analisis Data

Teknik pengolahan dan analisis data dilakukan dengan uji statistik

Spearman Rho dengan menggunakan program komputer SPSS versi 16.0,

dengan interpretasi hasil menurut Sopiyudin (2011) adalah sebagai berikut :

1. Jika p value < 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan.

2. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan

Uji korelasi menunjukan arah korelasi :

1. Jika nilai r bertanda + (positif), berarti korelasi searah, maka semakin

besar nilai satu variabel, semakin besar pula nilai variabel yang lain.

2. Jika nilai r bertanda – (negatif), berarti korelasi berlawanan arah, maka

semakin besar nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel yang lain.

Untuk mengetahui kekuatan hubungan (korelasi) antar kedua variabel dapat

digunakan dasar sebagai berikut :

1. Jika nilai r antara 0,00 – 0, 199 : sangat lemah

2. Jika nilai r antara 0,20 – 0,399 : lemah

3. Jika nilai r antara 0,40 – 0,599 : sedang

4. Jika nilai r antara 0,60 – 0,799 : kuat

(41)

commit to user

31

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum

PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo didirikan pada tahun 1973 dengan

alamat Desa Gumpang Kecamatan Kartasura Kabupaten Sukoharjo Provinsi

Jawa Tengah. PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo merupakan industri tekstil

integrated (pabrik tekstil terpadu) yang memproduksi mulai dari spinning

(pemintalan), weaving (penenunan), dying (pencelupan), sampai garment

(pakaian jadi).

Untuk meningkatkan produktivitas kerja, PT. Tyfountex Indonesia

Sukoharjo telah melakukan upaya seperti memperbaiki kinerja pekerja

melalui rotasi kerja pada saat bekerja agar pekerjaan tidak monotonI dan

menyebabkan kejenuhan, tetapi ditemukan sebagian besar pekerja pada

bagian spinning yang masih mengalami kerja monoton yang pada akhirnya

mengalami kejenuhan kerja.

Pekerjaan yang dirasakan monotonI yang harus dikerjakan setiap hari

dalam bentuk yang sama, berulang–ulang, serta pelaksanaan kegiatan yang

tidak menarik dapat menyebabkan seorang pekerja atau karyawan bersikap

bosan, acuh, dan tidak bergairah melakukan pekerjaannya. Kebosanan

memiliki dampak terhadap produktivitas atau kinerja karyawan, yang pada

akhirnya juga merupakan masalah bagi perusahaan ataupun organisasi.

(42)

commit to user

mengurangi produktivitas, tetapi lama kelamaan juga dapat berpotensi

mengakibatkan kecelakaan kerja.

B. Karakteristik Subjek Penelitian

1. Umur

Hasil penelitian terhadap pekerja spinning PT.Tyfountex Indonesia

Sukoharjo diperoleh data umur sebagai berikut :

Tabel 1. Data umur subjek

(43)

commit to user

Sumber : Data Primer, 2012

Tabel 2. Distribusi Umur Responden Bagian Spinnning

P.T. TYFOUNTEX INDONESIA 2012

Umur (th) Bagian Spinning

Frekuensi Persentase (%)

Sumber : Data Primer, 2012

2. Jenis Kelamin

Seluruh sampel jenis kelamin dalam penelitian ini adalah perempuan.

3. Masa Kerja

Hasil penelitian terhadap pekerja spinning PT.Tyfountex Indonesia

(44)

commit to user

Tabel 3. Data masa kerja subjek

(45)

commit to user

Rata-rata 9

Standar deviasi 4,67

Range 2 - 15

Sumber : Data Primer, 2012

Tabel 4. Distribusi Masa Kerja Responden Bagian Spinnning

P.T. TYFOUNTEX INDONESIA 2012

Sumber : Data Primer, 2012

C. Hasil Pengukuran Kerja Monotoni

Pengukuran kerja monotoni dilakukan dengan menggunakan kuesioner

kerja monotoni dengan penilaian :

a. 10 – 15 : Subjek tidak merasakan adanya kerja monoton

b. 16 – 20 : Subjek merasakan adanya kerja monoton

Dari penilain tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Data kerja monotoni subjek

(46)

commit to user

(47)

commit to user

Tabel 6. Distribusi Kerja Monoton Responden Bagian Spinnning

P.T. TYFOUNTEX INDONESIA 2012

Sumber : Data Primer, 2012

D. Hasil Pengukuran Kejenuhan Kerja

Pengukuran kejenuhan kerja dilakukan dengan menggunakan

kuesioner dengan penilaian sebagai berikut :

1. 0 – 2 = Kategori kejenuhan kerja ringan

2. 3 – 5 = Kategori kejenuhan kerja sedang

3. 6 – 8 = Kategori kejenuhan kerja berat

4. 9 – 10 = Kategori kejenuhan kerja sangat berat

Dari hasil penilaian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :

1. Responden yang mengalami kejenuhan ringan : 14 orang

2. Responden yang mengalami kejenuhan sedang : 8 orang

3. Responden yang mengalami kejenuhan berat : 17 orang

4. Responden yang mengalami kejenuhan sangat berat : 3 orang

Dari penilaian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 7. Data kejenuhan kerja subjek

(48)

commit to user

(49)

commit to user

Tabel 8. Distribusi Kejenuhan Kerja Responden Bagian Spinnning

P.T. TYFOUNTEX INDONESIA 2012

Sumber : Data Primer, 2012

E. Uji Univariat

1. Hubungan Masa Kerja terhadap Kejenuhan Kerja di Bagian Spinning

Tabel 9. Korelasi masa kerja dengan kejenuhan kerja

Correlations

masa kerja Correlation Coefficient 1.000 .521**

Sig. (2-tailed) . .000

N 42 42

kejenuhan

kerja

Correlation Coefficient .521** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 42 42

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan analisa dengan menggunakan uji statistik Pearson product

moment diperoleh bahwa hubungan antara umur dengan kejenuhan kerja

adalah signifikan dengan nilai p = 0,000. Sedangkan untuk kekuatan

(50)

commit to user

korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin lama

masa kerja maka semakin kejenuhan kerja semakin meningkat.

2. Uji Hubungan Kerja Monoton Terhadap Kejenuhan Kerja di Bagian

Spinning

Skala pengukuran dan analisa yang digunakan pada variabel kerja

monotoni maupun variabel kejenuhan kerja adalah interval. Setelah

dilakukan uji normalitas data dengan uji Saphiro Wilk pada variabel kerja

monoton diperoleh nilai p = 0,015, yang berarti < 0,05 sehingga data

tersebut berdistribusi tidak normal. Dan pada uji normalitas data pada

variabel kejenuhan kerja dengan menggunakan uji Saphiro Wilk

diperoleh nilai 0,002. Sehingga data berdistribusi tidak normal maka

dilakukan uji korelasi Non Parametrik yaitu uji Spearman Rho.

Berdasarkan uji korelasi antara kerja monotoni dengan kejenuhan

kerja menggunakan uji korelasi Spearman Rho diperoleh data sebagai

berikut :

Correlations

kerja monoton kejenuhan kerja

Spearman's

rho

kerja monoton Correlation Coefficient 1.000 .544**

Sig. (2-tailed) . .000

N 42 42

kejenuhan kerja Correlation Coefficient .544** 1.000

Sig. (2-tailed) .000 .

N 42 42

(51)

commit to user

Dari tabel hasil uji korelasi kerja monotoni terhadap kejenuhan

kerja di atas diketahui nilai p = 0.000 kurang dari 0.05 (<0.05), hasil uji

dinyatakan signifikan. Nilai r = 0,544 pada hasil uji tersebut terletak pada

kategori 0,40 – 0,599, oleh karena itu hubungan antara kerja monoton

dengan kejenuhan kerja termasuk kategori sedang. Nilai r bertanda

positif menunjukan korelasi searah sehingga semakin meningkat kerja

(52)

commit to user

42

BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Subjek Penelitian

1. Umur

Subjek penelitian atau sampel yang diambil dalam penelitian di

PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo ini berjumlah 42 orang yang berusia

20 sampai 40 tahun. Dengan rerata (X)  SD adalah 32  6,35. Dari hasil

penelitian diketahui bahwa frekuensi distribusi umur subjek yang

berumur 20 – 25 sebanyak 10 orang atau 23,8 %, umur 26 – 30 tahun

sebanyak 5 orang atau 11,9 %, umur 31 - 35 sebanyak 13 orang atau 31

%, dan umur 36 – 40 sebanyak 14 orang atau 33,3 %.

Pembagian distribusi umur pekerja spinning pada umur lebih

dari 40 tahun, kekuatan fisik biasanya telah menurun sehingga kegiatan

yang dilakukan juga menurun (Horrington, 2005 dalam Pertiwi, 2010).

PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo bertujuan untuk

meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang profesional, serta

mampu meningkatkan pertumbuhan kompetensi karyawan, produktifitas

dan peningkatan kesejahteraan, dalam rangka peningkatan kualitas

pelayanan perusahaan kepada pemegang polis sehingga usia yang

produktif dapat lebih berperan dalam tujuan tersebut.

2. Masa Kerja

Subjek penelitian yang diambil dalam penelitian ini dengan

(53)

commit to user

untuk membandingkan tingkat kejenuhan kerja pada pekerja yang

bekerja kurang dari 5 tahun dan lebih dari 5 tahun. Dengan rerata (X) 

SD adalah 9  4,67.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa frekuensi distribusi masa

kerja kurang dari 5 tahun sebanyak 9 orang dengan persentase 21,42 %

dan frekuensi distribusi masa kerja lebih dari 5 tahun tahun sebanyak 33

orang dengan persentase 78,57 %. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 5

tahun cenderung mengalami kejenuhan kerja Hal ini sesuai dengan

faktor-faktor internal penyebab terjadinya burnout menurut Maslach dan

Leiter (1997).

Berdasarkan persentase tersebut pekerja di PT. Tyfountex

Indonesia Sukoharjo sering mengalami kejenuhan kerja karena pekerjaan

monotoni yang sering mereka kerjakan setiap hari dalam kurun waktu

yang lama.

3. Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden yang diambil di PT. Tyfountex

Indonesia Sukoharjo adalah perempuan, karena perempuan lebih mudah

merasakan kejenuhan kerja. Pernyataan ini didukung oleh Ivancevich,

dkk (2005), yang berpendapat bahwa wanita cenderung mengalami

burnout daripada pria dari aspek emosi.

Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi cara seseorang

dalam menyikapi masalah di lingkungan kerja. Hal itu terjadi karena

(54)

commit to user

Laki-laki diajarkan untuk bertindak tegas, tegar dan tanpa emosional,

sedangkan perempuan diajarkan untuk berperilaku lemah lembut. Pekerja

yang tidak dapat mengatasi tekanan akan rentan terkena burnout.

B. Analisis Univariat

Analisis Univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap variabel

dari hasil penelitian yang akan menghasilkan distribusi dan persentase dari

tiap variabel (Notoatmodjo, 2002). Analisis univariat dalam penelitian ini

adalah :

1. Jenis Kelamin terhadap Kejenuhan Kerja

Jenis kelamin dalam penelitian ini adalah 100 % perempuan.

Wanita cenderung mengalami burnout daripada pria. Hal ini sesuai

dengan pendapat oleh Ivancevich, dkk (2005).

2. Masa Kerja terhadap Kejenuhan Kerja

Masa kerja pada penelitian dibagi menjadi 2 yaitu masa kerja < 5

tahun dan > 5 tahun. Dengan persentase < 5 tahun sebanyak 21,42 % dan

persentase masa kerja > 5 tahun sebanyak 78,57 %. Pekerja dengan masa

kerja lebih dari 5 tahun cenderung mengalami kejenuhan kerja.

Berdasarkan analisa dengan menggunakan uji statistik Spearman

Rho diperoleh bahwa hubungan antara umur dengan kejenuhan kerja

adalah signifikan dengan nilai p = 0,000. Sedangkan untuk kekuatan

korelasinya adalah sedang yaitu dengan nilai r = 0,521 dan arah

korelasinya adalah positif (+) yang berarti searah yaitu semakin lama

(55)

commit to user

3. Kerja Monotoni

Dari hasil penelitian kerja monotoni dengan menggunakan

kuesioner kerja monotoni diperoleh hasil rerata 15 yang berarti pekerja

mengalami kerja monoton dalam pekerjaannya. 23 pekerja mengalami

kerja monoton dan 19 pekerja tidak mengalami kerja monoton. Dengan

frekuensi distribusi responden yang mengalami kerja monoton adalah

54,76 % dan frekuensi distribusi responden yang tidak mengalami kerja

monoton yaitu 45,23 %.

Maka sesuai dengan pendapat Djui & Setiasih (2001), saat

mengerjakan tugas yang sifatnya monoton, pada umumnya karyawan

mengalami penurunan semangat kerja dibandingkan pada jenis pekerjaan

yang bervariasi, oleh karena itu pekerjaan yang monotoni secara tidak

disadari akan menimbulkan masalah kejenuhan, karyawan menjadi malas

dan merasa cepat lelah.

Tidak adanya variasi dalam pekerjaan akan menimbulkan

kejenuhan kerja. Kejenuhan ini dapat terjadi karena pekerja melakukan

pekerjaan yang sama setiap harinya. Pekerjaan yang monotoni cukup

berpotensi untuk menyebabkan terjadinya kelelahan kerja. Kebosanan

adalah kelelahan yang bersifat mental yang merupakan komponen

penting dalam psikologis lingkungan kerja yang dikarenakan menghadapi

pekerjaan yang berulang-ulang (repetitive), monotoni dan aktifitas yang

(56)

commit to user

4. Kejenuhan Kerja

Dari hasil penelitian kejenuhan kerja dengan menggunakan

kuesioner kejenuhan kerja diperoleh hasil rerata 5,27 yang berarti pekerja

mengalami kejenuhan tingkat sedang. 11 pekerja mengalami kejenuhan

kerja ringan, 8 pekerja mengalami kejenuhan kerja sedang, 18 pekerja

mengalami kejenuhan kerja berta dan 5 pekerja mengalami kejenuhan

kerja sangat berat. Dengan frekuensi distribusi responden yang

mengalami kejenuhan ringan adalah 30,95%, frekuensi distribusi

responden yang mengalami kejenuhan sedang adalah 21,42%, frekuensi

distribusi responden yang mengalami kejenuhan berat adalah 33,33% dan

frekuensi distribusi responden yang mengalami kejenuhan sangat berat

adalah 14,28%.

Responden yang mengalami kejenuhan berat memiliki persentase

paling besar dapat dikarenakan faktor-faktor penyebab burnout yaitu :

Kelebihan beban kerja, kurangnya kontrol, terganggunya komunikasi

dengan pekerja lain dalam pekerjaan, hilangnya keadilan dalam

organisasi pekerjaan dan konflik antar pekerja. Hal ini sesuai dengan

faktor-faktor penyebab burnout menurut Maslach dan Leiter (1997).

C. Analisis Bivariat Hubungan Kerja Monotoni dengan Kejenuhan Kerja

Analisa Bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan dari variabel

bebas dan terikat. Dalam penelitian ini analisis bivariat digunakan untuk

(57)

commit to user

Berdasarkan data yang diperoleh, responden yang bekerja monoton

dengan mengalami kejenuhan ringan sebanyak 2 orang (8,69%), mengalami

kejenuhan sedang sebanyak 4 orang (17,39%), mengalami kejenuhan berat

sebanyak 15 orang (65,21%) dan yang mengalami kejenuhan sangat berat

sebanyak 2 orang (8,69%). Sedangkan responden yang bekerja tidak monoton

yang mengalami kejenuhan ringan sebanyak 12 orang (28,57%), mengalami

kejenuhan sedang sebanyak 4 orang (21,05%), mengalami kejenuhan berat

sebanyak 2 orang (8,69%) dan mengalami kejenuhan sangat berat sebanyak 1

orang (2,38%).

Berdasarkan hasil uji korelasi kerja monoton terhadap kejenuhan kerja

diketahui nilai p = 0.000 kurang dari 0.05 (<0.05), hasil uji dinyatakan

signifikan. Nilai r = 0,544 pada hasil uji tersebut terletak pada kategori 0,40 –

0,599, oleh karena itu hubungan antara kerja monotoni dengan kejenuhan

kerja termasuk kategori sedang. Nilai r bertanda positif menunjukan korelasi

searah sehingga semakin meningkat kerja monotoni maka semakin meningkat

kejenuhan kerja. Sesuai dengan pernyataan bahwa pekerjaan yang monoton

dapat menimbulkan kejenuhan yang pada akhirnya akan berpengaruh

(58)

commit to user

48

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan

antara kerja monotoni dengan kejenuhan kerja pada pekerja bagian spinning

PT. Tyfountex Indonesia Sukoharjo.

B. Saran

1. Sebaiknya perusahaan melakukan rotasi kerja seperti pergantian tempat

kerja atau area kerja pada pekerja bagian spinning untuk memberikan

kesempatan pada pekerja untuk menambah kemampuan dan keahliannya.

2. Sebaiknya perusahaan memberikan musik yang tidak terlalu keras dan

jenis musik disesuaikan dengan jam kerja untuk meningkatkan gairah

kerja.

3. Sebaiknya perusahaan menciptakan lingkungan kerja dalam perusahaan

yang nyaman, baik tempat bekerja, maupun hubungan antar pekerja dan

Gambar

Tabel 1. Data umur subjek
Tabel 2. Distribusi Umur Responden  Bagian Spinnning
Tabel 3. Data masa kerja subjek
Tabel 5. Data kerja monotoni subjek
+3

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa program sertifikasi guru di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Karanganyar secara umum dapat dikatakan efektif, karena

Hal ini dikarenakan persentase susut bobot yang tinggi setelah mengalami masa penyimpanan akan menimbulkan kerutan pada kulit buah sehingga penampilan buah pamelo menjadi

Kami sampaikan dengan hormat bahwa Direktorat Penelitian dan Pengabdian kepada.. Masyarakat (Ditlitabmas), Ditjen Pendidikan Tinggi memberi kesempatan kepada pengusul

Potongan pucuk tebu yang akan dijadikan eksplan terlebih dahulu disterilisasi Juringan adalah alur tanaman sebagai tempat peletakan bibit dan pupuk. Letak juringan

Berdasarkan hasil penelitian tindakan ke-las yang telah dilaksanakan dalam dua siklus dengan menerapkan model pembelajaran role playing dalam pembelajaran

[r]

 merupakan metode kuantitatif untuk menganalisis data masa lampau yang telah dikumpulkan secara teratur dengan menggunakan teknik yang tepat..  Data historis digunakan

[r]