• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga Tahun 1980 – 2010 T1 162009015 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kota Salatiga Tahun 1980 – 2010 T1 162009015 BAB II"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

Tinjauan pustaka terdiri dari teori-teori yang menyangkut penelitian yang di teliti, yaitu mengenai pengaruh Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Salatiga dari tahun 1980-2010. Adapun teori-teori yang ditulis adalah teori Pengeluaran Pemerintah Daerah, Jumlah Penduduk dan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

2.1. Konsep Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan pasal 157 huruf a Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang:

“Pemerintahan Daerah mengisyaratkan bahwa pemerintah daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri perlu diberikan sumber-sumber pendapatan atau penerimaan keuangan daerah untuk membiayaai seluruh aktifitas dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, komponen tersebut berasal hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah”.

Keempat komponen PAD tersebut juga merupakan sumber-sumber keuangan daerah, oleh karena itu pendapatan asli daerah merupakan salah satu komponen sumber keuangan daerah. Sumber-sumber PAD merupakan bagian keuangan daerah yang dipungut berdasarkan undang-undang dan peraturan yang berlaku di daerah tersebut.

(2)

“Bahwa untuk melaksanakan otonomi daerah khususnya asas desentralisasi pemerintahan daerah memiliki sumber penerimaan diantaranya adalah PAD. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipngut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku meliputi:

a. Hasil pajak daerah b. Hasil retribusi daerah

c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasih pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan, antara lain bagian laba, deviden, dan penjuala saham milik daerah, serta

d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, antara lain hasil penjualan aset tetap daerah dan jasa giro”.

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam pelaksanaan diantaranya meliputi PAD.

“Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu pendapatan yang diperoleh daerah dan dipungut berdasarkan peraturan-peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan meliputi:

a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan badan layanan umum (BLI) daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD, hasil kerja sama dengan pihak ketiga

d. Lain-lain PAD yang sah.”

2.1.1. Konsep Pajak Daerah

(3)

“Pajak Daerah yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi/badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah. Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh negara (pemerintah) berdasarkan UU yang bersifat dapat dipaksakan dan terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali (kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan unruk membiayai pengeluaran negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan”.

Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang dikenakan berdasarkan undang-undang yang tidak dapat dihindari bagi yang berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan paksaan. Dengan demikian:

“...akan terjamin bahwa kas negara selalu berisi uang pajak. Selain itu pengenaan pajak berdasarkan undang-undang akan menjamin adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pemayaran pajak sehingga pemerintah tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak”. (Marihot P.Siahaan: 2005:7)

Berdasarkan devinisi pajak, dapat ditarik kesimpulan tentang ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, yaitu sebagai berikut (Amin Widjaya Tunggal: 1991: 15) dalam bukunya Marihot P. Siahaan: 2005: 8, disebutkan:

a. Pajak dipungut oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun daerah berdasarkan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

b. Pembayaran pajak harus masuk kepada kas negara, yaitu kas pemerintah pusat atau kas pemerintah daerah (sesuai dengan jenis pajak dan pungutan). c. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontra prestasi individu oleh pemerintah (tidak ada imbalan langsung yang diperoleh sipembayar pajak). Dengan kata lain, tidak ada hubungan langsung antara jumlah pembayaran pajak dengan kontra prestasi secara individu.

d. Penyelenggaraan pemerintah secara umum merupakan manifestasi kontra prestasi dari negara kepada para pembayar pajak.

e. Pajak dipungut karena adanya suatu keadaan, kejadian dan perbuatan yang menurut peraturan perundang-undangan pajak dikenakan pajak.

(4)

2.1.2.Konsep Retribusi Daerah

“Retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh negara bagi penduduknya secara perorangan”. (Marihot P.Siahaan: 2005: 5)

Sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah. Undang-undang Nomor 34 Tahun 200 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerag, Pasal 1 angka 26 menyebutkan bahwa:

“Retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepantingan orang pribadi atau badan”.

2.1.3.Konsep Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

Kebutuhan pembiayaan rumah tangga daerah yang relatif cukup besar, maka kepada daerah juga diberikan sumber-sumber pendapatan berupa hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004. Pengelolaan kekayaan daerah tersebut berasal dari perusahaan daerah yang didirikan berdasarkan Undang-Undang yang modal seluruhnya atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan.

“Perusahaan daerah dapat dibedakan dalam dua kategori yaitu:

a. Perusahaan asli daerah yaitu perusahaan daerah yang didirikan oleh daerah itu sendiri.

(5)

2.1.4.Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

Sebagaimana dimaksud pada pasal 6 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, selanjutkan disebutkan dalam pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa:

“Lain-lain PAD yang sah meliputi:

a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro

c. Pendapatan bunga

d. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing

e. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/jasa oleh daerah.”

Kebijakan pungutan pajak daerah berdasarkan Perda diupayakan tidak berbenturan dengan pungutan pusat (pajak maupun bea dan cukai), karena hal tersebut akan menimbulkan duplikasi pungutan yang pada akhirnya akan mendistorsi kegiatan perekonomian. Hal tersebut sebetulnya sudah diantisipasi dalam UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana diubah dengan UU No.34 Tahun 2000, dimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (4) yang antara lain menyatakan bahwa objek pajak daerah bukan meru pakan objek pajak pusat.

Perpajakan daerah harus memiliki ciri-ciri tertentu. Adapun ciri-ciri dimaksud, khususnya yang terjadi di banyak negara sedang berkembang, adalah sebagai berikut (Amin Widjaja Tunggal, 1991, hal 15 dalam bukunya Marihot P. Siahaan):

“Ciri-cirinya adalah:

a. Pajak daerah secara ekonomis dapat dipungut, berarti perbandingan antara penerimaan pajak harus lebih besar dibandingkan ongkos pemungutannya.

(6)

tajam.dan Ketiga; tax basenya harus merupakan perpaduan antara prinsip keuntungan (benefit) dan kemampuan untuk membayar (ability to pay).”

2.2. Pengeluaran Pemerintah Daerah

Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29 tahun 2002 tentang “Pedoman Pengurusan, Pertanggung Jawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah Serta Tata Cara Penyusunan Perhitungan APBD”.

“Menyatakan pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah periode tahun anggaran tertentu. Serta memberikan penjelasan tentang belanja daerah yaitu semua pengeluaran kas daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah”.

Kalau kita melihat perkembangan kegiatan pemerintah dari tahun ke tahun, kelihatannya bahwa peranan pemerintah tersebut selalu meningkat hampir dalam semua macam sistem perekonomian:

“Semakin meningkatnya peranan pemerintah ini dapat kita lihat dari semakin besarnya APBD dalam proporsinya terhadap penghasilan nasional. APBD dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pemerintah itu. Tapi sebaiknya kita perlu menyadari bahwa proporsi APBD terhadap GNP adalah suatu ukuran yang sangat kasar terhadap kegiatan atau peran pemerintah dalam suatu perekonomian”. (dikutip dari Hugh Dalton, Principles of Public Finance, Routledge & Kagen Paul Ltd., London, 1954, halaman 139-142).

Pengeluaran pemerintah daerah ini dapat bersifat “exhaustive” yaitu

(7)

faktor-faktor produksi dari sektor swasta ke sektor pemerintah. Sedangkan “transfer payments” hanya menggeser tenaga beli dari unit-unit ekonomi yang

satu kepada unit-unit ekonomi yang lain dan membiarkan yang terakhir ini menentukan penggunaan dari uang tersebut.

Hubungan ini ada seorang sarjana terkenal bernama Adolph Wagner, yang mengemukakan suatu hukum yang disebut dengan “Law of Ever Increasing State Activity” (hukum tentang selalu meningkatnya kegiatan pemerintah). Dari

penelitiannya di beberapa negara maju pada abad 19 ternyata bahwa pengeluaran pemerintah itu selalu meningkat dari tahun ke tahun baik dalam arti uang maupun secara riil ataupun secara absolut maupun relatif dalam perbandingannya dengan pendapatan nasional (GNP) yang disebabkan oleh adanya perkembangan sosial, karena berkembangnya industri. Hukum Wagner ini di uji oleh Peacock dan Weseman dan ternyata hukum itu tidak ditolak, walaupun ada beberapa penjelasan yang agak ruwet. Penjelasan yang agak ruwet tersebut yaitu Peacock dan Wiseman membedakan adanya 3 dampak pengeluaran pemerintah yaitu dampak penggantian (displacement effect), dampak inspeksi (inspection effect) dan dampak konsentrasi (concentration effect).

2.3. Hubungan Antara Variabel Independen dan Dependen

2.3.1. Hubungan antara Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah

(8)

berkaitan dengan retribusi. Masyarakat lebih mudah membayar retribusi daripada membayar pajak. Masyarakat tidak akan membayar apabila kualitas dan kuantitas layanan publik tidak mengalami peningkatan. Pemerintah daerah harus mampu menjalankan rumah tangganya sendiri secara mandiri. Dalam rangka meningkatkan kemandiriannya, pemerintah dituntut untuk meningkatkan pelayanan publik. APBD tidak akan logis jika pengalokasiannya cukup besar untuk belanja rutin. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya pembangunan dan perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, sehingga masyarakat menikmati manfaat dari pembangunan daerah.

Tersedianya infrastruktur yang baik dapat mendorong terciptanya efisiensi dan efektivitas di berbagai sektor, produktivitas masyarakat diharapkan meningkat. Pemerintah perlu memfasilitasi berbagai aktivitas perekonomian, salah satunya dengan membuka kesempatan berinvestasi. Pembangunan infrastruktur dan pemberian berbagai fasilitas kemudahan dilakukan untuk meningkatkan daya tarik investasi. Dengan tersedianya fasilitas pelayanan publik membuat masyarakat akan lebih aktif dan bergairah dalam bekerja dan bertambahnya produktivitas masyarakat dan investor di daerah, akan berdampak pada peningkatan PAD.

Dalam perkembangan pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu (Guritno, 1994;169):

(9)

harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah tetap diperlukan untuk meingkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut,Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas social seperti halnya, program kesejahteraa n hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya.

b. Hukum Wagner

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam pendapatan per kapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintahpun akan meningkat. Wagner menerangkan mengapa peran pemerintah menjadi semakin besar, yang terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemrintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya.

c. Teori Peacock dan Wiseman

Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha memperbesar pengeluaran, sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Teori Peacock dan Wiseman adalah pemerintah ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Oleh karena itu, dalam keadaan normal, meningkatnya GNP menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, begitu juga dengan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar.”

2.3.2.Hubungan antara Jumlah Penduduk terhadap PAD

(10)

Jumlah penduduk yang besar bagi Indonesia oleh para perencana pembangunan dipandang sebagai asset modal dasar pembangunan tetapi sekaligus juga sebagai beban pembangunan. Sebagai asset apabila dapat meningkatkan kualitas maupun keahlian atau ketrampilannya sehingga akan meningkatkan produksi nasional. Jumlah penduduk yang besar akan menjadi beban jika struktur, persebaran dan mutunya sedemikian rupa sehingga hanya menuntut pelayanan sosial dan tingkat produksinya rendah sehingga menjadi tanggungan penduduk yang bekerja secara efektif.

Pertumbuhan penduduk tinggi akan dapat menaikkan output melalui penambahan tingkat dan ekspansi pasar baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Penambahan penduduk tinggi yang diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Penambahan penduduk merupakan satu hal yang dibutuhkan dan bukan suatu masalah, melainkan sebagai unsur panting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.

2.4. Penelitian Terdahulu

a. Penelitian yang dilakukan oleh Purbaya Budi Santoso dan Retno Puji Rahayu (2005) yang berjudul “Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi

Daerah di Kabupaten Kediri dari Tahun 1989-2002” bertujuan untuk mengetahui

(11)

pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Kediri. Hal ini dilakukan karena derajat desentralisasi fiskal Kabupaten Kediri menurut Badan Litbang Depdagri dan Fispol UGM,1991 termasuk kategorl kurang. Untuk itu, Kabupaten Kediri harus dapat meningkatkan derajat desentralisasi fiskalnya melalui peningkatan PAD seoptimal mungkin. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendapatan Asli Daerah, Total Pengeluaran Pemerintah, Jumlah Penduduk dan Produk Domestik Regional Bruto (PBRB). Jenis data yang dipergunakan adalah data sekunder, secara berkala (time series) untuk melihat perkembangan objek penelitian selama periode tertentu. Ketersediaan data merupakan suatu hal yang mutlak dipenuhi dalam suatu penelitian ilmiah. Jenis data yang tersedia haruss disesuaikan dengan kebutuhan dalam suatu penelitian. Penelitian ini bersifat studi kasus dengan menentukan lokasi penelitian di Kabupaten Kediri. Data yang digunakan adalah data sekunder selama 14 tahun. Kesimpulannya adalah faktor-faktor yang diduga mempengaruhi presentasi perubahan PAD adalah Total pengeluaran pembangunan, penduduk dan PDRB sangat kuat, hal ini didukung dengan tingkat koefisiensi determinasi (R2) sebesar 0,971. Ketiga variabel independen (Pengeluaran Pembangunan, Penduduk, PDRB), yang mempunyai pengaruh paling besar yaitu variabel penduduk sebesar 8,049.

b. Penelitian yang dilakukan Indra Rindu Datu K (2012) yang berjudul “Analisis Faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Makasar tahun 1999-2009”, dengan tujuan untuk mengetahui seberapa

(12)

Pendapatan Asli Daerah. Jenis data yang di gunakan pada penelitian ini bersifat Kuantitatif merupakan data time series dari tahun 1999-2009. Tentang Pendapatan Asli Daerah, Pengeluaran Pemerintah dan PDRB yang didapat dari Kantor Dinas Pendapatan Daerah, Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Makassar, perpustakaan unhas, literatur-literatur/buku-buku dan laporan-laporan yang berkaitan dengan penulisan ini. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah:

1. Perkembangan Realisasi pendapatan asli daerah makassar yang terus mengalami peningkatan karna sebagian besar realisasi penerimaan pajak daerah mencapai target yang telah ditetapkan. dan sistem pengelolaan komponen PAD sudah berjalan secara optimal

2. Perkembangan dari data yang telah diolah serta hasil perhitungan empirik yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa Pengeluaran Pemerintah berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0.351% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Makassar. Sedangkan PDRB berpengaruh positif dan signifikan sebesar 1.077% terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) kota Makassar

3. Melihat pembangunan ekonomi kota Makassar telah menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan karna diimbangi dengan belanja Pemerintah daerah dalam meningkatkan infrastruktur dan prasarana , ditiap tahun pengeluaran pemerintah mengalami peningkatan dalam membangun sarana dan prasarana seperti pembangunan jalan tol, mall, sarana hiburan dan lain-lain sehingga mendorong penunjang pendapatan Asli Daerah

(13)

Daerah di Kabupaten Serang dari Tahun 2001-2007”, dengan tujuan untuk mengetahui apakah Penerimaan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penerimaan PAD sebagai variabel independen dan Anggaran Belanja Daerah sebagai variabel dependen. Data yang dibutuhkan adalah data sekunder eksternal, yaitu suatu data yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Kabepaten Serang dalam bentuk laporan realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Serang yaitu selama periode 7 tahun dari 2001-2007. Kesimpulan dari penelitian ini adalah:

1. Penerimaan Pendapatan Asli Daerah berpengaruh sangat kuat terhadap Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang dengan koefisien determinasi sebesar 93,1%.

2. Berdasarkan uji koefisien korelasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang mempunyai nilai koefisien korelasi yang positif sebesar 0,965 atau 96,5%. Koefisien korelasi sebesar 96,5% menunjukkan tingkat hubungan yang sangat kuat. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang sangat kuat antara Penerimaan Pendapatan Asli Daerah dengan Anggaran Daerah maka semakin tinggi pula Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang.

(14)

signifikan antara Penerimaan Pendapatan Asli Daerah terhadap Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang.

4. Hasil persamaan regresi diperoleh Y= 19.967.795.543,87 + 7,45 X. Dari hasih tersebut dapat dijelaskan konstanta sebesar - 19.967.795.543,87 yang menyatakan bahwa jika tidak ada Penerimaan Pendapatan Asli Daerah, maka Anggaran Belanja Daerah Kabupaten Serang adalah Rp. - 19.967.795.543,87. Koefisien regresi PAD sebesar 7,45 menyatakan bahwa setiap penambahan 1% Penerimaan Pendapatan Asli Daerah akan menambah Anggaran Belanja Daerah sebesar Rp.7,4 Milyar.

2.5. Kerangka Dasar Pemikiran

[image:14.595.100.513.204.624.2]

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat digambarkan secara skematatis, yaitu sebagai beriut:

Gambar 2.1

Kerangka Berfikir

Pengeluaran Pemerintah Daerah yang dilakukan pemerintah daerah diantaranya perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi, pembangunan infrastruktur dan sarana prasarana yang ada di daerah sehingga akan berdampak pada meningkatnya pendapatan asli daerah sekaligus peningkatan pertumbuhan

Pengeluaran Pemerintah Daerah

X1 Pendapatan Asli Daerah

(PAD) Y

(15)

ekonomi daerah. Di samping itu dengan tersedianya sarana yang memadai dari pemerintah daerah, masyarakat dapat melakukan aktivitas secara aman dan nyaman dimana akan berpengaruh pada meningkatnya tingkat produktivitas. Dengan adanya infrastruktur yang memadai akan menarik para investor untuk membuka lapangan usaha sehingga akan berdampak pada meningkatnya Pendapatan Asli Daerah.

Meningkatnya jumlah penduduk di suatu daerah juga ikut menopang meningkatnya pendapatan asli daerah. Hal tersebut dapat di artikan bahwa semakin baik kinerja yang dilakukan pemerintah daerah akan menarik para penduduk bahkan turis asing supaya masuk dan menggunakan fasiltas yang ada. Kinerja dan fasilitas yang diberikan pemerintah daerah kepada masyarakat akan memberikan kepuasan yang maksimal, sehingga penduduk akan tertarik untuk tinggal di daerah tersebut. Hal tersebut akan sangat berpengaruh terhadap meningkatnya Pendapatan Asli Daerah.

2.6. Hipotetis Penelitian

Usaha pemecahan masalah yang telah dikemukakan diatas, maka peneliti membuat hipotesis:

a. H0 : β1 = 0, diduga tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Pengeluaran Pemerintah Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Salatiga tahun 1980-2010.

(16)

b. H0 : β2 = 0, diduga tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Salatiga tahun 1980-2010.

H1: β2≠ 0, diduga ada hubungan yang positif dan signifikan antara Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Salatiga tahun 1980-2010.

c. H0: β1, β2 = 0, diduga tidak ada hubungan yang positif dan signifikan antara Pengeluaran Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Salatiga tahun 1980-2010.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian hubungan antar variabel dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berjenjang dan hasil analisis menunjukan niat adopsi e-banking dipengaruhi oleh

Instrumen penelitian ini merupakan instrumen perlakuan yang digunakan untuk mengukur persepsi orang tua terhadap pendidikan anak usia dini. Ada beberapa langkah

Pokja IV ULP (Procurement Unit) akan melaksanakan Pemilihan Langsung paket pekerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten

Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository

Kelebihan utama yang dimiliki generasi ketiga adalah kemampuan transfer data yang cepat atau memiliki bit rate yang tinggi.Tingginya bit rate yang dimiliki menyebabkan banyak

Setelah amandemen UUD 1945 terdapat lembaga negara yang dihapus, yaitu ... Pemerintah orde baru dipimpin oleh pengemban

• Children of our employees and casual workers living in the estate receive free education from kindergarten to junior high school and heavily subsidised higher education.. In the

Pokja IV ULP (Procurement Unit) akan melaksanakan Pemilihan Langsung paket pekerjaan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten