• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO

TAHUN AJARAN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Fajar Deany Subekti NIM 12108244002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)

iii

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya

sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang

ditulis atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan

mengikut tata penulisan karya ilmiah yang telah berlaku.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah

asli. Jika tidak asli, saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode

berikutnya.

Yogyakarta, 11 April 2016 Yang menyatakan,

(4)
(5)

v

MOTTO

1. Orang yang rajin membaca bagaikan sedang melihat masa lalu dan masa

depan. Hadir disetiap sejarah, dan hadir di setiap imajinasi orang-orang hebat.

2. Setiap orang hebat meninggalkan warisan. Dan warisan paling berharga

mereka tanamkan dalam buku yang mereka tulis. Beruntunglah orang-orang

yang senang membaca, karena mereka akan mendapatkan warisan paling

(6)

vi

HUBUNGAN KEMAMPUAN MEMBACA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN SOAL CERITA MATEMATIKA SISWA KELAS V

SEKOLAH DASAR NEGERI GUGUS III KECAMATAN KOKAP KABUPATEN KULON PROGO TAHUN AJARAN 2015/2016

Oleh

Fajar Deany Subekti NIM 12108244002

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui HubunganKemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian korelasipearson product moment

dengan menggunakan metode kuantitatif. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SD/MIGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Sampel

dalam penelitian ini berjumlah 58 siswa dari 5 SD Negeri kelas V di Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tes.

Hasil penelitian menunjukkan sebagai berikut: (1) Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 79,31%, (2) Tingkat kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebagian besar berada pada kategori sedang dengan persentase sebesar 67,24%, (3) Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika pada siswa kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016, yang dibuktikan dengan nilai r hitung 0,628 lebih besar dari r tabel sebesar 0,259 (0,628 >0,259) dan nilai

signifikansi hasil analisis program komputer SPSS for windows versi 16 sebesar

0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi sebesar 0,05 pada taraf signifikansi 5% (0,00 < 0,05).

Kata kunci: kemampuan membaca, kemampuan pemecahan soal cerita, mata

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirrobil’alamin, puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang

senantiasa menganugerahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat

menyelesaikan tugas akhir skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Penulisan Tugas

Akhir Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan guna memperoleh gelar

Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Fakultas

Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Penyusunan tugas akhir ini dapat diselesaikan dengan baik atas kerjasama,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan fasilitas dan

kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan lancar.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan fasilitas dan kemudahan, sehingga studi saya dapat berjalan

lancar.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar/Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan.

4. Bapak Purwono PA, M.Pd Dosen Pembimbing yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dengan penuh kebijaksanaan dan kesabaran dalam

penyusunan skripsi ini.

(8)

viii

6. Ibu / bapak Kepala SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo, Yogyakarta,

yang telah memberikan ijin pelaksanaan penelitian.

7. Bapak/ibu guru kelas V SD Negeri Gugus III Kokap, Kulon Progo,

Yogyakarta, yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian.

8. Bapak Jemingin dan Ibu Tumini yang selalu mendoakan, memotivasi, dan

memberikan dorongan baik moril maupun materiil.

9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah

membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca

pada umumnya.

Yogyakarta, 11April 2016 Penulis

(9)

ix

DAFTAR ISI

Hal

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN... iii

PENGESAHAN ... iv A. Tinjauan Kemampuan Membaca ... 15

1. Pengertian Kemampuan Membaca ... 15

2. Tujuan Membaca ... 16

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca ... 18

B. Tinjauan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 21

2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika ... 22

3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita ... 25

(10)

x

1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika ... 26

2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika ... 28

3. Karakteristik Matematika ... 29

4. Pentingnya Pengajaran Matematika ... 31

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar Matematika ... 32

6. Ruang Lingkup Matematika ... 34

D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 35

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar ... 37

F. Penelitian yang Relevan ... 39

2. Reliabilitas Instrumen ... 54

I. Teknik Analisis Data ... 57

1. Penerapan Teknik Analisis ... 57

2. Pengkajian Analisis Prasyarat ... 58

a. Uji Normalitas ... 58

b. Uji Linearitas ... 59

(11)

xi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 62

B. Hasil Analisis Deskriptif ... 62

1. Kemampuan Membaca ... 62

2. Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 68

3. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 76

a. Uji Prasyarat Analisis ... 76

1) Uji Normalitas ... 76

2) Uji Linearitas ... 78

b. Uji Korelasi ... 79

C. Pembahasan ... 81

D. Keterbatasan Penelitian ... 89

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90

B. Saran ... 91

DAFTAR PUSTAKA ... 93

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Hal

1. Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri

Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo

Tahun Ajaran 2015/2016 ...9

2. Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Kokap Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016 ...46

6. Tabel 6. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Membaca ...48

7. Tabel 7. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Membaca ...49

8. Tabel 8. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50

9. Tabel 9. Pola Penyekoran Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...50

10. Tabel 10. Daftar Jumlah Siswa Kelas V SD Negeri yang Menjadi Subjek Uji Coba Instrumen ...51

11. Tabel 11. Hasil Uji Validitas Instrumen Kemampuan Membaca...53

12. Tabel 12. Kisi-Kisi Kemampuan Membaca Setelah Uji Coba ...53

13. Tabel 13. Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan Membaca ...63

14. Tabel 14. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...64

15. Tabel 15. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Membaca ...65

16. Tabel 16. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan Membaca ...67

(13)

xiii

18. Tabel 18. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...70

19. Tabel 19. Perolehan Skor Indikator Tes Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...72

20. Tabel 20. Perolehan Skor Sub Indikator Tes Kemampuan

Pemecahan SoalCerita Matematika ...73

21. Tabel 21. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan Membaca

dan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika...76

22. Tabel 22. Hasil Uji Linearitas Variabel Kemampuan Membaca dan

Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...78

23. Tabel 23. Hasil Uji Korelasi Variabel Kemampuan Membaca dan

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Hal

1. Gambar 1. Kerangka Pikir ...40

2. Gambar 2. Histrogram Distribusi Frekuensi Skor Kemampuan

Membaca ...63

3. Gambar 3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kemampuan Membaca ...65

4. Gambar 4. Diagram Batang Perolehan Rata-Rata Skor Indikator

Tes Kemampuan Membaca ...66

5. Gambar 5. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator Tes

Kemampuan Membaca ...68

6. Gambar 6. Histrogram Distribusi Skor Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...69

7. Gambar 7. Histrogram Distribusi Tingkat Kemampuan

Pemecahan Soal Cerita Matematika ...71

8. Gambar 8. Diagram Batang Perolehan Skor Indikator Tes

Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ...72

9. Gambar 9. Diagram Batang Perolehan Skor Sub Indikator

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

1. Lampiran 1. Soal Tes Kemampuan Membaca ...96

2. Lampiran 2. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Membaca ...101

3. Lampiran 3. Soal Tes Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

Matematika ...102

4. Lampiran 4. Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika ...107

5. Lampiran 5. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Pemecahan

Soal Cerita Matematika ...108

6. Lampiran 6. Validitas Instrumen Tes Kemampuan Membaca ...109

7. Lampiran 7. Reliabilitas Tes Kemampuan Membaca ...110

8. Lampiran 8. Reliabilitas Tes Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika ...112

9. Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan

Membaca ...114

10. Lampiran 10. Hasil Uji Normalitas Variabel Kemampuan

Pemecahan Soal Cerita Matematika ...115

11. Lampiran 11. Hasil Uji Linearitas antara Variabel Kemampuan

Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika (Y) ...116

12. Lampiran 12. Hasil Uji Korelasi antara Variabel Kemampuan

Membaca (X) dengan Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika (Y) ...118

13. Lampiran 13. Tabel r Product Moment pada Sig 0,05 (Two Tail) ... 119

14. Lampiran 14. Titik Persentase Distribusi F untuk Probabilitas

0,05 ...120

15. Lampiran 15. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan

Membaca ...122

16. Lampiran 16. Skor Uji Coba Butir Tes Variabel Kemampuan

(16)

xvi

17. Lampiran 17. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir

Tes Variabel Kemampuan Membaca ... 126

18. Lampiran 18. Skor Hasil Penelitian dengan Menggunakan Butir Tes Variabel Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika ... 129

19. Lampiran 19. Surat-Surat ... ... 132

20. Lampiran 20. Lampiran Foto-Foto di Lapangan ... 141

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan

manusia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung

terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. UU

Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal 1 menyatakan bahwa:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Sunaryo Kartadinata (dalam Hera Lestari Mikarsa, Agus Taufik, dan Puji

Lestari Prianto, 2004: 1.4) mengemukakan pengertian pendidikan secara

singkat tapi penuh makna bahwa pendidikan adalah proses membawa

manusia dari apa adanya kepada bagaimana seharusnya.

Sejalan dengan isi UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 pasal

1, Tim Dosen AP (2010: 3) yang menyatakan bahwa:

Kegiatan didik-mendidik sebagai sistem itu akan terdiri atas berbagai komponen berupa: 1) pendidik, 2) peserta didik, 3) materi dan bahan

didikn-disebut juga sebagai “kurikulum”, 4) sarana dan prasarana

pendidikan; pendidik dan pedidik melakukan interaksi menggunakan

sarana dan prasarana pendidikan untuk “mengolah” bahan atau materi

didikan untuk mencapai 5) tujuan pendidikan

Keberhasilan suatu proses pembelajaran tidak hanya ditentukan dari

pendidiknya saja namun kerjasama antara pendidik, peserta didik (siswa),

(18)

2

satu komponen penting dalam pendidikan, peserta didik (siswa) haruslah

membantu dalam keberhasilan proses pembelajaran.

Siswa harus memiliki berbagai kemampuan untuk membantu

keberhasilan proses pembelajaran, salah satu kemampuan dasar yang harus

dimiliki oleh siswa adalah kemampuan membaca. Melalui membaca dapat

menciptakan suatu proses belajar yang efektif. Masyarakat yang gemar

membaca akan mendapatkan pengetahuan dan wawasan yang luas.

Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1) berpendapat bahwa

kemampuan membaca merupakan sesuatu yang vital dalam suatu masyarakat

terpelajar. Hal tersebut di atas memiliki arti bahwa kemampuan membaca

adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh suatu masyarakat terpelajar,

anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar membaca tidak akan

termotivasi untuk belajar.

Membaca adalah salah satu hal yang penting dalam kehidupan

bermasyarakat. Setiap aspek kehidupan masyarakat pastilah melibatkan

kegiatan membaca. Di samping itu, kemampuan membaca merupakan

tuntutan realitas kehidupan sehari-hari manusia. Dengan membaca, informasi

yang tertulis dapat tersampaikan kepada si-pembaca. Berdasarkan paparan

tersebut, dapat disimpulkan bahwa membaca adalah kemampuan yang harus

dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar dalam belajar.

Dalam membaca dibutuhkan kemampuan menerjemahkan, artinya

untuk dapat mengetahui informasi yang tertulis, pembaca harus mampu

(19)

3

Seorang pembaca dikatakan berhasil jika mampu menerjemahkan,

memahami, dan mengetahui isi/informasi dari bacaan yang telah dibacanya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca adalah kemampuan

dimana pembaca dapat menerjemahkan, memahami, dan mengetahui

isi/informasi dari bacaan yang telah dibaca.

Kemampuan membaca harus dimiliki oleh siswa sebagai modal dasar

dalam belajar, salah satunya adalah belajar matematika. Sebagian besar siswa

berpendapat bahwa matematika adalah pelajaran yang sulit, penuh dengan

berbagai macam rumus dan angka-angka. Dalam pembelajaran

matematikapun dibutuhkan kemampuan membaca siswa. Salah satu bentuk

soal matematika yang membutuhkan kemampuan membaca siswa adalah soal

cerita. ZainalAbidin (1989: 10) mengemukakan bahwa soal cerita adalah soal

yang disajikan dalam bentuk cerita pendek. Cerita yang dimaksud bisa berupa

masalah kehidupan sehari-hari atau masalah lainnya. Bobot masalah yang

diungkapkan dapat mempengaruhi panjang atau pendeknya soal cerita

tersebut. Semakin besar bobot masalah yang diungkapkan makin panjang soal

cerita yang disajikan, begitu pula sebaliknya semakin kecil bobot masalah

yang diungkapkan semakin pendek soal cerita yang disajikan.

Lebih lengkapnya Haji (1994: 13) mengungkapkan bahwa soal yang

dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bidang studi

matematika dapat berbentuk soal cerita dan bukan soal cerita/soal hitungan.

Soal cerita merupakan modifikasi dari soal-soal hitungan yang berkaitan

(20)

4

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, peneliti menyimpulkan

bahwa soal cerita adalah soal hitungan yang disajikan dalam suatu cerita

pendek atau rangkaian kata-kata (kalimat) berdasarkan kenyataan yang ada di

lingkungan sekitar siswa serta mengandung masalah yang membutuhkan

pemecahan masalah.

Penyajian soal dalam bentuk cerita merupakan usaha menciptakan

ceritauntuk menerapkan konsep yang telah dipelajari di sekolah sesuai dengan

pengalaman sehari-hari yang dialami siswa. Siswa diharapkan mampu

menafsirkan kata-kata dalam soal cerita yang berhubungan dengan

pengalamannya sehari-hari. Soal cerita melatih kemampuan siswa

menggunakan tanda operasi hitung serta kemampuan untuk berpikir secara

analisis. Kemampuan siswa menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam

kalimat matematika menjadi kunci dalam pemecahan masalah dalam bentuk

soal cerita

Dalam menyelesaikan masalah dalam bentuk soal cerita dibutuhkan

kemampuan tertentu. Kemampuan tersebut dapat terlihat dari pemahaman

soal, yaitu apa saja yang diketahui dari soal, apa yang ditanyakan, dan

bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut. Dari penjelasan di atas

dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran matematika berpusat pada

pemecahan masalah. Dapat diartikan bahwa pembelajaran matematika lebih

mementingkan proses dari pada hasil.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada

(21)

5

Negeri 1 Sermo, SD Negeri Tegiri, SD Negeri Hargowilis, dan SD Negeri

Kriyan (Sekolah Dasar Negeri di Gugus III Kokap) menunjukkan adanya

masalah-masalah yang berkaitan dengan mata pelajaran matematika. Adapun

masalah yang dihadapi sebagai berikut.

Masalah pertama adalah matematika merupakan pelajaran yang sulit

dan ditakuti oleh siswa. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pada

tanggal 3 Oktober 2015, dapat diketahui beberapa alasan kenapa mata

pelajaran matematika ditakuti oleh siswa. Beberapa siswa menganggap mata

pelajaran matematika adalah pelajaran yang sulit dan penuh dengan

rumus-rumus yang rumit, sehingga siswa tidak menyukai apabila berhadapan dengan

mata pelajaran matematika. Alasan-alasan lain yang menyebabkan siswa

takut terhadap mata pelajaran matematika diantaranya adalah susah, rumit,

gurunya galak, malas, dan isinya cuma angka.

Masalah yang kedua, nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD

Negeri Gugus III Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo yang kurang

memuasakan. Informasi mengenai nilai ulangan tengah semester yang kurang

memuaskan diperoleh dari wali kelas V SD Negeri Gugus III Kecamatan

Kokap, Kabupaten Kulon Progo.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara di SD Negeri 3 Sermo

pada tanggal 3 Oktober 2015 dengan bapak Jemingin S, Pd selaku wali kelas

V diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai UTS matematika siswa tergolong

rendah khususnya pada evaluasi dalam bentuk soal cerita. Dari 13 siswa

(22)

6

KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72. Rata-rata nilai UTS matematika

kelas V SD Negeri 3 Sermo adalah 63,625. Nilai rata-rata tersebut masih

sangat jauh dari KKM yang telah ditentukan SD Negeri 3 Sermo. Guru kelas

V menyatakan bahwa untuk pelajaran matematika biasanya menggunakan

evaluasi dalam bentuk soal cerita. Guru kelas V SD Negeri 3 Sermo

berpendapat bahwa rendahnya nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran

matematika disebabkan karena kurangnya kemampuan siswa dalam

menerjemahkan kata-kata dalam soal cerita ke dalam bentuk kalimat

matematika.

Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Laras Minarsih S, Pd

selaku wali kelas V di SD Negeri 1 Sermo pada tanggal 17 Oktober 2015

menunjukkan bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata

pelajaran matematika tergolong rendah. Hal ini dapat terlihat dari 12 siswa

yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 7 siswa yang

mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 72.

Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri 1 Sermo adalah

62,083. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah ditentukan

oleh sekolah.

Hasil observasi dengan ibu Watini S, Pd selaku wali kelas V di SD

Negeri Hargowilis pada tanggal 17 Oktober 2015 menujukkan bahwa nilai

ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran matematika

tergolong rendah. Hasil observasi menunjukkan bahwa dari 9 siswa yang

(23)

7

nilai UTS matematika di atas KKM yang telah ditentukan oleh sekolah yaitu

73. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri

Hargowilis adalah 65,111. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang

telah ditentukan oleh sekolah.

Hasil observasi dan wawancara dengan bapak Paino A, Ma selaku

wali kelas V di SD Negeri Tegiri pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan

bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran

matematika tergolong rendah. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan

bahwa dari 13 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat

1 siswa yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah

yaitu 65. Rata-rata nilai ulangan tengah semester siswa kelas V SD Negeri

Tegiri adalah 31,615. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah

ditentukan oleh sekolah.

Hasil observasi dan wawancara dengan ibu Suryanti, S, Pd selaku wali

kelas V di SD Negeri Kriyan pada tanggal 19 Oktober 2015 menujukkan

bahwa nilai ulangan tengah semester khususnya pada mata pelajaran

matematika tergolong rendah. Terdapat 12 siswa di SD Negeri Kriyan kelas

V, namun hanya 11 siswa yang dapat mengikuti ulangan tengah semester

dikarenakan satu siswa mengalami sakit paru-paru dan harus menjalani

pengobatan lebih lanjut. Hasil observasi dan wawancara menunjukkan bahwa

dari 11 siswa yang mengikuti ulangan tengah semester hanya terdapat 5 siswa

yang mendapatkan nilai di atas KKM yang telah ditentukan sekolah yaitu 75.

(24)

8

adalah 69.090. Nilai rata-rata tersebut masih jauh dari KKM yang telah

ditentukan oleh sekolah.

Masalah ketiga, nilai ulangan harian matimatika beberapa siswa masih

berada di bawah KKM yang telah ditentukan oleh masing-masing sekolah.

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan wali kelas V setiap

Sekolah Dasar Negeri Gugus III di Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon

Progo tahun ajaran 2015/2016 diperoleh informasi bahwa di SD Negeri 3

Sermo nilai ulangan harian pertama yang diikuti oleh 13 siswa terdapat 9

siswa yang nilainya di bawah KKM. sedangkan 13 siswa yang mengikuti

ulangan harian pertama di SD Negeri Tegiri terdapat 10 siswa yang nilai

ulangan hariannya di bawah KKM.

Masalah keempat, siswa sering tidak mendengarkan ketika

pembelajaran berlangsung. Hal ini terlihat dari hasil observasi proses

pembelajaran di kelas V pada tanggal 17 Oktober 2015. Siswa lebih memilih

mengobrol dengan teman sebangkunya, memainkan pensilnya,

mencoret-coret buku, dan menundukkan kepala di atas meja dibandingkan dengan

mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran

siswa akan pentingnya pembelajaran matematika masih kurang. Untuk

menciptakan suasana belajar mengajar yang kondusif, siswa menbutuhkan

pengawasan dan perhatian yang lebih.

Masalah kelima, kemampuan membaca siswa belum berfungsi secara

maksimal. Hal ini ditandai dengan kurangnya kemampuan siswa dalam

(25)

9

pada soal cerita pada mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil observasi

pada tanggal 19 Oktober 2015, diperoleh informasi bahwa tidak adanya

kegiatan dari sekolah yang berfungsi untuk mengoptimalkan fungsi

perpustakaan. Dari hasil observasi juga terlihat ketidak lengkapan buku di

perpustakaan, kondisi ruang perpustakaan yang tidak nyaman, dan buku-buku

yang tidak tertata rapi.

Masalah keenam, nilai ulangan matematika siswa dengan

menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan

menggunakan soal yang menggunakan kalimat matematika. Berdasarkan nilai

tersebut diketahui bahwa menyelesaikan soal cerita lebih sulit dibandingkan

dengan soal yang menggunakan kalimat matematika. Hal ini didukung

dengan hasil tes soal. Peneliti membuat tes soal yang terdiri dari 10 soal cerita

matematika dan 10 soal dengan menggunakan kalimat matematika. Peneliti

membuat tes soal dengan kesulitan yang sama untuk setiap 10 soal cerita dan

10 soal dengan kalimat matematika. Perbandingan rata-rata nilai tes soal di

SD Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran

2015/2016sebagai berikut:

Tabel 1. Perbandingan Rata-Rata Nilai Tes Soal di SD Negeri GugusIII Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo Tahun Ajaran 2015/2016

No Sekolah Dasar Gugus III Soal

Soal Cerita Soal Kalimat

Matematika

(26)

10

Dari tabel 1 di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai rata-rata tes soal

cerita matematika di SD Negeri gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten

Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016 sebesar 45,844 lebih rendah daripada

tes soal kalimat matematika sebesar 52,124 (45,844 < 52,124). Nilai rata-rata

tes soal cerita tertinggi diperoleh oleh SD Negeri 3 Sermo sebesar 48,750,

sedangkan nilai rata-rata tes soal kalimat matematika tertinggi juga diperoleh

oleh SD Negeri Tegiri sebesar 58,466.

Berdasarkan observasi pada tanggal 17 Oktober 2015 dengan

beberapa siswa diketahui beberapa alasan yang menyebabkan nilai ulangan

dengan menggunakan soal cerita lebih rendah jika dibandingkan dengan soal

yang menggunakan kalimat matematika. Alasan-alasan yang dimaksud

diantara malas membaca, bingung cara mengerjakannya, dan susah.

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, dapat disimpulkan

bahwa lebih dari 90% siswa kelas V di Sekolah Dasar Negeri di Gugus III

Kokap kesulitan dalam menyelesaikan soal matematika khususnya soal dalam

bentuk cerita. Kesulitan yang dialami oleh siswa ini disebabkan karena

kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke

dalam kalimat matematika. Diperkuat oleh pendapat Marsudi Raharjo (2008:

1) yang menyatakan bahwa:

(27)

11

Terkait dengan pemecahan masalah matematika yang biasanya

diformulasikan dalam bentuk soal cerita, maka beberapa langkah yang

ditempuh siswa dalam menyelesaikan soal cerita antara lain membaca dan

memahami soal. Dengan membaca dan memahami isi soal, siswa dapat

menetahui apa yang ditanyakan dari soal tersebut.

Bertitik tolak dari uraian di atas, peneliti ingin mengetahui apakah

terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kemampuan membaca

dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa. Dengan

demikian, judul penelitian ini adalah “ Hubungan Kemampuan Membaca

dengan Kemampuan Pemecahan Soal Cerita Matematika Siswa Kelas V

Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo

tahun ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Bertolak dari latar belakang permasalahan, maka muncul beberapa

permasalahan yang dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Matematika merupakan pelajaran yang paling ditakuti

2. Nilai rata-rata ulangan tengah semester gasal siswa kelas V pada mata

pelajaran matematika tergolong rendah dan masih di bawah KKM.

3. Nilai ulangan harian pada pada mata pelajaran matematika sebagian

besar siswa belum memenuhi KKM

4. Siswa tidak memperhatikan ketika pelajaran matematika sedang

(28)

12

5. Kurangnya kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri

Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran

2015/2016.

6. Nilai ulangan matematika siswa kelas V dengan menggunakan soal cerita

lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan soal yang

menggunakan kalimat matematika.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dengan melihat kondisi serta

permasalahan yang kompleks, maka penelitian ini akan dibatasi pada belum

diketahuinya hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan

pemecahan soal cerita matematika siswa pada materi FPB dan KPKkelas V

Sekolah Dasar NegeriGugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo

tahun ajaran 2015/2016.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang, identifikasi masalah, dan

pembatasan masalah yang sudah dikemukakan oleh peneliti, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Seberapa tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah Dasar

Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun

ajaran 2015/2016?

2. Seberapa tingkat kemampuam pemecahan soal cerita matematika siswa

kelas V Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten

(29)

13

3. Apakah kemampuan membaca berhubungan positif dan signifikan

dengan kemampuan pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V

Sekolah Dasar Negeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon

Progo tahun ajaran 2015/2016?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut.

1. Untuk mengetahui tingkat kemampuan membaca siswa kelas V Sekolah

DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun

ajaran 2015/2016.

2. Untuk mengetahui tingkat kemampuam pemecahan soal cerita

matematika siswa kelas V Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan

Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran 2015/2016.

3. Untuk mengetahui hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan

pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri

Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon Progo tahun ajaran

2015/2016.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk

mengembangkan suatu teori mengenai hubungan kemampuan membaca

(30)

14

Sekolah DasarNegeri Gugus III Kecamatan Kokap Kabupaten Kulon

Progo tahun ajaran 2015/2016.

2. Manfaat praktis

a. Bagi guru

Penelitian ini bermanfaat memberikan masukan untuk

memperbaiki kegiatan belajar mengajar terutama pada mata

pelajaran matematika, sehingga dapat meningkatkan kemampuan

membaca siswa dan meningkatkan kemampuan pemecahan soal

cerita siswa.

b. Bagi Kepala Sekolah

Penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi kepala sekolah

dalam merancang kegiatan-kegiatan dan menerapkan berbagai

kebijakan, sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan

soal cerita matematika dan meningkatkan kemapuan membaca

siswa.

c. Bagi peneliti

Penelitian ini dapat digunakan sebagai bekal bagi peneliti untuk

melaksanakan pembelajaran yang baik sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemecahan soal cerita matematika dan meningkatkan

(31)

15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Kemampuan Membaca

1. Pengertian Kemampuan Membaca

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang

melibatkan banyak hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi

juga melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan

metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2). Sebagai suatu proses berpikir,

membaca mencakup proses pengenalan kata, pemahaman literal,

interpretasi, membaca kritis dan pemahaman kreatif.

Sedangkan menurut Klein,dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 3)

mengemukakan bahwa definisi membaca mencakup: 1) membaca

merupakan suatu proses, 2) membaca adalah strategis, dan 3) membaca

interaktif. Dapat disimpulkan bahwa membaca adalah suatu proses yang

melibatkan aktivitas visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif.

Selanjutnya Saleh Abbas (2006: 102) mendefinisikan membaca

sebagai suatu aktivitas untuk menangkap informasi bacaan baik yang

tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk pemahaman bacaan secara

literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif dengan memanfaatkan

pengalaman belajar pembaca.

Sependapat dengan Burns, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 1)

juga berpendapat bahwa kemampuan membaca merupakan sesuatu yang

vital dalam suatu masyarakat terpelajar. Maksudnya bahwa kemampuan

(32)

16

terpelajar. Anak-anak yang tidak memahami pentingnya belajar

membaca akan kesulitan menyelesaikan masalah yang berhubungan

dengan membaca.

Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang

melibatkan berbagai aktivitas. Membaca sebagai suatu aktivitas tidak

hanya menangkap informasi bacaan yang tersurat namun juga informasi

bacaan yang tersirat.

2. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya memiliki tujuan yang ingin dicapai. Dengan

adanya tujuan yang ingin dicapai, pembaca cenderung lebih memahami

apa yang dibaca dibandingkan dengan pembaca yang tidak memiliki

tujuan. Menurut Blanton, dkk (dalam Farida Rahim, 2007: 11)

menyebutkan tujuan membaca mencakup:

a. Kesenangan;

b. Menyempurnakan membaca nyaring;

c. Menggunakan strategi tertentu;

d. Memperbaharui pengetahuannya tentang suatu topik;

e. Mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah

diketahuinya;

f. Memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

g. Mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;

h. Menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan

informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang struktur teks;

i. Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik

Saleh Abbas (2006: 102) menyatakan bahwa hakikat membaca

akan disesuaikan dengan hakikat membaca yang mengacu pada tujuan

(33)

17

bacaan baik yang tersurat maupun yang tersirat dalam bentuk

pemahaman bacaan secara literal, inferensial, evaluatif, dan kreatif

dengan memanfaatkan pengalaman belajar pembaca.

Lebih lanjut Saleh Abbas (2006: 102) menjelaskan bentuk-bentuk

pemahaman dalam membaca sebagai berikut:

a. Pemahaman Literal

Pemahaman literal adalah kemampuan memahami ide-ide yang

tampak secara eksplisit dalam wacana. Menurut Burns (dalam Saleh

Abbas, 2006: 102), pemahaman literal merupakan prasyarat bagi

pemahaman yang lebih tinggi.

b. Pemahaman Inferensial

Pemahaman inferensial adalah kemampuan memahami informasi

yang dinyatakan secara tidak langsung dalam wacana. Memahami

wacana secara inferensial berarti memahami makna wacana yang

lebih dalam dari kalimat-kalimat yang tertulis berdasarkan atas

informasi-informasi yang tampak secara eksplisit. Burns (dalam

Saleh Abbas, 2006: 102) menyatakan bahwa untuk memperoleh

pemahaman inferensial atau intepretif, pembaca harus mampu

menangkap apa yang tersirat dalam wacana.

c. Pemahaman Evaluatif

Pemahaman evaluatif merupakan kemampuan mengevaluasi isi

wacana. Untuk mencapai tingkat pemahaman evaluatif, pembaca

(34)

18

memberikan penilaian yang kritis terhadap apa yang disampaikan

oleh penulis (Syafi’ie dalam Saleh Abbas, 2006: 102).

d. Pemahaman Kreatif

Pemahaman kreatif merupakan kemampuan mengungkapkan respon

emosional dan estestis terhadap wacana yang sesuai dengan strandar

pribadi dan standar profesional.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan

membaca adalah memahami isi wacana yang dibaca, baik isi wacana

yang tersirat maupun yang tersurat. Tingkat pemahaman pembaca dalam

memahami isi wacana mempengaruhi banyak sedikitnya informasi yang

diperoleh dari proses membaca tersebut.

Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan pada kemampuan

membaca narasi. Menurut Gorys Keraf (2001: 136) narasi adalah suatu

bentuk wacana yang berusaha menggambarkan sejelas-jelasnya kepada

pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Narasi juga mengisahkan

suatu kehidupan yang dinamis dalam suatu rangkaian waktu.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Membaca

Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca

permulaan menurut Lamb dan Arnold (dalam Farida Rahim, 2005:

16-30) yaitu:

a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan

(35)

19

b. Faktor Intelektual

Secara umum, intelegensi anak tidak sepenuhnya

mempengaruhi berhasil atau tidaknya anak dalam membaca

permulaan.

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan

kemampuan membaca siswa. Faktor lingkungan itu mencakup a)

latar belakang dan pengalaman siswa di rumah, dan b) sosial

ekonomi keluarga siswa.

d. Faktor Psikologis

Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan

membaca anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup 1)

motivasi, 2) minat, dan 3) kematangan sosial, emosi, dan

penyesuaian diri.

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor

yang mempengaruhi kemampuan membaca anak diantaranya adalah

faktor fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis. Faktor

psikologis mencakup motivasi, minat, dan kematangan sosial, emosi, dan

penyesuaian diri.

Tingkat kemampuan membaca siswa kelas V dapat diketahui

melalui pembelajaran bahasa Indonesia. Pembelajaran Bahasa Indonesia

(36)

20

Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

1. Memahami penjelasan

nara sumber dan cerita rakyat secara lisan

1.1. Menanggapi penjelasan narasumber

(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.

1.2. Mengidentifikasi unsur cerita rakyat

yang didengarnya

2.1. Menanggapi penjelasan narasumber

(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan santun berbahasa.

2.2. Menceriterakan hasil

pengamatan/kunjungan dengan

bahasa runtut,baik, dan benar .

2.3. Berwawancara sederhana dengan

nara sumber

(petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa

3.1. Membaca teks percakapan dengan

lafal dan intonasi yang tepat.

3.2. Menemukan gagasan utama suatu

teks yang dibaca dengan kecepatan

4.1. Menulis karangan berdasarkan

pengalaman dengan memperhatikan pilihan kata dan penggunaan ejaan.

4.2. Menulis surat undangan (ulang

tahun, acara keagamaan, kegiatan

sekolah, kenaikan sekolah dll)

dengan kalimat efektif dan

memperhatikan penggunaan ejaan.

4.3. Menulis dialog sederhana antara dua

atau tiga tokoh dengan

memperhatikan isi serta perannya. Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Bahasa

Indonesia kelas V semester I maka peneliti akan membatasi pada Standar

(37)

21

secara lisan meliputi Kompetensi Dasar 1.1 menanggapi penjelasan

narasumber (petani,pedagang,nelayan,karyawan dll) dengan

memperhatikan santun berbahasa. dan Kompetensi Dasar 1.2

mengidentifikasi unsur cerita rakyat yang didengarnya. Dengan demikian

peneliti akan meneliti tentang hubungan kemampuan membaca pada

materi cerita rakyat dengan kemampuan pemecahan soal cerita

matematika siswa kelas V pada materi FPB dan KPK.

B. Tinjauan tentang Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

1. Pengertian Kemampuan Pemecahan Soal Cerita

Kemampuan berasal dari kata mampu yang memperoleh awalan

ke- dan akhiran –an yang berarti sanggup. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia kemampuan diartikan kesanggupan atau kecakapan untuk

melakukan sesuatu.

Sweden, Sandra, dan Japa (dalam Endang Setyo Winarni dan Sri

Hamini, 2012: 122) berpendapat bahwa soal cerita adalah soal yang

diungkapkan dalam bentuk ceita yang diambil dari

pengalaman-pengalaman siswa yang berkaitan dengan konsep matematika.

Sedangkan menurut Muhsetyo (dalam Endang Setyo Winarni dan

Sri Hamini, 2012: 122) soal matematika yang dinyatakan dengan

serangkaian kalimat disebut dengan soal bentuk cerita. Mendukung

kedua pendapat di atas, Endang Setyo Winarni dan Sri Hamini (2012:

(38)

22

diungkapkan atau dinyatakan dengan kata-kata atau kalimat-kalimat

dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas, dapat disimpulkan

bahwa kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau

kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan

dengan kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang

dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.

2. Langkah-Langkah Penyelesaian Soal Cerita Matematika

Dalam memecahkan atau menyelesaikan masalah kita dituntut

untuk berpikir dan bekerja keras menerima tantangan agar mampu

memecahkan masalah yang kita hadapi. Untuk memecahkan masalah

yang kita perlu merencanakan langkah-langkah apa saja yang harus

ditempuh guna memecahkan masalah tersebut.

Polya (dalam Daitin Tarigan, 2006: 155) mengungkapkan

pendapatnya mengenai langkah pemecahan masalah yang umum

digunakan yaitu:

1. Pemahaman masalah

2. Perencanaan penyelesaian

3. Pelaksanaan rencana penyelesaian

4. Pengecekan kembali kebenaran penyelesaian

Lebih lanjut, Polya (dalam Endang Seyo Winarni dan Sri

Harmini, 2012: 124) menjelaskan langkah-langkah yang perlu

(39)

23

a. Pemahaman terhadap masalah, maksudnya mengerti masalah dan

melihat apa yang dikehendaki. Cara memahami suatu masalah

antara lain sebagai berikut:

1) Masalah harus dibaca berulang-ulang agar dapat

dipahami kata demi kata, kalimat demi kalimat.

2) Menentukan/mengidentifikasi apa yang diketahui dari

masalah.

3) Menentukan/mengidentifikasi apa yang ditanyakan/apa

yang dikehendaki dari masalah.

4) Mengabaikan hal-hal yang tidak relevan dengan masalah.

5) Sebaiknya tidak menambah hal-hal yang tidak ada agar

tidak menimbulkan masalah yang berbeda dengan masalah yang seharusnya diselesaikan (Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini, 2012: 124)

b. Perencanaan pemecahan masalah, maksudnya melihat bagaimana

hubungan antara soal dengan data yang diperoleh untuk membuat

suatu rencana pemecahan masalah. Kreativitas dalam menyusun

perencanaan pemecahan masalah dibutuhkan dalam menyusun

strategi pemecahan masalah. Wheeler (dalam Endang Seyo Winarni

dan Sri Harmini, 2012: 124) mengemukakan strategi pemecahan

masalah sebagai berikut:

1) Membuat suatu tabel

2) Membuat suatu gambar

3) Menduga, mengetes, dan memperbaiki

4) Mencari pola

5) Menyatakan kembali permasalahan

6) Menggunakan penalaran

7) Menggunakan variabel

8) Menggunakan persamaan

9) Mencoba menyederhanakan permasalahan

10) Menghilangkan situasi yang tidak mungkin

11) Bekerja mundur

12) Menyusun model

13) Menggunakan algoritma

14) Menggunakan penalaran tidak langsung

(40)

24

16) Menggunakan kasus atau membagi masalah menjadi

bagian-bagian

17) Memvaliditasi semua kemungkinan

18) Menggunakan rumus

19) Menyelesaikan masalah yang ekuivalen

20) Menggunakan simetri

21) Menggunakan informasi yang diketahui untuk

mengembangkan informasi baru.

c. Melaksanakan perencanaan pemecahan masalah, maksudnya

langkah ini merupakan langkah selanjutnya setelah sebelumnya

merencanakan penyelesaian masalah dengan menyusun strategi

pemecahan masalah. Keterampilan siswa dalam hal perhitungan

berperan penting untuk dapat menemukan hasil/jawaban yang tepat.

d. Melihat kembali kelengkapan pemecahan masalah, maksudnya

langkah ini merupakan langkah untuk melihat kembali apakah

penyelesaian masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang

paling tepat. Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124)

mengemukakan tentang cara untuk mengetahui apakah penyelesaian

masalah yang kita peroleh merupakan solusi yang paling tepat

dengan mengecek hasil, menginterprestasi jawaban yang diperoleh,

meninjau kembali apakah ada cara lain yang dapat digunakan untuk

mendapatkan penyelesaian yang sama, dan meninjau kembali apakah

ada penyelesaian yang lain sehingga dalam memecahkan masalah

dituntut tidak cepat puas dari satu hasil penyelesaiansaja tetapi perlu

(41)

25

Menurut Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 124)

langkah-langkah yang dapat dijadikan pedoman untuk menyelesaikan

soal cerita sebagai berikut:

a. Temukan apa yang ditanyakan oleh soal cerita itu

b. Cari informasi/keterangan yang esensial

c. Pilih operasi/pengerjaan yang sesuai

d. Tulis kalimat matematikanya

e. Selesaikan kalimat matematikannya

f. Nyatakan jawab dari soal cerita itu dalan bahasa indonesia

sehingga menjawab pertanyaan dari soal cerita tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan

bahwa kemampuan siswa menyelesaikan soal cerita matematika meliputi:

1) mampu memahami masalah yang ada dalam soal cerita matematika, 2)

mampu merencanakan penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang

ada dalam soal cerita matematika, 3) mampu melaksanakan rencana

penyelesaian yang dianggap paling sesuai, dan 4) mampu mengoreksi

atau mengecek ulang kebenaran dari penyelesaian yang sudah

dilaksanakan.

3. Pendekatan-Pendekatan dalam Penyelesaian Soal Cerita

Endang Seyo Winarni dan Sri Harmini (2012: 122)

mengemukakan bahwa dalam mengajarkan soal cerita dapat digunakan

dua pendekatan, yaitu:

a. Pendekatan Model

Pada pendekatan model, siswa membaca atau mendengakan

soal cerita yang diberikan, kemudian siswa mencocokkan situasi

(42)

26

b. Pendekatan Terjemahan Soal Cerita

Pada pendekatan terjemahan, siswa dilibatkan pada kegiatan

membaca kata demi kata dan ungkapan demi ungkapan dari soal

cerita yang dihadapinya untuk kemudian menerjemahkan kata demi

kata dari ungkapan-ungkapan tersebut ke dalam kalimat matematika.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan-pendekatan dalam penyelesaian soal cerita diantaranya

adalah pendekatan model dan pendekatan terjemahan soal cerita.

C. Tinjauan Mata Pelajaran Matematika di SD

1. Pengertian Mata Pelajaran Matematika

Matematika merupakan subjek yang sangat penting dalam sistem

pendidikan di seluruh dunia. Di Indonesia, sejak bangku SD sampai

perguruan tinggi, mata pelajaran matematika sudah diajarkan. Sebagai

ilmu dasar, matematika berfungsi untuk mempelajari ilmu-ilmu yang

lain. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika diperlukan dan

konsep-konsep matematika harus dipahami dengan benar sejak dini.

Istilah matematika berasal dari kata Yunani “mathein” atau “manthenein”, yang artinya “mempelajari” (Moch. Masyukur Ag dan

Abdul Halim Fathani, 2007: 42).Menurut Ruseffendi (dalam Sri

Subarinah, 2006: 1), matematika itu teorganisasikan dari unsur-unsur

yang tidak didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan

dalil-dalil yang dibuktikan kebenarannya. Oleh sebab itu, matematika disebut

(43)

27

Sejalan dengan Ruseffendi, Sri Subarinah (2006: 1) berpendapat

bahwa matematika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari

struktur yang abstrak dan pola hubungan yang ada di dalamnya.

Pernyataan ini memiliki arti bahwa sejatinya belajar matematika adalah

belajar konsep, struktur konsep dan mencari hubungan antara konsep dan

strukturnya.

Memperkuat pernyataan Ruseffendi di atas, Karso (1998: 1.34)

berpendapat bahwa matematika merupakan suatu ilmu yang berhubungan

dengan penelaahan bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan

hubungan di antara hal-hal itu. Untuk memahami struktur dan

hubungan-hubungannya maka diperlukan penguasaan konsep-konsep yang terdapat

pada matematika.

Pandangan rasionalis Descartes dan Leibniz (dalam Marsigit,

2003: 1 ) yaitu konsep matematika merupakan bawaan, sedangkan Locke

dan Hume menyatakan bahwa kebenaran matematika dikenal oleh akal

tetapi mereka berpikir jika konsep-konsep matematika yang diperoleh

merupakan abstraks pengalaman.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa matematika merupakan suatu kegiatan yang

merupakan abstraksi dari pengalaman dalam bentuk sistematis, teratur,

dan eksak. Pembelajaran matematika lebih mementingkan proses dari

(44)

28

2. Tujuan Mata Pelajaran Matematika

Sujono (dalam Artuclus Cahya Prihandoko, 2006: 10)

berpendapat bahwa nilai-nilai utama yang terkandung dalam matematika

adalah nilai praktis, nilai disiplin dan nilai budaya. Matematika dikatakan

memiliki nilai praktis dikarenakan matematika merupakan suatu alat

yang dapat langsung dipergunakan untuk menyelesaikan permasalah

sehari-hari yang dialami. Disadari atau tidak, dalam kehidupan manusia

pasti melakukan kegiatan perhitungan-perhitungan matematis.

Pendapat di atas didukung oleh Peraturan Menteri Pendidikan

Nasional RI Nomor 22 Tahun 2006 (dalam Moch. Masyukur Ag dan

Abdul Halim Fathani, 2007: 52) yang menjelaskan bahwa tujuan

pelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki kemampuan

sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi,

menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaiakan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram,

atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Karso (1998: 2.7) berpendapat bahwa tujuan umum diberikannya

(45)

29

a. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan

di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui

latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis,

cermat, jujur, dan efektif.

b. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola

pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mempelajari

berbagai ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran matematika diberikan pada anak

sekolah dasar bertujuan untuk mempersiapkan siswa agar dapat

menghadapi perubahan keadaan disekitarnya yang selalu berkembang

dan matematika dapat digunakan/diterapkan dalam kehidupan

sehari-hari.

3. Karakteristik Matematika

Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi

pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker dalam makalah berjudul

pembelajaran matematika berdasarkankurikulum berbasis kompetensi di

SMK (Marsigit, 2003: 3-4) mendefinisikan matematika sekolah yang

selanjutnya disebutsebagai matematika, sebagai berikut :

1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) memberikesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-polauntuk menentukan hubungan, (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukanpercobaan denga berbagai cara, (3) mendorong siswa untuk menemukan adanya

urutan,perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb, (4)

(46)

30

memahami dan menemukan hubungan antarapengertian satu dengan yang lainnya.

2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan

imajinasi,intuisi dan penemuan

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendoronginisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda, (2) mendorong rasa ingin tahu,keinginan bertanya,

kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,

(3)menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal

bermanfaat daripadamenganggapnya sebagai kesalahan, (4)

mendorong siswa menemukan struktur dan desainmatematika, (5) mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya, (6)mendorong siswa berfikir refleksif, dan (7) tidak menyarankan hanya menggunakan satumetode saja.

3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem

solving)

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) menyediakanlingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika, (2)membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri, (3)membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalanmatematika, (4) mendorong siswa untuk berpikir logis,

konsisten, sistematis danmengembangkan sistem

dokumentasi/catatan, (5) mengembangkan kemampuan

danketrampilan untuk memecahkan persoalan, (6) membantu siswa mengetahui bagaimanadan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti :jangka, kalkulator, dsb.

4. Matematika sebagai alat berkomunikasi

Implikasi dari pandangan ini terhadap pembelajaran adalah : (1) mendorong siswamengenal sifat matematika, (2) mendorong siswa membuat contoh sifat matematika, (3)mendorong siswa menjelaskan sifat matematika, (4) mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika, (5) mendorong siswa membicarakan persoalanmatematika, (6) mendorong siswa membaca dan menulis matematika, (7) menghargaibahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.

Berdasarkan pendapat dari ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa

karakteritik matematika diantaranya adalahmatematika sebagai kegiatan

penelusuran pola dan hubungan, matematika sebagai kreativitas yang

(47)

31

kegiatan pemecahan masalah (problem solving), serta matematika

sebagai alat berkomunikasi.

4. Pentingnya Pengajaran Matematika

Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani (2007: 52)

berpendapat bahwa untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa

depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Atas

dasar itu, pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa sejak

sekolah dasar (SD).

Cockroft (dalam Yulianto D. Saputra, tanpa tahun: 41-42)

mengemukakan pendapat mengenai pentingnya pengajaran matematika

kepada siswa, yakni karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala

segi kehidupan, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan

matematika yang sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat,

singkat, dan jelas, 4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam

berbagai cara, 5) meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan

kesadaran keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha

memecahkan masalah yang menantang.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

pengajaran matematika penting diberikan kepada anak sekolah dasar

karena matematika 1) selalu digunakan dalam segala segi kehidupan

siswa, 2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang

sesuai, 3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, 4)

(48)

32

meningkatkan kemampuan berfikir logis, ketelitian, dan kesadaran

keruangan, serta 6) memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan

masalah yang menantang.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anak dalam Belajar

Matematika

Pitadjeng (2006: 65-66) menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi anak dalam belajar matematika, yaitu:

a. Faktor Intern

Faktor intern dikelompokkan menjadi tiga faktor yaitu faktor

jasmaniah (tubuh), psikologis, dan kelelahan.

1) Faktor jasmani (tubuh)

Faktor jasmani yang dapat mempengaruhi anak dalam

belajar matematika ditinjau dari faktor kesehatan dan cacat

tubuh (Slameto dalam Pitadjeng, 2006: 65)

a) Faktor kesehatan

Agar seseorang dapat belajar matematika dengan

baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap

terjamin dengan selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan

untuk belajar, tidur, makan, olah raga, dan rekreasi

(49)

33

b) Cacat tubuh

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar.

Anak didik yang cacat, belajarnya juga terganggu

g) Kesiapan (Pitadjeng, 2006: 67-71).

3) Faktor kelelahan

Kelelahan dapat mempengaruhi belajar anak. Agar anak

didik dapat belajar dengan baik, haruslah menghindari

kelelahan, baik kelelahan fisik maupun kelelahan psikis.

Kelelahan fisik dan psikis dapat dihilangkan dengan cara-cara

sebagai berikut:

a) Tidur/istirahat

b) Mengusahakan variasi strategi dalam belajar

c) Menggunakan obat-obatan yang bersifat melancarkan

peredaran darah seperti obat gosok

d) Olah raga secara teratur

e) Pola makan yang teratur dan sehat

f) Jika kelelahan yang dialami sampai serius, maka akan lebih

efektif jika menghubungi ahli seperti psikiater, dokter dan sebagainya(Pitadjeng, 2006: 72).

b. Faktor Ekstern

Faktor ekstern dalam menentukan keberhasilan belajar

anak didik digolongkan menjadi tiga, yaitu faktor keluarga, faktor

(50)

34

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas, dapat

disimpulkan bahwafaktor-faktor yang mempengaruhi anak dalam belajar

matematika adalah faktor intern {faktor jasmaniah (tubuh), psikologis,

dan kelelahan} dan faktor ekstern (faktor keluarga, faktor sekolah, dan

faktor masyarakat). Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi

keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

6. Ruang Lingkup Matematika

Menurut Depdiknas (2003: 2), “ruang lingkup matematika pada

Standar Kompetensi matematika adalah bilangan, pengukuran dan

geometri, dan pengelolaan data”. Bahan kajian inti matematika di SD

mencakup: aritmatika (berhitung), pengenalan aljabar, geometri,

pengukuran, dan kajian data (Karso, 1998: 2.9).

Pembelajaran Matematika kelas V semester I tahun ajaran

2015/2016 materi sebagai berikut:

Tabel 3. SD-KD Matematika Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

Bilangan

1. Melakukan operasi hitung

bilangan bulat dalam

pemecahan masalah

1.1 Melakukan operasi hitung bilangan

bulat termasuk penggunaan

sifat-sifatnya, pembulatan, dan

penaksiran

1.2 Menggunakan faktor prima untuk

menentukan KPK dan FPB

1.3 Melakukan operasi hitung

campuaran bilangan bulat

1.4 Menghitung perpangkatan dari akar

sederhana

1.5 Menyelesaikan masalah yang

(51)

35

Berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

matematika kelas V semester I tahun ajaran 2015/2016 maka peneliti

akan membatasi pada Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi

hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi

Dasar 1.2 menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB

dan Kompetensi Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan

dengan operasi hitung, KPK, dan FPB. Dengan demikian peneliti akan

meneliti tentang hubungan kemampuan membaca dengan kemampuan

pemecahan soal cerita matematika siswa kelas V pada materi FPB dan

KPK.

D. Hubungan Kemampuan Membaca dengan Kemampuan Pemecahan Soal

Cerita Matematika

Kemampuan membaca adalah kemampuan proses berpikir yang

melibatkan berbagai aktivitas. Aktivitas yang dimaksud diantaranya aktivitas

visual, berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif (Farida Rahim, 2007: 2).

Membaca sebagai suatu aktivitas tidak hanya menangkap informasi bacaan

yang tersurat namun juga informasi bacaan yang tersirat.Dalam proses belajar

matematika terjadi proses berpikir, sebab seseorang dikatakan berpikir

apabila orang itu melakukan kegiatan mental, dan orang belajar matematika

mesti melakukan kegiatan mental (Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim

Fathani, 2007: 43).Marsudi Raharjo (2008: 1) menyatakan bahwa:

(52)

36

kurangnya keterampilan siswa dalam menerjemahkan kalimat sehari-hari ke dalam kalimat matematika.

Ilmu matematika itu berbeda dengan disiplin ilmu yang lain.

matematika memiliki bahasa sendiri, yakni bahasa yang terdiri atas

simbol-simbol dan angka. Sehingga, jika kita ingin belajar matematika dengan baik,

maka langkah yang harus ditempuh adalah kita harus menguasai bahasa

pengantar dalam matematika, serta kita harus berusaha memahami

makna-makna di balik lambang dan simbol tersebut.

Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian

makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Galileo Galilei (dalam

Moch. Masyukur Ag dan Abdul Halim Fathani, 2007: 46) berpendapat bahwa

alam semesta itu bagaikan sebuah buku yang hanya dapat dibaca kalau orang

mengerti bahasanya dan akrab dengan lambang dan huruf yang digunakan di

dalamnya, dan bahasa alam tersebut tidak lain adalah matematika. Dengan

kata lain, bahasa matematika memiliki mana “tunggal”, sehingga suatu

kalimat matematika tidak dapat ditafsirkan bermacam-macam.

Kemampuan pemecahan soal cerita adalah kemampuan atau

kecakapan untuk menyelesaikan soal matematika yang dinyatakan dengan

kata-kata atau kalimat-kalimat dalam bentuk cerita yang dikaitkan dengan

kehidupan sehari-hari. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dalam

memecahkan atau menyelesaikan soal cerita matematika dibutuhkan

kemampuan membaca siswa yang mumpuni sehingga mampu

menerjemahkan atau menafsirkan kalimat-kalimat cerita dalam soal cerita ke

(53)

37

Langkah pertama yang harus dilakukan siswa untuk menyelesaikan

atau memecahkan soal cerita matematika adalah mampu memahami masalah

yang ada dalam soal cerita. Agar dapat memahami masalah yang ada dalam

soal cerita maka siswa dituntut dapat membaca dengan baik dan benar. Jika

siswa memiliki kemampuan membaca yang baik maka tingkat pemahaman

siswa mengenai isi wacana atau cerita menjadi tinggi, sehingga dengan

pemahaman yang diperolehnya dari membaca soal cerita siswa dapat

menentukan cara penyelesaian yang sesuai dengan masalah yang dipaparkan

dalam soal cerita.

Demikian pula dalam hal kemampuan pemecahan soal cerita

matematika dalam Standar Kompetensi 1 yaitu melakukan operasi hitung

bilangan bulat dalam pemecahan masalah meliputi Kompetensi Dasar 1.2

menggunakan faktor prima untuk menentukan KPK dan FPB dan Kompetensi

Dasar 1.5 menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung,

KPK, dan FPB. Siswa kelas V yang memiliki kemampuan membaca yang

tinggi akan memiliki kemampuan untuk memecahkan atau menyelesaikan

soal cerita matematika pada materiKPK dan FPB tersebut dengan baik.

E. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pada usia anak sekolah dasar ditandai oleh tiga dorongan yaitu:

kepercayaan anak untuk keluar rumah dan masuk dalam kelompok sebaya,

kepercayaan anak memasuki dunia permainan dan kegiatan yang

memperlukan keterampilan fisik, serta kepercayaan mental untuk memasuki

Gambar

Tabel 2. SD-KD Bahasa Indonesia Kelas V Semester I Tahun Ajaran
Tabel 3. SD-KD Matematika Kelas V Semester I Tahun Ajaran 2015/2016
Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 4. Daftar SD/MIGugus III Kokap Kulon Progo Tahun
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian mengungkapkan bahwa : (1) Pendekatan Matematika Realistik (PMR) dapat meningkatkan keaktifan dan prestasi belajar pecahan siswa kelas V SD secara signifikan,

Farahiyah Sartika, 2011, Pengaruh Efisiensi Modal Kerja, Likuiditas &amp; Solvabilitas Terhadap Profitabilitas (Studi pada perusahaan farmasi yang terdaftar di BEI) ,

Mengingat pentingnya kesehatan, maka kita dapat mecegah terjangkitnya penyakit terhadap anak kita jika kita mengetahui ciri ciri penyakit serta upaya yang harus dilakukan

Berdasarkan hal tersebut, penulis akan mencoba mengembangkan suatu aplikasi layanan bluetooth yaitu antara PC ke Mikrokontroler berupa suatu sistem kendali mobile robot yang

Data lain yang didapatkan dari tabel 4.2 yaitu adanya penurunan semua tingkat insomnia berat saat pretest menjadi insomnia ringan dan sedang saat posttest,

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mitchell (1986), dikutip dari Wijayanti dan Junaedi (2007) memiliki hasil bahwa respon kognitif atau belief dan evaluasi terhadap suatu

Dilihat dari sistem kewargaan (pekraman), masyakat Desa Tenganan Pegringsingan dikelompokkan atas kategori peran dan fungsinya di desa, seperti krama desa, krama

PENGEMBANGAN MODEL PERKULIAHAN KONSEP DASAR KIMIA BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN LITERASI KIMIA MAHASISWA PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR Universitas Pendidikan Indonesia |