• Tidak ada hasil yang ditemukan

ENERGI DAN LINGKUNGAN ( 5 Files )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ENERGI DAN LINGKUNGAN ( 5 Files )"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

S

EMINAR

N

ASIONAL

J

URUSAN

F

ISIKA

FMIPA UM 2016

Penguasaan Konsep Fluida Statis pada Siswa SMA

Suparmanto, Sentot Kusairi, Arif Hidayat...PFMO-235 Model Pembelajaran GI-GI (Group Investigation-Guided Inquiry) Dalam Pembelajaran Fluida Dinamis di SMA (Studi Pada Keterampilan Proses Sains Dan Hasil Belajar Siswa)

Ahmad Tajuddin Nur, Indrawati, Rif’ati Dina Handayani...PFMO-245 Penerapan Authentic Problem Based Learning (a-PBL) pada Materi Fluida Statis Untuk Memperbaiki Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Peserta Didik Kelas X MIA-4 MAN 1 Malang

Emi Rohanum, Nuril Munfaridah...PFMO-253 Pengaruh Pemberian Tutorial Materi Teori Kuantum Cahaya Pada Perkuliahan Fisika Modern terhadap Pemahaman Konsep dan KemampuanProblem SolvingMahasiswa

Hartatiek, Dwi Haryoto , Yudyanto...PFMO-259 Identifikasi Keterampilan Berpikir Kreatif Awal Siswa Kelas X Pada Materi Fluida Statis

Wahyu Pramudita Sari, Arif Hidayat, Sentot Kusairi...PFMO-269 Pengembangan Termometer Digital dengan Data Logger Menggunakan Microcontroller Arduino Unountuk Mendukung Pembelajaran Fisika Pokok Bahasan Suhu dan Kalor di Kelas X SMA

Dimas Nurachman , A. Handjoko Permana, Dewi Muliyati...PFMO-277 Pengembangan Model Pembelajaran Integratif Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi dan Karakter Siswa Pada Mata Pelajaran Fisika SMA/MA

Agus Suyudi, Lia Yuliati...PFMO-287

PENDIDIKAN PROFESI GURU

Profil Kemampuan Guru IPA SMP dalam Memahami Materi Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (IPBA).

(2)

OPTIMALISASI DURASI LAMA PENCAHAYAAN DENGAN

MENGGUNAKAN LAMPU BOHLAM PADA BUDIDAYA BUAH NAGA

DALAM KONDISI OFF - SEASON

ELOKHIDAYAH1), GRETAANDIKAFATMA2,*), LAILATULBADRIYAH2), YUDAC. HARIADI3) 1)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jember. Jl. Kalimantan 37 Jember

E-mail: elokhidayah15@gmail.com

2)Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Jember. Jl. Kalimantan 37 Jember

E-mail: yuda.hariadi@hotmail.com TEL: 085749825246; FAX:

-ABSTRAK: Meningkatnya permintaan buah naga terutama pada masa off-season (di luar musim), menuntut petani untuk memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat. Salah satu metode yang telah diterapkan oleh beberapa petani buah naga khususnya di wilayah Banyuwangi adalah pencahayaan tanaman buah naga mulai pukul 18.00 06.00 WIB menggunakan lampu bohlam (IB) dengan daya 2,5 5 W dan lampu jenis lumen dengan daya 11 15 W. Penerapan metde tersebut terbukti mampu memicu pembungaan buah naga di luar musimnya setelah 3 minggu pencahayaan. Namun, tingginya biaya yang harus dikeluarkan selama masa pencahayaan akibat lamanya waktu pencahayaan serta biaya lampu khususnya jenis lumen yang relatif lebih mahal menadi kendala tersendiri bagi beberapa petani yang ingin menerapkan metode serupa. Sebelumnya, telah dilakukan penelitian mengenai pencahayaan buah naga di luar musimnya menggunakan lampu dengan daya 70 100 W selama 4 jam (20.00 02.00). berdasarkan hasil penelitian tersebut, buah naga mampu berbunga setelah 33 48 hari pencahayaan. Waktu pencahayaan buah naga berdasarkan penelitian relatif lebih singkat, akan tetapi biaya yang diperlukan relatif tinggi akibat daya lampu yang digunakan besar serta masa pencahayaan lebih lama. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian pencahayaan buah naga menggunakan lampu bohlam 5 W dengan variasi lama pencahayaan dan posisi pencahayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencahayaan buah naga menggunakan lampu bohlam 5 W dengan posisi pencahayaan diantara dua klon buah naga serta lama pencahayaan 6 jam merupakan metode yang efektif untuk diterapkan dalam rangka memenuhi permintaan buah naga di luar musimya.

Kata Kunci: Buah naga,off-season, pencahayaan.

PENDAHULUAN

Buah naga merupakan jenis buah yang termasuk dalam rumpun kaktus (Raveh, 1993) dan berasal dari amerika tengah (Zee et al., 2004), keberadaannya tersebar secara luas di enam benua (Crane dan Balerdi, 2009) termasuk benua asia dan telah banyak dikembangkan di Indonesia. Buah naga memiliki keunggulan berupa kandungan antioksidan (Kunnika dan Pranee, 2011), rendah kalori (Mahattanatawee et al., 2006) dan dipercaya dapat menjadi obat untuk berbagai jenis penyakit, sehingga buah naga banyak diminati (Tran et al., 2015). Sebagaimana buah lainnya, buah naga merupakan buah musiman (Jianget al., 2012), yang mana untuk wilayah Indonesia hanya berbunga pada bulan Oktober - Maret dan selebihnya tidak berbunga atau disebut sebagai masa off-season. Kondisi off-season menjadi peluang besar bagi petani buah naga untuk meningkatkan pendapatan, dikarenakan permintaan terhadap buah naga meningkat dan harga jual buah naga pada masa off-season relatif lebih mahal hingga 2 3 kali lipat dari harga normal pada musimnya. Akan tetapi, kondisi buah naga yang tidak dapat berbunga pada masa off-season mengakibatkan petani buah naga tidak dapat memenuhi permintaan buah naga.

(3)

SEMINAR

NASIONAL

JURUSAN

FISIKA

FMIPA UM 2016

masa off-season adalah dengan memberikan pencahayaan di malam hari (18.00 06.00 WIB). Perlakuan pencahayaan yang diberikan terbukti mampu merangsang buah naga untuk berbunga. Namun, pencahayaan yang dilakukan oleh petani memiliki kelemahan diantaranya daya lampu yang relatif besar (11 15 W) dan waktu pencahayaan yang panjang (18.00 05.00 WIB). Sebelumnya, di beberapa negara telah dilakukan penelitian mengenai pencahayaan buah naga pada malam hari seperti Vietnam (Hoa et al., 2008), Thailand (Saradhuldhat et al., 2009) dan Taiwan (Jiang et al., 2012 dan Tran et al., 2015). Daya lampu yang digunakan dalam penelitian tersebut relatif besar (70 100 W) dengan waktu pencahayaan 4 jam (22.00 02.00). Pemberian pencahayaan terhadap buah naga terbukti dapat merangsang buah naga untuk berbunga walapaun pada masa off-season (Reindeers, 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah naga dapat berbunga setelah 33 48 hari pencahayaan dan mulai berbuah setelah 46 59 hari pencahayaan, sehingga biaya pencahayaan relatif besar (Tran et al., 2015).

Motifasi untuk memperoleh hasil yang maksimal dari buah naga terutama pada masa off-season, mengakibatkan petani buah naga terus menerapkan pencahayaan dengan waktu yang panjang. Hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan energi yang saat ini terus berkurang serta kondisi lingkungan yang megharuskan penggunaan energi seefisien mungkin untuk mengurangi timbulnya pemanasan global. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk menstimulasi buah naga pada masa off-season dengan biaya yang rendah dan hemat energi. Sehingga dilakukan penelitian pencahayaan di wilayah Banyuwangi menggunakan lampu berdaya rendah (5 W) serta variasi pencahayaan berupa posisi dan waktu pencahayaan. Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diketahui waktu serta posisi pencahayaan yang efektif untuk menstimulasi buah naga pada masa off-season dengan daya lampu dan biaya yang rendah.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di desa Sambirejo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Lat. 080 30 13.25 S, Long. 1440 10 54.57 E). Terdapat 72 klon buah naga yang digunakan dalam penelitian ini. Setiap klon terdapat 4 tanaman buah naga. Tanaman buah naga yang digunakan sebagai objek penelitian merupakan buah naga merah (buah naga dengan daging buah berwarna merah keungu-unguan) dan telah mencapai usia tanam 2 tahun dengan jarak antar klon 2 m.

Perlakuan yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari variasi waktu pencahayaan dan variasi posisi pencahayaan. Variasi waktu pencahayaan yang digunakan adalah 4 jam, 6 jam dan 8 jam dengan posisi pencahayaan tepat di atas klon buah naga dan diantara 2 klon buah naga. Antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya diberi jarak 3 klon buah naga untuk menghindari terjadinya interaksi antara satu perlakuan dengan perlakuan lainnya.

Beberapa data yang menjadi parameter pembahasan hasil penelitian ini antara lain:

1. Jumlah bunga

2. Waktu munculnya bunga, serta 3. Jumlah buah yang dihasilkan.

Analisa data dilakukan dengan menghitung rata rat data yang diperoleh elama penelitian dan di plot dalam sebuah grafik mengunakan software Spread Sheat dalam hal ini MS.Excel. analis data dilakukan secara kualitatif berdasarkan hasil rata rata yang diperoleh serta perbandingan SE pada tiap data yang diperoleh.

Selain tiga parameter di atas, dilakukan pengambilan data berupa suhu lingkungan (gambar 1) dan kelembaban tanah (gambar 2) selama penelitian berlangsung. Hasil penelitian ini merupakan rata rata data yang diperoleh selama penelitian berlangsung (April - Juni). Beberapa alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian pencahayaan buah naga ini antara lain:

(4)

3. Lampu Bohlam 5W, sebagai alat pencahayaan; 4. Buah naga (72 klon), sebagai objek pengamatan; 5. Luxmeter, untuk mengukur intensitas cahaya, serta 6. Diesel, untuk pengairan lahan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan buah naga adalah temperatur, kelembaban tanah dan intensitas cahaya (Zee et al., 2004). Buah naga tidak dapat berkembang dengan baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya terlalu tinggi, temperatur tinggi (> 390C) serta kondisi tanah yag terlalu kering. Oleh sebab itu, perlu adanya pengamatan terhadap temperatur, intensitas cahaya selama penelitian serta pengaturan kondisi air dalam tanah untuk menjaga kestabilan kelembaban tanah, sehingga kondisi buah naga diasumsikan hanya dipengaruhi oleh perlakuan pencahayaan meliputi lama waktu pencahayan dan posisi pencahayaan. Gambar 1 berikut ini merupakan perubahan suhu selama penelitian dengan rata rata intensitas cahaya mulai dari 1500 sampai 2600 lux.

Gambar 1. Grafik perubahan suhu selama penelitian

Gambar 2 berikut ini menunjukkan kondisi kelembaban tanah selama penelitian berlangsung. Kelembaban tanah selalu dijaga dan dipastikan tidak mengalami perubahan selama proses penelitian. Penjagaan kelembaban tanah ini dilakukan dengan cara pengairan menggunakan diesel secara berkala, yang dilakukan setiap satu kali dalam satu minggunya.

Gambar 2. Grafik kelembaban tanah selama penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pencahayaan buah naga ini didasarkan pada dua variabel, yaitu posisi dan waktu pencahayaan. Terdapat dua posisi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu posisi 1: lampu berada 30 cm di atas tiap klon buah naga; dan posisi 2: lampu

29,3

3. Lampu Bohlam 5W, sebagai alat pencahayaan; 4. Buah naga (72 klon), sebagai objek pengamatan; 5. Luxmeter, untuk mengukur intensitas cahaya, serta 6. Diesel, untuk pengairan lahan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan buah naga adalah temperatur, kelembaban tanah dan intensitas cahaya (Zee et al., 2004). Buah naga tidak dapat berkembang dengan baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya terlalu tinggi, temperatur tinggi (> 390C) serta kondisi tanah yag terlalu kering. Oleh sebab itu, perlu adanya pengamatan terhadap temperatur, intensitas cahaya selama penelitian serta pengaturan kondisi air dalam tanah untuk menjaga kestabilan kelembaban tanah, sehingga kondisi buah naga diasumsikan hanya dipengaruhi oleh perlakuan pencahayaan meliputi lama waktu pencahayan dan posisi pencahayaan. Gambar 1 berikut ini merupakan perubahan suhu selama penelitian dengan rata rata intensitas cahaya mulai dari 1500 sampai 2600 lux.

Gambar 1. Grafik perubahan suhu selama penelitian

Gambar 2 berikut ini menunjukkan kondisi kelembaban tanah selama penelitian berlangsung. Kelembaban tanah selalu dijaga dan dipastikan tidak mengalami perubahan selama proses penelitian. Penjagaan kelembaban tanah ini dilakukan dengan cara pengairan menggunakan diesel secara berkala, yang dilakukan setiap satu kali dalam satu minggunya.

Gambar 2. Grafik kelembaban tanah selama penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pencahayaan buah naga ini didasarkan pada dua variabel, yaitu posisi dan waktu pencahayaan. Terdapat dua posisi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu posisi 1: lampu berada 30 cm di atas tiap klon buah naga; dan posisi 2: lampu

aret april mei juni 3. Lampu Bohlam 5W, sebagai alat pencahayaan;

4. Buah naga (72 klon), sebagai objek pengamatan; 5. Luxmeter, untuk mengukur intensitas cahaya, serta 6. Diesel, untuk pengairan lahan.

Beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan buah naga adalah temperatur, kelembaban tanah dan intensitas cahaya (Zee et al., 2004). Buah naga tidak dapat berkembang dengan baik pada daerah yang memiliki intensitas cahaya terlalu tinggi, temperatur tinggi (> 390C) serta kondisi tanah yag terlalu kering. Oleh sebab itu, perlu adanya pengamatan terhadap temperatur, intensitas cahaya selama penelitian serta pengaturan kondisi air dalam tanah untuk menjaga kestabilan kelembaban tanah, sehingga kondisi buah naga diasumsikan hanya dipengaruhi oleh perlakuan pencahayaan meliputi lama waktu pencahayan dan posisi pencahayaan. Gambar 1 berikut ini merupakan perubahan suhu selama penelitian dengan rata rata intensitas cahaya mulai dari 1500 sampai 2600 lux.

Gambar 1. Grafik perubahan suhu selama penelitian

Gambar 2 berikut ini menunjukkan kondisi kelembaban tanah selama penelitian berlangsung. Kelembaban tanah selalu dijaga dan dipastikan tidak mengalami perubahan selama proses penelitian. Penjagaan kelembaban tanah ini dilakukan dengan cara pengairan menggunakan diesel secara berkala, yang dilakukan setiap satu kali dalam satu minggunya.

Gambar 2. Grafik kelembaban tanah selama penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pencahayaan buah naga ini didasarkan pada dua variabel, yaitu posisi dan waktu pencahayaan. Terdapat dua posisi yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu posisi 1: lampu berada 30 cm di atas tiap klon buah naga; dan posisi 2: lampu

suhu

(5)

SEMINAR

NASIONAL

JURUSAN

FISIKA

FMIPA UM 2016

berada di antara 2 klon buah naga dengan ketinggian 30 cm di atas klon buah naga serta 3 variasi waktu pencahayaan (4, 6 dan 8 jam). Berikut merupakan uraian hasil peneitian pencahayaan buah naga pada masaoff-season.

Pengaruh Posisi Pencahayaan

Posisi pencahayaan dan merupakan salah satu variabel yang berpengaruh terhadap proses munculnya bunga pada buah naga (off-season). Terdapat dua posisi yang digunakan, yaitu posisi 1 dan posisi 2. Dianatara kedua posisi tersebut, posisi 2 merupakan posisi yang efektif untuk menstimulasi buah naga pada masa off-season. Aplikasi pencahayaan dengan posisi 2 menghasilkan bunga setelah 3 minggu pencahayaan. Hal ini jauh lebih cepat dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dimana bunga mulai muncul setelah 33 48 hari pencahayaan (Tran et al., 2015) yang menggunakan pencahayaan satu lampu untuk satu klon buah naga. Namun, hasil yang diperoleh berdasarkan penerapan menggunakan posisi 1 terbukti sesuai dengan peelitian sebelumnya (Tran et al., 2015). Posisi 1 mulai muncul bunga setelah 1,5 bulan atau 42 hari pencahayaan.

Perbedaan jumlah bunga antara posisi 1 dan 2 dapat ditinjau dengan membandingkan grafik pada gambar 3 (posisi 1) dan grafik pada gambar 4 (posisi 2) berikut ini.

Gambar 3. Grafik jumlah bunga terhadap waktu pencahayaan

Gambar 4. Grafik hubungan rata rata jumlah bunga terhadap waktu pencahayaan

(6)

Variasi waktu pencahayaan diterapkan untuk mengetahui respon buah naga terhadap lama pencahayaan. Respon yang diamati adalah awal buah naga berbunga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya pencahayaan tidak berpengaruh terhadap cepat lambatnya buah naga berbunga. Namun, waktu pencahayaan terhadap buah naga dapat mempengaruhi jumlah bunga yang dihasilkan. Sebagaimana ditunjukkan pada gambar 4, rata rata jumlah bunga tertinggi adalah apliaksi pencahayaan selama 8 jam dan terrendah pada aplikasi pencahayaan 4 jam. Semakin lama waktu pencahayaan yang diberikan, maka bunga yang dihasilkan semakin banyak.

Grafik pada gambar 5 di bawah ini, menunjukkan jumlah buah yang dihasilkan untuk setiap waktu pencahayaan pada posisi 2. Buah naga dengan pencahayaan 6 jam dan 8 jam memiliki rata rata jumlah buah sama dan jumlah buah terrendah terjadi pada pencahayaan 4 jam. Bunga pada buah naga akan muli membentuk buah pada minggu ke 2 atau ke-3 setelah berbunga. Lama pencahayaan buah naga terbukti dapat mempengaruhi jumlah buga yang dihasikan. Namun, pada akhirnya jumlah buah yang dihasilkan dari hasil pencahayaan 6 jam dan 8 jam adalah sama, sehingga dapat diasumsikan bahwa perlakuan pencahayaan yang efektif terhadap buah naga pada masa off-season adalah pencahayaan dengan posisi 2 dan lama pencahayaan 6 jam. Melalui penerapan pencahayaan posisi 2, maka dapat mengurangi jumlah lampu yang digunakan selama proses pencahayaan sekaligus mengurangi biaya pencahayaan dan energi istrik yang dikeluarkan selama proses pencahayaan berlangsung.

Gambar 5. Grafik hubungan rata rata jumlah buah terhadap waktu pencahayaan

KESIMPULAN

Beberapa kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:

1. Banyaknya bunga yang dihasilkan oleh buah naga pada masa off-season bergantung pada lama waktu pencahayaan yang diaplikasikan. Semakin lama waktu pencahayaan, maka bunga yang dihasilkan semakin banyak.

2. Waktu pencahayaan yang efektif untuk stimulasi pencahayaan buah naga pada masaoff-season adalah 6 jam, didasarkan pada jumlah buah yang dihasilkan. 3. Posisi pencahayaan berpengaruh terhadap kecepatan berbunga. Posisi

pencahayaan diantara dua klon buah naga merupakan posisi yang efektif untuk menstimulasi buah naga untuk memunculkan bunga pada masaoff-season. UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian pencahayaan buah naga ini merupakan aplikasi dari kegiatan PKM yang diselenggaraan oleh pihak Ristek DIKTI. Selama penelitian terdapat beberapa pihak yang telah membantu serta mendukung terlaksananya penelitian. Oleh sebab itu, kami

0 2 4 6 8 10 12 14

4 6 8

ra

ta

-ra

ta

ju

m

la

h

b

u

a

h

(7)

SEMINAR

NASIONAL

JURUSAN

FISIKA

FMIPA UM 2016

mengucapkan terimakasih kepada pihak - pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini, diantaranya:

1. DIKTI, sebagai penyelenggara kegiatan PKM serta penyedia dana penelitian; 2. Instansi (Universitas Jember), sebagai penyedia ruang dan dana dalam kegiatan

penelitian;

3. Dra. Ary Yuriatun Nurhayati, yang telah turut serta dalam membimbing dan memberi masukan dalam kegiatan penelitian ini, serta

4. drg.Happy Harmono, M.Kes., yang telah memberikan masukan dalam kegiatan penelitian ini.

DAFTAR RUJUKAN

Crane, J.H dan Balerdi, C.F. 2009. Pitaya growing in the Florida home landscape. Horticultural Sciences Department, Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida.HS1068.

Hoa, Hoang, John dan Chau. 2008. Developing GAP systems for dragon fruit producers and exporters in Binh Thuan and Tien Giang provinces.Proceeding of Dragon fruit workshop. Binh Thuan, Vietnam.

Jiang, Liau, Lin, dan Lee. 2012. The photoperiod-regulated bud formation of red Pitaya (Hylocereus sp.).Hort. Science. Vol.47(8): 1063-1067.

Kunnika, S dan Pranee, A. 2011. Influence of enzyme treatment on bioactive compounds and colour stability of betacyanin in flesh and peel of red dragon fruit Hylocereus polyrhizus (Weber) Britton and Rose. International Food Research Journal. Vol.18(4): 1437-1448.

Mahattanatawee, K., Manthey, J.A., dan Luzio, G. 2006. Total Antioxidant Activity and Fiber Content of Select Florida-Grown Tropical Fruits. Journal Agricultural and Food Chemistry. Vol.54: 7355 7363.

Raveh, Weiss, Nerd, dan Mizrahi. 1993. Pitayas (Genus Hylocereus): A New Fruit Crop for the Negev Desert of Israel. P. 491-495. New crops. Wiley J. Janick and J.E. Simon.

Reindeers, G. 2010. Dragon Fruits. Artikel. Australia: Sub-Tropical Fruit Club of Qld newsletter.

Saradhuldhat, P., Kaewsongsang, K dan Suvittawat, K. 2009. Induced Off- Season flowering by supplemented fluorescent light in dragon fruit (Hylocereus undatus). Journal of International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences. Vol. 15(1): 231-258.

Gambar

Gambar 1. Grafik perubahan suhu selama penelitianGambar 1. Grafik perubahan suhu selama penelitianGambar 1
Gambar 3. Grafik jumlah bunga terhadap waktu pencahayaan
Gambar 5. Grafik hubungan rata�rata jumlah buah terhadap waktu pencahayaan

Referensi

Dokumen terkait

Kondisi ini disebabkan antara lain: Gambar 5 mengakomodasi rugi-rugi kalor selama proses charging; tingkat fluktuasi intensitas radiasi matahari cukup tinggi

(1998) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kondisi rumah dengan intensitas cahaya 0 lux dapat dilakukan dengan cara: (1) menutup permanen semua pintu dan jendela bagi rumah

Terjadi penghematan daya kompresor walaupun tidak terlalu besar setelah beroperasi selama 30 menit pada kondisi 3, hal ini karena tidak terjadi akumulasi panas di

Oleh karena itu maka diperlukan suatu alat berupa stasiun cuaca untuk mendeteksi kondisi intensitas cahaya matahari, curah hujan, kecepatan angin, dan keasaman tanah yang dapat

Oleh sebab itu, untuk menghindari kesalahan hasil evaluasi dosis karena terjadinya pemudaran pada TLD, maka pembacaan intensitas TL pada TLD untuk kalibrasi perlu penundaan

Oleh sebab itu, untuk menghindari kesalahan hasil evaluasi dosis karena terjadinya pemudaran pada TLD, maka pembacaan intensitas TL pada TLD untuk kalibrasi perlu penundaan

Penggunaan energi baru terbarukan memiliki manfaat yang lebih besar dibandingkan dampak yang dihasilkan terhadap lingkungan hidup, sehingga perlu untuk segera dilakukan pengaturan yang

perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user86.Sawi Monumen Sawi monumen tubuhnya amat tegak dan berdaun kompak. Penampilan sawi jenis ini sekilas mirip dengan petsai. Tangkai daun berwarna putih berukuran agak lebar dengan tulang daun yang juga berwarna putih. Daunnya sendiri berwarna hijau segar. Jenis sawi ini tegolong terbesar dan terberat di antara jenis sawi lainnya. D.Syarat Tumbuh Tanaman Sawi Syarat tumbuh tanaman sawi dalam budidaya tanaman sawi adalah sebagai berikut : 1.Iklim Tanaman sawi tidak cocok dengan hawa panas, yang dikehendaki ialah hawa yang dingin dengan suhu antara 150 C - 200 C. Pada suhu di bawah 150 C cepat berbunga, sedangkan pada suhu di atas 200 C tidak akan berbunga. 2.Ketinggian Tempat Di daerah pegunungan yang tingginya lebih dari 1000 m dpl tanaman sawi bisa bertelur, tetapi di daerah rendah tak bisa bertelur. 3.Tanah Tanaman sawi tumbuh dengan baik pada tanah lempung yang subur dan cukup menahan air. (AAK, 1992). Syarat-syarat penting untuk bertanam sawi ialah tanahnya gembur, banyak mengandung humus (subur), dan keadaan pembuangan airnya (drainase) baik. Derajat keasaman tanah (pH) antara 6–7 (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user9E.Teknik Budidaya Tanaman Sawi 1.Pengadaan benih Benih merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha tani. Kebutuhan benih sawi untuk setiap hektar lahan tanam sebesar 750 gram. Benih sawi berbentuk bulat, kecil-kecil. Permukaannya licin mengkilap dan agak keras. Warna kulit benih coklat kehitaman. Benih yang akan kita gunakan harus mempunyai kualitas yang baik, seandainya beli harus kita perhatikan lama penyimpanan, varietas, kadar air, suhu dan tempat menyimpannya. Selain itu juga harus memperhatikan kemasan benih harus utuh. kemasan yang baik adalah dengan alumunium foil. Apabila benih yang kita gunakan dari hasil pananaman kita harus memperhatikan kualitas benih itu, misalnya tanaman yang akan diambil sebagai benih harus berumur lebih dari 70 hari. Penanaman sawi memperhatikan proses yang akan dilakukan misalnya dengan dianginkan, disimpan di tempat penyimpanan dan diharapkan lama penyimpanan benih tidak lebih dari 3 tahun.( Eko Margiyanto, 2007) Pengadaan benih dapat dilakukan dengan cara membuat sendiri atau membeli benih yang telah siap tanam. Pengadaan benih dengan cara membeli akan lebih praktis, petani tinggal menggunakan tanpa jerih payah. Sedangkan pengadaan benih dengan cara membuat sendiri cukup rumit. Di samping itu, mutunya belum tentu terjamin baik (Cahyono, 2003). Sawi diperbanyak dengan benih. Benih yang akan diusahakan harus dipilih yang berdaya tumbuh baik. Benih sawi sudah banyak dijual di toko-toko pertanian. Sebelum ditanam di lapang, sebaiknya benih sawi disemaikan terlebih dahulu. Persemaian dapat dilakukan di bedengan atau di kotak persemaian (Anonim, 2007). 2.Pengolahan tanah Sebelum menanam sawi hendaknya tanah digarap lebih dahulu, supaya tanah-tanah yang padat bisa menjadi longgar, sehingga pertukaran perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user10udara di dalam tanah menjadi baik, gas-gas oksigen dapat masuk ke dalam tanah, gas-gas yang meracuni akar tanaman dapat teroksidasi, dan asam-asam dapat keluar dari tanah. Selain itu, dengan longgarnya tanah maka akar tanaman dapat bergerak dengan bebas meyerap zat-zat makanan di dalamnya (AAK, 1992). Untuk tanaman sayuran dibutuhkan tanah yang mempunyai syarat-syarat di bawah ini : a.Tanah harus gembur sampai cukup dalam. b.Di dalam tanah tidak boleh banyak batu. c.Air dalam tanah mudah meresap ke bawah. Ini berarti tanah tersebut tidak boleh mudah menjadi padat. d.Dalam musim hujan, air harus mudah meresap ke dalam tanah. Ini berarti pembuangan air harus cukup baik. Tujuan pembuatan bedengan dalam budidaya tanaman sayuran adalah : a.Memudahkan pembuangan air hujan, melalui selokan. b.Memudahkan meresapnya air hujan maupun air penyiraman ke dalam tanah. c.Memudahkan pemeliharaan, karena kita dapat berjalan antar bedengan dengan bedengan. d.Menghindarkan terinjak-injaknya tanah antara tanaman hingga menjadi padat. ( Rismunandar, 1983 ). 3.Penanaman Pada penanaman yang benihnya langsung disebarkan di tempat penanaman, yang perlu dijalankan adalah : a.Supaya keadaan tanah tetap lembab dan untuk mempercepat berkecambahnya benih, sehari sebelum tanam, tanah harus diairi terlebih dahulu. perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user11b.Tanah diaduk (dihaluskan), rumput-rumput dihilangkan, kemudian benih disebarkan menurut deretan secara merata. c.Setelah disebarkan, benih tersebut ditutup dengan tanah, pasir, atau pupuk kandang yang halus. d.Kemudian disiram sampai merata, dan waktu yang baik dalam meyebarkan benih adalah pagi atau sore hari. (AAK, 1992). Penanaman dapat dilakukan setelah tanaman sawi berumur 3 - 4 Minggu sejak benih disemaikan. Jarak tanam yang digunakan umumnya 20 x 20 cm. Kegiatan penanaman ini sebaiknya dilakukan pada sore hari agar air siraman tidak menguap dan tanah menjadi lembab (Anonim, 2007). Waktu bertanam yang baik adalah pada akhir musim hujan (Maret). Walaupun demikian dapat pula ditanam pada musim kemarau, asalkan diberi air secukupnya (Sunaryono dan Rismunandar, 1984). 4.Pemeliharaan tanaman Pemeliharaan dalam budidaya tanaman sawi meliputi tahapan penjarangan tanaman, penyiangan dan pembumbunan, serta pemupukan susulan. a.Penjarangan tanaman Penanaman sawi tanpa melalui tahap pembibitan biasanya tumbuh kurang teratur. Di sana-sini sering terlihat tanaman-tanaman yang terlalu pendek/dekat. Jika hal ini dibiarkan akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tersebut kurang begitu baik. Jarak yang terlalu rapat menyebabkan adanya persaingan dalam menyerap unsur-unsur hara di dalam tanah. Dalam hal ini penjarangan dilakukan untuk mendapatkan kualitas hasil yang baik. Penjarangan umumnya dilakukan 2 minggu setelah penanaman. Caranya dengan mencabut tanaman yang tumbuh terlalu rapat. Sisakan tanaman yang tumbuh baik dengan jarak antar tanaman yang teratur (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user12b.Penyiangan dan pembumbunan Biasanya setelah turun hujan, tanah di sekitar tanaman menjadi padat sehingga perlu digemburkan. Sambil menggemburkan tanah, kita juga dapat melakukan pencabutan rumput-rumput liar yang tumbuh. Penggemburan tanah ini jangan sampai merusak perakaran tanaman. Kegiatan ini biasanya dilakukan 2 minggu sekali (Anonim, 2007). Untuk membersihkan tanaman liar berupa rerumputan seperti alang-alang hampir sama dengan tanaman perdu, mula-mula rumput dicabut kemudian tanah dikorek dengan gancu. Akar-akar yang terangkat diambil, dikumpulkan, lalu dikeringkan di bawah sinar matahari, setelah kering, rumput kemudian dibakar (Duljapar dan Khoirudin, 2000). Ketika tanaman berumur satu bulan perlu dilakukan penyiangan dan pembumbunan. Tujuannya agar tanaman tidak terganggu oleh gulma dan menjaga agar akar tanaman tidak terkena sinar matahari secara langsung (Tim Penulis PS, 1995 ). c.Pemupukan Setelah tanaman tumbuh baik, kira-kira 10 hari setelah tanam, pemupukan perlu dilakukan. Oleh karena yang akan dikonsumsi adalah daunnya yang tentunya diinginkan penampilan daun yang baik, maka pupuk yang diberikan sebaiknya mengandung Nitrogen (Anonim, 2007). Pemberian Urea sebagai pupuk tambahan bisa dilakukan dengan cara penaburan dalam larikan yang lantas ditutupi tanah kembali. Dapat juga dengan melarutkan dalam air, lalu disiramkan pada bedeng penanaman. Satu sendok urea, sekitar 25 g, dilarutkan dalam 25 l air dapat disiramkan untuk 5 m bedengan. Pada saat penyiraman, tanah dalam bedengan sebaiknya tidak dalam keadaan kering. Waktu penyiraman pupuk tambahan dapat dilakukan pagi atau sore hari (Haryanto et al., 1995). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user13Jenis-jenis unsur yag diperlukan tanaman sudah kita ketahui bersama. Kini kita beralih membicarakan pupuk atau rabuk, yang merupakan kunci dari kesuburan tanah kita. Karena pupuk tak lain dari zat yang berisisi satu unsur atau lebih yang dimaksudkan untuk menggantikan unsur yang habis diserap tanaman dari tanah. Jadi kalau kita memupuk berarti menambah unsur hara bagi tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Sama dengan unsur hara tanah yang mengenal unsur hara makro dan mikro, pupuk juga demikian. Jadi meskipun jumlah pupuk belakangan cenderung makin beragam dengan merek yang bermacam-macam, kita tidak akan terkecoh. Sebab pupuk apapun namanya, entah itu buatan manca negara, dari segi unsur yang dikandungnya ia tak lain dari pupuk makro atau pupuk mikro. Jadi patokan kita dalam membeli pupuk adalah unsur yang dikandungnya (Lingga, 1997). Pemupukan membantu tanaman memperoleh hara yang dibutuhkanya. Unsur hara yang pokok dibutuhkan tanaman adalah unsur Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (K). Itulah sebabnya ketiga unsur ini (NPK) merupakan pupuk utama yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk organik juga dibutuhkan oleh tanaman, memang kandungan haranya jauh dibawah pupuk kimia, tetapi pupuk organik memiliki kelebihan membantu menggemburkan tanah dan menyatu secara alami menambah unsur hara dan memperbaiki struktur tanah (Nazarudin, 1998). 5.Pengendalian hama dan penyakit Hama yang sering menyerang tanaman sawi adalah ulat daun. Apabila tanaman telah diserangnya, maka tanaman perlu disemprot dengan insektisida. Yang perlu diperhatikan adalah waktu penyemprotannya. Untuk tanaman sayur-sayuran, penyemprotan dilakukan minimal 20 hari sebelum dipanen agar keracunan pada konsumen dapat terhindar (Anonim, 2007). perpustakaan.uns.ac.iddigilib.uns.ac.idcommit to user14OPT yang menyerang pada tanaman sawi yaitu kumbang daun (Phyllotreta vitata), ulat daun (Plutella xylostella), ulat titik tumbuh (Crocidolomia binotalis), dan lalat pengerek daun (Lyriomiza sp.). Berdasarkan tingkat populasi dan kerusakan tanaman yang ditimbulkan, maka peringkat OPT yang menyerang tanaman sawi berturut-turut adalah P. vitata, Lyriomiza sp., P. xylostella, dan C. binotalis. Hama P. vitatamerupakan hama utama, dan hama P. xylostella serta Lyriomiza sp. merupakan hama potensial pada tanaman sawi, sedangkan hamaC. binotalis perlu diwaspadai keberadaanya (Mukasan et al., 2005). Beberapa jenis penyakit yang diketahui menyerang tanaman sawi antara lain: penyakit akar pekuk/akar gada, bercak daun altermaria, busuk basah, embun tepung, rebah semai, busuk daun, busuk Rhizoctonia, bercak daun, dan virus mosaik (Haryanto et al., 1995). 6.Pemanenan Tanaman sawi dapat dipetik hasilnya setelah berumur 2 bulan. Banyak cara yang dilakukan untuk memanen sawi, yaitu: ada yang mencabut seluruh tanaman, ada yang memotong bagian batangnya tepat di atas permukaan tanah, dan ada juga yang memetik daunnya satu per satu. Cara yang terakhir ini dimaksudkan agar tanaman bisa tahan lama (Edy margiyanto,