PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PROBIOTIK NOPKOR TERHADAP TINGKAT PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Fransiska Novita Surya Dewi NIM : 101434031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PROBIOTIK NOPKOR TERHADAP TINGKAT PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Biologi
Oleh :
Fransiska Novita Surya Dewi NIM : 101434031
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Terima kasih aku haturkan kepada
Yesus Kristus dan Bunda Maria atas
limpahan kasih-Nya aku
mendapatkan kesempatan
menyelesaikan kuliah ini.
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Kedua orang tuaku Bapak Andreas Parinta dan Ibu Sri Mulyani
Ketiga adikku tercinta Meiliana Puspa Dewi, Kumala Sari Dewi,
dan Lintang Surya Abadi
Seseorang yang terkasih Redemtus Rendiyanto Permana Putra
v
MOTTO
Surge, grandis tibi restat via
Bangkitlah,
viii ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI PUPUK PROBIOTIK NOPKOR TERHADAP TINGKAT PRODUKSI TANAMAN CABAI RAWIT (Capsicum frutescens L.)
Fransiska Novita Surya Dewi Universitas Sanata Dharma
2014
Kualitas hasil produksi tanaman cabai rawit dipengaruhi oleh beberapa unsur pendukung terutama pupuk. Pupuk yang kaya unsur hara dapat meningkatkan hasil produksi tanaman cabai rawit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit dan ada tidaknya perbedaan pengaruh tingkat konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit.
Populasi penelitian adalah tanaman cabai rawit dengan sampel 40 tanaman cabai rawit. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian percobaan dengan desain penelitian rancangan acak lengkap. Faktor utama dalam penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR yang diberikan kepada tanaman cabai rawit. Konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR yang diberikan kepada 4 kelompok, yaitu kontrol, konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,25%, konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,5%, dan konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,75%. Setiap kelompok uji disediakan 10 tanaman cabai rawit.
Pengaruh konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit dapat dilihat dalam parameter jumlah buah, berat basah, dan berat kering cabai rawit dalam setiap kelompok. Jumlah buah dalam kelompok kontrol 290 buah, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,25% 327 buah, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,5% 357 buah, dan kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,75% 298 buah. Berat basah dalam kelompok kontrol 377,43 gram, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,25% 460,268 gram, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,5% 694,504 gram, dan kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,75% 767,17 gram. Berat kering dalam kelompok kontrol 37,447 gram, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,25% 46,542 gram, kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,5% 67,39 gram, dan kelompok konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,75% 76,803 gram.
Berdasarkan hasil penelitian dan pengolahan data, maka dapat disimpulkan bahwa pupuk probiotik NOPKOR berpengaruh terhadap terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit dan tingkat konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR memberikan perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit.
ix ABSTRACT
THE EFFECT OF CONCENTRATION OF PROBIOTICS NOPKOR FERTILIZER ON THE PRODUCTIVITY OF CHILI PLANTS (Capsicum frutescens L.)
Fransiska Novita Surya Dewi Sanata Dharma University
2014
The quality of the outcome on chili crop production is influenced by several factors advocates especially fertilizer. A fertilizer that is rich macronutrient and micronutrient can improve the results of chili crop production. The research is aimed to know the where abouts the influence of probiotics NOPKOR fertilizer on the chili crop production and the where abouts distinction influence the level of concentration probiotics NOPKOR fertilizer on the crop production chili.
The population of research is a plant population with a sample of 40 chili plants. This research uses the kind of research experiment with a design research draft random complete. A major factor in this research are differences concentration of probiotics NOPKOR fertilizer given to plant chili. The concentration of fertilizer probiotics NOPKOR given to every treatment and as control was used regular soil, without a probiotics NOPKOR fertilizer, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 0.5 ml, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.0 ml, and concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.5 ml. Every treatment provided 10 times repetition.
The influence of the concentration of probiotics NOPKOR fertilizer on the crop production chili plants can be seen in the parameters of the number of fruits, wet chili weight, and dry chili weight in any treatment. The number of fruit in treatment without probiotics NOPKOR fertilizer 290 fruits, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 0.5 ml 327 fruits, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.0 ml 357 fruits, and concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 298 fruits. Wet chili weight in treatment without probiotics NOPKOR fertilizer 377.43 grams, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 0.5 ml 460.268 grams, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.0 ml 694.504 grams, and concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.5 ml 767.17 grams. Dry chili weight in treatment without probiotics NOPKOR fertilizer 37.447 grams, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 0.5 ml 46.542 grams, concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.0 ml 67.39 grams, and concentration of probiotics NOPKOR fertilizer 1.5 ml 76.803 grams.
Based on the results of research and data processing, then can be concluded that probiotics NOPKOR fertilizer influences the chili crop production chili and the level of concentration fertilizer probiotics NOPKOR gives distinction influence significantly to the level of chili crop production.
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. . Rumusan Masalah dan Batasan Masalah ... 4
C. Hipotesis Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II DASAR TEORI A. Definisi Pupuk dan Pemupukan ... 6
B. Pupuk Probiotik NOPKOR ... 12
C.Tanaman Cabai Rawit 1. Sejarah ... 14
2. Klasifikasi ... 14
3. Pola Budidaya Cabai Rawit di Indonesia ... 15
4. Varietas Cabai Rawit di Indonesia ... 15
5. Morfologi dan Fisiologi ... 21
xiii
8. Manfaat ... 23
9. Hama dan Penyakit ... 24
10.Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hama dan Penyakit ... 40
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 42
B. Tempat Pembelian Bibit Tanaman Cabai Rawit ... 43
C. Sampel dan Populasi ... 43
D. Alat dan Bahan ... 43
E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 44
F. Desain Penelitian ... 44
G. Pelaksanaan Penelitian ... 45
H. Teknik Pengumpulan Data ... 48
I. Cara Analisis Data ... 49
J. Instrumen Penelitian ... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 54
BAB V IMPLEMENTASI HASIL PENELITIAN DALAM PENDIDIKAN ... 89
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 90
B. Saran ... 90
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Ciri-ciri Umum Capsicum frutescens L ... 21
Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan ... 43
Tabel 3.2. Analisis Variansi ... 49
Tabel 3.3. Instrumen Penelitian Jumlah Buah Cabai Rawit ... 51
Tabel 3.4. Instrumen Penelitian Berat Basah Buah Cabai Rawit ... 52
Tabel 3.5. Instrumen Penelitian Berat Kering Buah Cabai Rawit ... 53
Tabel 4.1. Perbedaan Morfologis Tanaman Cabai Rawit Setiap Perlakuan ... 55
Tabel 4.2. Perbedaan Morfologis Buah Cabai Rawit Setiap Perlakuan ... 57
Tabel 4.3. Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit Panenan I Sampai Panenan XII ... 59
Tabel 4.4. Rata-rata Jumlah Buah Tanaman Cabai Rawit Tanpa Pupuk Probiotik NOPKOR Dengan Rata-rata Jumlah Buah Tanaman Cabai Rawit Dengan Pupuk Probiotik NOPKOR ...61
Tabel 4.5. Uji Normalitas Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit ... 63
Tabel 4.6. Uji Homogenitas Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit ... 64
Tabel 4.7. Uji ANOVA Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit ... 64
Tabel 4.8. Uji lanjut ANOVA Satu Arah Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit ... 65
Tabel 4.9. Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit Panenan I Sampai Panenan XII ... 67
Tabel 4.10. Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit Tanpa Pupuk Probiotik NOPKOR Dengan Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit Dengan Pupuk Probiotik NOPKOR ...69
Tabel 4.11. Uji Normalitas Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit ... 70
Tabel 4.12. Uji Homogenitas Rata-rata Berat Basah Buah Cabai Rawit ... 71
Tabel 4.13. Uji ANOVA Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit ... 72
Tabel 4.14. Uji lanjut ANOVA Rata-rata Berat Basah Cabai Rawit ... 73
Tabel 4.15. Rata-rata Jumlah Berat Kering Cabai Rawit Panenan I Sampai Panenan X ... 74
Tabel 4.16. Rata-rata Berat Kering Cabai Rawit Tanpa Pupuk Probiotik NOPKOR Dengan Rata-rata Berat Kering Cabai Rawit Dengan Pupuk Probiotik NOPKOR ...76
Tabel 4.17. Uji Normalitas Rata-rata Berat Kering Cabai Rawit ... 78
Tabel 4.18. Uji Homogenitas Rata-rata Berat Kering Buah Cabai Rawit ... 79
Tabel 4.19. Uji ANOVA Rata-rata Berat Kering Buah Cabai Rawit ... 80
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Cabai rawit varietas Bara ... 15
Gambar 2.2. Cabai rawit varietas Pelita F1 ... 17
Gambar 2.3. Cabai rawit varietas Taruna ... 18
Gambar 2.4. Cabai rawit varietas Dewata F1 ... 19
Gambar 2.5. Cabai rawit varietas Juwita F1 ... 20
Gambar 2.6. Hama thrips (Thrips sp.) ... 25
Gambar 2.7. Hama tungau (Tetranycus sp.) ... 26
Gambar 2.8. Hama kutu daun (Myzus persicae Sulz.) ... 27
Gambar 2.9. Hama kutu kebul (Bemicia tabaci) ... 28
Gambar 2.10. Hama lalat buah (Batrocera dorsalis) ... 29
Gambar 2.11. Hama ulat grayak (Spodoptera litura) ... 31
Gambar 2.12. Penyakit layu bakteri yang menyerang akar tanaman cabai rawit ... 33
Gambar 2.13. Penyakit layu bakteri yang menyerang tanaman cabai rawit ... 33
Gambar 2.14. Penyakit bercak buah (Collectrotichum capsici Syd.) ... 34
Gambar 2.15. Penyakit bercak daun (Cercospora capsici Heald et Wolf) ... 36
Gambar 2.16. Penyakit layu dan busuk batang (Phytophthora capsici) ... 37
Gambar 2.17. Penyakit akibat virus Gemini pada tanaman cabai rawit ... 38
Gambar 2.18. Bunga cabai rawit yang keriput karena terserang penyakit fisiologis kekurangan kalsium ... 39
Gambar 4.1. Diagram jumlah buah cabai rawit akibat pengaruh konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR ... 60
Gambar 4.2. Diagram berat basah buah cabai rawit akibat pengaruh konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR ... 68
Gambar 4.3. Diagram jumlah berat kering buah cabai rawit akibat pengaruh konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR ... 75
Gambar 4.4. Kutu kebul yang menyerang permukaan bawah daun tanaman cabai rawit .... 86
Gambar 4.5. Kutu daun yang menyerang permukaan bawah daun tanaman cabai rawit ... 87
xvi
DAFTAR
LAMPIRAN
Lampiran 1. Rata-rata Jumlah Buah Cabai Rawit Dalam Setiap Panenan ... 95
Lampiran 2. Rata-rata Berat Basah Buah Cabai Rawit Dalam Setiap Panenan ... 102
Lampiran 3. Rata-rata Berat Kering Buah Cabai Rawit Dalam Setiap Panenan ... 109
Lampiran 4. Silabus ... 116
Lampiran 5. RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) ... 123
Lampiran 6. LKS (Lembar Kerja Siswa) ... 134
Lampiran 7. Kisi-Kisi Soal Ulangan Harian ... 137
Lampiran 8. Soal Ulangan Harian ... 138
Lampiran 9. Kunci Jawaban Ulangan Harian ... 144
Lampiran 10. Pedoman Penilaian Ulangan Harian ... 145
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang berada tepat dilalui oleh garis khatulistiwa. Hal ini menyebabkan sebagian besar daerah di Indonesia memiliki flora yang beraneka ragam. Salah satu flora di Indonesia yang melimpah ruah jenis dan jumlahnya, yaitu tanaman cabai. Tanaman cabai memiliki 4 jenis, yaitu cabai merah besar, cabai merah keriting, cabai rawit, dan paprika dengan berbagai macam varietas.
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan tanaman cabai rawit. Pemilihan tanaman cabai rawit dirasa tepat karena tanaman cabai rawit dapat tumbuh dimana saja dan dapat tumbuh diberbagai musim. Selain itu, kebutuhan masyarakat Indonesia akan konsumsi makanan pedas sangatlah tinggi. Hal ini juga dipertegas dengan pernyataan Wiguna dalam majalah Trubus (2010 : 34) bahwa “Fakta bahwa lebih dari 50 % penduduk Indonesia tinggal di Pulau Jawa (BPS 2009) ternyata sebanding dengan serapan
cabainya. Dari total produksi cabai nasional sebesar 626.139 ton per tahun,
60 % diantaranya untuk konsumsi di pulau berpenduduk terpadat di dunia
itu.”
permukaan laut dengan curah hujan yang cukup antara 100 – 200 mm/ bulan dan temperatur antara 180 C – 270 C (Rahman, 2010 : 12).
Pada umumnya cabai rawit dimanfaatkan sebagai sayur, sambal, aneka bumbu dapur, dan lalapan. Dari segi kesehatan, cabai rawit dapat berkhasiat sebagai tanaman obat. Tumbuhan ini berkhasiat tonik, stimulan kuat bagi jantung dan aliran darah, antirematik, menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu makan (stomakik), perangsang kulit (kalau digosokkan ke kulit akan menimbulkan rasa panas sehingga dapat digunakan sebagai campuran obat gosok), peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik), peluruh liur, dan peluruh kencing (diuretik) (Rahman, 2010 : 6).
Cabai rawit lebih banyak dipasarkan dalam bentuk sayuran segar. Sayuran yang segar dan sehat ditentukan oleh adanya keseimbangan alam dan lingkungan yang tersedia bagi sayuran. Keseimbangan adalah sebuah tujuan akhir dari seluruh perbaikan keberadaan alam dan lingkungan. Keseimbangan dari seluruh siklus kehidupan tanah yang pada akhirnya akan menciptakan kesuburan. Kesuburan berasal dari hara tanah yang merupakan hasil proses metabolisme mikroba dan biota tanah. Kesuburan lahan yang sangat kaya akan hara, akan berguna untuk pertumbuhan dan peningkatan produktivitas model budidaya tanaman pangannya (Murwono, 2013 : 56).
menengah yang berprofesi sebagai petani dan khususnya petani sayuran semakin peduli akan pentingnya kualitas pupuk. Salah satu solusi untuk mengatasi keterbatasan pupuk adalah dengan menggunakan pupuk organik yang diberi tambahan pupuk probiotik.
Pengaplikasian pupuk organik dengan pupuk probiotik dilaksanakan dalam penelitian ini dengan menggunakan pupuk organik kandang yang berasal dari kotoran kambing dan pupuk probiotik dengan menggunakan pupuk probiotik NOPKOR (Nitrogen Phosphat Kalium Organism Recovery). Pupuk probiotik NOPKOR merupakan pupuk organik yang memiliki manfaat utama penggembur dan penyubur tanah karena pupuk probiotik NOPKOR mengandung kultur campuran berbagai mikroba tanah dalam kelompok mikroba fiksasi Nitrogen dari udara, mikroba fiksasi dan recovery Phosphat dan Kalsium, Magnesium, Ferum, serta mikroba fiksasi dan recovery Kalium (Murwono, 2013 : 45).
Dengan banyaknya manfaat dalam satu pupuk probiotik NOPKOR, petani dapat menekan biaya perawatan agar tidak merugi, dapat menjaga keseimbangan unsur hara dalam tanah, dan meningkatkan produktivitas panenan. Hal ini dinyatakan pula oleh Eko Prasetyo petani Desa Pandan, Kecamatan Geragai dalam Koran Kompas (2014 : 22) bahwa “Tidak hanya efektif memulihkan kesuburan tanah, tetapi penggunaan sistem pertanian
B. Rumusan Masalah dan Batasan Masalah
1. Rumusan Masalah
a. Apakah pupuk probiotik NOPKOR berpengaruh terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit?
b. Apakah perbedaan konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR berpengaruh terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit?
2. Batasan Masalah
a. Tanaman yang digunakan, yaitu tanaman cabai rawit varietas taruna (Capsicum frutescens var. Taruna L.).
b. Pupuk yang digunakan, yaitu pupuk probiotik NOPKOR yang berwarna putih susu/ cokelat muda dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran kambing untuk pencampuran medium tanah.
c. Parameter dalam penelitian ini adalah jumlah buah, berat basah, dan berat kering hasil panen cabai rawit dari setiap konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR.
C. Hipotesis Penelitian
Terdapat pengaruh yang signifikan dari pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit dan terdapat pengaruh yang signifikan dari perbedaan konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit .
D. Tujuan Penelitian
ada tidaknya perbedaan pengaruh tingkat konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR terhadap tingkat produksi tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens L.)
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Manfaat penelitian ini untuk peneliti adalah menambah ilmu dan wawasan tentang pengujian pengaruh suatu pupuk probiotik terhadap tingkat produksi tanaman hortikultura dan membantu peneliti untuk semakin memahami fungsi dari pupuk probiotik dalam memperkaya unsur hara dalam tanah.
2. Bagi Masyarakat
6 BAB II
VASAR TEORI
A. Vefinisi Pupuk dan Pemupukan
Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik
bagi pertumbuhan tanaman. Termasuk dalam pengertian ini adalah pemberian
bahan kapur dengan maksud untuk meningkatkan pH tanah yang asam dan
pemberian pembenahan tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah. Dalam
pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung satu
atau lebih hara tanaman (Rosmarkam dan Yuwono, 2002 : 126)
Pupuk dalam arti luas diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan asalnya :
a. Pupuk alam, yakni pupuk yang terdapat di alam atau dibuat dengan
bahan alam tanpa proses yang berarti, misalnya adalah pupuk kompos,
pupuk kandang, dan pupuk hijau.
b. Pupuk buatan, yakni pupuk yang dibuat oleh pabrik dengan cara
mengubah sumber daya alam melalui proses fisika dan atau kimia,
misalnya adalah TSP, urea, dan nitrophoska.
2. Berdasarkan senyawanya :
a. Pupuk organik, yakni pupuk yang berupa senyawa organik, misalnya
adalah pupuk alam seperti pupuk kandang, pupuk kompos, dan guano.
b. Pupuk anorganik atau mineral, yakni pupuk dari senyawa anorganik.
3. Berdasarkan fasanya :
a. Pupuk padat, yakni pupuk yang umumnya mempunyai kelarutan
beragam mulai yang larut air sampai yang sukar larut air.
b. Pupuk cair, yakni pupuk berupa cairan yang cara penggunaannya
dilarutkan terlebih dahulu dengan air.
4. Berdasarkan cara penggunaannya :
a. Pupuk daun, yakni pupuk yang cara pemupukannya dilarutkan terlebih
dahulu dalam air, kemudian disemprotkan pada permukaan daun.
b. Pupuk akar atau pupuk tanah, yakni pupuk yang diberikan ke dalam
tanah di sekitar akar agar dapat diserap oleh akar tanaman.
5. Berdasarkan reaksi fisiologisnya :
a. Pupuk yang mempunyai reaksi fisiologis asam, yakni pupuk yang bila
diberikan ke dalam tanah ada kecenderungan tanah menjadi lebih asam
(pH menjadi lebih rendah), misalnya adalah ZA dan urea.
b. Pupuk yang memiliki reaksi fisiologis basis, yakni pupuk yang bila
diberikan ke dalam tanah menyebabkan pH tanah cenderung naik,
misalnya adalah pupuk chili saltpeter, calnitro dan kalsium sianida.
6. Berdasarkan jumlah hara yang dikandungnya :
a. Pupuk yang hanya mengandung satu hara tanaman, misalnya adalah
pupuk urea yang mengandung hara N.
b. Pupuk majemuk, yakni pupuk yang mengandung dua atau lebih dua
hara tanaman, misalnya adalah NPK, amophoska.
7. Berdasarkan macam hara tanaman :
a. Pupuk makro, yakni pupuk yang mengandung hara makro saja,
b. Pupuk mikro, yakni pupuk yang hanya mengandung hara mikro,
misalnya mikrovet, mikroplek dan metalik.
c. Campuran mikro dan makro, misalnya pupuk gandasil.
Pemupukan adalah tindakan memberikan tambahan unsur-unsur hara
pada komplek tanah, baik langsung maupun tidak langsung dapat
menyumbangkan bahan makanan bagi tanaman. Tujuan dari pemupukan itu
adalah untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah agar tanaman
mendapatkan nutrisi yang cukup untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas
pertumbuhan tanaman. Pembuatan rekomendasi pemupukan khusus untuk
beraneka jenis tanah tidaklah mudah. Banyak faktor yang harus
dipertimbangkan dalam menentukan jenis dan jumlah pupuk yang akan
digunakan pada sebidang lahan bagi tanaman tertentu. Penentuan beberapa
kali pemupukan harus dilakukan agar mendapat hasil yang memuaskan tetap
menjadi masalah. Tidak cukup memberikan pupuk dengan jenis yang tetap
dan jumlah yang memadai. Kejituan pemberian pupuk ditentukan oleh waktu
dan cara pemberian yang tepat. Waktu dan cara pemberian pupuk yang tepat
sangat penting, terutama pada saat persediaan pupuk terbatas, maka
pengunaan pupuk harus benar-benar dapat meningkatkan hasil seoptimal
mungkin (Rosmarkam dan Yuwono, 2002 : 168).
Pemilihan cara pemupukan yang terbaik, tergantung pada berbagai
faktor, diantaranya jenis tanah, kadar lengas, daya serap tanah terhadap
berbagai hara, pengolahan, macam tanaman, sistem perakaran tanaman,
kemampuan tanaman mengekstraksi hara dalam tanah dan macam pupuk yang
digunakan. Tanaman dapat menggunakan pupuk hanya pada perakaran aktif
penempatan pupuk harus harus tepat agar tanaman mudah menyerapnya dan
mengurangi penyematan hara terutama P. Bagi tanaman semusim, pemberian
pupuk yang tepat sangat penting agar tanaman dapat menyerap pupuk sedini
mungkin sehingga pertumbuhan tanaman dapat berlangsung secara cepat sejak
permulaan. Dalam dunia pertanaman, pemberian semua pupuk lebih baik
dilakukan sebelum atau pada saat tanam.
Macam-macam cara pemupukan :
1. Pemupukan dengan cara disebar
Pemupukan dengan cara disebar dilakukan di seluruh areal lahan yang
akan ditanami suatu tanaman. Pemupukan dengan cara disebar dilakukan
sebelum tanam atau sesudah ada tanamannya. Pemupukan dengan cara ini
dinamakan top dressing yang dapat dilakukan dalam larikan.
Kerugian utama pemupukan dengan cara disebar adalah :
a. Penyebaran atau penyampaian pupuk tidak merata pada semua lapisan
lahan yang diolah.
b. Harus dalam jumlah yang besar dan pemberiannya terjamin pada saat
tanam dengan menggunakan alat penabur pupuk dan benih.
c. Harus dilakukan dengan menggunakan alat atau tangan.
2. Pemupukan dengan cara dibenam
Pemupukan dengan cara dibenam dimaksudkan bahwa pemupukan
tanaman dilakukan dengan alat atau mesin yang dapat meletakkan pupuk
padat dalam jalur dan menyemprotkan pupuk cairan ke dalam tanah
sebelum tanam.
Pembenaman pupuk lapis bajak dilakukan dengan cara meletakkan
pupuk dalam jalur yang tak terputus pada dasar alur bekas bajak,
kemudian ditutup lagi dengan pembalikan tanah alur berikutnya.
Pemupukan ini dilakukan di daerah yang tanahnya kering. Dengan
pembenaman lebih dalam, pupuk berada dalam tanah yang lembab
tempat akar tanaman terkumpul sehingga tersedia hara bagi tanaman
selama musim kering. Pemupukan dengan cara ini akan lebih
mengurangi penyematan P dan K daripada pemupukan dengan cara
disebar.
b. Pembenaman dalam pupuk N pada sawah
Pembenaman dalam pupuk N dilakukan dengan cara disebar,
kemudian dibalik waktu pembajakan sebelum lahan tersebut diairi. Air
segera dimasukkan untuk mengurangi nitrifikasi oleh bakteri aerob
yang mengubah amoniak menjadi nitrat.
c. Pemupukan setempat
Pemupukan dengan cara ini dilakukan bila jumlah pupuk yang
diberikan sedikit.
3. Pemupukan melalui daun
Banyak unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman melalui daun.
Penyerapan unsur hara melalui daun ini ternyata lebih cepat dan lebih
sempurna. Terdapat kekurangan yang dialami dalam pemupukan ini,
antara lain :
a. Pinggir daun terbakar karena pupuk terlalu pekat.
b. Hara yang dapat diberikan pada setiap pemberian rendah, sehingga
c. Biaya persatuan hara tinggi, meskipun digabungkan dengan keperluan
lainnya, misalnya bersama-sama dengan pestisida. Penyemprotan
pupuk lengkap yang tepat pada waktunya akan merangsang tanaman
meningkatkan hasil. Peningkatan hasil jauh melampaui imbangan
dengan hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Oleh karena itu, setiap
pemberian pupuk dengan keadaan semacam itu merangsang akar
tanaman untuk berdaun banyak pada tanah yang telah diberi pupuk
yang cukup atau persediaan hara dalam tanah cukup banyak.
4. Pemupukan melalui udara
Pupuk cair ataupun pupuk padat dapat diberikan lewat udara dengan
menggunakan pesawat sederhana udara. Pemupukan dengan sistem ini
biasanya digunakan pada tanah yang curam, sukar dilewati, pemupukan
hara mikro untuk tanah yang luas atau pemupukan di wilayah hutan dan
padang rumput. Pemupukan semacam ini juga untuk tanah yang sukar
dipupuk dengan mesin lewat permukaan udara. Pemupukan lewat udara ini
telah dilakukan di Amerika Serikat, Australia, dan Selandia Baru.
5. Pemupukan dengan injeksi ke dalam tanah
Pupuk amoniak cair atau gas yang kadarnya sangat tinggi (83%) diberikan
ke dalam tanah dengan injeksi untuk mengurangi kehilangan N karena
penguapan. Kedalaman injeksi umunya 15-20 cm dari permukaan tanah.
6. Pemupukan sprinkle irrigation
Pemupukan sprinkle irrigation dimaksudkan untuk pemberian air
pengairan sekaligus memberi pupuk yang dilarutkan. Pupuk yang
dilarutkan ditampung dalam tangki penampung, kemudian dipompa dan
sekitarnya. Di Indonesia, pemupukan model seperti ini biasanya
diterapkan di perkebunan kopi Jawa Timur.
B. Pupuk Probiotik NOPKOR
Menurut Murwono (2013 : 45), usaha peningkatan penetrasi udara dan
proses penggemburan kembali tanah dalam suatu lahan budidaya pangan dapat
dilakukan dengan menggunakan pupuk organik kompos Biosol, yang selalu
akan diberi biakan mikroba penyubur tanah dalam bentuk NOPKOR, yang
merupakan kepanjangan dari Nitrogen Phosphat Kalium Organism Recovery.
Inilah peran dari jasad renik mikroba tanah NOPKOR yang berada dalam
kelompok mikroba aerob, mikroba fakultatif aerob, dan fakultatif anaerob.
Peran dan fungsinya adalah untuk membantu proses penyuburan kembali
tanah.
Spesifikasi produk agro NOPKOR, sebagai berikut :
1. Nama trivial : Nitrogen Phosphat Kalium Organism Recovery.
2. Komposisi :
Kultur campuran berbagai mikroba tanah dalam kelompok mikroba fiksasi
Nitrogen dari udara, mikroba fiksasi dan recovery Phosphat dan Kalsium,
Magnesium, Ferum, serta mikroba fiksasi dan recovery Kalium.
3. Manfaat :
a. Penggembur dan penyubur tanah.
b. Mempercepat pertumbuhan biota, jasad renik tanah, dan keberadaan
hara tanahnya.
c. Mempercepat pertumbuhan dan memperkuat akar tanaman.
e. Membantu proses pembusukan sisa akar tanaman setelah panenan,
kotoran hewan, sampah organik, dan bahan organik lainnya.
f. Menaikkan derajat keasaman tanah menjadi netral secara biologis
tanpa penggunakan kapur tanah, karena adanya mikroba fiksasi
Kalsium dan Kalium.
g. Menguraikan residu dari pestisida kontak/ insektisida siklis agar tidak
meracuni tanah.
h. Mencegah timbulnya penyakit busuk akar karena rendahnya pH tanah.
i. Mencegah timbulnya serangan jamur.
j. Dapat digunakan sebagai mikroba pembusuk dalam pembuatan dan
fermentasi kompos.
k. Menciptakan keseimbangan ekosistem tanah yang baru, sehingga
memudahkan tumbuhnya keanekaragaman hayati dan rehabilitasi
predator alami.
l. Meningkatkan tingkat penyerapan air permukaan tanah dan mencegah
banjir serta kekeringan.
4. Cara Pemakaian :
a. Sebelum larutan NOPKOR digunakan, perlu dikocok terlebih dahulu.
b. Tuangkan cairan NOPKOR dalam ember/ drum, yang sudah berisi air
(dituangkan sesuai dengan kebutuhan), kemudian diaduk secara
merata.
c. Penggunaan larutan NOPKOR sebaiknya dengan menggunakan
gembor, disiramkan dilahan/ bedengan pada saat persiapan lahan,
disiramkan disekitar akar tanaman. Dapat juga dengan dimasukkan
C. Tanaman Cabai Rawit
1. Sejarah
Tanaman cabai berasal dari bagian tropis dan subtropis Benua
Amerika, khususnya Kolombia, Amerika Selatan. Selanjutnya tanaman
tersebut menyebar ke Amerika Latin. Penggunaan tanaman cabai oleh
masyarakat Indian telah dilakukan sejak dahulu kala. Hal ini diketahui
setelah Christhoper Columbus mendapati Benua Amerika sekitar tahun
1492. Kala berlabuh di Pantai Salvador dan menemukan banyak
rempah-rempah, termasuk cabai. Ia membawa biji cabai ke negara asalnya Italia.
Sejak itulah cabai tersebar ke berbagai penjuru dunia. Adapun yang
berperan dalam penyebaran cabai ke seluruh dunia termasuk
negara-negara di Asia, seperti Indonesia adalah pedagang Spanyol dan Portugis
(Syukur, dkk, 2012 : 8).
2. Klasifikasi
Klasifikasi cabai rawit sebagai berikut,
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (Berkeping dua/ dikotil) Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Solanasales
Family : Solanaceae (Suku terung-terungan) Genus : Capsicum
3. Pola Budidaya Cabai Rawit di Indonesia
Ada dua pola budidaya cabai rawit di Indonesia. Pertama budidaya
ala Brebes. Petani menggunakan benih produksi sendiri, tanpa mulsa
plastik, pengolahan lahan dan pupuk menumpang pada budidaya bawang
merah sebelumnya. Beda dengan pola tanam ala Brebes, para petani cabai
rawit modern menggunakan benih impor, mulsa plastik, pupuk dan
pestisida. Mereka juga mengolah lahan khusus untuk budidaya cabai
(Alex, 2012 : 5).
4. Varietas cabai rawit di Indonesia
Cabai rawit memiliki varietas unggul, diantaranya Bara, Pelita F1, Taruna,
Dewata F1, dan Juwita F1.
a. Bara
Bara merupakan varietas cabai rawit bersari bebas dari jenis
Capsicum annuum. Varietas ini bisa ditanam didataran rendah sampai
dataran tinggi. Buahnya tegak bermunculan dari permukaaan tajuk
sehingga memudahkan pemanenan.
Sumber :
http://admin.eastwestindo.com/wysiwyg/FileUpload/pics/imagecontent
/25-BARA-Det.jpg
Karakteristik tanaman :
1) Tinggi tanaman : 55 cm
2) Sosok tanaman : rimbun
3) Panen pertama : 100 HST
4) Ukuran buah : 4 cm x 0.7 cm
5) Warna buah : hijau muda – merah cerah
6) Produksi : 0.5 kg/ tanaman
7) Kepedasan : sangat pedas
Keunggulan :
1) Sangat genjah, terutama jika dibandingkan dengan Capsicum
frutescens.
2) Produksi tinggi.
3) Umur produksi panjang, tetapi tidak selama Capsicum frutescens.
4) Tahan layu bakteri dan toleran terhadap serangan layu cendawan
Phytophthora dan berbagai virus.
5) Daya simpan buah 5 – 6 hari.
b. Pelita F1
Pelita F1 merupakan varietas cabai rawit hibrida penghasil
devisa karena benihnya cukup banyak yang diekspor ke luar negeri.
Cabai rawit hibrida Capsicum annumm ini bisa ditanam mulai dari
dataran rendah sampai dataran tinggi. Buahnya tegak bermunculan dari
Gambar 2.2. Cabai rawit varietas Pelita F1
Sumber :
http://admin.eastwestindo.com/wysiwyg/FileUpload/pics/imagecontent
/27-PELITA-Det.jpg
Karakteristik tanaman :
1) Tinggi tanaman : 70 cm
2) Sosok tanaman : tegak - rimbun
3) Panen pertama : 100 HST
4) Ukuran buah : 4 cm x 0.7 cm
5) Warna buah : hijau - merah
6) Produksi : 0.7 kg/ tanaman
7) Kepedasan : sangat pedas
Keunggulan :
1) Sangat genjah, terutama jika dibandingkan dengan Capsicum
frutescens.
2) Produksi tinggi (1.5 kali produksi dari Bara).
3) Umur produksi panjang, tetapi tidak selama Capsicum frutescens.
4) Tahan layu bakteri.
c. Taruna
Taruna merupakan varietas cabai rawit bersari bebas. Varietas
ini tergolong jenis Capsicum frutescens. Taruna bisa ditanam mulai
dari dataran rendah sampai dataran tinggi. Tipe percabangannya tinggi
dan tegak. Buahnya berwarna putih – gading dengan ukuran 4 cm x 1
cm. Aromanya enak khas Capsicum frutescens.
Gambar 2.3. Cabai rawit varietas Taruna
Sumber :
http://admin.eastwestindo.com/wysiwyg/FileUpload/pics/imagecontent
/26-TARUNA-Det.jpg
Karakteristik tanaman :
1) Tinggi tanaman : 100 cm
2) Sosok tanaman : tegak
3) Panen pertama : 130 HST
4) Ukuran buah : 4 cm x 1.1 cm
5) Warna buah : putih gading – merah orange
6) Produksi : 0.5 kg/ tanaman
7) Rasa : aromatik, khas Capsicum frutescens
Keunggulan :
2) Umur produksi panjang (perennial).
3) Daya tahan buah 3 – 4 hari.
d. Vewata F1
Dewata F1 merupakan varietas cabai rawit hibrida yang
tergolong jenis Capsicum annuum. Varietas ini cocok ditanam
didataran rendah. Buahnya tegak bermunculan dari permukaan tajuk
sehingga memudahkan pemanenan.
Gambar 2.4. Cabai rawit varietas Dewata F1
Sumber :
http://admin.eastwestindo.com/wysiwyg/FileUpload/pics/imagecontent
/24-DEWATA-Det.jpg
Karakteristik tanaman :
1) Tinggi tanaman : 60 cm
2) Sosok tanaman : percabangan menyebar
3) Panen pertama : 70 – 75 HST
4) Ukuran buah : 5.5 cm x 0.7 cm
5) Warna buah : putih gading – merah orange
6) Produksi : 0.5 – 0.7 kg/ tanaman
Keunggulan :
1) Sangat genjah, terutama jika dibandingkan dengan Capsicum
frutescens.
2) Produksi tinggi.
3) Tahan layu bakteri.
4) Bisa digunakan sebagai tanaman hias (ornamental potted plant).
5) Daya simpan buah 5 – 6 hari.
e. Juwita F1
Juwita F1 merupakan varietas cabai rawit hibrida dari jenis
Capsicum annuum. Varietas ini cocok untuk dataran rendah. Buahnya
tegak bermunculan dari permukaan tajuk sehingga memudahkan
pemanenan.
Gambar 2.5. Cabai rawit varietas Juwita F1
Sumber :
http://admin.eastwestindo.com/wysiwyg/FileUpload/pics/imagecontent
/23-JUWITA-Det.jpg
Karakteristik tanaman :
1) Tinggi tanaman : 60 cm
2) Sosok tanaman : percabangan menyebar
4) Ukuran buah : 6 cm x 0.8 cm
5) Warna buah : putih gading – merah orange
6) Produksi : 0.5 – 0.7 kg/ tanaman
7) Rasa : sangat pedas
Keunggulan :
1) Sangat genjah, terutama jika dibandingkan dengan Capsicum
frutescens.
2) Produksi tinggi.
3) Tahan layu bakteri.
4) Bisa digunakan sebagai tanaman hias (ornamental potted plant).
5) Daya simpan buah 5 – 6 hari (Harpenas dan Dermawan, 2011 : 41).
5. Morfologi dan Fisiologi
Menurut Depkes RI (1989) dalam Setiadi (2006 : 2) ciri-ciri umum
Capsicum frutescens L. sebagai berikut,
Tabel 2.1. Ciri-ciri umum Capsicum frutescens L.
Kriteria Keterangan
a. Tanaman Capsicum frutescens L.
1) Kelompok Perdu
2) Tinggi 50 – 150 cm
3) Batang berbuku-buku, bersudut tidak berbulu
Kriteria Keterangan
b. Bunga
keluar dari ketiak daun,
tunggal atau 2 – 3 bunga
(berdekatan), mahkota
berbentuk bintang berwarna
putih, putih kehijau-hijauan
atau ungu, garis tengah 1.75
mm sampai 2.0 mm
c. Buah
buah tegak (pada hibrida
merunduk), bentuk bulat telur
atau jorong, panjang 1 – 3
cm, lebar 2.5 – 12 mm
d. Warna buah
1) Buah muda hijau tua, putih, putih kehijau-hijauan
2) Buah tua
menjadi kemerah-merahan
lalu merah, dari putih
menjadi kuning
kemerah-merahan lalu berubah
menyala (jingga), dari putih
kehijau-hijauan menjadi
6. Habitat
Daerah tumbuh cabai rawit yang paling cocok, yaitu dataran dengan ketinggian antara 0 – 500 m dpl. Tanah tempat tumbuh cabai rawit
secara umum harus subur (kaya bahan organik). Derajat keasamaan atau
pH tanah berkisar 6.0 – 7.0. Tanah ini berstruktur remah atau gembur agar
peresapan air dan sirkulasi udara dalam tanah berjalan lancar (Setiadi,
2006 : 22). Cabai rawit menghendaki curah hujan yang cukup antara 100 –
200 mm/ bulan dengan temperatur udara antara 180 C – 270 C (Rahman,
2010 : 12).
7. Kandungan Gizi
Cabai rawit paling banyak mengandung vitamin A dibanding cabai
lainnya. Cabai rawit segar mengandung 11.050 SI vitamin A, sedangkan
cabai rawit kering 1.000 SI (Setiadi, 2006 : 10). Pernyataan ini dipertegas
pula menurut Rahman (2010 : 6), bahwa kandungan terbanyak dalam cabai
rawit segar (dengan biji) adalah vitamin A sebesar 11.050 IU per 100 gram
bahan.
8. Manfaat
Cabai rawit merupakan bahan pangan yang bermanfaat untuk
berbagai campuran. Pada umumnya cabai rawit dimanfaatkan sebagai
sayur, sambal, aneka bumbu dapur, dan lalapan. Tumbuhan ini berkhasiat
tonik, stimulant kuat bagi jantung dan aliran darah, antirematik,
menghancurkan bekuan darah (antikoagulan), meningkatkan nafsu makan
menumbulkan rasa panas sehingga dapat digunakan sebagai campuran
obat gosok), peluruh kentut (karminatif), peluruh keringat (diaforetik),
peluruh liur, dan peluruh kencing (diuretik) (Rahman, 2010 : 6). Menurut
Tyas Ekowati Prasetyoningsing, FF UNAIR, 1987 dalam Rahman (2010 :
7), ekstrak buah cabai rawit mempunyai daya hambat terhadap
pertumbuhan Candida albicans. Daya hambat ekstrak cabai rawit 1 mg/
mL setara dengan 6.20 mcg/ mL nistatin dalam formamid.
9. Hama dan Penyakit
Salah satu faktor penghambat peningkatan produksi cabai rawit
adalah adanya serangan hama dan penyakit yang fatal. Secara luas
dikatakan bahwa hama adalah makhluk hidup yang mengurangi
ketersediaan, kualitas atau jumlah beberapa sumber daya manusia.
Makhluk hidup yang disebut hama adalah yang bersaing dengan manusia
untuk mendapatkan makanan, serat, dan tempat perlindungan (Flint dan
Bosch, 1990 : 9).
Selain hama, terdapat pula penyakit yang dapat menyerang
tanaman cabai rawit. Penyakit tumbuh-tumbuhan hendaknya diberi arti
kata yang luas sekali. Penyakit bukan hanya segala akibat gangguan
cendawan dan bakteri, akan tetapi juga segala kerusakan karena akibat
parasit hewani, segala kelainan karena tanaman mengandung virus dan
segala gangguan tumbuh yang disebabkan karena keadaan luar yang
kurang cocok. Dalam arti yang terbatas, dimaksudkan dengan penyakit
tumbuh-tumbuhan itu, segala gangguan karena cendawan atau bakteri
a. Hama
1) Thrips (Thrips sp.)
Serangga thrips sangat kecil dengan panjang sekitar 1 mm. Serangga ini berkembang biak tanpa pembuahan sel telur
(partenogenesis) dan siklus hidupnya berlangsung selama 7 – 12
hari. Hama thrips menyerang hebat pada musim kemarau dengan
memperlihatkan gejala serangan strip-strip pada daun berwarna
keperakan.
Gambar 2.6. Hama thrips (Thrips sp.)
Sumber :
http://mrec.ifas.ufl.edu/lso/THRIPS/CHILLIWEB2/ChilliThrips5_
101.jpg
Adapun pengendalian secara terpadu terhadap hama thrips
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Kultur teknis, yaitu dengan pergiliran tanaman atau tidak
menanam cabai secara bertahap dengan selisih waktu cukup
lama karena tanaman muda akan terserang parah.
b) Kimiawi, yaitu dengan disemprot insektisida Deltamethrin 25
Endosulfan 25 EC 0.5 – 2.0 cc/ liter, Decis 2.5 EC (0.04%),
Hostathion 20 EC (0.2%), atau Mesurol 50 WP (0.1 – 0.2%).
2) Tungau (Tetranycus sp.)
Serangga dewasa panjangnya sekitar 1 mm. bentuknya
mirip laba-laba dan aktif di siang hari. Siklus hidup tungau berkisar
selama 14 – 15 hari. Tungau menyerap tanaman cabai dengan
menghisap cairan sel daun atau pucuk. Akibatnya, di permukaan
daun muncul bintik-bintik kuning atau keputihan.
Gambar 2.7. Hama tungau (Tetranycus sp.)
Sumber :
http://www.syngenta.com/country/es/sp/cultivos/citricos/plagas/Pu
blishingImages/tetranichus-urticae.jpg
Serangan yang berat terutama dimusim kemarau akan
menyebabkan cabai tumbuh tidak normal dan daun-daunnya
melengkung. Pengendalian tungau dapat dilakukan dengan cara
disemprot insektisida, seperti Omite EC (0.2%) atau Mitac 200 EC
(0.2%).
3) Kutu daun (Myzus persicae Sulz.)
Kutu daun berkembang biak dengan dua cara, yaitu dengan
berkembang menjadi anak tanpa pembuahan (partenogenesis).
Hama ini menyerang tanaman cabai dengan cara menghisap cairan
daun, pucuk, tangkai bunga, dan bagian tanaman lainnya. Serangan
berat menyebabkan daun-daun melengkung, keriting,
belang-belang kekuningan (klorosis), dan akhirnya rontok sehingga
produksi cabai menurun.
Gambar 2.8. Hama kutu daun (Myzus persicae Sulz.)
Sumber :
http://entnemdept.ifas.ufl.edu/creatures/veg/aphid/green_peach_ap
hid01.jpg
Pengendalian secara terpadu terhadap hama kutu daun
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Kultur teknik, yaitu menanam tanaman perangkap (trap crop)
di sekeliling kebun cabai, misalnya jagung.
b) Kimiawi, yaitu dengan semprotan insektisida yang efektif dan
selektif, seperti Deltamethrin 25 EC pada konsentrasi 0.1 – 0.2
cc/ liter, Decis 2.5 EC 0.04%, Hostathion 40 EC 0.1% atau
4) Kutu kebul (Bemicia tabaci)
Telur biasanya diletakkan dipermukaan bawah daun, pada
daun teratas (pucuk). Serangga betina lebih menyukai daun yang
telah terinfeksi virus mosaik kuning sebagai tempat untuk
meletakkan telurnya daripada daun sehat. Telur berbentuk lonjong
agak lengkung, seperti pisang, berwarna kuning terang, dan
berukuran panjang antara 0.2 – 0.3 mm. Rata-rata banyaknya telur
yang diletakkan pada daun yang terserang virus adalah 77 butir,
sedangkan pada daun sehat hanya 14 butir. Lama stadium telur
rata-rata 5.8 hari. Musuh alami kutu kebul, yaitu kumbang predator
Menochilus sexmaculatus (Coccinelidae). Kumbang ini mampu
memangsa 200 – 400 ekor nimfa kutu kebul.
Gambar 2.9. Hama kutu kebul (Bemicia tabaci)
Sumber :
http://agrowangi.blogspot.com/2011/07/penyakit-utama-tanaman-cabe-pada-musim_6500.html
Kegiatan pengendalian kutu kebul adalah sebagai berikut,
a) Lakukan pergiliran tanaman yang bukan tanaman inang kutu
mentimun, semangka, melon, terung, kubis, buncis, selada,
gerbera, ubi jalar, singkong, kedelai, tembakau, dan lada.
b) Kendalikan gulma, seperti babadotan, puteri malu, kacang
tanah hias Arachis pintoi, dan ciplukan yang menjadi inang
begomovirus. Tanam tanaman Tagetes di sekitar pertanaman
untuk mengurangi serangan kutu kebul.
c) Kumpulkan dan bakar sisa tanaman yang terserang kutu kebul.
Kendalikan hama dengan memasang perangkap berwarna
kuning sebanyak 1 buah tiap 100 m2.
d) Kendalikan hama ini sesegera mungkin dengan
menyemprotkan larutan Teflubenzuron 50 EC, Permetrin 25
EC, Imidaklroplid 200 SL, dan Metidation di bagian bawah
daun.
5) Lalat buah (Batrocera dorsalis)
Berbeda dengan ulat grayak dan kutu daun, lalat buah
menyerang buah cabai. Serangga ini menyerang buah cabai dengan
cara meletakkan telurnya didalam buah cabai. Telur tersebut akan
menetas menjadi ulat (larva). Buah-buah yang terserang tampak
bercak-bercak bulat dipermukaan kulit, kemudian berlubang kecil
dan membusuk. Daur hidup hama ini lamanya sekitar 4 minggu.
Sumber :
http://www.kontanjatim.org/wpcontent/uploads/2014/03/cabekecil
_penyakit.png
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ini dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Kultur teknik, yaitu dengan pergiliran tanaman yang bukan
tanaman inang lalat buah.
b) Mekanis, yaitu dengan mengumpulkan buah cabai yang
terserang kemudian dimusnahkan.
c) Kimiawi, yaitu dengan pemasangan perangkap beracun metil
eugenol atau protein hidrosilat yang efektif terhadap serangga
jantan. Lalat buah dapat pula disemprot langsung dengan
insektisida, seperti Buldok, Lannate, atau Tamaron.
6) Ulat grayak (Spodoptera litura)
Stadium yang membahayakan dari hama Spodoptera litura
adalah larva. Serangga betina meletakkan telurnya secara
berkelompok diatas daun. Jumlah telur tiap betina antara 25 – 500
butir dan akan menetas menjadi ulat. Ciri khas dari ulat grayak ini
berupa bintik-bintik segitiga berwarna hitam dan bergaris-garis
kekuningan pada sisinya. Serangan ulat grayak terjadi dimalam
hari karena kupu-kupu maupun larvanya termasuk hama yang aktif
dimalam hari. Hama ulat grayak merusak pada musim kemarau
dengan cara memakan daun mulai dari bagian tepi hingga bagian
Gambar 2.11. Hama ulat grayak (Spodoptera litura)
Sumber : http://lifeunseen.com/cart/img/385.jpg
Pengendalian secara terpadu terhadap hama ulat grayak
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Mekanis, yaitu mengumpulkan telur dan ulat-ulatnya, dan
langsung dibunuh.
b) Kultur teknis, yaitu menjaga kebersihan kebun dari gulma dan
sisa-sisa tanaman yang menjadi tempat persembunyian hama,
serta melakukan rotasi tanaman.
c) Hayati (biologis) kimiawi, yaitu disemprot dengan insektisida
berbahan aktif Bacillus thuringiensis, seperti Dipel, Florbac,
Bactospiene, dan Thuricide.
d) Sex pheromone, yaitu perangkap ngengat (kupu-kupu) jantan.
Sex pheromone merupakan aroma yang dikeluarkan serangga
betina dewasa yang dapat menimbulkan rangsangan seksual
(birahi) pada serangga jantan dewasa unutk menghampiri dan
melakukan perkawinan, sehingga membuahkan keturunan. Sex
pheromone dari Taiwan yang di Indonesia diberi nama ugratas
untuk dijadikan perangkap kupu-kupu dewasa dari ulat grayak.
Cara pemasangan ugratas merah ini adalah dimasukkan ke
dalam botol bekas minuman kemasan bervolume 500 cc yang
diberi lubang kecil untuk tempat masuknya kupu-kupu jantan.
Untuk 1 Ha kebun cabai cukup dipasang 5 – 10 buah ugratas
merah dengan cara digantungkan sedikit lebih tinggi diatas
tanaman cabai. Daya tahan (efektivitas) sex pheromone ugratas
ini sekitar 3 minggu dan tiap malam bekerja efektif sebagai
perangkap ngengat jantan. Keuntungan penggunaan ugratas ini
antara lain, aman bagi manusia dan ternak, tidak berdampak
negatif terhadap lingkungan, dapat menekan penggunaan
insektisida, tidak menimbulkan kekebalan hama, dan dapat
memperlambat perkembangan hama tersebut.
b. Penyakit
1) Layu bakteri
Layu bakteri menyerang sistem perakaran tanaman cabai.
Gejala yang dapat diamati secara visual pada tanaman cabai adalah
kelayuan tanaman, mulai dari bagian pucuk, kemudian menjalar ke
seluruh bagian tanaman. Daunpun menguning dan akhirnya
mengering serta rontok. Penyakit layu bakteri dapat menyerang
tanaman cabai pada semua tingkatan umur, tetapi paling peka
Gambar 2.12. Penyakit layu bakteri yang menyerang akar tanaman cabai rawit.
Gambar 2.13. Penyakit layu bakteri yang menyerang tanaman cabai rawit secara menyeluruh.
Sumber :
http://asamgaling.blogspot.com/2010/04/layu-bakteri-pada-cabe.html
Pengendalian penyakit layu bakteri harus dilakukan secara
terpadu, yaitu sebagai berikut :
a) Perbaikan drainase tanah disekitar kebun agar tidak becek atau
menggenang.
b) Pencabutan tanaman yang sakit agar tidak menular ke tanaman
c) Pengelolaan (manajemen) lahan, misalnya dengan pengapuran
tanah ataupun pergiliran tanaman yang bukan famili
Solanaceae.
2) Bercak buah
Bercak buah cabai sering disebut dengan penyakit
antraknose atau patek. Gejala serangan penyakit ini ditandai
dengan terbentuknya bintik-bintik kecil kehitaman dan berlekuk
serta tepi bintik berwarna kuning. Di bagian lekukan akan terus
membesar dan memanjang yang bagian tengahnya berwarna gelap.
Cendawan Collectrotichum capsici lebih sering menyebabkan buah
cabai membusuk. Gejala awal serangan ditandai dengan
terbentuknya bercak cokelat-kehitaman pada buah, kemudian
meluas menjadi busuk lunak. Pada bagian tengah bercak terdapat
titik-titik hitam yang merupakan kumpulan dari konidium
cendawan. Serangan yang berat menyebabkan buah cabai
mengkerut dan mengering menyerupai mummi dengan warna buah
seperti jerami.
Sumber :
http://saungsumberjambe.blogspot.com/2013/12/penyakit-patek-antraknosa-pada-cabe-dan.html
Pengendalian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Perlakuan benih, yaitu benih direndam dengan larutan
fungisida berbahan aktif benomyl atau thiram, misalnya
Benlate pada dosis 0.5/ liter ataupun berbahan aktif captan
(Orthocide) dengan dosis 1g/ liter. Lamanya perendaman benih
antara 4 – 8 jam.
b) Pengaturan jarak tanam yang sesuai sehingga kondisi kebun
tidak terlalu lembap. Pada musim kemarau dapat menggunakan
jarak tanam 50 cm x 70 cm, sedangkan di musim hujan 60 cm x
70 cm ataupun 65 cm x 70 cm, baik sistem segi empat atau segi
tiga zig-zag.
c) Pembersihan (sanitasi) lingkungan, yaitu dengan cara
menyiangi gulma atau sisa-sisa tanaman yang ada di sekitar
kebun agar tidak menjadi sarang hama dan penyakit.
d) Buah cabai yang sudah terserang penyakit dikumpulkan,
kemudian dimusnahkan (dibakar).
e) Penyemprotan dengan fungisida, seperti Kasumin 2 cc/ liter,
Difolatan 4 cc/ liter, Phycozan, Dithane M-45, Daconil, Topsin,
Antracol, dan Delsen. Fungisida-fungisida tersebut efektif
menekan antraknosa.
f) Rotasi tanaman, yakni pergiliran tanaman yang bukan famili
rotasi tanaman ini adalah untuk memotong siklus hidup
cendawan penyebab penyakit antraknosa.
3) Bercak daun
Penyebab penyakit bercak daun adalah cendawan
Cercospora capsici. Gejala serangan penyakit ditandai dengan
bercak-bercak bulat kecil kebasah-basahan. Berikutnya bercak
akan meluas dengan garis tengah sekitar 0.5 cm. Pusat bercak
tampak berwarna pucat sampai putih dengan tepinya berwarna
lebih tua. Serangan yang berat (parah) dapat menyebabkan daun
menguning dan gugur atau langsung berguguran tanpa didahului
menguningnya daun.
Gambar 2.15. Penyakit bercak daun
Sumber :
http://saungsumberjambe.blogspot.com/2013/12/bercak-daun-pada-cabai.html
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara
menjaga kebersihan kebun dan menyemprotkan fungisida, seperti
4) Layu dan busuk batang
Penyebab penyakit layu dan busuk batang adalah cendawan
Phytophthora capsici. Gejala serangan pada daun tanaman muda
berupa bercak-bercak kecil di bagian tepinya, seperti tersiram air
panas/ kena plastik panas. Batang tanaman cabai juga dapat
diserang oleh penyakit ini ditandai dengan gejala perubahan warna
menjadi kehitaman. Buah-buahan cabai yang terserang
menunjukkan gejala awal bercak-bercak kebasahan, kemudian
meluas ke arah sumbu panjang, dan akhirnya buah akan terlepas
dari kelopaknya karena membusuk.
Gejala yang sering lebih ditemui adalah layu. Jika dicek
lebih teliti, pangkal batang tampak tercekik. Disebut tercekik
karena kulit yang terserang mengering dan berwarna coklat
kehitaman serta merapat ke kayunya. Berbeda dengan layu bakteri,
umumnya layu dan busuk batang terjadi saat tanaman sedang
berbuah banyak (mati bujang) dan bisa terjadi pada segala fase
pertumbuhan.
Sumber :
http://agrowangi.blogspot.com/2011/07/penyakit-utama-tanaman-cabe-pada-musim_26.html
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan cara
pengaturan jarak tanam yang baik, yaitu di musim hujan idealnya
70 cm x 70 cm, pengumpulan buah cabai yang busuk untuk
dimusnahkam, dan penyemprotan fungisida, seperti Sandovan MZ,
Kocide, atau Polyram secara berselang-seling.
5) Penyakit akibat virus
Penyakit virus yang ditemukan pada tanaman cabai di
Pulau Jawa dan Lampung adalah cucumber mosaic virus (CMV),
tobacco mosaic virus (TMV), dan virus Gemini (Gemini virus).
Gejala penyakit virus yang umum ditemukan adalah daun
mengecil, keriting, dan mosaik yang diduga disebabkan oleh CMV
dan TMV. Penyebaran CMV dan TMV biasanya karena terbawa
oleh benih (seed borne). Sementara itu, penyebaran virus Gemini
biasanya dibantu oleh serangga penular (vektor), seperti kutu
kebul.
Sumber: http://cybex.deptan.go.id/files/daun%20kering.png
Tanaman cabai yang terserang virus sering kali mampu
bertahan hidup, tetapi tidak menghasilkan buah. Pengendalian
penyakit virus ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut,
a) Pemberantasan serangga vektor (penular), seperti kutu kebul
dengan semprotan insektisida yang efektif.
b) Tanaman cabai yang menunjukkan gejala sakit dan
mencurigakan terserang virus dicabut dan dimusnahkan.
c) Melakukan pergiliran (rotasi) tanaman dengan tanaman yang
bukan famili Solanaceae.
6) Penyakit fisiologis
Penyakit fisiologis merupakan keadaan suatu tanaman
menderita sakit atau kelainan, tetapi penyebabnya bukan oleh
mikroorganisme. Beberapa contoh penyakit fisiologis pada
tanaman cabai yang paling sering ditemukan adalah kekurangan
unsur hara kalsium (Ca) dan terbakarnya buah cabai akibat
sengatan sinar matahari terutama paprika. Selain itu, bunga juga
dapat mengalami kerontokan.
Sumber :
http://bila-pertanian.blogspot.com/2010/10/8-cara-mencegah-kerontokan-bunga-dan.html (Harpenas dan Dermawan, 2011 : 79).
10.Faktor-Faktor Penyebab Munculnya Hama dan Penyakit
a. Curah Hujan dan Kelembapan
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
produksi buah cabai. Curah hujan yang ideal untuk bertanam cabai
adalah 1.000 mm/ tahun. Curah hujan yang rendah menyebabkan
tanaman kekeringan. Dengan demikian tanaman membutuhkan air
untuk penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi akan merusak
tanaman cabai serta membuat lahan penanaman becek dan
kelembapannya tinggi.
Kelembapan yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara
70% - 80%, terutama saat pembentukan bunga dan buah. Kelembapan
yang melebihi 80% memacu pertumbuhan cendawan yang berpotensi
menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim yang kurang dari
70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan
generatifnya, terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan
pembentukan buah (Rahman, 2010 : 36).
b. Pengaturan Jarak Tanam
Pengaturan jarak tanam penanaman cabai berpengaruh terhadap
keadaan iklim mikro disekitar tanaman dan penerimaan cahaya
matahari oleh tanaman. Jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan
kepadatan tanaman lebih tinggi karena jumlah populasi tanaman
meningkatkan kelembapan udara disekitar tanaman dan mendukung
kehidupan organisme penggangu, terutama cendawan dan bakteri.
Selain itu, jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan penerimaan
cahaya matahari oleh tanaman tidak merata dan kompetisi yang terlalu
tinggi dalam memanfaatkan ruang tanah.
Jarak tanam yang terlalu renggang (lebar) juga kurang
menguntungkan karena jumlah tanaman menjadi lebih sedikit dan
penggunaan lahan tidak optimal (Syukur, Yurianti, dan Dermawan,
2012 : 60).
c. Ketinggian Lahan
Secara umum, cabai bisa ditanam pada ketinggian lahan dari
1.000 – 2.000 m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh pada jenis hama
dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang
menyerang biasanya disebabkan oleh cendawan atau jamur. Sedangkan
di lahan dataran rendah biasanya penyakit yang menyerang dipicu oleh
42 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu penelitian
percobaan. Percobaan merupakan upaya yang dilakukan peneliti untuk
memanipulasi dan mengendalikan sistem guna memperoleh data yang
bersumber dari proses yang diinginkan (Tanujaya, 2013 : 2).
Penelitian percobaan sangat berkaitan dengan variabel. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan
Nasional, 2008 : 1650), variabel adalah faktor, unsur yang ikut menentukan
perubahan. Dalam penelitian ini menggunakan 3 variabel. Tiga variabel
tersebut, meliputi :
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi pupuk probiotik
NOPKOR.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah jumlah buah, berat basah, dan
berat kering cabai rawit.
3. Variabel terkontrol
Variabel terkontrol dalam penelitian ini adalah umur bibit, pemberian
B Tempat Pembelian Bibit Tanaman Cabai Rawit
Bibit yang digunakan dibeli di Desa Babadan, Sleman, Yogyakarta. Bibit
yang dipilih memiliki pertumbuhan yang sehat dan mempunyai dua helai daun
dewasa.
C. Sampel dan Populasi
Dalam penelitian, populasi digunakan untuk menyebutkan seluruh
elemen/ anggota dari suatu wilayah yang menjadi sasaran penelitian atau
merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian, sedangkan sampel adalah sejumlah anggota yang dipilih dari populasi (Noor, 2011 : 147).
Penelitian ini menggunakan populasi tanaman cabai rawit dengan sampel 40
buah tanaman cabai rawit.
D. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian meliputi,
Tabel 3.1. Alat dan Bahan yang Digunakan
Alat Jumlah Bahan Jumlah
Cetok 1 buah Bibit tanaman cabai
rawit 40 buah
Kayu usuk 4 buah Pupuk kandang 25 kg
Bambu 2 buah Media tanah yang
sudah jadi merk kommet
4 karung @ 25 kg
Staples + isinya 2 buah Pupuk probiotik
NOPKOR 5 liter
Paranet 35 meter Lipotril 2 liter
Polybag 40 buah Pestisida 150 ml
Ajir 40 buah Batu bata 20 buah
Tali raffia 3 buah
Cangkul 2 buah
Tali kenur 4 buah
Meteran 1 buah
Sprayer 2 buah
Aena .ulenh Gelas penakar 1 buah Timbangan analitik
Ohauss 1 buah
Oven listrik 1 buah
Label 7
eksemplar Piring snack kertas 150 buah Kantong kertas 100 buah
E Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret – Agustus 2014, di lahan Kos
Banana no. 225 Jalan Kanigoro Dusun Pomahan RT 08 RW 06 Maguwoharjo,
Depok, Sleman Yogyakarta. Lahan yang digunakan seluas 3 m x 3 m.
F. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain penelitian rancangan acak lengkap.
Ciri khas dari rancangan ini yang membedakannya dengan rancangan
lingkungan lain adalah bahwa percobaan yang digunakan harus bersifat
homogen (Tanujaya, 2013 : 15).
Faktor utama dalam penelitian ini adalah perbedaan konsentrasi pupuk
probiotik NOPKOR yang diberikan kepada tanaman cabai rawit. Konsentrasi
yang diberikan pada kelompok adalah sebagai berikut,
kelompok kontrol : tanpa pupuk probiotik NOPKOR
kelompok A : konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,25%
kelompok B : konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,5%
kelompok C : konsentrasi pupuk probiotik NOPKOR 0,75%
Setiap kelompok dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali sehingga diperoleh
G PKenktnrnnr PKrKeiainr
Penelitian dilaksanakan melalui beberapa tahapan berikut :
1. Penyiapan Lahan
Persiapan lahan meliputi pembersihan lahan dan pemasangan rumah kayu
yang beratap paranet untuk melindungi bibit tanaman cabai rawit dari
serangan hama dan penyakit.
2. Penyiapan Medium Tanam dan Polybag
Sarana yang dibutuhkan dalam penelitian ini terdiri atas polybag, medium
tanah, dan fasilitas penunjang.
a. Polybag
Polybag yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran 35 cm x
35 cm. Polybag memiliki lubang drainase untuk mengurangi kadar air.
b. Medium Tanam
Medium tanam yang digunakan adalah medium tanah jadi dengan
merk kommet yang dibeli di UD. Tani Maju di Jalan Magelang km.
5,6 Yogyakarta. Medium tanah terdiri dari campuran tanah, cocopit,
arang sekam, dan pupuk kandang. Medium tanah dimasukkan kedalam
polybag yang didasarnya telah berisi pecahan batu bata. Pecahan batu
bata berfungsi sebagai porositas tanaman cabai rawit agar air tidak
menggenang dalam polybag.
c. Fasilitas Penunjang
Untuk pertumbuhan tanaman cabai rawit dibutuhkan beberapa fasilitas
penunjang antara lain kayu penegak (ajir) dengan panjang 100 cm,
3. Penanaman Tanaman Cabai Rawit
Setelah medium tanam sudah siap, penananaman bibit tanaman cabai rawit
dilakukan dengan memperhatikan pengairan (penyiraman).
Langkah-langkah penanaman bibit tanaman cabai rawit sebagai berikut,
a. Medium tanam dalam polybag disiram sampai basah.
b. Bibit tanaman cabai rawit bersama akar dan medium tanamnya
dikeluarkan dari plastik. Tanam bibit di tengah-tengah polybag.
c. Siram kembali bibit yang sudah tertanam di medium tanam dengan air
hingga cukup basah.
d. Tempatkan bibit tanaman cabai rawit ditempat teduh selama 15-30 hari
hingga tanaman muda bertunas dan berakar cukup kuat.
e. Pindahkan ke rumah kayu yang bernaung paranet agar mendapatkan
cahaya matahari yang cukup.
4. Perawatan dan Pemeliharaan
a. Penyiraman
Pada fase awal pertumbuhan, tanaman cabai rawit
membutuhkan air dalam jumlah yang cukup. Penyiraman dilakukan 1
kali dalam sehari di saat pagi hari. Penyiraman harus dikontrol dengan
cara setiap tanaman harus memperoleh volume air yang sama pada saat
penyiraman yaitu 200 ml/ tanaman.
b. Pemupukan
Lima hari setelah tanam, tanaman cabai rawit disiram dengan
pupuk probiotik NOPKOR yang diulang setiap 5 hari sekali. Takaran
pupuk probiotik NOPKOR yang digunakan mengikuti komposisi
1. Kontrol
Setiap tanaman cabai rawit dengan perlakuan ini hanya disiram
dengan air saja sebanyak 200 ml tanpa ada campuran pupuk
probiotik NOPKOR sama sekali
2. Pupuk probiotik NOPKOR dengan konsentrasi 0,25%
Pupuk probiotik NOPKOR sebanyak 0.5 ml ditambahkan dengan
air hingga bervolume 200 ml. Setiap tanaman cabai rawit dengan
perlakuan ini mendapatkan masing-masing 200 ml air yang sudah
bercampur dengan 0.5 ml pupuk probiotik NOPKOR.
3. Pupuk probiotik NOPKOR dengan konsentrasi 0,5%
Pupuk probiotik NOPKOR sebanyak 1.0 ml ditambahkan dengan
air hingga bervolume 200 ml. Setiap tanaman cabai rawit dengan
perlakuan ini mendapatkan masing-masing 200 ml air yang sudah
bercampur dengan 1.0 ml pupuk probiotik NOPKOR.
4. Pupuk probiotik NOPKOR dengan konsentrasi 0,75%
Pupuk probiotik NOPKOR sebanyak 1.5 ml ditambahkan dengan
air hingga bervolume 200 ml. Setiap tanaman cabai rawit dengan
perlakuan ini mendapatkan masing-masing 200 ml air yang sudah
bercampur dengan 1.5 ml pupuk probiotik NOPKOR.
Sepuluh hari setelah tanam, tanaman cabai dipupuk dengan pupuk
kandang yang berasal dari kotoran kambing sebanyak 10gr/ polybag.
Pemberian pupuk probiotik NOPKOR diberikan sampai tanaman
HoTeknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan meliputi data kualitatif
dan data kuantitatif. Data kualitatif dikumpulkan dari hasil observasi
morfologis tanaman cabai rawit dan buahnya. Data kuantitatif diambil dari
pengukuran atas jumlah cabai rawit, berat basah, dan berat kering dalam setiap
polybag disetiap konsentrasi selama 10 kali petikan. Teknik pengumpulan data
kuantitatif yang dilakukan dalam