NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Kepada
Program Studi Magister Manjemen Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Oleh:
TRI SUMARNI Q 100.100.210
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
INTEGRASI PELAYANAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD NEGERI
SUMBERREJO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO
TELAH DISETUJUI OLEH
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Eko Supriyanto, S.H,M.Hum Dr. Sabar Narimo, M.M,M.Pd
PROGRAM PASCA SARJANA
INTEGRASI PELAYANAN PEMBELAJARAN INKLUSI DI SD NEGERI
SUMBERREJO KECAMATAN NGOMBOL KABUPATEN PURWOREJO
Oleh:
1
Tri Sumarni, 2Eko Supriyanto, 3Sabar Narimo
1 learning planing Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo, (2) integration of Inclusion learning implementation in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo, (3) evalution of Inclusion learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo. This is a qualitative. Techniques of data analysis in this research used analyzes model that is the data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The validity of the data in this research includes credibility (internal validity), transferability (external validity), dependability (reliability), and conformability (objectivity).
The results of this research are (1) a conceptual model of inclusion learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo is intended to help the ABK (Children with Special Needs) in the scope of the Ngombol District. (2) integration of inclusion learning plan in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo includes services provided to children who many moves (hyperactivity), quiet child but rather outlines his heart with a picture, a child who likes to annoy other children, children who slow learning in this case is a child who does not speak fluently. (3) Integration of Inclusion learning implementation in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo is the subject matter is same with other students but it just adapted to the ability of the children with special needs. (4) Barriers encountered in the inclusive learning in Elementary School State Sumberrejo, Ngombol District, Purworejo include there is no special assistant teacher for children with special needs, the fund that owned still not sufficient, facilities and infrastructure is still incomplete.
Keywords:, Integration, Planning, implementation, Evalution, Inclusion
PENDAHULUAN
Memasuki awal tahun 2000 dunia pendidikan Indonesia telah memasuki perubahan paradigma, yang menandai bahwa layanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus bergeser dari sistem layanan ekslusif menuju layanan yang bersifat inklusif. Melalui Pendidikan Inklusif ini diharapkan sekolah-sekolah biasa dapat melayani semua anak, terutama mereka yang memiliki
kebutuhan pendidikan khusus. Perintisan sekolah untuk inklusi agar
pengembangan sekolah biasa yang melayani penuntasan Wajib Belajar bagi Anak
Berkebutuhan Khusus sesuai dengan SK Mendiknas Nomor Nomor 070/U/2009.
Sebagai bagian dari masyarakat ilmiah, maka pendidik Indonesia juga sudah
seyoganya mulai memasyarakatkan konsep ini dengan tidak lupa menggunakan
pemikiran-pemikiran kritis dan kesadaran tinggi bahwa tidak ada proses
sosialisasi dan implementasi apapun termasuk pendidikan, yang diharapkan
terjadi dengan mudah dan dalam tempo yang singkat.
Perubahan ini membawa konsekuensi yang sangat luas, dikarenakan
sistem layanan pendidikan inklusif mempersyaratkan agar semua anak yang
memiliki kebutuhan khusus dapat dilayani pendidikannya di sekolah reguler
terdekat. Jika kita tengok lebih jauh banyak perasalahan dari kurang optimalnya
pengembangan kemampuan bagi anak berkebutuhan khusus. Apabila anak
berkebutuhan khusus (ABK) hanya dilayani pada sekolah luar biasa (SLB),
tentulah menjadikan kenyataan yang miris. Seperti kita ketahui sebelumya,
jumlah sekolah SLB di daerah lebih sedikit dengan jarak yang jauh pula. Lokasi
SLB pada umumnya berada di Ibukota kabupaten atau kotamadya, padahal
anak-anak berkebutuhan khusus tersebut tersebar tidak hanya di Ibukota Kabupaten
atau kotamadya, namun juga di pelosok kecamatan atau desa. Akibatnya,
sebagian anak berkebutuhan khusus tidak bersekolah karena lokasi SLB yang ada
jauh dari tempat tinggalnya, sehingga tak ayal membutuhkan biaya yang lebih,
apalagi bagi anak berkebutuhan khusus dengan ekonomi keluarga yang minim.
Tak heran pula bila banyak anak berkebutuhan khusus tidak mengenyam
pendidikan. Fenomena ini jauh dari realitas kota, meskipun banyak kita temui
sekolah luar biasa, tetapi masih ada juga orangtua yang tidak mau
sendiri yang tentulah juga akan merasakannya. Bukanlah hal yang mustahil
apabila anak berebutuhan khusus mempunyai intelektual yang normal atau
bahkan di atas rata-rata tetapi di sekolahkan di SLB, tentu saja akan kurang
optimal. Hal ini bukan bermaksud untuk mendiskritkan sekolah luar biasa, tetapi
lebih menonjolkan bahwa sekarang bukan jamannya lagi untuk
mendeskriminasikan. Untuk itulah perlu dilakukan terobosan dengan
memberikan kesempatan dan peluang kepada anak berkebutuhan khusus
memperoleh pendidikan di sekolah biasa (SD, SMP, SMA dan SMK) terdekat yang
disebut dengan istilah “Pendidikan Inklusif”.
Data yang terhimpun dari Dit.PK-LK Dikdas sampai tahun 2011 ini ada
sebanyak 356.192 anak berkebutuhan khusus (ABK). Namun baru terlayani
85.645 ABK yang memperoleh layanan pendidikan pada Sekolah Luar Biasa (SLB),
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Sekolah Terpadu maupun sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif. Artinya sebanyak 249.339 ABK (70%) usia
5-18 tahun yang belum sekolah. Data sementara dari Dit.PPK-LK Dikdas tahun
2010/2011 lebih dari 1.654 sekolah penyelenggara pendidikan inklusif (SD-SMP)
yang melayani 18.176 ABK dengan disabilitas. Sementara jumlah Sekolah Luar
Biasa (SLB) baik negeri dan swasta sebanyak 1.785 sekolah. Sejak delapan tahun
terakhir pendidikan inklusif telah menjadi solusi alternatif mewujudkan
pendidikan untuk semua.
Ini adalah persoalan pendidikan bagi siswa yang tidak memiliki
hambatan dan atau kelainan, namun dapat memahami dan menerima teman
sebaya yang menyandang hambatan di kelas mereka. Membantu sekolah
memadang dirinya sendiri sebagai komunitas yang inklusif yang harus
menemukan cara-cara pemahaman dan pelayanan lebih baik bagi semua
anggotanya. Ini adalah suatu persoalan pendidikan juga secara terintegrasi atau
penyatuan dan menerima semua anak-anak serta jenis-jenis layanan terbaik bagi
Dengan dilaksanakannya program pendidikan inklusi, maka diharapkan
anak berkebutuhan khusus tumbuh secara optimal sesuai dengan kemampuan
mereka tanpa mendeskriminasikannya. Langkah awal yang dilakukan di SD
Negeri Sumberojo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo merupakan upaya
menjembatani kebutuhan khusus agar bersekolah bersama di kelas reguler.
Memasuki tahun ke tiga program rintisan pengembangan program pendidikan
inklusi, SD Negeri Sumberojo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo telah
menerima siswa berkebutuhan khusus agar memperoleh pengalaman belajar
dan bersama-sama berbagi dalam kelas inklusi.
“Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang mengikutsertakan
anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak-anak-anak yang
sebayanya di sekolah regular normal dan pada akhirnya mereka menjadi bagian
dari masyarakat tersebut, sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif”
(Moelyono: 2008: 3). Sedangkan pendidikan inklusi menurutt kemendiknas no 70
tahun 2009 adalah pendidikan inklusif adalah system penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa
untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Dalam Toolkit LIRP atau Lingkungan Inklusi Ramah Pembelajaran,
UNESCO (2007:2-2), memberikan batasan yang lebih luas, inklusi berarti
megikutsertakan anak berkelainan seperti anak yang memiliki kesulitan melihat,
mendengar, tidak dapat berjalan, lamban dalam belajar, seperti: Anak yang
menggunakan bahasa ibu, dan bahasa minoritas yang berbeda dengan bahasa
pengantar yang digunakan di dalam kelas, Anak yang beresiko putus sekolah
karena korban bencana, konflik, bermasalah dalam sosial ekonomi, daerah
terpencil, atau tidak berprestasi dengan baik, Anak yang berasal dari golongan
agama atau kasta yang berbeda, Anak yang beresiko putus sekolah karena
jantung bawaan, alergi, bahkan yang terinveksi virus HIV dan AIDS, dan Anak
yang berusia sekolah tetapi tidak bersekolah
“Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertakan setiap anggota
masyarakat, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus adalah mereka yang
mempunyai kebutuhan permanent dan atau sementara untuk memperoleh
layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan khususnya. Kebutuhan
ini dapat muncul karena kelainan bawaan atau diperoleh setelah lahir, kondisi
sosial, ekonomi dan atau politik” (Hidayat, 2003:3).
Apabila berdasarkan pengertian paedagogis, pendidikan inklusi
mengaitkan pada sistem persekolahan, dimana bentuk-bentuk pengajarannya
mengandung aspek-aspek bekerja berpasangan, berkelompok, dan mandiri pada
mereka yang berkebutuhan khusus dan yang tidak berkebutuhan khusus. Di
dalam inklusi ini anak bekerja sesuai kebutuhan masing-masing, sehingga secara
faktual tidak ada kegagalan, bahkan berbagai kekhususan (kelainan) hampir tak
nampak kalau bukan karena mereka cacat fisik atau menaiki kursi roda, maka kita
sulit menentukan siapa yang berkebutuhan khusus.
Layanan pada hakikatnya merupakan bentuk jasa yang diberikan oleh
seseorang, institusi atau perusahaan kepada orang lain untuk memenuhi
kebutuhan yang diperlukan (Suparno dan Purwanto, 2007: 5). Dalam konteks
anak berkebutuhan khusus, layanan diberikan kepada anak-anak yang
mengalami kelainan, baik dari segi fisik, mental-intelektual, dan sosial-emosional
sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang diberikan. Selama ini pemerintah
maupun swasta telah banyak memberiakan layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus dalam berbagai bentuk dan jenisnya. Selain itu dukungan
fasilitas dan ketenagaan (SDM) yang tidak sedikit dalam upaya pembinaan dan
pelayanan pendidikan anak-anak berkebutuhan khusus selama ini.
Ada beberapa jenis layanan yang bisa diberikan kepada anak-anak
berkebutuhan khusus, sesuai dengan kebutuhannya masing-masing. Namun
sosial-psikologis, dan (3) layanan pedagogis/pendidikan. Beberapa jenis layanan
tersebut diberikan oleh para ahli yang kompeten pada bidangnya masing-masing,
dan dilakukan berdasarkan kebutuhan anak. Model pendidikan anak
berkebutuhan khusus meliputi segregasi, integrasi, dan inklusi.
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan
yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian,
melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak
normal belajar dalam satu atap (Suparno dan Purwanto, 2007: 12). Sistem
pendidikan integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem
pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada suasana
keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut dapat bersifat
menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi. Ada tiga
bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah: Bentuk Kelas Biasa,
Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus, dan Bentuk Kelas Khusus
Penelitian yang dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007)
yang berjudul “Would Confucius benefit from psychotherapy? The compatibility
of cognitive behaviour therapy and Chinese values”, masalah dalam penelitian ini
adalah kompatibilitas konseptual antara terapi perilaku kognitif (CBT) dan
nilai-nilai umum di Tiongkok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan terapi
perilaku kognitif mampu menanamkan nilai-nilai budaya China. Rekomendasi
yang diberikan dalam penelitian ini adalah untuk kedepannya dapat
meningkatkan kompatibilitas CBT terhadap budaya Tionghoa. Penelitian yang
dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) dengan judul penelitian Inclusion:
Culture, Policy and Practice: A Queensland Perspective, penelitian ini membahas
mengenai pembelajaran inklusi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
persiapan kurikulum yang berisi berbagai dokumen adminitrasi disiapkan secara
Penelitian yang dilakukan oleh Susie Miles and Nidhi Singal (2010) yang
berjudul “The Education for All and inclusive education debate: conflict,
contradiction or opportunity?” hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa
Makalah ini dimulai dengan eksplorasi sejarah dari Pendidikan internasional
Program untuk Semua (PUS) dan kecenderungan untuk mengabaikan beberapa
kelompok yang terpinggirkan anak-anak, khususnya mereka terlihat seperti
memiliki 'kebutuhan pendidikan khusus' atau gangguan dan cacat. Pengecualian
dari pendidikan 'arus utama' program-program, meskipun diperkirakan tidak
dapat diandalkan, angka 90 atau 98% anak di negara-negara Selatan telah,
sampai relatif baru-baru ini, sebagian besar tidak tertandingi.
Penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) yang berjudul
“Building Inclusive Education on Social and Emotional Learning: Challenges and
Perspectives A Review” hasil dari penelitian ini adalah bahwa Artikel ini berfokus
pada isu-isu konseptual dan empiris yang berkaitan dengan hubungan antara
pembelajaran sosial dan emosional (SEL) dan pendidikan inklusif. SEL dapat
didefinisikan sebagai proses sosialisasi dan pendidikan yang berkaitan dengan
keterampilan pribadi, interpersonal dan pemecahan masalah dan kompetensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Baker, Edward T. And Others (1995) yang
berjudul “The Effects of Inclusion on Learning”, hasil dari penelitian tersebut
adalah bahwa tentang (umumnya positif) inklusi yang efek pada siswa belajar
dan hubungan sosial dengan teman sekelas. Tiga meta-analisis mengatasi isu
yang paling efektif-setting dengan menghasilkan ukuran umum, ukuran efek. Ini
efek ukuran menunjukkan pengaruh yang kecil sampai sedang menguntungkan
dari pendidikan inklusif pada hasil-kebutuhan khusus anak-anak akademik dan
sosial.
Penelitian yang dilakukan oleh Lupart (2005) dengan judul penelitian
Whole School Evaluation And Inclusion: How Elementary School Participants
Perceive Their Learning Community, penelitian ini membahas mengenai program
saru program yang dilakukan adalah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi
dilakukan dengan memberikan kuesioner terhadap komponen sekolah
administrator, guru, orang tua, asisten pendidikan, dan siswa. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa persepsi warga masyarakat mendukung lancarnya kegiatan
pembelajaran inklusi.
Dari latar belakang di atas, penulis merasan tertarik dan perlu untuk
mengadakan penelitian dalam rangka penyusunan tesis yang berjudul: “Integrasi
Pelayanan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri. Tujuan yang akan dicapai dalma
penelitian ini meliputi a) Untuk mendeskripsikan integrasi perencanaan
pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten
Purworejo. b) Untuk mendeskripsikan integrasi pelaksanaan pembelajaran inklusi
di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo. c) Untuk
mendeskripsikan integrasi evaluasi pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo
Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, penelitian kualitatif
menghasilkan deskripsi analitik tentang fenomena-fenomena secara murni
bersifat informatif dan berguna bagi masyarakat peneliti, pembaca dan juga
partisipan (Sukmadinata, 2007: 107). Desain penelitian ini adalah etnografi, yang
merupakan proses penjelasan menyeluruh tentang kompleksitas kehidupan
kelompok (Sumkadinata, 2007: 107).
Agar didapatkan data yang valid dan reliabel, peneliti terjun langsung ke
lokasi penelitian. Kehadiran peneliti dalam melakukan penelitian ini dilakukan
dalam jangka waktu tiga bulan yang dikhususkan untuk mencari data mengenai
pelayanan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol
Kabupaten Purworejo. Oleh karena itu, kedudukan peneliti adalah sebagai
instrumen penelitian dan juga sebagai siswa (Spradley, 2007: 39).
Dalam penelitian kualitatif, informan tidak disebut sebagai subjek
sama antara yang diteliti dan peneliti. Dalam penelitian ini melibatkan orang
yang berperan sebagai orang kunci (key person). Dalam hal ini adalah kepala
sekolah, guru dan siswa yang andil dalam integrasi pelayanan pembelajaran
Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo
tersebut.
Berdasarkan sumbernya menggunakan data primer yang diperoleh
melalui pengamatan langsung di lapangan, dan data sekunder yang diperoleh
melalui dokumen perencanaan pembelajaran, dan berdasarkan teknik
pengumpulan data menggunakan triangulasi yang merupakan gabungan dari
wawancara mendalam, observasi, dan dokumentasi.
Data yang sudah terkumpul dalam penelitian ini kemudian dianalisis
berdasarkan model analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles &
Huberman dalam Sugiyono (2006 : 234) ada empat komponen analisis yang
dilakukan dengan model ini, yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data,
dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Moleong (2007: 330) mengatakan bahwa keabsahan data dalam
penelitian ini dilakukan dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain.
Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi dengan
sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian
kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Integrasi Perencanaan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo
Pendidikan integrasi merupakan model lain bagi ABK, dimana
pendidikan penyandang cacat diintegrasikan bersama anak normal disekolah
ialah (a) model kelas regular dan (b) model kelas khusus. Namun pendidikan
inklusif tidak mengharuskan semua anak berkelainan berada di kelas reguler
setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh). Hal ini
dikarenakan sebagian anak berkelainan dapat berada di kelas khusus atau
ruang terapi dengan gradasi kelainannya yang cukup berat. Bahkan bagi anak
berkelainan yang gradasi kelainannya berat, mungkin akan lebih banyak
waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Di SD
Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo pembelajaran
inklusif yang dilaksanakan ini diperuntukkan untuk anak berkebutuhan khusus
yang memiliki tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler.
Hal ini menunjukkan bahwa kelas regular merupakan tempat belajar yang
relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun
gradasinya.
Sama halnya dengan system penerimaan siswa baru, SDN Sumberrejo
mengadakan persiapan anak berkebutuhan khusus. Penerimaan ABK
merupakan tahap perencanaan dalam pembelajaran inklusi yang sudah
diagendakan oleh pihak sekolah. Dengan melakukan penerimaan siswa baru
dengan system yang dibuat, pihak sekolaha akan mengetahui karakteristik
ABK. Guru akan memberikan layanan yang disesuaikan dengan karakteristik
dan kemampuan yang dimiliki masing-masing ABK.
Persiapan layanan yang diebrikan untuk anak yang hiperaktif yang
dilakukan oleh SDN Sumberrejo misalnya saja akan memberikan terapi diluar
jam pelajaran seperti terapi kognitif. Layanan terapi tersebut juga akan
diberikan kepada anak yang cenderung pendiam. Layanan untuk anak yang
nakal atau suka mengganggu teman lainnya adalah layanan bimbingan khusus.
Diharapkan dengan pemberian bimbingan khusus akan merubah sikap siswa
menjadi lebih baik. Layanan anak yang kurang lancar dalam berbicara maka
layanan yang diberikan adalah layanan terapi berbicara sehingga siswa akan
Penggunaan terapi kognitif yang diberikan oleh guru SDN Sumberrejo
juga dilakukan oleh sekolah di China. Penelitian mengenai terapi kognitif
dilakukan oleh Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) yang berjudul “Would
Confucius benefit from psychotherapy? The compatibility of cognitive
behaviour therapy and Chinese values”, Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dengan terapi perilaku kognitif mampu menanamkan nilai-nilai budaya China.
Rekomendasi yang diberikan dalam penelitian ini adalah untuk kedepannya
dapat meningkatkan kompatibilitas CBT terhadap budaya Tionghoa.
Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Julie Hodgesa
dan Tian P.S. Oeia (2007) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo
memiliki persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas
mengenai layanan terapi kognitif. Hanya saja penelitian yang dilakukan oleh
Julie Hodgesa dan Tian P.S. Oeia (2007) fokus pada pemberian layanan
tersebut. Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo membhas
mengenai integrasi pembelajaran inklusi dimana layanan yang disiapkan
adalah terapi kognitif tidak emmbahas secara detail mengenai layanan
tersebut.
Perencanaan pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan
Ngombol Kabupaten Purworejo meliputi (1) layanan diberikan pada anak yang
banyak bergerak (hiperaktif), (2) layanan diberikan pada anak yang pendiam
tapi suka menguraikan isi hatinya dengan gambar, (3)layanan diberikan pada
anak yang suka mengganggu anak lain, (4)pelayanan anak yang lamban belajar
termasuk dalam hal ini adalah anak yang tidak lancar berbicara, (5) Kemudian
layanan akademik disesuaikan dengan anak yang tidak berkebutuhan khusus,
tetapi tetap disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan khusus
tersebut, (6) Kemudian dalam proses penerimaan peserta didik baru pada
pelayanan inklusi ini seperti halnya dengan penerimaan peserta didik biasa,
hanya ditanya tentang kebiasaan anak saja, (7) syarat yang diberikan pada
sudah mencapai enam tahun dan juga anak tersebut paling tidak sudah dapat
atau mau untuk diajak berkomunikasi.
2. Integrasi Pelaksanaan Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo
Kegiatan pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan
Ngombol Kabupaten Purworejo meliputi materi pelajaran yang sama dengan
siswa lain hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak
berkebutuhan khusus. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus
sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat
macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak
berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan
dari anak berkebutuhan khusus.
Pendidik mengikuti kemauan anak dengan semboyan tut wuri
handayani. Sedangkan untuk aktivitas anak berkebutuhan khusus sendiri
adalah menulis, menggambar, menghitung serta melihat macam-macam
gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh anak yang tidak
berkebutuhan khusus. Hal tersebut tentunya disesuaikan dengan kemampuan
dari anak berkebutuhan khusus juga dan ternyata anak sangat aktif dalam
mengikutinya. Sedangkan materi yang diberikan disesuaikan dengan tingkat
kemampuan anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) yang
berjudul “Building Inclusive Education on Social and Emotional Learning:
Challenges and Perspectives A Review” hasil dari penelitian ini adalah bahwa
Artikel ini berfokus pada isu-isu konseptual dan empiris yang berkaitan
dengan hubungan antara pembelajaran sosial dan emosional (SEL) dan
pendidikan inklusif.
Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan antara Reicher,
Hannelore (2010) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo
permasalahan materi dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang
dilakukan oleh Reicher, Hannelore (2010) materi diberikan sesuai konteksnya
sehingga mudah dimengerti siswa. Sedangkan penelitian yang dilakukan di
SDN Sumberrejo materi diberikan sesuai kemampuan ABK dan daya tangkap
ABK.
Dalam melakukan aktivitasnya dalam melakukan kegiatan
pembelajaran inklusi, guru SDN Sumberrejo menyiapkan dokumen yang
dibtuhkan seperti RPP, buku penunjang dan buku lainnya. Persiapan tersebut
sangat mendukung kelancaran pelaksanaan pembelajaran inklusi. Hal ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004)
dengan judul penelitian Inclusion: Culture, Policy and Practice: A Queensland
Perspective, penelitian ini membahas mengenai pembelajaran inklusi.
Penelitian ini membahas mengenai kemampuan pedagogik guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
persiapan kurikulum yang berisi berbagai dokumen adminitrasi disiapkan
secara spesifik memperlancar pelaksanaan pembelajaran inklusi.
Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Gilles dan
Carrington (2004) dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki
persamaan dan perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai
aktivitas guru dalam pembelajaran inklusi. Hanya saja penelitian yang
dilakukan oleh Gilles dan Carrington (2004) lebih difokuskan pada kemampuan
pedagogik guru khusunya dalam menyiapkan dokumen pembelajaran inklusi.
Sedangkan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo tidak hanya sekedar
membahas aktivitas guru dalam menyiapkan dokumen, namun juga
membahas sikap yang ditunjukkan guru dalam melakukan kegiatan
pembelajaran inklusi.
Karakteristik tenaga pendidik dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri
teliti, dan bisa memahami kemampuan siswa. Sedangkan untuk kompetensi
yang harus dimiliki oleh guru dalam pembelajaran inklusi di SD Negeri
Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini dalam hal
akademik guru harus dapat mengetahui kemampuan siswa. aktivitas anak
berkebutuhan khusus sendiri adalah menulis, menggambar, menghitung serta
melihat macam-macam gambar seperti pembelajaran yang dilakukan oleh
anak yang tidak berkebutuhan khusus
Metode pembelajarn yang digunakan pada pembelajaran inklusi di SD
Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo ini tentunya
kami terapkan banyak metode yang mampu menunjang dan membantu
kegiatan belajar untuk anak kebutuhan khusus. Sedangkan untuk media
pembelajarnnya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi ini sekolah atau
guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain yang tentunya
mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan
Ngombol Kabupaten Purworejo.
Media pembelajarannya yang digunakan dalam pembelajaran inklusi
ini sekolah atau guru menggunakan berbagai macam gambar dan peraga lain
yang tentunya mampu mendukung pembelajaran inklusi di SD Negeri
Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo.
3. Integrasi Evaluasi Pembelajaran Inklusi di SD Negeri Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo
Tahap pengakhiran merupakan tahap terakhir dari kegiatan bimbingan
kelompok. Pada tahap ini terdapat dua kegiatan, yaitu penilaian (evaluasi) dan
tindak lanjut (follow-up). Evalausi yang dilakukan dalam bentuk observasi,
wawancara dan juga tertulis. Pihak yang melakukan evaluasi yang hanya guru
kelas saja, sebab guru pembimbing belum dimiliki oleh SDN Sumberrejo.
Dalam melakukan evaluasi dilihat dari masalah yang dihadapi oleh
siswa. Misalnya saja dengan Andrian di dampingi dan dipantau kesehariannya
peserta didik yang belum memperoleh manfaat dari pelaksanaan layanan
maka akan diberikan layanan lanjutan/ konseling individu.
Program penilaian dalam pembelajaran inklusi sangat penting untuk
mengetahui keberhasilan pembelajaran yang sduah dilakukan seperti yang
dilakukan di SDN Sumberrejo. Penilitian serupa juga dilakukan oleh Lupart
(2005) dengan judul penelitian Whole School Evaluation And Inclusion: How
Elementary School Participants Perceive Their Learning Community, penelitian
ini membahas mengenai program yang mendukung penyelenggaraan
pembelajaran inklusi di sekolah dasar. Salah saru program yang dilakukan
adalah melakukan kegiatan evaluasi. Evaluasi dilakukan dengan memberikan
kuesioner terhadap komponen sekolah administrator, guru, orang tua, asisten
pendidikan, dan siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi warga
masyarakat mendukung lancarnya kegiatan pembelajaran inklusi.
Jika dibandingkan antara penelitian yang dilakukan oleh Lupart (2005)
dengan penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo memiliki persamaan dan
perbedaan. Keduanya sama-sama membahas mengenai penilaian dalam
pembelajaran inklusi. Hanya saja penilaian yang dilakukan oleh Lupart (2005)
adalah evaluasi mengenai lancar tidak kegiatan pembelajaran inklusi yang
dilakukan dengan membagi kuesioner kepada warga sekolah. Sedangkan
penelitian yang dilakukan di SDN Sumberrejo evaluasi untuk mengetahui
kemampuan ABK dengan melakukan wawancara, obsrevasi, dan tes tertulis.
SIMPULAN
Simpulan dari penelitian ini adalah (a) Intergrasi perencanaan
pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan persiapan kelas.
Untuk memberikan layanan yang intensif pihak sekolah menyediakan kelas
regular dan juga kelas khusus. System rekruitmen dilakukan dengan
memperhatikan aspek umur dan kemampuan berkomunikasi. Guru menyiapkan
yang hiperaktif. (b) Integrasi pelaksanaan pembelajaran Inklusi di SD Negeri
Sumberrejo Kecamatan Ngombol Kabupaten Purworejo dilaksanakan dengan
prinsip Tut Wuri Handayani. Materi pembelajaran diberikan layaknya materi
untuk anak normal hanya saja disesuaikan dengan kemampuan pada anak
berkebutuhan khusus. Guru menggunakan metode dan media seperti
penggunaan alat peraga agar materi mudah diterima ABK. (c) Evaluasi
pembelajaran inklusi di SDN Sumberrejo dilakukan dengan melakukan kegiatan
observasi, wawancara, dan tertulis. Aspek yang diamati meliputi sikap ABK dan
juga kemampuan ABK. Kegiatan evaluasi hanya dilakukan oleh guru kelas saja,
belum dibantu oleh guru pembimbing. Hasil evaluasi akan ditindaklanjuti dengan
melakukan bimbingan konseling.
Saran dari penelitian ini adalah (a) Bagi Kepala Sekolah, menyediakan
sarana dan prasarana penyelenggaraan pendidikan anak berkebutuhan khusus
baik dari jumlah dan kualitasnya. Kepala sekolah mengupayakan peningkatan
kompetensi pedagogic dan professional guru dan staf dalam menanganai anak
berkebutuhan khusus di sekolah luar biasa. Kepala sekolah melakukan
rekruitmen untuk guru pembimbing yang memiliki latar belakang sesuai untuk
menangani anak berkebtuuhan khusus. (b) Bagi Guru, menyusun rancangan
program pembelajaran ABK perlu didesain berdasarkan kebutuhan belajar siswa
(Learning Needs) peserta didik. Guru menyusun rencana program konseling
kelompok yang disesuaikan dengan karaktersitik kelas. Guru melakukan kegiatan
evaluasi secara rutin dan terjadwal sehingga dapat membantu dalam memantau
perkembangan ABK. (c) Bagi Penulis dapat menambah wawasan dan
DAFTAR PUSTAKA
Mantja. W, 2008. Ednografi Desain Penelitian Kualitatif Pendidikan dan Managemen Pendidikan. Malang: Elang Mas.
Miles, Mattew B dan Amichael Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohisi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rasda Karya.
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi. Ar-Ruzz Media : Yogyakarta.
Suparno dan Purwanto. 2007. Hakikat Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. http://repository.upi.edu/operator/upload/d_bind_1010272_chapter1.p df. Diakses pada tanggal 4 November 2012.
Sukmadinata. 2007. Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Spradley, James, P. 2007. Metode Etnografi. Jogjakarta: Tiara Wacana.