• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga

2.1.1 Anatomi Telinga Luar

Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius eksternus terdapat sendi temporal mandibular (Kumar et al, 2005).

Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit (Audiolab, 2004).

2.1.2. Anatomi Telinga Tengah

Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Menurut Sherwood, pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam.

Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah (Hall et al, 1987).

(2)

2.1.3 Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terbagi atas cochlea dan vestibulum. Vestibulum memonitor pergerakan dan posisi kepala dengan mendeteksi akselerasi linier dan angular.Bagian vestibular dari labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis, yakni kanal anterior, posterior, dan horisontal (Fife D.T.,2009). Ketiga kanalis semisirkularis ini mendeteksi akselerasi angular.Setiap kanalis semisirkularis terisi oleh endolimfe dan pada bagian dasarnya terdapat penggelembungan yang disebut sebagai ampula.Ampula mengandung kupula, suatu masa gelatin yang memiliki densitas yang sama dengan endolimfe, serta melekat pada sel rambut (Parnes et al, 2003).

Labirin juga terdiri dari dua struktur otolit, yakni utrikulus dan sakulus yang mendeteksi akselerasi linear, termasuk deteksi terhadap gravitasi. Organ reseptornya adalah makula. Makula utrikulus terletak pada dasar utrikulus kira-kira di bidang kanalis semisirkularis horisontal. Makula sakulus terletak pada dinding medial sakulus dan terutama terletak di bidang vertikal. Pada setiap makula terdapat sel rambut yang mengandung endapan kalsium yang disebut otolith (otokonia). Makula pada utrikulus diperkirakan sebagai sumber dari partikel kalsium yang menjadi penyebab BPPV (Fife D.T., 2009).

Kupula adalah sensor gerak untuk kanalis semisirkularis dan ini teraktivasi oleh defleksi yang disebabkan oleh aliran endolimfe (Fife D.T., 2009). Pergerakan kupula oleh karena endolimfe dapat menyebabkan respon, baik berupa rangsangan atau hambatan, tergantung pada arah dari gerakan dan kanalissemisirkularis yang terkena. Kupula membentuk barier yang impermeabel yang melintasi lumen dari ampula, sehingga partikel dalam kanalis semisirkularis hanya dapat masuk atau keluar kanal melalui ujung yang tidak mengandung ampula (Parnes et al, 2003).

(3)

Ampulofugal berarti pergerakan yang menjauhi ampula, sedangkan ampulapetal berarti gerakan mendekati ampula. Pada kanal semisirkular posterior dan superior, defleksi utrikulofugal dari kupula bersifat merangsang (stimulatory) dan defleksi utrikulopetal bersifat menghambat (inhibitory). Pada kanalis semisirkularis lateral, terjadi yang sebaliknya (Parnes et al, 2003).

2.2 Benign Paroxymal Positional Vertigo (BPPV)

2.2.1 Definisi

BPPV adalah vertigo yang timbul bila kepala mengambil posisi atau sikap tertentu (Lumbantobing, 2003). Vertigo posisi paroksismal jinak atau BPPV adalah gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.Gejala yang dikeluhkan adalah vertigo yang datang tiba-tiba pada perubahan posisi kepala (Bashiruddin, 2008). Vertigo pada BPPV termasuk vertigo perifer karena kelainannya terdapat pada telinga dalam, yaitu pada sistem vestibularis. BPPV pertama kali dikemukakan oleh Barany pada tahun 1921 (Li JC dan Epley, 2009). Karakteristik nistagmus dan vertigo berhubungan dengan posisi dan menduga bahwa kondisi ini terjadi akibat gangguan otolit (Furman, 2009).

2.2.2. Etiologi

Pada sekitar 50% kasus penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi. Banyak kasus BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkular posterior. Deposit ini menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang menyertai keadaan posisi kepala yang berubah (Lumbantobing, 2003).

2.2.3. Patofisiologi

BPPV disebabkan ketika otolith yang terdiri dari kalsium karbonat yang berasal dari makula pada utrikulus yang lepas dan bergerak dalam lumen dari salah satu kanalis semisirkularis. Kalsium karbonat dua kali lebih padat dibandingkan endolimfe, sehingga bergerak sebagai respon terhadap gravitasi dan pergerakan akseleratif lain. Ketika kristal kalsium karbonat bergerak dalam kanalis semisirkularis (kanalitiasis), mereka menyebabkan pergerakan endolimfe yang menstimulasi ampula pada kanal yang terkena, sehingga menyebabkan vertigo. Arah dari nistagmus ditentukan oleh eksitasi saraf ampula pada kanal yang terkena oleh sambungan langsung dengan otot ektraokular. Setiap kanalyang terkena kanalitiasis memiliki karakteristik nistagmus tersendiri. Kanalitiasis mengacu pada partikel kalsium yang bergerak bebas dalam kanalis semisirkularis.

(4)

Konsep “calcium jam” pernah diusulkan untuk menunjukkan partikel kalsium yang kadang dapat bergerak, tetapi kadang terjebak dalam kanal. Alasan terlepasnya kristal kalsium dari makula belum dipahami dengan pasti. Debris kalsium dapat pecah karena trauma atau infeksi virus, tapi pada banyak keadaan dapat terjadi tanpa trauma atau penyakit yang diketahui. Mungkin ada kaitannya dengan perubahan protein dan matriks gelatin dari membran otolith yang berkaitan dengan usia. Pasien dengan BPPV diketahui lebih banyak terkena osteopenia dan osteoporosis daripada kelompok kontrol, dan mereka dengan BPPV berulang cenderung memiliki skor densitas tulang yang terendah. Pengamatan ini menunjukkan bahwa lepasnya otokonia dapat sejalan dengan demineralisasi tulang pada umumnya. Tetap perlu ditentukan apakah terapi osteopenia atau osteoporosis berdampak pada kecenderungan terjadinya BPPV berulang (Fife D.T., 2009). BPPV dapat disebabkan baik oleh kanalitiasis ataupun kupulolitiasis dan secara teori dapat mengenai ketiga kanalis semisirkularis, walaupun terkenanya kanalis superior (anterior) sangat jarang. Bentuk yang paling sering adalah bentuk kanalis posterior, diikuti bentuk lateral. Sedangkan bentuk kanalis anterior dan bentuk polikanalikular adalah bentuk yang paling tidak umum (Fife D.T., 2009).

a. Benign Paroxysmal Positional VertigoTipe Kanalis Posterior

Benign Paroxysmal Positional Vertigoyang paling sering terjadi adalah tipe kanalis posterior. Ini tercatat pada 85 sampai 90% dari kasus dari BPPV, karena itu, jika tidak diklasifikasikan, BPPV umumnya mengacu pada BPPV bentuk kanalis posterior (Fife D.T., 2009). Penyebab paling sering terjadinya BPPV kanalis posterior adalah kanalitiasis. Hal ini dikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh ke kanalis posterior disebabkan karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada pada posisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun berbaring (Parnes et al, 2003).

Mekanisme dimana kanalitiasis menyebabkan nistagmus dalam kanalis semisirkularis posterior digambarkan oleh Epley. Partikel harus berakumulasi menjadi "massa kritis" di bagian bawah dari kanalis semisirkularis posterior. Kanal tersebut bergerak ke bagian yang paling rendah pada saat orientasi dari kanalis semisirkularis berubah karena posisi dan gravitasi. Tarikan yang dihasilkan harus dapat melampaui resistensi dari endolimfe pada kanalis semisirkularis dan elastisitas dari barier kupula, agar bisa menyebabkan defleksi pada kupula. Waktu yang dibutuhkan untuk terjadinya hal ini ditambah inersia

(5)

asli dari partikel tersebut menjelaskan periode laten yang terlihat selama manuver Dix-Hallpike (Parnes et al, 2003).

b. Benign Paroxysmal Positional VertigoTipe Kanalis Lateral

BPPV tipe kanalis lateral adalah tipe BPPV yang paling banyak kedua. BPPV tipe kanalis lateral sembuh jauh lebih cepat dibandingkan dengan BPPV tipe kanal posterior. Hal ini dikarenakan kanal posterior tergantung di bagian inferior dan barier kupulanya terdapat pada ujung yang lebih pendek dan lebih rendah. Debris yang masuk dalam kanalis posterior akan terperangkap di dalamnya. Sedangkan kanalis lateral memiliki barier kupula yang terletak di ujung atas. Karena itu, debris bebas yang terapung di kanalis lateral akan cenderung untuk mengapung kembali ke utrikulus sebagai akibat dari pergerakan kepala (Parnes et al, 2003).

Dalam kanalitiasis pada kanalis lateral, partikel paling sering terdapat di lengan panjang dari kanal yang relatif jauh dari ampula. Jika pasien melakukan pergerakan kepala menuju ke sisi telinga yang terkena, partikel akan membuat aliran endolimfe ampulopetal, yang bersifat stimulasi pada kanal lateral. Nistagmus geotropik (fase cepat menuju tanah) akan terlihat. Jika pasien berpaling dari sisi yang terkena, partikel akan menciptakan arus hambatan ampulofugal. Meskipun nistagmus akan berada pada arah yang berlawanan, itu akan tetap menjadi nistagmus geotropik, karena pasien sekarang menghadap ke arah berlawanan. Stimulasi kanal menciptakan respon yang lebih besar daripada respon hambatan, sehingga arah dari gerakan kepala yang menciptakan respon terkuat (respon stimulasi) merupakan sisi yang terkena pada geotropik nistagmus (Parnes et al, 2003).

Kupulolitiasis memiliki peranan yang lebih besar pada BPPV tipe kanalis lateral dibandingkan tipe kanal posterior. Karena partikel melekat pada kupula, vertigo sering kali berat dan menetap saat kepala berada dalam posisi provokatif. Ketika kepala pasien dimiringkan ke arah sisi yang terkena, kupula akan mengalami defleksi ampulofugal (inhibitory) yang menyebabkan nistagmus apogeotrofik. Ketika kepala dimiringkan ke arah yang berlawanan akan menimbulkan defleksi ampulopetal (stimulatory), menghasilkan nistagmus apogeotrofik yang lebih kuat. Karena itu, memiringkan kepala ke sisi yang terkena akan menimbulkan respon yang terkuat. Apogeotrofik nistagmus terdapat pada 27% dari pasien yang memiliki BPPV tipe kanal lateral (Parnes et al, 2003).

(6)

2.2.4 Diagnosis

A. Anamnesis

Pasien biasanya mengeluh vertigo dengan onset akut kurang dari 10-20 detik akibat perubahan posisi kepala. Posisi yang memicu adalah berbalik di tempat tidur pada posisi lateral, bangun dari tempat tidur, melihat ke atas dan belakang, dan membungkuk. Vertigo bisa diikuti dengan mual (Johnson J et al, 2004).

B. Pemeriksaan fisik

Pasien memiliki pendengaran yang normal, tidak ada nistagmus spontan, dan pada evaluasi neurologis normal (Johnson J & Lalwani AK, 2004). Pemeriksaan fisik standar untuk BPPV adalah : Dix-Hallpike dan Tes kalori (Teixeira L.J., 2006).

a. Tes Dix-Hallpike

Tes ini tidak boleh dilakukan pada pasien yang memiliki masalah dengan leher dan punggung. Tujuannya adalah untuk memprovokasi serangan vertigo dan untuk melihat adanya nistagmus.

Cara melakukannya sebagai berikut :

1. Pertama-tama jelaskan pada penderita mengenai prosedur pemeriksaan, dan vertigo mungkin akan timbul namun menghilang setelah beberapa detik.

2. Penderita didudukkan dekat bagian ujung tempat periksa, sehingga ketika posisi terlentang kepala ekstensi ke belakang - , penderita diminta tetap membuka mata untuk melihat nistagmus yang muncul.

3. Kepala diputar menengok ke kanan (kalau kanalis semisirkularis posterior yang terlibat). Ini akan menghasilkan kemungkinan bagi otolith untuk bergerak, kalau ia memang sedang berada di kanalis semisirkularis posterior.

4. Dengan tangan pemeriksa pada kedua sisi kepala penderita, penderita direbahkan sampai kepala tergantung pada ujung tempat periksa. 5. Perhatikan munculnya nistagmus dan keluhan vertigo, posisi tersebut

dipertahankan selama 10-15 detik.

6. Komponen cepat nistagmus harusnya up-bet (ke arah dahi) dan ipsilateral.

(7)

7. Kembalikan ke posisi duduk, nistagmus bisa terlihat dalam arahyang berlawanan dan penderita mengeluhkan kamar berputar kearah berlawanan.

8. Berikutnya manuver tersebut diulang dengan kepala menoleh ke sisi kiri dan seterusnya.

Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan provokasi ke belakang, namun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak lagi nistagmus. Pada pasien BPPV setelah provokasi ditemukan nistagmus yang timbulnya lambat, 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang dari satu menit bila sebabnya kanalitiasis, pada kupulolitiasis nistagmus dapat terjadi lebih dari satu menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul bersamaan dengan nistagmus (Teixeira L.J., 2006).

Gambar 2.2 Dix-Hallpike (Teixeira L.J., 2006)

b. Tes Kalori

Tes kalori ini dianjurkan oleh Dix dan Hallpike. Pada cara ini dipakai 2 macam air, dingin dan panas. Suhu air dingin adalah , sedangkan suhu air panas adalah . Volume air yang dialirkan ke dalam liang telinga masing-masing 250 ml, dalam waktu 40 detik. Setelah air dialirkan, dicatat lama nistagmus yang timbul. Setelah telinga kiri diperiksa dengan air dingin, diperiksa telinga kanan dengan air dingin juga. Kemudian telinga kiri dialirkan air panas, lalu telinga dalam. Pada tiap-tiap selesai pemeriksaan (telinga kiri atau kanan atau air dingin atau

(8)

air panas) pasien diistirahatkan selama 5 menit (untuk menghilangkan pusingnya) (Teixeira L.J., 2006).

c. Tes Supine Roll

Jika pasien memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV dan hasil tes Dix-Hallpike negatif, dokter harus melakukan supine roll test untuk memeriksa ada tidaknya BPPV kanal lateral. BPPV kanal lateral atau disebut juga BPPV kanal horisontal adalah BPPV terbanyak kedua. Pasien yang memiliki riwayat yang sesuai dengan BPPV, yakni adanya vertigo yang diakibatkan perubahan posisi kepala, tetapi tidak memenuhi kriteria diagnosis BPPV kanal posterior harus diperiksa ada tidaknya BPPV kanal lateral (Bhattacharyya N et al, 2008).

Gambar 2.3 Supine Roll (Teixeira L.J., 2006)

Dokter harus menginformasikan pada pasien bahwa manuver ini bersifat provokatif dan dapat menyebabkan pasien mengalami pusing yang berat selama beberapa saat. Tes ini dilakukan dengan memposisikan pasien dalam posisi supinasi atau berbaring terlentang dengan kepala pada posisi netral diikuti dengan rotasi kepala 90 derajat dengan cepat ke satu sisi dan dokter mengamati mata pasien untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus. Setelah nistagmus mereda (atau jika tidak ada nistagmus), kepala kembali menghadap ke atas dalam posisi supinasi. Setelah nistagmus lain mereda, kepala kemudian diputar/ dimiringkan 90 derajat ke sisi yang berlawanan, dan mata pasien diamati lagi untuk memeriksa ada tidaknya nistagmus (Bhattacharyya N et al, 2008).

(9)

C. Diagnosis Banding

a. Vestibular Neuritis

Vestibular neuronitis penyebabnya tidak diketahui, pada hakikatnya merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, serta tidak mampu berdiri atau berjalan. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian pasien perlu dirawat di Rumah Sakit wrtuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan, serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan pendengaran (Anderson et al, 1998).

b. Labirintitis

Labirintitis adalah suatu proses peradangan yang melibatkan mekanisme telinga dalam. Terdapat beberapa klasifikasi klinis dan patologik yang berbeda. Proses dapat akut atau kronik, serta toksik atau supuratif. Labirintitis toksik akut disebabkan suatu infeksi pada struktur didekatnya, dapat pada telinga tengah atau meningen tidak banyak bedanya. Labirintitis toksik biasanya sembuh dengan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular. Hal ini diduga disebabkan oleh produk-produk toksik dari suatu infeksi dan bukan disebabkan oleh organisme hidup. Labirintitis supuratif akut terjadi pada infeksi bakteri akut yang meluas ke dalam struktur-struktur telinga dalam. Kemungkinan gangguan pendengaran dan fungsi vestibular cukup tinggi. Yang terakhir, labirintitis kronik dapat timbul dari berbagai sumber dan dapat menimbulkan suatu hidrops endolimfatik atau perubahan-perubahan patologik yang akhirnya menyebabkan sklerosi labirin (Anderson et al, 1998).

c. Penyakit Meniere

Penyakit Meniere adalah suatu kelainan labirin yang etiologinya belum diketahui, dan mempunyai trias gejala yang khas, yaitu gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa. Patofisiologinya pembengkakan endolimfe akibat penyerapan endolimfe dalam skala media oleh stria vaskularis terhambat. Manifestasi klinis yang dialami penderita Meniere adalah vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15 menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai pengurnngan pendengaran, tinitus yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama hebat sekali, dapat disertai gejala vegetatif Serangan lanjutan lebih ringan meskipun frekuansinya bertambah (Mansjoer, 2001).

(10)

D. Penatalaksanan

Penatalaksanaan utama pada BPPV adalah manuver untuk mereposisi debris yang terdapat pada utrikulus. Yang paling banyak digunakan adalah manuver epley seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Manuver mungkin diulangi jika pasien masih menunjukkan gejala-gejala. Bone vibrator bisa ditempatkan pada tulang mastoid selama manuver dilakukan untuk menghilangkan debris (Johnson et al,2001).

Gambar 2.4. Epley Manuver

Pasien digerakkan dalam 4 langkah, dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan pada sisi yang memicu.

1. Pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda.

2. Kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah.

3. Seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah.

4. Langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang berlawanan pada langkah (Wreksoatmojo, 2009).

Operasi dilakukan pada sedikit kasus pada pasien dengan BPPV berat. Pasien ini gagal berespon dengan manuver yang diberikan dan tidak terdapat kelainan patologi intrakranial pada pemeriksaan radiologi. Gangguan BPPV disebabkan oleh respon stimulasi kanalis semisirkularis posterior, nervus ampullaris, nervus vestibuler superior, atau cabang

(11)

utama nervus vestibuler. Oleh karena itu, terapi bedah tradisional dilakukan dengan transeksi langsung nervus vestibuler dari fossa posterior atau fossa medialis dengan menjaga fungsi pendengaran (Johnson dan Lalwani, 2004).

E. Prognosis

Prognosis setelah dilakukan CRP biasanya bagus. Remisi dapat terjadi spontan dalam 6 minggu, meskipun beberapa kasus tidak terjadi. Dengan sekali pengobatan tingkat rekurensi sekitar 10-25% (Li dan Epley, 2009).

2.3 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil „tahu‟ dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindaraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indra mata dan telinga. Ada enam tingkatan pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know)

Kemampuan mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan dan menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya.

c. Aplikasi (application)

Kemampuan untuk menerapkan suatu kaidah metode bekerja pada suatu kasus dan masalah yang nyata.

d. Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

f. Evaluasi (evaluation)

Kemampuan melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

Gambar

Gambar 2.1  Anatomi Labirin (Balasubramanian, 2009)
Gambar 2.2  Dix-Hallpike (Teixeira L.J., 2006)  b.  Tes Kalori
Gambar 2.3  Supine Roll (Teixeira L.J., 2006)
Gambar 2.4.  Epley Manuver

Referensi

Dokumen terkait

Melalui terminal yang sama pengguna juga dapat mengetahui berbagai jenis informasi yang berkaitan dengan perpustakaan antara lain buku-buku baru minggu atau bulan terakhir, status

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya meliputi pengaruh pembelajaran berbasis masalah terhadap kemampuan literasi sains siswa SD di kelas V pada materi

Hati membuat kolesterol, sangat banyak, sekitar ¾ gram sehari, dari berbagai sumber, termasuk asetat, suatu garam organik yang terbentuk pada metabolisme normal, kolesterol diet dan

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui sifat fisis seperti tebal, diameter, massa, struktur; sifat mekanis seperti kuat tarik saat putus dan pemuluran panjang

Bila kebijakan perburuhan reformasi yang membatasi buruh beridiologi pembangunanisme, maka dengan UU 25 tahun 1997 dan tiga undang-undang turunannya

(7) Bentuk dan isi slip setoran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari

Untuk menentukan batas maritim antara Indonesia dengan Timor Leste pada Selat Wetar dan Selat Ombai yang adil bagi kedua negara tersebut berdasarkan Konvensi Hukum