i
HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO
TAHUN AJARAN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh
Fajar Deany Subekti NIM 12108244002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
iii
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya
sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang
ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan
mengikut tata penulisan karya ilmiah yang telah berlaku.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah
asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode
berikutnya.
Yogyakarta, 11 April 2016 Yang menyatakan,
v
MOTTO
1. Orang yang rajin membaca bagaikan sedang melihat masa lalu dan masa
depan. Hadir disetiap sejarah, dan hadir di setiap imajinasi orang-orang hebat.
2. Setiap orang hebat meninggalkan warisan. Dan warisan paling berharga
mereka tanamkan dalam buku yang mereka tulis. Beruntunglah orang-orang
yang senang membaca, karena mereka akan mendapatkan warisan paling
vi
HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V
SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016
Oleh
Fajar Deany Subekti NIM 12108244002
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui HubunganKemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasipearson product moment
dengan menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD/MIGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo.
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa dari 5 SD Negeri kelas V di Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes.
Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1) Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 79,31%, (2) Tingkat kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 67,24%, (3) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, yang dibuktikan dengan nilai r hitung 0,628 lebih besar dari r tabel sebesar 0,259 (0,628 >0,259) dan nilai
signifikansi hasil analisis program komputer SPSS for windows versi 16 sebesar
0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi sebesar 0,05 pada taraf signifikansi 5% (0,00 < 0,05).
Kata kunci: kemampuan membaca, kemampuan pemecahan soal cerita, mata
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang
senantiasa menganugerahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan Tugas
Akhir Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Fakultas
Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.
Penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas kerjasama,
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan
kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan lancar.
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan fasilitas dan kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan
lancar.
3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar/Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan.
4. Bapak Purwono PA, M.Pd Dosen Pembimbing yang telah memberikan
bimbingan dan pengarahan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran dalam
penyusunan skripsi ini.
viii
6. Ibu / bapak Kepala SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta,
yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.
7. Bapak/ibu guru kelas V SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo,
Yogyakarta, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.
8. Bapak Jemingin dan Ibu Tumini yang selalu mendoakan, memotivasi, dan
memberikan dorongan baik moril maupun materiil.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca
pada umumnya.
Yogyakarta, 11April 2016 Penulis
ix
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN... iii
PENGESAHAN ... iv A. Tinjauan Kemampuan Membaca ... 15
1. Pengertian Kemampuan Membaca ... 15
2. Tujuan Membaca ... 16
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca ... 18
B. Tinjauan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21
1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21
2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika ... 22
3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita ... 25
x
1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika ... 26
2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika ... 28
3. Karakteristik Matematika ... 29
4. Pentingnya Pengajaran Matematika ... 31
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar Matematika ... 32
6. Ruang Lingkup Matematika ... 34
D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 35
E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 37
F. Penelitian yang Relevan ... 39
2. Reliabilitas Instrumen ... 54
I. Teknik Analisis Data ... 57
1. Penerapan Teknik Analisis ... 57
2. Pengkajian Analisis Prasyarat ... 58
a. Uji Normalitas ... 58
b. Uji Linearitas ... 59
xi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62
B. Hasil Analisis Deskriptif ... 62
1. Kemampuan Membaca ... 62
2. Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 68
3. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 76
a. Uji Prasyarat Analisis ... 76
1) Uji Normalitas ... 76
2) Uji Linearitas ... 78
b. Uji Korelasi ... 79
C. Pembahasan ... 81
D. Keterbatasan Penelitian ... 89
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 93
xii
DAFTAR TABEL
Hal
1. Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri
Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo
Tahun Ajaran 2015/2016 ...9
2. Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016 ...46
6. Tabel 6. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Membaca ...48
7. Tabel 7. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Membaca ...49
8. Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50
9. Tabel 9. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50
10. Tabel 10. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Negeri yang Menjadi Subjek Uji Coba Instrumen ...51
11. Tabel 11. Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca...53
12. Tabel 12. Kisi-Kisi Kemampuan Membaca Setelah Uji Coba ...53
13. Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Membaca ...63
14. Tabel 14. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...64
15. Tabel 15. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Membaca ...65
16. Tabel 16. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan Membaca ...67
xiii
18. Tabel 18. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Pemecahan
Soal Cerita Matematika ...70
19. Tabel 19. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Pemecahan
Soal Cerita Matematika ...72
20. Tabel 20. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan
Pemecahan SoalCerita Matematika ...73
21. Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan Membaca
dan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika...76
22. Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Kemampuan Membaca dan
Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...78
23. Tabel 23. Hasil Uji Korelasi Variabel Kemampuan Membaca dan
xiv
DAFTAR GAMBAR
Hal
1. Gambar 1. Kerangka Pikir ...40
2. Gambar 2. Histrogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan
Membaca ...63
3. Gambar 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...65
4. Gambar 4. Diagram Batang Perolehan Rata-Rata Skor Indikator
Tes Kemampuan Membaca ...66
5. Gambar 5. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator Tes
Kemampuan Membaca ...68
6. Gambar 6. Histrogram Distribusi Skor Kemampuan Pemecahan
Soal Cerita Matematika ...69
7. Gambar 7. Histrogram Distribusi Tingkat Kemampuan
Pemecahan Soal Cerita Matematika ...71
8. Gambar 8. Diagram Batang Perolehan Skor Indikator Tes
Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...72
9. Gambar 9. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Hal
1. Lampiran 1. Soal Tes Kemampuan Membaca ...96
2. Lampiran 2. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Membaca ...101
3. Lampiran 3. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita
Matematika ...102
4. Lampiran 4. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika ...107
5. Lampiran 5. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan
Soal Cerita Matematika ...108
6. Lampiran 6. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Membaca ...109
7. Lampiran 7. Reliabilitas Tes Kemampuan Membaca ...110
8. Lampiran 8. Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika ...112
9. Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan
Membaca ...114
10. Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan
Pemecahan Soal Cerita Matematika ...115
11. Lampiran 11. Hasil Uji Linearitas antara Variabel Kemampuan
Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika (Y) ...116
12. Lampiran 12. Hasil Uji Korelasi antara Variabel Kemampuan
Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika (Y) ...118
13. Lampiran 13. Tabel r Product Moment pada Sig 0,05 (Two Tail) ... 119
14. Lampiran 14. Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilitas
0,05 ...120
15. Lampiran 15. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan
Membaca ...122
16. Lampiran 16. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan
xvi
17. Lampiran 17. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir
Tes Variabel Kemampuan Membaca ... 126
18. Lampiran 18. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir Tes Variabel Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 129
19. Lampiran 19. Surat-Surat ... ... 132
20. Lampiran 20. Lampiran Foto-Foto di Lapangan ... 141
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan
manusia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung
terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. UU
Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Sunaryo Kartadinata (dalam Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik, dan Puji
Lestari Prianto, 2004: 1.4) mengemukakan pengertian pendidikan secara
singkat tapi penuh makna bahwa pendidikan adalah proses membawa
manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya.
Sejalan dengan isi UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal
1, Tim Dosen AP (2010: 3) yang menyatakan bahwa:
Kegiatan didik-mendidik sebagai sistem itu akan terdiri atas berbagai komponen berupa: 1) pendidik, 2) peserta didik, 3) materi dan bahan
didikn-disebut juga sebagai “kurikulum”, 4) sarana dan prasarana
pendidikan; pendidik dan pedidik melakukan interaksi menggunakan
sarana dan prasarana pendidikan untuk “mengolah” bahan atau materi
didikan untuk mencapai 5) tujuan pendidikan
Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya ditentukan dari
pendidiknya saja namun kerjasama antara pendidik, peserta didik (siswa),
2
satu komponen penting dalam pendidikan, peserta didik (siswa) haruslah
membantu dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Siswa harus memiliki berbagai kemampuan untuk membantu
keberhasilan proses pembelajaran, salah satu kemampuan dasar yang harus
dimiliki oleh siswa adalah kemampuan membaca. Melalui membaca dapat
menciptakan suatu proses belajar yang efektif. Masyarakat yang gemar
membaca akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas.
Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1) berpendapat bahwa
kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat
terpelajar. Hal tersebut di atas memiliki arti bahwa kemampuan membaca
adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat terpelajar,
anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan
termotivasi untuk belajar.
Membaca adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan
bermasyarakat. Setiap aspek kehidupan masyarakat pastilah melibatkan
kegiatan membaca. Di samping itu, kemampuan membaca merupakan
tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Dengan membaca, informasi
yang tertulis dapat tersampaikan kepada si-pembaca. Berdasarkan paparan
tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang harus
dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar.
Dalam membaca dibutuhkan kemampuan menerjemahkan, artinya
untuk dapat mengetahui informasi yang tertulis, pembaca harus mampu
3
Seorang pembaca dikatakan berhasil jika mampu menerjemahkan,
memahami, dan mengetahui isi/informasi dari bacaan yang telah dibacanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan
dimana pembaca dapat menerjemahkan, memahami, dan mengetahui
isi/informasi dari bacaan yang telah dibaca.
Kemampuan membaca harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar
dalam belajar, salah satunya adalah belajar matematika. Sebagian besar siswa
berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh dengan
berbagai macam rumus dan angka-angka. Dalam pembelajaran
matematikapun dibutuhkan kemampuan membaca siswa. Salah satu bentuk
soal matematika yang membutuhkan kemampuan membaca siswa adalah soal
cerita. ZainalAbidin (1989: 10) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal
yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang dimaksud bisa berupa
masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang
diungkapkan dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya soal cerita
tersebut. Semakin besar bobot masalah yang diungkapkan makin panjang soal
cerita yang disajikan, begitu pula sebaliknya semakin kecil bobot masalah
yang diungkapkan semakin pendek soal cerita yang disajikan.
Lebih lengkapnya Haji (1994: 13) mengungkapkan bahwa soal yang
dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi
matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal cerita/soal hitungan.
Soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan
4
Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa soal cerita adalah soal hitungan yang disajikan dalam suatu cerita
pendek atau rangkaian kata-kata (kalimat) berdasarkan kenyataan yang ada di
lingkungan sekitar siswa serta mengandung masalah yang membutuhkan
pemecahan masalah.
Penyajian soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan
ceritauntuk menerapkan konsep yang telah dipelajari di sekolah sesuai dengan
pengalaman sehari-hari yang dialami siswa. Siswa diharapkan mampu
menafsirkan kata-kata dalam soal cerita yang berhubungan dengan
pengalamannya sehari-hari. Soal cerita melatih kemampuan siswa
menggunakan tanda operasi hitung serta kemampuan untuk berpikir secara
analisis. Kemampuan siswa menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam
kalimat matematika menjadi kunci dalam pemecahan masalah dalam bentuk
soal cerita
Dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita dibutuhkan
kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut dapat terlihat dari pemahaman
soal, yaitu apa saja yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan, dan
bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Dari penjelasan di atas
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika berpusat pada
pemecahan masalah. Dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika lebih
mementingkan proses dari pada hasil.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada
5
Negeri 1 Sermo, SD Negeri Tegiri, SD Negeri Hargowilis, dan SD Negeri
Kriyan (Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap) menunjukkan adanya
masalah-masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Adapun
masalah yang dihadapi sebagai berikut.
Masalah pertama adalah matematika merupakan pelajaran yang sulit
dan ditakuti oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada
tanggal 3 Oktober 2015, dapat diketahui beberapa alasan kenapa mata
pelajaran matematika ditakuti oleh siswa. Beberapa siswa menganggap mata
pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan penuh dengan
rumus-rumus yang rumit, sehingga siswa tidak menyukai apabila berhadapan dengan
mata pelajaran matematika. Alasan-alasan lain yang menyebabkan siswa
takut terhadap mata pelajaran matematika diantaranya adalah susah, rumit,
gurunya galak, malas, dan isinya cuma angka.
Masalah yang kedua, nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD
Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo yang kurang
memuasakan. Informasi mengenai nilai ulangan tengah semester yang kurang
memuaskan diperoleh dari wali kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan
Kokap, Kabupaten Kulon Progo.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SD Negeri 3 Sermo
pada tanggal 3 Oktober 2015 dengan bapak Jemingin S, Pd selaku wali kelas
V diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai UTS matematika siswa tergolong
rendah khususnya pada evaluasi dalam bentuk soal cerita. Dari 13 siswa
6
KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata-rata nilai UTS matematika
kelas V SD Negeri 3 Sermo adalah 63,625. Nilai rata-rata tersebut masih
sangat jauh dari KKM yang telah ditentukan SD Negeri 3 Sermo. Guru kelas
V menyatakan bahwa untuk pelajaran matematika biasanya menggunakan
evaluasi dalam bentuk soal cerita. Guru kelas V SD Negeri 3 Sermo
berpendapat bahwa rendahnya nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran
matematika disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa dalam
menerjemahkan kata-kata dalam soal cerita ke dalam bentuk kalimat
matematika.
Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Laras Minarsih S, Pd
selaku wali kelas V di SD Negeri 1 Sermo pada tanggal 17 Oktober 2015
menunjukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata
pelajaran matematika tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari 12 siswa
yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 7 siswa yang
mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72.
Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri 1 Sermo adalah
62,083. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan
oleh sekolah.
Hasil observasi dengan ibu Watini S, Pd selaku wali kelas V di SD
Negeri Hargowilis pada tanggal 17 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai
ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika
tergolong rendah. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari 9 siswa yang
7
nilai UTS matematika di atas KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu
73. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri
Hargowilis adalah 65,111. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang
telah ditentukan oleh sekolah.
Hasil observasi dan wawancara dengan bapak Paino A, Ma selaku
wali kelas V di SD Negeri Tegiri pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan
bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran
matematika tergolong rendah. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan
bahwa dari 13 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat
1 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah
yaitu 65. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri
Tegiri adalah 31,615. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah
ditentukan oleh sekolah.
Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Suryanti, S, Pd selaku wali
kelas V di SD Negeri Kriyan pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan
bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran
matematika tergolong rendah. Terdapat 12 siswa di SD Negeri Kriyan kelas
V, namun hanya 11 siswa yang dapat mengikuti ulangan tengah semester
dikarenakan satu siswa mengalami sakit paru-paru dan harus menjalani
pengobatan lebih lanjut. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa
dari 11 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 5 siswa
yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75.
8
adalah 69.090. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah
ditentukan oleh sekolah.
Masalah ketiga, nilai ulangan harian matimatika beberapa siswa masih
berada di bawah KKM yang telah ditentukan oleh masing-masing sekolah.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan wali kelas V setiap
Sekolah Dasar Negeri Gugus III di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon
Progo tahun ajaran 2015/2016 diperoleh informasi bahwa di SD Negeri 3
Sermo nilai ulangan harian pertama yang diikuti oleh 13 siswa terdapat 9
siswa yang nilainya di bawah KKM. sedangkan 13 siswa yang mengikuti
ulangan harian pertama di SD Negeri Tegiri terdapat 10 siswa yang nilai
ulangan hariannya di bawah KKM.
Masalah keempat, siswa sering tidak mendengarkan ketika
pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil observasi proses
pembelajaran di kelas V pada tanggal 17 Oktober 2015. Siswa lebih memilih
mengobrol dengan teman sebangkunya, memainkan pensilnya,
mencoret-coret buku, dan menundukkan kepala di atas meja dibandingkan dengan
mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran
siswa akan pentingnya pembelajaran matematika masih kurang. Untuk
menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, siswa menbutuhkan
pengawasan dan perhatian yang lebih.
Masalah kelima, kemampuan membaca siswa belum berfungsi secara
maksimal. Hal ini ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam
9
pada soal cerita pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi
pada tanggal 19 Oktober 2015, diperoleh informasi bahwa tidak adanya
kegiatan dari sekolah yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi
perpustakaan. Dari hasil observasi juga terlihat ketidak lengkapan buku di
perpustakaan, kondisi ruang perpustakaan yang tidak nyaman, dan buku-buku
yang tidak tertata rapi.
Masalah keenam, nilai ulangan matematika siswa dengan
menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan
menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika. Berdasarkan nilai
tersebut diketahui bahwa menyelesaikan soal cerita lebih sulit dibandingkan
dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Hal ini didukung
dengan hasil tes soal. Peneliti membuat tes soal yang terdiri dari 10 soal cerita
matematika dan 10 soal dengan menggunakan kalimat matematika. Peneliti
membuat tes soal dengan kesulitan yang sama untuk setiap 10 soal cerita dan
10 soal dengan kalimat matematika. Perbandingan rata-rata nilai tes soal di
SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran
2015/2016sebagai berikut:
Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri GugusIII Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016
No Sekolah Dasar Gugus III Soal
Soal Cerita Soal Kalimat
Matematika
10
Dari tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes soal
cerita matematika di SD Negeri gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten
Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebesar 45,844 lebih rendah daripada
tes soal kalimat matematika sebesar 52,124 (45,844 < 52,124). Nilai rata-rata
tes soal cerita tertinggi diperoleh oleh SD Negeri 3 Sermo sebesar 48,750,
sedangkan nilai rata-rata tes soal kalimat matematika tertinggi juga diperoleh
oleh SD Negeri Tegiri sebesar 58,466.
Berdasarkan observasi pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan
beberapa siswa diketahui beberapa alasan yang menyebabkan nilai ulangan
dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan soal
yang menggunakan kalimat matematika. Alasan-alasan yang dimaksud
diantara malas membaca, bingung cara mengerjakannya, dan susah.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan
bahwa lebih dari 90% siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri di Gugus III
Kokap kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika khususnya soal dalam
bentuk cerita. Kesulitan yang dialami oleh siswa ini disebabkan karena
kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke
dalam kalimat matematika. Diperkuat oleh pendapat Marsudi Raharjo (2008:
1) yang menyatakan bahwa:
11
Terkait dengan pemecahan masalah matematika yang biasanya
diformulasikan dalam bentuk soal cerita, maka beberapa langkah yang
ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara lain membaca dan
memahami soal. Dengan membaca dan memahami isi soal, siswa dapat
menetahui apa yang ditanyakan dari soal tersebut.
Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah
terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca
dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa. Dengan
demikian, judul penelitian ini adalah “ Hubungan Kemampuan Membaca
dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V
Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo
tahun ajaran 2015/2016”.
B. Identifikasi Masalah
Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Matematika merupakan pelajaran yang paling ditakuti
2. Nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal siswa kelas V pada mata
pelajaran matematika tergolong rendah dan masih di bawah KKM.
3. Nilai ulangan harian pada pada mata pelajaran matematika sebagian
besar siswa belum memenuhi KKM
4. Siswa tidak memperhatikan ketika pelajaran matematika sedang
12
5. Kurangnya kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri
Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran
2015/2016.
6. Nilai ulangan matematika siswa kelas V dengan menggunakan soal cerita
lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang
menggunakan kalimat matematika.
C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dengan melihat kondisi serta
permasalahan yang kompleks, maka penelitian ini akan dibatasi pada belum
diketahuinya hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan
pemecahan soal cerita matematika siswa pada materi FPB dan KPKkelas V
Sekolah Dasar NegeriGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo
tahun ajaran 2015/2016.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan
pembatasan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Seberapa tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun
ajaran 2015/2016?
2. Seberapa tingkat kemampuam pemecahan soal cerita matematika siswa
kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten
13
3. Apakah kemampuan membaca berhubungan positif dan signifikan
dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V
Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon
Progo tahun ajaran 2015/2016?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah
DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun
ajaran 2015/2016.
2. Untuk mengetahui tingkat kemampuam pemecahan soal cerita
matematika siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan
Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.
3. Untuk mengetahui hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan
pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri
Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran
2015/2016.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengembangkan suatu teori mengenai hubungan kemampuan membaca
14
Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon
Progo tahun ajaran 2015/2016.
2. Manfaat praktis
a. Bagi guru
Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan untuk
memperbaiki kegiatan belajar mengajar terutama pada mata
pelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan kemampuan
membaca siswa dan meningkatkan kemampuan pemecahan soal
cerita siswa.
b. Bagi Kepala Sekolah
Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah
dalam merancang kegiatan-kegiatan dan menerapkan berbagai
kebijakan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan
soal cerita matematika dan meningkatkan kemapuan membaca
siswa.
c. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bekal bagi peneliti untuk
melaksanakan pembelajaran yang baik sehingga dapat meningkatkan
kemampuan pemecahan soal cerita matematika dan meningkatkan
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Kemampuan Membaca
1. Pengertian Kemampuan Membaca
Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang
melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi
juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan
metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2). Sebagai suatu proses berpikir,
membaca mencakup proses pengenalan kata, pemahaman literal,
interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif.
Sedangkan menurut Klein,dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 3)
mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: 1) membaca
merupakan suatu proses, 2) membaca adalah strategis, dan 3) membaca
interaktif. Dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses yang
melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.
Selanjutnya Saleh Abbas (2006: 102) mendefinisikan membaca
sebagai suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang
tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara
literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif dengan memanfaatkan
pengalaman belajar pembaca.
Sependapat dengan Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1)
juga berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang
vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Maksudnya bahwa kemampuan
16
terpelajar. Anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar
membaca akan kesulitan menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan membaca.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa
kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang
melibatkan berbagai aktivitas. Membaca sebagai suatu aktivitas tidak
hanya menangkap informasi bacaan yang tersurat namun juga informasi
bacaan yang tersirat.
2. Tujuan Membaca
Membaca hendaknya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dengan
adanya tujuan yang ingin dicapai, pembaca cenderung lebih memahami
apa yang dibaca dibandingkan dengan pembaca yang tidak memiliki
tujuan. Menurut Blanton, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 11)
menyebutkan tujuan membaca mencakup:
a. Kesenangan;
b. Menyempurnakan membaca nyaring;
c. Menggunakan strategi tertentu;
d. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;
e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah
diketahuinya;
f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;
g. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;
h. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan
informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks;
i. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik
Saleh Abbas (2006: 102) menyatakan bahwa hakikat membaca
akan disesuaikan dengan hakikat membaca yang mengacu pada tujuan
17
bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk
pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif
dengan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca.
Lebih lanjut Saleh Abbas (2006: 102) menjelaskan bentuk-bentuk
pemahaman dalam membaca sebagai berikut:
a. Pemahaman Literal
Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang
tampak secara eksplisit dalam wacana. Menurut Burns (dalam Saleh
Abbas, 2006: 102), pemahaman literal merupakan prasyarat bagi
pemahaman yang lebih tinggi.
b. Pemahaman Inferensial
Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi
yang dinyatakan secara tidak langsung dalam wacana. Memahami
wacana secara inferensial berarti memahami makna wacana yang
lebih dalam dari kalimat-kalimat yang tertulis berdasarkan atas
informasi-informasi yang tampak secara eksplisit. Burns (dalam
Saleh Abbas, 2006: 102) menyatakan bahwa untuk memperoleh
pemahaman inferensial atau intepretif, pembaca harus mampu
menangkap apa yang tersirat dalam wacana.
c. Pemahaman Evaluatif
Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi isi
wacana. Untuk mencapai tingkat pemahaman evaluatif, pembaca
18
memberikan penilaian yang kritis terhadap apa yang disampaikan
oleh penulis (Syafi’ie dalam Saleh Abbas, 2006: 102).
d. Pemahaman Kreatif
Pemahaman kreatif merupakan kemampuan mengungkapkan respon
emosional dan estestis terhadap wacana yang sesuai dengan strandar
pribadi dan standar profesional.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan
membaca adalah memahami isi wacana yang dibaca, baik isi wacana
yang tersirat maupun yang tersurat. Tingkat pemahaman pembaca dalam
memahami isi wacana mempengaruhi banyak sedikitnya informasi yang
diperoleh dari proses membaca tersebut.
Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kemampuan
membaca narasi. Menurut Gorys Keraf (2001: 136) narasi adalah suatu
bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada
pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi juga mengisahkan
suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca
Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca
permulaan menurut Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2005:
16-30) yaitu:
a. Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan
19
b. Faktor Intelektual
Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya
mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca
permulaan.
c. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan
kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup a)
latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, dan b) sosial
ekonomi keluarga siswa.
d. Faktor Psikologis
Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan
membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup 1)
motivasi, 2) minat, dan 3) kematangan sosial, emosi, dan
penyesuaian diri.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor
yang mempengaruhi kemampuan membaca anak diantaranya adalah
faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor
psikologis mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, dan
penyesuaian diri.
Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V dapat diketahui
melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia
20
Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
1. Memahami penjelasan
nara sumber dan cerita rakyat secara lisan
1.1. Menanggapi penjelasan narasumber
(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.
1.2. Mengidentifikasi unsur cerita rakyat
yang didengarnya
2.1. Menanggapi penjelasan narasumber
(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.
2.2. Menceriterakan hasil
pengamatan/kunjungan dengan
bahasa runtut,baik, dan benar .
2.3. Berwawancara sederhana dengan
nara sumber
(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa
3.1. Membaca teks percakapan dengan
lafal dan intonasi yang tepat.
3.2. Menemukan gagasan utama suatu
teks yang dibaca dengan kecepatan
4.1. Menulis karangan berdasarkan
pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan.
4.2. Menulis surat undangan (ulang
tahun, acara keagamaan, kegiatan
sekolah, kenaikan sekolah dll)
dengan kalimat efektif dan
memperhatikan penggunaan ejaan.
4.3. Menulis dialog sederhana antara dua
atau tiga tokoh dengan
memperhatikan isi serta perannya. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa
Indonesia kelas V semester I maka peneliti akan membatasi pada Standar
21
secara lisan meliputi Kompetensi Dasar 1.1 menanggapi penjelasan
narasumber (petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan
memperhatikan santun berbahasa. dan Kompetensi Dasar 1.2
mengidentifikasi unsur cerita rakyat yang didengarnya. Dengan demikian
peneliti akan meneliti tentang hubungan kemampuan membaca pada
materi cerita rakyat dengan kemampuan pemecahan soal cerita
matematika siswa kelas V pada materi FPB dan KPK.
B. Tinjauan tentang Kemampuan Pemecahan Soal Cerita
1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita
Kemampuan berasal dari kata mampu yang memperoleh awalan
ke- dan akhiran –an yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia kemampuan diartikan kesanggupan atau kecakapan untuk
melakukan sesuatu.
Sweden, Sandra, dan Japa (dalam Endang Setyo Winarni dan Sri
Hamini, 2012: 122) berpendapat bahwa soal cerita adalah soal yang
diungkapkan dalam bentuk ceita yang diambil dari
pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep matematika.
Sedangkan menurut Muhsetyo (dalam Endang Setyo Winarni dan
Sri Hamini, 2012: 122) soal matematika yang dinyatakan dengan
serangkaian kalimat disebut dengan soal bentuk cerita. Mendukung
kedua pendapat di atas, Endang Setyo Winarni dan Sri Hamini (2012:
22
diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat
dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau
kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan
dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang
dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika
Dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah kita dituntut
untuk berpikir dan bekerja keras menerima tantangan agar mampu
memecahkan masalah yang kita hadapi. Untuk memecahkan masalah
yang kita perlu merencanakan langkah-langkah apa saja yang harus
ditempuh guna memecahkan masalah tersebut.
Polya (dalam Daitin Tarigan, 2006: 155) mengungkapkan
pendapatnya mengenai langkah pemecahan masalah yang umum
digunakan yaitu:
1. Pemahaman masalah
2. Perencanaan penyelesaian
3. Pelaksanaan rencana penyelesaian
4. Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian
Lebih lanjut, Polya (dalam Endang Seyo Winarni dan Sri
Harmini, 2012: 124) menjelaskan langkah-langkah yang perlu
23
a. Pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti masalah dan
melihat apa yang dikehendaki. Cara memahami suatu masalah
antara lain sebagai berikut:
1) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat
dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.
2) Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari
masalah.
3) Menentukan/mengidentifikasi apa yang ditanyakan/apa
yang dikehendaki dari masalah.
4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah.
5) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak ada agar
tidak menimbulkan masalah yang berbeda dengan masalah yang seharusnya diselesaikan (Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini, 2012: 124)
b. Perencanaan pemecahan masalah, maksudnya melihat bagaimana
hubungan antara soal dengan data yang diperoleh untuk membuat
suatu rencana pemecahan masalah. Kreativitas dalam menyusun
perencanaan pemecahan masalah dibutuhkan dalam menyusun
strategi pemecahan masalah. Wheeler (dalam Endang Seyo Winarni
dan Sri Harmini, 2012: 124) mengemukakan strategi pemecahan
masalah sebagai berikut:
1) Membuat suatu tabel
2) Membuat suatu gambar
3) Menduga, mengetes, dan memperbaiki
4) Mencari pola
5) Menyatakan kembali permasalahan
6) Menggunakan penalaran
7) Menggunakan variabel
8) Menggunakan persamaan
9) Mencoba menyederhanakan permasalahan
10) Menghilangkan situasi yang tidak mungkin
11) Bekerja mundur
12) Menyusun model
13) Menggunakan algoritma
14) Menggunakan penalaran tidak langsung
24
16) Menggunakan kasus atau membagi masalah menjadi
bagian-bagian
17) Memvaliditasi semua kemungkinan
18) Menggunakan rumus
19) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen
20) Menggunakan simetri
21) Menggunakan informasi yang diketahui untuk
mengembangkan informasi baru.
c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, maksudnya
langkah ini merupakan langkah selanjutnya setelah sebelumnya
merencanakan penyelesaian masalah dengan menyusun strategi
pemecahan masalah. Keterampilan siswa dalam hal perhitungan
berperan penting untuk dapat menemukan hasil/jawaban yang tepat.
d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah, maksudnya
langkah ini merupakan langkah untuk melihat kembali apakah
penyelesaian masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang
paling tepat. Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124)
mengemukakan tentang cara untuk mengetahui apakah penyelesaian
masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang paling tepat
dengan mengecek hasil, menginterprestasi jawaban yang diperoleh,
meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk
mendapatkan penyelesaian yang sama, dan meninjau kembali apakah
ada penyelesaian yang lain sehingga dalam memecahkan masalah
dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaiansaja tetapi perlu
25
Menurut Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124)
langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman untuk menyelesaikan
soal cerita sebagai berikut:
a. Temukan apa yang ditanyakan oleh soal cerita itu
b. Cari informasi/keterangan yang esensial
c. Pilih operasi/pengerjaan yang sesuai
d. Tulis kalimat matematikanya
e. Selesaikan kalimat matematikannya
f. Nyatakan jawab dari soal cerita itu dalan bahasa indonesia
sehingga menjawab pertanyaan dari soal cerita tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika meliputi:
1) mampu memahami masalah yang ada dalam soal cerita matematika, 2)
mampu merencanakan penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang
ada dalam soal cerita matematika, 3) mampu melaksanakan rencana
penyelesaian yang dianggap paling sesuai, dan 4) mampu mengoreksi
atau mengecek ulang kebenaran dari penyelesaian yang sudah
dilaksanakan.
3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita
Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 122)
mengemukakan bahwa dalam mengajarkan soal cerita dapat digunakan
dua pendekatan, yaitu:
a. Pendekatan Model
Pada pendekatan model, siswa membaca atau mendengakan
soal cerita yang diberikan, kemudian siswa mencocokkan situasi
26
b. Pendekatan Terjemahan Soal Cerita
Pada pendekatan terjemahan, siswa dilibatkan pada kegiatan
membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal
cerita yang dihadapinya untuk kemudian menerjemahkan kata demi
kata dari ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam kalimat matematika.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian soal cerita diantaranya
adalah pendekatan model dan pendekatan terjemahan soal cerita.
C. Tinjauan Mata Pelajaran Matematika di SD
1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika
Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem
pendidikan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai
perguruan tinggi, mata pelajaran matematika sudah diajarkan. Sebagai
ilmu dasar, matematika berfungsi untuk mempelajari ilmu-ilmu yang
lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika diperlukan dan
konsep-konsep matematika harus dipahami dengan benar sejak dini.
Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya “mempelajari” (Moch. Masyukur Ag dan
Abdul Halim Fathani, 2007: 42).Menurut Ruseffendi (dalam Sri
Subarinah, 2006: 1), matematika itu teorganisasikan dari unsur-unsur
yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan
dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, matematika disebut
27
Sejalan dengan Ruseffendi, Sri Subarinah (2006: 1) berpendapat
bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.
Pernyataan ini memiliki arti bahwa sejatinya belajar matematika adalah
belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antara konsep dan
strukturnya.
Memperkuat pernyataan Ruseffendi di atas, Karso (1998: 1.34)
berpendapat bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan
dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan
hubungan di antara hal-hal itu. Untuk memahami struktur dan
hubungan-hubungannya maka diperlukan penguasaan konsep-konsep yang terdapat
pada matematika.
Pandangan rasionalis Descartes dan Leibniz (dalam Marsigit,
2003: 1 ) yaitu konsep matematika merupakan bawaan, sedangkan Locke
dan Hume menyatakan bahwa kebenaran matematika dikenal oleh akal
tetapi mereka berpikir jika konsep-konsep matematika yang diperoleh
merupakan abstraks pengalaman.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu kegiatan yang
merupakan abstraksi dari pengalaman dalam bentuk sistematis, teratur,
dan eksak. Pembelajaran matematika lebih mementingkan proses dari
28
2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika
Sujono (dalam Artuclus Cahya Prihandoko, 2006: 10)
berpendapat bahwa nilai-nilai utama yang terkandung dalam matematika
adalah nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya. Matematika dikatakan
memiliki nilai praktis dikarenakan matematika merupakan suatu alat
yang dapat langsung dipergunakan untuk menyelesaikan permasalah
sehari-hari yang dialami. Disadari atau tidak, dalam kehidupan manusia
pasti melakukan kegiatan perhitungan-perhitungan matematis.
Pendapat di atas didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 (dalam Moch. Masyukur Ag dan
Abdul Halim Fathani, 2007: 52) yang menjelaskan bahwa tujuan
pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan
sebagai berikut:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan
manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,
menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaiakan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,
atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Karso (1998: 2.7) berpendapat bahwa tujuan umum diberikannya
29
a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan
di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui
latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,
cermat, jujur, dan efektif.
b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola
pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mempelajari
berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika diberikan pada anak
sekolah dasar bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat
menghadapi perubahan keadaan disekitarnya yang selalu berkembang
dan matematika dapat digunakan/diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
3. Karakteristik Matematika
Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi
pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker dalam makalah berjudul
pembelajaran matematika berdasarkankurikulum berbasis kompetensi di
SMK (Marsigit, 2003: 3-4) mendefinisikan matematika sekolah yang
selanjutnya disebutsebagai matematika, sebagai berikut :
1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) memberikesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-polauntuk menentukan hubungan, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukanpercobaan denga berbagai cara, (3) mendorong siswa untuk menemukan adanya
urutan,perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb, (4)
30
memahami dan menemukan hubungan antarapengertian satu dengan yang lainnya.
2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan
imajinasi,intuisi dan penemuan
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendoronginisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, (2) mendorong rasa ingin tahu,keinginan bertanya,
kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,
(3)menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal
bermanfaat daripadamenganggapnya sebagai kesalahan, (4)
mendorong siswa menemukan struktur dan desainmatematika, (5) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, (6)mendorong siswa berfikir refleksif, dan (7) tidak menyarankan hanya menggunakan satumetode saja.
3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem
solving)
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) menyediakanlingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2)membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3)membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalanmatematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis,
konsisten, sistematis danmengembangkan sistem
dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan
danketrampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimanadan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti :jangka, kalkulator, dsb.
4. Matematika sebagai alat berkomunikasi
Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendorong siswamengenal sifat matematika, (2) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, (3)mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, (4) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, (5) mendorong siswa membicarakan persoalanmatematika, (6) mendorong siswa membaca dan menulis matematika, (7) menghargaibahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.
Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteritik matematika diantaranya adalahmatematika sebagai kegiatan
penelusuran pola dan hubungan, matematika sebagai kreativitas yang
31
kegiatan pemecahan masalah (problem solving), serta matematika
sebagai alat berkomunikasi.
4. Pentingnya Pengajaran Matematika
Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007: 52)
berpendapat bahwa untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa
depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Atas
dasar itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa sejak
sekolah dasar (SD).
Cockroft (dalam Yulianto D. Saputra, tanpa tahun: 41-42)
mengemukakan pendapat mengenai pentingnya pengajaran matematika
kepada siswa, yakni karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala
segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan
matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat,
singkat, dan jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam
berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan
kesadaran keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha
memecahkan masalah yang menantang.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pengajaran matematika penting diberikan kepada anak sekolah dasar
karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan
siswa, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang
sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4)
32
meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran
keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan
masalah yang menantang.
5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar
Matematika
Pitadjeng (2006: 65-66) menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi anak dalam belajar matematika, yaitu:
a. Faktor Intern
Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor
jasmaniah (tubuh), psikologis, dan kelelahan.
1) Faktor jasmani (tubuh)
Faktor jasmani yang dapat mempengaruhi anak dalam
belajar matematika ditinjau dari faktor kesehatan dan cacat
tubuh (Slameto dalam Pitadjeng, 2006: 65)
a) Faktor kesehatan
Agar seseorang dapat belajar matematika dengan
baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap
terjamin dengan selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan
untuk belajar, tidur, makan, olah raga, dan rekreasi
33
b) Cacat tubuh
Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.
Anak didik yang cacat, belajarnya juga terganggu
g) Kesiapan (Pitadjeng, 2006: 67-71).
3) Faktor kelelahan
Kelelahan dapat mempengaruhi belajar anak. Agar anak
didik dapat belajar dengan baik, haruslah menghindari
kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis.
Kelelahan fisik dan psikis dapat dihilangkan dengan cara-cara
sebagai berikut:
a) Tidur/istirahat
b) Mengusahakan variasi strategi dalam belajar
c) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan
peredaran darah seperti obat gosok
d) Olah raga secara teratur
e) Pola makan yang teratur dan sehat
f) Jika kelelahan yang dialami sampai serius, maka akan lebih
efektif jika menghubungi ahli seperti psikiater, dokter dan sebagainya(Pitadjeng, 2006: 72).
b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern dalam menentukan keberhasilan belajar
anak didik digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor
34
Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwafaktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam belajar
matematika adalah faktor intern {faktor jasmaniah (tubuh), psikologis,
dan kelelahan} dan faktor ekstern (faktor keluarga, faktor sekolah, dan
faktor masyarakat). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi
keberhasilan siswa dalam belajar matematika.
6. Ruang Lingkup Matematika
Menurut Depdiknas (2003: 2), “ruang lingkup matematika pada
Standar Kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan
geometri, dan pengelolaan data”. Bahan kajian inti matematika di SD
mencakup: aritmatika (berhitung), pengenalan aljabar, geometri,
pengukuran, dan kajian data (Karso, 1998: 2.9).
Pembelajaran Matematika kelas V semester I tahun ajaran
2015/2016 materi sebagai berikut:
Tabel 3. SD-KD Matematika Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Bilangan
1. Melakukan operasi hitung
bilangan bulat dalam
pemecahan masalah
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan
bulat termasuk penggunaan
sifat-sifatnya, pembulatan, dan
penaksiran
1.2 Menggunakan faktor prima untuk
menentukan KPK dan FPB
1.3 Melakukan operasi hitung
campuaran bilangan bulat
1.4 Menghitung perpangkatan dari akar
sederhana
1.5 Menyelesaikan masalah yang
35
Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
matematika kelas V semester I tahun ajaran 2015/2016 maka peneliti
akan membatasi pada Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi
hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi
Dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB
dan Kompetensi Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan operasi hitung, KPK, dan FPB. Dengan demikian peneliti akan
meneliti tentang hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan
pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V pada materi FPB dan
KPK.
D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal
Cerita Matematika
Kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang
melibatkan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dimaksud diantaranya aktivitas
visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2).
Membaca sebagai suatu aktivitas tidak hanya menangkap informasi bacaan
yang tersurat namun juga informasi bacaan yang tersirat.Dalam proses belajar
matematika terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir
apabila orang itu melakukan kegiatan mental, dan orang belajar matematika
mesti melakukan kegiatan mental (Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim
Fathani, 2007: 43).Marsudi Raharjo (2008: 1) menyatakan bahwa:
36
kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika.
Ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain.
matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri atas
simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik,
maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa
pengantar dalam matematika, serta kita harus berusaha memahami
makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut.
Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian
makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Galileo Galilei (dalam
Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 46) berpendapat bahwa
alam semesta itu bagaikan sebuah buku yang hanya dapat dibaca kalau orang
mengerti bahasanya dan akrab dengan lambang dan huruf yang digunakan di
dalamnya, dan bahasa alam tersebut tidak lain adalah matematika. Dengan
kata lain, bahasa matematika memiliki mana “tunggal”, sehingga suatu
kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam.
Kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau
kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan dengan
kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan
kehidupan sehari-hari. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam
memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika dibutuhkan
kemampuan membaca siswa yang mumpuni sehingga mampu
menerjemahkan atau menafsirkan kalimat-kalimat cerita dalam soal cerita ke
37
Langkah pertama yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan
atau memecahkan soal cerita matematika adalah mampu memahami masalah
yang ada dalam soal cerita. Agar dapat memahami masalah yang ada dalam
soal cerita maka siswa dituntut dapat membaca dengan baik dan benar. Jika
siswa memiliki kemampuan membaca yang baik maka tingkat pemahaman
siswa mengenai isi wacana atau cerita menjadi tinggi, sehingga dengan
pemahaman yang diperolehnya dari membaca soal cerita siswa dapat
menentukan cara penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang dipaparkan
dalam soal cerita.
Demikian pula dalam hal kemampuan pemecahan soal cerita
matematika dalam Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi hitung
bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi Dasar 1.2
menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB dan Kompetensi
Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung,
KPK, dan FPB. Siswa kelas V yang memiliki kemampuan membaca yang
tinggi akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan
soal cerita matematika pada materiKPK dan FPB tersebut dengan baik.
E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pada usia anak sekolah dasar ditandai oleh tiga dorongan yaitu:
kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya,
kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang
memperlukan keterampilan fisik, serta kepercayaan mental untuk memasuki