• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Lingkungan Rumah dan Produksi Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat"

Copied!
155
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

Swiftlet’s House Environment Characteristics and The Production of Edible-Swiftlet Nest of Collocalia fuciphaga in Haurgeulis,

Indramayu District, West Java

Hakim, A., M. Ulfah and P. H. Siagian

Swiftlets farmings have various problems such as the reduction in population and swiftlets’s nest production due to the variabilities of environment characterictics around the swiftlets’s house. The purposes of this research were to detect the factors that influence swiftlets’s nest production, characteristics of the swiftlets’s houses, and also location and condition of the swiftlets’s nest production in Haurgeulis, Indramayu District, West Java. The general characteristics of swiftlets houses and their surrounding, microclimate inside the swiftlet’s houses (temperature, relative humidity, light intensity and their edible-swiftlet nest production) were observed in this study. There were four swiftlet’s houses (A, B, C and D) observed in this study. The design and construction of those houses affected the microclimate inside the houses, thus affected the population and production of edible-swiftlet nest of Collocalia fuciphaga. The daily temperature inside the swiftlet’s house of A, B, C and D were 26.10-29.73°C, 30.03-31.98oC, 25.35-27.5oC and 27.7-29.25oC, respectively. The daily humidity inside the swiftlet’s house of A, B, C and D were 69.5-85.5%, 59-65%, 77.75-92% and 83.25-93.25%, respectively. The light intensity of all houses was 0 lux. The production of nest and swiftlets population inside the swiftlet’s house of A, B, C and D were 76 nests (190 heads), 136 nests (340 heads), 10 nests (25 heads) and 81 nests (203 heads), respectively. Haurgeulis had 3997 ha of paddy field and 204 ha of garden area (65.71% and 3.35% of total area in Haurgeulis). Haurgeulis is also surrounded by 4.753,55 ha teak plantation (Tectona grandis), located in Gantar, Cikandung, and Tamansari (BKPH Haurgeulis, 2011). The reduction in swiftlet population and swiftlet’s nest production, the presence of nuisance animals in the swiftlet’s house, thieve of the nest, and illegal payments were identified as farmer’s problem in increasing edible-swiftlet nest production.

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang menghasilkan sarang putih dengan nilai ekonomi tinggi. Indonesia merupakan negara yang menghasilkan sebagian besar sarang burung walet di dunia. Pengusahaan budidaya burung walet di Indonesia dilakukan sejak abad ke-18 dan banyak dikembangkan di luar habitat aslinya, yaitu pada rumah burung walet. Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami peningkatan pesat dalam usaha budidaya burung walet di dalam rumah adalah Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Haurgeulis terletak di dekat pantai utara, dikelilingi hutan dan persawahan sehingga merupakan daerah yang cocok untuk burung walet dalam beraktivitas mencari pakan.

Produksi sarang burung walet dipengaruhi oleh kondisi habitatnya. Peningkatan jumlah rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis tidak menambah produksi sarang burung walet di wilayah tersebut, banyak rumah burung walet yang tetap kosong selama bertahun-tahun. Permasalahan lain pada rumah burung walet yang telah berdiri lama adalah populasi burung walet yang semakin lama semakin berkurang. Sampai saat ini belum tersedia data yang lengkap tentang faktor-faktor yang menyebabkan berkurangnya populasi burung walet di Kecamatan Haurgeulis. Oleh karena itu, diperlukan penelitian tentang karakteristik lingkungan rumah burung walet sebagai dasar pengembangan budidaya dan peningkatan produksi sarangnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai karakteristik lingkungan rumah burung walet, sehingga dapat menjadi acuan untuk meningkatkan produksi sarang burung walet. Selain itu, diharapkan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan strategi-strategi baru dalam mengelola rumah burung walet serta perbaikan manajemen budidayanya.

Tujuan

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Collocalia fuciphaga merupakan spesies dari burung walet yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Menurut MacKinnon (1995), spesies ini berukuran sedang (12 cm), tubuh bagian atas berwarna coklat kehitam-hitaman dengan tungging abu-abu pucat, tubuh bagian bawah berwarna coklat, sayap berbentuk bulan sabit memanjang dan runcing, memiliki ekor yang menggarpu dan kuku yang tajam. Kedua jenis kelamin pada burung ini sulit dibedakan, memiliki bobot tubuh 8,7-14,8 gram (Dunning, 2008) dan bentang sayap 110-118 mm (Campbell dan Lack, 1985). Menurut Campbell dan Lack (1985), burung ini bersifat monogami dan induk betina menghasilkan dua butir telur yang dierami oleh kedua induk selama 23±3 hari.

Burung walet sarang putih memiliki klasifikasi zoologis sebagai berikut (Bird Life International, 2009):

Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Aves

Ordo : Apodiformes Famili : Apodidae Genus : Collocalia

Spesies : Collocalia fuciphaga (Thunberg, 1812)

Burung ini merupakan penerbang yang kuat, mampu terbang sekitar 40 jam secara terus menerus, menjelajahi home range dengan radius 25-40 km (Mardiastuti et al., 1998). Burung walet menggunakan ekholokasi sehingga mampu terbang di tempat yang gelap (Soehartono dan Mardiastuti, 2003).SarangCollocalia fuciphaga terbentuk dari air liur burung tersebut yang mengeras (Mardiastuti et al., 1998).

Habitat Burung Walet

(4)

berbiak. Menurut Kepmenhut Nomor 449/Kpts-II/1999, burung walet (Collocalia fuciphaga) menempati habitat dua habitat, yaitu habitat alami dan habitat buatan. Habitat alami (In-Situ) burung walet adalah gua-gua alam, tebing/lereng bukit yang curam beserta lingkungannya sebagai tempat burung walet hidup dan berkembang biak secara alami, baik yang berada di kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan. Habitat buatan (Ex-Situ) burung walet adalah bangunan sebagai tempat burung walet hidup dan berkembang biak. Habitat untuk burung walet dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelas, yaitu habitat makro dan mikro.

Habitat Makro Burung Walet

Habitat makro merupakan daerah tempat burung walet mencari pakan. Habitat makro burung walet adalah di sekitar pantai dan daerah yang ditumbuhi banyak tanaman atau hutan (Gosler, 2007). Habitat mencari pakan yang paling cocok untuk spesies Collocalia fuciphaga adalah campuran antara sawah dan tegalan (50%), lahan basah (20%), dan daerah berhutan (30%) yang terletak hingga 1.500 m di atas permukaan laut (dpl) (Soehartono dan Mardiastuti, 2003). Faktor pakan sangat bergantung dengan habitat makro, sehingga habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung walet (Sumiati, 1998).

Habitat Mikro Burung Walet

Habitat mikro burung walet adalah tempat burung tersebut tinggal, bersarang, dan berkembangbiak. Habitat mikro tersebut ada dua, yaitu gua dan rumah, yang pada hakekatnya mempunyai sifat ekologis yang serupa dalam hal kelembaban, suhu, dan cahaya (Sumiati, 1998). Habitat mikro burung walet yang ideal adalah daerah yang mempunyai kondisi udara dengan suhu 27-29oC dan kelembaban 70-95% (Sofwan dan Winarso, 2005), tenang, aman, tersembunyi dan tidak banyak terganggu predator serta burung walet mudah menempelkan sarangnya dan mudah keluar masuk ruangan. Sedangkan intensitas cahaya yang disukai burung walet adalah mendekati 0 lux (gelap total) (Francis, 1987).

(5)

terlalu lembab juga tidak disukai burung walet karena dapat menyebabkan sarang mudah lepas dan terjatuh. Menurut Sawitri (2007), upaya untuk menstabilkan suhu dan kelembaban dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: (1) membuat lubang sirkulasi udara dengan PVC berdiameter 0,75-1” dengan jarak 60 cm di sepanjang dinding, (2) menyediakan air atau arang di dalam tempayan-tempayan, (3) memasang jaringan pipa air pada dinding, (4) membasahi permukaan tembok dan lantai dalam ruangan secara berkala, (5) membuat kolam depan rumah burung walet, (6) melapisi atap plafon dengan aluminium foil, sekam padi, atau kulit kerang, dan (7) memasang sprayer di atap rumah burung walet untuk pengkabutan, terutama pada musim kemarau. Selain itu, menurut Taufiqurohman (2002), dapat juga dilakukan dengan membuat saluran air atau kolam dan atap rumah burung walet berbahan genting. Kolam yang dibuat di atap bertujuan meredam panas radiasi matahari pada siang hari.

Saat terbang dalam kegelapan di dalam gua maupun rumah burung walet, burung ini menggunakan daya ekholokasi untuk melakukan navigasi (Mardiastuti et al., 1998). Daya ekholokasi adalah suatu sistem yang digunakan oleh burung untuk mengenal keadaan lingkungan suatu tempat (terutama dalam keadaan gelap), dengan mengeluarkan suara putus-putus berfrekuensi tertentu dan kemudian menangkap kembali pantulan suara itu dengan telinganya untuk menentukan jarak dan arah dari benda yang memantulkannya. Menurut Thomassen dan Povel (2006), daya ekholokasi digunakan juga sebagai pendeteksi sarang milik burung walet tersebut.

Rumah Burung Walet

Burung walet berkembangbiak dan membuat sarang di gua-gua atau rumah burung walet. Rumah burung walet berbeda dengan gua, namun burung walet terbukti mampu beradaptasi dan dapat bersarang di dalamnya. Menurut Mardiastuti et al. (1998), jumlah rumah burung walet pada tahun 1998 diperkirakan mencapai 7.500 sampai 10.000 rumah yang sebagian besar terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera Utara. Rumah burung walet di Jawa banyak ditemukan di sepanjang pantai utara, dengan peningkatan pesat terjadi di Indramayu (Jawa Barat) dan Gresik (Jawa Timur) (Mardiastuti et al., 1998).

(6)

yang dikondisikan iklim mikronya sesuai habitat asli burung walet. Bangunan tua yang menjadi rumah burung walet pada umumnya berasal dari rumah-rumah tua peninggalan zaman Belanda. Secara umum bangunan tersebut berbentuk seperti gedung besar berukuran 10 x 15 m sampai 10 x 20 m, dengan ketinggian tembok 5-6 m. Menurut Taufiqurohman (2002), ruangan dapat dibuat bertingkat berdasarkan ketinggian minimum 2 m, setiap tingkat dipetak-petak lagi menjadi beberapa ruangan sehingga akan menciptakan suasana dalam gua-gua batu karang alami.

Penggunaan ruangan oleh burung walet menurut Mardiastuti et al. (1998) terbagi menjadi tiga ruang (Gambar 1), yaitu:

1. Roving area adalah tempat untuk terbang berputar-putar di halaman rumah burung walet. Ukuran roving area tergantung banyaknya populasi burung walet. Setidaknya diberi lahan kosong di depan pintu burung walet seluas 4 x 4 x 4 m3. Burung walet mempunyai kebiasaan terbang berputar-putar dulu di roving area sebelum masuk ke dalam rumah burung walet pada sore hari.

2. Roving room adalah ruangan di dalam rumah burung walet dan terletak setelah lubang masuk burung walet, berfungsi sebagai tempat terbang berputar-putar sebelum hinggap di tempat bersarang.

3. Resting/Nesting room adalah ruangan di dalam rumah burung walet tempat burung tersebut beristirahat pada malam hari. Ruangan tersebut juga berfungsi sebagai tempat untuk bersarang, biasanya terdiri dari sekat-sekat yang beraturan.

Gambar 1. Denah Penempatan Ruang di dalam Rumah Burung Walet (Mardiastuti et al., 1998)

Lubang masuk burung

Pintu masuk

(7)

Atap rumah burung walet terbuat dari genteng dan berdinding bata plester tebal yang biasanya berkapur putih juga memiliki plafon dan wuwungan yang tinggi (empat meter atau lebih) (Mardiastuti et al., 1998). Kemiringan atap yang tajam baik digunakan untuk rumah burung walet di daerah panas karena memiliki sirkulasi udara yang baik dan menyejukkan udara di dalamnya. Rumah burung walet dalam kondisi tertutup dan hanya terdapat satu pintu untuk manusia, sedangkan lubang masuk burung walet dalam satu rumah biasanya terdapat lebih dari satu buah yang terletak di atas dengan tinggi minimum dua meter dari tanah. Lubang masuk burung walet berbentuk persegi panjang dengan ukuran yang bervariasi namun cukup untuk burung walet bergerak bebas keluar masuk. Ukuran lubang tersebut pada umumnya adalah panjang 30 cm dan lebar atau tinggi 18-20 cm. Posisi lubang ini sebaiknya tidak menghadap ke Timur atau Barat karena merupakan arah matahari terbit dan terbenam sehingga memungkinkan cahaya masuk ke dalam rumah secara langsung. Disamping itu, upaya lain untuk meminimalkan cahaya yang masuk dapat dilakukan dengan pemasangan karung goni di depan lubang masuk burung walet.

Pakan Burung Walet

Campbell dan Lack (1985) menyatakan bahwa burung walet adalah aerial insectivore, yaitu jenis burung yang menangkap serangga pada saat burung terbang. Menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet sering dijumpai berkumpul mencari pakan di tempat yang sama sehingga tampak bahwa burung walet mencari pakan secara bergerombol meskipun pada dasarnya burung walet mencari pakan secara soliter. Hal ini dikarenakan serangga pakan burung walet seringkali terdapat dalam suatu kumpulan yang besar. Jenis-jenis pohon yang sering didatangi burung walet adalah beringin (Ficus benjamina), kenari (Canarium commune), kihujan (Samanea saman), angsana (Pterocarpus indicus), dan flamboyan (Delonix regia). Selain itu, menurut MacKinnon (1995), pohon yang sering didatangi burung walet adalah pohon Ara (Ficus annulata) karena banyak tawon yang sering beterbangan di atasnya.

(8)

adalah Hymenoptera (89,8%) (lebah, tawon, semut terbang), Coleoptera (8,3%) (kumbang, kepik, kunang-kunang), Homoptera (1,7%) (lalat putih, kutu loncat, wereng) dan Diptera (0,2%) (nyamuk, lalat). Sedangkan jika dilihat pada tingkat famili, maka famili Formicidae merupakan jenis seranggga pakan yang paling banyak dikonsumsi oleh burung walet, yakni mencapai 98,2% dari ordo Hymenoptera atau 88,2% dari keseluruhan pakan burung walet.

Kebiasaan Burung Walet

Burung walet hidup di rumah yang disukainya secara berkoloni dan memiliki homing instinct, yang akan membuatnya selalu kembali dan tinggal di rumah yang sama selama mereka nyaman dan keamanannya tidak terganggu. Menurut Chantler dan Driessens (1995), burung walet sangat setia pada tempat bersarangnya dan akan kembali pada tempat yang sama pada musim biak.

Burung walet mempunyai kebiasaan membuat sarang di gua-gua kapur atau di rumah burung walet. Collocalia fuciphaga memilih bersarang pada permukaan yang kering dengan bidang vertikal (Solihin et al., 1999). Burung ini mempunyai kebiasaan bersarang dalam kelompok. Jarak satu sarang dengan sarang lainnya sangat berdekatan, bahkan beberapa “kaki sarang” saling bersinggungan. Perilaku bersarang ini diduga berkaitan dengan keamanan terhadap berbagai gangguan dan sebagai upaya meningkatkan suhu saat mengerami telur (Mardiastuti et al., 1998). Viruhpintu et al. (2002) menyatakan bahwa pada sebuah gua di Thailand, Collocalia fuciphaga bersarang secara berkelompok dengan jumlah sarang sekitar 10 sampai lebih daripada 1.000 keping dengan luasan rata-rata 12,32 m2.

(9)

Sebelum kembali ke sarang, burung walet mencari pakan kembali ke sawah-sawah dan kemudian pulang menjelang sore sekitar pukul 18.00 WIB.

Sarang Burung Walet

Sarang burung Collocalia fuciphaga terbuat dari sejumlah besar air liur yang mengeras (MacKinnon, 1995). Air liur ini mengeras oleh udara di tempat yang tidak terlindung membentuk substansi berwarna putih bersih menyerupai kaca (Gosler, 2007). Sarang tersebut pada umumnya berwarna kecoklatan atau putih kotor, bagian luar padat dan keras, serta bagian dalam memiliki tekstur yang spongy. Sarang ini rapuh, mudah patah dan sebagian besar seperti lem perekat. Ujung-ujung sarang dan bagian sarang yang menempel pada dinding (kaki sarang) memiliki tekstur yang lebih keras dan kurang kenyal seperti pada bagian lainnya. Sarang tersebut memiliki bau yang khas seperti bau amis (Mardiastuti et al., 1998).

Waktu pembuatan sarang sangat bervariasi tergantung musim. Burung walet biasanya memulai membuat sarangnya beberapa minggu sebelum burung tersebut siap untuk bertelur. Menurut Francis (1987), sarang burung walet dibuat oleh burung jantan dan betina selama 30-45 hari. Musim hujan saat serangga melimpah ruah, sarang dapat diselesaikan dalam 30 hari. Bulan September-April, sarang diselesaikan dalam 40 hari. Sarang burung walet umumnya dipanen tiga kali dalam setahun, pertama pada bulan April atau Mei, kedua pada bulan Juli atau Agustus dan ketiga pada bulan November atau Desember. Sarang burung walet biasanya dibentuk secara bergantian oleh induk jantan dan betina. Seekor induk dapat menghabiskan 25-60 menit sehari untuk membuat sarang.

(10)

regenerasi sel. Selain itu menurut Mardiastuti et al. (1998), di dalam sarang burung walet terdapat senyawa aktif 9-octadecenoic acid (ODA) dan hexadecenoic acid (HAD) sebesar 3,9-6,8%. ODA memiliki fungsi di dalam tubuh, yaitu dapat menghambat kanker, menurunkan kadar kolesterol dan sebagai media pelarut vitamin A, D, E dan K. HAD berfungsi untuk menstimulus kerja enzim sehingga dapat meningkatkan produksi energi metabolisme tubuh. Sarang burung walet dapat digunakan sebagai pangan yang dikonsumsi untuk tujuan kesembuhan bagi orang yang menderita sakit TBC dan juga dipercaya dapat memberikan kelembaban pada saluran pernafasan dan kulit, menambah energi hidup, menyehatkan tubuh dan membantu pencernaan dan penyerapan nutrisi pakan (Lau dan Melville, 1994).

(11)

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan Juli 2011. Penelitian dilakukan di empat unit rumah burung walet yang terletak di Desa Sukajati (rumah A dan B), Desa Haurgeulis (rumah C) dan Desa Mekarjati (Rumah D), Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.

Materi

Materi yang digunakan pada penelitian ini adalah populasi burung walet sarang putih (Collocalia fuciphaga) pada empat rumah burung walet yang terletak di Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah thermohygrometer, lightmeter, pita ukur, senter, kamera digital, kompas dan alat tulis.

Prosedur

Pengambilan Data

Penelitian ini diawali dengan melakukan survei ke rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Penentuan rumah burung walet yang dijadikan sebagai lokasi penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan rumah burung walet yang telah berproduksi dan memiliki karakteristik fisik yang hampir sama (terdiri dari 2-3 lantai).

Data penelitian diperoleh dengan metode observasi, wawancara terbuka dan recall method. Observasi dilakukan di dalam rumah burung walet dan di sekitarnya. Wawancara dilakukan kepada pengelola rumah burung walet dan recall method dilakukan terhadap data luasan tutupan lahan hutan di Kecamatan Haurgeulis.

Peubah yang Diamati

1. Tata Letak dan Desain Rumah Burung Walet

Tata letak rumah burung walet diamati dengan melihat langsung dan kemudian dilakukan pembuatan sketsa denah rumah burung walet.

2. Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet

(12)

itu, dilakukan juga pengukuran terhadap ukuran rumah burung walet, kondisi lantai di dalam rumah walet, ukuran kolam air, jumlah dan ukuran lubang masuk burung walet, ukuran pintu masuk untuk pengelola dan pipa sprayer.

3. Kondisi Lingkungan Makro

Lingkungan makro yang diamati berupa kondisi dan jarak area bervegetasi dan berair di sekitar rumah walet serta arah angin. Selain itu, dilakukan pula pengamatan terhadap burung walet di lingkungan makro tersebut. 4. Iklim Mikro di dalam Rumah Burung Walet

Data iklim mikro yang diamati terdiri dari suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Pengukuran suhu dan kelembaban dilakukan dengan menggunakan thermohygrometer, sedangkan intensitas cahaya diukur menggunakan lightmeter. Pengukuran suhu dan kelembaban udara dilakukan selama tujuh hari. Rataan suhu (T) dan kelembaban (Rh) harian dihitung dengan rumus (Guslim, 1997):

Rataan � harian =(2 �6) +� +�8 4

Keterangan:

Rataan T harian = rataan suhu harian

T6, T12, T18 = pengamatan suhu pada jam 06.00, 12.00 dan 18.00 WIB.

Rataan �ℎ harian =(2 ×�ℎ6) +�ℎ +�ℎ 8

4 Keterangan :

Rataan Rh harian = rataan kelembaban harian

Rh6, Rh12, Rh18 = pengamatan kelembaban udara pada jam 06.00, 12.00

dan 18.00 WIB. 5. Populasi dan Jumlah Sarang Burung Walet

Jumlah sarang burung walet dihitung secara langsung, sedangkan populasi burung walet dihitung melalui pendekatan jumlah sarangnya menurut Mardiastuti dan Mranata (1996) dengan rumus:

(13)

Selain itu, dilakukan juga pengamatan mengenai pemanenan sarang dan kualitas sarang burung walet yang dihasilkan.

Analisis Data

Data suhu dan kelembaban hasil penelitian yang telah diperoleh diolah dengan rumus sebagai berikut:

�̅=∑ ��

� �=

� =

� +� +⋯+�

�= �∑ (�� − ��) �

�=

� −1

Keterangan:

�̅ = Rataan data contoh

�� = Data contoh

n = Banyak data contoh

� = Simpangan baku

(14)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Haurgeulis secara geografis terletak di ujung Barat Kabupaten Indramayu dan terletak antara 107o51’-107o54’ Bujur Timur dan 6o35’-6o35’ Lintang Selatan. Kecamatan ini secara topografi berupa dataran yang terletak pada ketinggian 23 meter di atas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 1.345 mm per tahun dan rataan hari hujan 11 hari per bulan sepanjang tahun 2010 (BPS Haurgeulis, 2011).

Kecamatan Haurgeulis secara administratif merupakan salah satu dari 31 kecamatan dalam wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Indramayu, Jawa Barat. Kecamatan ini berada di ujung Barat wilayah Indramayu yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Subang (Gambar 2). Kecamatan Haurgeulis terbagi menjadi 10 desa, yaitu Cipancuh, Haurgeulis, Haurkolot, Karangtumaritis, Kertanegara, Mekarjati, Sidadadi, Sukajati, Sumbermulya, dan Wanakaya. Perbatasan wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Anjatan, sebelah Timur dengan Kecamatan Kroya, sebelah Selatan dengan Kecamatan Gantar dan sebelah Barat dengan Kecamatan Compreng dan Cipunagara (Kabupaten Subang) (BPS Haurgeulis, 2011). Jumlah penduduk yang tercatat pada tahun 2010 di Kecamatan Haurgeulis adalah 93.509 jiwa dengan 24.145 kepala keluarga dan kepadatan penduduknya mencapai 1.511 jiwa per km2 (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Luas wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah 6.083 Ha, dengan perincian penggunaan lahan diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

No. Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)

1. Pemukiman dan pekarangan 1.641 26,98

2. Lahan sawah 3.997 65,71

3. 4.

Kebun Lain-lain

204 241

3,35 3,96

Jumlah 6.083 100

(15)

Penggunaan lahan terbesar di wilayah Kecamatan Haurgeulis adalah untuk lahan sawah, yaitu mencapai 65,71% dari luas keseluruhan (Tabel 1). Area persawahan terluas terletak di Desa Sidadadi, Sumbermulya dan Kertanegara (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Lahan sawah yang luas memungkinkan berlimpahnya ketersediaan serangga sebagai pakan burung walet karena pada dasarnya serangga hidup di daerah bervegetasi seperti sawah.

Rumah burung walet yang dijadikan objek penelitian berjumlah empat unit yang terletak di Desa Sukajati, Desa Haurgeulis dan Desa Mekarjati. Total jumlah rumah burung walet pada masing-masing desa tersebut (berdasarkan hasil pengamatan) adalah 25 unit (Desa Sukajati), 54 unit (Desa Haurgeulis) dan 36 unit (Desa Mekarjati). Rumah burung walet terbanyak terdapat di desa Haurgeulis, yaitu 46,96% dari jumlah rumah burung walet pada ketiga desa lokasi penelitian.

Gambar 2. Peta Lokasi Sampel Rumah Burung Walet yang digunakan pada Penelitian di Kecamatan Haurgeulis (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011)

Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati

(16)

dapat memproduksi sarang burung walet hingga puluhan kilogram setiap panennya. Hal ini menarik pemilik untuk membangun rumah burung walet di daerah tersebut. Pemilik rumah burung walet yang berada di Kecamatan Haurgeulis tidak semua berasal dari daerah tersebut, banyak pemilik rumah burung walet yang berasal dari luar daerah dan mempercayakan pengelolaannya kepada warga sekitar. Pemilik rumah burung walet biasanya memiliki lebih dari satu unit rumah burung walet yang tersebar di beberapa daerah di luar Kecamatan Haurgeulis. Profil dan jumlah kepemilikan rumah burung walet di lokasi penelitian ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Profil Pemilik Rumah Burung Walet yang Diamati

Rumah Burung walet

Asal Daerah

Pemilik Pekerjaan

Jumlah Rumah Burung Walet (Unit)

Desain dan Tata Ruang Rumah Burung Walet

Kondisi rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis saling berdekatan (Gambar 3), ramai dan sangat berbeda dengan suasana yang sepi di sekitar habitat aslinya di dalam gua. Namun menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet dapat berkembangbiak dengan baik dan mampu beradaptasi dengan suasana kota karena burung walet memiliki indra pendengaran yang kurang baik dan toleransi yang tinggi terhadap aktivitas manusia.

(17)

Rumah burung walet A, B, C dan D (Gambar 4) memiliki desain yang berbeda. Rumah burung walet A, B dan D merupakan bangunan yang terpisah dari rumah pemilik, sedangkan rumah burung walet C menempel dengan bangunan rumah pemilik.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 4. Rumah Burung Walet yang Diamati: (a) Rumah Burung Walet A, (b) Rumah Burung Walet B, (c) Rumah Burung Walet C dan (d) Rumah Burung Walet D

(18)

Rumah burung walet A berupa ruangan tanpa sekat (Gambar 4 dan 5) dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papan-papan sirip. Lubang masuk burung walet terdapat dua buah yang terletak pada sisi kanan di lantai dua dan mengarah ke selatan. Rumah burung walet A memiliki dua kolam air yang terletak pada sisi kiri dan kanan di lantai satu, serta satu kolam air pada sisi kanan di lantai dua. Selain itu, di sisi kiri di lantai dua terdapat 58 tempayan tanah liat dengan diameter 30 cm dan tinggi 35 cm yang disusun membentuk huruf U. Peletakan tempayan tersebut dikarenakan pada sisi kiri ruangan di lantai dua tidak terdapat kolam air.

U T

B S

Gambar 5. Desain Rumah Burung Walet A

Rumah burung walet B (Gambar 4 dan 6) memiliki tata ruang yang sama dengan rumah burung walet A, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papan-papan sirip. Namun, rumah burung walet B memiliki bentuk dengan pola huruf L (Gambar 6). Rumah burung walet B memiliki satu lubang masuk burung walet yang terletak pada lantai dua dan mengarah ke barat. Meskipun lubang masuk burung walet menghadap ke arah datangnya sinar matahari pada sore hari (barat), namun sinar yang datang tidak akan langsung masuk ke dalam rumah burung walet tersebut karena di depan lubang masuk burung

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai = kolam air

3 m

15 m

6,6 m

1,5 m

2 m

5 m 30o

Lantai 2

Lantai 1

Keterangan:

= tempat peletakan tempayan = pipa sprayer

(19)

tersebut terhalang oleh tembok (Gambar 11). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terletak berdampingan pada sisi kiri di lantai satu, sedangkan di lantai dua rumah burung walet B tidak terdapat kolam air. Sumber air di lantai dua rumah burung walet B hanya dari pipa sprayer yang dioperasikan setiap dua kali sehari sehingga kondisi di dalam rumah burung walet B kering dan panas (Tabel 6).

B U

S T

Gambar 6. Desain Rumah Burung Walet B

Rumah burung walet C (Gambar 4 dan 7) terdiri dari dua bangunan yang menyatu, masing-masing memiliki dua dan tiga lantai. Namun, bangunan yang difungsikan di rumah burung walet tersebut hanya lantai dua dan tiga pada bagian depan, sedangkan bagian belakang merupakan bangunan baru yang tidak difungsikan karena belum selesai dibangun dan populasi burung walet di dalamnya hanya sedikit (Gambar 7). Tata ruang pada rumah burung walet C sama dengan rumah burung walet A dan B, yaitu berupa ruangan tanpa sekat dengan seluruh bagian atap plafon dipasangi papan-papan sirip. Rumah burung walet C memiliki dua lubang masuk burung walet yang terletak di sisi kiri pada lantai tiga dan menghadap ke arah utara.

Rumah burung walet C memiliki 16 kolam air yang terletak pada lantai dua dan tiga. Lantai dua rumah burung walet C memiliki 15 kolam air, 5 kolam air

9 m

10,28 m

27 m

9,7 m

4 m 3 m

4 m 30o

Lantai 2

8 m

Lantai 1

Keterangan:

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai

(20)

terletak pada tengah ruangan dan 10 kolam air mengelilingi ruangan tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu kolam air yang terletak pada sisi kiri ruangan dengan 100 tempayan plastik berukuran 30 x 20 x 3 cm yang disusun membentuk huruf U pada sisi kanan ruangan. Penempatan tempayan tersebut sama halnya pada rumah burung walet A, yaitu karena pada sisi kanan ruangan di lantai tiga tidak terdapat kolam air.

U T

B S

Gambar 7. Desain Rumah Burung Walet C

Rumah burung walet D (Gambar 4 dan 8) memiliki tata ruang yang berbeda jika dibandingkan rumah burung walet A, B dan C. Rumah burung walet D memiliki pembagian ruang roving room dan nesting room di dalamnya (Gambar 8), berbeda dengan rumah burung walet A (Gambar 5), B (Gambar 6) dan C (Gambar 7) yang hanya berupa ruangan tanpa sekat. Roving room pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan ruangan, sedangkan nesting room terletak pada sisi kiri ruangan di lantai dua dan tiga masing-masing berjumlah dua dan tiga ruang. Terdapat sekat tembok yang terletak pada atap setiap lantai yang menyatukan roving room dengan ketiga lantai tersebut, masing-masing berukuran 20, 30 dan 40 cm. Sekat tembok tersebut bertujuan untuk membuat kondisi cahaya pada setiap lantai menjadi gelap. Rumah burung walet D memiliki dua lubang masuk burung walet yang menghadap

7 m

= lubang masuk burung walet = lubang pemisah lantai

= kolam air

(21)

ke arah utara. Lubang masuk burung walet tersebut terletak pada sisi kanan atas roving room dan pada sisi kiri di lantai tiga. Kolam air yang terdapat pada rumah burung walet D berjumlah empat kolam. Tiga kolam air terdapat di dalam rumah burung walet yang terletak mengelilingi ruangan di setiap lantai, sedangkan satu kolam air terdapat pada atap rumah burung walet tersebut.

S B

T U

Gambar 8. Desain Rumah Burung Walet D

Tata letak rumah burung walet yang terbaik adalah pada rumah burung walet D (Gambar 8). Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet D memiliki pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), penempatan kolam air yang merata di setiap lantai, lubang masuk burung walet yang mengarah ke utara (berlawanan dengan arah datangnya sinar matahari), dan terdapat kolam air pada atap rumah burung walet. Tata letak tersebut berpengaruh terhadap kondisi iklim mikro di dalamnya menjadi lebih stabil (Tabel 6).

Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet

Rumah burung walet yang diamati memiliki karakteristik fisik yang berbeda, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3.

(22)

Tabel 3. Karakteristik Fisik Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat

No. Karakteristik Rumah Burung Walet

A B C D 5. Penggunaan Ruang

(23)

Ukuran Rumah Burung Walet

Rumah burung walet yang diamati memiliki ukuran bangunan yang berbeda. Ukuran rumah burung walet dari yang terbesar sampai terkecil secara berurutan adalah rumah burung walet B (27 x 19,28 x 8 m3), rumah burung walet D (12,45 x 8,45 x 9,9 m3), rumah burung walet C (12,7 x 7 x 8,55 m3) dan rumah burung walet A (15 x 5 x 5,6 m3). Ukuran dari bangunan rumah burung walet dapat mempengaruhi populasi burung walet yang terdapat di dalamnya. Hal ini terbukti dari hasil pengamatan produksi sarang burung walet pada keempat rumah yang diamati, populasi burung walet tertinggi terdapat pada rumah burung walet B, diikuti oleh rumah burung walet D, A dan C (Tabel 9). Namun, populasi burung walet pada rumah burung walet A lebih tinggi dibandingkan dengan populasi pada rumah burung walet C yang ukurannya lebih besar. Hal ini dikarenakan pada rumah burung walet A dilakukan pengelolaan yang baik, seperti penyemprotan cacing sutera setiap pemanenan sarang dan pengoperasian tweeter setiap hari.

Jumlah Lantai pada Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A dan B terdiri dari dua lantai, sedangkan rumah burung walet C dan D terdiri dari tiga lantai. Namun, pada rumah burung walet C, hanya dua lantai yang difungsikan, yaitu lantai dua dan tiga (Gambar 7). Lantai pada rumah burung walet A terbuat dari papan kayu yang dilapisi dengan semen. Sedangkan pada rumah burung walet B, C dan D terbuat dari dak beton. Lantai yang terbuat dari papan kayu dengan lapisan semen pada rumah burung walet A kurang baik jika dibandingkan dengan lantai yang terbuat dari dak beton. Lantai pada rumah burung walet A yang terbuat dari papan kayu tidak memerlukan biaya yang tinggi dalam pembuatannya. Namun kekurangannya adalah tidak tahan lama, mudah rusak dan dapat menimbulkan getaran pada papan sirip yang dapat menyebabkan kenyamanan burung walet terganggu saat berada di dalam sarangnya. Sedangkan lantai yang terbuat dari dak beton sangat awet, tidak menimbulkan getar pada papan sirip, tetapi membutuhkan biaya yang tinggi dalam pembuatannya.

(24)

rumah burung walet B merupakan tangga permanen yang terbuat dari beton. Rumah burung walet sebaiknya menggunakan tangga portable agar burung yang akan masuk ke lantai lain tidak terhalangi tangga. Selain itu, tangga portable juga dapat mencegah pencurian sarang burung walet pada setiap lantai karena pencuri tersebut akan kesulitan untuk mencapai lantai satu dengan lantai lainnya.

Dinding Rumah Burung Walet

Dinding pada rumah burung walet A, B, C dan D menggunakan bata merah sebagai bahan pembuatnya. Penggunaan bata merah sebagai bahan pembuat dinding dikarenakan bata merah memiliki pori-pori sehingga mampu meredam panas, menstabilkan suhu dan kelembaban ruangan (Mardiastuti et al., 1998). Warna dinding rumah burung walet A dan B adalah putih (dikapur), sedangkan dinding rumah burung walet C dan D berwarna semen (abu-abu tanpa dikapur) (Gambar 9). Pengapuran pada dinding rumah burung walet bertujuan untuk menghindari masuknya binatang pengganggu kedalamnya, seperti semut, kecoak dan cicak.

(a) (b)

(c) (d)

(25)

Ketebalan dinding pada keempat rumah burung walet yang diamati berbeda satu sama lain. Dinding pada rumah burung walet A dan D memiliki ketebalan yang berbeda antara lantai satu dengan lantai lainnya. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet A memiliki ketebalan 100 cm, sedangkan dinding di lantai dua memiliki ketebalan 15 cm. Dinding di lantai satu pada rumah burung walet D memiliki ketebalan 70 cm, sedangkan dinding di lantai dua dan tiga memiliki ketebalan 30 cm. Dinding pada rumah burung walet B dan C memiliki ketebalan masing-masing 40 dan 20 cm. Menurut Mardiastuti et al. (1998), dinding yang dibuat lebih tebal pada lantai satu bertujuan untuk mencegah pencurian sarang burung walet dengan cara membobolnya dan juga untuk menjaga iklim mikro di dalam rumah burung walet lebih stabil.

Atap Rumah Burung Walet

Rumah burung walet pada umumnya menggunakan genteng sebagai bahan atap, kecuali pada rumah burung walet D menggunakan atap yang terbuat dari dak beton. Penggunaan genteng sebagai bahan atap dikarenakan genteng memiliki pori-pori sehingga suhu di dalam ruangan menjadi lebih sejuk. Namun pada rumah burung walet A, penggunaan genteng sering menyebabkan kebocoran sehingga genteng yang retak diganti dengan asbes. Kebocoran atap genteng tersebut membuat air hujan merembes ke dalam rumah dan membuat papan sirip basah sehingga sarang banyak yang jatuh dan tidak ditempati oleh burung walet. Selain itu, papan sirip juga menjadi tidak tahan lama, berjamur dan harus sering diganti.

(26)

Penggunaan Ruangan pada Rumah Burung Walet

Pembagian ruang pada rumah burung walet menurut Mardiastuti et al. (1998) terdiri dari roving area, roving room dan nesting room. Rumah burung walet A, B, C dan D memiliki roving area yang terletak di depan lubang masuk burung walet. Ukuran roving area sulit ditentukan, tetapi di depan pintu burung walet harus tersedia lahan kosong setidaknya 4 x 4 x 4 m3 tanpa terhalangi pohon atau tiang listrik yang bertujuan untuk memudahkan burung walet berputar-putar sebelum memasuki rumah burung walet (Mardiastuti et al.,1998). Roving area pada salah satu lubang masuk burung di rumah burung walet D terhalang oleh pohon petai (Parkia speciosa) (Gambar 9 d). Hal tersebut harus dihindari dengan cara menebang bagian pohon yang menghalangi lubang masuk burung walet tersebut.

Roving room dan nesting room hanya terdapat di dalam rumah burung walet D (Gambar 8). Roving room tersebut berjumlah satu ruang yang berukuran 3 x 8,45 x 9,9 m3. Roving room berfungsi sebagai tempat peralihan dari suasana terang menjadi gelap atau sebaliknya (pada saat burung keluar dan masuk ruangan), tempat anakan belajar terbang sebelum meninggalkan sarang dan sering digunakan sebagai tempat burung seriti membuat sarang. Nesting room di rumah burung walet D berjumlah lima ruang yang terletak di lantai dua dan tiga serta berukuran 1,8 x 1,8 m2, masing-masing berjumlah tiga dan dua ruang. Menurut Mardiastuti et al. (1998), nesting room berfungsi menciptakan suasana yang lebih gelap di dalam rumah burung walet Pembagian ruang di dalam rumah burung walet ini dapat membuat kondisi ruangan tersebut sesuai dengan habitat asli walet di dalam gua sehingga burung walet dapat lebih nyaman tinggal dan bersarang didalamnya. Hal ini dibuktikan dengan populasi burung walet yang cukup banyak pada rumah burung walet D (Tabel 9).

Pintu Masuk Manusia

(27)

(a) (b)

(c) (d)

(28)

Lubang Masuk Burung Walet

Rumah burung walet A, C dan D memiliki lubang masuk burung walet sebanyak dua buah yang terletak di lantai dua (pada rumah burung walet A) dan di lantai tiga (pada rumah burung walet C dan D). Sedangkan pada rumah burung walet B hanya memiliki satu lubang masuk burung walet pada lantai dua yang terhalangi tembok setinggi atap (Gambar 11).

(a) (b)

Gambar 11. Tembok Lubang Masuk Burung pada Rumah Burung Walet B: (a) Rumah Burung Walet B Tampak Samping dan (b) Pintu Masuk Rumah Burung Walet B

(29)

Kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A dan C berdekatan, sedangkan kedua lubang masuk burung walet pada rumah burung walet D terletak pada sisi kanan dan kiri bangunan. Berdasarkan hasil pengamatan pada rumah burung walet A dan C, terlihat bahwa kedua lubang masuk burung walet tersebut sering dilewati. Sedangkan pada rumah burung walet D, lubang masuk burung walet yang sering dilewati adalah lubang yang terletak pada sisi kanan atas roving room, padahal di depan lubang masuk burung walet tersebut terhalang pohon petai. Hal ini dikarenakan pada saat burung walet akan memasuki rumahnya, burung tersebut akan berputar-putar untuk mencari serangga pakan terlebih dahulu sedangkan serangga banyak terdapat pada area bervegetasi. Selain itu, pada lantai dasar roving room terdapat tumpukan pellet yang dapat menyebabkan serangga banyak terdapat disekitarnya.

Lubang masuk burung walet pada rumah burung walet A, B, C dan D berbentuk kotak dengan masing-masing ukuran adalah 70 x 15 x 15 cm3, 50 x 20 x 40 cm3, 40 x 20 x 20 cm3 dan 30 x 20 x 70 cm3. Arah lubang masuk burung walet yang diamati menghadap selatan (rumah A), barat (rumah B) dan utara (rumah C dan D) (Gambar 5, 6, 7 dan 8). Lubang masuk burung walet seharusnya tidak dibuat menghadap pada arah datangnya sinar matahari (timur dan barat) karena dapat menyebabkan cahaya masuk secara langsung dan mempengaruhi keadaan habitat mikro rumah burung walet tersebut sehingga intensitas cahaya tidak 0 atau tidak gelap total.

Sirip dan Tata Letaknya pada Rumah Burung Walet

(30)

lebih leluasa saat membentuk sarangnya. Ketebalan papan sirip yang baik adalah 2 cm karena menurut Mardiastuti et al. (1998), sirip yang terlalu tipis akan mudah bergetar pada saat burung walet hinggap sehingga menyebabkan burung walet merasa terganggu keamanannya.

Sistem sirip digunakan bertujuan untuk meningkatkan jumlah sarang dengan memperbanyak lokasi bersarang bagi burung walet (Taufiqurohman, 2002). Selain itu, sistem sirip juga dapat menentukan bentuk sarang burung walet sehingga mempengaruhi kualitas sarang yang dihasilkan. Pada umumnya, burung walet menyukai tempat bersarang pada bagian pojok sirip, namun sarang yang terbentuk memiliki kualitas yang rendah sehingga pada pojok sirip di keempat rumah burung walet yang diamati ditempatkan papan penyangga (Gambar 12) sehingga dapat menghasilkan sarang oval yang kualitasnya lebih tinggi dibandingkan sarang pojok.

(a) (b)

Gambar 12. Papan Sirip di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Penempelan Sarang pada Badan Sirip dan (b) Penempelan Sarang pada Pojok Sirip dengan Papan Penyangga

(31)

searah dengan arah datangnya sinar matahari akan menyebabkan sinar masuk dan menyebar secara merata di seluruh sisi sirip sehingga kondisinya menjadi terang dan tidak disukai burung walet. Hal ini dikarenakan terdapat faktor lain yang mendukung burung walet untuk tinggal dan bersarang di dalamnya, seperti kondisi iklim mikro yang cukup stabil (suhu 28,60±0,61oC, kelembaban 85,61±3,47% dan intensitas cahaya 0 lux), pembagian ruang yang jelas (terdapat roving room dan nesting room), dan pengelolaannya yang baik (penyediaan serangga pakan tambahan dan penyemprotan pipa sprayer).

Kolam Air pada Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A memiliki tiga kolam air didalamnya yang berukuran 3,5 x 3 m2 dengan kedalaman 20 cm. Dua kolam air yang berada di dalam rumah burung walet tersebut terletak di lantai satu, sedangakan di lantai dua terdapat satu kolam air dengan 58 buah tempayan air yang terbuat dari tanah liat (Gambar 13 a). Rumah burung walet B memiliki dua kolam air yang terdapat di lantai satu dan berukuran 6 x 6 m2 dengan kedalaman 0,6 m. Kolam air di dalam rumah burung walet C sebagian besar menutupi lantai. Terdapat lima petak kolam air pada lantai dua yang masing-masing berukuran 2,5 x 2,5 m2 dan 10 kolam air dengan ukuran 2,5 x 0,8 m2. Jalan selebar 14 cm dengan ketinggian 12 cm dari dasar kolam menjadi pembatas pada setiap bagian kolam air tersebut. Sedangkan pada lantai tiga hanya terdapat satu bak penampung air yang terletak memanjang dan dilengkapi dengan 100 buah tempayan yang terbuat dari plastik yang diisi air sebagai pengganti kolam (Gambar 13 b). Tempayan yang terbuat dari tanah liat lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet dibandingkan dengan tempayan yang terbuat dari plastik. Tempayan tanah liat memiliki pori-pori yang lebih memudahkan penguapan air dibandingkan dengan tempayan plastik.

(32)

bertujuan untuk menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban di dalam rumah tersebut.

(a) (b)

Gambar 13. Tempayan Air pada Rumah Burung Walet: (a) Tempayan Tanah Liat pada Rumah Burung Walet A dan (b) Tempayan Plastik pada Rumah Burung Walet C

Lubang Udara

Sirkulasi udara di dalam rumah burung walet dapat dijaga melalui pembuatan lubang-lubang udara. Lubang udara pada rumah burung walet A, B, C dan D masing-masing berjumlah 56, 97, 52 dan 90 buah dengan diameter 1 inc, kecuali pada rumah burung walet B (diameter 2 inc). Lubang udara pada rumah burung walet B dan D ditutupi dengan ram kawat (Gambar 14 a). Pemasangan ram kawat ini bertujuan untuk menghindari masuknya binatang-binatang pengganggu. Sedangkan lubang udara pada rumah burung walet A dan C dibuat dengan menambahkan pipa L yang menghadap ke arah bawah (Gambar 14 b) yang terletak pada dinding dalam untuk mengurangi bias cahaya yang masuk. Menurut Ibrahim et al. (2009), penambahan pipa L pada lubang udara lebih baik digunakan di dalam rumah burung walet karena dapat mencegah masuknya cahaya matahari secara langsung.

(33)

(a) (b)

Gambar 14. Lubang Udara: (a) Lubang Udara dengan Ram Kawat pada Rumah B dan D dan (b) Lubang Udara dengan Pipa L Tanpa Ram Kawat pada Rumah A dan C

Pipa Sprayer dan Ketersediaan Air di Dalam Rumah Burung Walet

Pipa sprayer terdapat pada rumah burung walet A, B dan D yang terbuat dengan melubangi pipa yang memiliki diameter ½ inc. Pipa sprayer pada rumah burung walet A terdapat tiga buah yang terletak di lantai satu dan lantai dua serta satu buah pipa menempel pada dinding luar. Pipa sprayer padarumah B terdapat di lantai satu dan dua, sedangkan pada rumah burung walet D di lantai satu, dua dan tiga. Pengoperasian pipa sprayer di rumah burung walet A hanya dilakukan saat musim kemarau. Pengoperasian pipa sprayer pada rumah burung walet B adalah dua kali sehari masing-masing selama satu jam, yaitu pada jam 13.00 dan 16.00 WIB, sedangkan pada rumah D dioperasikan satu kali sehari pada jam 17.00 WIB.

(34)

Tabel 4. Ketersediaan Air dan Perkiraan Jumlah Air yang Seharusnya Disediakan di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D

Komponen

Rumah Burung Walet

A B C D

Volume Rumah (m3) 420 3366,76 499,08 1041,51

Ketersediaan Air (liter) 248,80 1296 230,80 393,60 Perkiraan jumlah air yang

harus disediakan* (liter) 210 1683,38 249,54 520,76 Perkiraan jumlah kolam air

yang harus disediakan* (buah) 5 42 6 13

Keterangan: *Asumsi: setiap 200 m3 volume rumah burung walet memerlukan sekitar 100 liter air dalam bak terbuka 2,5 m3.

Tabel 4 menunjukkan ketersediaan air dan perkiraan jumlah air yang harus disediakan di dalam rumah burung walet A, B, C dan D. Ketersediaan air di rumah burung walet A telah mencukupi kebutuhan jumlah air yang harus tersedia, sedangkan rumah burung walet B, C dan D masih harus menambah jumlah ketersediaan air di dalamnya. Penambahan jumlah air di dalam rumah burung walet B, C dan D dapat dilakukan dengan menempatkan tempayan atau penambahan jumlah kolam air di dalamnya. Selain itu, dapat pula dilakukan dengan pengoperasian pipa sprayer. Ketersediaan air pada rumah burung walet B masih sangat kurang (387,38 liter) dibandingkan dengan jumlah air yang harus disediakan sehingga menyebabkan kelembaban di dalamnya rendah (62,29±2,48%). Menurut Taufiqurohman (2002), naiknya kelembaban dan suhu disebabkan adanya kolam di lantai dalam rumah yang menyebabkan penguapan air dari kolam tersebut.

Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet

Habitat makro burung walet adalah daerah tempat burung walet mencari pakan dan minum. Habitat makro sangat penting bagi kelangsungan hidup burung walet karena serangga pakan burung walet bergantung pada kondisi habitat makronya yang terdiri dari area bervegetasi dan berair. Menurut Mardiastuti et al. (1998), burung walet menempati berbagai tipe habitat untuk mencari pakan, yaitu pesawahan, padang rumput, hutan-hutan terbuka, pantai, danau, sungai dan rawa.

(35)

Kondisi Lingkungan di Sekitar Rumah Burung Walet

Rumah burung walet A, B, C dan D yang diamati memiliki kondisi lingkungan makro yang berbeda. Kondisi tersebut diperlihatkan pada Tabel 5, sedangkan tata letak rumah burung walet dalam kaitannya dengan lingkungan makro ditunjukkan pada Gambar 15.

Tabel 5. Kondisi Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis

Rumah Burung Walet

Tipe Habitat Jenis Vegetasi

Jarak dari Rumah Akasia (Acacia mangium) Jati (Tectona grandis)

Mahoni (Swietenia mahaagoni) Akasia (Acacia mangium)

Kayu Putih (Melaleuca lecadendra) -

Kebun Singkong (Manihot utilissima) Mangga (Mangifera indica) Akasia (Acacia mangium)

0,007 0,010-0,500 0,010-0,050 C Pemukiman Mangga (Mangifera indica)

Akasia (Acacia mangium)

(36)
(37)

Rumah burung walet A berada di kawasan pemukiman, namun masih dekat dengan persawahan (2-4 km). Rumah burung walet B berada di kawasan kebun singkong dan terdapat pepohonan di sekitarnya. Sedangkan rumah burung walet C berada di kawasan pemukiman dan hanya terdapat pohon mangga dan akasia. Rumah burung walet D berjarak 14 meter dari persawahan dan terdapat beberapa pohon petai dan mangga di sekitarnya. Kawasan sungai dan pantai berada pada jarak 7-14 km dan 23 km dari rumah burung walet D. Sedangkan kawasan hutan berada di selatan Kecamatan Haurgeulis (Gambar 15) yang berjarak 5-21 km. Mardiastuti et al. (1998) menyatakan bahwa burung walet dapat menjangkau daerah dengan jarak mencapai 23 km tersebut karena kemampuannya menjelajahi home range dengan radius 25-40 km dan dapat terbang terus-menerus selama 40 jam.

Secara umum, Kecamatan Haurgeulis terdiri dari 3.997 ha kawasan persawahan dan 204 ha kebun (masing-masing 65,71% dan 3,35% dari total luasan lahan Kecamatan Haurgeulis) (BPS Kecamatan Haurgeulis, 2011). Kecamatan Haurgeulis juga dikelilingi 4.753,55 ha hutan jati (Tectona grandis) yang terletak di Kecamatan Gantar, Cikandung, dan Tamansari (BKPH Haurgeulis, 2011). Pada kawasan hutan jati, terdapat jenis vegetasi lain, seperti Akasia (Acacia mangium), Mahoni (Swietenia mahagoni), Kesambi (Schleichera oleosa) dan Kayu Putih (Melaleuca leucadendra). Selain itu, Kecamatan Haurgeulis dilalui sungai Cipunagara yang berjarak 5-7 km dan laut (Pantura) yang berjarak 24 km dari rumah burung walet A (Gambar 16).

(a) (b)

(38)

Kawasan vegetasi yang cukup luas di Kecamatan Haurgeulis sangat memungkinkan tersedianya serangga sebagai pakan burung walet di daerah tersebut. Daerah perairan juga merupakan tempat burung walet mencari pakan serangga, minum dan mandi. Menurut Mardiastuti et al. (1998), tempat-tempat yang mampu menyediakan serangga pakan burung walet adalah tempat yang ditumbuhi banyak vegetasi dan tempat berair. Namun pada saat penelitian berlangsung, lahan sawah dan ladang di Kecamatan Haurgeulis dalam kondisi kering karena sedang musim kemarau dan sebagian besar persawahan merupakan sawah tadah hujan (Gambar 17 a). Hutan di kawasan Haurgeulis juga tidak rindang yang disebabkan hutan jati tersebut telah mengalami penebangan dan sedang dalam tahap peremajaan sehingga pohon-pohon jati belum cukup tinggi (Gambar 17 b). Beberapa sumber air seperti sungai-sungai kecil yang mengalir di kawasan Haurgeulis, tegalan, serta waduk buatan juga hampir mengering. Selain itu, pohon-pohon tinggi di kawasan tersebut juga semakin berkurang yang menyebabkan burung walet sudah jarang ditemui. Kondisi habitat makro di Kecamatan Haurgeulis tersebut menyebabkan serangga pakan burung walet semakin berkurang. Hal ini dapat menyebabkan banyaknya burung walet yang tidak lagi menempati rumah-rumah burung walet di Kecamatan Haurgeulis dan pada akhirnya berdampak pada pengurangan produksi sarang burung walet secara drastis di wilayah tersebut.

(a) (b)

Gambar 17. Tipe Habitat di Kecamatan Haurgeulis: (a) Area Sawah Tadah Hujan dan (b) Peremajaan Hutan Jati

Arah Angin dan Pengaruhnya terhadap Perilaku Burung Walet Mencari Pakan

(39)

walet sering dijumpai berkumpul mencari pakan di tempat yang sama karena serangga pakan burung walet seringkali terdapat dalam suatu kumpulan yang besar.

(a) (b)

Gambar 18. Tempat Burung Walet Mencari Pakan Secara Berkelompok: (a) Tegalan dan (b) Pohon Akasia (Acacia mangium)

(40)

Gambar 19. Skema Aktivitas Burung Walet Mencari Pakan pada Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet 1

2

3

(41)

Berdasarkan hasil penelitian, arah angin tidak mempengaruhi arah terbang burung walet. Namun pada saat arah angin berlawanan dengan arah terbang burung, terbang burung walet tersebut menjadi tidak stabil. Menurut Campbell et al. (2004), gelombang udara pada umumnya menghasilkan arus yang memiliki daya angkat untuk burung, sehingga burung dapat terbang dengan cara membumbung atau meluncur dalam hembusan angin.

Kondisi Iklim Mikro di Dalam Rumah Burung Walet

Hasil pengukuran suhu, kelembaban harian dan intensitas cahaya di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan Suhu, Kelembaban Harian dan Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis, Kabupaten Indramayu, Jawa Barata

Parameter Rumah Burung Walet Rataan

A B C D

Rataan suhu (T) harian (oC)b

28,06±1,34 30,85±0,63 26,41±0,72 28,60±0,61 28,44±2,24

T min (oC) 26,10 30,03 25,35 27,70 27,30±2,07

T maks (oC) 29,73 31,98 27,50 29,25 29,62±1,84

Rataan Kelembaban (Rh) harian (%)b

77,32±5,78 62,29±2,48 86,54±4,98 85,61±3,47 77,94±11,23

Rh min (%) 69,50 59,00 77,75 83,25 72,38±10,56

Keterangan: a selama tujuh hari pengamatan

b

pengukuran dilakukan di lantai satu pada rumah burung walet A, B, dan D, serta di lantai tiga pada rumah burung walet C (yang terdapat sarang burung waletnya).

Suhu dan Kelembaban di Dalam Rumah Burung Walet

(42)

Gambar 20. Grafik Rataan Suhu Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D

Gambar 21. Grafik Rataan Kelembaban Harian di Dalam Rumah Burung Walet A, B, C dan D

(43)

dua kolam air yang terletak di lantai satu (Gambar 6). Sedangkan kisaran suhu rumah burung walet C lebih rendah (1,31-1,87oC) dari suhu optimum yang dikarenakan kondisi lantai di dalamnya sebagian besar terdiri dari kolam air (Gambar 7).

Pengelola rumah burung walet yang diamati telah melakukan upaya-upaya untuk mengatur suhu dan kelembaban di dalamnya (Tabel 7). Namun, masih terdapat kekurangan dalam pengelolaannya, seperti kurangnya penyesuaian antara kebutuhan air dalam kolam yang harus disediakan dengan luas bangunan (Tabel 4) sehingga suhu dan kelembaban di dalam rumah burung walet yang diamati belum stabil. Tabel 7. Upaya Penstabilan Suhu dan Kelembaban Rumah Burung Walet

No. Upaya yang Dilakukan Rumah Burung Walet

A B C D

Arah gedung tidak menghadap timur atau barat

Ketinggian rumah burung walet (lebih dari 2 meter pada setiap lantai)

Penggunaan sekam atau kulit kerang Penempatan kolam/tempayan

(44)

pengukur intensitas cahaya). Rumah burung walet yang memiliki thermohygrometer adalah rumah burung walet A dan B tetapi kondisinya sudah tidak dapat difungsikan. Sedangkan lightmeter tidak ditemukan di rumah burung walet A, B, C dan D.

Intensitas Cahaya di Dalam Rumah Burung Walet

Intensitas cahaya rumah burung walet A, B, C, dan D adalah 0 lux, kecuali di lantai dua pada rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5). Menurut Francis (1987), intensitas cahaya yang disukai oleh burung walet adalah 0 lux (gelap total). Nilai intensitas cahaya di lantai dua rumah burung walet A yang mencapai 7 lux (Tabel 5) dikarenakan terdapat dua lubang masuk burung walet yang berdekatan dengan jarak 30 cm dan memiliki ukuran 70 x 15 x 15 cm3 sehingga kondisinya terang. Dinding yang tebal, seperti pada rumah burung walet B dan D (40-70 cm) dapat mempengaruhi kondisi cahaya di dalam rumah burung walet tersebut. Hal ini dikarenakan terowongan pada lubang masuk burung walet lebih panjang sehingga cahaya yang masuk hanya sampai pada terowongan tersebut. Dinding pada rumah burung walet C yang memiliki ketebalan 20 cm dipasang karung goni dengan jarak satu meter dari lubang masuk burung walet yang bertujuan menghalangi cahaya.

Mardiastuti et al. (1998) menyatakan bahwa untuk mendapatkan kondisi rumah dengan intensitas cahaya 0 lux dapat dilakukan dengan cara: (1) menutup permanen semua pintu dan jendela bagi rumah burung walet yang berasal dari bangunan tua, (2) menempatkan pintu burung walet di bagian utara atau selatan, (3) meminimalkan jumlah lubang, (4) meminimalkan ukuran lubang masuk burung walet, (5) menempatkan kotak kayu tepat di dalam lubang masuk untuk mengarahkan cahaya yang masuk pada suatu titik tertentu, dan (6) menempatkan karung goni di depan pintu burung walet agar cahaya yang masuk tertahan karung.

Populasi dan Jumlah Sarang Burung Walet

(45)

(a) (b)

Gambar 22. Burung Penghuni Rumah Burung Walet: (a) Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi) (MacKinnon, 1995)

Perbedaan antara burung walet dan burung seriti menurut MacKinnon (1995) ditunjukkan pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbedaan Antara Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi)

Karakteristik Burung Walet (Collocalia fuciphaga)

Burung Seriti

(Collocalia esculenta linchi) Morfologi Ukuran 12 cm, warna coklat

kehitaman, tungging abu-abu pucat, perut coklat

Ukuran 10 cm, warna hitam kehijau-hijauan, perut putih Pola terbang Terbang tinggi, sayap lebih

kaku, jarang berputar-putar

Terbuat sepenuhnya dari air liur burung

Terbuat dari lumut, rumput atau tumbhan lainnya dan direkatkan dengan air liur Tempat

peletak-an sarpeletak-ang

Di dalam gua atau bangunan rumah dengan kondisi cahaya gelap total.

Di mulut gua atau di dekat lubang masuk burung pada bangunan rumah dengan kondisi cahaya agak terang.

Sarang burung seriti berbeda dari sarang burung walet (Gambar 23). Menurut MacKinnon (1995), sarang burung walet sepenuhnya terbuat dari air liur, sedangkan sarang burung seriti terbuat lumut, rumput atau tumbuhan lainnya yang direkatkan dengan air liurnya dan dibuat di tempat yang agak terang, seperti di dekat lubang masuk burung.

Tungging berwarna

coklat cerah Perut berwarna

(46)

(a) (b)

Gambar 23. Sarang Burung yang Terdapat di dalam Rumah Burung Walet A: (a) Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga) dan (b) Sarang Burung Seriti (Collocalia esculenta linchi)

Perhitungan jumlah sarang dan populasi burung pada rumah burung walet A, B, dan D dilakukan pada keseluruhan bagian rumah. Namun, pada lantai satu rumah burung walet C tidak dilakukan perhitungan sarang karena lantai tersebut tidak difungsikan. Rumah burung walet yang memiliki populasi dan jumlah sarang burung walet tertinggi dan terendah masing-masing pada rumah burung walet B dan C. Hasil pengamatan populasi dan jumlah sarang burung walet di dalam rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 9.

Tabel 9. Populasi dan Jumlah Sarang Burung Waleta

Rumah Burung Walet Jumlah Sarang (unit) Populasi (ekor)b A

B C D

76 136

10 81

190 340 25 203 Keterangan: aSelama tujuh hari pengamatan

b

Rumus perkiraan populasi burung walet (Mardiastuti dan Mranata, 1996): Populasi =

(∑sarang x 2) + 25% (∑sarang x 2). Asumsi: monogami dan 25% non breeding.

Proses Pemanenan Sarang Burung Walet

(47)

sengaja tidak dipanen agar populasi burung walet meningkat. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan setiap 40 hari sekali, tetapi pada musim kemarau panen biasanya dilakukan tiga sampai enam bulan sekali. Hal ini dikarenakan serangga pakan burung walet berlimpah pada musim hujan. Sedangkan pada musim kemarau, populasi serangga menurun drastis karena area bervegetasi dan perairan tempat berkembang biak serangga mengalami kekeringan.

Proses pemanenan sarang burung walet di rumah burung walet A, B, C dan D diperlihatkan pada Gambar 24, 25, 26 dan 27.

Gambar 24. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet A Sarang kosong

Sarang berisi anakan burung walet

Sarang berisi telur burung walet

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Menunggu

Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam plastik

Sarang dan telur burung walet diambil untuk dijual Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

(48)

Gambar 25. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet B

Gambar 26. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet C Pengecekan Kondisi

Sarang Burung Walet

Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Telur diambil dan di-simpan pada tempat

peletakan telur

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam ember

Sarang dan telur burung walet dibawa untuk dijual Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet

Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet anakan bisa terbang

(60 hari)

Tidak dipanen sampai produksi sarang bertambah banyak (budidaya) Setiap satu minggu sekali

(49)

Gambar 27. Proses Pemanenan Sarang Burung Walet di Rumah Burung Walet D Kegiatan pemanenan sarang dilakukan pada pagi hingga siang hari (09.00-13.00) pada saat induk burung burung walet tidak sedang berada di dalam ruangan atau sedang mencari pakan. Panen sarang burung walet pada umumnya dilakukan oleh tiga orang yang merupakan orang kepercayaan pemilik rumah burung walet. Alat-alat yang digunakan untuk pemanenan sarang burung walet adalah alat penerangan (senter atau lampu), tangga, alat pengikis sarang burung walet (scraper), botol sprayer untuk membasahi kaki sarang burung walet, wadah tempat meletakan sarang dan tempat peletakan telur.

Perbedaan proses pemanenan sarang burung walet di rumah A, B, C dan D terletak pada kontrol terhadap sarang yang berisi telur burung walet. Pemanenan sarang pada rumah burung walet A (Gambar 24) adalah sarang yang baru berisi satu butir telur tidak dipanen, sedangkan pada rumah burung walet B (Gambar 25) sarang

Pengecekan Kondisi Sarang Burung Walet

Sarang kosong Sarang berisi anakan

burung walet

Sarang berisi telur burung walet Menunggu sampai

anakan bisa terbang (45 hari)

Kaki sarang disemprot air dalam botol sprayer agar mudah dilepas

Kaki sarang dilepas dengan scraper

Sarang disimpan di dalam ember Setiap 40 hari sekali

Pemanenan sarang burung walet

Menunggu sampai telur menetas dan anakan bisa terbang (60 hari)

(50)

(Gambar 26 dan 27) tidak memanen sarang yang terdapat telur di dalamnya. Telur yang terdapat di dalam sarang tersebut dibiarkan hingga menetas sampai anakan dapat terbang. Hal tersebut bertujuan untuk budidaya burung walet agar populasi burung walet di dalam rumah tersebut dapat terus meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan, pola panen yang paling baik dilakukan adalah pada rumah burung walet A. Hal ini dikarenakan pola panen pada rumah burung walet A lebih memperhatikan kelestarian burung walet (dengan tidak mengambil sarang yang baru berisi satu butir telur) dan kualitas sarangnya (mengambil sarang yang telah berisi dua butir telur agar mendapatkan sarang dengan bentuk yang sempurna dan lebih bersih).

Kualitas Sarang Burung Walet

Pemanenan sarang burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A karena rumah burung walet B, C dan D belum dilakukan pemanenan selama penelitian berlangsung. Bentuk sarang burung walet hasil panen dari rumah burung walet A ditunjukkan pada Gambar 28. Sarang mangkuk memiliki tingkat kebersihan yang paling tinggi karena hanya terdapat sedikit bulu yang menempel. Sedangkan sarang oval lebih bersih daripada sarang sudut karena hanya terdapat sedikit kotoran dan bulu yang menempel. Sarang sudut memiliki tingkat kebersihan sarang yang paling rendah. Hal tersebut terlihat dari banyaknya kotoran dan bulu yang menempel pada sarang sudut dan warnanya menjadi lebih coklat.

(51)

(a) (b) (c)

Gambar 28. Berbagai Bentuk Sarang Burung Walet (Collocalia fuciphaga): (a) Sarang Mangkuk, (b) Sarang Oval dan (c) Sarang Sudut

Bentuk dan kondisi kebersihan dari sarang burung walet yang dihasilkan akan menentukan harga jualnya, seperti diperlihatkan pada Tabel 10.

Tabel 10. Harga Jual Sarang Burung Walet di Pengumpul Sesuai dengan Bentuknya Bentuk Sarang Harga Jual ke Pengumpul

*

(Per kg) Mangkuk (tiga jari)

Oval Sudut Patahan Remahan

Rp. 12.000.000,00 - Rp. 13.500.000,00 Rp. 11.000.000,00 - Rp. 11.500.000,00 Rp. 9.000.000,00 - Rp. 10.000.000,00 Rp. 7.000.000,00 - Rp. 7.500.000,00 Rp. 4.000.000,00 - Rp. 5.000.000,00 Keterangan: Harga sarang yang dijual bergantung pada kebersihan dan keutuhan sarang burung walet.

* Daftar harga pada pengumpul sarang burung walet di daerah Tangerang (Juli, 2011)

Pengelolaan Rumah Burung Walet

Pengelolaan rumah burung walet menurut Kepmenhut Nomor 449/Kpts-II/1999 adalah upaya pembinaan habitat dan populasi serta pemanfaatan burung walet di habitat alami maupun habitat buatan. Pembinaan habitat burung walet dilakukan dalam bentuk kegiatan pengamanan habitat burung walet dari gangguan hewan, hama dan peyakit serta manusia dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan (ekosistemnya).

(52)

Tabel 11. Pengelolaan yang dilakukan oleh Pengelola Rumah Burung Walet A, B, C dan D

Pengelolaan Rumah Burung Walet

A B C D

Pemikatan burung walet √ - - √

Pengecekan volume air di dalam kolam/tempayan

√ √ √ √

Pemberantasan binatang pengganggu - - - √

Penyediaan serangga sebagai pakan tambahan

- - √ √

Pemikatan burung walet hanya dilakukan di rumah burung walet A dan D, yaitu dengan memasang tweeter di samping lubang masuk burung walet dan di dalam ruangan (hanya pada rumah burung walet D). Tweeter tersebut dioperasikan selama 12 jam setiap hari, yaitu pada jam 05.00-19.00. Pengelola rumah walet biasanya melakukan pengecekan volume air di dalam kolam setiap satu minggu sekali pada pukul 09.00-12.00. Batas air yang harus tersedia di dalam kolam adalah ¾ bagian dari kedalaman kolam air tersebut.

Binatang pengganggu sering muncul pada rumah burung walet adalah kecoak (Periplaneta americana). Hal ini dikarenakan kondisi di dalam rumah burung walet lembab dan kotor. Pemberantasan kecoak seperti yang dilakukan rumah burung walet D adalah dengan menaburkan racun serangga yang berbentuk crumble di dekat pintu masuk dan di dekat tempat peletakkan campuran pellet dan air.

(53)

tambahan dengan cara menangkap serangga dari alam untuk kemudian melepaskannya kembali di dalam rumah burung walet.

Gambar 29. Penempatan Gaplek pada Rumah Burung Walet C

Gambar 30. Peletakan Bak-bak Berisi Pellet di Rumah Burung Walet D Rumah burung walet yang diamati pada penelitian ini telah berproduksi sejak didirikan. Namun, tidak semua rumah burung walet yang begitu selesai dibangun langsung ditempati oleh burung walet dan burung walet bersarang di dalamnya. Data waktu pendirian rumah, waktu produksi, dan metode yang dilakukan oleh pengelola rumah burung walet A, B, C dan D ditunjukkan pada Tabel 12.

Lubang masuk burung walet

Tumpukan

gaplek

40 cm Tempat peletakan

(54)

Tabel 12. Waktu Pendirian Rumah, Waktu Produksi dan Metode Pemikatan Burung Walet yang dilakukan oleh Pengelolanya

Rumah sutera yang diblender dan dicampur air di dalam ruangan dan lubang masuk burung walet, pengoperasian

walet pada lantai rumah, pengoperasian tweeter

D 1 tahun 1999 2001 Penaburan kotoran burung walet pada lantai rumah, pengolesan telur itik pada papan sirip, pengoperasian tweeter

Tabel 12 menunjukkan bahwa lamanya burung walet masuk dan bersarang di dalam rumah yang sengaja dibangun sangat bervariasi. Rumah burung walet A pada saat dibeli dalam kondisi kosong, belum ada burung walet di dalamnya. Metode pemikatan yang dilakukan adalah dengan menggunakan cacing sutera (Glycera dibranchiata) yang dicampur dengan air dan diblender, kemudian disemprotkan pada lubang masuk burung walet dan di seluruh ruangan. Sampai saat ini pengelola rumah burung walet A masih menggunakan tweeter sebagai bentuk pemikatan burung. Tweeter adalah salah satu alat yang digunakan dalam metode pemikatan burung dengan menggunakan rekaman suara burung, biasanya dalam bentuk CD. Lama burung walet menempati rumah dan bersarang di dalamnya adalah tiga bulan setelah pemikatan dilakukan.

(55)

tahun) untuk memikat burung walet masuk dan menempati kedua rumah tersebut. Bahkan pada rumah burung walet C, burung walet yang bersarang baru ada pada tiga tahun terakhir (tahun 2008). Selama dua tahun setelah dibangun, pengelola rumah burung walet C menggunakan tweeter untuk memancing burung agar datang dan bersarang di rumah tersebut. Upaya yang dilakukan tersebut pun membuahkan hasil sehingga terdapat beberapa pasang burung yang bersarang. Namun, hal itu justru menambah masalah bagi rumah burung walet C karena rumah tersebut sering didatangi burung Tyto alba (Barn Owl) (Gambar 31) yang menyerang burung walet dan memakan anak-anaknya sehingga populasi burung walet di rumah burung walet C tersebut tidak berkembang bahkan membuat burung walet yang sebelumnya ada menjadi pergi dan tidak pernah kembali. Sejak saat itu, rumah tersebut tidak berproduksi selama bertahun-tahun, dan baru ditempati burung walet lagi sejak tahun 2008 secara alami.Rumah burung walet D tidak berproduksi selama dua tahun sejak dibangun. Sampai saat ini, pada rumah tersebut masih dipasang tweeter sebagai upaya untuk memancing burung walet.

Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet

Kendala yang dihadapi oleh pemilik rumah burung walet dalam pengelolaannya adalah penurunan produksi sarang burung walet, adanya binatang pengganggu yang terdapat di dalam rumah burung walet, pencurian sarang dan pungutan liar yang harus dibayarkan setiap panennya (Tabel 13).

Tabel 13. Kendala Pengelolaan Rumah Burung Walet

Permasalahan Rumah Burung Walet

A B C D

Penurunan produksi sarang √ √ √ -

Binatang pengganggu - √ √ -

Pencurian sarang - √ - -

Pungutan liar √ √ - √

Penurunan Produksi Sarang Burung Walet

Gambar

Gambar 13. Tempayan Air pada Rumah Burung Walet: (a) Tempayan Tanah Liat
Tabel 5. Kondisi Lingkungan Makro di Sekitar Rumah Burung Walet di Kecamatan Haurgeulis
Gambar 15. Tata Letak Rumah Burung Walet dalam Kaitannya dengan Lingkungan Makro
Gambar 16. Area Perairan: (a) Sungai Cipunagara dan (b) Garis Pantai Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini akan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi penerimaan pajak hotel seperti tingkat hunian kamar, tarif kamar rata-rata, PDRB deflator,

Berdasarkan permasalahan tersebut, dibutuhkan system pendukung keputusan yang dapat membantu menentukan penerima kredit usaha rakyat, metode yang digunakan adalah

c. Kegagalan pemegang rekening menerima keuntungan berupa dividen, bunga atau hak-hak ODLQ DWDV KDUWD GDODP SHQLWLSDQ ´ Kenyataannya, beberapa Perbankan milik Negara

Hasil penelitian mendapatkan ada perbedaan kontrol diri pada remaja yang berasal dari keluarga utuh dan bercerai, yakni remaja dari keluarga utuh memiliki kontrol diri yang lebih

Segala puji bagi Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufik serta hidayah- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Sikap, Perilaku dan

Ketika aset dari entitas anak dinyatakan sebesar nilai revaluasi atau nilai wajar dan akumulasi keuntungan atau kerugian yang telah diakui sebagai pendapatan komprehensif lainnya

Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah merupakan salah satu Badan Instansi Pemerintah yang wajib untuk melakukan penyusunan LKjIP pada periode 2016, dengan demikian dapat dilihat dan

Hasil penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa ternyata motif-motif -10 Pribnow box (GATACT), motif -35 box (TTGACA), dan konsensus pengikatan zif23 (CCCACGCGCGTGGGA