commit to user
PENGARUH JENIS POHON TERHADAP
POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,
DAS BENGAWAN SOLO HULU
Oleh :
SISTHA FITRI PRAMUDITA H 0205011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
ii
PENGARUH JENIS POHON TERHADAP
POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,
DAS BENGAWAN SOLO HULU
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh derajat Sarjana Pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan / Program Studi Ilmu Tanah
Oleh :
SISTHA FITRI PRAMUDITA H 0205011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
iii
PENGARUH JENIS POHON TERHADAP
POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH DI SUB DAS SAMIN,
DAS BENGAWAN SOLO HULU
Yang dipersiapkan dan disusun oleh SISTHA FITRI PRAMUDITA
H0205011
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
pada tanggal :
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Tim Penguji
Surakarta, April 2011
Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. NIP. 19551217198203-1-003 Ketua
Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP NIP. 19631123198703-2-002
Anggota I
Ir. Sumani, M.Si NIP. 19630704198803-2-001
Anggota II
Ir. Sumarno, MS NIP. 19540518198505-1-002
commit to user
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terlaksana
atas dari bantuan berbagi pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian UNS Prof. Dr. Ir. Suntoro Wongso Atmojo, MS.,
2. Dr. Ir. Widyatmani Sih Dewi, MP., selaku Pembimbing Utama, atas segala
bimbingan dan ilmu yang ditularkan kepada penulis. Kesabaran yang luar
biasa, ketegasan, kritik dan saran, serta kedekatan dengan Tuhan YME
merupakan pelajaran yang penulis dapatkan dari seorang Bu Dewi.
“Terimakasih atas sabarnya, Bu..”,
3. Ir. Sumani, M.Si., selaku Pembimbing Pendamping I. Terimakasih atas
segala keikhlasan, kritik dan saran, ilmu, bimbingan, serta kesabaran
sehingga menjadikan motivasi yang luar biasa bagi penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini,
4. Ir. Sumarno, MS., selaku Pembimbing Pendamping II. Terima kasih atas
keikhlasan, ilmu, bimbingan, saran dan masukan yang diberikan selama
penyusunan skripsi ini. “Pak Marno, terimakasih, akhirnya nilai MSDM
saya keluar”,
5. Ir. MMA. Retno Rosariastuti, M.Si., selaku Pembimbing Akademik.
Terimakasih atas segala ilmu, bimbingan, dan nasehat,
6. Bapak dan Ibu (“Sistha persembahkan skripsi ini untuk Bapak dan Ibu, buah
dari doa, kesabaran dan gregetannya Bapak dan Ibu”.), Adik-adikku (Westi,
Nurul, Farid), keluarga besar Simbah Sastromihardjo dan Simbah
Wiryohartono (Terimakasih atas segala motivasinya). Mas’Q’ (Tulus Cahyo
Nugroho ).. (“Makasih Mas, atas supportnya”)
7. Tim “LAWU” : Ari, Joko M “Louhan” dan Lady, terima kasih untuk
kerjasamanya yang luar biasa selama ini, perjuangan kalian dan kita semoga
menjadi berkah.. Amin,
commit to user
v
8. Keluarga besar MIT’05 (special to SEMUA tanpa terkecuali), terimakasih
atas kekompakan, kekeluargaan, kasih sayang, dan perhatian, yang diberikan
selama ini. Tetap jadi teman, saudara, dan keluarga hingga akhir hayat
memisahkan kita, kalian LUAR BIASA!!,
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, atas bantuan
dan dorongan serta pengorbanan yang tidak ringan dari awal hingga
terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi tidak lepas dari kekurangan,
untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya. Amin.
Surakarta, 2011
Penulis
commit to user
vi DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ……… i
HALAMAN PENGESAHAN ………. ii
KATA PENGANTAR ………. iii
DAFTAR ISI ……… v
DAFTAR TABEL ……… vii
DAFTAR GAMBAR ………... ix
DAFTAR LAMPIRAN ………... x
ABSTRAK ………... xi
ABSTRACT ………,,….. xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………... 1
B. Perumusan Masalah ……….. 3
C. Tujuan Penelitian ……….…... 3
D. Manfaat Penelitian ……… 4
II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka………... 5
1. Permasalahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin, DAS Bengawan Solo Hulu... 5
2. Peran Pohon Terhadap Porositas ... 6
a) Peranan Pohon Secara Langsung Terhadap Porositas... 6
b) Peran Pohon Secara Tidak Langsung Terhadap Porositas Melalui Aktivitas Makrofauna ... 7
3. Peran Pohon Terhadap Porositas ... 8
B. Kerangka Berfikir ... 10
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
B. Data yang Diperlukan ... 11
C. Bahan dan Alat Penelitian ... 12
commit to user
vii
D. Desain Penelitian dan Teknik Pengambilan Contoh ... 12
E. Tata Laksana Penelitian ... 13
F. Variabel Pengamatan ... 24
G. Analisis Data ... 24
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ... 25
1. Letak Astronomis ... 25
2. Karakteristik Tanah di Lokasi Penelitian ... 27
B. Karakteristik Jenis Pohon ... 29
C. Iklim Mikro .. ... 33
D. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Makrofauna ... ... 36
1. Makrofauna Permukaan Tanah (Epigeik) ... ... 36
a) Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi …...….... 36
b) Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Kepadatan Populasi dan Biomasa Makrofauna Epigeik ………... 41
2. Makrofauna Dalam Tanah (Endogeik) …………...… ... 43
a) Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi ……… 43
b) Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Kepadatan Populasi dan Biomasa Makrofauna Endogeik ………... ... 50
E. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Porositas Tanah ……... ... 53
V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ………... ... 56
B. Saran ………..… 57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
viii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Data Primer ...………...……….………... 11
Tabel 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi, Letak Astronomi, dan Ketinggian Tempat ... 26
Tabel 4.2.a Data Rata-Rata pH H2O, Pasir, Debu, Lempung, dan
Kelas Tekstur di Bawah Tegakan Pohon... 27
Tabel 4.2.b Data Rata-Rata Berat Volume, Berat Jenis,
Permeabilitas, Kemantapan Agregat, Bahan Organik, dan C/N Rasio Tanah di Bawah Tegakan Pohon... 27
Tabel 4.3.a Rata-Rata Diameter Batang, Tinggi Tajuk, Lebar Tajuk,
Jumlah Cabang pada Berbagai Jenis Pohon ... 30
Tabel 4.3.b Rata-Rata Diameter Akar Horisontal, Diameter
Akar Vertikal, Produksi Seresah, dan Ketebalan Seresah
pada Berbagai Jenis Pohon ... 30
Tabel 4.4 Rata-Rata Suhu Udara, Suhu Tanah, dan Kelengasan Tanah
di Bawah Tegakan Pohon ... 33
Tabel 4.5.a Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 37
Tabel 4.5.b Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner, Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 38
Tabel 4.5.c Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,
Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Epigeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 39
Tabel 4.6.a Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,
Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 44
commit to user
ix
Tabel 4.6.b Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,
Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 45
Tabel 4.6.c Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,
Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan Dominansi Makrofauna Endogeik di Bawah
Tegakan Pohon ... 46
Tabel 4.7 Fungsi Makrofauna Tanah Terhadap Ekosistem ... 53
commit to user
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Ilustrasi cara pengukuran lebar tajuk ... 15
Gambar 3.2 Ilustrasi cara pengukuran tajuk ... 16
Gambar 3.3 Diagram skematik sebaran akar proksimal ... 19
Gambar 4.1. Pola Hubungan Antara Suhu Udara dengan Suhu Tanah ... 35
Gambar 4.2 Pola Hubungan Antara Suhu Tanah dengan Kelengasan Tanah .. 35
Gambar 4.7 Porositas di Bawah Tegakan Berbagai Jenis Pohon ... 54
commit to user
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Hasil Analisis One-way ANOVA, Korelasi, Regresi,
dan Stepwise Regression ... 63
Lampiran 2. Rata-rata Nilai C-organik Tanah, N-total Tanah,
dan Nisbah C/N Tanah ... 73
Lampiran 3. Rata-rata Nilai C-organik Seresah, N-total Seresah,
dan Nisbah C/N Seresah ... 74
Lampiran 4. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B) Ordo Makrofauna Epigeik di Bawah Tegakan Berbagai
Jenis Pohon ... 75
Lampiran 5. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)
Ordo Makrofauna Epigeik... 76
Lampiran 6. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B) Ordo Makrofauna Endogeik di Bawah Tegakan Berbagai
Jenis Pohon ... 77
Lampiran 7. Rata-rata Kepadatan Populasi (K) dan Biomasa (B)
Ordo Makrofauna Endogeik ... 78
Lampiran 8. Foto-foto Penelitian ... 79
commit to user
xii ABSTRAK
PENGARUH JENIS POHON TERHADAP POPULASI MAKROFAUNA EPIGEIK DAN ENDOGEIK SERTA POROSITAS TANAH
DI SUB DAS SAMIN, DAS BENGAWAN SOLO HULU
Sistha Fitri Pramudita*)
Sub DAS Samin, di wilayah DAS Bengawan Solo Hulu telah mengalami degragasi fungsi hidrologi dengan ditandai sering terjadinya erosi dan longsor di daerah tersebut, maka perlu adanya pengelolaan DAS dengan menggunakan teknik konservasi secara vegetatif. Pohon memiliki pengaruh secara langsung terhadap porositas melalui aktivitas akar. Pohon melalui karakter tajuk, produksi seresah, dan ketebalan seresah mampu menciptakan iklim mikro yang sesuai untuk tempat hidup makrofauna. Pergerakan makrofauna di dalam tanah ataupun aktivitasnya dalam membuat sarang dan mencari makanan secara tidak langsung dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu menciptakan ruang pori di dalam tanah.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa jenis pohon dan karakternya terhadap makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas tanah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang bersifat kuantitatif dengan pendekatan survei di lapangan dan didukung hasil analisis laboratorium. Penelitian dimulai pada bulan Maret 2009 sampai Januari 2010.
Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah jenis pohon memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap ketebalan dan kualitas seresah, suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah, namun memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap produksi seresah. Jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap biomasa, kepadatan populasi, dan jenis (ordo) makrofauna epigeik, dengan rata-rata 0,026 g/tangkapan, 0,203 ekor/tangkapan, dan 4 ordo. Makrofauna epigeik yang mendominasi ke-9 jenis pohon adalah Ordo Semut (Hymenoptera). Jenis pohon memiliki pengaruh terhadap jenis (ordo) dan biomasa makrofauna endogeik, namun memiliki pengaruh yang relatif rendah terhadap kepadatan populasi makrofauna endogeik, dengan rata-rata 6 ordo, 4,36 g/tangkapan, dan 18 ekor/tangkapan. Makrofauna endogeik yang mendominasi adalah Ordo Cacing Tanah (Oligochaeta) dari spesies Pontoscolex corethrurus. Faktor yang menentukan keberadaan jenis makrofauna endogeik adalah ketebalan seresah (r = 0,73**) dan suhu udara (r = -0,71**). Dalam penelitian ini jenis pohon memiliki pengaruh yang relatif kecil terhadap porositas tanah. Rata-rata porositas tanah di semua jenis pohon adalah 29,52%.
Kata kunci : DAS Bengawan Solo Hulu, jenis pohon, makrofauna, dan porositas
*)
Mahasiswa Jurusan/Program Studi Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UNS dengan NIM H0205011
commit to user
xiii
ABSTRACT
THE EFFECT OF SPESIFIC TREE TO POPULATION OF MACROFAUNA EPIGEIC AND ENDOGEIC AND SOIL POROSITY AT SAMIN SUB CATCHMEN AREA,
BENGAWAN SOLO HEADWATERS
Sistha Fitri Pramudita*)
Samin Sub Catchment area at Bengawan Solo Headwaters has been degradated of hydrology function, indicated by erosion and land slide at the area. Therefore, it need to be managed by vegetatively conservation technique. Tree has directly effect to porosity by root activity. Trees by their crown character, litter production and its thickness are able to create the suitable microclimate to macrofauna habitat. Macrofauna movement and their activity in the soil indirectly make a progress of soil structure and create soil pores.
The purpose of the research was to study the effect of some trees species and their character to epigeic and endogeic macrofauna and soil porosity. The research was quantitatively descriptive explorative one with survey approach and were supported by laboratory analysis result. The research was started on March 2009 to January 2010.
The result of the research showed that tree species gave the highly significant effect to soil thickness, air temperature, soil temperature and soil water, but it had less effect to litter production. Tree species had a less effect to biomass, population density, and order of epigeic macrofauna, with average value as 0,026 g/capture, 0,203 heads/capture, and 4 order. The dominated epigeic macrofauna to 9 tree species was Order Hymenoptera. The tree species had less effect to biomass and population density of endogeic macrofauna, but it affected to endogeic macrofauna Order, with average value as 4,36 g/capture, 18 heads/capture and 6 Orders. The dominated endogeic macrofauna was Oligochaeta from species Pontoscolex corethururus. The determined factor of existension of endogeic macrofauna species was litter thickness (r = 0,73**) and air temperature (r = -0,71**). Tree species had less effect to soil porosity. The average of soil porosity on all off tree species was 29,52%.
Key words : Bengawan Solo Headwaters catchment area, tree type, macrofauna, and porosity
*)
Student of Soil Science Agriculture Faculty Sebelas Maret University Surakarta with the student’s number H0205011
commit to user
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sub DAS Samin, di wilayah DAS Bengawan Solo Hulu merupakan
salah satu daerah yang mengalami kerusakan lingkungan yang serius
(Nugraha dkk., 2006; 2007). Erosi dan longsor sering terjadi di daerah ini,
keadaan ini mengindikasikan bahwa telah terjadi degradasi fungsi hidrologi di
DAS tersebut. Laju erosi tanah di DAS Samin mencapai > 250 ton ha-1 th-1
dengan kategori sangat berat, dan banyak kejadian longsor tebing di beberapa
tempat di Kabupaten Karanganyar pada bulan Desember 2007 hingga Maret
2008 (Nugraha dkk., 2006; 2007).
Salah satu yang menyebabkan terjadinya erosi dan longsor diduga
karena berkurangnya makropori tanah sebagai akibat terbukanya permukaan
tanah. Tetesan air hujan yang mengenai permukaan tanah yang terbuka tanpa
vegetasi dapat merusak struktur tanah. Agregat tanah yang rusak akan
menutup ruang pori sehingga menyebabkan berkurangnya porositas tanah.
Pengelolaan DAS perlu dilakukan sebagai upaya untuk mencegah
terjadinya bahaya erosi dan longsor, salah satunya adalah dengan teknik
konservasi yang dilakukan secara vegetatif. Pohon memiliki peran yang sangat
penting terhadap fungsi hidrologi, peran tersebut dipengaruhi oleh
karakteristik pohon itu sendiri meliputi bentuk, tinggi, dan lebar tajuk, jumlah
cabang, besar sudut cabang, diameter batang, kekasaran kulit batang,
ketebalan seresah, produksi seresah, indeks kerapatan tajuk (IKT), indeks
cengkraman akar (ICA), dan indeks jangkar akar (IJA). Jenis pohon yang
berbeda akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap kondisi
porositas maupun aktivitas biota tanah.
Tegakan pohon dapat mempengaruhi fungsi hidrologi tanah melalui
intersepsi, lolos tajuk (troughfall) dan aliran batang (stemflow), masukan
seresah dan distribusi akar (Mas’ud et al., 2004; Budiastuti, 2006; Hairiah et
al., 2006). Pohon-pohon di hutan pada umumnya konsumsi air atau laju
commit to user
yang berperan sebagai filter air dan sedimen sehingga dapat memperbesar
kapasitas infiltrasi dan mengurangi limpasan permukaan serta erosi (Hairiah et
al., 2004).
Pohon dapat berperan langsung maupun tidak langsung terhadap
porositas tanah. Peran langsung terhadap porositas tanah adalah melalui
seresah dan akar pohon. Seresah pohon yang jatuh ke tanah mampu
melindungi tanah dari energi kinetik air hujan, sehingga tanah tidak langsung
terkena pukulan air hujan yang jatuh yang dapat merusak agregat tanah.
Aktivitas akar melalui proses pertumbuhannya mampu menciptakan pori
disekitarnya.
Peran pohon secara tidak langsung terhadap porositas tanah adalah
melalui pengaruhnya terhadap aktivitas makrofauna tanah. Makrofauna tanah
adalah semua invertebrata tanah yang memiliki panjang tubuh >1 cm, lebar >2
mm dan hampir semuanya (>90 %) dapat dilihat dengan mata telanjang
(Brown et al., 2001). Berdasarkan kebiasaan makan dan distribusinya di
dalam ekosistem, makrofauna tanah dikelompokkan menjadi epigeik (hidup di
permukaan tanah dan seresah), aneksik (mengambil makanan di permukaan
tanah kemudian membawa dan memakannya di dalam tanah), dan endogeik
(berada di dalam tanah secara permanen, dengan memakan bahan organik dan
perakaran tumbuhan) (Coleman dan Crossley, 1996). Pergerakan makrofauna
di dalam tanah ataupun aktivitas dalam membuat sarang dan mencari makanan
secara tidak langsung dapat memperbaiki struktur tanah dan mampu
menciptakan ruang pori di dalam tanah.
Jenis pohon berbeda menghasilkan jumlah dan kualitas seresah yang
berbeda pula. Pada umumnya pohon yang menghasilkan banyak seresah
menyebabkan tebalnya seresah di permukaan tanah dan akan berpengaruh
terhadap iklim mikro tanah dan aktivitas makrofauna. Masing-masing
makrofauna menyukai jenis seresah yang berbeda-beda sebagai sumber
makanannya. Kualitas seresah biasanya diukur berdasarkan pada nisbah C/N.
Pohon yang menghasilkan seresah kualitas rendah atau dengan nisbah
commit to user
tanah namun biasanya kurang disukai oleh makrofauna karena sulit
didekomposisi. Ada beberapa spesies tertentu dari makrofauna tanah yang
dapat mendekomposisi seresah kualitas tinggi seperti rayap, maka diperlukan
nisbah C/N yang sedang. Menurut Handayanto,Cadisch, Giller (1994) sumber
bahan organik yang berpotensi sebagai penyedia unsur hara adalah bahan
organik yang berkualitas tinggi yaitu memiliki rasio C/N < 20 dan
keberadaannya melimpah.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mempelajari pengaruh karakter individu pohon terhadap
populasi makrofauna epigeik (makrofauna di permukaan tanah) dan endogeik
(makrofauna yang hidup di dalam tanah) serta pengaruhnya terhadap porositas
tanah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu dasar pemilihan
jenis pohon yang baik untuk konservasi fungsi hidrologi tanah di Sub DAS
Samin, DAS Bengawan Solo Hulu.
B. Perumusan Masalah
Beberapa pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian
ini adalah :
1. Jenis pohon apa yang menyediakan kondisi lingkungan paling baik bagi
makrofauna epigeik dan endogeik, yang ditunjukkan oleh biomasa,
kepadatan populasi dan jenis?
2. Jenis pohon apa yang memberikan porositas terbanyak?
3. Bagaimanakah hubungan antara jenis pohon dengan makrofauna epigeik
dan endogeik serta porositas?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mempelajari pengaruh jenis pohon terhadap ketebalan, produksi, dan
kualitas seresah, suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah.
2. Mempelajari pengaruh jenis pohon terhadap biomassa, kepadatan populasi
dan jenis makrofauna epigeik dan endogeik.
commit to user
4. Mengestimasi hubungan antara faktor lingkungan pada berbagai jenis
pohon dengan populasi makrofauna epigeik dan endogeik serta porositas
tanah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendapatkan jenis pohon yang
berpengaruh positif terhadap populasi makrofauna epigeik dan endogeik serta
porositas tanah untuk memperbaiki biopori tanah di Sub DAS Samin, DAS
commit to user
5
II. LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Permasalahan Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Samin, DAS Bengawan Solo Hulu
DAS Samin merupakan anak Sungai Bengawan Solo, bagian
hulu dan tengah terletak di Kabupaten Karanganyar, sedangkan bagian
hilir termasuk Kabupaten Sukoharjo, Propinsi Jawa Tengah. DAS Samin
meliputi wilayah seluas 32.378,79 ha. Fungsi Kawasan yang terdapat di
DAS Samin dapat dibedakan menjadi: (1) fungsi Kawasan Lindung seluas
3.296,4 ha (± 10%), fungsi Kawasan Penyangga seluas 2.915,5 ha (± 9%),
fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Semusim seluas 21.981,5 ha (± 68%),
dan fungsi Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan seluas 4.185,4 ha (±
13%). Berdasarkan pada kemiringan lereng, tingkat bahaya erosi sedang
sampai sangat berat terjadi pada lahan yang mempunyai kemiringan lereng
> 45% sebanyak 44%, pada kemiringan lereng 25-45% sebanyak 31% dan
kemiringan lereng 15-25% sebanyak 17% (Nugraha dkk., 2006). Sebagian
besar penduduk di DAS Samin mengandalkan sumberdaya alam sebagai
sumber mata pencahariannya (Nugraha dkk., 2006; 2007).
Masalah kerusakan lingkungan di wilayah DAS Samin
diindikasikan oleh erosi dan longsor tanah yang serius. Laju erosi tanah di
DAS Samin mencapai > 250 ton ha-1 th-1 dengan kategori sangat berat, dan
banyak kejadian longsor tebing di beberapa tempat di Kabupaten
Karanganyar pada bulan Desember 2007 hingga Maret 2008 (Nugraha
dkk., 2006; 2007).
Faktor penyebab dari masalah tersebut adalah perubahan tutupan
lahan hutan menjadi penggunaan lahan pertanian tanaman semusim dan
pemukiman, serta penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan fungsi
kawasan (Nugraha, 2008). Penggunaan lahan dengan fungsi lindung dan
penyangga pada kemiringan lebih dari 30%, dalam prakteknya banyak
commit to user
dengan pengolahan tanah secara intensif, sehingga tanah menjadi peka
terhadap tenaga kinetik air hujan dan terjadi erosi (Nugraha dkk., 2006;
2007). Erosi tanah yang tinggi disebabkan oleh konsekuensi pengelolaan
lahan yang buruk, dan pengembangan usaha tani pada lahan yang secara
topografis rentan terhadap degradasi, karena pada lahan lereng gunung
terjal. Pemanfaatan lahan demikian sebagai akibat kemiskinan dan
terbatasnya lapangan kerja di luar pertanian (Irfan, 2008).
2. Peran Pohon Terhadap Porositas Tanah
a) Peranan Pohon Secara Langsung Terhadap Porositas Tanah Tegakan pohon dapat mempengaruhi fungsi hidrologi tanah
melalui intersepsi air hujan, lolos tajuk (troughfall), dan aliran batang
(stemflow), masukan seresah serta distribusi akar (Mas’ud et al., 2004;
Budiastuti, 2006; Hairiah et al., 2006). Populasi dan diversitas pohon
yang banyak seperti di hutan, pada umumnya konsumsi air atau laju
evapotranspirasinya tinggi, namun terkompensasi oleh pengembalian
seresah yang berperan sebagai filter air dan sedimen, sehingga dapat
memperbesar kapasitas infiltrasi, dan mengurangi limpasan permukaan
serta erosi (Hairiah et al., 2004). Selain itu, siklus hidup akar pohon
yang sangat dinamis dapat menciptakan biopori yang berukuran besar
dalam waktu yang lama, sehinga memberikan laju perkolasi
(peresapan) air yang tinggi dan dapat meningkatkan air tanah (ground
water) (Anonim, 1998; Stott et al., 1999; Agus et al., 2002).
Peran pohon dalam menjamin keberlangsungan keberadaan
tanah dan air melalui beberapa komponennya : (1) akar pohon
memelihara kestabilan struktur tanah dengan memperbesar granulasi
tanah, (2) seresah dan tajuk pohon menutupi permukaan tanah
sehingga mengurangi evaporasi, (3) seresah dan tajuk pohon juga
mempengaruhi iklim mikro dan menyediakan pakan bagi biota
commit to user
peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi
dan mencegah terjadinya erosi (Suhardi, 2003).
b) Peran Pohon Secara Tidak Langsung Terhadap Porositas Tanah Melalui Aktivitas Makrofauna
Fauna tanah adalah semua kelompok fauna yang sebagian
atau seluruh tahap kehidupannya berada di dalam tanah, termasuk pada
seresah tumbuhan. Fauna tanah diklasifikasikan berdasarkan ukuran
tubuh, preferensi habitat, serta keberadaan dan aktivitas ekologinya.
Berdasarkan ukuran tubuhnya, fauna tanah dibedakan menjadi empat
kelompok, yaitu mikrofauna (20x10-6 - 20010-6 mm), mesofauna (200
x10-6 - 2000 x10-6 mm), makrofauna (2-20 mm), dan megafauna (>20
mm) (Suin, 1997).
Menurut Anderson dan Ingram (1993) berdasarkan
peranannya makrofauna tanah dapat dikelompokkan menjadi : epigeik,
aneksik, dan endogeik. (1) Kelompok epigeik yaitu kelompok spesies
yang hidup dan makan seresah di permukaan tanah, kelompok ini
meliputi berbagai jenis fauna saprofagus dan berbagai jenis
predatornya. (2) Kelompok aneksik memindahkan bahan organik
tanaman dari permukaan tanah karena aktivitas makan, anggotanya
meliputi filum Annelida dan sebagian filum Arthropoda. (3) Kelompok
endogeik hidup di dalam tanah dan memakan materi organik serta akar
tumbuhan yang mati, yang meliputi kelompok rayap dan berbagai jenis
cacing tak berpigmen.
Sistem agroforestri pada umumnya memiliki kanopi yang
menutupi sebagian atau seluruh permukaan tanah dan sebagian akan
melapuk secara bertahap. Adanya seresah yang menutupi permukaan
tanah dan penutupan tajuk pepohonan menyebabkan kondisi di
permukaan tanah dan lapisan tanah lebih lembab, temperatur dan
intensitas cahaya lebih rendah. Kondisi iklim mikro yang sedemikian
commit to user
Kegiatan dan perkembangan organisme ini semakin cepat karena
tersedianya bahan organik sebagai sumber energi. Kegiatan organisme
makro dan mikro berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik tanah
seperti terbentuknya pori makro (biopore) dan pemantapan agregat.
Peningkatan jumlah pori makro dan kemantapan agregat pada
gilirannya akan meningkatkan kapasitas infiltrasi dan sifat aerasi tanah
(Edward, 1998).
Pola penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap populasi, biomas dan keanekaragaman cacing tanah.
Sebaliknya cacing tanah mempunyai peranan penting terhadap
perbaikan sifat tanah seperti menghancurkan bahan organik dan
mencampuradukkannya dengan tanah, sehingga terbentuk agregat
tanah dan memperbaiki struktur tanah (Buck, Langmaack, dan
Schrader, 1999; Peres et al., 1998). Cacing tanah juga memperbaiki
aerasi tanah melalui aktivitas pembuatan lubang dan juga memperbaiki
porositas tanah akibat perbaikan struktur tanah. Selain itu cacing tanah
mampu memperbaiki ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah
secara umum (Edward, 1998).
3. Peran Makrofauna Terhadap Porositas
Pori-pori tanah terbentuk karena : (1) bentuk agregat-agregat
tanah yang tidak beraturan dalam suatu volume tanah, (2) aktivitas
akar-akar, serangga-serangga, cacing tanah, dan biota tanah lain yang mendesak
jalan masuk ke dalam tanah, dan (3) beberapa gas yang terperangkap
dalam lapisan tipis air tanah. Porositas tanah adalah salah satu karakter
tanah yang sangat penting karena menentukan : (1) kecepatan air hujan
atau air irigasi terinfiltrasi ke dalam tanah, (2) jumlah air yang dapat diikat
oleh tanah, (3) kecepatan kelebihan air dapat didrainase, (4) jumlah udara
yang terdapat di dalam tanah, dan (5) kecepatan pertukaran udara yang
kaya CO2 dari dalam tanah dengan udara yang kaya O2 (Wolf and Snider,
commit to user
Pengaruh makrofauna dalam proses pendauran hara tanah adalah
memotong-memotong sisa tumbuhan dan merangsang kegiatan mikrobia.
Dalam struktur tanah, makrofauna mencampurkan zarah organik dan jasad
renik, menciptakan biopori, meningkatkan humifikasi, dan menghasilkan
commit to user
B. Kerangka Berfikir
Tajuk
Tinggi Jumlah cabang
Akar
Diameter akar horisontal
Diameter akar vertikal
Seresah
BOT Makrofauna
epigeik
Makrofauna endogeik
Porositas
Fungsi hidrologi : Run off
Erosi Longsor
Banjir Kapasitas air sungai Karakter Individu Pohon
Lebar
commit to user
11
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa lokasi di wilayah sub DAS
Samin, DAS Bengawan Solo Hulu di Kab. Karanganyar. Lokasi dipilih pada
fungsi kawasan penyangga dan kawasan budidaya tanaman tahunan di sub
DAS Samin. Analisis tanah dilaksanakan di Laboratorium Fisika Tanah serta
Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah dan untuk identifikasi makrofauna
tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Jurusan Ilmu Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian dimulai pada bulan
Maret 2009 sampai Januari 2010, sedangkan prasurvei dimulai pada bulan
Januari 2009.
B. Data yang Diperlukan
Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder, meliputi :
Tabel 3.1 Data Primer
Data Primer
1.
2.
3.
4.
Makrofauna
Karakter Pohon
Sifat Fisika Tanah
Sifat Kimia Tanah
Epigeik dan Endogeik
Lebar dan tinggi tajuk, tinggi pohon,
produksi, ketebalan, dan produksi seresah,
diameter akar vertikal dan horizontal.
Suhu tanah, kadar lengas tanah kering angin,
berat volume (BV), berat jenis (BJ),
kemantapan agregat, dan porositas tanah.
pH H2O, bahan organik tanah, dan nisbah
commit to user Data Sekunder
1. Peta Administrasi Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar
2. Peta Jenis Tanah Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar
3. Peta Geologi Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar
4. Peta Fungsi Kawasan Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar
5. Peta Satuan Lahan Sub DAS Samin, DAS Bengawan Solo, Kabupaten Karanganyar
C. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Aquades, alkohol
70%, formalin 4%, detergen, sampel tanah terusik dan tidak terusik,
bahan-bahan kimia untuk analisis tanah.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantong plastik,
kuas, monolit, gelas plastik, saringan, nampan, flakon, cangkul, kertas label,
sungkup, kamera, jerigen, alat tulis, mikroskop, GPS, altimeter, pH meter,
timbangan analitik, blender, pipet, gelas ukur, dll.
D. Desain Penelitian dan Teknik Pengambilan Contoh 1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif yang
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada serta menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan. Penelitian ini juga bersifat
kuantitatif dengan pendekatan survei di lapangan dan didukung hasil
analisis laboratorium.
2. Teknik Pengambilan Contoh
a) Teknik Pengambilan Contoh Makrofauna Tanah
- Makrofauna Epigeik
Pengambilan contoh makrofauna epigeik dengan
menggunakan metode perangkap jebak/pitfall trap. Pengambilan
contoh dilakukan di bawah tegakan pohon, untuk tiap tegakan jenis
commit to user
pengukuran dilakukan 3 kali di bawah tegakan jenis pohon yang
sama tetapi di lahan atau di tempat yang berbeda.
- Makrofauna Endogeik
Pengambilan contoh makrofauna endogeik dengan
menggunakan metode perangkap hand sorting atau sortir tangan
dengan alat yang berupa monolit. Pengambilan contoh dilakukan di
bawah tegakan pohon, untuk tiap tegakan jenis pohon dipasang 2
monolit. Pengulangan pengukuran dilakukan 3 kali di bawah tegakan
jenis pohon yang sama tetapi di lahan atau di tempat yang berbeda.
b) Teknik Pengambilan Contoh Tanah
- Tanah Terusik
Pengambilan contoh tanah terusik dilakukan dengan metode
simple random sampling atau pengambilan contoh tanah acak
sederhana dengan tujuan untuk menganalisis sifat fisika dan kimia
tanah.
E. Tata Laksana Penelitian
1. Tahap Sebelum Kerja Lapang
a. Penentuan batas-batas administratif daerah penelitian
DAS Samin bagian hulu dan tengah terletak di Kabupaten
Karanganyar, sedangkan bagian hilir termasuk Kabupaten Sukoharjo.
Kawasan DAS Samin yang dipilih sebagai daerah penelitian adalah
bagian hulu dengan letak astronomi antara 7°37′40″ LS – 7°40′12.9″
LS dan 110°57′39″ BT – 111°10′38.5″ BT dan dengan ketinggian
tempat antara 205-1741 m dpl.
b. Penentuan jenis pohon
Penelitian ini menggunakan sembilan jenis individu pohon yaitu Pinus
(Pinus mercusii), Surian (Toona surenii), Mahoni (Swietenia
mahagony), Jati (Tectona grandis), Alpukat (Parsea americana),
commit to user
(Lansium domesticum), dan Rambutan (Nephelium lappaceum). Hasil
penelitian Dewi dkk., (2008) menunjukkan bahwa ke sembilan jenis
pohon tersebut memiliki karakter tajuk dan akar yang ideal untuk
memelihara fungsi hidrologi tanah di sub DAS Samin. Oleh karena itu
penelitian ini hanya memfokuskan pada ke sembilan jenis pohon
tersebut. Sembilan jenis pohon tersebut ditentukan berdasarkan jenis
pohon yang dominan dari setiap lokasi, berumur lebih dari 5 tahun
serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan banyak dibudidayakan
oleh masyarakat di wilayah sub DAS Samin, Kab. Karanganyar.
2. Tahap kerja lapang
a. Penentuan lokasi pohon terpilih
Cara menentukan lokasi untuk pengukuran karakter pohon terpilih
dilakukan dengan overlay peta fungsi kawasan dengan peta jenis tanah
DAS Samin, sehingga didapatkan peta satuan lahan. Berdasarkan peta
satuan lahan tersebut, kemudian digunakan untuk menentukan lokasi
sembilan jenis individu pohon terpilih. Tahap selanjutnya adalah
melakukan pengecekan kesesuaian antara kondisi di peta dengan
kondisi di lapangan. Pada lokasi pewakil yang akan dipilih,
selanjutnya dibuat transek berukuran 40 cm x 5 cm. Tiap kombinasi
perlakuan diulang tiga kali pada lokasi yang sama namun disesuaikan
dengan kondisi di lapangan.
b. Pengamatan Karakter Jenis Pohon
Pengamatan karakter jenis pohon meliputi :
1. Lebar tajuk
Pengukuran lebar tajuk dilakukan secara manual dengan mengukur
diameter lebar tajuk terpanjang dan diameter tajuk terpendek.
Pengukuran dimulai dari bagian terluar tajuk, kemudian menarik
garis lurus ke sisi lain pohon dengan memotong batang utama.
Kemudian dari kedua diameter dari hasil pengukuran antara dua
commit to user
akan digunakan sebagai lebar tajuk. Pengukuran lebar tajuk ini
dilakukan satu kali selama periode penelitian. Cara pengukuran
lebar tajuk diilustrasikan pada gambar 3.1 :
Gambar 3.1 Ilustrasi cara pengukuran lebar tajuk
keterangan :
a = diameter lebar tajuk terpanjang (m) b = diameter tajuk terpendek (m) c = batang pohon
2. Tinggi tajuk
Adapun pengukuran tinggi tajuk dilakukan dengan cara :
- Mengukur selisih antara tinggi pohon dari permukaan tanah
hingga ujung / puncak pohon dengan tinggi pohon dari
permukaan tanah hingga cabang paling bawah. Ini dilakukan
hanya untuk pohon yang memiliki ketinggian yang dapat
dijangkau dengan pengukuran secara manual.
- Sedangkan untuk pohon yang memiliki ketinggian yang tidak
dapat dijangkau dengan pengukuran secara manual, akan
menggunakan alat bantu klinometer dengan metode phytagoras.
Cara pengukuran menggunakan klinometer diilustrasikan pada
Gambar 3.2
- Pengukuran tinggi tajuk ini dilakukan satu kali selama periode
penelitian.
commit to user α
Gambar 3.2 Ilustrasi cara pengukuran tajuk
Cara pengukuran tajuk pada ilustrasi gambar 1. dijelaskan dalam
rumus berikut :
dimana :
x = tinggi pohon dari t0 (titik nol) hingga puncak pohon (m) y = tinggi pohon dari permukaan tanah hingga t0 (m)
z = tinggi pohon hingga cabang terbawah (m)
untuk mengetahui nilai x, dapat dihitung dengan rumus berikut :
dimana, α = sudut yang dibentuk ujung pohon dengan t0 d = jarak pengamat dengan pohon (m)
untuk mengetahui nilai y dan z, dilakukan dengan pengukuran
secara manual. Namun apabila pada penghitungan nilai z diketahui
bahwa cabang terbawah terlalu tinggi untuk pengukuran manual
maka perlu penghitungan yang sama seperti penghitungan nilai x.
3. Jumlah cabang
Jumlah cabang dihitung secara manual sebanyak kemampuan mata
pengukur memandang cabang pohon tersebut. Cabang pohon yang
dihitung adalah cabang pohon sekunder dari cabang terbawah x
y
z t0
d
Tinggi tajuk = (x+y) - z
commit to user
hingga ujung/pucuk pohon. Pengukuran jumlah cabang dilakukan
satu kali selama periode penelitian
4. Ketebalan dan produksi seresah
1) Ketebalan seresah
Ketebalan seresah diukur dengan menggunakan frame yang
terbuat dari kayu atau bambu yang berukuran 50 x 50 cm,
seresah yang diukur adalah seresah yang berada di permukaan
tanah yang dinamakan standing litter. Frame diletakkan di
bawah tegakan pohon yang akan diukur, kemudian diukur
ketebalannya (cm) dengan menggunakan jangka sorong
sebanyak 5 pengukuran dalam satu frame. Pengukuran
ketebalan seresah dilakukan satu kali selama periode penelitian
dan satu pohon dibutuhkan 6 frame.
2) Produksi seresah
Produksi seresah diukur dengan menggunakan litter trap,
berupa alat yang terbuat dari kayu atau bambu dengan ukuran 1
m x 3 m kemudian diberi jaring di atasnya yang fungsinya
untuk menangkap seresah yang jatuh dari pohon (litter fall).
Litter trap diletakkan di bawah tegakan individu pohon yang
akan diukur. Seresah diambil atau dipanen setelah 7 hari,
selama periode penelitian dilakukan 16 kali pengambilan.
Setelah 7 hari semua seresah yang jatuh di litter trap baik itu
daun, ranting, bunga maupun buah diambil dan dibawa ke
Laboratorium untuk dihitung berat basah dan berat kering oven
sesuai dengan bagian tumbuhan, serta disisakan sebagian kecil
sebelum ditimbang berat basahnya untuk dijadikan sebagai sub
sampel. Berat basah didapatkan setelah seresah tersebut
diambil langsung dari lapang dan berat kering didapatkan
setelah seresah tersebut diketahui berat basahnya, kemudian
commit to user
lebih 48 jam atau selama kondisi seresah tersebut benar-benar
kering. Perhitungan produksi seresah bertujuan untuk
mengetahui jumlah seresah yang dihasilkan suatu pohon per
tahun (g/ha/th).
5. Kualitas seresah
Kualitas seresah dihitung dari seresah sub sampel yang sebelumnya
dikering anginkan terlebih dahulu, kemudian dihaluskan dan
dianalisis kandungan C dan N untuk menentukan C/N rasio dari
jenis pohon yang terpilih. C/N rasio bertujuan untuk
membandingkan kualitas seresah dari masing-masing jenis pohon
yang terpilih.
6. Pengukuran diameter akar horisontal dan vertikal
Sebelum dilakukan pengukuran diameter akar baik akar horisontal
maupun akar vertikal, tanah yang berada di bawah pohon digali
dengan menggunakan cangkul dan cetok hingga terlihat karakter
akarnya. Tanah yang menempel di akar dibersihkan untuk
memudahkan pengukuran, kemudian akar diukur diameternya
dengan menggunakan jangka sorong dan meteran kain. Ilustrasi
commit to user
Gambar 3.3 Diagram skematik sebaran akar proksimal. Akar horisontal membentuk sudut < 45o terhadap batang utama, sedangan akar vertikal membentuk sudut > 45o. D = diameter akar (Hairiah et al., 2006).
c. Pengambilan Sampel Makrofauna
1. Makrofauna epigeik
Pengambilan sampel makrofauna epigeik dilakukan dengan
menggunakan perangkap jebak/pitfall trap. Pitfall trap
menggunakan gelas plastik berukuran 10 x 7 cm yang dibenamkan
di dalam tanah dengan kondisi permukaan gelas tersebut sejajar
dengan permukaan tanah. Gelas plastik tersebut kemudian diisi
dengan larutan deterjen hingga kurang lebih seperempat gelas,
kemudian dipasang pelindung di bagian atasnya (atap) untuk
melindungi dari hujan, alat ini berfungsi sebagai jebakan atau
perangkap dan dipasang sejauh 30-50 cm dari pohon. Perangkap
ini diambil setelah 24 jam. Setelah perangkap diambil kemudian
disaring dengan menggunakan saringan plastik dan dicuci
pelan-pelan dengan menggunakan air ataupun aquadest dengan tujuan
untuk menghilangkan deterjen yang tertinggal dan untuk
membedakan antara makrofauna dengan kotoran. Setelah itu
commit to user
menggunakan kuas kecil kemudian masukkan ke dalam flakon
yang sudah diisi dengan alkohol dan kemudian diidentifikasi di
laboratorium. Untuk satu jenis pohon dengan tiga ulangan dipasang
sembilan pitfall trap dengan dua kali periode pengambilan selama
penelitian.
2. Makrofauna endogeik
Pengambilan makrofauna endogeik dilakukan dengan metode hand
sorting dengan menggunakan monolit yang berukuran 25 cm x 25
cm x 30 cm. Alat ini digunakan untuk pengamatan cacing tanah.
Monolit tersebut dimasukkan ke dalam tanah kemudian tanah
disekeliling monolit di cangkul untuk memudahkan membenamkan
dan mengangkat monolit tersebut. Monolit dibenamkan pada
kedalaman pertama yaitu 0-10 cm kemudian tanah diambil dan
diletakkan pada nampan kemudian mulai hand sorting, begitu juga
untuk dua kedalaman selanjutnya yaitu 10-20 cm dan 20-30 cm.
Cacing tanah yang ditemukan kemudian dimasukkan kedalam
flakon yang sudah diisi dengan formalin 4% untuk selanjutnya
diidentifikasi di laboratorium. Untuk satu jenis pohon dengan tiga
ulangan dibutuhkan 6 monolit.
d. Identifikasi makrofauna
Identifikasi makrofauna baik epigeik maupun endogeik dilakukan
setelah pengambilan dari lapang, yaitu dengan membersihkan
makrofauna yang tersimpan di dalam flakon dengan menggunakan
aquades atau air biasa kemudian diamati dibawah mikroskop.
Identifikasi makrofauna dalam penelitian ini hanya sampai pada
tingkat ordo dan famili. Setelah makrofauna diketahui ordo maupun
familinya kemudian ditimbang biomassanya dan disimpan kembali ke
dalam flakon yang sudah diisi dengan alkohol 70%. Setelah itu
dihitung Kepadatan Relatif (KR), Frekuensi Relatif (FR), Indeks Nilai
commit to user 1. Kepadatan Relatif (KR)
Jenis hewan tanah yang terdapat dalam per satuan volume atau per
satuan penangkapan tidak hanya satu jenis saja yang diketemukan,
tetapi ada beberapa jenis hewan tanah. Maka perlu dilakukan
pengukuran kepadatan relatif (KR) untuk mengetahui atau
membandingkan suatu komunitas dengan komunitas lainnya,
dihitung dengan membandingkan kepadatan suatu jenis dengan
kepadatan semua jenis yang terdapat dalam unit contoh tersebut.
Rumus dari Kepadatan relatif adalah sebagai berikut:
Kepadatan jenis A = Jumlah individu jenis A : Jumlah unit contoh/luas/volume
Kepadatan relatif jenis A = (K jenis A : Jumlah K semua jenis) x 100%
(Suin, 1997)
2. Frekuensi Relatif
Dalam suatu luasan tertentu terdapat beberapa jenis hewan atau
makrofauna, namun terdapat satu jenis hewan saja yang sering
muncul atau yang banyak ditemukan. Dari kenyataan di atas dapat
diketahui Frekuensi Relatifnya yang digunakan untuk mengetahui
Frekuensi Relatif atau frekuensi kehadiran suatu jenis hewan dalam
suatu habitat atau menunjukkan keseringhadiran jenis tersebut di
habitat itu. Dapat dihitung dengan rumus:
FR jenis A = (Jumlah contoh unit dimana A ditemukan : Jumlah semua unit contoh) x 100%
commit to user 3. Indeks Nilai Penting (INP)
INP digunakan untuk mengetahui jenis makrofauna apa yang
paling dominan per satuan luasan tertentu. Dilihat dari hasil
penjumlahan antara KR dan FR. Ditulis rumus sebagai berikut:
INP = KR makrofauna jenis A + FR makrofauna jenis A
Dimana : KR = Kepadatan relatif FR = Frekuensi relatif
(Suin, 1997)
4. Indeks Diversitas Shannon-Wienner
Hewan tanah atau makrofauna tanah yang terdapat dalam suatu
luasan tertentu atau per satuan penangkapan terdapat
bermacam-macam jenis, sehingga perlu dilakukan suatu perhitungan untuk
mengetahui diversitas makrofauna, dengan rumus :
H’ = -
å
-si
pi pi
1
ln
Dimana :
H’= Indeks Diversitas Shannon-Wienner
pi = Kepadatan relatif jenis makrofauna ke-i (i = 1, 2,...n)
pi = Jumlah individu jenis A : Jumlah total individu yang ditemukan
(Suin, 1997)
e. Iklim Mikro
1. Suhu udara
Pengukuran suhu udara dilakukan di bawah tajuk pohon selama
5-10 menit dengan menggunakan termometer, dilakukan di pagi hari
antara pukul 7-10 WIB. Pengukuran suhu udara ini dilakukan
setiap satu minggu satu kali selama 10 kali pengukuran selama
commit to user 2. Suhu tanah
Pengukuran suhu tanah diukur dengan cara membenamkan
termometer ke dalam tanah sedalam 5 cm di bawah tegakan pohon
selama 5-10 menit, dilakukan di pagi hari antara pukul 7-10 WIB.
Pengukuran suhu udara ini dilakukan setiap satu minggu satu kali
selama 10 kali pengukuran selama periode penelitian.
f. Analisis laboratorium
1. Sifat fisika tanah
v Tekstur tanah dengan metode pemipetan (Balai Penelitian
Tanah, 2005).
v Kadar lengas tanah dengan metode gravimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).
v Porositas tanah dengan pengukuran BV dan BJ (Balai Penelitian Tanah, 2005).
v Berat volume (BV) tanah dengan metode volumetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).
v Berat jenis (BJ) tanah dengan metode gravimetri (Balai Penelitian Tanah, 2005).
v Kemantapan Agregat dengan metode pengayakan kering dan
basah (Balai Penelitian Tanah, 2005).
2. Sifat kimia tanah
v pH tanah dengan metode elektrometri (Balai Penelitian Tanah,
2005).
v Bahan organik tanah (BOT) dengan metode Walkey-Black
(Balai Penelitian Tanah, 2005).
v Nisbah C/N tanah dengan metode Walkey-Black (C) dan
commit to user 3. Analisis Seresah
v Nisbah C/N seresah untuk mengetahui kualitas seresah dengan metode Walkey-Black (C) dan Kjeldahl (N) (Balai Penelitian
Tanah, 2005).
F. Variabel Pengamatan
Variabel percobaan yang diamati meliputi :
1. Variabel Bebas
- Jenis pohon (jumlah cabang, tinggi tajuk, lebar tajuk, diameter akar
horizontal, diameter akar vertikal)
2.Variabel Terikat Utama
a. Populasi makrofauna epigeik dan endogeik
b. Porositas tanah
3.Variabel Pendukung
a. Umur pohon, kerapatan pohon, ketebalan seresah, dan C/N ratio
seresah.
b. Suhu tanah dan suhu udara
c. Tanah (BO (bahan organik), nisbah C/N tanah, BV (berat volume), BJ
(berat jenis), tekstur, pH H2O, kemantapan agregat, dan porositas
tanah).
G. Analisis Data
Data yang diperoleh diuji menggunakan analisis keragaman (uji F)
untuk mengetahui pengaruh antara jenis pohon dengan beberapa variabel.
Untuk mengetahui keeratan hubungan, diuji menggunakan uji korelasi. Untuk
mengetahui variabel yang paling berpengaruh menggunakan uji stepwise
commit to user
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian A.1. Letak Astronomis
Lokasi penelitian terletak di wilayah Sub DAS Samin, DAS
Bengawan Solo Hulu, Kabupaten Karanganyar. Penentuan lokasi
penelitian dilakukan dengan overlay peta fungsi kawasan dengan peta
jenis tanah DAS Samin, sehingga didapatkan peta satuan lahan.
Berdasarkan peta satuan lahan tersebut, kemudian digunakan untuk
menentukan lokasi sembilan jenis individu pohon terpilih. Tahap
selanjutnya adalah melakukan pengecekan kesesuaian antara kondisi di
peta dengan kondisi di lapangan. Setelah dilakukan pengecekan di
lapangan, didapatkan bahwa lokasi ke sembilan jenis pohon berada di
empat wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Tawangmangu, Kecamatan
Karangpandan, Kecamatan Matesih, dan Kecamatan Jumantono. Letak
astronomi lokasi penelitian berada pada kisaran antara 7⁰37'40" hingga
7o40'12.9" Lintang Selatan dan 110⁰57'39" hingga 111⁰10'38.5" Bujur
Timur, pada ketinggian antara 205 hingga 1741 m di atas permukaan
laut. Adapun ringkasan deskripsi lokasi penelitian disajikan pada Tabel
4.1.
commit to user
Tabel 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian Berdasarkan Wilayah Administrasi, Letak Astronomi, dan Ketinggian Tempat
No.
Pohon Lokasi Lintang
Selatan Bujur Timur 7. Rambutan Sambirejo
Ngunut 1
commit to user
A.2. Karakteristik Tanah di Lokasi Penelitian
Pengukuran sifat fisika maupun kimia tanah pada penelitian ini,
digunakan sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi populasi, jenis,
dan biomassa makrofauna tanah baik epigeik maupun endogeik di
bawah tegakan pohon yang berbeda. Karakteristik tanah di lokasi
penelitian disajikan pada Tabel 4.2.a dan 4.2.b.
Tabel 4.2.a Data Rata-Rata pH H2O, Pasir, Debu, Lempung, dan Kelas Tekstur di Bawah Tegakan Pohon
Pohon pH H2O
Keterangan : Angka pada kolom yang sama dan diikuti dengan huruf yang sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).
Tabel 4.2.b Data Rata-Rata Berat Volume, Berat Jenis, Permeabilitas, Kemantapan Agregat, Bahan Organik, dan C/N Rasio Tanah di Bawah Tegakan Pohon
commit to user
Berdasarkan Uji F, jenis pohon berpengaruh nyata (p <0,05)
terhadap pH H2O dan berat volume, berpengaruh sangat nyata (p <0,01)
terhadap berat jenis, %pasir, %debu, %lempung, dan permeabilitas,
serta berpengaruh tidak nyata (p >0,05) terhadap bahan organik tanah
dan C/N tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran 1).
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa lokasi di bawah
tegakan masing-masing jenis pohon memiliki kandungan pH tanah
yang berbeda-beda, yaitu berada pada kisaran 5,57-7,33 (agak
masam-agak basa) (Tabel 4.2.a). Dengan kondisi kisaran pH tanah tersebut,
sebenarnya tanah-tanah pada lokasi penelitian berada pada kondisi yang
baik karena mendekati netral. Keadaan yang seperti ini sangat
membantu dalam melarutkan unsur hara sehingga mudah digunakan
oleh tanaman. Selain mampu mempengaruhi kelarutan unsur hara, pH
juga berperan penting dalam perkembangan makroorganisme dan
mikroorganisme. Mikroorganisme seperti bakteri dekomposer hanya
dapat berkembang baik pada pH > 5,5 (Hardjowigeno, 1987).
Keberadaan mikro dan makroorganisme sangat penting karena mereka
dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, seperti yang
dilakukan oleh bakteri dekomposer yang membantu proses dekomposisi
seresah.
Proses dekomposisi dipengaruhi kondisi pH tanahnya, pada
kondisi pH tanah agak masam hingga agak basa dekomposisi
berlangsung optimal (Notohadiprawiro, 2000). Namun, kecepatan
proses dekomposisi ini juga dipengaruhi oleh sifat atau kualitas seresah.
Sebagaimana dinyatakan oleh Fisher dan Binkley (2000), bahwa
kecepatan dekomposisi suatu seresah dipengaruhi oleh tipe molekul
organiknya (semakin panjang rantai karbon maka seresah akan semakin
sulit terdekomposisi, adanya kandungan (gula, selulose, lignin) dan
kandungan unsur hara bahan (kandungan N, nisbah C/N dan nisbah
commit to user
Nilai tekstur tanah (% pasir, % debu, dan % lempung) (Tabel
4.2.a) yang berbeda-beda menunjukkan bahwa masing-masing pohon
berada pada lokasi yang berbeda. Kelas tekstur pada lokasi pohon
Pinus, Surian, Alpukat, Cengkeh, Durian, Mahoni, Duku, Rambutan,
dan Jati, berturut-turut yaitu Geluh debuan, Geluh debuan, Geluh,
Geluh lempungan, Geluh pasiran, Geluh pasiran, Geluh pasiran,
Lempung, dan Lempung (Tabel 4.2.a).
Jenis pohon memiliki pengaruh yang tidak nyata terhadap bahan
organik dan C/N tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran
1). Hal ini disebabkan karena seresah jenis pohon yang diteliti
kebanyakan memiliki kualitas seresah yang rendah (> 20) (Tabel 4.3.b)
yang artinya seresah tersebut sukar didekomposisi, sehingga
sumbangannya terhadap kandungan bahan organik tanah relatif sama.
B. Karakteristik Jenis Pohon
Penelitian ini menggunakan sembilan jenis pohon yaitu Pinus (Pinus
mercusii), Surian (Toona surenii), Mahoni (Swietenia mahagony), Jati
(Tectona grandis), Alpukat (Parsea americana), Cengkeh (Syzygium
aromatica), Durian (Durio zibethinus), Duku (Lansium domesticum), dan
Rambutan (Nephelium lappaceum). Hasil penelitian Dewi dkk (2008)
menunjukkan bahwa ke sembilan jenis pohon tersebut memiliki karakter tajuk
dan akar yang baik untuk memelihara fungsi hidrologi tanah di sub DAS
Samin. Hasil pengukuran karakter masing-masing jenis pohon tersebut
commit to user
Tabel 4.3.a Rata-Rata Diameter Batang, Tinggi Tajuk, Lebar Tajuk, dan Jumlah Cabang pada Berbagai Jenis Pohon
Parameter Pohon sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).
Tabel 4.3.b Rata-Rata Diameter Akar Horisontal, Diameter Akar Vertikal, Produksi Seresah, dan Ketebalan Seresah pada Berbagai Pohon
No Jenis sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).
Berdasarkan uji F, jenis pohon berpengaruh sangat nyata (p <0,01)
terhadap diameter batang, tinggi dan lebar tajuk, jumlah cabang, diameter
akar horizontal dan vertikal, ketebalan dan kualitas seresah. Namun,
berpengaruh tidak nyata (p >0,05) terhadap produksi seresah (contoh analisis
Uji F disajikan pada Lampiran 1). Hal ini diduga karena produksi seresah
yang dihasilkan kesembilan jenis pohon relatif kecil sehingga pengaruhnya
commit to user
Jenis pohon berbeda memiliki karakter pohon yang berbeda-beda
pula, karakter tersebut meliputi karakter tajuk, akar, dan seresah (Tabel 4.3.a
dan Tabel 4.3.b). Sifat dari ketiga karakter pohon tersebut mampu menjaga
fungsi hidrologi tanah berdasarkan peranannya masing-masing, baik secara
langsung maupun tidak langsung terhadap aktifitas makrofauna.
Tajuk pohon melalui beberapa komponennya yaitu tinggi tajuk, lebar
tajuk, dan jumlah cabang dapat mencerminkan kepadatan tajuk suatu individu
pohon. Tajuk pohon berdasarkan tingkat kepadatan tajuknya memiliki
beberapa peran penting terhadap tanah maupun keberadaan biota tanah di
bawahnya, khususnya makrofauna tanah. Tajuk pohon mampu menjaga
stabilitas agregat tanah dari energi kinetik air hujan sehingga struktur tanah
dapat terjaga dengan baik, menjaga fungsi hidrologi tanah, dan menciptakan
iklim mikro yang sesuai bagi habitat makrofauna. Sembilan jenis pohon yang
diteliti memiliki nilai tinggi tajuk, lebar tajuk, dan jumlah cabang yang
bervariasi. Pinus memiliki nilai tinggi tajuk, lebar tajuk, dan jumlah cabang
yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pohon lain, yaitu
berturut-turut 9,45 m, 6,05 m, dan 43 unit. Hal ini menunjukkan bahwa pinus memiliki
tajuk yang lebih padat dibandingkan dengan jenis pohon yang lain (Tabel
4.2.a). Tajuk yang padat ditunjukkan oleh jumlah cabang yang banyak.
Jenis pohon memiliki karakteristik akar atau pola perakaran yang
berbeda-beda, baik akar horizontal maupun akar vertikal. Akar horisontal
membentuk sudut < 45o terhadap batang utama, sedangan akar vertikal
membentuk sudut > 45o (Hairiah et al., 2006). Akar adalah bagian tanaman
penting untuk mencegah terjadinya longsor tanah, melalui dua mekanisme
meliputi: (1) mencengkeram tanah di lapisan permukaan (kedalaman 0-5 cm)
oleh akar pohon yang menyebar horizontal, dan (2) menopang tegaknya
batang sebagai jangkar sehingga pohon tidak mudah tumbang oleh dorongan
massa tanah yang berguling ke bawah. Akar pohon duku relatif lebih baik
dibandingkan dengan akar jenis pohon yang lain, karena besar diameter akar
horizontal maupun vertikal seimbang, berturut-turut yaitu 4,17 cm dan 3,71
commit to user
Seresah pohon yang jatuh ke permukaan tanah dan menutupi
permukaan tanah serta menciptakan ketebalan seresah tertentu mampu
menjaga agregat tanah dari energi kinetik air hujan, menjaga partikel-partikel
tanah agar tidak hilang terbawa oleh limpasan permukaan, sebagai sumber
makanan bagi makrofauna tanah, dan bersama dengan tajuk pohon
menciptakan iklim mikro yang sesuai bagi habitat makrofauna tanah.
Keberadaan makrofauna tanah dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas bahan
organik (seresah pohon). Seresah pohon yang memiliki kualitas seresah
(Nisbah C/N) tinggi dengan nilai C/N < 20 (rendah) lebih disukai oleh
makrofauna tanah karena mudah didekomposisi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa ketebalan seresah tertinggi
disumbangkan oleh pohon pinus, yaitu 2,4 cm (Tabel 4.3.b). Meskipun
produksi seresah yang dihasilkan pohon pinus paling sedikit (0,04 g/ha/th)
dibandingkan rata-rata jenis pohon yang lain yaitu 0,09 g/ha/th, dan memiliki
rasio C/N > 20 yaitu 37,87 (Tabel 4.3.b), namun pohon pinus lebih baik
dalam menyediakan habitat yang sesuai bagi makrofauna tanah dibandingkan
dengan jenis pohon yang lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan paling
tingginya jumlah ordo makrofauna endogeik yang ditemukan di bawah
tegakan pohon pinus, yaitu 13 ordo (Tabel 4.6.a, 4.6.b, 4.6.c). Kondisi
vegetasi di lokasi pohon pinus cukup rapat karena selain pohon pinus yang
sebagai tanaman dominan di lokasi tersebut, juga terdapat jenis tanaman
semak yang cukup beragam yang tumbuh di bawah tegakan pohon pinus.
Nisbah C/N pada masing-masing seresah pohon yang diteliti
berdeda-beda, berkisar antara 9,85-93,21. Seresah pohon yang mudah
terdekomposisi (Nisbah C/N < 20) dalam penelitian ini adalah Rambutan,
Cengkeh, Surian, dan Duku, berturut-turut yaitu 9,85; 14,54; 15,57; dan
17,21. Sedangkan seresah pohon yang sulit terdekomposisi (Nisbah C/N >
20) adalah Jati, Pinus, Mahoni, Durian, dan Alpukat, berturut-turut yaitu
commit to user
C. Iklim Mikro
Kondisi iklim mikro (suhu tanah, suhu udara, dan kelengasan tanah)
pada saat pengambilan sampel antara bulan April-Juni 2009 selama 10
minggu berbeda-beda antar lokasi. Iklim mikro menunjukkan keadaan iklim
pada suatu kawasan kecil atau iklim lokal di sekitar tumbuhan. Iklim pada
suatu tempat berhubungan dengan sistem iklim yang lebih besar, maka
perubahan dalam iklim mikro akan mengakibatkan perubahan kepada sistem
iklim yang lebih besar (makro) (Anonim, 2006). Uji F menunjukkan bahwa
jenis pohon berpengaruh sangat nyata (p <0,01) terhadap suhu udara, suhu
tanah, dan kelengasan tanah (contoh analisis Uji F disajikan pada Lampiran
1). Besarnya rata-rata suhu udara, suhu tanah, dan kelengasan tanah di bawah
tegakan pohon disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Data Rata-Rata Suhu Udara, Suhu Tanah, dan Kelengasan Tanah di Bawah Tegakan Pohon sama adalah berbeda tidak nyata (p >0,05).
Hasil korelasi menunjukkan bahwa suhu udara berkorelasi negatif
dengan jumlah cabang (r = -0,72**) dan tinggi tajuk (r = -0,64**). Suhu tanah
berkorelasi negatif dengan jumlah cabang (r = 0,71**) dan tinggi tajuk (r =
-0,62*) (contoh analisis hasil korelasi disajikan pada Lampiran 1). Semakin
banyak jumlah cabang dan semakin tinggi tajuk suatu jenis pohon, maka
semakin rendah nilai suhu udara maupun suhu tanah di sekitar pohon, karena
commit to user
tersebut mampu menjadi penghalang sinar matahari yang masuk ke dalam
tanah.
Berdasarkan Tabel 4.4, suhu udara dan suhu tanah tertinggi terjadi di
bawah tegakan pohon jati, berturut-turut yaitu 27,34 oC dan 26,30 oC, serta
terendah pada pohon pinus, berturut-turut yaitu 18,90 oC dan 17,42 oC. Hal
ini diduga karena pohon jati memiliki rata-rata jumlah cabang (15 unit) dan
tinggi tajuk (3,33 m) yang relatif lebih sedikit serta lebih rendah
dibandingkan jenis pohon yang lain, dengan rata-rata jumlah cabang dan
tinggi tajuk seluruh pohon berturut-turut yaitu 23 unit dan 5,64 m (Tabel
4.2.a), sehingga cahaya matahari mudah masuk menembus tajuk pohon dan
menyebabkan suhu di bawah tegakan pohon jati menjadi tinggi. Selain itu
kemungkina karena lokasi pohon jati yang lebih rendah dibandingkan dengan
jenis pohon yang lain sehingga suhunya relatif lebih tinggi. Suhu udara dan
suhu tanah terendah terjadi di bawah tegakan pohon pinus, hal ini diduga
karena lokasi pohon pinus yang terletak di dataran tinggi dengan ketinggian
tempat antara 1741-1253 m dpl (Tabel 4.1), sehingga suhu udara dan suhu
tanah lebih rendah dibandingkan dengan lokasi pohon yang lain.
Pada penelitian ini, jenis pohon terletak pada ketinggian tempat yang
berbeda-beda. Berdasarkan hasil korelasi, suhu udara dan suhu tanah
berhubungan erat dengan ketinggian tempat, dengan nilai koefisien korelasi
berturut-turut yaitu r = -0,58* dan r = -0,59*. Kondisi suhu tanah berkorelasi
positif dengan kondisi suhu udara (r = 0,99**) dan berkorelasi negatif dengan
kelengasan tanah (r = -0,93**) (analisis hasil korelasi disajikan pada
Lampiran 1). Pola hubungan antara suhu tanah dengan suhu udara dan suhu
tanah dengan kelengasan tanah disajikan pada Gambar 4.1 dan Gambar 4.2.
Berdasarkan Gambar 4.1 dan Gambar 4.2, pola hubungan antara suhu udara
dengan suhu tanah adalah semakin tinggi suhu udara maka suhu tanah akan
semakin tinggi. Sedangkan pola hubungan antara suhu tanah dengan
kelengasan tanah adalah semakin tinggi suhu tanah maka kelengasan tanah
commit to user
Gambar 4.1. Pola Hubungan Antara Suhu Udara dengan Suhu Tanah
commit to user
D. Pengaruh Jenis Pohon Terhadap Makrofauna 1. Makrofauna Permukaan Tanah (Epigeik)
1.a. Frekuensi Relatif (FR), Kepadatan Relatif (KR), Indeks Nilai Penting (INP), dan Dominansi
Pengambilan sampel makrofauna epigeik dilakukan pada
bulan April-Juni 2009. Nilai Indeks Diversitas Shannon-Wienner,
Frekuensi Relatif, Kepadatan Relatif, Indeks Nilai Penting, dan
dominansi makrofauna epigeik disajikan pada Tabel 4.5.a, Tabel