commit to user
ANALISIS EFISIENSI DAN STRATEGI PEMASARAN
KOMODITI BUAH LOKAL DI KABUPATEN BOGOR
TESIS
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajad Magister Program Studi Magister Agribisnis
Minat Utama: Manajemen Agribisnis
Disusun oleh :
Wahyu Trisnasari NIM. S641008003
Dibimbing oleh : 1. Prof. Dr. Ir. Darsono, M.Si
2. Prof. Dr. Ir. Suprapti Supardi, MP
PROGRAM STUDI MAGISTER AGRIBISNIS PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
D. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 36
E. Pembatasan Masalah ... 37
F. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 38
III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 40
B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi ... 40
C. Lokasi dan Waktu ... 41
D. Jenis dan Sumber Data ... 43
E. Teknik Pengambilan Contoh ... 44
F. Metode Analisis Data ... 45
commit to user
ix
G. Pengolahan Data ... 60
IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kabupaten Bogor ... 61
1. Letak dan Keadaan Geografis Kabupaten Bogor ... 61
2. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Lahan ... 62
3. Potensi dan Kondisi Sumberdaya Manusia ... 63
B. Karakteristik Responden Penelitian ... 65
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
D. Analisis Kinerja Efisiensi Pemasaran ... 95
1. Analisis Marjin Pemasaran dan Farmer’s Share ... 95
2. Analisis Integrasi Pasar ... 116
3. Analisis Elastisitas Transmisi Harga ... 130
E. Strategi Peningkatan Efisiensi ... 132
1. Penyusunan Hirarki ... 132
2. Penentuan Prioritas Elemen ... 134
3. Sintesis ... 135
4. Pengukuran Konsistensi ... 136
5. Penentuan Ranking ... 138
6. Hasil Prioritas Alternatif Strategi ... 138
commit to user
3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009 ... 4
4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010 ... 35
5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010 .. 41
6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditas Buah Lokal ... 43
7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditas Buah Lokal ... 44
8. Skala Perbandingan Pasangan ... 55
9. Matrik Perbandingan Berpasangan ... 57
10. Penjumlahan Tiap Kolom ... 57
11. Matriks Nilai Kinerja ... 58
12. Matriks Penjumlahan Baris ... 58
13. Penentuan Nilai λ maks ... 59
14. Nilai Index Random (IR) ... 59
15. Potensi Sumber Daya Lahan Kabupaten Bogor ... 63
16. Komposisi Penduduk Kabupaten Bogor Menurut Jenis Kelamin dan Pendidikan Terakhir Tahun 2010 ... 64
17. Jumlah Kelompok Tani Berdasarkan Kelas Kemampuan Tahun 2009 ... 64
18. Keragaan Kelompok /Organisasi Petani Kabupaten Bogor Tahun 2010 ... 65
19. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Manggis ... 68
20. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Jambu Biji ... 70
21. Fungsi-fungsi Setiap Lembaga Pemasaran Belimbing ... 73
22. Analisis Marjin Pemasaran Manggis pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 96
23. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran manggis ... 102
24. Analisis Marjin Pemasaran Jambu Biji pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 104
25. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran jambu biji ... 107
26. Analisis Marjin Pemasaran Belimbing pada Masing-masing Lembaga Pemasaran ... 109
27. Farmer’s share dari setiap saluran pemasaran belimbing ... 113
28. Hasil Analisis Integrasi Pasar Manggis di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Leuwiliang ... 116
29. Korelasi Tiap Variabel ... 118
30. Collinearity Diagnostics ... 118
31. Hasil Analisis Integrasi Pasar Jambu Biji di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 120
32. Korelasi Tiap Variabel ... 122
33. Collinearity Diagnostics ... 122
34. Hasil Analisis Integrasi Pasar Belimbing di Pasar Acuan Bogor dengan Pasar Lokal Bojong Gede ... 124
35. Korelasi Tiap Variabel ... 126
commit to user
xi
38. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Struktur ... 135 39. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Perilaku ... 135 40. Matrik Perbandingan Berpasangan Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Kinerja ... 135 41. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Kriteria ... 135 42. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Struktur ... 136 43. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Perilaku ... 136 44. Matrik Bobot Normalisasi pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Kinerja ... 136 45. Perhitungan CI dan CR pada Level Kriteria ... 137 46. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Struktur ... 137 47. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
Perilaku ... 137 48. Perhitungan CI dan CR pada Level Alternatif Strategi dengan Kriteria
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010 ... 2
2. Saluran Pemasaran Barang Konsumsi ... 14
3. Komponen Marjin Pemasaran ... 20
4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 . 35 5. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 37
6. Struktur Hierarki Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal ... 56
7. Saluran dan Lembaga Pemasaran Manggis di Kabupaten Bogor ... 66
8. Saluran dan Lembaga Pemasaran Jambu Biji di Kabupaten Bogor ... 69
9. Saluran dan Lembaga Pemasaran Belimbing di Kabupaten Bogor ... 71
10. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Manggis ... 119
11. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Jambu Biji ... 123
12. Diagram Pencar (scatterplot) Integrasi Pasar Belimbing ... 127
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
1. Analisis Integrasi Pasar Buah Lokal
2. Data Tabulasi Responden Pemilihan Alternatif Strategi Efisiensi Pemasaran Buah Lokal melalui AHP
commit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia memiliki ragam agroklimat tropis yang relatif komplit, mulai
dataran rendah hingga tinggi. Setiap wilayah berpotensi menghasilkan ragam
buah-buahan unggul dan unik, seperti mangga, manggis, durian, pisang, jeruk,
salak, duku, papaya, rambutan, sawo, jambu, belimbing, nenas, dan lain-lain.
Kondisi Indonesia memiliki keragaman agroekologis dan dengan adanya
dukungan iptek, memungkinkan ragam buah-buahan unik dan unggul tersedia
sepanjang tahun di pasar domestik maupun untuk ekspor (Suswono, 2011 : 20).
Pada kenyataannya, peredaran buah impor kian menjamur di pasar
domestik. Buah impor memang tampak lebih unggul dari kualitas, kesan gengsi
serta harga yang kompetitif. Kondisi ini menyebabkan masyarakat cenderung
lebih memilih buah impor, padahal buah impor belum tentu memiliki kualitas
terbaik di negara pengekspornya. Buah lokal akan semakin termarjinalkan dan
berimplikasi langsung pada petani buah jika kondisinya dibiarkan tanpa disertai
terobosan baru dari pihak stakeholders dalam hal produksi dan distribusi. Petani
tidak akan pernah merasakan kesejahteraan yang diharapkan.
Tabel 1 menyajikan data impor buah-buahan untuk 9 jenis buah utama
(nilai terbesar) tahun 2008 sampai triwulan pertama 2011. Berdasarkan Tabel 1,
total impor buah-buahan selama tahun 2010 nilainya mencapai US$ 428,689 juta
dengan volume mencapai 503,904 juta kg yang berarti mengalami peningkatan
34,43% untuk nilai dan 34,53% untuk volume dibanding tahun 2009.
commit to user Tabel 1. Impor Utama Buah-buahan Tahun 2008-2011
No Komoditi
Tahun 2008 Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011
(TW : 1) Sumber : BPS, diolah Pusdatin Kementerian Pertanian (2011)
Tabel 2 di bawah ini menyajikan data neraca ekspor dan impor buah
Indonesia mulai tahun 2005 sampai 2010.
Tabel 2. Neraca Ekspor dan Impor Buah Indonesia Tahun 2005 – 2010
Item 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Volume (000 Ton)
Ekspor 272.297 262.358 157.621 323.899 211.000 276.000
Impor 413.411 427.484 502.156 501.963 640.000 670.000
Neraca -141.114 -165.126 -344.535 -178.064 -429.000 -394.000 Nilai (Juta US $)
Ekspor 150.063 144.492 93.653 234.867 153.001 200.134
Impor 234.071 337.517 449.164 474.186 604.584 632.924
Neraca -84.008 -193.025 -355.511 -239.319 -451.583 -432.79
Sumber : Firdaus, M (2011 : 5)
commit to user
Kementerian Pertanian mencatat, pada tahun 2005, impor buah Indonesia
hanya sebanyak 413.411 ton atau senilai US $ 234,071 juta, namun pada 2010
meningkat mencapai 670.000 ton dengan nilai US $ 632.924 juta, padahal
produksi buah nasional dalam periode tersebut tercatat mengalami peningkatan
dari 14,79 juta ton pada 2005, dan menjadi 19,11 juta ton pada tahun 2010
(Mukti, 2011). Gambaran di atas mengungkapkan bahwa daya saing agribisnis
buah-buahan cenderung melemah akhir-akhir ini. Secara empirik kemampuan
bersaing suatu sistem agribisnis ditunjukkan oleh kemampuan dalam
memproduksi dan memasarkan produk yang sesuai dengan kebutuhan dan
preferensi konsumen. Sistem agribisnis yang berdaya saing tinggi adalah sistem
agribisnis yang fleksibel atau mampu merespon setiap perubahan pasar secara
efektif dan efisien (Saragih, 2010 : 82).
Data BPS Provinsi Jawa Barat tahun 2010 mencatat jumlah penduduk
Kabupaten Bogor tahun 2009 adalah 4.316.236 jiwa dan tahun 2010 menjadi
4.359.398 jiwa (meningkat 1 %), sedangkan pengeluaran rumah tangga khusus
untuk konsumsi buah-buahan rata-rata per bulan tahun 2009 adalah Rp 8.528,-
dan tahun 2010 menjadi Rp 9.671,- (meningkat 11,8 %). Data FAO (2009)
mencatat peningkatan pertumbuhan ekspor buah dunia sebesar 11 %. Dari aspek
pasar, posisi Kabupaten Bogor sangat strategis karena dekat dengan DKI Jakarta
sebagai daerah pemasaran. Hal-hal tersebut tentunya dapat menjadi peluang pasar
untuk lebih mempromosikan buah lokal melalui sistem pemasaran yang efisien.
Salah satu komoditi unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan.
commit to user
Tabel 3. Produksi Buah-buahan di Kabupaten Bogor Tahun 2009
No Komoditi Produksi (kwintal)
1 Alpukat 10.069
Kabupaten Bogor merupakan wilayah agraris yang 60 % penduduknya
bekerja di sektor pertanian, tetapi sumber pendapatan penduduknya justru
bersumber dari sektor lain. Hal ini berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi
para petani khususnya masalah pemasaran komoditi pertanian termasuk
buah-buahan. Petani masih melakukan sistem pemasaran tradisional yang tidak terpadu,
ada ketimpangan peranan antara petani dengan pelaku pasar lainnya. Petani masih
sulit melepaskan diri dari keterkaitannya dengan para pedagang pengumpul dan
juga seringkali menjadi pihak yang hanya memperoleh bagian sangat kecil dalam
sistem pemasaran. Permasalahan tersebut berkaitan dengan efisiensi dan sistem
commit to user
efisiensi pemasaran serta perumusan strategi untuk perbaikan efisiensi pemasaran
buah lokal.
Penelitian ini berfokus pada tiga komoditi buah lokal yaitu manggis,
jambu biji, dan belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ
(Location Quotient) lebih dari satu (Rusmana 2007 : 3). Khusus manggis telah
merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan
belimbing berproduksi sepanjang tahun. Ketiganya memiliki kandungan gizi serta
khasiat yang tinggi bagi kesehatan tubuh. Keistimewaan manggis adalah memiliki
kandungan zat xanthone yang merupakan jenis antioksidan “super” berfungsi
untuk melindungi sel-sel tubuh dari kerusakan akibat radikal bebas. Manggis juga
kaya vitamin dan serat. Jambu biji merupakan sumber vitamin A, B-tiamina (B1),
riboflavin (B2), vitamin C dan mineral yang tinggi. Buah belimbing memiliki
keistimewaan mengandung vitamin A dan C yang merupakan antioksidan yang
ampuh melawan radikal bebas dan meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing
manis juga kaya pektin yang mampu menjerat kolesterol, mencegah hepatitis, dan
asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya.
B. Rumusan Masalah
Pemasaran buah segar baik buah lokal maupun impor yang menempati
pasar tradisional, swalayan dan toko buah telah berkembang terutama di kota-kota
besar termasuk wilayah Bogor. Dari sisi konsumen, fenomena yang sering terjadi
adalah kebanyakan masyarakat lebih sering mengkonsumsi buah impor dibanding
buah lokal. Masuknya buah impor tidak terlepas dari kemampuannya dalam
commit to user
menarik serta mampu menunjukkan status sosial pembelinya. Dari sisi produsen,
produk pertanian termasuk buah memiliki ciri homogen dan bersifat masal artinya
banyak produsen yang mengusahakan produk yang sama sehingga secara individu
produsen tidak dapat mempengaruhi harga di pasar atau hanya sebagai price
taker. Rantai pasar yang panjang juga menyebabkan harga tidak kompetitif di
tingkat konsumen. Kondisi perbuahan lokal yang demikian dibarengi dengan
gencarnya peredaran buah impor dengan tawaran yang menarik membuat
konsumen lebih tertarik untuk mengkonsumsi buah impor.
Fenomena yang ada akan dibuktikan dalam penelitian yang membahas
masalah efisiensi sistem pemasaran komoditi buah lokal di Kabupaten Bogor.
Langkah berikutnya adalah merumuskan alternatif strategi untuk meningkatkan
efisiensi pemasaran buah lokal.
Dengan demikian dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana struktur, perilaku, dan kinerja pasar yang ada pada pemasaran buah
lokal di Kabupaten Bogor ?
2. Bagaimana efisiensi sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?
3. Alternatif strategi apa yang perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi
sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Menganalisis struktur, perilaku, dan kinerja pasar komoditi buah lokal di
Kabupaten Bogor.
commit to user
3. Memberikan alternatif strategi untuk meningkatkan efisiensi pemasaran buah
lokal di Kabupaten Bogor.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti, penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh derajat Magister Agribisnis
Program Studi Agribisnis Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi instansi pemerintah daerah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
sumbangan pemikiran dan bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan
terutama terkait dengan sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor.
3. Bagi para pelaku pasar (petani dan pedagang perantara) hasil penelitian ini
diharapkan dapat menjadi bahan informasi dalam sistem pemasaran.
4. Bagi pihak lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bench mark data
bagi penelitian sejenis atau lanjutan pada bidangnya dalam rangka
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teoritis
1. Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial dimana individu dan
kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui
penciptaan, penawaran, dan pertukaran segala sesuatu yang bernilai (products of
va lue) dengan orang atau kelompok lain (Kotler, et.al, 2000 : 7). Pemasaran pada
hakekatnya adalah suatu aktivitas usaha niaga yang bersangkutan dengan
penyaluran barang-barang dan jasa dari titik produksi hingga ke titik konsumsi.
Secara singkat boleh dikatakan bahwa tujuan pemasaran adalah mempertemukan
penawaran dan permintaan.
Menurut Kohl dan Uhl (1990 : 11) pemasaran hasil pertanian adalah
semua kegiatan bisnis yang menyangkut arus dan pelayanan hasil pertanian dari
titik produksi sampai kepada tangan konsumen. Hal ini mencakup distribusi fisik
dan jembatan ekonomi yang didesain untuk memfasilitasi pergerakan dan
pertukaran barang dari petani ke konsumen. Menurut Limbong dan Sitorus (1987
: 8), pemasaran hasil pertanian mencakup segala kegiatan dan usaha yang
berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil
pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen termasuk di dalamnya
kegiatan yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang untuk mempermudah
penyalurannya dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumen.
commit to user
Tindakan fungsi pemasaran dapat memperlancar terjadinya proses
penyampaian barang dan jasa kepada konsumen. Fungsi pemasaran tersebut
meliputi (Hanafiah dan Saefuddin, 2006 : 7) :
a. Fungsi Pertukaran yaitu kegiatan yang mengandung perpindahan barang,
yang meliputi (1) pembelian, dan (2) penjualan.
b. Fungsi Pengadaan Fisik yaitu kegiatan yang mengandung penanganan,
perpindahan, dan perubahan fisik, meliputi kegiatan (1) penggudangan, (2)
transportasi, dan (3) pengolahan.
c. Fungsi Fasilitas yaitu kegiatan yang memperlancar fungsi pertukaran dan
fisik. Fungsi ini meliputi kegiatan (1) standarisasi dan grading, (2)
pembiayaan, (3) pengendalian resiko, dan (4) informasi pasar.
Konsep-konsep inti pemasaran meluputi ; kebutuhan, keinginan,
permintaan, produksi, utilitas, nilai, dan kepuasan; pertukaran, transaksi dan
hubungan pasar, pemasaran dan pasar. Kebutuhan adalah suatu keadaan
dirasakannya ketiadaan kepuasan dasar tertentu. Keinginan adalah kehendak yang
kuat akan pemuas yang spesifik terhadap kebutuhan-kebutuhan yang lebih
mendalam. Permintaan adalah keinginan akan produk yang spesifik yang
didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk membelinya.
Tjiptono (2008 : 22) menyatakan bahwa konsep pemasaran (marketing
concept) berpandangan bahwa kunci untuk mewujudkan tujuan organisasi terletak
pada kemampuan organisasi dalam menciptakan, memberikan, dan
mengkomunikasikan nilai pelanggan (customer va lue) kepada pasar sasarannya
commit to user
rasio antara apa yang diperoleh pelanggan dan apa yang ia berikan. Jadi nilai
pelanggan dapat dirumuskan sebagai berikut : nilai pelanggan = (manfaat – biaya)
= (manfaat fungsional + manfaat emosional) – (biaya moneter + biaya waktu +
biaya energi + biaya psikis).
Kinerja sistem pemasaran dikatakan adil dan efisien apabila konsumen
mencapai tingkat kepuasan tertinggi. Selain itu masing-masing lembaga
pemasaran memperoleh keuntungan yang adil dan merata sesuai proporsi biaya
yang dikeluarkan (Beierlein dan Woolverton, 2002 : 43).
2. Lembaga Pemasaran
Lembaga pemasaran adalah badan atau lembaga yang menyelenggarakan
kegiatan pemasaran yang dapat memperlancar arus komoditi dari produsen
sampai konsumen melalui berbagai kegiatan atau fungsi pertukaran, fungsi fisik,
dan fungsi penunjang (middlemen). Badan-badan ini dapat berbentuk perorangan,
perserikatan, atau perseroan. Lembaga pemasaran muncul karena adanya
keinginan konsumen untuk memperoleh komoditi yang sesuai dengan waktu
(time utility), tempat (pla ce utility), dan bentuk (form utility). Tugas dan fungsi
utama dari lembaga pemasaran adalah mewujudkan sistem pengadaan dan
penyaluran yang efisien, agar tercipta harga pada tingkat yang layak. (Nasruddin,
1999 : 64).
Fungsi lembaga pemasaran secara umum adalah :
a. Menjamin arus barang dari produsen sampai konsumen agar tetap lancar
b. Mengusahakan hasil pertanian yang masuk ke pasar agar tetap terjangkau
commit to user
c. Memperluas pasar sesuai dengan perkembangan produk
d. Mengusahakan dan menciptakan keuntungan yang wajar sesuai dengan jasa
yang dikeluarkan akibat keterlibatannya dalam menyalurkan barang tersebut
e. Memberikan pelayanan yang wajar dan baik bagi konsumen, mengingat
hasil-hasil pertanian pada umumnya bersifat perisha ble dan bulky
Menurut Limbong dan Sitorus (1987 : 71-73) Lembaga pemasaran yang
terlibat dalam proses penyaluran barang dari produsen hingga konsumen dapat
dikelompokkan menjadi empat yaitu :
a. Penggolongan menurut fungsi yang dilakukan
1) Lembaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pedagang pengecer,
grosir, dan lembaga perantara lainnya
2) Lembaga yang melakukan kegiatan fisik pemasaran, seperti lembaga
pengolahan, lembaga pengangkutan, dan pergudangan
3) Lembaga yang menyediakan fasilitas pemasaran, seperti perbankan, KUD,
lembaga penyedia informasi pasar, lembaga sertifikasi mutu barang, dll
b. Penggolongan menurut penguasaan terhadap barang
1) Lembaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan, seperti
pengecer, grosir, pedagang pengumpul, tengkulak, bakul, dll.
2) Lembaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan,
seperti agen, broker, lembaga pelelangan, dll.
3) Lembaga yang tidak memiliki dan tidak menguasai barang yang dipasarkan,
commit to user
c. Penggolongan menurut kedudukan dalam struktur pasar
1) Lembaga pemasaran bersaing sempurna, seperti pedagang pengecer buah
2) Lembaga pemasaran bersaing monopolistik, seperti pedagang benih/bibit.
3) Lembaga pemasaran bersaing oligopolis, seperti perusahaan pupuk
4) Lembaga pemasaran bersaing monopolis, seperti Bulog
d. Penggolongan menurut bentuk usahanya
1) Berbadan hukum, seperti perseroan terbatas, firma, koperasi, dll.
2) Tidak berbadan hukum, seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer,
tengkulak, dll.
3. Saluran Pemasaran
Arus barang melalui lembaga-lembaga yang menjadi perantara
membentuk saluran pemasaran. Saluran pemasaran menurut Schoell dan
Guiltinan (1990) da la m Syamsuri (2002 : 11), adalah rangkaian dari
lembaga-lembaga yang saling terkait dan berfungsi mengirim produk dari produsen ke
konsumen atau ke industri pengolahan. Produsen, intermediet dan pembeli akhir
adalah partisipan dalam sebuah saluran.
Dalam memilih saluran pemasaran, ada beberapa yang perlu
dipertimbangkan seperti (Limbong dan Sitorus, 1987 : 84) :
a. Pertimbangan pasar meliputi konsumen sasaran akhir yaitu yang mencakup
potensi pembeli, geografi pasar, kebiasaan membeli dan volume pesanan.
b. Pertimbangan yang meliputi nilai barang per unit, berat barang, tingkat
kesukaran, sifat teknis barang, apakah barang tersebut dapat memenuhi
commit to user
c. Pertimbangan intern perusahaan yang meliputi besarnya modal dan sumber
permodalan, pengalaman manajemen, pengawasan, penyaluran, dan pelayanan.
d. Pertimbangan terhadap lembaga dalam rantai pemasaran yang meliputi segi
kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan
kebijaksanaan perusahaan.
Kotler (1993 : 170) menggambarkan panjangnya saluran pemasaran
dengan membagi saluran pemasaran dalam beberapa tingkatan (Gambar 2) :
a. Saluran-nol-tingkat. Saluran ini disebut pula saluran pemasaran langsung yang
terdiri dari seorang produsen yang menjual langsung kepada konsumen. Tiga
cara yang paling penting dalam saluran ini adalah penjualan dari rumah ke
rumah, penjualan lewat pos, dan penjualan lewat toko perusahaan.
b. Saluran-satu-tingkat. Saluran ini mempunyai satu perantara penjualan. Pada
pasar konsumen, perantara itu sekaligus merupakan pengecer.
c. Saluran-dua-tingkat. Saluran ini mempunyai dua perantara. Pada pasar
konsumen mereka merupakan grosir dan pengecer.
d. Saluran-tiga-tingkat. Saluran ini mempunyai tiga perantara. Misalnya dalam
industri pengalengan daging, seorang pemborong biasanya berada di tengah
antara grosir dan pengecer. Pemborong membeli dari grosir dan menjual ke
commit to user
Struktur pasar adalah penggolongan produsen kepada beberapa bentuk
pasar berdasarkan pada ciri-ciri seperti jenis produk yang dihasilkan, banyaknya
perusahaan dalam industri, mudah tidaknya keluar atau masuk ke dalam industri
dan peranan iklan dalam kegiatan industri (Richard, 1987 : 155).
Pada analisa ekonomi dibedakan menjadi pasar persaingan sempurna dan
pasar persaingan tidak sempurna (yang meliputi monopoli, oligopoli,
monopolistik dan monopsoni). Struktur Pasar terdiri dari :
a. Pasar Persaingan Sempurna
Pengertian pasar persaingan sempurna adalah suatu bentuk interaksi antara
permintaan dengan penawaran di mana jumlah pembeli dan penjual sedemikian
rupa banyaknya atau tidak terbatas.
Ciri-ciri pokok dari pasar persaingan sempurna adalah:
1) Jumlah perusahaan dalam pasar sangat banyak.
2) Produk/barang yang diperdagangkan serba sama (homogen).
Produsen Konsumen
commit to user 3) Konsumen memahami sepenuhnya keadaan pasar.
4) Tidak ada hambatan untuk keluar/masuk bagi setiap penjual.
5) Pemerintah tidak campur tangan dalam proses pembentukan harga.
6) Penjual atau produsen hanya berperan sebagai price ta ker (pengambil harga).
b. Pasar Persaingan tidak Sempurna
1) Pasar Monopoli
Pasar monopoli adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan dan
penawaran di mana hanya ada satu penjual/produsen yang berhadapan
dengan banyak pembeli atau konsumen.
Ciri-ciri dari pasar monopoli adalah:
a) Hanya ada satu produsen yang menguasai penawaran:
b) Tidak ada barang substitusi/pengganti yang mirip (close substitute):
c) Produsen memiliki kekuatan menentukan harga: dan
d) Tidak ada pengusaha lain yang bisa memasuki pasar tersebut karena ada
hambatan berupa keunggulan perusahaan.
Ada beberapa penyebab terjadinya pasar monopoli, di antara
penyebabnya adalah sebagai berikut:
a) Ditetapkannya Undang-undang (Monopoli Undang-undang). Atas
pertimbangan pemerintah, maka pemerintah dapat memberikan hak pada
suatu perusahaan seperti PT. POSINDO, dan PT. PLN.
b) Hasil pembinaan mutu dan spesifikasi yang tidak dimiliki oleh perusahaan
lain, sehingga lama kelamaan timbul kepercayaan masyarakat untuk selalu
commit to user
c) Hasil cipta atau karya seseorang yang diberikan kepada suatu perusahaan
untuk diproduksi, yang kita kenal dengan istilah hak paten atau hak cipta.
d) Sumber daya alam. Perbedaan sumber daya alam menyebabkan suatu
produk hanya dikuasai oleh satu daerah tertentu seperti timah dari pulau
Bangka.
e) Modal yang besar, berarti mendukung suatu perusahaan untuk lebih
mengembangkan dan penguasaan terhadap suatu bidang usaha.
2) Pasar Oligopoli
Pasar oligopoli adalah suatu bentuk interaksi permintaan dan
penawaran, di mana terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai
seluruh permintaan pasar.
Ciri-ciri dari pasar oligopoli adalah:
a) Terdapat beberapa penjual/produsen yang menguasai pasar.
b) Barang yang diperjual-belikan dapat homogen dan dapat pula berbeda
corak (differentiated product), seperti air minuman aqua.
c) Terdapat hambatan masuk yang cukup kuat bagi perusahaan di luar pasar
untuk masuk ke dalam pasar.
d) Satu di antaranya para oligopolis merupakan price lea der yaitu penjual
yang memiliki/pangsa pasar yang terbesar. Penjual ini memiliki kekuatan
yang besar untuk menetapkan harga dan para penjual lainnya harus
mengikuti harga tersebut. Contoh dari produk oligopoli: perusahaan
commit to user
3) Pasar Duopoli
Duopoli adalah suatu pasar di mana penawaran suatu jenis barang
dikuasai oleh dua perusahaan. Contoh: Penawaran minyak pelumas dikuasai
oleh Pertamina dan Caltex.
4) Monopolistik
Pasar monopolistik adalah suatu bentuk interaksi antara permintaan
dengan penawaran di mana terdapat sejumlah besar penjual yang
menawarkan barang yang sama. Pasar monopolistik merupakan pasar yang
memiliki sifat monopoli pada spesifikasi barangnya. Sedangkan unsur
persaingan pada banyak penjual yang menjual produk yang sejenis.
Contoh: perusahaan benih yang memiliki keunggulan khusus.
Ciri-ciri dari pasar monopolistik adalah:
a) Terdapat banyak penjual/produsen yang berkecimpung di pasar.
b) Barang yang diperjual-belikan merupakan differentiated product.
c) Para penjual memiliki kekuatan monopoli atas barang produknya sendiri.
d) Untuk memenangkan persaingan setiap penjual aktif melakukan
promosi/iklan.
e) Keluar masuk pasar barang/produk relatif lebih mudah.
5) Pasar Monopsoni
Bentuk pasar ini merupakan bentuk pasar yang dilihat dari segi permintaan
atau pembelinya. Dalam hal ini pembeli memiliki kekuatan dalam menentukan harga.
Dalam pengertian ini, pasar monopsoni adalah suatu bentuk interaksi antara
permintaan dan penawaran di mana permintaannya atau pembeli hanya satu
commit to user
5. Perilaku Pasar
Menurut Puspowidjojo (1995) da la m Siagian (1998 : 20) bahwa perilaku
pasar adalah pola tindak tanduk pedagang beradaptasi dan mengantisipasi setiap
keadaan pasar. Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga pemasaran dalam
struktur pasar tertentu yang meliputi kegiatan penjualan, pembelian, penentuan
harga, dan siasat pemasaran. Perilaku pasar dapat dilihat dari proses pembentukan
harga dan stabilitas pasar, serta ada tidaknya praktek jujur dari lembaga
pemasaran tersebut.
Menurut Raharja (2008) da la m Supena (2009 : 30), perilaku pasar adalah
pola kebiasan pasar meliputi proses (mental) pengambilan keputusan serta
kegiatan fisik individual atau organisasional terhadap produk tertentu, konsisten
selama periode waktu tertentu. Kegiatan-kegiatan perilaku meliputi tindakan
penilaian, keyakinan, usaha memperoleh, pola penggunaan, maupun penolakan
suatu produk.
Menurut Dahl dan Hammond (1977 : 71) struktur dan perilaku pasar akan
menentukan kinerja pasar yang dapat diukur melalui peubah harga, biaya, marjin
pemasaran, serta jumlah komoditi yang diperdagangkan. Para pelaku pemasaran
perlu mengetahui struktur dan perilaku pasar sehingga mampu merencanakan
kegiatan pemasaran secara efisien dan terkoordinasi.
6. Marjin Pemasaran
Nasruddin (1999 : 227) mendefinisikan marjin pemasaran adalah
perbedaan antara harga yang diterima oleh petani produsen dan harga yang
commit to user
adalah harga dari kegiatan menambah utilitas dan fungsi penampilan dari
pemasaran produk. Harga ini termasuk biaya dari fungsi pemasaran dan juga
keuntungan dari perusahaan pemasaran.
Tomek dan Robinson (1981 : 221) mendefinisikan marjin pemasaran
sebagai (1) perbedaan antara harga yang dibayar konsumen dengan harga diterima
petani, dan (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh pemasaran sebagai akibat
adanya penawaran dan permintaan.
Definisi ini hampir sama dengan yang diutarakan oleh Dahl dan
Hammond (1977 : 139) bahwa marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di
antara tingkat pemasaran yang berbeda. Marjin pemasaran merupakan perbedaan
harga di tingkat petani (Pf) dengan harga di tingkat pengecer (Pr). Marjin
pemasaran hanya diperoleh dari perbedaan harga, tidak berkaitan langsung
dengan kuantitas produk yang dipasarkan. Namun bila marjin pemasaran
dikalikan dengan jumlah komoditi yang ditawarkan, maka hasilnya disebut Nilai
Marjin Pemasaran atau Va lue Ma rketing Ma rgin (VMM). Hal ini dapat dilihat
commit to user
Qrf yang berarti sama dengan nilai tambah (va lue a dded). Nilai marjin pemasaran
(VMM) dapat dilihat sebagai agregat atau dibagi dalam komponen yang berbeda.
Satu sisi VMM mengandung unsur faktor-faktor produksi yang digunakan seperti
upah tenaga kerja, bunga dari modal yang digunakan, sewa dari lahan dan
bangunan, dan laba sebagai balas jasa dari usaha dan risiko. Bagian lain dalam
VMM adalah pembayaran berbagai lembaga pemasaran yang terlibat seperti
Sr
commit to user
pedagang eceran, pedagang grosir, pedagang pengolah dan pedagang pengumpul.
Bagian dari VMM ini disebut Beban Pemasaran (Ma rketing Cha rge).
Dari analisis marjin pemasaran dapat juga diketahui besarnya bagian harga
yang diterima petani (fa rmers sha re). Marjin pemasaran tidak lain merupakan
besarnya biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasaran dan keuntungan yang
diperoleh sebagai balas jasa dari fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga
pemasaran.
7. Integrasi Pasar
Integrasi pasar adalah hubungan yang saling mempengaruhi harga diantara
dua pasar. Pasar dikatakan terintegrasi apabila perubahan harga dari salah satu
pasar disalurkan ke pasar lain. Semakin cepat laju penyaluran, maka semakin
terpadu kedua pasar. Integrasi pasar dapat terjadi jika terdapat informasi pasar
yang memadai dan informasi ini dengan cepat ditransformasikan dari suatu pasar
ke pasar lainnya. Dengan demikian fluktuasi perubahan harga yang terjadi pada
suatu pasar dapat segera tertangkap oleh pasar lain dengan ukuran perubahan
yang sama, (Hutasoit, 1998 da la m Syamsuri, 2002 : 18).
Faktor-faktor yang mempengaruhi integrasi pasar sangat bervariasi antara
tiap-tiap komoditi. Secara umum, faktor-faktor yang menentukan integrasi
muncul sebagai karakteristik produk-produk yang ada (perisha bility, bulkiness,
dan transforma bility), lokasi produksi (dataran rendah dan tinggi) serta fasilitas
transportasi (Munir et a l., 1997 da la m Supena, 2009 : 21).
Menurut Ravallion (1986) da la m Syamsuri (2002 : 18), model integrasi
commit to user
dipengaruhi oleh harga di pasar konsumsi dengan mempertimbangkan harga pada
waktu yang lalu dan harga pada saat ini. Aktivitas pasar-pasar tersebut
dihubungkan oleh adanya arus produk, sehingga harga dan jumlah produk yang
dipasarkan akan berubah bila terjadi perubahan harga di pasar lain.
Konsepsi integrasi pasar yang mengukur pengaruh pada harga suatu pasar
oleh harga-harga pasar lain diterapkan dengan model dari Ravallion (1985) yang
selanjutnya dikembangkan oleh Heytens (1986) dengan rumus sbb :
Pft = β0 + β1 (Pft-1) + β2 (Prt - Prt-1) + β3 (Prt-1) ……… (1)
Ketera ngan :
Pft = Harga di tingkat pasar produsen pada waktu t
Pft-1 = Lag harga di tingkat pasar produsen pada waktu t-1
Prt = Harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t
Prt-1 = Lag harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t-1
Prt - Prt-1 = Selisih harga di tingkat pasar konsumen pada waktu t (Prt)
dan lag harga di tingkat pasar konsumen (Prt-1) pada waktu t-1
eit = Random error (Galat)
β 0 = konstanta
β1 = koefisien regresi Pft-1
β2 = koefisien regresi Prt - Prt-1
β3 = koefisien regresi Prt-1
Secara umum, persamaan di atas menunjukkan bagaimana harga di
suatu pasar mempengaruhi pembentukan harga di pasar lain, dengan
commit to user
Penetapan harga lalu dalam rentang waktu tertentu bertujuan untuk melihat
fluktuasi harga.
Berdasarkan persamaan (1) dapat diketahui bahwa koefisien
β
2mengukur bagaimana perubahan harga di tingkat pasar acuan diteruskan
kepada harga di pasar produsen. Keseimbangan jangka panjang dicapai jika
koefisien
β
2 = 1, maka perubahan harga yang terjadi bersifat netral dalamproporsional persentase.
Prt – Prt-1 = 0 artinya adalah pasar acuan berada pada keseimbangan
jangka panjang, yang berarti koefisien
β
2 dikeluarkan dari persamaan.Koefisien yang menghubungkan dua bentuk harga
β
1 danβ
3 menjelaskankontribusi relatif dari harga pasar produsen dengan pasar konsumen pada saat
yang diinginkan.
Kedua bentuk harga yang diperoleh ini dapat digunakan untuk
mengetahui indeks integrasi pasar (IMC = Index of Ma rket Connection). IMC
merupakan rasio dari kedua bentuk harga tersebut, yaitu bentuk harga pasar
produsen terhadap bentuk harga pasar acuan pada masa lalu. Model tersebut
secara matematis dapat ditulis seperti persamaan berikut :
β1 ……… (2)
β3
Kedua pasar terhubungkan dengan baik jika harga yang terjadi di pasar
acuan pada waktu sebelumnya (t - 1) merupakan faktor utama yang
commit to user
IMC < 1 artinya terdapat derajat integrasi pasar jangka pendek yang relatif
tinggi antara harga di tingkat pasar lokal dengan harga di tingkat pasar acuan.
Harga di tingkat pasar lokal pada waktu sebelumnya tidak berpengaruh
terhadap harga di pasar lokal saat ini jika IMC = 0 dan ᵝ1 = -1. Pasar acuan
dengan pasar produsen tidak terpadu jika IMC > 1 dan nyata, artinya harga di
pasar acuan dengan pasar produsen tidak saling mempengaruhi. Pada kondisi
normal, nilai IMC positif dan nilai
β
1 antara 0 dan -1. Secara umum,keseimbangan jangka pendek dicapai jika nilai IMC semakin mendekati nol,
artinya semakin tinggi derajat integrasi pasarnya. Dengan kata lain harga di
pasar acuan dengan pasar produsen saling mempengaruhi.
Koefisien β2 digunakan untuk melihat integrasi jangka panjang,
semakin mendekati satu pada nilai koefisien β2, maka derajat asosiasinya
semakin tinggi. Dua pasar dikatakan terintegrasi secara sempurna dalam
jangka panjang apabila nilai koefisien korelasinya sama dengan satu.
8. Elastisitas Transmisi Harga
Menurut Nasruddin (1999 : 290), elastisitas transmisi harga dilakukan
untuk melihat hubungan antara harga di tingkat produsen dengan harga di tingkat
konsumen. Melalui hubungan tersebut secara tidak langsung dapat diperkirakan
bagaimana efektivitas suatu informasi pasar dan dapat digunakan untuk melihat
bagaimana bentuk struktur pasar, apakah bersaing sempurna atau tidak serta
efisiensi sistem pemasarannya.
Elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif harga di
commit to user
Untuk melihat elastisitas transmisi harga yang terjadi pada setiap rantai tataniaga
digunakan rumus sebagai berikut :
∂Pf . Pr ……… (3)
∂Pr Pf Dimana :
et = Elastisitas transmisi harga
∂Pr = Perubahan harga di tingkat konsumen
∂Pf = Perubahan harga di tingkat produsen
Pr = Rata-rata Harga di tingkat konsumen
Pf = Rata-rata Harga di tingkat produsen
Parameter tersebut akan diduga dengan menggunakan model regresi linier
sederhana dengan rumus sebagai berikut :
Pf = b0 + b1 Pr
Koefisien regresi b1 dan b0 dapat dicari dengan menggunakan rumus :
n ∑ Pr Pf - ∑ Pr . ∑ Pf ……… (4)
n ∑ Pr2 – ( ∑ Pr)2
b0 = Pf – b Pr
dimana :
n = Banyaknya pasangan pengamatan
∑Pf , ∑Pr
n n
Jika et = 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga sebesar 1 % di tingkat produsen et =
b1 =
commit to user
Jika et > 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga lebih dari 1 % di tingkat produsen
Jika et < 1, perubahan harga sebesar 1 % di tingkat konsumen akan
mengakibatkan perubahan harga kurang dari 1 % di tingkat produsen
9. Efisiensi Pemasaran
Efisiensi sering digunakan di industri hasil pertanian dalam mengukur
kinerja pasar. Peningkatan efisiensi merupakan tujuan umum dari petani, lembaga
pemasaran, konsumen dan masyarakat umum. Merupakan hal yang umum bahwa
semakin tinggi efisiensi berarti kinerja pasar semakin baik, demikian pula
sebaliknya (Kohl dan Uhl, 1990 : 76).
Secara umum efisiensi merupakan rasio antara output dan input. Artinya
efisiensi pemasaran berarti maksimisasi rasio output dan input dari kegiatan
pemasaran. Input pemasaran meliputi sumberdaya (tenaga kerja, mesin, energi,
dll) yang digunakan dalam fungsi pemasaran. Output pemasaran meliputi waktu,
bentuk, tempat, dan kegunaan lain yang mengarah pada kepuasan konsumen.
Hampir semua perubahan yang diusulkan dalam tataniaga suatu komoditi
adalah berdasarkan alasan efisiensi, sebab yang utama adalah karena dengan
efisiensi yang lebih tinggi berarti memberikan kinerja yang lebih baik, sedangkan
penurunan tingkat efisiensi mencerminkan kinerja yang lebih buruk. Masalah
efisiensi pemasaran berhubungan dengan masalah penyaluran barang-barang atau
jasa dari produsen kepada konsumen menurut tempat, waktu, dan bentuk yang
diinginkan oleh konsumen dengan biaya yang serendah-rendahnya sesuai dengan
commit to user
Kohl dan Uhl (1990 : 77) membagi efisiensi pemasaran dalam dua bagian
yaitu : (1) efisiensi operasional, dan (2) efisiensi harga. Efisiensi operasional
adalah perubahan dalam biaya pemasaran sebagai akibat perubahan biaya
penyelenggaraan fungsi-fungsi pemasaran (pembelian, penjualan, penyimpanan,
pengangkutan, pengolahan, pembiayaan, standarisasi, tanggungan resiko,
informasi pasar dan harga) tanpa mempengaruhi sisi output. Artinya efisiensi
operasional diukur dari biaya pemasaran dan marjin pemasaran.
Sedangkan efisiensi harga merupakan bentuk kedua dari efisiensi
pemasaran. Bagian ini menekankan pada kemampuan dari sistem pasar dalam
melakukan efisiensi alokasi sumberdaya dan memaksimumkan output. Efisiensi
harga diukur melalui korelasi harga yang terjadi untuk komoditi yang sama pada
berbagai tingkat pasar. Dalam hal ini korelasi harga disebut juga integrasi pasar.
Suatu pemasaran dikatakan efisien apabila marjin rendah dan koefisien korelasi
harga tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam mengukur
efisiensi pemasaran dilakukan melalui marjin pemasaran dan korelasi harga.
Adapun untuk mencari tingkat efisiensi dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Efisiensi = Input Target/Input Aktual ≥ 1
a. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual lebih besar atau sama
dengan 1 (satu), maka akan terjadi efisiensi.
b. Jika input yang ditargetkan berbanding input aktual kurang daripada 1 (satu),
commit to user
10.Analytical Hierarchy Process (AHP)
Metode Ana lytica l Hiera rchy Process (AHP) akan digunakan untuk
merancang alternatif strategi efisiensi pemasaran buah lokal. AHP dikembangkan
oleh Dr. Thomas L. Saaty pada tahun 1970-an untuk mengorganisasikan
informasi dan judgement dalam memilih alternatif yang paling disukai. Dengan
menggunakan AHP, suatu persoalan akan dipecahkan dalam suatu kerangka
berpikir yang terorganisir, sehingga memungkinkan dapat diekspresikan untuk
mengambil keputusan yang efektif atas persoalan tersebut (Marimin, 2010 : 91).
Prinsip kerja AHP adalah menyederhanakan suatu persoalan kompleks
yang tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta
menata dalam suatu hierarki. Selanjutnya, tingkat kepentingan setiap variabel
diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara
relatif dibandingkan variabel lain. Berbagai pertimbangan tersebut kemudian
disintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan
untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2010 : 91).
AHP memungkinkan pengguna untuk memberikan nilai bobot relatif dari
suatu kriteria majemuk (atau alternatif majemuk terhadap suatu kriteria) secara
intuitif, yaitu dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise
comparisons). Thomas L. Saaty sebagai pembuat AHP, kemudian menentukan
cara yang konsisten untuk mengubah perbandingan berpasangan menjadi suatu
himpunan bilangan yang mempresentasikan prioritas relatif dari setiap kriteria
commit to user
Saaty (1993) mengurutkan langkah-langkah pemecahan masalah
menggunakan AHP, yaitu sebagai berikut :
a. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan
b. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, tujuan, kriteria,
dan alternatif-alternatif pada level hirarki paling bawah
c. Membuat matriks perbandingan berpasangan
d. Menghitung nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking
alternatif dari pembobot yang didapatkan
e. Memeriksa konsistensi matriks penilaian
f. Mencari nilai pembobot keseluruhan hirarki dan menentukan rangking
alternatif dari pembobot yang didapatkan
g. Memilih nilai pembobot alternatif paling tinggi dari hasil perkalian tersebut
B. Kajian Empiris
Dalam kajian empiris ini disajikan hasil-hasil penelitian yang telah
dilakukan berkaitan dengan pemasaran buah-buahan, dilihat berdasarkan analisis
saluran, struktur dan perilaku pasar, serta analisis marjin dan efisiensi pemasaran.
Pakpahan (2006 : 88), meneliti tentang sistem pemasaran manggis di Desa
Babakan. Terdapat enam saluran pemasaran dan melibatkan lima lembaga
pemasaran terdiri dari pedagang pengumpul, pedagang besar, eksportir,
supermarket, dan pedagang pengecer. Petani umumnya lebih banyak menjual
hasil panennya kepada pedagang pengumpul daripada langsung kepada pedagang
besar karena hanya akan menerima hasil bersih dari penjualan tanpa harus
commit to user
yang baru untuk masuk dalam kegiatan pemasaran manggis karena kebutuhan
modal yang besar dan hubungan kepercayaan diantara lembaga pemasaran.
Struktur pasar yang dihadapi oleh petani adalah oligopsoni. Sedangkan struktur
pasar yang dihadapi oleh eksportir merupakan pasar oligopoli karena jumlah
pedagang besar lebih banyak dibandingkan jumlah eksportir. Hambatan pasar
yang terjadi adalah besarnya modal usaha dan adanya hubungan kepercayaan
diantara lembaga pemasaran. Perilaku pasar pada sistem penentuan harga yang
terjadi secara tawar menawar dan umumnya ditentukan oleh pedagang yang lebih
tinggi. Sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Kerjasama dilakukan
berdasarkan adanya hubungan kepercayaan. Hasil analisis margin pemasaran
menunjukkan saluran enam (petani-supplier-pengecer) paling efisien dengan total
margin 70 % dan fa rmer’s sha re tertingi 30 %.
Hidayat (2010 : 99), meneliti tentang tataniaga jambu getas merah di
Kelurahan Suka Resmi. Terdapat empat saluran tataniaga, (I : pedagang
pengumpul lokal-pedagang pengecer), (II : pedagang pengumpul
lokal-grosir-pengecer), (III : pedagang pengumpul lokal-grosir), (IV: pedagang pengumpul
luar-grosir). Saluran III paling efisien karena memiliki total margin terkecil 63,6
% dan fa rmer’s sha re tertingi 21,9 %. Struktur pasar di tingkat petani cenderung
oligopsoni, sementara di tingkat pengumpul cenderung oligopoli murni. Struktur
pasar di tingkat grosir dan pengecer cenderung mendekati persaingan sempurna.
Perilaku pasar tingkat petani, pengumpul, grosir, dan pengecer cenderung sama.
Lubis (2009 :98), meneliti tentang analisis sistem pemasaran belimbing
commit to user
(I : petani-tengkulak-pedagang besar-pengecer), (II : petani-pengecer toko dan
pasar tradisional), (III : petani-puskop belimbing-toko buah), (IV : petani-puskop
belimbing-pemasok-swalayan). Struktur pasar di tingkat petani mengarah pasar
persaingan sempurna, sedangkan di tingkat tengkulak, puskop, pedagang besar,
dan pemasok adalah oligopoli. Struktur pasar di tingkat pengecer mengarah pada
pasar persaingan sempurna. Saluran III paling efisien dengan margin terendah
43,48 % dan fa rmer’s sha re tertingi 56,52 %.
C. Kajian Karakteristik Buah
Beberapa informasi di bawah ini menggambarkan karakteristik buah yang
diteliti terdiri dari buah manggis, jambu biji, dan belimbing.
1. Manggis
a. Deskripsi
Menurut asalnya, manggis (Ga rcinia mangostana) merupakan buah asli
daerah Asia Tenggara, tepatnya Semenanjung Malaya. Daerah tumbuh tanaman
manggais saat ini sudah tersebar sampai ke beberapa negara tropis, di antaranya
Myanmar, Indocina, Indonesia, Filipina, dan Thailand. Masyarakat banyak
menyukai buah eksotis yang mempunyai rasa enak, yaitu campuran antara rasa
manis, asam, dan agak sepat. Buah manggis berbentuk bulat dengan kulit tebal,
lunak, dan bergetah kuning. Pada waktu masih muda kulit buahnya berwarna
hijau, setelah tua berubah menjadi merah tua sampai ungu kehitaman. Daging
buahnya tersusun dalam beberapa segmen atau juring dan berwarna putih bersih.
Jumlah juringnya biasanya dapat diperkirakan dari jumlah “celah” yang terdapat
commit to user b. Syarat Tumbuh
Manggis tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl dan
suhu antara 22-32° C. Daerah bercurah hujan tinggi antara 1.500-2.500 mm dan
merata sepanjang tahun merupakan tempat tumbuh yang disukainya. Tanaman
buah ini tumbuh baik pada jenis tanah yang subur, gembur, aerasi dan drainasenya
baik, serta mengandung pasir (misalnya tanah latosol). Selain itu, tanaman ini
lebih menyukai tempat tempat yang teduh dan agak terlindung.
c. Perbanyakan
Tanaman yang diperbanyak dengan biji umumnya mulai berbuah pada
umur sekitar 8-15 tahun. Perbanyakan yang dianjurkan dengan cara enten
(sambung pucuk) dan penyusuan (perbanyakan vegetatif). Sebagai batang bawah
digunakan semai biji manggis yang telah berumur 1-2 tahun. Sementara batang
atas menggunakan pucuk tunas samping (cabang sekunder atau tersier) yang
daunnya mulai menua. Bibit vegetatif mulai berbuah pada umur 5-6 tahun.
Perbanyakan dengan okulasi dan cangkok tidak dianjurkan karena tingkat
keberhasilannya sangat kecil dan hasilnya rendah sekali. Sementara perbanyakan
dengan kultur jaringan dari potongan biji mempunyai harapan baik. Namun,
kendala dalam pembuatan bibit kultur jaringan/kultur belahan biji adalah akarnya
sulit tumbuh. Pertumbuhan akar dapat didorong dengan menanam tunas yang telah
terbentuk dalam media pasir steril pada suhu 20-25° C.
d. Panen dan Pasca Panen
Buah manggis dipetik setelah berwarna kemerahan, kira-kira berumur 120
commit to user
tangkai karena matangnya buah tidak bersamaan. Manggis dipanen dan diangkut
dengan hati-hati, tidak boleh jatuh atau berbenturan karena dapat menimbulkan
memar dan warna cokelat pada buah. Buah dipilah, buah yang kotor oleh getah
kuning atau buah berukuran kecil disingkirkan (Sumber Informasi Petani
Indonesia,2009 dan Buku Saku Manggis, 2011).
2. Jambu Biji
a. Deskripsi
Jambu biji (Psidium gua ja va) adalah tanaman tropis yang berasal dari
Brazilia Amerika Tengah, disebarkan ke Indonesia melalui Thailand. Hingga saat
ini telah dibudidayakan dan menyebar luas di Daerah Sumatera dan Jawa meliputi
Sumatera Utara, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa
Timur. Jambu biji memiliki buah yang berwarna hijau dengan daging buah
berwarna putih atau merah. Jambu biji dikenal mengandung banyak vitamin C.
b. Syarat Tumbuh
Jambu biji dapat tumbuh berkembang serta berbuah dengan optimal pada
suhu sekitar 23-28 derajat C di siang hari dengan ketinggian antara 5-1200 m dpl.
Sedangkan pH tanah yang ideal bagi pertumbuhan jambu biji adalah 4,5-8,2 dan
intensitas curah hujan yang diperlukan berkisar antara 1000-2000 mm/tahun.
c. Perbanyakan
Jambu dapat diperbanyak dengan biji. Namun demikian, perbanyakan
dengan cara ini tidak disukai karena tumbuhannya lama menjadi dewasa dan juga
akan berubah sifat dari induknya. Perbanyakan yang sekarang dilakukan adalah
commit to user d. Manfaat konsumsi
Buah jambu biji mengandung banyak vitamin dan serat, sehingga sangat
cocok sekali dikonsumsi untuk menjaga kesehatan. Warna daging jambu biji yang
merah mengidikasikan jambu biji kaya akan vitamin A untuk kesehatan mata dan
antioksidan. Buah jambu biji sangat cocok sekali dikonsumsi di siang hari karena
buahnya yang segar dan mendinginkan badan, (Sumber Informasi Petani
Indonesia, 2009 dan Buku Saku Jambu Biji, 2011).
3. Belimbing
a. Deskripsi
Belimbing (Averrhoa ca ra mbola) adalah tanaman buah berbentuk khas
yang berasal dari Indonesia, India, dan Sri Langka. Saat ini, belimbing telah
tersebar ke penjuru Asia Tenggara, Republik Dominika, Brasil, Peru, Ghana,
Guyana, Tonga, dan Polinesia. Buah belimbing berwarna kuning kehijauan. Saat
baru tumbuh, buahnya berwarna hijau. Jika dipotong, buah ini mempunyai
penampang yang berbentuk bintang. Berbiji kecil dan berwarna coklat. Buah ini
renyah saat dimakan, rasanya manis dan sedikit asam. Buah ini mengandung
banyak vitamin C.
b. Kegunaan Belimbing
Buah belimbing sarat akan gizi. Kandungan vitamin A dan C yang
dikandungnya merupakan antioksidan yang ampuh melawan radikal bebas,
meningkatkan daya tahan tubuh. Belimbing manis juga kaya pektin. Pektinnya
commit to user
dan asam empedu yang terdapat dalam usus dan membantu pembuangannya,
(Sumber Informasi Petani Indonesia, 2009 dan Buku Saku Belimbing, 2011).
Tabel 4 di bawah ini adalah data produksi buah di Indonesia khusus
komoditi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing mulai tahun 1997 – 2010.
Tabel 4. Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing di Indonesia 1997 – 2010
Tahun Manggis Jambu Biji Belimbing
(Ton) (Ton) (Ton)
1997 17,475 160,469 49,255
1998 23,511 148,462 47,590
1999 19,174 139,341 47,493
2000 26,400 128,621 48,252
2001 25,812 137,598 53,157
2002 62,055 162,120 56,753
2003 79,073 239,107 67,261
2004 62,117 210,320 78,117
2005 64,711 178,509 65,967
2006 72,634 196,180 70,298
2007 112,722 179,474 59,984
2008 78,674 212,260 72,397
2009 105,558 220,202 72,443
2010 84,538 204,551 69,089
Sumber : BPS (2010)
Gambar 4. Grafik Produksi Manggis, Jambu biji, dan Belimbing Indonesia 1997 – 2010 Manggis
commit to user
D. Kerangka Pemikiran Konseptual
Kondisi pemasaran buah lokal saat ini cenderung mengalami penurunan,
hal ini sebagaimana telah diuraikan dalam perumusan masalah. Penurunan
tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor baik yang bersumber dari luar (eksternal)
maupun dari dalam (internal). Untuk mengatahui faktor tersebut, maka dilakukan
analisa melalui sistem pemasaran yang dilakukan oleh pihak yang terlibat dalam
proses pemasaran buah mulai dari produsen hingga konsumen.
Analisis dilakukan terhadap 3 (tiga) model yaitu : 1) analisis struktur pasar
meliputi, lembaga dan saluran pemasaran, sifat kekhasan produk (product
differentiation), hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2) analisis
perilaku pasar meliputi, penentuan harga dan stabilitas pasar, praktek-praktek jual
beli, sistem pembayaran, dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) Analisis
kinerja pasar meliputi, marjin pemasaran, fa rmer’s sha re, integrasi pasar, dan
elastisitas transmisi harga. Ketiganya bertujuan untuk mengetahui efisiensi
pemasaran buah lokal yang ada di Kabupaten Bogor.
Hasil analisis akan ditindaklanjuti dengan perumusan alternatif strategi
efisiensi pemasaran melalui metode Analisis Hierarki Proses (AHP), sehingga
dapat dijadikan sebagai landasan dalam pengembangan maupun perbaikan
terhadap sistem pemasaran buah lokal di Kabupaten Bogor pada masa mendatang.
commit to user
A. Pembatasan Masalah
1. Buah lokal yang ditetapkan dalam penelitian adalah manggis, jambu biji, dan
belimbing dengan pertimbangan ketiganya memiliki nilai LQ > 1, khusus
manggis telah merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji.
2. Fokus penelitian dibatasi pada masalah pemasaran buah lokal (manggis, jambu
biji, dan belimbing) dari tingkat petani di Kabupaten Bogor sampai pedagang
commit to user
ditetapkan adalah pihak importir, sedangkan jambu biji tujuan industri
konsumen akhirnya adalah pabrik pengolahan.
3. Pembahasan secara mendalam dalam penelitian ini hanya pada pemasaran
buah lokal di pasar domestik khusus di Kabupaten Bogor.
4. Pasar lokal komoditi manggis ditetapkan di Pasar Kecamatan Leuwiliang
sedangkan pasar lokal komoditi jambu biji dan belimbing ditetapkan di Pasar
Kecamatan Bojong Gede dengan pertimbangan daerah tersebut adalah wilayah
sentra dari masing-masing komoditi buah lokal.
5. Pasar acuan yang ditetapkan adalah Pasar Bogor dengan pertimbangan Pasar
Bogor terletak di tengah Kota Bogor dan merupakan jalur strategis tujuan
pemasaran buah lokal dari pasar-pasar lokal dari daerah Kabupaten Bogor,
Pasar Bogor diasumsikan bersaing secara sempurna.
6. Untuk jambu biji dan belimbing, data yang digunakan untuk analisis integrasi
pasar dan elastisitas transmisi harga adalah data time series selama dua belas
bulan (Januari s.d Desember 2011), sedangkan untuk manggis karena bersifat
musiman digunakan data time series sesuai dengan bulan-bulan musimnya.
B. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Pemasaran buah adalah proses penyampaian atau penyaluran komoditas buah
mulai dari petani produsen sampai kepada konsumen melalui saluran
pemasaran tertentu dengan aktivitas-aktivitas tertentu.
2. Lembaga perantara pemasaran adalah individu-individu atau lembaga yang
menyelenggarakan proses pemindahan hak milik barang petani sampai ke
commit to user
3. Saluran pemasaran adalah rangkaian arus produk buah dari tingkat produsen
hingga ke tingkat konsumen.
4. Marjin pemasaran adalah selisih atau perbedaan harga yang dibayar oleh
konsumen dengan harga yang diterima oleh petani produsen untuk komoditas
tertentu pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).
5. Biaya pemasaran adalah semua biaya yang dikeluarkan oleh lembaga
pemasaran dalam aktivitas pemasaran untuk menyalurkan barang/jasa dari
produsen ke konsumen dan dihitung dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).
6. Keuntungan lembaga pemasaran adalah selisih dari hasil penjualan yang
diterima dengan semua biaya yang dikeluarkan dalam melakukan aktivitas
pemasaran pada saat tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).
7. Bagian keuntungan (SKi) adalah bagian keuntungan yang diterima oleh
lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara
keuntungan yang diterima dengan total marjin pemasaran.
8. Bagian biaya pemasaran (SBi) adalah bagian biaya yang dikeluarkan oleh
lembaga pemasaran tertentu, yang merupakan persentase perbandingan antara
biaya yang dikeluarkan dengan total marjin pemasaran.
9. Harga jual adalah harga yang diterima oleh masing-masing lembaga
pemasaran atau petani produsen sebagai nilai tukar dari produk buah pada saat
tertentu dalam satuan rupiah per-kg (Rp/Kg).
10. Integrasi pasar adalah ukuran yang digunakan untuk melihat tingkat keeratan
hubungan antara dua pasar, dimana perubahan harga di tingkat pasar tertentu
disalurkan ke pasar lain.
11. Elastisitas transmisi harga adalah pengaruh perubahan harga pedagang
pengecer (Pr) di pasar konsumen terhadap perubahan harga di tingkat petani
dimana Pf = f (Pr) di pasar lokal.
12. Ana lytica l Hiera rchy process (AHP) adalah salah satu bentuk model
pengambilan keputusan dengan multiple kriteria yang merubah nilai-nilai
kualitatif menjadi nilai kuantitatif, sehingga keputusan yang diambil dapat
commit to user
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis (descriptive research)
yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu kejadian
sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap obyek yang diteliti. Dalam hal ini
adalah gambaran mengenai kondisi pemasaran buah lokal dari tingkat petani
sampai konsumen akhir. Penelitian deskriptif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
(1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi pada saat itu, artinya
mengungkapkan fakta kondisi pemasaran yang terjadi pada saat itu, (2)
menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan
satu-persatu, dalam penelitian ini yaitu variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar,
(3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan (treatment),
artinya variabel struktur, perilaku, dan kinerja pasar diteliti apa adanya sesuai
dengan kondisi yang terjadi di lapangan saat itu tanpa perlakuan apapun.
B. Pertimbangan Pemilihan Komoditi
Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah satu daerah sentra produksi
komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing. Menurut Rusmana (2007 : 3),
ketiganya memiliki nilai LQ (Loca tion Quotient) > 1 yaitu Belimbing (3,427),
Jambu Biji (1,417), Manggis (1,546). Jika nilai LQ > 1 maka komoditi tersebut
memiliki keunggulan komparatif yang hasilnya tidak hanya dapat memenuhi
kebutuhan lokal tetapi dapat diekspor ke luar wilayah. Khusus manggis telah
commit to user
merambah pasar ekspor sehingga menarik untuk dikaji, sedangkan jambu biji dan
belimbing berproduksi sepanjang tahun.
C. Lokasi dan Waktu
Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) yaitu di Kabupaten
Bogor berdasarkan pertimbangan tertentu sesuai tujuan peneliti (Singarimbun dan
Effendi, 1997:36). Pertimbangannya adalah Kabupaten Bogor dikenal sebagai salah
satu daerah sentra produksi komoditi manggis, jambu biji, dan belimbing.
Dari tingkat kabupaten tersebut dipilih sampel kecamatan secara sengaja
(purposive) dengan kriteria bahwa kecamatan terpilih merupakan sentra produksi
manggis, jambu biji, dan belimbing karena memiliki produksi terbesar pada
masing-masing komoditi buah lokal. Data dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi Manggis, Jambu Biji, dan Belimbing Per Kecamatan di Kab. Bogor 2010
No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)
commit to user Tabel 5. (Lanjutan)
No Kecamatan Manggis (Kw) Jambu Biji (Kw) Belimbing (Kw)
19 Sukamakmur 0 0 0
Sumber : Monografi Pertanian dan Kehutanan Kab. Bogor (2010)
Keterangan :
*1)*2) Kecamatan terpilih untuk komoditi manggis **1)**2) Kecamatan terpilih untuk komoditi jambu biji ***1)***2) Kecamatan terpilih untuk komoditi belimbing
Dari tingkat kecamatan diambil dua desa sampel secara sengaja
berdasarkan rekomendasi Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan
(BP3K) setiap wilayah. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa desa-desa terpilih
merupakan sentra produksi ketiga jenis buah lokal yang dapat mewakili kriteria
commit to user
Tabel 6. Kecamatan dan Desa Terpilih untuk Setiap Komoditi Buah Lokal
No Komoditi Kecamatan Desa Sumber : BP3K Leuwiliang 2011 dan BP3K Bojong Gede 2011
Pengumpulan data dilaksanakan selama tiga bulan (November 2011–
Januari 2012).
D. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
digunakan untuk menganalisis, 1) struktur pasar meliputi lembaga dan saluran
pasar, sifat khas produk, hambatan keluar masuk pasar, dan informasi pasar, 2)
perilaku pasar meliputi penentuan harga, praktek jual beli, sistem pembayaran,
dan kerjasama antar lembaga pemasaran, 3) kinerja efisinesi pasar meliputi marjin
dan farmers sha re. Data primer juga digunakan untuk menentukan alternatif
strategi berdasarkan survey pakar. Data primer diperoleh dari petani, pedagang
perantara dan pakar melalui wawancara menggunakan panduan kuesioner.
Sedangkan data sekunder berupa harga bulanan komoditi buah lokal akan
digunakan untuk menganalisis integrasi pasar dan elastisitas transmisi harga. Data
sekunder juga digunakan sebagai keterangan penunjang yang dikumpulkan dari
commit to user
Kementrian Pertanian, Biro Pusat Statistik, Dinas Pertanian, Badan Pelaksana
Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan, Balai Penyuluhan Pertanian
Perikanan dan Kehutanan, dan Dinas Pasar.
E. Teknik Pengambilan Contoh
Dari dua desa pada setiap kecamatan terpilih ditentukan jumlah sampel
petani secara quota sampling sebanyak 15 petani, dan untuk menentukan jumlah
sampel petani setiap desa digunakan proportional sampling. Maka dari enam
kecamatan terpilih akan terdiri dari 90 petani sampel. Rata-rata petani
mengusahakan kebun campuran sehingga ditetapkan batas kepemilikan jumlah
pohon minimal untuk manggis adalah 10 pohon, sedangkan jambu biji dan
belimbing adalah 15 pohon. Rincian perhitungan sampel tampak pada Tabel 7 :
Tabel 7. Penetapan Jumlah Petani Sampel Setiap Komoditi Buah Lokal
No Komoditi Kecamatan Desa Jumlah
Teknik pengambilan contoh pedagang sebagai lembaga perantara
pemasaran dipilih dengan metode Snowba ll Sa mpling yaitu teknik penentuan