• Tidak ada hasil yang ditemukan

Wahyu Trisnasari S641008003

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Wahyu Trisnasari S641008003"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

ANALISIS EFISIENSI DAN STRATEGI PEMASARAN

KOMODITI BUAH LOKAL DI KABUPATEN BOGOR

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis

Minat Utama: Manajemen Agribisnis

Disusun oleh :

Wahyu Trisnasari NIM. S641008003

Dibimbing oleh : 1. Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si

2. Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

D. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 36

E. Pembatasan Masalah ... 37

F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 40

B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi ... 40

C. Lokasi dan Waktu ... 41

D. Jenis dan Sumber Data ... 43

E. Teknik Pengambilan Contoh ... 44

F. Metode Analisis Data ... 45

(3)

commit to user

ix

G. Pengolahan Data ... 60

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 61

1. Letak dan Keadaan Geografis Kabupaten Bogor ... 61

2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Lahan ... 62

3. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Manusia ... 63

B. Karakteristik Responden Penelitian ... 65

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

D. Analisis Kinerja Efisiensi Pemasaran ... 95

1. Analisis Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share ... 95

2. Analisis Integrasi Pasar ... 116

3. Analisis Elastisitas Transmisi Harga ... 130

E. Strategi Peningkatan Efisiensi ... 132

1. Penyusunan Hirarki ... 132

2. Penentuan Prioritas Elemen ... 134

3. Sintesis ... 135

4. Pengukuran Konsistensi ... 136

5. Penentuan Ranking ... 138

6. Hasil Prioritas Alternatif Strategi ... 138

(4)

commit to user

3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009 ... 4

4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010 ... 35

5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010 .. 41

6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditas Buah Lokal ... 43

7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditas Buah Lokal ... 44

8. Skala Perbandingan Pasangan ... 55

9. Matrik Perbandingan Berpasangan ... 57

10. Penjumlahan Tiap Kolom ... 57

11. Matriks Nilai Kinerja ... 58

12. Matriks Penjumlahan Baris ... 58

13. Penentuan Nilai λ maks ... 59

14. Nilai Index Random (IR) ... 59

15. Potensi Sumber Daya Lahan Kabupaten Bogor ... 63

16. Komposisi Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir Tahun 2010 ... 64

17. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan Tahun 2009 ... 64

18. Keragaan Kelompok /Organisasi Petani Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 65

19. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Manggis ... 68

20. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Jambu Biji ... 70

21. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Belimbing ... 73

22. Analisis Marjin Pemasaran Manggis pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 96

23. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran manggis ... 102

24. Analisis Marjin Pemasaran Jambu Biji pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 104

25. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran jambu biji ... 107

26. Analisis Marjin Pemasaran Belimbing pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 109

27. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran belimbing ... 113

28. Hasil Analisis Integrasi Pasar Manggis di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Leuwiliang ... 116

29. Korelasi Tiap Variabel ... 118

30. Collinearity Diagnostics ... 118

31. Hasil Analisis Integrasi Pasar Jambu Biji di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 120

32. Korelasi Tiap Variabel ... 122

33. Collinearity Diagnostics ... 122

34. Hasil Analisis Integrasi Pasar Belimbing di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 124

35. Korelasi Tiap Variabel ... 126

(5)

commit to user

xi

38. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 135 39. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 135 40. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Kinerja ... 135 41. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Kriteria ... 135 42. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 136 43. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 136 44. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Kinerja ... 136 45. Perhitungan CI dan CR pada Level Kriteria ... 137 46. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Struktur ... 137 47. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

Perilaku ... 137 48. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria

(6)

commit to user

xii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010 ... 2

2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ... 14

3. Komponen Marjin Pemasaran ... 20

4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 . 35 5. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 37

6. Struktur Hierarki Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal ... 56

7. Saluran dan Lembaga Pemasaran Manggis di Kabupaten Bogor ... 66

8. Saluran dan Lembaga Pemasaran Jambu Biji di Kabupaten Bogor ... 69

9. Saluran dan Lembaga Pemasaran Belimbing di Kabupaten Bogor ... 71

10. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Manggis ... 119

11. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Jambu Biji ... 123

12. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Belimbing ... 127

(7)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

1. Analisis Integrasi Pasar Buah Lokal

2. Data Tabulasi Responden Pemilihan Alternatif Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal melalui AHP

(8)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki ragam agroklimat tropis yang relatif komplit, mulai

dataran rendah hingga tinggi. Setiap wilayah berpotensi menghasilkan ragam

buah-buahan unggul dan unik, seperti mangga, manggis, durian, pisang, jeruk,

salak, duku, papaya, rambutan, sawo, jambu, belimbing, nenas, dan lain-lain.

Kondisi Indonesia memiliki keragaman agroekologis dan dengan adanya

dukungan iptek, memungkinkan ragam buah-buahan unik dan unggul tersedia

sepanjang tahun di pasar domestik maupun untuk ekspor (Suswono, 2011 : 20).

Pada kenyataannya, peredaran buah impor kian menjamur di pasar

domestik. Buah impor memang tampak lebih unggul dari kualitas, kesan gengsi

serta harga yang kompetitif. Kondisi ini menyebabkan masyarakat cenderung

lebih memilih buah impor, padahal buah impor belum tentu memiliki kualitas

terbaik di negara pengekspornya. Buah lokal akan semakin termarjinalkan dan

berimplikasi langsung pada petani buah jika kondisinya dibiarkan tanpa disertai

terobosan baru dari pihak stakeholders dalam hal produksi dan distribusi. Petani

tidak akan pernah merasakan kesejahteraan yang diharapkan.

Tabel 1 menyajikan data impor buah-buahan untuk 9 jenis buah utama

(nilai terbesar) tahun 2008 sampai triwulan pertama 2011. Berdasarkan Tabel 1,

total impor buah-buahan selama tahun 2010 nilainya mencapai US$ 428,689 juta

dengan volume mencapai 503,904 juta kg yang berarti mengalami peningkatan

34,43% untuk nilai dan 34,53% untuk volume dibanding tahun 2009.

(9)

commit to user Tabel 1. Impor Utama Buah-buahan Tahun 2008-2011

No Komoditi

Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011

(TW : 1) Sumber : BPS, diolah Pusdatin Kementerian Pertanian (2011)

Tabel 2 di bawah ini menyajikan data neraca ekspor dan impor buah

Indonesia mulai tahun 2005 sampai 2010.

Tabel 2. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010

Item 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Volume (000 Ton)

Ekspor 272.297 262.358 157.621 323.899 211.000 276.000

Impor 413.411 427.484 502.156 501.963 640.000 670.000

Neraca -141.114 -165.126 -344.535 -178.064 -429.000 -394.000 Nilai (Juta US $)

Ekspor 150.063 144.492 93.653 234.867 153.001 200.134

Impor 234.071 337.517 449.164 474.186 604.584 632.924

Neraca -84.008 -193.025 -355.511 -239.319 -451.583 -432.79

Sumber : Firdaus, M (2011 : 5)

(10)

commit to user

Kementerian Pertanian mencatat, pada tahun 2005, impor buah Indonesia

hanya sebanyak 413.411 ton atau senilai US $ 234,071 juta, namun pada 2010

meningkat mencapai 670.000 ton dengan nilai US $ 632.924 juta, padahal

produksi buah nasional dalam periode tersebut tercatat mengalami peningkatan

dari 14,79 juta ton pada 2005, dan menjadi 19,11 juta ton pada tahun 2010

(Mukti, 2011). Gambaran di atas mengungkapkan bahwa daya saing agribisnis

buah-buahan cenderung melemah akhir-akhir ini. Secara empirik kemampuan

bersaing suatu sistem agribisnis ditunjukkan oleh kemampuan dalam

memproduksi dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan

preferensi konsumen. Sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi adalah sistem

agribisnis yang fleksibel atau mampu merespon setiap perubahan pasar secara

efektif dan efisien (Saragih, 2010 : 82).

Data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2010 mencatat jumlah penduduk

Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah 4.316.236 jiwa dan tahun 2010 menjadi

4.359.398 jiwa (meningkat 1 %), sedangkan pengeluaran rumah tangga khusus

untuk konsumsi buah-buahan rata-rata per bulan tahun 2009 adalah Rp 8.528,-

dan tahun 2010 menjadi Rp 9.671,- (meningkat 11,8 %). Data FAO (2009)

mencatat peningkatan pertumbuhan ekspor buah dunia sebesar 11 %. Dari aspek

pasar, posisi Kabupaten Bogor sangat strategis karena dekat dengan DKI Jakarta

sebagai daerah pemasaran. Hal-hal tersebut tentunya dapat menjadi peluang pasar

untuk lebih mempromosikan buah lokal melalui sistem pemasaran yang efisien.

Salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan.

(11)

commit to user

Tabel 3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009

No Komoditi Produksi (kwintal)

1 Alpukat 10.069

Kabupaten Bogor merupakan wilayah agraris yang 60 % penduduknya

bekerja di sektor pertanian, tetapi sumber pendapatan penduduknya justru

bersumber dari sektor lain. Hal ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi

para petani khususnya masalah pemasaran komoditi pertanian termasuk

buah-buahan. Petani masih melakukan sistem pemasaran tradisional yang tidak terpadu,

ada ketimpangan peranan antara petani dengan pelaku pasar lainnya. Petani masih

sulit melepaskan diri dari keterkaitannya dengan para pedagang pengumpul dan

juga seringkali menjadi pihak yang hanya memperoleh bagian sangat kecil dalam

sistem pemasaran. Permasalahan tersebut berkaitan dengan efisiensi dan sistem

(12)

commit to user

efisiensi pemasaran serta perumusan strategi untuk perbaikan efisiensi pemasaran

buah lokal.

Penelitian ini berfokus pada tiga komoditi buah lokal yaitu manggis,

jambu biji, dan belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ

(Location Quotient) lebih dari satu (Rusmana 2007 : 3). Khusus manggis telah

merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan

belimbing berproduksi sepanjang tahun. Ketiganya memiliki kandungan gizi serta

khasiat yang tinggi bagi kesehatan tubuh. Keistimewaan manggis adalah memiliki

kandungan zat xanthone yang merupakan jenis antioksidan “super” berfungsi

untuk melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Manggis juga

kaya vitamin dan serat. Jambu biji merupakan sumber vitamin A, B-tiamina (B1),

riboflavin (B2), vitamin C dan mineral yang tinggi. Buah belimbing memiliki

keistimewaan mengandung vitamin A dan C yang merupakan antioksidan yang

ampuh melawan radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing

manis juga kaya pektin yang mampu menjerat kolesterol, mencegah hepatitis, dan

asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya.

B. Rumusan Masalah

Pemasaran buah segar baik buah lokal maupun impor yang menempati

pasar tradisional, swalayan dan toko buah telah berkembang terutama di kota-kota

besar termasuk wilayah Bogor. Dari sisi konsumen, fenomena yang sering terjadi

adalah kebanyakan masyarakat lebih sering mengkonsumsi buah impor dibanding

buah lokal. Masuknya buah impor tidak terlepas dari kemampuannya dalam

(13)

commit to user

menarik serta mampu menunjukkan status sosial pembelinya. Dari sisi produsen,

produk pertanian termasuk buah memiliki ciri homogen dan bersifat masal artinya

banyak produsen yang mengusahakan produk yang sama sehingga secara individu

produsen tidak dapat mempengaruhi harga di pasar atau hanya sebagai price

taker. Rantai pasar yang panjang juga menyebabkan harga tidak kompetitif di

tingkat konsumen. Kondisi perbuahan lokal yang demikian dibarengi dengan

gencarnya peredaran buah impor dengan tawaran yang menarik membuat

konsumen lebih tertarik untuk mengkonsumsi buah impor.

Fenomena yang ada akan dibuktikan dalam penelitian yang membahas

masalah efisiensi sistem pemasaran komoditi buah lokal di Kabupaten Bogor.

Langkah berikutnya adalah merumuskan alternatif strategi untuk meningkatkan

efisiensi pemasaran buah lokal.

Dengan demikian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja pasar yang ada pada pemasaran buah

lokal di Kabupaten Bogor ?

2. Bagaimana efisiensi sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?

3. Alternatif strategi apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi

sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1. Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja pasar komoditi buah lokal di

Kabupaten Bogor.

(14)

commit to user

3. Memberikan alternatif strategi untuk meningkatkan efisiensi pemasaran buah

lokal di Kabupaten Bogor.

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan

merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Magister Agribisnis

Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bagi instansi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan

terutama terkait dengan sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor.

3. Bagi para pelaku pasar (petani dan pedagang perantara) hasil penelitian ini

diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam sistem pemasaran.

4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bench mark data

bagi penelitian sejenis atau lanjutan pada bidangnya dalam rangka

(15)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kajian Teoritis

1. Konsep Pemasaran

Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan

kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui

penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai (products of

va lue) dengan orang atau kelompok lain (Kotler, et.al, 2000 : 7). Pemasaran pada

hakekatnya adalah suatu aktivitas usaha niaga yang bersangkutan dengan

penyaluran barang-barang dan jasa dari titik produksi hingga ke titik konsumsi.

Secara singkat boleh dikatakan bahwa tujuan pemasaran adalah mempertemukan

penawaran dan permintaan.

Menurut Kohl dan Uhl (1990 : 11) pemasaran hasil pertanian adalah

semua kegiatan bisnis yang menyangkut arus dan pelayanan hasil pertanian dari

titik produksi sampai kepada tangan konsumen. Hal ini mencakup distribusi fisik

dan jembatan ekonomi yang didesain untuk memfasilitasi pergerakan dan

pertukaran barang dari petani ke konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1987

: 8), pemasaran hasil pertanian mencakup segala kegiatan dan usaha yang

berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil

pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya

kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah

penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen.

(16)

commit to user

Tindakan fungsi pemasaran dapat memperlancar terjadinya proses

penyampaian barang dan jasa kepada konsumen. Fungsi pemasaran tersebut

meliputi (Hanafiah dan Saefuddin, 2006 : 7) :

a. Fungsi Pertukaran yaitu kegiatan yang mengandung perpindahan barang,

yang meliputi (1) pembelian, dan (2) penjualan.

b. Fungsi Pengadaan Fisik yaitu kegiatan yang mengandung penanganan,

perpindahan, dan perubahan fisik, meliputi kegiatan (1) penggudangan, (2)

transportasi, dan (3) pengolahan.

c. Fungsi Fasilitas yaitu kegiatan yang memperlancar fungsi pertukaran dan

fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan (1) standarisasi dan grading, (2)

pembiayaan, (3) pengendalian resiko, dan (4) informasi pasar.

Konsep-konsep inti pemasaran meluputi ; kebutuhan, keinginan,

permintaan, produksi, utilitas, nilai, dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan

hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kebutuhan adalah suatu keadaan

dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang

kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih

mendalam. Permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik yang

didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk membelinya.

Tjiptono (2008 : 22) menyatakan bahwa konsep pemasaran (marketing

concept) berpandangan bahwa kunci untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak

pada kemampuan organisasi dalam menciptakan, memberikan, dan

mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer va lue) kepada pasar sasarannya

(17)

commit to user

rasio antara apa yang diperoleh pelanggan dan apa yang ia berikan. Jadi nilai

pelanggan dapat dirumuskan sebagai berikut : nilai pelanggan = (manfaat – biaya)

= (manfaat fungsional + manfaat emosional) – (biaya moneter + biaya waktu +

biaya energi + biaya psikis).

Kinerja sistem pemasaran dikatakan adil dan efisien apabila konsumen

mencapai tingkat kepuasan tertinggi. Selain itu masing-masing lembaga

pemasaran memperoleh keuntungan yang adil dan merata sesuai proporsi biaya

yang dikeluarkan (Beierlein dan Woolverton, 2002 : 43).

2. Lembaga Pemasaran

Lembaga pemasaran adalah badan atau lembaga yang menyelenggarakan

kegiatan pemasaran yang dapat memperlancar arus komoditi dari produsen

sampai konsumen melalui berbagai kegiatan atau fungsi pertukaran, fungsi fisik,

dan fungsi penunjang (middlemen). Badan-badan ini dapat berbentuk perorangan,

perserikatan, atau perseroan. Lembaga pemasaran muncul karena adanya

keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu

(time utility), tempat (pla ce utility), dan bentuk (form utility). Tugas dan fungsi

utama dari lembaga pemasaran adalah mewujudkan sistem pengadaan dan

penyaluran yang efisien, agar tercipta harga pada tingkat yang layak. (Nasruddin,

1999 : 64).

Fungsi lembaga pemasaran secara umum adalah :

a. Menjamin arus barang dari produsen sampai konsumen agar tetap lancar

b. Mengusahakan hasil pertanian yang masuk ke pasar agar tetap terjangkau

(18)

commit to user

c. Memperluas pasar sesuai dengan perkembangan produk

d. Mengusahakan dan menciptakan keuntungan yang wajar sesuai dengan jasa

yang dikeluarkan akibat keterlibatannya dalam menyalurkan barang tersebut

e. Memberikan pelayanan yang wajar dan baik bagi konsumen, mengingat

hasil-hasil pertanian pada umumnya bersifat perisha ble dan bulky

Menurut Limbong dan Sitorus (1987 : 71-73) Lembaga pemasaran yang

terlibat dalam proses penyaluran barang dari produsen hingga konsumen dapat

dikelompokkan menjadi empat yaitu :

a. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan

1) Lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer,

grosir, dan lembaga perantara lainnya

2) Lembaga yang melakukan kegiatan fisik pemasaran, seperti lembaga

pengolahan, lembaga pengangkutan, dan pergudangan

3) Lembaga yang menyediakan fasilitas pemasaran, seperti perbankan, KUD,

lembaga penyedia informasi pasar, lembaga sertifikasi mutu barang, dll

b. Penggolongan menurut penguasaan terhadap barang

1) Lembaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti

pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak, bakul, dll.

2) Lembaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan,

seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dll.

3) Lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang yang dipasarkan,

(19)

commit to user

c. Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar

1) Lembaga pemasaran bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer buah

2) Lembaga pemasaran bersaing monopolistik, seperti pedagang benih/bibit.

3) Lembaga pemasaran bersaing oligopolis, seperti perusahaan pupuk

4) Lembaga pemasaran bersaing monopolis, seperti Bulog

d. Penggolongan menurut bentuk usahanya

1) Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma, koperasi, dll.

2) Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer,

tengkulak, dll.

3. Saluran Pemasaran

Arus barang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara

membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran menurut Schoell dan

Guiltinan (1990) da la m Syamsuri (2002 : 11), adalah rangkaian dari

lembaga-lembaga yang saling terkait dan berfungsi mengirim produk dari produsen ke

konsumen atau ke industri pengolahan. Produsen, intermediet dan pembeli akhir

adalah partisipan dalam sebuah saluran.

Dalam memilih saluran pemasaran, ada beberapa yang perlu

dipertimbangkan seperti (Limbong dan Sitorus, 1987 : 84) :

a. Pertimbangan pasar meliputi konsumen sasaran akhir yaitu yang mencakup

potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan membeli dan volume pesanan.

b. Pertimbangan yang meliputi nilai barang per unit, berat barang, tingkat

kesukaran, sifat teknis barang, apakah barang tersebut dapat memenuhi

(20)

commit to user

c. Pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber

permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan.

d. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi

kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan

kebijaksanaan perusahaan.

Kotler (1993 : 170) menggambarkan panjangnya saluran pemasaran

dengan membagi saluran pemasaran dalam beberapa tingkatan (Gambar 2) :

a. Saluran-nol-tingkat. Saluran ini disebut pula saluran pemasaran langsung yang

terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga

cara yang paling penting dalam saluran ini adalah penjualan dari rumah ke

rumah, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko perusahaan.

b. Saluran-satu-tingkat. Saluran ini mempunyai satu perantara penjualan. Pada

pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer.

c. Saluran-dua-tingkat. Saluran ini mempunyai dua perantara. Pada pasar

konsumen mereka merupakan grosir dan pengecer.

d. Saluran-tiga-tingkat. Saluran ini mempunyai tiga perantara. Misalnya dalam

industri pengalengan daging, seorang pemborong biasanya berada di tengah

antara grosir dan pengecer. Pemborong membeli dari grosir dan menjual ke

(21)

commit to user

Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk

pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya

perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri

dan peranan iklan dalam kegiatan industri (Richard, 1987 : 155).

Pada analisa ekonomi dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan

pasar persaingan tidak sempurna (yang meliputi monopoli, oligopoli,

monopolistik dan monopsoni). Struktur Pasar terdiri dari :

a. Pasar Persaingan Sempurna

Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara

permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian

rupa banyaknya atau tidak terbatas.

Ciri-ciri pokok dari pasar persaingan sempurna adalah:

1) Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.

2) Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).

Produsen Konsumen

(22)

commit to user 3) Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.

4) Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.

5) Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.

6) Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price ta ker (pengambil harga).

b. Pasar Persaingan tidak Sempurna

1) Pasar Monopoli

Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan

penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan

dengan banyak pembeli atau konsumen.

Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:

a) Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran:

b) Tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute):

c) Produsen memiliki kekuatan menentukan harga: dan

d) Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada

hambatan berupa keunggulan perusahaan.

Ada beberapa penyebab terjadinya pasar monopoli, di antara

penyebabnya adalah sebagai berikut:

a) Ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas

pertimbangan pemerintah, maka pemerintah dapat memberikan hak pada

suatu perusahaan seperti PT. POSINDO, dan PT. PLN.

b) Hasil pembinaan mutu dan spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan

lain, sehingga lama kelamaan timbul kepercayaan masyarakat untuk selalu

(23)

commit to user

c) Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan

untuk diproduksi, yang kita kenal dengan istilah hak paten atau hak cipta.

d) Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu

produk hanya dikuasai oleh satu daerah tertentu seperti timah dari pulau

Bangka.

e) Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan untuk lebih

mengembangkan dan penguasaan terhadap suatu bidang usaha.

2) Pasar Oligopoli

Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan

penawaran, di mana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai

seluruh permintaan pasar.

Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah:

a) Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.

b) Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda

corak (differentiated product), seperti air minuman aqua.

c) Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar

untuk masuk ke dalam pasar.

d) Satu di antaranya para oligopolis merupakan price lea der yaitu penjual

yang memiliki/pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan

yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus

mengikuti harga tersebut. Contoh dari produk oligopoli: perusahaan

(24)

commit to user

3) Pasar Duopoli

Duopoli adalah suatu pasar di mana penawaran suatu jenis barang

dikuasai oleh dua perusahaan. Contoh: Penawaran minyak pelumas dikuasai

oleh Pertamina dan Caltex.

4) Monopolistik

Pasar monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan

dengan penawaran di mana terdapat sejumlah besar penjual yang

menawarkan barang yang sama. Pasar monopolistik merupakan pasar yang

memiliki sifat monopoli pada spesifikasi barangnya. Sedangkan unsur

persaingan pada banyak penjual yang menjual produk yang sejenis.

Contoh: perusahaan benih yang memiliki keunggulan khusus.

Ciri-ciri dari pasar monopolistik adalah:

a) Terdapat banyak penjual/produsen yang berkecimpung di pasar.

b) Barang yang diperjual-belikan merupakan differentiated product.

c) Para penjual memiliki kekuatan monopoli atas barang produknya sendiri.

d) Untuk memenangkan persaingan setiap penjual aktif melakukan

promosi/iklan.

e) Keluar masuk pasar barang/produk relatif lebih mudah.

5) Pasar Monopsoni

Bentuk pasar ini merupakan bentuk pasar yang dilihat dari segi permintaan

atau pembelinya. Dalam hal ini pembeli memiliki kekuatan dalam menentukan harga.

Dalam pengertian ini, pasar monopsoni adalah suatu bentuk interaksi antara

permintaan dan penawaran di mana permintaannya atau pembeli hanya satu

(25)

commit to user

5. Perilaku Pasar

Menurut Puspowidjojo (1995) da la m Siagian (1998 : 20) bahwa perilaku

pasar adalah pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap

keadaan pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam

struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan

harga, dan siasat pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan

harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga

pemasaran tersebut.

Menurut Raharja (2008) da la m Supena (2009 : 30), perilaku pasar adalah

pola kebiasan pasar meliputi proses (mental) pengambilan keputusan serta

kegiatan fisik individual atau organisasional terhadap produk tertentu, konsisten

selama periode waktu tertentu. Kegiatan-kegiatan perilaku meliputi tindakan

penilaian, keyakinan, usaha memperoleh, pola penggunaan, maupun penolakan

suatu produk.

Menurut Dahl dan Hammond (1977 : 71) struktur dan perilaku pasar akan

menentukan kinerja pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin

pemasaran, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan. Para pelaku pemasaran

perlu mengetahui struktur dan perilaku pasar sehingga mampu merencanakan

kegiatan pemasaran secara efisien dan terkoordinasi.

6. Marjin Pemasaran

Nasruddin (1999 : 227) mendefinisikan marjin pemasaran adalah

perbedaan antara harga yang diterima oleh petani produsen dan harga yang

(26)

commit to user

adalah harga dari kegiatan menambah utilitas dan fungsi penampilan dari

pemasaran produk. Harga ini termasuk biaya dari fungsi pemasaran dan juga

keuntungan dari perusahaan pemasaran.

Tomek dan Robinson (1981 : 221) mendefinisikan marjin pemasaran

sebagai (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga diterima

petani, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh pemasaran sebagai akibat

adanya penawaran dan permintaan.

Definisi ini hampir sama dengan yang diutarakan oleh Dahl dan

Hammond (1977 : 139) bahwa marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di

antara tingkat pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran merupakan perbedaan

harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Marjin

pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung

dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Namun bila marjin pemasaran

dikalikan dengan jumlah komoditi yang ditawarkan, maka hasilnya disebut Nilai

Marjin Pemasaran atau Va lue Ma rketing Ma rgin (VMM). Hal ini dapat dilihat

(27)

commit to user

Qrf yang berarti sama dengan nilai tambah (va lue a dded). Nilai marjin pemasaran

(VMM) dapat dilihat sebagai agregat atau dibagi dalam komponen yang berbeda.

Satu sisi VMM mengandung unsur faktor-faktor produksi yang digunakan seperti

upah tenaga kerja, bunga dari modal yang digunakan, sewa dari lahan dan

bangunan, dan laba sebagai balas jasa dari usaha dan risiko. Bagian lain dalam

VMM adalah pembayaran berbagai lembaga pemasaran yang terlibat seperti

Sr

(28)

commit to user

pedagang eceran, pedagang grosir, pedagang pengolah dan pedagang pengumpul.

Bagian dari VMM ini disebut Beban Pemasaran (Ma rketing Cha rge).

Dari analisis marjin pemasaran dapat juga diketahui besarnya bagian harga

yang diterima petani (fa rmers sha re). Marjin pemasaran tidak lain merupakan

besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran dan keuntungan yang

diperoleh sebagai balas jasa dari fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga

pemasaran.

7. Integrasi Pasar

Integrasi pasar adalah hubungan yang saling mempengaruhi harga diantara

dua pasar. Pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu

pasar disalurkan ke pasar lain. Semakin cepat laju penyaluran, maka semakin

terpadu kedua pasar. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar

yang memadai dan informasi ini dengan cepat ditransformasikan dari suatu pasar

ke pasar lainnya. Dengan demikian fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada

suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan

yang sama, (Hutasoit, 1998 da la m Syamsuri, 2002 : 18).

Faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi pasar sangat bervariasi antara

tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan integrasi

muncul sebagai karakteristik produk-produk yang ada (perisha bility, bulkiness,

dan transforma bility), lokasi produksi (dataran rendah dan tinggi) serta fasilitas

transportasi (Munir et a l., 1997 da la m Supena, 2009 : 21).

Menurut Ravallion (1986) da la m Syamsuri (2002 : 18), model integrasi

(29)

commit to user

dipengaruhi oleh harga di pasar konsumsi dengan mempertimbangkan harga pada

waktu yang lalu dan harga pada saat ini. Aktivitas pasar-pasar tersebut

dihubungkan oleh adanya arus produk, sehingga harga dan jumlah produk yang

dipasarkan akan berubah bila terjadi perubahan harga di pasar lain.

Konsepsi integrasi pasar yang mengukur pengaruh pada harga suatu pasar

oleh harga-harga pasar lain diterapkan dengan model dari Ravallion (1985) yang

selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986) dengan rumus sbb :

Pft = β0 + β1 (Pft-1) + β2 (Prt - Prt-1) + β3 (Prt-1) ……… (1)

Ketera ngan :

Pft = Harga di tingkat pasar produsen pada waktu t

Pft-1 = Lag harga di tingkat pasar produsen pada waktu t-1

Prt = Harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t

Prt-1 = Lag harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t-1

Prt - Prt-1 = Selisih harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t (Prt)

dan lag harga di tingkat pasar konsumen (Prt-1) pada waktu t-1

eit = Random error (Galat)

β 0 = konstanta

β1 = koefisien regresi Pft-1

β2 = koefisien regresi Prt - Prt-1

β3 = koefisien regresi Prt-1

Secara umum, persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga di

suatu pasar mempengaruhi pembentukan harga di pasar lain, dengan

(30)

commit to user

Penetapan harga lalu dalam rentang waktu tertentu bertujuan untuk melihat

fluktuasi harga.

Berdasarkan persamaan (1) dapat diketahui bahwa koefisien

β

2

mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan

kepada harga di pasar produsen. Keseimbangan jangka panjang dicapai jika

koefisien

β

2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalam

proporsional persentase.

Prt – Prt-1 = 0 artinya adalah pasar acuan berada pada keseimbangan

jangka panjang, yang berarti koefisien

β

2 dikeluarkan dari persamaan.

Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga

β

1 dan

β

3 menjelaskan

kontribusi relatif dari harga pasar produsen dengan pasar konsumen pada saat

yang diinginkan.

Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk

mengetahui indeks integrasi pasar (IMC = Index of Ma rket Connection). IMC

merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar

produsen terhadap bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model tersebut

secara matematis dapat ditulis seperti persamaan berikut :

β1 ……… (2)

β3

Kedua pasar terhubungkan dengan baik jika harga yang terjadi di pasar

acuan pada waktu sebelumnya (t - 1) merupakan faktor utama yang

(31)

commit to user

IMC < 1 artinya terdapat derajat integrasi pasar jangka pendek yang relatif

tinggi antara harga di tingkat pasar lokal dengan harga di tingkat pasar acuan.

Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh

terhadap harga di pasar lokal saat ini jika IMC = 0 dan ᵝ1 = -1. Pasar acuan

dengan pasar produsen tidak terpadu jika IMC > 1 dan nyata, artinya harga di

pasar acuan dengan pasar produsen tidak saling mempengaruhi. Pada kondisi

normal, nilai IMC positif dan nilai

β

1 antara 0 dan -1. Secara umum,

keseimbangan jangka pendek dicapai jika nilai IMC semakin mendekati nol,

artinya semakin tinggi derajat integrasi pasarnya. Dengan kata lain harga di

pasar acuan dengan pasar produsen saling mempengaruhi.

Koefisien β2 digunakan untuk melihat integrasi jangka panjang,

semakin mendekati satu pada nilai koefisien β2, maka derajat asosiasinya

semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam

jangka panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.

8. Elastisitas Transmisi Harga

Menurut Nasruddin (1999 : 290), elastisitas transmisi harga dilakukan

untuk melihat hubungan antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat

konsumen. Melalui hubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan

bagaimana efektivitas suatu informasi pasar dan dapat digunakan untuk melihat

bagaimana bentuk struktur pasar, apakah bersaing sempurna atau tidak serta

efisiensi sistem pemasarannya.

Elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif harga di

(32)

commit to user

Untuk melihat elastisitas transmisi harga yang terjadi pada setiap rantai tataniaga

digunakan rumus sebagai berikut :

Pf . Pr ……… (3)

Pr Pf Dimana :

et = Elastisitas transmisi harga

Pr = Perubahan harga di tingkat konsumen

Pf = Perubahan harga di tingkat produsen

Pr = Rata-rata Harga di tingkat konsumen

Pf = Rata-rata Harga di tingkat produsen

Parameter tersebut akan diduga dengan menggunakan model regresi linier

sederhana dengan rumus sebagai berikut :

Pf = b0 + b1 Pr

Koefisien regresi b1 dan b0 dapat dicari dengan menggunakan rumus :

n ∑ Pr Pf - ∑ Pr . ∑ Pf ……… (4)

n ∑ Pr2 – ( ∑ Pr)2

b0 = Pf – b Pr

dimana :

n = Banyaknya pasangan pengamatan

∑Pf , ∑Pr

n n

Jika et = 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan

mengakibatkan perubahan harga sebesar 1 % di tingkat produsen et =

b1 =

(33)

commit to user

Jika et > 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan

mengakibatkan perubahan harga lebih dari 1 % di tingkat produsen

Jika et < 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan

mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 % di tingkat produsen

9. Efisiensi Pemasaran

Efisiensi sering digunakan di industri hasil pertanian dalam mengukur

kinerja pasar. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari petani, lembaga

pemasaran, konsumen dan masyarakat umum. Merupakan hal yang umum bahwa

semakin tinggi efisiensi berarti kinerja pasar semakin baik, demikian pula

sebaliknya (Kohl dan Uhl, 1990 : 76).

Secara umum efisiensi merupakan rasio antara output dan input. Artinya

efisiensi pemasaran berarti maksimisasi rasio output dan input dari kegiatan

pemasaran. Input pemasaran meliputi sumberdaya (tenaga kerja, mesin, energi,

dll) yang digunakan dalam fungsi pemasaran. Output pemasaran meliputi waktu,

bentuk, tempat, dan kegunaan lain yang mengarah pada kepuasan konsumen.

Hampir semua perubahan yang diusulkan dalam tataniaga suatu komoditi

adalah berdasarkan alasan efisiensi, sebab yang utama adalah karena dengan

efisiensi yang lebih tinggi berarti memberikan kinerja yang lebih baik, sedangkan

penurunan tingkat efisiensi mencerminkan kinerja yang lebih buruk. Masalah

efisiensi pemasaran berhubungan dengan masalah penyaluran barang-barang atau

jasa dari produsen kepada konsumen menurut tempat, waktu, dan bentuk yang

diinginkan oleh konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya sesuai dengan

(34)

commit to user

Kohl dan Uhl (1990 : 77) membagi efisiensi pemasaran dalam dua bagian

yaitu : (1) efisiensi operasional, dan (2) efisiensi harga. Efisiensi operasional

adalah perubahan dalam biaya pemasaran sebagai akibat perubahan biaya

penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan,

pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko,

informasi pasar dan harga) tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi

operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran.

Sedangkan efisiensi harga merupakan bentuk kedua dari efisiensi

pemasaran. Bagian ini menekankan pada kemampuan dari sistem pasar dalam

melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi

harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditi yang sama pada

berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga disebut juga integrasi pasar.

Suatu pemasaran dikatakan efisien apabila marjin rendah dan koefisien korelasi

harga tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur

efisiensi pemasaran dilakukan melalui marjin pemasaran dan korelasi harga.

Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut :

Efisiensi = Input Target/Input Aktual ≥ 1

a. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama

dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi.

b. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual kurang daripada 1 (satu),

(35)

commit to user

10.Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode Ana lytica l Hiera rchy Process (AHP) akan digunakan untuk

merancang alternatif strategi efisiensi pemasaran buah lokal. AHP dikembangkan

oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan

informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan

menggunakan AHP, suatu persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka

berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk

mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2010 : 91).

Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks

yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta

menata dalam suatu hierarki. Selanjutnya, tingkat kepentingan setiap variabel

diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara

relatif dibandingkan variabel lain. Berbagai pertimbangan tersebut kemudian

disintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan

untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2010 : 91).

AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari

suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara

intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise

comparisons). Thomas L. Saaty sebagai pembuat AHP, kemudian menentukan

cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu

himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria

(36)

commit to user

Saaty (1993) mengurutkan langkah-langkah pemecahan masalah

menggunakan AHP, yaitu sebagai berikut :

a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan

b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, tujuan, kriteria,

dan alternatif-alternatif pada level hirarki paling bawah

c. Membuat matriks perbandingan berpasangan

d. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking

alternatif dari pembobot yang didapatkan

e. Memeriksa konsistensi matriks penilaian

f. Mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking

alternatif dari pembobot yang didapatkan

g. Memilih nilai pembobot alternatif paling tinggi dari hasil perkalian tersebut

B. Kajian Empiris

Dalam kajian empiris ini disajikan hasil-hasil penelitian yang telah

dilakukan berkaitan dengan pemasaran buah-buahan, dilihat berdasarkan analisis

saluran, struktur dan perilaku pasar, serta analisis marjin dan efisiensi pemasaran.

Pakpahan (2006 : 88), meneliti tentang sistem pemasaran manggis di Desa

Babakan. Terdapat enam saluran pemasaran dan melibatkan lima lembaga

pemasaran terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar, eksportir,

supermarket, dan pedagang pengecer. Petani umumnya lebih banyak menjual

hasil panennya kepada pedagang pengumpul daripada langsung kepada pedagang

besar karena hanya akan menerima hasil bersih dari penjualan tanpa harus

(37)

commit to user

yang baru untuk masuk dalam kegiatan pemasaran manggis karena kebutuhan

modal yang besar dan hubungan kepercayaan diantara lembaga pemasaran.

Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah oligopsoni. Sedangkan struktur

pasar yang dihadapi oleh eksportir merupakan pasar oligopoli karena jumlah

pedagang besar lebih banyak dibandingkan jumlah eksportir. Hambatan pasar

yang terjadi adalah besarnya modal usaha dan adanya hubungan kepercayaan

diantara lembaga pemasaran. Perilaku pasar pada sistem penentuan harga yang

terjadi secara tawar menawar dan umumnya ditentukan oleh pedagang yang lebih

tinggi. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Kerjasama dilakukan

berdasarkan adanya hubungan kepercayaan. Hasil analisis margin pemasaran

menunjukkan saluran enam (petani-supplier-pengecer) paling efisien dengan total

margin 70 % dan fa rmer’s sha re tertingi 30 %.

Hidayat (2010 : 99), meneliti tentang tataniaga jambu getas merah di

Kelurahan Suka Resmi. Terdapat empat saluran tataniaga, (I : pedagang

pengumpul lokal-pedagang pengecer), (II : pedagang pengumpul

lokal-grosir-pengecer), (III : pedagang pengumpul lokal-grosir), (IV: pedagang pengumpul

luar-grosir). Saluran III paling efisien karena memiliki total margin terkecil 63,6

% dan fa rmer’s sha re tertingi 21,9 %. Struktur pasar di tingkat petani cenderung

oligopsoni, sementara di tingkat pengumpul cenderung oligopoli murni. Struktur

pasar di tingkat grosir dan pengecer cenderung mendekati persaingan sempurna.

Perilaku pasar tingkat petani, pengumpul, grosir, dan pengecer cenderung sama.

Lubis (2009 :98), meneliti tentang analisis sistem pemasaran belimbing

(38)

commit to user

(I : petani-tengkulak-pedagang besar-pengecer), (II : petani-pengecer toko dan

pasar tradisional), (III : petani-puskop belimbing-toko buah), (IV : petani-puskop

belimbing-pemasok-swalayan). Struktur pasar di tingkat petani mengarah pasar

persaingan sempurna, sedangkan di tingkat tengkulak, puskop, pedagang besar,

dan pemasok adalah oligopoli. Struktur pasar di tingkat pengecer mengarah pada

pasar persaingan sempurna. Saluran III paling efisien dengan margin terendah

43,48 % dan fa rmer’s sha re tertingi 56,52 %.

C. Kajian Karakteristik Buah

Beberapa informasi di bawah ini menggambarkan karakteristik buah yang

diteliti terdiri dari buah manggis, jambu biji, dan belimbing.

1. Manggis

a. Deskripsi

Menurut asalnya, manggis (Ga rcinia mangostana) merupakan buah asli

daerah Asia Tenggara, tepatnya Semenanjung Malaya. Daerah tumbuh tanaman

manggais saat ini sudah tersebar sampai ke beberapa negara tropis, di antaranya

Myanmar, Indocina, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Masyarakat banyak

menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa

manis, asam, dan agak sepat. Buah manggis berbentuk bulat dengan kulit tebal,

lunak, dan bergetah kuning. Pada waktu masih muda kulit buahnya berwarna

hijau, setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging

buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring dan berwarna putih bersih.

Jumlah juringnya biasanya dapat diperkirakan dari jumlah “celah” yang terdapat

(39)

commit to user b. Syarat Tumbuh

Manggis tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl dan

suhu antara 22-32° C. Daerah bercurah hujan tinggi antara 1.500-2.500 mm dan

merata sepanjang tahun merupakan tempat tumbuh yang disukainya. Tanaman

buah ini tumbuh baik pada jenis tanah yang subur, gembur, aerasi dan drainasenya

baik, serta mengandung pasir (misalnya tanah latosol). Selain itu, tanaman ini

lebih menyukai tempat tempat yang teduh dan agak terlindung.

c. Perbanyakan

Tanaman yang diperbanyak dengan biji umumnya mulai berbuah pada

umur sekitar 8-15 tahun. Perbanyakan yang dianjurkan dengan cara enten

(sambung pucuk) dan penyusuan (perbanyakan vegetatif). Sebagai batang bawah

digunakan semai biji manggis yang telah berumur 1-2 tahun. Sementara batang

atas menggunakan pucuk tunas samping (cabang sekunder atau tersier) yang

daunnya mulai menua. Bibit vegetatif mulai berbuah pada umur 5-6 tahun.

Perbanyakan dengan okulasi dan cangkok tidak dianjurkan karena tingkat

keberhasilannya sangat kecil dan hasilnya rendah sekali. Sementara perbanyakan

dengan kultur jaringan dari potongan biji mempunyai harapan baik. Namun,

kendala dalam pembuatan bibit kultur jaringan/kultur belahan biji adalah akarnya

sulit tumbuh. Pertumbuhan akar dapat didorong dengan menanam tunas yang telah

terbentuk dalam media pasir steril pada suhu 20-25° C.

d. Panen dan Pasca Panen

Buah manggis dipetik setelah berwarna kemerahan, kira-kira berumur 120

(40)

commit to user

tangkai karena matangnya buah tidak bersamaan. Manggis dipanen dan diangkut

dengan hati-hati, tidak boleh jatuh atau berbenturan karena dapat menimbulkan

memar dan warna cokelat pada buah. Buah dipilah, buah yang kotor oleh getah

kuning atau buah berukuran kecil disingkirkan (Sumber Informasi Petani

Indonesia,2009 dan Buku Saku Manggis, 2011).

2. Jambu Biji

a. Deskripsi

Jambu biji (Psidium gua ja va) adalah tanaman tropis yang berasal dari

Brazilia Amerika Tengah, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Hingga saat

ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di Daerah Sumatera dan Jawa meliputi

Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa

Timur. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah

berwarna putih atau merah. Jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C.

b. Syarat Tumbuh

Jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada

suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari dengan ketinggian antara 5-1200 m dpl.

Sedangkan pH tanah yang ideal bagi pertumbuhan jambu biji adalah 4,5-8,2 dan

intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun.

c. Perbanyakan

Jambu dapat diperbanyak dengan biji. Namun demikian, perbanyakan

dengan cara ini tidak disukai karena tumbuhannya lama menjadi dewasa dan juga

akan berubah sifat dari induknya. Perbanyakan yang sekarang dilakukan adalah

(41)

commit to user d. Manfaat konsumsi

Buah jambu biji mengandung banyak vitamin dan serat, sehingga sangat

cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging jambu biji yang

merah mengidikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk kesehatan mata dan

antioksidan. Buah jambu biji sangat cocok sekali dikonsumsi di siang hari karena

buahnya yang segar dan mendinginkan badan, (Sumber Informasi Petani

Indonesia, 2009 dan Buku Saku Jambu Biji, 2011).

3. Belimbing

a. Deskripsi

Belimbing (Averrhoa ca ra mbola) adalah tanaman buah berbentuk khas

yang berasal dari Indonesia, India, dan Sri Langka. Saat ini, belimbing telah

tersebar ke penjuru Asia Tenggara, Republik Dominika, Brasil, Peru, Ghana,

Guyana, Tonga, dan Polinesia. Buah belimbing berwarna kuning kehijauan. Saat

baru tumbuh, buahnya berwarna hijau. Jika dipotong, buah ini mempunyai

penampang yang berbentuk bintang. Berbiji kecil dan berwarna coklat. Buah ini

renyah saat dimakan, rasanya manis dan sedikit asam. Buah ini mengandung

banyak vitamin C.

b. Kegunaan Belimbing

Buah belimbing sarat akan gizi. Kandungan vitamin A dan C yang

dikandungnya merupakan antioksidan yang ampuh melawan radikal bebas,

meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing manis juga kaya pektin. Pektinnya

(42)

commit to user

dan asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya,

(Sumber Informasi Petani Indonesia, 2009 dan Buku Saku Belimbing, 2011).

Tabel 4 di bawah ini adalah data produksi buah di Indonesia khusus

komoditi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing mulai tahun 1997 – 2010.

Tabel 4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010

Tahun Manggis Jambu Biji Belimbing

(Ton) (Ton) (Ton)

1997 17,475 160,469 49,255

1998 23,511 148,462 47,590

1999 19,174 139,341 47,493

2000 26,400 128,621 48,252

2001 25,812 137,598 53,157

2002 62,055 162,120 56,753

2003 79,073 239,107 67,261

2004 62,117 210,320 78,117

2005 64,711 178,509 65,967

2006 72,634 196,180 70,298

2007 112,722 179,474 59,984

2008 78,674 212,260 72,397

2009 105,558 220,202 72,443

2010 84,538 204,551 69,089

Sumber : BPS (2010)

Gambar 4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 Manggis

(43)

commit to user

D. Kerangka Pemikiran Konseptual

Kondisi pemasaran buah lokal saat ini cenderung mengalami penurunan,

hal ini sebagaimana telah diuraikan dalam perumusan masalah. Penurunan

tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor baik yang bersumber dari luar (eksternal)

maupun dari dalam (internal). Untuk mengatahui faktor tersebut, maka dilakukan

analisa melalui sistem pemasaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam

proses pemasaran buah mulai dari produsen hingga konsumen.

Analisis dilakukan terhadap 3 (tiga) model yaitu : 1) analisis struktur pasar

meliputi, lembaga dan saluran pemasaran, sifat kekhasan produk (product

differentiation), hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2) analisis

perilaku pasar meliputi, penentuan harga dan stabilitas pasar, praktek-praktek jual

beli, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) Analisis

kinerja pasar meliputi, marjin pemasaran, fa rmer’s sha re, integrasi pasar, dan

elastisitas transmisi harga. Ketiganya bertujuan untuk mengetahui efisiensi

pemasaran buah lokal yang ada di Kabupaten Bogor.

Hasil analisis akan ditindaklanjuti dengan perumusan alternatif strategi

efisiensi pemasaran melalui metode Analisis Hierarki Proses (AHP), sehingga

dapat dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan maupun perbaikan

terhadap sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor pada masa mendatang.

(44)

commit to user

A. Pembatasan Masalah

1. Buah lokal yang ditetapkan dalam penelitian adalah manggis, jambu biji, dan

belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ > 1, khusus

manggis telah merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji.

2. Fokus penelitian dibatasi pada masalah pemasaran buah lokal (manggis, jambu

biji, dan belimbing) dari tingkat petani di Kabupaten Bogor sampai pedagang

(45)

commit to user

ditetapkan adalah pihak importir, sedangkan jambu biji tujuan industri

konsumen akhirnya adalah pabrik pengolahan.

3. Pembahasan secara mendalam dalam penelitian ini hanya pada pemasaran

buah lokal di pasar domestik khusus di Kabupaten Bogor.

4. Pasar lokal komoditi manggis ditetapkan di Pasar Kecamatan Leuwiliang

sedangkan pasar lokal komoditi jambu biji dan belimbing ditetapkan di Pasar

Kecamatan Bojong Gede dengan pertimbangan daerah tersebut adalah wilayah

sentra dari masing-masing komoditi buah lokal.

5. Pasar acuan yang ditetapkan adalah Pasar Bogor dengan pertimbangan Pasar

Bogor terletak di tengah Kota Bogor dan merupakan jalur strategis tujuan

pemasaran buah lokal dari pasar-pasar lokal dari daerah Kabupaten Bogor,

Pasar Bogor diasumsikan bersaing secara sempurna.

6. Untuk jambu biji dan belimbing, data yang digunakan untuk analisis integrasi

pasar dan elastisitas transmisi harga adalah data time series selama dua belas

bulan (Januari s.d Desember 2011), sedangkan untuk manggis karena bersifat

musiman digunakan data time series sesuai dengan bulan-bulan musimnya.

B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

1. Pemasaran buah adalah proses penyampaian atau penyaluran komoditas buah

mulai dari petani produsen sampai kepada konsumen melalui saluran

pemasaran tertentu dengan aktivitas-aktivitas tertentu.

2. Lembaga perantara pemasaran adalah individu-individu atau lembaga yang

menyelenggarakan proses pemindahan hak milik barang petani sampai ke

(46)

commit to user

3. Saluran pemasaran adalah rangkaian arus produk buah dari tingkat produsen

hingga ke tingkat konsumen.

4. Marjin pemasaran adalah selisih atau perbedaan harga yang dibayar oleh

konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen untuk komoditas

tertentu pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

5. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh lembaga

pemasaran dalam aktivitas pemasaran untuk menyalurkan barang/jasa dari

produsen ke konsumen dan dihitung dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

6. Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih dari hasil penjualan yang

diterima dengan semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas

pemasaran pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

7. Bagian keuntungan (SKi) adalah bagian keuntungan yang diterima oleh

lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara

keuntungan yang diterima dengan total marjin pemasaran.

8. Bagian biaya pemasaran (SBi) adalah bagian biaya yang dikeluarkan oleh

lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara

biaya yang dikeluarkan dengan total marjin pemasaran.

9. Harga jual adalah harga yang diterima oleh masing-masing lembaga

pemasaran atau petani produsen sebagai nilai tukar dari produk buah pada saat

tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).

10. Integrasi pasar adalah ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat keeratan

hubungan antara dua pasar, dimana perubahan harga di tingkat pasar tertentu

disalurkan ke pasar lain.

11. Elastisitas transmisi harga adalah pengaruh perubahan harga pedagang

pengecer (Pr) di pasar konsumen terhadap perubahan harga di tingkat petani

dimana Pf = f (Pr) di pasar lokal.

12. Ana lytica l Hiera rchy process (AHP) adalah salah satu bentuk model

pengambilan keputusan dengan multiple kriteria yang merubah nilai-nilai

kualitatif menjadi nilai kuantitatif, sehingga keputusan yang diambil dapat

(47)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis (descriptive research)

yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian

sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini

adalah gambaran mengenai kondisi pemasaran buah lokal dari tingkat petani

sampai konsumen akhir. Penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

(1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu, artinya

mengungkapkan fakta kondisi pemasaran yang terjadi pada saat itu, (2)

menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan

satu-persatu, dalam penelitian ini yaitu variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar,

(3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment),

artinya variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar diteliti apa adanya sesuai

dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat itu tanpa perlakuan apapun.

B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi

Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi

komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing. Menurut Rusmana (2007 : 3),

ketiganya memiliki nilai LQ (Loca tion Quotient) > 1 yaitu Belimbing (3,427),

Jambu Biji (1,417), Manggis (1,546). Jika nilai LQ > 1 maka komoditi tersebut

memiliki keunggulan komparatif yang hasilnya tidak hanya dapat memenuhi

kebutuhan lokal tetapi dapat diekspor ke luar wilayah. Khusus manggis telah

(48)

commit to user

merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan

belimbing berproduksi sepanjang tahun.

C. Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kabupaten

Bogor berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan peneliti (Singarimbun dan

Effendi, 1997:36). Pertimbangannya adalah Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah

satu daerah sentra produksi komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing.

Dari tingkat kabupaten tersebut dipilih sampel kecamatan secara sengaja

(purposive) dengan kriteria bahwa kecamatan terpilih merupakan sentra produksi

manggis, jambu biji, dan belimbing karena memiliki produksi terbesar pada

masing-masing komoditi buah lokal. Data dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010

No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)

(49)

commit to user Tabel 5. (Lanjutan)

No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)

19 Sukamakmur 0 0 0

Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2010)

Keterangan :

*1)*2) Kecamatan terpilih untuk komoditi manggis **1)**2) Kecamatan terpilih untuk komoditi jambu biji ***1)***2) Kecamatan terpilih untuk komoditi belimbing

Dari tingkat kecamatan diambil dua desa sampel secara sengaja

berdasarkan rekomendasi Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan

(BP3K) setiap wilayah. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa desa-desa terpilih

merupakan sentra produksi ketiga jenis buah lokal yang dapat mewakili kriteria

(50)

commit to user

Tabel 6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditi Buah Lokal

No Komoditi Kecamatan Desa Sumber : BP3K Leuwiliang 2011 dan BP3K Bojong Gede 2011

Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan (November 2011–

Januari 2012).

D. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer

digunakan untuk menganalisis, 1) struktur pasar meliputi lembaga dan saluran

pasar, sifat khas produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2)

perilaku pasar meliputi penentuan harga, praktek jual beli, sistem pembayaran,

dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) kinerja efisinesi pasar meliputi marjin

dan farmers sha re. Data primer juga digunakan untuk menentukan alternatif

strategi berdasarkan survey pakar. Data primer diperoleh dari petani, pedagang

perantara dan pakar melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner.

Sedangkan data sekunder berupa harga bulanan komoditi buah lokal akan

digunakan untuk menganalisis integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Data

sekunder juga digunakan sebagai keterangan penunjang yang dikumpulkan dari

(51)

commit to user

Kementrian Pertanian, Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian

Perikanan dan Kehutanan, dan Dinas Pasar.

E. Teknik Pengambilan Contoh

Dari dua desa pada setiap kecamatan terpilih ditentukan jumlah sampel

petani secara quota sampling sebanyak 15 petani, dan untuk menentukan jumlah

sampel petani setiap desa digunakan proportional sampling. Maka dari enam

kecamatan terpilih akan terdiri dari 90 petani sampel. Rata-rata petani

mengusahakan kebun campuran sehingga ditetapkan batas kepemilikan jumlah

pohon minimal untuk manggis adalah 10 pohon, sedangkan jambu biji dan

belimbing adalah 15 pohon. Rincian perhitungan sampel tampak pada Tabel 7 :

Tabel 7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditi Buah Lokal

No Komoditi Kecamatan Desa Jumlah

Teknik pengambilan contoh pedagang sebagai lembaga perantara

pemasaran dipilih dengan metode Snowba ll Sa mpling yaitu teknik penentuan

Gambar

Tabel 4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Konseptual
Tabel 5. (Lanjutan)
Tabel 6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditi Buah Lokal
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk realisasi dana GDM Tahun 2017 sebagaimana yang telah di intruksikan di dalam Perbub Nomor 5 Tahun 2017, bahwa pelaksanaan dana Gerakan Dusun Membangun (GDM) Tahun 2017

Perancangan Produk Lembar Kerja Berbasis Inkuiri Terbimbing pada Pembuatan Tape Ubi Jalar Kuning. Uji coba terbatas praktikum pembuatan tape ubi jalar kuning dengan

Dimana waktu standar adalah waktu yang dibutuhkan rata-rata pekerja untuk memproduksi 1 unit pada kondisi normal (sudah mempertimbangkan allowance ). Perhitungan

Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh pemberian motivasi penerapan need achievment terhadap semangat kerja

Menurut Cole (2006), partisipasi masyarakat adalah prasyarat utama jika pariwisata berkelanjutan akan dikembangkan di suatu destinasi wisata. Namun demikian, optimisme tersebut

Masyarakat ataupun prajurit TNI yang kurang sadar hukum sehingga mereka cenderung melakukan kejahatan ataupun perbuatan pidana yang mana faktor yang mempengaruhi

Tujuan yang hendak diperoleh antara lain sebagai berikut, merencanakan dan merancang sebuah konsep desain public space yang bisa mewadahi kegiatan masyarakat

Pada 13 September 1955, Cahill membuka kompetisi untuk mendesain bangunan Opera House Sydney, dan akhirnya terdapat 233 peserta dari 32 negara ikut berkompetisi dalam ajang