MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
(Penelitian Kuasi Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII SMP Negeri 3 Lembang Tahun Ajaran 2014/2015)
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh : Putik Rustika
(1303161)
PROGAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah Sekolah Menengah Pertama” ini beserta isinya adalah benar-benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Bandung, Agustus 2015 Yang membuat pernyataan,
KONTESKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIK DAN PEMECAHAN MASALAH
MATEMATIK SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
Oleh: Putik. Rustika
NIM.1303161
Telah Disetujui oleh: Pembimbing
Prof. Dr. H.Wahyudin, M.Pd NIP.195108081974121001
Mengetahui
Ketua Program Studi Pendidikan Matematika
Putik. Rustika, S.Pd. (2015). Penerapan Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah Matematik Sekolah Menengah Pertama.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa yang mendapat pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapat pembelajaran Ekspositori. Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Sampel adalah 79 siswa kelas VII yang berasal dari dua kelas pada salah satu SMP Negeri di Kabupaten Lembang. Kelas petama mendapatkan pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan kelas kedua mendapatkan pembelajaran Ekspositori. Kedua kelas diberikan pretes dan postes kemampuan representasi matematik dan postes kemampuan pemecahan masalah matematik. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah konteksual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori; (2) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan kemampuan awal matematik siswa (tinggi, sedang, rendah) (3) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik siswa; (4) terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah konteksual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran ekspositori; (5) terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa berdasarkan kemampuan awal matematik siswa (tinggi, sedang, rendah); (6) terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.
Approach to Enhance Representation of Mathematic Ability and Mathematical Problem Solving Junior High School.
This study aims to determine the differences in enhancement mathematic representation and acquisition of mathematic problem solving abilities among students who get scientific approach based on learning with contextual problemswith students who get Expository learning.This type of research is a quasi-experimental.Samples were 79 seventh grade students from two classes in one of the Junior High School in District Lembang.First class obtain scientific approach based on learning with contextual problem and the second class get Expository learning.Both of class are given a pre-test and post-test mathematical representations and post-test of mathematical problem solving ability.The results showed that (1) there are differences in the ability of mathematcal representation ability between students who learn the scientific approach problem-based contextual with students who get expository;(2) there are differences in mathematical representation enhancement based on ability of early mathematical students AEM (high, medium, low) (3) there is an interaction between model of learning and AEM in mathematical representation enhancement;(4) there are differences in the acquisition of mathematical problem solving ability between students who learn the scientific approach problem-based contextual with students who get expository;(5) there are differences in the acquisition of mathematical problem solving ability based on ability of early mathematics students EAM (high, medium, low);(6) ) there is an interaction between model of learning and AEM in mathematical problem solving ability acquisition.
1 DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... ii
LEMBAR PERNYATAAN... iii
ABSTRAK... iv
KATA PENGANTAR... vi
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR LAMPIRAN... x
DAFTAR GAMBAR... xii
DAFTAR ISI... xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...1
1.2 Rumusan Masalah ...8
1.3 Tujuan Penelitian...9
1.4 Manfaat Penelitian ...10
1.5 Definisi Operasional...10
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kemampuan Representasi Matematik ...12
2.2 Pemecahan Masalah ...14
2.3 Pendekatan Saintifik...16
2.4 Masalah Kontekstual ...26
2.5 Penelitian yang Relevan………...27
2.5 Hipotesis ...29
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ...30
3.2 Populasi dan Sampel ...31
3.3 Variabel Penelitian………..32
3.4 Instrumen Penelitian ...33
3.5 Pengembangan Bahan Ajar ...35
3.7 Teknik Analisis Data ...42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian…...46
4.2 Hasil Penelitian…...47
4.3 Hasil Observasi…………....………...58
4.4 Pembahasan……….60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...70
5.2 Saran ...70
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang terdapat pada
sekolah, sehingga kemampuan-kemampuan matematika menjadi tujuan
pembelajaran dari kurikulum pendidikan di Indonesia. Matematika sebagai bagian
dari kurikulum sekolah tentunya diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan
pendidikan. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional menyatakan bahwa, pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran, agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Oleh karena it, mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analtis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan
bekerjasama.
Sumarmo (2002) mengatakan bahwa, pendidikan matematika pada
hakekatnya memiliki dua arah pengembangan yaitu memenuhi kebutuhan masa
kini dan masa datang. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, pembelajaran
matematika mengarah kepada pemahaman matematika dan ilmu pengetahuan
lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan di masa datang mempunyai arti lebih luas
yaitu memberikan kemampuan nalar yang logis, sistematis, kritis dan cermat serta
berpikir objektif dan terbuka yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
serta menghadapi masa depan yang selalu berubah. Dengan demikian pembelajarn
matematika hendaknya mengembangkan proses dan keterampilan berpikir siswa.
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada
keadaan yang selalu berubah, dan kompetitif (BSNP, 2006).
BSNP (2006) menjelaskan tujuan dari pembelajaran matematika adalah
agar peserta didik memiliki kemampuan:
(1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah;
(2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika;
(3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh;
(4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah;
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan dari
tujuan pemebelajaran BSNP tersebut dapat dilihat mengkomunikasikan ide-ide
dan gagasan merupakan salah satu kemampuan representasi siswa.
Hal ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika yang ditetapkan
dalam Kurikulum 2006 yang dikeluarkan Depdiknas pada hakekatnya meliputi:
(1) koneksi antar konsep dalam matematika dan penggunaannya dalam
memecahkan masalah; (2) penalaran; (3) pemecahan masalah; (4) komunikasi dan
representasi; dan (5) faktor efektif. Tujuan pembelajaran tersebut mengacu pada
kemampuan dasar matematika berdasarkan NCTM 2000 yakni pemecahan
masalah (problem solving); penalaran dan bukti (reasoning dan proof);
komunikasi (communication); koneksi (connections); dan representasi
Tujuan pembelajaran dan standar pembelajaran tersebut sangat erat dengan
karakteristik dari ilmu matematika. Karakteristik matematika merupakan ilmu
yang sangat dekat dengan pengembangan pola pikir seseorang yang bersifat
abstrak. Kemampuan berpikir abstrak tersebut didukung dengan adanya
kemampuan seseorang untuk merepresentasikannya ke dalam dunia nyata. Seperti
halnya yang dikatakan oleh Wahyudin (2008: 242) yang menyatakan bahwa
representasi-representasi dapat membantu para siswa untuk mengatur pemikiran,
penggunaan representasi oleh para siswa dapat membantu menjadikan
gagasan-gagasan matematik lebih konkrit dan tersedia untuk refleksi. Mengkomunikasikan
gagasan-gagasan matematika dan berpikir secara matematik seseorang perlu
merepresentasikan ide-ide tersebut dalam cara tertentu. Hal tersebut didikung oleh
Hiebert (1990) yang menyatakan bahwa setiap kali mengkomunikasikan
gagasan-gagasan matematika, gagsan tersebut perlu disajikan dengan suatu cara efektif.
Komunikasi dalam matematika memerlukan representasi eksternal yang dapat
berupa simbol tertulis, gambar, ataupun objek fisik. Gagasan-gagasan dalam
matematika umumnya dapat direpresentasikan dengan satu atau beberapa jenis
representasi.
Vergnaud (dalam Goldin, 2002: 207) menyatakan representasi merupakan
unsur yang penting dalam teori belajar mengajar matematika, tidak hanya karena
pemakaian sistem simbol yang juga penting dalam matematik dan kaya akan
kalimat dan kata, beragam dan universal, tetapi juga untuk dua alasan penting
yakni: (1) matematika mempunyai peranan penting dalam mengkonseptualisasi
dunia nyata; (2) matematika membuat homomorphisme (transformasi suatu
himpunan ke himpunan lain yang mengatur hubungan antara unsur-unsur yang
pertama) yang luas yang merupakan penurunan dari struktur hal-hal lain yang
pokok. Dari kedua alasan yang telah diungkapkan yakni matematika merupakan
hal yang abstrak, sehingga dengan adanya representasi mempermudah dan sebagai
jalan untuk bepikir matematik yang lebih tinggi lagi.
Hutagaol (2007) menyatakan bahwa terdapatnya permasalahan dalam
kemampuan representasi siswa, khususnya siswa SMP, siswa tidak pernah diberi
kesempatan untuk menghadirkan representasinya sendiri. studi pendahuluan
Hanifah (2015) yang melibatkan 36 siswa kelas VII pada salah satu SMP Negeri
di Kabupaten Karawang melaporkan bahwa pada aspek representasi verbal secara
umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi
dalam hal menuliskan interpretasi dari suatu representasi dengan kata-kata atau
teks tertulis siswa mengalami kesulitan. Pada aspek representasi simbolik secara
umum siswa mampu mengerjakan soal-soal representasi matematis, akan tetapi
dalam membuat persamaan atau model matematik siswa mengalami kesulitan.
Setiap siswa mempunyai cara yang berbeda untuk mengkonstruksi
pengetahuannya. Dalam hal ini, sangat memungkinkan bagi siswa untuk mencoba
berbagai macam representasi dalam memahami suatu konsep. Selain itu
representasi juga berperan dalam proses penyelesaian masalah matematis.
Sebagaimana dinyatakan Brenner bahwa proses pemecahan masalah yang sukses
bergantung kepada keterampilan merepresentasi masalah seperti mengkonstruksi
dan menggunakan representasi matematik di dalam kata-kata, grafik, tabel,
persamaan-persamaan, penyelesaian dan manipulasi simbol (Neria & Amit, 2004).
Dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kemampuan representasi
matematik sangat berhubungan erat dengan pemecahan masalah matematik. Peran
serta siswa dan guru sangat diperlukan dalam mengembangkan kemampuan
tersebut.
. Wahyudin (2008) mengatakan bahwa pemecahan masalah bukan sekedar
suatu sasaran belajar matematika tetapi sekaligus alat utama dalam belajar itu.
Dengan mempelajari pemecahan masalah didalam matematika, para siswa harus
mendapatkan cara-cara berpikir, kebiasaan tekun dan rasa ingin tahu, serta
kepercayaan diri didalam situasi-situasi tidak akrab yang akan mereka hadapi
diluar kelas. Dikehidupan sehari-hari dan dunia kerja, menjadi seorang pemecah
masalah yang baik bisa membawa manfaat-manfaat yang besar. Pemecahan
membantu mengembangkan kemampuan berpikir matematik siswa (NCTM,
2000).
Sugiman (2010) menyatakan bahwa sangat sedikit siswa SMP di Indonesia
(2,3%) yang mampu menyelesaikan soal yang kompleks yakni soal-soal
pemecahan masalah yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Adapun, Murni (2012) yang menyatakan bahwa pelaksanaan pembelajaran pada
beberapa kelas di beberapa SMP memperlihatkan bahwa siswa lebih dominan
menyelesaikan soal rutin dari buku teks dan kurang memperoleh pengalaman
menyelesaikan soal non rutin. Berdasarkan hasil penilitian tersebut dapat
dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah masih dianggap sebagai bagian
yang paling sulit bagi siswa dalam mempelajarinya ataupun guru dalam
mengajarkannya. Selain itu, Schoenfeld (Even dan Tirosh, 2003) mengungkapkan
bahwa para pelajar yang sebenarnya memiliki semua pengetahuan yang
dibutuhkan, sering tidak mampu menggunakan pengetahuannya itu untuk
menyelesaikan masalah yang terkait dengan kualitas pembelajaran matematika di
sekolah.
Menyadari pentingnya kemampuan representasi dan pemecahan masalah,
sehingga sangatlah diperlukan untuk berupaya menggunakan pendekatan
pembelajaran matematika yang dapat melatih kemampuan-kemampuan tersebut.
Matematika sekolah adalah bagian dari disiplin ilmu yang dipilih, antara lain
dengan pertimbangan atau berorientasi pada pendidikan. Dengan demikian,
pembelajaran matematika perlu diusahakan sesuai dengan kemampuan kognitif
siswa, mengkongkritkan objek matematika yang abstrak sehingga mudah
dipahami siswa. Sehingga, menerapkan masalah-masalah keseharian yang
kontekstual dalam pembelajaran matematika sangatlah diperlukan.
Ruseffendi (Ansari, 2003) menyatakan bahwa bagian terbesar dari
matematik yang dipelajari siswa di sekolah tidak diperoleh melalui eksplorasi
matematika, tetapi melalui pemberitahuan. Pembelajaran yang demikian membuat
siswa kurang aktif karena kurang memberi peluang kepada siswa untuk lebih
matematika sebagai suatu kumpulam aturan dan latihan yang dapat berujung pada
rasa bosan dan bingung saat diberikan soal yang berbeda dengan soal latihan.
Sullivan (1992) menyatakan bahwa peran guru adalah memberi kesempatan
belajar maksimal pada siswa antara lain dengan jala melibatkan siswa secara aktif
dalam eksplorasi matematika serta memebri kebebasan berkomunikasi untuk
menjelaska idenya dan mendengar ide temannya. Dengan adanya siswa aktif
berkomunikasi menjelaskan idenya dapat mendukung kemampuan representasi
untuk mengungkapkan ide dan gagasannya, sehingga mendukung pula
kemampuan memecahkan masalah.
Pembelajaran matematika sangat berhubungan erat dengan siswa dan guru.
Pada Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013, siswa dituntut untuk aktif
mengolah, mengkonstruksi dan menggunakan pengetahuan. Untuk itu
pembelajaran harus berkenaan dengan kesempatan yang diberikan kepada siswa
untuk mengkonstruksi pengetahuan dalam proses kognitifnya. Agar benar-benar
memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, siswa perlu didorong untuk
bekerja memecahkan masalah, menemukan segala sesuatu untuk dirinya, dan
berupaya keras mewujudkan ide-idenya. Peran guru sangat penting untuk
mencapai itu semua. Guru sebagai fasilitator dan kunci berjalannya pembelajaran
dikelas. Peran guru sangat dibutuhkan untuk menjamin proses pembelajaran yang
mendorong siswa aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran.
Menurut Hosnan (2014: 31) perubahan adalah sesuatu yang biasanya dan
harus terjadi pada bidang pendidikan. Perubahan yang terjadi tentunya pada
pergantian kurikulum 2013 dari kurilkulum sebelumnya. Dalam rangka
menerapkan pendidikan yang bermutu, pemerintah telah menetapkan kurikulum
Tahun 2013 untuk diterakan di sekolah/madrasah. Kurikulum 2013 mengajak kita
untuk masuk ke dalam dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran dengan
mnggunakan pendekatan ilmiah atau saintifik yang menjadi katalisator utama.
Pendekatan saintifik ini diyakini sebagai sarana utama unutk mengembangkan
sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik dalam pendekatan atau proses
disampaikan oleh Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, dipaparkan minimal
ada 7 (tujuh) kriteria dalam pendekatan saintfik. Ketujuh kriteria tersebut adalah
sebagai berikut : (1) Materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang
dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu ; bukan sebatas kira – kira,
khayalan, legenda, atau dongeng semata; (2) Penjelasan guru, respon siswa, dan
interaksi edukatif guru – siswa terbebas dari prasangka yang serta – merta,
pemikiran subjektif, atau penalaran yang menyimpang dari alur berpikir logis; (3)
Mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat
dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan
materi pembelajaran. (4) Mendorong dan menginspirasi siswa mampu berpikir
hipotetik dalam melihat perbedaan, kesamaan, dan tautan satu sama lain dari
materi pembelajaran; (5) Mendorong dan menginspirasi siswa dalam memahami,
menerapkan, dan mengembangkan pola berpikir yang rasional dan objektif dalam
merespon materi pembelajaran.; (6) Berbasis pada konsep, teori, dan fakta empiris
yang dapat dipertanggungjawabkan; (7) Tujuan pembelajaran dirumuskan secara
sederhana dan jelas, tetapi menarik system penyajiannya.
Proses pembelajaran dan pendekatan saintifik pada kurikulum 2013
merupakan perpaduan antara proses pembelajaran yang awal mulanya terfokus
pada eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi, kemudian dilengkapi dengan
mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan
(Kemendikbud, 2013). Meskipun ada yang mengembangkan lagi menjadi
mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengolah data, mengkomunikasikan,
menginovasi dan mencipta. Namun, tujuan dari beberapa proses pembelajaran
yang harus ada dalam pembelajaran saintifik sama, yaitu menekankan bahwa
belajar tidak hanya terjadi di ruang kelas, tetapi juga di lingkungan sekolah dan
masyarakat. Selain itu, guru cukup bertindak sebagai scaffolding ketika anak/
siswa/ peserta didik mengalami kesulitan, serta guru bukan satu – satunya sumber
belajar.
Berdasarkan pemaparan yang dituliskan di atas membuat peneliti sangat
berbasis masalah kontekstual tersebut terhadap kemampuan representasi dan
pemecahan masalah matematik siswa khususny di SMP kelas VII. Akan tetapi,
sebelum penerapan pendekatan saintifik dilakukan karena matematika merupakan
ilmu yang terstruktur dan sistematis siswa kemampuan siswa sekarang sangat
dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya, sehingga siswa dikelompokkan
menjadi 3 kategori yaitu tinggi, sedang, dan rendah bedasarkan kemampuan awal
matematik (KAM) dilihat dari hasil nilai rapor matematika siswa sebelumnya. Hal
ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan pendekatan saintifik
merata pada semua kategori KAM atau kategori KAM tertentu saja.
Sesuai dengan teori Krutetski (Darhim, 2004) yang mengatakan bahwa
diduga siswa yang berkemampuan rendah akan meningkat hasil belajarnya apabila
metode pembelajaran yang digunakan menarik, berpusat pada siswa, dan sesuai
dengan tingkat kematangan siswa. Namun dimungkinkan terjadi sebaliknya untuk
siswa yang berkemampuan pandai. Ini bisa terjadi karena siswa berkemampuan
tinggi dimungkinkan lebih cepat memahami topik matematika yang dipelajari
karena kepandaiannya, walaupun tanpa menggunakan berbagai macam metode
pembelajaran yang menarik dan berpusat pada siswa.
Dengan memandang aspek KAM dan aspek strategi pembelajaran yang
akan diterapkan, penaliti juga akan melihat apakah kedua aspek tersebut memiliki
interaksi terhadap peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah
matematik siswa. Hal ini dipandang perlu karena peneliti memiliki dugaan bahwa
aspek KAM dan pembelajaran yang diterapkan akan secara bersama-sama
mempengaruhi peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah
matematik siswa. Artinya dimungkinkan peningkatan kemampuan representasi
dan pemecahan masalah matematik yang terjadi setelah pembelajaran tidak
benar-benar murni hasil dari model pembelajaran yang diterapkan, tetapi dipengaruhi
juga oleh kemampuan awal matematis siswa. Peneliti juga menduga dengan
pembelajaran yang diterapkan, siswa yang memiliki KAM sedang
berkemungkinan mencapai peningkatan siswa KAM tinggi, dan siswa dengan
Maka dari itu, peneliti akan melakukan penelitian yang berjudul Penerapan
Pendekatan Saintifik Berbasis Masalah Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Matematik dan Pemecahan Masalah khususnya di
tingkat SMP.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah di atas, masalah dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut: “Bagaimana peningkatan kemampuan representasi
matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah siswa dengan
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dibandingkan pembelajaran ekspositori?”
Selanjutnya, rumusan masalah tersebut dijabarkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik
secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan saintifik
berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran
ekspositori?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik
berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah)?
3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap
peningkatan kemampuan representasi matematik?
4. Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah
matematik secara kesluruhan antara siswa yang belajar dengan pendekatan
saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang mendapatkan
pembelajaran ekspositori?
5. Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah
matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah)?
6. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan
kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap
1.3 Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah mengetahui hasil penerapan pendekatan saintifik
berbasis masalah kontekstual terhadap kemampuan representasi matematik dan
pemecahan masalah di tingkat SMP. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
representasi matematik secara keseluruhan antara siswa yang belajar dengan
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
representasi matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi, sedang,
dan rendah).
3. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah)
terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik.
4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan
pemecahan masalah matematik secara kesluruhan antara siswa yang belajar
dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
5. Untuk mengetahui Apakah terdapat perbedaan perolehan kemampuan
pemecahan masalah matematik berdasarkan kemampuan awal siswa (tinggi,
sedang, dan rendah).
6. Untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh interaksi antara model
pembelajaran dan kemampuan awal matematka siswa (tinggi, sedang, rendah)
terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi bagi
berbasis masalah kontekstual untuk meningkatkan kemampuan representasi dan
pemecahan masalah siswa di tingkat SMP.
1.5 Definisi Operasional
Definisi operasional yang berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Kemampuan Representasi Matematis
Kemampuan Representasi Matematis adalah kemampuan mengungkapkan
ide-ide dan gagasan matematika ke dalam bentuk gambar, symbol, bahasa baik
tulisan maupun lisan.
2) Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan kemampuan siswa
untuk memahami masalah(mengidentifikasi kecukupan data untuk memecahkan
masalah dan membuat model matematis dari suatu situasai atau masalah
sehari-hari); menyelesaikan masalah (meliputi kemampuan memilih dan menerapkan
strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang diberikan); dan menjawab
masalah (menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai masalah yang
diberikan dan menuliskan/memeriksa kebenaran hasil atau jawaban).
3) Pendekatan Saintifik Berbasis Kontekstual
Pendekatan saintifik dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud pendekatan
pembelajaran yang meliputi proses mengamati, menanya, menalar, mencoba,
membentuk jejaring ke materi lain yang berkaitan yang bedasarkan
masalah-masalah kontekstual pada kehidupan nyata.
4) Masalah Kontekstual
Masalah Kontekstual adalah masalah atau soal-soal berkonteks kehidupan
nyata (kontekstual) yang konkret atau yang ada pada alam pikiran siswa atau
situasi yang memuat masalah yang dapat dijangkau oleh pikiran siswa.
Masalah-masalah itu dapat disajikan dalam bahasa biasa atau cerita, bahsa lambing, benda
Putik Rustika, 2015
PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK BERBASIS MASALAH KONTEKSTUAL UNTUK
eksperimen Pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak,
tetapi peneliti menerima keadaan subjek seadanya. Kelompok yang akan terlibat
dalam penelitian ini yaitu kelompok eksperimen. Kelompok ini mendapatkan
pmbelajaran melalui pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual,
sedangkan kelompok yang lainnya dengan pembelaran ekspositori.
Pada penelitian ini perlakuan yang diberikan adalah pembelajaran dengan
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual, sedangkan aspek yang
diukurnya adalah kemampuan representasi Matematik dan pemecahan . Oleh
karena itu, yang menjadi variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran
matematika dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan
variabel terikatnya adalah kemampuan representasi Matematik dan pemecahan
masalah. Desain kuasi eksperimen penelitian yang akan digunakan dalam
penelitian ini berlandaskan pada Ruseffendi (2005: 50) adalah desain kelompok
pretes-postes (pretest-posttest control group design).
Dasar pertimbangan dalam memilih desain ini adalah karena penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peningkatan kemampuan representasi Matematik dan
pencapaian pemecahan masalah yang memperoleh pembelajaran melalui
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan siswa yang memperoleh
pembelajaran ekspositori. Adapun desain penelitian ini menggunakan desain “Nonequivalent Control-Group Design”, dimana kelas kontrol dan kelas
eksperimen tidak diambil melalui prosedur acak. Desain yang disajikan adalah
sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : O X O
Sedangkan untuk kemampuan pemecahan masalah, karena tidak dilakukan
pretest untuk kedua kelas, maka desain penelitiannya adalah sebagai berikut:
Kelas Eksperimen : X O
Kelas Kontrol : O
Keterangan:
O : Pengukuran kemampuan representasi dan pemecahan Masalah
matematik siswa pada waktu sebelum dan sesudah
pembelajaran.
X : Pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah
kontekstual
: Subjek tidak dikelompokkan secara acak
3.2 Populasi dan Sampel
Populasi yang sudah dipilih pada penelitian ini adalah siswa kelas VII
SMP Negeri 3 Lembang. Subjek penelitian adalah dua kelas yang dipilih secara
random dari kelas reguler. Alasan random sampling karena setiap kelas
merupakan kelas reguler. Satu kelas menjadi kelas eksperimen yaitu kelas VII E
dan satu lagi menjadi kelas kontrol yaitu VII H yang ditentukan secara random.
Untuk keperluan uji coba tes maka dipilih kelas selain kelas sampel di luar
populasi dari penelitian.
Sampel penelitian ditentukan Berdasarkan purposive sampling. Tujuan
dilakukan pengambilan sampel seperti ini adalah agar penelitian dapat
dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi
subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian
serta prosedur perijinan. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penentuan sampel
penelitian didasarkan pada kriteria; (1) letaknya berdekatan dan mudah dijangkau,
(2) memiliki prosedur administratif yang relatif mudah, (3) memiliki ketersediaan
sarana dan prasarana yang relatif lengkap, (4) rata-rata kemampuan siswa berada
Setelah mendapatkan dua kelas yang menjadi sampel penilitian, siswa
dikelompokkan kembali berdasarkan nilai rapor matematika sebelumnya menjadi
tiga kartegori kemampuan awal siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah.
3.3 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang akan menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel
bebas (X), variabel terikat (Y), dan variabel prediktor (Z).
1. Variabel Bebas (X)
Sugiyono (2013) mengemukakan bahwa variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel
terikat. Variabel bebas ini dapat disebut sebagai variabel sebab. Berdasarkan
pengertian di atas maka yang menjadi variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu:
(a) pembelajaran dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual yang
diberikan pada kelas eksperimen, (b) pembelajaran kovensional yang diberikan
kepada kelas kontrol.
2. Variabel Terikat (Y)
Variabel terikat yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel
terikat ini juga disebut variabel akibat. Berdasarkan pengertian tersebut maka
yang menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini adalah kemampuan
representasi dan pemecahan masalah Matematik siswa.
3. Variabel Prediktor (Z)
Variabel prediktor sering digunakan peneliti apabila akan melakukan
penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel prediktor (Z) pada penelitian
ini adalah kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang, rendah).
4. Keterkaitan Antar Variabel Penelitian
Untuk mempermudah melihat bagaimana keterkaitan antar-variabel, berikut
ini disajikan keterkaitan antar-variabel untuk masing-masing rumusan masalah
Tabel 3.1 Keterkaitan antar Variabel Bebas, Terikat dan Kontrol
Kemampuan Awal
Matematika
Tinggi RTSK RTPK PMTSK PMTPK
Sedang RSSK RSPK PMSTK PMSPK
Rendah RRSK RRPK PMRTK PMRPK
RSK RPK PMSK PMPK
Keterangan:
SK : Pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual
PE : Pembelajaran dengan model ekspositori
Contoh:
RSK adalah kemampuan representasi siswa yang pembelajarannya dengan
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual
RPE adalah kemampuan representasi siswa yang pembelajarannya ekspositori
PMSK adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya
dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual
PMPE adalah kemampuan pemecahan masalah siswa yang pembelajarannya
ekspositori
3.4 Instrumen Penelitian
Penilitan ini akan memperoleh data kuantitatif yang berasal dari
instrument tes tertulis. Instrumen tes yang digunakan merupakan intrumen tes
yang berindikator kemampuan reperesentasi Matematik dan pemecahan masalah
yang digunakan saat pretest dan postest.
1. Instrumen Tes Kemampuan Representasi
Tes kemampuan representasi disusun dalam bentuk uraian. Hal ini sesuai
dengan apa yang dikemukakan oleh Frankel dan Wallen (Suryadi, 2005) yang
menyatakan bahwa tes berbentuk uraian sangat cocok untuk mengukur higher
level learning outcomes. Tes kemampuan representasi dibuat untuk mengukur
kemampuan representasi Matematik siswa SMP mengenai materi yang sudah
dipelajarinya. Penilitian ini akan menggunakan tiga kemampuan representasi
secara eksternal yang menjadi indicator soal tes yaitu representativ visual, verbal,
dan simbolik. Adapun rincian penskoran tes sesuai indikator kemampuan berpikir
Tabel 3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Representasi
2. Instrumen Tes Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah Matematik yang ingin diketahui melalui
penelitian ini yaitu: memahami masalah (mengidentifikasi kecukupan data untuk
memecahkan masalah dan membuat model Matematik dari suatu situasai atau
masalah sehari-hari); menyelesaikan masalah (meliputi kemampuan memilih dan
menerapkan strategi untuk menyelesaikan model atau masalah yang diberikan);
dan menjawab masalah (menjelaskan atau menginterprestasikan hasil sesuai
masalah yang diberikan dan menuliskan/memeriksa kebenaran hasil atau
jawaban).
Tabel 3.3 Pedoman Skor Pemecahan Masalah
SKOR SKALA
SKOR VISUAL VERBAL SIMBOLIK
0 Tidak ada jawaban/
menjawab tidak sesuai
pertanyaan/ tidak ada yang
benar
Tidak ada jawaban/
menjawab tidak sesuai
pertanyaan/ tidak ada
yang benar
Tidak ada jawaban/
menjawab tidak sesuai
pertanyaan/ tidak ada yang
benar
1 Membuat representasi visual
yang berbeda dari suatu
suatu persamaan atau
ekspresi matematika yang
diberikan
2 Menyatakan representasi
simbolik/verbal dalam
bentuk representasi visual
Menyusun interpretasi
dari representasi lain
yang diberikan
Menyatakan representasi
visual dalam bentuk
sesuai rencana
2 Sebagian besar salah dalam
menginterpretasi masalah
Sebagian prosedur benar tetapi sebagian besar salah
4 Memahami masalah dengan
lengkap
Skor maksimum 4 Skor maksimum 4 Skor maksimum 2
3. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi tentang tindakan
pembelajaran yang dilakukan guru, observasi dilakukan oleh peneliti dan dua
orang sebagai observer. Format observasi yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas dua jenis yaitu lembar observasi untuk mengamati aktivitas guru dalam
mengelola pembelajaran dan lembar observasi untuk mengamati aktivitas siswa
selama proses pembelajaran berlangsung. Lembar observasi aktivitas siswa
berfungsi untuk menilai partisipasi siswa dalam proses pembelajaran Berdasarkan
tahapan model pembelajaran inkuiri dan untuk menilai kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep. Lembar observasi aktivitas siswa dan guru tersebut
berbentuk format isian, observer hanya perlu membubuhkan tanda ceklist () jika
kriteria dalam daftar sesuai dengan hasil pengamatan.
3.5 Pengembangan Bahan Ajar
Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam
pembelajaran matematika dengan aktivitas pembelajaran pendekatan berbasis
masalah kontekstual untuk kelompok-kelompok eksperimen. Bahan ajar disusun
materi-materi matematika untuk kelas VII dengan langkah-langkah pembelajaran dengan
pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual yang diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan representasi Matematik dan pemecahan masalah.
Pokok bahasan dipilih adalah aritmetika sosial Berdasarkan alokasi waktu yang
telah disusun oleh guru peneliti. Setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan
yang dilengkapi dengan lembar kerja siswa. Lembar kerja siswa memuat soal-soal
latihan menyangkut materi-materi yang telah disampaikan.
3.6 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahapan kegiatan sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap persiapan, yaitu sebagai berikut:
i. Identifikasi permasalahan mengenai bahan ajar, merencanakan
pembelajaran, serta mempersiapkan alat dan bahan yang akan dipakai.
ii. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.
iii. Menyusun instrumen penelitian.
iv. Melakukan proses pembimbingan.
v. Melakukan uji coba instrumen yang akan digunakan untuk mengetahui
kualitasnya. Uji coba instrumen ini diberikan terhadap subjek lain di luar
subjek penelitian tetapi yang mempunyai kemampuan setara dengan
subjek penelitian yang akan dilakukan.
vi. Analisis kualitas/ kriteria instrumen
vii.Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang sudah ditentukan.
viii.Menghubungi kembali pihak sekolah untuk membicarakan waktu dan
teknis pelaksanaan penelitian.
Pada langkah keenam analisis kualitas/kriteria terdiri dari:
1. Uji Reliabilitas
Suherman (2003: 131) suatu alat evaluasi (tes dan nontes) disebut
reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap yang digunakan pada objek
mengalami perubahan yang tidak signifikan dan bisa diabaikan. Adapun
bentuk soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal tes tipe
subjektif atau uraian, karena itu menurut Suherman (2003: 154) untuk mencari
koefisien reliabilitas (r11) menggunakan rumus:
r11 = koefisien reliabilitas alat evaluasi
n = banyaknya butir soal
Si2 = jumlah varians skor setiap soal
Sx tot2 = varians skor total
Adapun kriteria dari koefisien reliabilitas diinterpretasikan dalam Tabel 3.3
Tabel 3.4 Intepretasi Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas (r11) Interprestasi
20
0 rxy reliabilitas sangat tinggi.
(Suherman, 2003: 139)
Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil
dari reliabilitas tes untuk kemampuan representasi dan pemecahan masalah
matematik adalah 0,42 dan 0,30 yang dapat dikategorikan rendah.
2. Uji Validitas
Menurut Suherman (2003: 110) suatu alat evaluasi disebut valid jika
dapat mengevaluasi dengan tepat sesuai yang dievaluasi itu. Secara umum
dapat dikatakan bahwa suatu alat untuk mengevaluasi karekteristik X valid
apabila yang dievaluasi itu karakteristik X pula. Alat evaluasi yang valid
Suherman (2003: 120) untuk menghitung kevaliditasan empirik suatu soal,
dihitung dengan koefisien validitas (rxy) dengan menggunakan rumus:
rxy = koefisien korelasi antara nilai hasil ujian dengan nilai hasil ulangan
harian siswa
N = banyak siswa
X = nilai hasil ujian
Y = nilai ulangan harian siswa
Adapun kriteria dari koefisien validitas menurut diinterpretasikan dalam
Tabel 3.4
Tabel 3.5 Intepretasi Validitas Instrumen
Koefisien Validitas
0 rxy validitasnya sangat tinggi (sangat baik)
90
Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil
dari validitas tes adalah sebagai berikut:
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Representasi
Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi Kriteria
1 0,731 Tinggi Valid
3 0,354 Rendah Valid
4 0,687 Sedang Valid
5 0,649 Sedang Valid
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Pemecahan Masalah
Nomor Soal Nilai rxy Interpretasi Kriteria
1 0,587 Sedang Valid
kemampuan butir soal itu mampu membedakan antara testi yang mengetahui
jawabannya dengan benar dengan testi yang menjawab salah (Suherman,
2003: 159). Galton (Suherman, 2003: 159) berasumsi suatu perangkat alat tes
yang baik bisa membedakan antara siswa yang pandai, rata-rata dan bodoh.
Untuk menentukan daya pembeda digunakan rumus (Suherman, 2003: 160) :
SA
JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
JSA = jumlah siswa kelompok atas
Adapun kriteria dari daya pembeda diinterpretasikan dalam Tabel 3.7.
Tabel 3.8 Kriteria Daya Pembeda
20
Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil
dari daya pembeda tes adalah sebagai berikut:
Tabel 3.9 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Kemampuan Representasi
Nomor Soal DP Interpretasi
1 0,40 Baik
2 0,75 Baik Sekali
3 0,15 Jelek
4 0,60 Baik
5 0,60 Baik
Tabel 3.10 Hasil Uji Daya Pembeda Tes Kemampuan Pemecahan
Masalah
Nomor Soal DP Interpretasi
1 0,375 Cukup
Indeks kesukaran adalah bilangan real yang menyatakan derajat
kesukaran suatu butir soal dengan interval 0,00 sampai dengan 1,00
(Suherman, 2003: 169). Soal dengan indeks kesukaran mendekati 0,00 berarti
butir soal tersebut terlalu sukar/ sulit, sebaliknya soal dengan indeks
kesukaran 1,00 berarti soal tersebut terlalu mudah. Menurut Suherman (2003:
SB
JBA = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok atas
JBB = banyaknya siswa yang menjawab benar pada kelompok bawah
JSA = jumlah siswa kelompok atas
JSB = jumlah siswa kelompok bawah
Adapun kriteria dari indeks kesukaran diinterpretasikan dalam Tabel 3.11
Tabel 3.11 Kriteria Indeks Kesukaran
Koefisien Daya Pembeda
0,70< IK <1,00 Soal mudah
IK1,00 Soal terlalu mudah
(Suherman, 2003: 170)
Berdasarkan uji instrument yang sudah dilakukan didapat bahwa hasil
dari indeks kesukaran tes adalah sebagai berikut:
Tabel 3.12 Hasil Uji Indeks Kesukaran Tes Representasi
Nomor Soal IK Interpretasi
1 0,30 Sukar
2 0,425 Sedang
3 0,275 Sukar
4 0,30 Sukar
5 0,30 Sukar
Nomor Soal IK Interpretasi
1 0,3625 Sedang
2 0,2125 Sukar
3 0,425 Sedang
4 0,20 Sukar
5 0,125 Sangat Sukar
2. Tahap Pelaksanaan
Langkah-langkah yang akan dilakukan dalam tahap dua ini ialah sebagai berikut:
i. Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
ii. Melaksanakan kegiatan pembelajaran. Di kelas eskperimen,
pembelajaran dilakukan dengan pendekatan saintifik berbasis masalah
kontekstual, sedangkan di kelas kontrol pembelajaran dilakukan
ekspositori.
iii. Melakukan observasi kelas pada setiap pembelajaran.
iv. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol.
3. Tahap Refleksi dan Evaluasi
Pada tahap ketiga ini dilakukan pengkajian dan analisis terhadap
pertemuan-pertemuan penelitian serta melihat pengaruh terhadap kemampuan
kecerdasan logis Matematik siswa yang diukur. Kemudian dibuat kesimpulan
Berdasarkan data yang diperoleh dan menyusun laporan penelitian
3.7 Teknik Analisis Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa cara
yakni dengan memberikan ujian (pretes dan postes) untuk kemampuan
representasi, sedangkan untuk pencapaian kemampuan pemecahan masalah hanya
postes saja. Data tersebut dikategorikan ke dalam data kuantitatif. Teknik analisis
data yang digunakan ialah uji statistika yaitu uji perbedaan dua rata-rata yang
analisis data pretes, postes, dan indeks gain terlebih dahulu menganalisis data
kemampuan awal siswa sebelumnya.
a. Analisis Data Kemampuan Awal Siswa
Data kemampuan awal matematika siswa yang diperoleh nilai rapor
matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada semester ganjil
digunakan untuk penempatan siswa Berdasarkan kemampuan awal
matematikanya. Siswa dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu siswa
kelompok tinggi, siswa kelompok sedang, dan siswa kelompok rendah. kriteria
pengelompokkan kemampuan awal matematika siswa Berdasarkan skor rerata (̅)
dan simpangan baku (SB) sebagai berikut:
n ≥ ̅+ SB : Siswa Kemampuan Tinggi ̅–SB ≤ n < ̅ + SB : Siswa Kemampuan Sedang n < ̅– SB : Siswa Kemampuan Rendah
Keterangan:
n : Nilai matematika pada rapor semester 1
̅ : Nilai rata-rata kelas pada rapor semester 1
: Simpangan baku nilai rapor semester 1
Tabel 3.14 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Eksperimen
KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH
Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapor ≥ 88 9 orang siswa
Siswa Kemampuan Sedang 73≤ Nilai rapor < 81 24 orang siswa
Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapor < 73 6 orang siswa
Tabel 3.15 Kemampuan Awal Matematika Siswa Kelas Kontrol
KATEGORI INTERVAL NILAI JUMLAH
Siswa Kemampuan Tinggi Nilai rapor ≥ 84,41 7 orang siswa
Siswa Kemampuan Rendah Nilai rapor < 72,34 5 orang siswa
b. Data Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematik
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan yakni dengan cara
memberikan ujian (pretes dan postes). Data yang diperoleh kemudian
dikategorikan ke dalam jenis data kuantitatif. Data yang diperoleh kemudian
dilakukan analisis untuk menjawab hipotesis yang diajukan. Tahap pertama untuk
menganalisis data kuantitatif adalah memeriksa pekerjaan yang dilakukan oleh
siswa yaitu pretes dan postes. Pretes dan postes yang digunakan adalah tes tertulis
berbentuk uraian, hal ini dilakukan untuk menghindari unsur subjektivitas dan
perbedaan hasil pemeriksaan yang mencolok maka tentukan skor untuk setiap
langkah pengerjaan testi yang sifatnya kumulatif (menyusun rambu-rambu
penilaian untuk dijadikan acuan), sehingga skor untuk baris (langkah) terakhir
sama dengan bobot untuk butir soal tersebut.
Melihat peningkatan kemampuan representasi dan pemecahan masalah, data
yang akan digunakan adalah data postes atau indeks gain untuk kemampuan
representasi, sedangkan pemecahan masalah data postes saja. Jika kemampuan
pada pretes kedua kelompok sama, maka untuk melihat peningkatan kemampuan
representasi dan pemecahan masalah akan digunakan data postes. Tetapi jika
kemampuan pada pretes kedua kelompok berbeda, maka untuk melihat
peningkatan kemampuan representasi siswa akan digunakan gain (indeks). Selain
itu data indeks gain juga digunakan untuk melihat kualitas peningkatan
representasi matematik dan pemecahan masalah . rumus gain ternormalisasi
menurut Hake (1999) yaitu:
Normalized gain =
Keterangan:
= Skor postes
= Skor pretes
Tabel 3.16 Klasifikasi Gain Ternormalisasi
Skor Gain Interpretasi
g > 0,7 Tinggi
0,3 < g Sedang
g < 0,3 Rendah
Analisis dilakukan untuk mengetahui perbedaan kemampuan representasi
Matematik dan pemecahan masalah antara siswa yang mendapatkan pembelajaran
dengan pendekatan ssaintifik berbasis masalah kontekstual dengan yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori. Perangkat yang membantu analisis data
kuantitatif digunakan bantuan software SPSS 17, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Analisis Deskriptif
Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gambaran mengenai data
yang diperoleh. Adapun data deskriptif yang dihitung adalah nilai maksimum,
nilai minimum, mean, variansi, dan standar deviasi.
b. Uji Hipotesis Penelitian
Uji hipotesis yang dilakukan untuk menjawab hipotesis 1,2,3,4,5, dan 6 dapat
dilakukan langsung dengan menggunakan ANOVA 2 jalur sebagimana yang yang
dikatakan oleh Healey (2010: 240) bahwa pada uji ANOVA diasumsikan populasi
berasal dari data yang berdistribusi normal. Sehingga dengan ANOVA 2 jalur
dapat melihat langsung seluruhnya menjawab hipotesis penelitian yaitu pengaruh
dua model pembelajaran terhadap perbedaan peningkatan kemampuan
representasi matematik dan perolehan kemampuan pemecahan masalah, pengaruh
model pembelajaran terhadap perbedaan kemampuan representasi dan pemecahan
masalah berdasarkan kemampuan awal matematik(tinggi, sedang, rendah), dan
melihat pengaruh interaksi model pembelajaran dan kemampuan awal matematk
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik antara siswa yang
belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dengan siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
2. Terdapat perbedaan peningkatan kemampuan representasi matematik berdasarkan
kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Perbedaan peningkatan kemampuan
representasi matematik terdapat pada siswa yang memiliki kategori kemampuan awal
matematik pada kategori antara tinggi dan sedang, serta antara tinggi dan rendah.
3. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka
siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap peningkatan kemampuan representasi matematik.
4. Terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik antara siswa
yang belajar dengan pendekatan saintifik berbasis masalah kontekstual dan siswa yang
mendapatkan pembelajaran ekspositori.
5. Terdapat perbedaan perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik berdasarkan
kemampuan awal siswa (tinggi, sedang, dan rendah). Perbedaan perolehan kemampuan
pemecahan masalah matematik terdapat pada siswa yang memiliki kategori kemampuan
awal matematik pada kategori antara tinggi dan sedang, serta antara tinggi dan rendah.
6. Terdapat pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kemampuan awal matematka
siswa (tinggi, sedang, rendah) terhadap perolehan kemampuan pemecahan masalah
matematik.
5.1Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka beberapa saran yang
dapat dikemukakan diantaranya sebagai berikut:
1. Berdasarkan temuan, peningkatan kemampuan representasi matematik siswa kategori
KAM rendah yang memperoleh pembelajaran pendekatan saintifik berbasis masalah
kontekstual relatif sama dengan siswa kategori KAM sedang. Dengan demikian
2. Peningkatan kemampuan represntasi matematik masih tergolong sedang, sehingga sangat
diperlukan usaha untuk meningkatkan lagi kemampuan representasi matematik mencapai
kategori tinggi. Hal ini bisa dilihat dari kemampuan representasi simbolik siswa yang
masih sulit membuat eksperesi matematika dari suatu masalah yang diberikan. Oleh
karena itu, sangatlah perlu memperhatikan penambahan waktu pengamatan siswa
terhadap masalah kontekstual dan melatihnya ke dalam bentuk ekspresi matematika.
3. Berdasarkan temuan, perolehan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
kategori KAM rendah yang memperoleh pembelajaran pendekatan saintifik berbasis
masalah kontekstual relatif sama dengan siswa kategori KAM sedang. Dengan demikian
pembelajaran saintifik berbasis masalah kontekstual dapat menjadi alternatif untuk
pencapaian kemampuan pemecahan masalah matematik siswa SMP khususnya pada
siswa kategori KAM rendah.
4. Berdasarkan penilitian siswa masih sangat jauh untuk memperoleh skor ideal pada
pemecahan masalah, hal ini karena siswa masih banyak yang kurang memahami masalah
yang ada seperti mengindentifikasi unsur kecukupan data masih sebagian besar belum
mampu dapat memahami suatu unsur-unsur yang terdapat pada masalah yang diberikan.
5. Dari hasil temuan, selain yang menjadi masih jauhnya perolehan skor ideal kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa dapat dilihat dari kemampuannya dalam menyusun
strategi dalam menyelesaikan masalah dan membuat model matematik dari suatu masalah
sama halnya seperti kelemahan siswa pada kemampuan representasi matematik. Dengan
demikian, dapat sangat diperlukannya pemberian masalah-masalah kontekstual dalam
soal di LKS yang dapat mengasah pola pikir siswa untuk menyusun sebuah strategi dalam
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2003). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ansari, B.I. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan
Komunikasi Matematis Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi. UPI: Tidak diterbitkan.
Badan Standar Nasional Pendidikan. (2006). Lampiran Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional No 22 Tahun 2006 Tanggal 23 Mei 2006.
Jakarta.
Budhi, W.S. (2005). Langkah Awal Menuju Ke Olimpiade Matematika. Jakarta: CV. Ricardo
Darhim. (2004). Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual Terhadap
Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Disertasi. Bandung : UPI. Tidak
diterbitkan.
Deti. (2015). Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik, dan Self
Confidence Siswa SMP melalui Resources-Based Learning (RBL) dengan Pendekatan Scientific. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan
Even, R. dan Tirosh, D. (2002). Teacher Knowledge and Understanding of
Students Mathematical Learning. 10.219-240.
Febriyanti. (2014). Perbandingan Kemampuan Penalaran dan Representasi
Matematik serta Kemandirian Belajar Siswa antara Siswa yang Menggunakan Pendekatan Saintifik dengan Pendekatan Kontekstual.
Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan
Goldin, G. A. (2002). Representation in Mathematical Learning and Problem
Solving. In L.D
Hake. (1999). Analyzing Change/ Gain Scores. American Educational Research
Association’s Division D,Measurement And Research Methodology.
IndianaUniversity:USA.[Online]Tersedia:http://www.physics.indian a.edu/~sdi/analizingchange-gain.pdf Hodson, D. (1996). Laboratory work as scientific method: Three decades of confusion and distortion. Journal of Curriculum Studies, 28(2), 115-135.
Hanifah. (2015). Penerapan Pembelajaran Model Eliciting Activities (MEA)
Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis siswa. Tesis SPS
UPI: Tidak diterbitkan
Healey. (2010). The Essential of Statistics: A Tool For Social Research. Book:Pages 240
Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Konstekstual dalam Pembelajaran
Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia
Hudoyo, H.(2002). Representasi Belajar Berbasis Masalah. Jurnal Matematika atau Pembelajarannya. ISSN:085-7792. Tahun VIII, edisi khusus.
Hutagaol, K. (2007). Pembelajaran Matematika Kontekstual untuk Meningkatkan
Kemampuan Representasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Pertama. Tesis SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.
Karlimah. (2010). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan
Masalah serta Disposisi Matematis Mahasiswa PGSD Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Disertasi Program Doktor
Sekolah Pasca Sarjana). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Kartini. (2009). Peranan Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. Makalah pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di FMIPA UNY.
Kemdikbud. (2013). Kompetensi Dasar Matematika SMP/MTs.
Jakarta:Kemdikbud
Kemdikbud. (2013). Pendekatan Scientific (Ilmiah) dalam Pembelajaran. Jakarta:Pusbangprodik.
Kemdikbud. 2013. Pengembangan Kurikulum 2013. Paparan Mendikbud dalam Sosialisasi Kurikulum 2013. Jakarta :Kemdikbud
Kusumah, Y.S. (2008). Konsep Pengembangan dan Implementasi Computer
Based Learning dalam Peningkatan Kemampuan High-Order Mathematical Thinking. Pidato Pengukuhan Guru Besar [22 Oktober
2008] Bandung: UPI
Lisa. (2015). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Pendekatan
Concrete-Representional-Abstract dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Adversity Quotient Siswa SMP. Tesis SPS
Luitel, B.C. (2001). Multiple Representations of Mathematical Larning. [online]. Available: http://www. Matedu.cinvestav.mx/adalira.pdf. [18 Agustus 2014]
Mardiah, (2009). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematik Siswa Mts
Melalui Pembelajaran dengan Metode Penemuan Terbimbing Berbasis Masalah Kontekstual. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan
Meltzer, D. E. (2002). The Relationship between Mathematics Preparation and
Conceptual Learning Gains in Physics: A Possible "Hidden Variable" in Diagnostic Pretest Scores. American Journal of Physics. v70 n12 p1259-68 Dec 2002. [Online]. Tersedia:
www.physics.iastate.edu/-per/doc/AJP-Dec-2002-Vol.70-1259-1268.pdf. [20 November 2013].
Murni, A. (2012). Peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan
representasi matematis siswa SMP melalui pembelajaran metakognitif berbasis soft skill. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Mutia. (2013). Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Cooperative
Integrated Reading and Composition untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan
National Council of Teacher of Mathematics. (2000). Principles and Standards
for School Mathematics. Reston, VA: NCTM.
Neria, D. & Amit, M. (2004). Students Preference of Non-Algebraic
Representations in Mathematical Communication. Proceedings of
the 28th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematical Education, 2004. Vol. 3 pp 409 – 416.
PERMEN, (2006). Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah. Jakarta.
Rudolph, J.L. (2005). Epistemology for the masses: The origins of the scientific method in American schools. History of Education Quarterly, 45, 341-376.
Ruseffendi, E. (2005). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non
Sabandar, J. (2007). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Model. [online].Tersedia: http://www.ditnaga-dikti.org/ditnaga/files/pip/mat-inovatif.pdf (6 Oktober 2014)
Seno, H. et al. (2003). Panduan Belajar Matematika Dasar Kelas 3 SMA IPA/IPS. Yogyakarta: Primagama.
Sri. (2012). Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah
Matematis Siswa melalui Mathematical Modelling dalam Model Problem Based Learning. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan
Sugiman. (2010). Dampak pembelajaran matematka realistic terhadap
peningkatan kemampuan pemecahan masalah dan keyakinan matematik siswa sekolah menengah pertama. (Disertasi). Sekolah
Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung
Schnotz, W., & Lowe, R. (2003). External and internal representation in multimedia learning. Elsevier Science Ltd, Learning and instruction, hlm. 117-123.
Sugiyono. (2013). Metode penelitian pendidikan: pendekatan kuantitatif,
kualitatif, dan R&D. Bandung : CV. Alfabeta.
Suhendra. (2005). Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kelompok Belajar
Kecil untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa SMA pada Aspek Problem Solving Matematik. Tesis SPS UPI: Tidak diterbitkan.
Suherman, et al. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: JICA-UPI.
Sullivan, P. (1992a). “Open-Ended Questions, Mathematics Investigations and
The Role of The Teacher”. In M. Horne, dan M. Supple. (Eds.).
Mathematics: Meeting the Challenge. Victoria: The Mathematics
Association of Victoria Clivelen.
Sumarmo. (2012). Handout Evaluasi Pembelajaran Matematika. Bandung: SPS UPI
__________ . (2002). Alternative Pembelajaran Matematika dalam Menerapkan
Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah pada Seminar Nasional
Turmudi. (2008). Pemecahan Masalah Matematika pdf. [online]. Tersedia: http://file.upi.edu/browse,php?dir=Direktori/FPMIPA?JUR_PEND_ MATEMATIKA/196101121987031TURMUDI/(19September2014)
Varelas, M and Ford M. (2009). The scientific method and scientific inquiry:
Tensions in teachingand learning. USA: Wiley InterScience.
Wahyudin. (2004). “Peranan Problem Solving”. Makalah Bahan Kuliah: Tidak
diterbitkan.
_______. (2008). Belajar dan Model-Model Pembelajaran. Bandung:Pascasarjana UPI