• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016."

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Reny Dwi Wahyuni NIM 12108241093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v MOTTO

Alloh SWT akan memberikan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya

(penulis)

“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan”

(QS. Al-Insyirah: 6)

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kan kau dustakan?”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan mengharap ridho Allah SWT, Tugas Akhir Skripsi ini penulis

persembahkan untuk:

1. Orang tua dan keluarga besar atas doa dan dukungannya sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

2. Teman-teman yang selalu memotivasi dan mendoakan sehingga skripsi ini

dapat terselesaikan.

(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA REINFORCEMENT DENGAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

SEGUGUS II KECAMATAN NANGGULAN KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh

Reny Dwi Wahyuni NIM. 12108241093

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat reinforcement, tingkat motivasi belajar matematika, dan hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasi dengan menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo yang berjumlah 86 siswa. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 71 siswa. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah angket. Teknik analisis menggunakan korelasi Pearson Product Moment.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1) tingkat reinforcement

siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase 66,20%, (2) tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase 63,38%, (3) terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara reinforcement

dengan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, yang dibuktikan dengan hasil uji korelasi yaitu nilai signifikansi hasil analisis SPSS 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 0,05 (0,000 < 0,05) pada taraf signifikansi 5%.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, yang telah

melimpahkan segala rahmat dan nikmat-Nya sehingga pada kesempatan ini

penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan antara

Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika Siswa Kelas V Sekolah

Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran

2015/2016”.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi

tingkat sarjana pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. Skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik atas kerjasama, bimbingan, dan bantuaan dari semua pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, yang telah memberikan kesempatan

untuk menyelesaikan studi pada program studi S1 PGSD FIP Universitas

Negeri Yogyakarta.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan izin penelitian guna penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

3. Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang

telah memberikan izin penelitian guna penyusunan Tugas Akhir Skripsi.

4. Ketua Jurusan PSD (Pendidikan Sekolah Dasar) yang telah membantu

(9)
(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ...xv

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Kajian tentang Reinforcement ... 11

1. Pengertian Reinforcement ... 11

2. Tujuan Reinforcement ... 13

3. Prinsip Reinforcement ... 15

4. Komponen Reinforcement ... 17

B. Kajian tentang Motivasi Belajar ... 19

1. Pengertian Motivasi Belajar ... 19

2. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar ... 23

(11)

xi

C. Pembelajaran Matematika ... 27

D. Siswa Sekolah Dasar ... 31

E. Penelitian yang Relevan ... 36

F. Kerangka Berpikir ... 37

G. Hipotesis Penelitian ... 38

BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 39

1. Populasi ... 39

2. Sampel ... 40

B. Setting Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian... 40

2. Waktu Penelitian ... 41

C. Metode Penelitian... 41

D. Variabel Penelitian ... 41

E. Teknik Pengumpulan Data ... 42

F. Definisi Operasional Variabel ... 44

1. Reinforcement ... 44

2. Motivasi Belajar ... 44

G. Instrumen Penelitian... 45

1. Pengembangan Instrumen ... 45

a. Instrumen Reinforcement ... 45

b. Instrumen Motivasi Belajar ... 46

2. Penyusunan dan Penyuntingan Item ... 47

3. Penyekoran Instrumen ... 47

(12)

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ... 61 1. Tingkat Reinforcement ... 61 2. Tingkat Motivasi Belajar ... 67 3. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika... 72 B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Data persebaran siswa kelas V SD Segugus II Kecamatan Nanggulan 39

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Variabel Reinforcement ... 46

Tebel 3. Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Belajar ... 47

Tabel 4. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Reinforcement ... 50

Tebel 5. Kisi-kisi Instrumen Reinforcement Setelah Divalidasi ... 51

Tebel 6. Hasil Uji Validitas untuk Instrumen Motivasi Belajar... 52

Tebel 7. Kisi-kisi Instrumen Motivasi Belajar Setelah Divalidasi ... 53

Tebel 8. Indeks Koefisien Reliabilitas ... 55

Tabel 9. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Reinforcement ... 55

Tabel 10. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Motivasi Belajar ... 55

Tabel 11. Interpretasi Koefisien Korelasi Nilai r ... 59

Tabel 12. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Reinforcement ... 61

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Reinforcement ... 62

Tabel 14. Distribusi Frekuensi Tingkat Reinforcement ... 64

Tabel 15. Skor Perolehan Indikator Angket Reinforcement ... 65

Tabel 16. Hasil Analisis Deskriptif Variabel Motivasi Belajar Matematika ... 67

Tabel 17. Distribusi Frekuensi Skor Motivasi Belajar Matematika ... 68

Tabel 18. Distribusi Frekuensi Tingkat Motivasi Belajar Matematika ... 70

Tabel 19. Skor Perolehan Angket Motivasi Belajar Matematika ... 71

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas (Kolmogorov Smirnov) ... 73

Tabel 21. Rangkuman Hasil Uji Linearitas ... 73

Tabel 22. Hasil Uji Korelasi Variabel Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika ... 74

Tabel 23. Data Uji Coba Kuesioner Reinforcement ... 102

Tabel 24. Data Uji Coba Kuesioner Motivasi Belajar ... 104

Tabel 25. Data Hasil Penelitian Angket Reinforcement... 130

Tabel 26. Data Hasil Penelitian Angket Motivasi Belajar ... 135

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

hal Gambar 1. Faktor yang Mempengaruhi Belajar ... 24 Gambar 2. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Keterangan Validasi Expert Judgment ... 84

Lampiran 2. Instrumen Uji Coba Sebelum Penelitian ... 87

Lampiran 3. Data Uji Coba Instrumen Penelitian ... 101

Lampiran 4. Uji Reabilitas ... 109

Lampiran 5. Instrumen Penelitian Setelah Uji Coba ... 114

Lampiran 6. Data Hasil Penelitian ... 129

Lampiran 7. Uji Normalitas, Uji Linearitas, dan Uji Korelasi ... 144

Lampiran 8. Kategori Data Hasil Penelitian ... 148

Lampiran 9. Dokumentasi Pelaksanaan Penelitian ... 151

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan suatu hal yang penting di dalam kehidupan.

Salah satu komponen utama dalam pendidikan adalah peserta didik. Peserta

didik memiliki peran penting dalam keberhasilan pembelajaran. Dalam proses

pembelajaran terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi keberhasilan

peserta didik, salah satunya adalah faktor motivasi belajar peserta didik.

Hamzah B. Uno (2010: 23) menegaskan bahwa motivasi belajar mempunyai

peranan besar dalam keberhasilan seseorang dalam belajar.

Motivasi yang berkaitan dengan pembelajaran adalah motivasi belajar.

Oemar Hamalik (2011: 105) telah mengembangkan teori tentang motivasi

yang berdasarkan perbuatan belajar. Perbuatan belajar akan berhasil bila

berdasarkan motivasi pada diri siswa. siswa dapat dipaksa untuk belajar tetapi

tidak dapat dipaksa untuk menghayatinya. Disinilah peran guru untuk

berupaya agar siswa mau belajar dan memiliki keinginan belajar

terus-menerus.

Sardiman (2007: 2) mengatakan bahwa interaksi antara pengajar dengan

warga belajar, diharapkan merupakan proses motivasi. Maksudnya, bagaimana

dalam proses interaksi itu pihak pengajar mampu memberikan dan

mengembangkan motivasi serta reinforcement kepada pihak warga

belajar/siswa/subjek didik, agar dapat melakukan kegiatan belajar secara

(17)

2

Reinforcement (penguatan) yang lazim digunakan dalam proses

pembelajaran berupa penguatan positif sehingga reinforcement dapat

memberikan motivasi pada siswa untuk meningkatkan perilaku positif

tersebut. Salah satu bentuk tingkah laku siswa yang positif adalah belajar.

Namun belum diketahui secara ilmiah apakah pemberian reinforcement

berpengaruh terhadap motivasi belajar siswa kelas V di SD segugus II

Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo.

Pada dasarnya reinforcement dibutuhkan oleh setiap individu, termasuk

peserta didik di Sekolah Dasar. Reinforcement diperlukan peserta didik untuk

meningkatkan motivasi belajarnya. Ketika peserta didik mendapatkan

reinforcement maka peserta didik akan cenderung bersemangat dan

mempunyai motivasi untuk terus belajar. Siswa yang memiliki motivasi

belajar yang tinggi akan cenderung menyukai mata pelajaran apapun. Namun

sebaliknya, siswa yang memiliki motivasi belajar rendah cenderung kurang

berminat untuk belajar mata pelajaran apapun. Jika siswa tersebut dibiarkan

begitu saja maka siswa tidak akan mengalami peningkatan, bahkan dapat

mengalami kegagalan terus-menerus dikarenakan kurangnya dorongan untuk

belajar. Oleh karena itu reinforcement turut andil dalam meningkatkan

motivasi belajar terhadap suatu mata pelajaran.

Salah satu mata pelajaran yang perlu dikuasai siswa adalah matematika.

Matematika merupakan dasar ilmu untuk mempelajarai ilmu-ilmu lainnya dan

(18)

sehari-3

hari. Oleh karena itu penerimaan matematika perlu ditanamkan dan dipelajari

dengan benar sejak dini.

Berdasarkan dari hasil penelitian di Indonesia Moch. Masykur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007: 34) menyatakan bahwa tingkat penguasaan peserta didik dalam matematika pada semua jenjang pendidikan masih sekitar 34%. Ini sangat memprihatinkan. Anggapan masyarakat khususnya di kalangan pelajar, matematika masih merupakan mata pelajaran sulit, membingungkan bahkan sangat ditakuti oleh sebagian besar pelajar.

Matematika merupakan mata pelajaran yang dikembangkan secara

nasional oleh pusat. Perlu kita ingat bahwa matematika merupakan salah satu

mata pelajaran yang penting dimana matematika diujikan dalam Ujian Akhir

Nasional bagi siswa Sekolah Dasar. Namun dalam kenyataannya, penguasaan

matematika di jenjang sekolah selalu menjadi permasalahan. Hal ini terbukti

dari hasil Ujian Nasional (UN) yang diselenggarakan memperlihatkan

rendahnya persentase kelulusan siswa dalam ujian tersebut, baik yang

diselenggarakan di tingkat pusat maupun di daerah. Pendapat Ahmad Susanto,

(2013: 185) menyebutkan bahwa penguasaan matematika selalu menjadi

permasalahan besar. Hasil ujian nasional (UN) yang diselenggarakan

memperlihatkan rendahnya persentase kelulusan siswa dalam ujian tersebut,

baik yang diselanggarakan di tingkat pusat maupun di daerah. Pada umumnya,

yang menjadi faktor penyebab ketidaklulusan siswa dalam ujian nasional ini

adalah rendahnya kemampuan siswa dalam materi pelajaran matematika.

Hasil-hasil penelitian masih menujukkan bahwa proses pembelajaran

matematika di Sekolah Dasar masih belum menunjukkan hasil yang

(19)

4

UASBN) di mana rata-rata hasil belajar matematika untuk siswa Sekolah

Dasar berkisar antara nilai 5 dan 6, bahkan lebih kecil dari angka ini, Ahmad

Susanto (2013: 191).

Oleh karena itu, siswa diharapkan dapat menguasai mata pelajaran

tersebut untuk dapat memperbaiki hal-hal demikian. Namun yang ditemui saat

ini, pentingnya mata pelajaran matematika tidak diikuti dengan ketertarikan

siswa untuk mempelajarinya. Tidak sedikit siswa mempunyai keyakinan

bahwa mata pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit. Kesulitan yang

dihadapi oleh siswa jika diikuti oleh reinforcement yang rendah maka akan

mengakibatkan rendahnya motivasi belajar siswa terhadap mata pelajaran

matematika.

Salah satu tujuan dilakukannya penguatan menurut Novan Ardy Wiyani

(2013: 36) adalah memotivasi, membangkitkan, dan meningkatkan motivasi

belajar sehingga memudahkan peserta didik dalam belajar. Dengan demikian

diharapkan motivasi siswa terutama motivasi belajar siswa dapat meningkat

dengan adanya penguatan (reinforcement) dari guru. Reinforcement

merupakan cara untuk membesarkan hati siswa untuk lebih berpartisipasi aktif

dalam kegiatan pembelajaran. Ketika siswa mendapat reinforcement, maka

siswa akan merasa mendapat penghargaan atas usahanya. Sehingga apabila

siswa merasa dihargai, maka siswa akan termotivasi untuk melakukan kembali

perbuatan tersebut. Dengan kata lain, reinforcement dapat membuat siswa

lebih aktif berpartisipasi dalam pembelajaran sehingga lebih termotivasi untuk

(20)

5

Namun demikian tidak semua siswa di Sekolah Dasar mendapatkan

reinforcement yang optimal dari guru. Banyak siswa yang tidak mendapatkan

reinforcement sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar dan merasa

bahwa mata pelajaran yang dipelajari adalah mata pelajaran yang sulit. Dari

kesulitan yang siswa alami akan membuat siswa tidak menyukai dan tidak

termotivasi untuk belajar mata pelajaran tersebut. Salah satu mata pelajaran

yang tidak disukai siswa adalah matematika. Kurangnya motivasi dalam

belajar matematika juga didukung dari hasil observasi, angket, dan wawancara

di empat sekolah yang merupakan SD anggota gugus II Kecamatan

Nanggulan, pada tanggal 26, 28, 30 Oktober dan 2, 4 November 2015.

Beberapa masalah pada mata pelajaran matematika khususnya terkait

dengan proses belajar siswa diantaranya yaitu masalah pertama adalah mata

pelajaran matematika merupakan mata pelajaran yang paling tidak disukai dan

paling ditakuti oleh siswa. Berdasarkan angket dan wawancara dengan siswa,

68,6% siswa menganggap matematika sebagai pelajaran yang sulit, sehingga

mereka tidak menyukai pelajaran matematika.

Masalah kedua, nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) September 2015

kurang memuaskan. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari guru kelas V

SD anggota gugus II Nanggulan, dapat diketahui bahwa hasil UTS semester

gasal tahun 2015 menunjukkan bahwa matematika menempati urutan terendah

dalam perolehan nilai apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lain,

dengan rata-rata nilai 72,1. Sedangkan rata-rata nilai PKn 77,09, rata-rata nilai

(21)

rata-6

rata nilai Bahasa Inggris 79,4, rata nilai Bahasa Indonesia 79,00, dan

rata-rata nilai IPA 75,00.

Masalah ketiga, siswa cenderung kurang termotivasi saat belajar

matematika. Hal ini terlihat ketika pembelajaran matematika siswa kurang

memperhatikan dan kurang konsentrasi. Nampak terlihat ketika pembelajaran

matematika sebagian besar siswa kurang memperhatikan pembelajaran

matematika. Beberapa siswa ramai dengan temannya, menyanyi, berbicara

dengan teman sebangku, bermain tali, dan bermain bolpoin.

Masalah keempat, penggunaan reinforcement dalam pembelajaran masih

kurang optimal. Guru cenderung memberikan reinforcement kepada siswa

secara umum sehingga siswa kurang menyadari respon yang diberikan guru.

Selama pelajaran berlangsung, guru hanya memberikan reinforcement

sesekali kepada salah satu siswa yang mengerjakan soal matematika dengan

benar. Padahal menurut pendapat Marno & M. Idris (Barnawi & Mohammad

Arifin (2012: 208) yang mengatakan bahwa reinforcement diberikan kepada

siswa dengan tujuan meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar;

membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar siswa;

mengarahkan pengembangan berpikir siswa kearah berpikir divergen;

mengatur dan mengembangkan diri anak dalam proses belajar; dan

mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif dan

mendorong munculnya tingkah laku yang produktif. Dengan pemberian

reinforcement siswa akan merasa mendapatkan penghargaan atas usahanya

(22)

7

Berdasarkan beberapa hal di atas, reinforcement yang diberikan oleh

guru belum maksimal dan masih bersifat umum sehingga peneliti ingin

meneliti terkait dengan reinforcement yang diberikan oleh guru kepada siswa

dari sudut pandang siswa dan terkait dengan motivasi belajar siswa itu sendiri.

Selain itu berdasarkan hasil penelitian Herning Tyas Sarwastuti (2011: 86)

membuktikan bahwa reinforcement berpengaruh positif dan signifikan

terhadap motivasi berprestasi siswa pada mata pelajaran matematika SD

Negeri Danurejan tahun ajaran 2010/2011 yang ditunjukkan dengan nilai

korelasi sebesar 0,332, oleh karena itu peneliti ingin meneliti hal tersebut di

SD segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Peneliti ingin

mengetahui apakah terdapat hubungan yang positif antara reinforcement

dengan motivasi belajar matematika siswa. Dengan demikian, judul penelitian

ini adalah “Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar

Matematika Siswa Kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan

Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, dapat

diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Hasil observasi, angket siswa, dan wawancara dengan siswa, menunjukkan

matematika sebagai mata pelajaran yang tidak disukai pada siswa kelas V

(23)

8

2. Rata-rata nilai Ulangan Tengah Semester (UTS) semester gasal mata

pelajaran matematika menempati urutan terendah, dibandingkan dengan

mata pelajaran lainnya.

3. Siswa cenderung kurang termotivasi saat pembelajaran matematika.

4. Reinforcement yang diberikan oleh guru belum maksimal dan masih

bersifat umum.

5. Reinforcement dengan motivasi belajar matematika berhubungan positif

namun belum pernah diteliti di SD segugus II Kecamatan Nanggulan,

Kabupaten Kulon Progo.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti hanya membatasi pada

masalah reinforcement dan motivasi belajar matematika siswa kelas V SD

segugus II Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran

2015/2016. Pada penelitian ini reinforcement yang dimaksud adalah

reinforcement yang bersifat positif yang lazim digunakan dalam proses

pembelajaran.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah pada

(24)

9

1. Berapa besar tingkat reinforcement pada pembelajaran matematika kelas V

Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran

2015/2016?

2. Berapa besar tingkat motivasi belajar matematika siswa kelas V Sekolah

Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016?

3. Apakah reinforcement memiliki hubungan yang positif dengan motivasi

belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar Segugus II

Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Untuk mengetahui berapa besar tingkat reinforcement pada pembelajaran

matematika kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan

Tahun Ajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui berapa besar tingkat motivasi belajar matematika siswa

kelas V Sekolah Dasar Segugus II Kecamatan Nanggulan Tahun Ajaran

2015/2016.

3. Untuk mengetahui positif atau negatif hubungan antara reinforcement

dengan motivasi belajar matematika pada siswa kelas V Sekolah Dasar

(25)

10 F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu manfaat yang bersifat teoritis

dan manfaat yang bersifat praktis.

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan bagi pengembang

pendidikan untuk mengembangkan suatu teori mengenai hubungan

reinforcement terhadap motivasi belajar matematika.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Sekolah

Memberikan informasi kepada guru, kepala sekolah, dan wali murid

mengenai hubungan antara reinforcement dengan motivasi belajar

matematika di Sekolah Dasar sehingga dapat menjadi masukan guru

dalam pelaksanaan pendidikan dan pemberian reinforcement untuk

meningkatkan motivasi belajar matematika siswa Sekolah Dasar.

b. Bagi Siswa

Memberikan informasi siswa Sekolah Dasar mengenai hubungan

antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika sehingga

siswa dapat termotivasi dalam belajar matematika dan menyadari

bahwa matematika merupakan bekal penting di dalam kehidupan siswa

(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Reinforcement 1. Pengertian Reinforcement

Buchari Alma, dkk., (2010: 40) mengatakan bahwa reinforcement

adalah respon positif terhadap suatu tingkah laku tertentu dari siswa yang

memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali. Moh. Uzer Usman

(2013: 80-81) menyatakan bahwa:

Penguatan (reinforcement) adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik (feedback)

bagi si penerima (siswa) atas perbuatannya sebagai suatu tindak dorongan ataupun koreksi. Atau, penguatan adalah respons terhadap suatu tingkah laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah laku tersebut. Tindakan tersebut dimaksudkan untuk mengganjar atau membesarkan hati siswa agar mereka lebih giat berpartisipasi dalam interaksi belajar-mengajar.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Marno dan M. Idris (2014:

130) yang menyatakan bahwa penguatan adalah respons positif yang

dilakukan guru atas perilaku positif yang dicapai anak dalam proses

belajarnya, dengan tujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan

perilaku tersebut. Marno dan M. Idris (2014: 130) menyatakan pula bahwa

penguatan dapat diartikan pula sebagai respons terhadap suatu tingkah

laku yang dapat meningkatkan kemungkinan berulangnya kembali tingkah

laku tersebut.

Penguatan merupakan bentuk respons guru dengan menggunakan

(27)

12

didik (Novan Ardy Wiyani, 2013: 35-36). Barnawi & Mohammad Arifin

(2012: 208) berpendapat bahwa penguatan ialah respons positif dalam

pembelajaran yang diberikan guru terhadap perilaku peserta didik yang

positif dengan tujuan mempertahankan dan meningkatkan perilaku

tersebut. Dapat diartikan pula penguatan ialah respons terhadap suatu

tingkah laku yang sengaja diberikan agar tingkah laku tersebut dapat

terulang kembali.

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 58) mengartikan reinforcement

sebagai penguatan dengan tingkah laku guru dalam merespons secara

positif suatu tingkah laku tertentu siswa yang memungkinkan tingkah laku

tersebut timbul kembali. Sejalan dengan Saidiman (Hamzah B. Uno, 2006:

168) yang menyatakan bahwa memberi penguatan diartikan dengan

tingkah laku dalam merespons secara postif suatu tingkah laku tertentu

siswa yang memungkinkan tingkah laku tersebut timbul kembali.

Hamzah B. Uno (2006: 168) berpendapat bahwa keterampilan

memberikan penguatan merupakan keterampilan yang arahnya untuk

memberikan dorongan, tanggapan, atau hadiah bagi siswa agar dalam

mengikuti pelajaran merasa dihormati dan diperhatikan. Penghargaan

mempunyai pengaruh positif dalam kehidupan manusia sehari-hari, yaitu

mendorong seseorang memperbaiki tigkah laku serta meningkatkan

kegiatannya atau usahanya.

Berdasarkan paparan di atas dapat dikaji bahwa reinforcement atau

(28)

13

dilakukan siswa dalam proses pembelajaran sehingga memunculkan

kembali perilaku tersebut. Dengan demikian siswa merasa diakui dan

dihargai sehingga mendorong siswa kembali melakukan perilaku tersebut.

2. Tujuan Reinforcement

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 58) menyatakan tujuan dari

pemberian penguatan, yaitu:

a. Meningkatkan perhatian siswa;

b. Melancarkan atau memudahkan proses belajar; c. Membangkitkan dan mempertahankan motivasi;

d. Mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tingkah laku belajar yang produktif;

e. Mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar; f. Mengarahkan kepada cara berpikir yang baik/divergen dan

inisiatif pribadi.

Menurut Moh. Uzer Usman (2013: 81) penguatan mempunyai

pengaruh berupa sikap positif terhadap proses belajar siswa dan bertujuan

meningkatkan perhatian siswa terhadap pelajaran, merangsang dan

meningkatkan motivasi belajar, serta meningkatkan kegiatan belajar dan

membina tingkah laku siswa yang produktif.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Marno & M. Idris (2014:

130-131), tujuan menggunakan penguatan adalah sebagai berikut.

a. Meningkatkan perhatian siswa dalam proses belajar;

b. Membangkitkan, memelihara, dan meningkatkan motivasi belajar siswa;

c. Mengarahkan pengembangan berpikir siswa kearah berpikir divergen;

(29)

14

e. Mengendalikan serta memodifikasi tingkah laku siswa yang kurang positif serta mendorong munculnya tingkah laku yang produktif.

Menurut Saidiman (Hamzah B. Uno, 2006: 168) keterampilan memberikan penguatan bertujuan untuk: (a) meningkatkan perhatian siswa, (b) memperlancar atau memudahkan proses belajar, (c) membangkitkan dan mempertahankan motivasi, (d) mengontrol atau mengubah sikap yang mengganggu kearah tingkah laku bagi yang produktif, (e) mengembangkan dan mengatur diri sendiri dalam belajar, (f) mengarahkan pada cara berpikir yang baik/divergen dan inisiatif pribadi.

Tujuan penggunaan keterampilan memberi penguatan di dalam

kelas menurut Syaiful Bahri Djamarah (2010: 118) adalah untuk:

a. Meningkatkan perhatian siswa dan membantu siswa belajar bila pemberian penguatan digunakan secara selektif.

b. Memberi motivasi kepada siswa.

c. Dipakai untuk mengontrol atau mengubah tingkah laku siswa yang mengganggu, dan meningkatkan cara belajar yang produktif.

d. Mengembangkan kepercayaan diri siswa untuk mengatur diri sendiri dalam pengalaman belajar.

e. Mengarahkan terhadap pengembangan berpikir yang divergen (berbeda) dan pengambilan inisiatif yang bebas.

Menurut Novan Ardy Wiyani (2013: 36), tujuan dilakukannya

penguatan adalah sebagai berikut.

a. Untuk memberi umpan balik (feedback) bagi peserta didik atas perilakunya sehingga dapat mengendalikan perilaku peserta didik dari yang semula negatif menjadi positif.

b. Meningkatkan dan memusatkan perhatian peserta didik terhadap materi pembelajaran yang sedang dibahas.

c. Memotivasi, membangkitkan, dan meningkatkan motivasi belajar sehingga memudahkan peserta didik dalam belajar. d. Memberikan ganjaran dan membesarkan hati peserta didik agar

mereka lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan belajar.

Berdasarkan paparan di atas dapat diuraikan bahwa tujuan dari

(30)

15

siswa agar lebih aktif dalam pembelajaran, mengarahkan belajar siswa,

dan mendorong munculnya tingkah laku yang positif.

3. Prinsip Reinforcement

Prinsip penggunaan menurut Buchari Alma (2010: 42) adalah (1)

Penuh kehangatan, antusias, dan jujur; (2) Hindari reinforcement negatif:

kritikan, hukuman; (3) Bervariasi. (4) Penuh arti bagi siswa. (5) Bersifat

pribadi. (6) Langsung/segera.

Menurut J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 60), prinsip

penggunaan penguatan yaitu:

a. Penuh kehangatan dan keantusiasan.

b. Menghindari penggunaan respons negatif.

c. Bermakna bagi siswa.

d. Dapat bersifat pribadi atau kelompok.

Hal ini sejalan dengan prinsip penggunaan reinforcement yang

dikemukakan oleh Moh. Uzer Usman (2013: 82) yaitu: a) kehangatan dan

keantusiasan, b) kebermaknaan, dan c) menghindari penggunaan respons

yang negatif. Adapun jabaran masing-masing prinsip penggunaan

penguatan atau reinforcement adalah sebagai berikut.

a. Kehangatan dan keantusiasan

Sikap dan gaya guru, termasuk suara, mimik, dan gerak badan, akan

menunjukkan adanya kehangatan dan keantusiasan dalam memberikan

(31)

16

ikhlas dalam memberikan penguatan karena tidak disertai kehangatan

dan keantusiasan.

b. Kebermaknaan

Penguatan hendaknya diberikan sesuai dengan tingkah laku dan

penampilan siswa sehingga ia mengerti dan yakin bahwa ia patut diberi

penguatan. Dengan demikian penguatan itu bermakna baginya. Yang

jelas jangan sampai terjadi sebaliknya.

c. Menghindari penggunaan respons negatif

Walaupun teguran dan hukuman masih bisa digunakan, respons negatif

yang diberikan guru berupa komentar, bercanda menghina, ejekan

yang kasar perlu dihindari karena akan mematahkan semangat siswa

untuk mengembangkan dirinya. Misalnya, jika seorang siswa tidak

dapat memberikan jawaban yang diharapkan, guru jangan langsung

menyalahkannya, tetapi bisa melontarkan pertanyaan kepada siswa

lain.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2010:

123-124) yang menyatakan bahwa prinsip penggunaan penguatan kepada

siswa yaitu (a) hangat dan antusias; (b) hindari penggunaan penguatan

negatif; (c) penggunaan bervariasi; (d) bermakna. Marno dan M. Idris

(2014: 131-132) juga menyatakan bahwa prinsip penggunaan penguatan

adalah (a) kehangatan; (b) antusiasme; (c) bermakna; dan (d) menghindari

(32)

17

Berdasarkan paparan di atas dapat diuraikan bahwa prinsip

penggunaan penguatan (reinforcement) yaitu bersifat positif, kehangatan

dan keantusiasan, kebermaknaan, dan memotivasi.

4. Komponen Reinforcement

Novan Ardy Wiyani (2013: 36) menyatakan bahwa ada dua jenis

penguatan, yaitu penguatan verbal dan nonberbal. Penguatan verbal

berbentuk ucapan, baik dalam bentuk kata-kata, seperti ucapan betul,

bagus, hebat, bagus, dan lainnya serta dalam bentuk kalimat seperti

ucapan “Wah pekerjaanmu bagus sekali”.

Selain itu Novan Ardy Wiyani (2013: 36) lebih lanjut memaparkan

penguatan nonverbal berbentuk gerakan-gerakan fisik guru (gestural),

contohnya adalah sebagai berikut.

a. Penguatan dengan gerakan isyarat dari anggota tubuh seperti menganggukkan kepala, wajah ceria, wajah mendung, tersenyum, tertawa, kontak pandang mata, mengangkat ibu jari tangan, tepuk tangan, dan sebagainya.

b. Penguatan dengan sentuhan seperti memegang atau menepuk bahu, mengusap kepala, jabat tangan, dan sebagainya.

c. Penguatan dengan pendekatan kepada peserta didik, seperti berdiri di samping peserta didik, guru duduk di dekat peserta didik, dan lainnya.

d. Penguatan dengan hadiah.

Barnawi & Mohammad Arifin (2012: 209-210), berpendapat bahwa

dalam reinforcement atau penguatan terdapat 2 komponen yaitu

a. Penguatan verbal, yaitu tanggapan guru berupa kata-kata pujian, dukungan, dan pengakuan.

(33)

18

Menurut Wingkel (Hamzah B. Uno, 2006: 169-170) komponen

keterampilan pemberi penguatan ialah sebagai berikut:

a. Penguatan verbal, berupa kata-kata atau kalimat yang diucapkan guru.

b. Penguatan gestural, berupa mimik, gerakan wajah atau anggota badan yang dapat memberikan kesan kepada siswa.

c. Penguatan dengan cara mendekati, dengan cara mendekai siswa untuk menyatakan perhatian guru terhadap pekerjaan, tingkah laku, atau penampilan siswa.

d. Penguatan dengan sentuhan, dapat menyatakan penghargaan kepada siswa dengan menepuk pundak siswa, menjanat tangan siswa, atau mengangkat tangan siswa.

e. Penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan. f. Penguatan berupa tanda atau benda, merupakan usaha guru

dalam menggunakan bermacam-macam simbol penguatan untuk menunjang tingkah laku siswa yang positif.

J.J. Hasibuan & Moedjiono (2009: 59) menyatakan beberapa

keterampilan memberi penguatan adalah (a) penguatan verbal, (b)

penguatan gestural, (c) penguatan dengan cara mendekati, (d) penguatan

dengan sentuhan, (e) penguatan dengan memberikan kegiatan yang

menyenangkan, (f) penguatan berupa tanda atau benda.

Sejalan dengan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2010: 120-122)

yang mengemukakan bahwa komponen pemberian penguatan yaitu (a)

penguatan verbal; (b) penguatan gestural; (c) penguatan kegiatan; (d)

penguatan mendekati; (e) penguatan sentuhan; dan (f) penguatan tanda.

Marno dan M. Idris (2014: 133-134) juga menyatakan bahwa komponen

keterampilan memberikan penguatan adalah (a) penguatan verbal; (b)

penguatan berupa mimik muka dan gerakan badan (gestural); (c)

(34)

19

(e) penguatan dengan kegiatan yang menyenangkan; dan (f) penguatan

berupa simbol atau benda.

Pemberian penguatan menurut Wingkel (Hamzah B. Uno, 2006:

169) bisa dalam bentuk sebagai berikut: (a) perhatian kepada guru, kawan,

atau objek diskusi; (b) tingkah laku belajar, membaca, pekerjaan di papan

tulis; (c) penyelesaian hasil pekerjaan (PR); (d) kualitas pekerjaan atau

tugas (kerapian, keindahan); (e) perbaikan/penyempurnaan tugas; (f)

tugas-tugas mandiri.

Pitadjeng (2006: 41) menyatakan bahwa ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak didik, dan anak didik cenderung berusaha untuk mengulangi atau meninggalkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberikan pujian terhadap anak didik, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak, dan merupakan hadiah bagi anak didik yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.

Berdasarkan paparan di atas, peneliti sepakat dengan pendapat Wingkel

(Hamzah B. Uno, 2006: 169-170) yang menyatakan bahwa komponen

reinforcement yaitu penguatan secara verbal, gestural, mendekati,

sentuhan, memberi kegiatan menyenangkan, dan menggunakan tanda atau

benda.

B. Kajian tentang Motivasi Belajar 1. Pengertian Motivasi Belajar

Isbandi Rukmianto Adi (Hamzah B. Uno, 2010: 3) menyatakan

bahwa istilah motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai

kekuatan yang terdapat dalam diri individu, yang menyebabkan individu

(35)

20

101) motivasi adalah keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang

mendorongnya untuk melakukan aktivitas tertentu guna pencapaian suatu

tujuan.

Motivasi adalah kekuatan, baik dari dalam maupun dari luar yang mendorong seseorang untuk mencapai tujuan tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Atau dengan kata lain, motivasi dapat diartikan sebagai dorongan mental terhadap perorangan atau orang-orang sebagai anggota masyarakat. Motivasi dapat diartikan juga sebagai proses untuk mencoba memengaruhi orang atau orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan pekerjaan yang diinginkan, sesuai dengan tujuan tertentu yang telah ditetapkan lebih dahulu (Hamzah B. Uno, 2010: 1).

Sugihartono, dkk (2012: 20) mengartikan motivasi sebagai suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan yang memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Sementara John W Santrock (Sumiati dan Asra, 2008: 30) menyatakan bahwa motivasi adalah proses yang memberi semangat (dorongan), arah dan kegigihan perilaku, artinya perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang penuh energi, terarah dan bertahan lama.

Sejalan dengan Oemar Hamalik (2011: 50-51) yang menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan buatan atau tindakan tertentu. Perbuatan belajar terjadi karena adanya motivasi yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan belajar. Dorongan itu dapat timbul dari dalam diri subjek yang belajar yang bersumber dari kebutuhan tertentu yang ingin mendapat pemuasan; atau dorongan yang timbul karena rangsangan dari luar sehingga subjek melakukan perbuatan belajar.

Belajar adalah proses perubahan tingkah perilaku atau pribadi

seseorang berdasarkan interaksi antara individu dan lingkungannya yang

dilakukan secara formal, informal, dan nonformal (Hamzah B. Uno, 2010:

23).

(36)

21

(stimulus), maka anaak akan mereaksi dengan respons. Hubungan stimulu-respons ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis pada belajar. Jadi pada dasarnya kelakuan anak adalah terdiri atas respons-respons tertentu terhadap stimulus-stimulus tertentu.

Slameto (Novan Ardy Wiyani, 2013: 17) mengartikan belajar

sebagai suatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk

memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan

sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam berinteraksi dengan

lingkungannya.

Hamzah B. Uno (2010: 15) menegaskan bahwa belajar adalah

pemerolehan pengalaman baru oleh seseorang dalam bentuk perubahan

perilaku yang relatif menetap, sebagai akibat adanya proses dalam bentuk

interaksi belajar terhadap suatu objek (pengetahuan), atau melalui suatu

penguatan (reinforcement) dalam bentuk pengalaman terhadap suatu objek

yang ada dalam lingkungan belajar.

Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada

keinginan untuk belajar. Inilah prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan

pendidikan dan pengajaran. Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah

yang disebut dengan motivasi, Sardiman (2007: 40). Motivasi belajar

merupakan suatu hal yang penting dalam proses pembelajaran. Seperti

halnya yang dikemukan Hamzah B. Uno (2010: 23) yang menyatakan

bahwa motivasi dan belajar merupakan hal yang saling memengaruhi.

Belajar adalah perubahan tingkah laku secara relatif permanen dan secara

(37)

22

practice) yang dilandasi tujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Oemar

Hamalik (2011: 106) mengatakan bahwa motivasi adalah perubahan energi

dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan

dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Hamzah B. Uno (2010: 23) menegaskan bahwa hakikat motivasi

belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang

sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya

dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. Sumiati dan Asra

(2008: 59) berpendapat bahwa motivasi belajar adalah sesuatu yang

mendorong siswa untuk berperilaku yang langsung menyebabkan

munculnya perilaku dalam belajar. Siswa akan melakuakan suatu proses

belajar betapa pun beratnya jika ia mempunyai motivasi tinggi.

Menurut Raymond J. Wlodkowski dan Judith H.Jaynes, (2004: 11)

menyatakan bahwa motivasi belajar adalah suatu nilai dan suatu dorongan

untuk belajar. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang dapat

memotivasi peserta didik atau individu untuk belajar (Ridwan Abdullah

Sani, 2014: 49). Sardiman (2007: 75) mengemukakan bahwa motivasi

belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya

yang khas adalah dalam hal penumbuhan gairah, merasa senang dan

semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan

mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

(38)

23

belajar secara aktif, kreatif, efektif, inovatif, dan menyenangkan dalam rangka perubahan perilaku, baik dalam aspek kognitif, psikomoyorik, maupun psikomotor.

Berdasarkan paparan di atas dapat dikaji bahwa motivasi belajar

merupakan suatu kemauan atau kondisi yang menimbulkan perubahan

perilaku, baik dalam pengetahuan, sikap, maupun keterampilan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Oemar Hamalik (2011: 86) menyatakan bahwa motivasi dapat

bersumber dari dalam diri siswa sendiri berdasarkan kebutuhan, dorongan

dan kesadaran pada tujuan belajar. Motivasi ini disebut motivasi intrinsik.

Motivasi belajar dapat juga tumbuh berkat rangsangan dan tekanan atau

desakan dari luar, misalnya dengan hadiah, ganjaran, hukuman dan

pemberian harapan lainnya, yang disebut motivasi ekstrinsik.

Hamzah B. Uno (2010: 23) menyatakan bahwa motivasi belajar

dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil

dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor

ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang

kodusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi harus diingat, kedua

faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang

berkeinginan untuk melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan

semangat.

Oemar Hamalik (2011: 51) mengatakan bahwa motivasi yang timbul

(39)

24

dengan motivasi yang disebabkan oleh rangsangan dari luar. Namun dalam

praktiknya, sering motivasi dari dalam itu tidak ada, atau belum timbul.

Keadaan ini memerlukan rangsangan dari luar sehingga timbul motivasi

belajar.

Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam diri

individu yang sedang belajar, sedangkan faktor eksternal adalah faktor

yang ada di luar individu. (Sugihartono, dkk., 2012: 76)

Faktor yang mempengaruhi motivasi belajar dapat digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi belajar (Sugihartono, dkk., 2012: 76)

Faktor yang mempengaruhi belajar

Faktor Internal Faktor Eksternal

(40)

25

Motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat

dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan

cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan,

lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik.

Tetapi harus diingat, kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan

tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk melakukan aktivitas

belajar yang lebih giat dan semangat.

Menurut Edward L. Thorndike dalam teori pembelajaran Thorndike

(Pitadjeng, 2006: 39) mengemukakan beberapa hukum belajar yang

dikenal dengan sebutan “Law of Effect” menurut hukum ini belajar akan

lebih berhasil bila respon siswa terhadap suatu stimulus segera diikuti

dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa

timbul sebagai akibat siswa mendapat pujian atau ganjaran lainnya.

Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak didik berhasil

melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul

kepuasan sebagai akibat sukses yang diraihnya.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti setuju dengan pendapat

Sugihartono yang menyebutkan bahwa terdapat 2 faktor yang

mempengaruhi belajar yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor

internal adalah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar,

(41)

26

3. Karakteristik Siswa yang Memiliki Motivasi Belajar

Hamzah B. Uno (2010: 10) mengatakan bahwa motivasi adalah

dorongan internal dan eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan

perubahan tingkah laku, yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1)

adanya hasrat dan keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya

dorongan dan kebutuhan melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan

cita-cita, (4) penghargaan dan penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan

yang baik, dan (6) adanya keinginan yang menarik. Sugihartono, dkk..

(2012: 78) mengatakan bahwa motivasi belajar yang tinggi tercermin dari

ketekunan yang tidak mudah patah untuk mencapai sukses meskipun

dihadang oleh berbagai kesuitan.

Sugihartono, dkk (2012: 78) menyatakan bahwa motivasi yang tinggi dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi yang tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa antara lain:

1) Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi.

2) Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar.

3) Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.

Salah satu unsur belajar sebagai proses yang dimodifikasi dari Traver

(Abdul Majid, 2013: 34) adalah peserta didik yang termotivasi. Aktivitas

belajar untuk mencapai tujuan belajar tidak akan terjadi apabila peserta

didik tidak termotivasi untuk belajar. Motivasi belajar itu akan lahir

manakala peserta didik merasakan bahwa apa yang disampaikan dalam

(42)

27

datang dari dalam diri peserta didik, bukan “dipaksakan” oleh pihak luar,

walaupun motivasi dari luar diperlukan.

Dalam penelitian ini, peneliti setuju dengan pendapat Hamzah B.

Uno (2010: 10) mengatakan bahwa motivasi adalah dorongan internal dan

eksternal dalam diri seseorang untuk mengadakan perubahan tingkah laku,

yang mempunyai indikator sebagai berikut: (1) adanya hasrat dan

keinginan untuk melakukan kegiatan, (2) adanya dorongan dan kebutuhan

melakukan kegiatan, (3) adanya harapan dan cita-cita, (4) penghargaan dan

penghormatan atas diri, (5) adanya lingkungan yang baik, dan (6) adanya

keinginan yang menarik.

C. Pembelajaran Matematika

Bidang studi matematika merupakan salah satu komponen pendidikan

dasar dalam bidang-bidang pengajaran. Bidang studi matematika ini

diperlukan untuk proses perhitungan dan proses berpikir yang sangat

dibutuhkan orang dalam menyelesaikan berbagai masalah, (Ahmad Susanto,

2013: 184). Menurut Depdiknas (Ahmad Susanto, 2013: 184), matematika

berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang berarti “belajar

atau hal yang dipelajari”, sedang dalam bahasa Belanda, matematika disebut

wiskunde atau ilmu pasti, yang kesemuanya berkaitan dengan penalaran.

Ahmad Susanto (2013: 184-185) menyatakan bahwa matematika memiliki

bahasa dan aturan yang terdefinisi dengan baik, penalaran yang jelas dan

sistematis, dan struktur atau keterkaitan antarkonsep yang kuat. Unsur utama

(43)

28

asumsi (kebenaran konsistensi). Selain itu matematika juga bekerja melalui

penalaran induktif yang didasarkan fakta dan gejala yang muncul untuk

sampai pada perkiraan tertentu. Tetapi perkiraan ini, tetap harus dibuktikan

secara deduktif, dengan argumen yang konsisten.

Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat

meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan

konstribusi dalam penyelesaian masalah sehari-hari dan dalam dunia kerja,

serta memberikan dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, Ahmad Susanto (2013: 185).

Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 183) menyatakan bahwa

matematika merupakan salah satu bidang studi yang ada pada semua jenjang

pendidikan, mulai dari tingkat Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.

Bahkan matematika diajarkan di taman kanak-kanak secara informal.

Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2008: 1) adalah bahasa simbol;

ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang

pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak

didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan

akhirnya ke dalil. Sedangkan hakikat matematika menurut Soedjati

(Heruman, 2008: 1), yaitu memiliki objek tujuan abstrak, bertumpu pada

kesempatan, dan pola pikir yang deduktif.

Heruman (2008: 2) menegaskan bahwa dalam matematika, setiap

konsep yang abstrak yang baru dipahami siswa perlu segera diberi penguatan,

(44)

29

melekat dalam pola pikir dan pola tindakannya. Untuk keperluan inilah, maka

diperlukan adanya pembelajaran melalui perbuatan dan pengertian, tidak

hanya sekedar hafalan atau mengingat fakta saja, kerana hal ini akan mudah

dilupakan siswa.

Lebih lanjut Heruman (2008: 3) memaparkan pembelajaran

matematika menekankan pada konsep-konsep matematika yakni:

a. Pemahaman Konsep Dasar (Pemahaman Konsep), yaitu pembelajaran suatu konsep baru metematika, ketika siswa belum pernah mempelajari konsep tersebut.

b. Pemahaman Konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep, yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

c. Pembinaan Keterampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep dan pemahaman konsep.

Ahmad Susanto, (2013: 186-187) menyatakan bahwa pembelajaran

matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru

untuk mengembangkan kreativitas berpikir siswa yang dapat meningkatkan

kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Menurut Wragg (Ahmad Susanto, 2013: 188), menyebutkan bahwa

proses pembelajaran matematika bukan sekedar transfer ilmu dari guru ke

siswa, melainkan suatu proses kegiatan, yaitu terjadi interaksi antara guru

dengan siswa serta antara siswa dengan siswa, dan antara siswa dengan

lingkungannya. Selain itu, juga dapat dipahami bahwa pembelajaran

matematika bukan hanya sebagai transfer of knowledge, yang mengandung

makna bahwa siswa merupakan objek dari belajar, namun hendaknya siswa

(45)

30

dikatakan belajar matematika apabila pada diri seseorang tersebut terjadi

suatu kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan tingkah laku yang

berkaitan dengan matematika. Heruman (2008: 5) menyatakan bahwa pada

pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar secara “konstruktivisme”

Piaget. Dalam konstruktivisme, konstruksi pengetahuan dilakukan sendiri

oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan

iklim yang kondusif.

Ahmad Susanto (2013: 189) menyatakan secara umum tujuan

pembelajaran matematika di Sekolah Dasar adalah agar siswa mampu dan

terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan pembelajaran

matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dalam penerapan

matematika. Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 183) memaparkan bahwa

tujuan pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan agar siswa tidak

hanya terampil menggunakan matematika, tetapi dapat memberikan bekal

kepada siswa dengan tekanan penataan nalar dalam penerapan matematika

dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat di mana ia tinggal.

Pitadjeng (2006: 70) berpendapat bahwa jika ada anak didik yang tidak

punya motif untuk belajar matematika, guru dapat memberikan motivasi pada

anak untuk belajar matematika, misalnya dengan hadiah bagi yang berhasil,

atau memberi poin untuk dapat menjawab hadiah, mendapat poin, mendapat

nilai baik, dapat mengungguli nilai teman, mendapat pujian dari guru atau

(46)

31

Berdasarkan pemaparan di atas dapat dikaji bahwa pembelajaran

matematika merupakan suatu proses belajar mengajar yang dapat

membangun penguasaan terhadap materi matematika sehingga meningkatkan

pengetahuan tentang matematika. Dalam pembelajaran matematika Sekolah

Dasar guru berperan sebagai fasilitator yang berperan memberi penguatan

kepada siswa sehingga siswa senantiasa termotivasi untuk terus belajar dan

dapat mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari dan dikuasai

dalam kehidupannya sehari-hari.

D. Siswa Sekolah Dasar

Ahmad Susanto (2013: 70) mengatakan bahwa anak yang berada di

Sekolah Dasar masih tergolong anak usia dini, terutama di kelas awal, adalah

anak yang berada pada rentangan usia dini. Masa usia dini merupakan masa

yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupan

seseorang. Oleh karena itu, pada masa ini seluruh potensi dimiliki anak perlu

didorong sehingga akan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Dasar

merupakan masa transisi dari sekolah taman kanak-kanak (TK) ke Sekolah

Dasar.

Lebih lanjut Ahmad Susanto (2013: 86) menyatakan bahwa masa usia

Sekolah Dasar adalah masa kanak-kanak akhir yang berlangsung dari usia

enam hingga kira-kira usia sebelas atau dua belas tahun. Sesuai dengan

karakteristik anak usia Sekolah Dasar yang suka bermain, memiliki rasa ingin

(47)

32

kelompok sebaya. Oleh karena itu, pembelajaran di sekolah dasar diusahakan

untuk terciptanya suasana yang kondusif dan menyenangkan.

Sejalan dengan Mgs. Nazarudin (2007: 45) yang menyatakan bahwa

dalam psikologi perkembangana usia peserta didik Sekolah Dasar (SD) berada

dalam periode „late childhood‟ (akhir masa kanak-kanak), yakni kira-kira

berada dalam rentan usia antara enam/tujuh samapai tiba saatnya individu

menjadi matang secara seksual sekitar usia tiga belas tahun. Sementara itu

perkembangan mental pada anak Sekolah Dasar, yang paling menonjol

meliputi perkembangan intelektual, bahasa, sosial, emosi, dan moral

keagamaan. Pada perkembangan intelektual, anak usia Sekolah Dasar (usia

6-12 tahun) anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau

melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau

kemampuan kognitif, seperti membaca, menulis, dan menghitung, Ahmad

Susanto (2013: 72-73).

Menurut Syamsu Yusuf (Ahmad Susanto, 2013: 73), pada anak usia

6-12 tahun ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu

mengklasifikasikan (mengelompokkan), menyusun, dan mengasosiasikan

(menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan

yang berkaitan dengan perhitungan angka, seperti menambah, mengurangi,

mengalikan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah

memiliki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang

(48)

33

Dengan mengacu pada teori penahapan perkembangan kognitif Piaget,

maka dapat diketahui bahwa anak usia Sekolah Dasar berada pada tahapan

operasional konkret (usia 7-11 tahun). Dimana pada rentang usia ini anak

mulai menunjukkan perilaku belajar yang berkembang, yang ditandai dengan

ciri-ciri berikut:

1. Anak mulai memandang dunia secara objektif, bergeser dari satu aspek

situasi ke aspek lain secara reflektif dan memandang unsur-unsur secara

serentak.

2. Anak mulai berpikir secara operasional, yakni anak mampu memahami

aspek-aspek kumulatif materi, seperti: volume, jumlah, berat, luas,

panjang, dan pendek. Anak juga mampu memahami tentang

peristiwa-peristiwa yang konkret.

3. Anak dapat menggunakan cara berpikir operasional untuk mengklasifikasi

benda-benda yang bervariasi beserta tingkatannya.

4. Anak mampu membentuk dan menggunakan keterhubungan aturan-aturan,

prinsip ilmiah sederhana, dan menggunakan hubungan sebab akibat.

5. Anak mampu memahami konsep substansi, volume zat cair, panjang,

pendek, lebar, luas, sempit, ringan, dan berat.

Pada usia siswa Sekolah Dasar (7-8 tahun hingga 12-13 tahun), menurut

teori kognitif Piaget termasuk pada tahap operasional konkret. Berdasarkan

perkembangan kognitif ini, maka anak usia Sekolah Dasar pada umumnya

mengalami kesulitan dalam memahami matematika yang bersifat abstrak.

(49)

34

siswa Sekolah Dasar pada umumnya (Ahmad Susanto, 2013: 184). Menurut

Kardi (Pitadjeng, 2006: 9), sifat anak SD-MI dikelompokkan menjadi 2 yaitu,

pada umur 6-9 tahun (anak SD tingkat rendah) dan pada umur 9-12 tahun

(anak SD tingkat tinggi). Adapun penjabarannya sebagai berikut.

1. Sifat anak SD kelompok umur 6-9 tahun.

Anak kelompok umur ini sifat fisiknya sangat aktif sehingga mudah

merasa letih dan memerlukan istirahat. Koordinasi otot-otot kecil masih

belum sempurna, karena itu masih ada yang belum bisa memegang pensil

dengan baik. Untuk dapat menciptakan proses belajar matematika yang

efektif dan hidup guru harus dapat menentukan suasana yang tepat dengan

kondisi siswa. hindari anak menulis atau mengerjakan soal matematika

yang berkepanjangan karena dapat menyebabkan anak jemu, bosan, lelah

dan keterampilan menulisnya semakin menurun. Sifat sosial anak SD-MI

kelompok umur ini antara lain mereka mulai memilih kawan yang disukai,

mulai senang membentuk kelompok bermain yang anggotanya kecil,

sering bertengkar, dan kompetisi diantara mereka sangat menonjol. Sifat

emosional anak pada kelompok ini adalah mereka mulai menaruh

perhatian terhadap apa yang dirasakan temannya. Sedangkan sifat mental

anak kelompok usia ini adalah senang sekali belajar.

2. Sifat anak SD kelompok umur 9-12 tahun

Salah satu sifat fisik anak kelompok umur ini adalah senang dan sudah

dapat mempergunakan alat-alat dan benda-benda kecil. Sifat sosialnya

(50)

35

persaingan antara kelompok anak laki-laki dengan kelompok anak

perempuan dalam menyelesaikan tugas pekerjaan rumah maupun

kompetensi dalam permainan. Sedangkan sifat mental anak kelompok

umur ini adalah mereka mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, lebih

kritis, ada yang mempunyai rasa percaya diri yang berlebihan, dan ingin

lebih bebas.

Novan Ardy Wiyani (2013: 70) menyatakan bahwa peserta didik yang

berada pada periode Sekolah Dasar (SD) berada dalam periode late childhood

atau akhir masa kanal-kanak, yaitu kurang lebih berada dalam rentang usia

antara enam/tujuh tahun hingga tiba saatnya peserta didik menjadi individu

yang matang secara seksual sekitar usia tiga belas tahun. Periode SD ini

ditandai dengan kondisi yang sangat berpengaruh terhadap penyesuaian

pribadi serta penyesuaian sosial peserta didik SD.

Sigmund Freud (Novan Ardy Wiyani, 2013: 70) memberi nama fase

usia SD dengan fase latent, yang mana dorongan-dorongan pada diri peserta

didik seakan-akan mengendap (laten), tidak menggelora seperti masa-masa

sebelumnya dan sesudahnya. Masa SD ini dapat diperinci menjadi dua fase,

antara lain:

a. Masa kelas rendah SD, saat peserta didik berada pada kelas 1, 2, dan 3 di

usia sekitar 6 sampai dengan 9 tahun;

b. Masa kelas atas SD, saat peserta didik berada pada kelas 4, 5, dan 6 di

(51)

36

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat dikaji bahwa siswa

Sekolah Dasar merupakan anak usia dini usia 6-13 tahun yang sedang berada

pada tahap perkembangan belajar, baik secara kognitif, afektif, maupun

psikomotor. Pada masa-masa ini lingkungan di sekitar siswa sangat

berpengaruh terhadap proses pembelajaran. Jika dalam pembelajaran tercipta

suasana yang menyenangkan bagi siswa tentunya siswa akan lebih menikmati

pembelajaran tersebut, namun begitu pula sebaliknya.

E. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan antara lain:

1. “Pengaruh Reinforcement dan Media Pengajaran Terhadap Motivasi

Berprestasi Siswa Pada Mata Pelajaran Matematika Kelas Tinggi Sekolah

Dasar Negeri Kecamatan Danurejan Yogyakarta” yang disusun oleh

Herning Tyas Sarwastuti pada tahun 2011. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa pemberian reinforcement dan penggunaan media

pengajaran dapat mempengaruhi motivasi berprestasi siswa secara

signifikan pada mata pelajaran matematika kelas tinggi SD Negeri

Kecamatan Danurejan tahun ajaran 2010/2011 dengan pembuktian

diperoleh harga F sebesar 26,880 dengan harga peluang ralat (p) sebesar

0,000, nilai korelasi R sebesar 0,413 dan R2 sebesar 0,170. Bobot sumbangan efektif kedua variabel secara bersama-sama sebesar 17%.

2. “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Semangat Belajar Siswa Kelas V

(52)

37

yang disusun oleh Rian Ika Maryani tahun 2011. Penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa terdapat hubunga positif dan signifikan anatara

kecerdasan emosi dengan semangat belajar siswa kelas V Sekolah Dasar

Segugus I Kecamatan Galur tahun ajaran 2010/1011 yang ditunjukkan

dengan r sebesar 0,766.

F. Kerangka Berpikir

Pembelajaran matematika Sekolah Dasar bertujuan agar siswa dapat

mengaplikasikan konsep matematika yang telah dipelajari dan dikuasai dalam

kehidupannya sehari-hari. Matematika merupakan ilmu pasti yang berkaitan

dengan penalaran. Maka dari itu, proses pembelajaran sangat memerlukan

penguatan dari guru sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

Dengan demikian siswa tidak merasa jenuh atau bosan dengan matematika.

Apabila siswa merasa senang dengan matematika maka siswa akan

termotivasi sehingga pembelajaran dapat berjalan secara maksimal, begitu

juga sebaliknya.

Motivasi belajar siswa dapat dibangun dengan penciptaan suasana

belajar yang menyenangkan. Dalam menciptakan suasana belajar yang

menyenangkan dapat melalui pemberian penguatan (reinforcement) yang

tepat. Penguatan (reinforcement) merupakan tanggapan positif guru terhadap

perilaku yang dilakukan siswa sehingga memunculkan kembali perilaku

tersebut. Reinforcement dapat berupa penghargaan baik secara verbal maupun

(53)

38

hasilnya dihargai. Dengan demikian akan mendorong adanya motivasi belajar

dan memunculkan kembali perilaku siswa tersebut.

Berdasarkan paparan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk

menguji hubungan positif antara reinforcement dengan motivasi belajar

matematika. Penelitian ini merumuskan reinforcement dan motivasi belajar

matematika sebagai dua variabel yang berhubungan positif, sebagaimana

Sardiman (2007: 94) menyatakan bahwa salah satu bentuk dan cara untuk

menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah adalah dengan

pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus

merupakan motivasi yang baik. Hubungan antara reinforcement dengan

motivasi belajar matematika digambarkan di bawah ini.

Gambar 2. Hubungan antara Reinforcement dengan Motivasi Belajar Matematika

G. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, maka

dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini yaitu “terdapat hubungan yang

positif antara reinforcement dengan motivasi belajar matematika siswa kelas

V Sekolah Dasar segugus II Kecamatan Nanggulan tahun ajaran 2015/2016”. Reinforcement

Gambar

Gambar 1. Faktor yang mempengaruhi belajar
Tabel 1. Data persebaran siswa kelas V SD Segugus II Kecamatan Nanggulan
Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Variabel Reinforcement
Tabel 3. Kisi-kisi Instrumen Variabel Motivasi Belajar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan Djaali dan Pudji (2008: 115) menyatakan bahwa ada enam indikator siswa yang memiliki motivasi berprestasi, yaitu: (1) berusaha unggul; (2) menyelesaikan tugas

positive reinforcement , 50% siswa menjadi lebih termotivasi dalam belajar IPS tetapi 50% siswa masih kurang tertarik untuk belajar IPS sehingga berdampak pula

Aspek Afektif Aspek Kognitif Aspek Fisik -menghindar dari kegiatan yang berhubungan dengan matematika -takut bila terlihat bodoh - ragu akan kemampuan sendiri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui HubunganKemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan

Ho: Tidak ada hubungan yang positif antara kemampuan guru dalam menyusun silabus dan gaya mengajar dengan hasil belajar membaca cepat pada siswa kelas V SD di Kecamatan

Lee dan Tsai (2010) juga mengatakan bahwa peningkatan efikasi diri guru dalam mengintegrasi teknologi memiliki efek positif pada proses.. pengajaran dan siswa mereka