• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS. Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009 TESIS. Oleh"

Copied!
133
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

REINHARD H. SIANIPAR

077031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

Reinhard H. Sianipar : Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar Tpa Sampah Terjun Kecamatan Medan MarelanTahun 2009, 2009

(2)

ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA

MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN

KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Kesehatan dalam Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan

Industri pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

REINHARD H. SIANIPAR

077031007/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

(3)

Judul Tesis : ANALISIS RISIKO PAPARAN HIDROGEN SULFIDA PADA MASYARAKAT SEKITAR TPA SAMPAH TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2009

Nama Mahasiswa : Reinhard H.Sianipar Nomor Pokok : 077031007

Program Studi : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (dr. Surya Dharma, MPH) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Prof.Dr.Ir.T.Chairunissa, MSc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal : 8 April 2009

____________________________________________________________________

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS. Anggota : dr. Surya Dharma, MPH.

Prof. Harlem Marpaung, Ph.D Ir.Indra Chahaya, M.Si.

(5)

PERNYATAAN

Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009

Tesis

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka

Medan, A p r i l 2009

(6)

ABSTRAK

Hidrogen sulfida merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun, mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar asam sulfida terutama dari udara. Paparan hidrogen sulfida dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit kepala dan batuk kronis.

Obyek dalam penelitian ini adalah udara ambien mengandung hidrogen sulfida yang memiliki risiko gangguan terhadap kesehatan. Penelitian ini dilakukan pada lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun dan sekitarnya. Jumlah sampel yang diambil sebagai subyek adalah 40 orang di TPA Terjun dan 40 orang di luar TPA Terjun.Rancangan penelitian adalah crossectional dengan menggunakan uji

chi-square..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Terjun dan luar TPA Terjun adalah 0,0290 mg/m³ (SD = 0,02023) dan 0,0033 mg/m³ (SD = 0,00057). Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida pada kedua wilayah penelitian tersebut. Rata-rata besar risiko (RQ) di TPA Terjun adalah 2,3 (SD=1,5068) dan di luar TPA Terjun adalah 0,4 (SD=0,2788).Hasil uji statistik p < 0,05 bahwa ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan antara masyarakat yang tinggal di TPA dengan masyarakat yang tinggal di luar TPA dengan OR= 12 (95% CI = 3,751- 36,290).

Berdasarkan hasil penelitian ini terlihat bahwa keberadaan TPA mempengaruhi kualitas udara lingkungan sekitar TPA, khususnya hidrogen sulfida yang memiliki tingkat risiko. Untuk itu bagi Pemerintahan Kota Medan agar mempertimbangkan perubahan sistem pengelolaan TPA Terjun. Salah satu alternatifnya adalah dengan menggunakan sistem sanitary landfill. Bagi dinas kesehatan kota Medan khususnya, diharapkan mampu melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat yang terbukti memiliki risiko yang tinggi akan terkena toksisitas hidrogen sulfida di kemudian hari.

Kata Kunci : Hidrogen Sulfida, Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Analisis Risiko Kesehatan, Besar Risiko

(7)

ABSTRACT

Sulfide Hydrogen (H2S) is a colorless gas, very poisonous, flammable,and have odor of rotten eggs charateristic.This gas can cause impact to health. Human being of exposure sulfide hydrogen especially from air. Exposure sulfide hydrogen with low concentration within old ones can cause permanent like trouble of breath, headaches and cough chronicly.

Object in this research is air of ambient of sulfide hydrogen owning trouble risk to health.This research was done in Garbage Dump Site Terjun area and out of this area. Amount of taken sample as subject were 40 people in Garbage Dump Site Terjun area and 40 people out of area. Design research is crossectional with test of chi-square.

The result showed that the average hydrogen sulfide concentration as 0.0290 mg/m³ ((SD = 0.02023) and 0.0033 mg/m³ (SD = 0.00057), respectively. The result was significant different statistically (p < 0.05) for hydogen sulfide concentration from study area. The average RQ showed 2.3 (SD=1.5068) for RQ in Garbage Dump Site Area and 0.4 (SD=0.2788) for RQ in out of Garbage Dump Site Area.The result was significant different statistically (p<0.05) for RQ value, with OR= 12 (95% CI = 3,751- 36,290).

It is recomended that The Government of Medan City should changed open dumping system in Garbage Dump Site Terjun Area to sanitary landfill. Department of Health of Medan City especially, should be able to apply risk management to the community in the Garbage Dump Site Terjun Area.

Keywords : Hydrogen Sulfide, Garbage Dump Site Area, Health Risk Assessment, Risk Quotient

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang maha Esa atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Proses penulisan dapat terwujud berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B, MSc.,Direktur Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

2. Dr.Dra.Irnawati Marsaulina,MS.,Ketua Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, dan Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis

3. dr. Surya Dharma, MPH., selaku anggota Komisi Pembimbing penulisan tesis

4. Prof. Harlem Marpaung, Ph.D dan Ir. Indra Chahaya S, M.Si., selaku dosen pembanding tesis

5. Keluarga tercinta : Istri Maria Depari, ST, serta kedua buah hati Yehuda Sianipar dan Grace Sianipar yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi bagi penulis

(9)

6. Teman-teman MKLI angkatan 2007 yang telah mendukung penulis

7. Semua pihak yang telah ikut memberikan masukan kepada penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, A p r i l 2009

Penulis,

(10)

RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS

Nama : Reinhard H.Sianipar

Tempat/Tgl Lahir : Medan/10 Desember 1971

Agama : Kristen

Status Perkawinan : Menikah Jenis Kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : PNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan Alamat Rumah : Jl. Kemiri Ujung No.A5 Komp.Graha Taman Sari, Medan

Alamat Kantor : Jl. Willem Iskandar Psr V No.2 Medan Estate

No.HP : 081373498897

PENDIDIKAN

1987 - 1990 : SMA Negeri 1 Medan

1991 - 1998 : FMIPA Jurusan Farmasi Universitas Sumatera Utara 1998 - 1999 : Pendidikan Profesi Apoteker Universitas Sumatera Utara 2007 – saat ini : Program Pascasarjana Manajemen Kesehatan Lingkungan

Industri PEKERJAAN

1999 – 2003 : Ka.Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Curup 2003 – 2004 : Dinas Kesehatan Kabupaten Rejang Lebong

(11)

2004 – 2006 : Balai Pengawas Obat dan Makanan di Bengkulu 2006 – saat ini : Balai Pengawas Obat dan Makanan di Medan

KURSUS/PELATIHAN

11 – 15 Mei 2004 : TOT Penyuluhan Keamanan Pangan di BPOM Bengkulu 27 – 1 Juli 2004 : Pelatihan Inspektur Apotek dan Toko Obat Kab/Kota

18 – 20 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Satu Keamanan Pangan 23 – 25 Agustus 2004 : Pelatihan Instruktur Piagam Bintang Dua Keamanan Pangan 6–17 September 2004 : Pelatihan Teknis Pengujian Dasar Produk Pangan dan Bahan

Berbahaya

9 – 14 Agustus 2005 : Pelatiahn Surveilan KLB Keracunan Pangan 7 – 8 September 2005 : Pelatihan Audit Internal

28–30 September 2005:Seminar dan Bimtek Sentra Informasi Keracunan Daerah 21-22 November 2005: Validation of Analytical Methods, di Jakarta

12-16 Juni 2006 : Pelatihan Surveilan Keamanan Pangan, di Bengkulu 21 April 2007 : Features and Benefits on Hitachi HPLC, di Medan

9-11 April 2007 : Pelatihan Penilaian dan Pengelolaan Risiko Bahan Kimia Berbahaya

18-28 Juni 2007 : Pelatihan Dasar Mikrobiologi

23-3 November 2007 : Pelatihan Internal Mikrobilogi Lanjutan

22-24 Februari 2008: Pelatihan Penanggulangan Bencana Terpadu di Provinsi Sumatera Utara

(12)

28 Mei 2008 : Biosafety by Merck

10 Februari 2009 : Training Good Weigh Practice (GWP) by Mettler Toledo 3 – 13 Mei 2009 : Pelatihan Regional Mikrobiologi di BBPOM Makassar

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... viii

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1.Latar Belakang... 1 1.2.Perumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian... 4 1.3.1.Tujuan Umum... 4 1.3.2.Tujuan Khusus... 4 1.4 Hipotesis... 5 1.5. Manfaat Penelitian... 5

1.6.Ruang Lingkup Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 7

2.1 Sampah Padat... 7

2.2.Karakteristik Sampah... 8

2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida)…... 9

2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida)... 9

2.3.2. Penggunaan H2S... 10

2.3.3. Sumber-sumber Paparan Hidrogen Sulfida... 10

(14)

2.4.1. Absorbsi... 11

2.4.2. Distribusi... 12

2.4.3. Metabolisme... 12

2.4.4. Ekskresi... 13

2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida... 13

2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan... 13

2.7.Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)... 14

2.7.1. Konsep dan Definisi... 14

2.7.2. Model Analisis Risiko Kesehatan Lingkungan…... 15

2.7.2.1. Perumusan Masalah ... 16

2.7.2.2. Identifikasi Bahaya (hazard identification).... 17

2.7.2.3. Analisis Pemaparan (exposure assessment).... 17

2.7.2.4. Analisis Efek (effect assesment)... 18

2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non karsi- nogen H2S……….. 20

2.7.2.6. Karakteristik Risiko (risk characterization)... 20

2.7.2.7. Manajemen Risiko... 21

2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA)... 22

2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara... 24

2.10.Kerangka Teori... 24

2.11.Kerangka Konsep Penelitian... 27

2.12.Studi Cross-Sectional... 27

2.13.Teknik Statistik dalam Analisis... 30

BAB III METODE PENELITIAN... 32

3.1. Jenis Penelitian... 32

3.2. Lokasi Penelitian... 32

3.3. Waktu Penelitian... 32

(15)

3.4.1.Populasi.. ... 33

3.4.2.Sampel... 33

3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam udara ... 36

3.5.1. Prinsip Metoda Analisa... 36

3.5.2. Alat dan Bahan... 37

3.5.3. Prosedur Pembuatan Kurva Kalibrasi... 38

3.5.4. Prosedur Perlakuan dan Pengambilan Sampel... 38

3.5.5. Cara Analisa... 39

3.5.6. Reaksi... 39

3.6. Metode Pengumpulan Data... 40

3.6.1.Sumber Data... 40

3.6.2.Pengumpulan Data... 40

3.7. Variabel dan Definisi Operasional... 41

3.7.1. Variabel... 41

3.7.2 Definisi Operasional... 42

3.8. Teknik Pengumpulan Data... 42

3.9. Pengolahan Data…………..………... 43

3.10 Metode Analisa Data…... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN... 47

4.1. Deskripsi Wilayah Penelitian... 47

4.1.1 Gambaran Umum Wilayah... 47

4.1.2 Keadaan Penduduk... 47

4.1.3 Tata Guna Lahan... 48

4.1.4 Data Jumlah Penyakit Terbesar... 49

4.2. Analisis Risiko... 50

4.2.1 Analisis Pemaparan (exposure assessment)... 50

4.2.2 Karakteristik Risiko (risk characterization)...…… 52

4.3. Hasil Analisa Univariat ... 52 4.3.1.Distribusi Konsentrasi HidrogenSulfidadalam Udara

(16)

Ambien di TPA Terjun Tahun 2009...…….. 55

4.3.2.Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien di Luar TPA Terjun ... 56

4.3.3 Distribusi Laju Asupan Udara Per Hari (R)... 56

4.3.4 Distribusi Durasi Paparan (Dt)... 57

4.3.5 Distribusi Berat Badan (Wb)... 57

4.3.6 Distribusi Asupan (Intake) Hidrogen Sulfida...……. 58

4.3.7 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat Menurut Tempat Tinggal Responden... 58

4.3.8 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di TPA Terjun... 59

4.3.9 Distribusi Besar Risiko (RQ) Kesehatan Masyarakat di Luar TPA Terjun... 59

4.4. Hasil Analisa Bivariat... 59

4.4.1 Hubungan Konsentrasi Hidrogen Sulfida dalam Udara Ambien dengan Besar Risiko (RQ)... 60

4.4.2 Hubungan Laju Asupan Udara (R) dengan Besar Risiko (RQ)... 61

4.4.3 Hubungan Durasi Paparan (Dt) dengan Besar Risiko (RQ)... 62

4.4.4 Hubungan Berat Badan (Wb) dengan Besar Risiko (RQ)... 63

4.4.5 Hubungan Tempat Tinggal dengan Besar Risiko(RQ) 63

BAB V PEMBAHASAN... 65

5.1. Pembahasan Hasil Penelitian... 65

5.1.1 Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien... 65

5.1.2 Laju Asupan Udara yang mengandung Hidrogen Sulfida... 67

(17)

5.1.4 Berat Badan... 68

5.1.5 Besar Risiko (RQ) menurut Tempat Tinggal... 69

5.2. Keterbatasan penelitian... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 72

6.1. Kesimpulan... 72

6.2 Saran... 73

6.2.1 Bagi Instansi Terkait... 73

6.2.2 Bagi Ilmu Pengetahuan……… 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(18)

DAFTAR TABEL

No.

Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.

Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan... Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-rata Anggota Rumah Tangga di Lokasi Penelitian Tahun 2008... Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008... Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H2S dalam Udara (C),Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Distribusi Frekuensi Konsentrasi H2S dalam Udara (C),Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Distribusi Konsentrasi Hidrogen Sulfida (mg/m³) dalam Udara Ambien menurut Tempat Tinggal Responden di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009... Distribusi Besar Risiko Kesehatan (RQ) Masyarakat Menurut Tempat Tinggal Responden... Hasil Analisa Chi - Square Distribusi Konsentrasi H2S dalam udara (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... 18 48 50 53 54 55 58 60

(19)

DAFTAR GAMBAR

No.

Judul Halaman

1. 2. 3.

Draft Model Analisa Risiko... Kerangka Teori Penelitian... Kerangka Konsep Penelitian...

16 26 27

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Kuesioner Penelitian... Perhitungan Intake dan Besarnya Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat Akibat Menghirup Udara yang mengandung H2S di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2009... Peta Kecamatan Medan Marelan, Kota Medan... Peta Lokasi Penelitian... Kurva Histogram Distribusi Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien di TPA dan Luar TPA Terjun Tahun 2009... Kurva Histogram Distribusi Laju Asupan Udara udara di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Kurva Histogram Distribusi Durasi Paparan di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Kurva Histogram Distribusi Berat Badan di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Kurva Histogram Distribusi Intake H2S di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Kurva Histogram Distribusi Besar Risiko di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Upaya Pengelolaan / Manajemen Risiko bagi Masyarakat di TPA dan Luar TPA Terjun... Surat Keterangan Hasil Uji H2S dalam Udara Ambien...

78 82 86 87 88 89 90 91 92 93 94 97

(21)

13. 14.

15.

16.

Surat Keterangan Arah Angin dan Rata-rata Kecepatan Angin... Statistik Deskriptif dan Uji Normalitas Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake

H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan

Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Analisa Chi – Square dan Risk Estimate Konsentrasi H2S dalam Udara Ambien (C), Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake

H2S dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan

Masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Tahun 2009... Keadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan...

98

99

106 112

(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan suatu gas tidak berwarna, sangat beracun, mudah terbakar dan memiliki karakteristik bau telur busuk. Nama kimia asam sulfida ini adalah dihidrogen sulfida dan dikenal juga sebutan sebagai gas rawa atau asam sulfida (ATSDR, 2000). Gas ini dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi kesehatan. Manusia terpapar terutama asam sulfida dari udara. Gas H2S dengan cepat diserap oleh paru-paru. Pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi mata, hidung atau kerongkongan. Bahkan dapat terjadi kesulitan pernafasan pada penderita asma. Konsentrasi lebih tinggi dari 500 ppm dapat mengakibatkan hilangnya kesadaran dan mungkin kematian. Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan (US EPA, 2003)

Paparan H2S dengan konsentrasi rendah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan efek permanen seperti gangguan saluran pernafasan, sakit kepala, dan batuk kronis. Ada beberapa bukti untuk menyatakan bahwa ada hubungan paparan asam sulfida dengan risiko keguguran spontan (Xu et.al,1998).

(23)

Sumber paparan gas rawa ini berasal dari gudang penyimpanan pupuk, pabrik kertas, industri tekstil, gunung berapi, pengeboran minyak tanah dan gas alam, pengolahan limbah cair dan tempat pembuangan akhir sampah.

Tempat pembuangan akhir sampah dengan sistem open dumping menimbulkan bau telur busuk karena tumpukan sampah mengalami dekomposisi secara alamiah menghasilkan gas H2S, metana dan amoniak. Bau ini dapat menyebar di TPA dan sekitarnya sehingga menurunkan kualitas udara (Soemirat, 2003)

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan adalah sebuah kawasan yang merupakan muara pembuangan sampah dari hampir seluruh penjuru kota Medan. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun telah beroperasi sejak 7 Januari 1994, dengan sistem open dumping dengan luas areal 14 Ha, 4 km dari sungai Deli, 6 km dari garis pantai, dan 14 km dari pusat kota. Timbunan sampah padat dan kurangnya sistem sanitasi menyebabkan polusi lingkungan dan terancamnya kesehatan komunitas masyarakat yang tinggal di TPA dan sekitarnya. Masyarakat miskin, kumuh, kurang pendidikan dan pekerjaan sebagai pemulung adalah gambaran masyarakat yang tinggal di daerah ini. Ketidaktahuan dan ketidakmampuan dalam hal keuangan memaksa mereka untuk tetap tinggal di daerah yang sangat rentan terhadap berbagai macam gangguan kesehatan. Salah satu paparan yang terus-menerus harus mereka hadapi setiap hari adalah paparan terhadap udara tercemar dari bau telur busuk yang mengandung H2S sangat berpeluang menimbulkan gangguan sistem pernafasan.

(24)

Menurut penelitian Mardiani (2006) tentang Hubungan Kualitas Udara Ambien dan Vektor terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah menunjukkan bahwa kadar gas H2S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter dari TPA. Studi AMDAL terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989 menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas disertai bau busuk, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi (Noriko, 2003).

Meirinda (2008) melakukan pengambilan sampel udara terhadap seluruh rumah masyarakat di TPA sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan. Dari hasil pemeriksaan parameter gas polutan menunjukkan konsentrasi H2S berada diatas kadar maksimum yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Kesehatan Lingkungan Hidup Nomor KEP-50/MENLH/11 /1996 Baku Tingkat Kebauan. .

Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 1.840 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di puskesmas selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2007. Hal ini disebabkan ada hubungan dengan tingginya pencemaran udara yang berasal dari TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan.

(25)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan tingginya konsentrasi hidrogen sulfida di TPA Sampah, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut: Perlu diteliti besar risiko gangguan kesehatan pada masyarakat yang terpapar udara mengandung hidrogen sulfida di TPA Sampah dan di luar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk menganalisa besaran risiko gangguan kesehatan masyarakat disekitar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan terhadap paparan dari udara yang mengandung hidrogen sulfida tahun 2009

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk menganalisa rata-rata konsentrasi gas hidrogen sulfida dalam udara di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009

2. Untuk menganalisa rata-rata laju asupan udara yang mengandung hidrogen sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2009.

3.Untuk menganalisa rata-rata durasi paparan udara yang mengandung hidrogen sulfida yang diperoleh di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan pada tahun 2009.

(26)

4.Untuk menganalisa rata-rata berat badan masyarakat terpapar udara yang mengandung hidrogen sulfida di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009.

5.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009.

6.Untuk menganalisa ada tidaknya perbedaan besar risiko gangguan kesehatan masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun kota Medan tahun 2009.

1.4. Hipotesis

Ada perbedaan besar risiko gangguan kesehatan pada masyarakat yang tinggal di TPA Sampah Terjun dengan masyarakat yang tinggal luar TPA Sampah Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009..

1.5. Manfaat Penelitian

1.Memberikan informasi kepada instansi terkait mengenai jumlah proporsi masyarakat di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang mempunyai risiko keracunan hidrogen sulfida akibat terpapar udara yang mengandung hidrogen sulfida

2. Sebagai informasi awal kepada pengambil kebijakan khususnya Pemerintah Kota Medan untuk melakukan manajemen risiko terhadap masyarakat di TPA dan Luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang memiliki risiko keracunan hidrogen sulfida karena menghirup udara mengandung H2S. 3. Bagi peneliti merupakan suatu kesempatan yang baik untuk dapat menambah

(27)

kandungan hidrogen sulfida dalam udara terhadap kesehatan masyarakat yang menghirupnya.

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini adalah sebuah studi crossectional tentang paparan hidrogen sulfida yang terkandung dalam udara. Pendekatan analisa risiko kesehatan lingkungan digunakan untuk menghitung besaran resiko kesehatan masyarakat akibat menghirup udara yang mengandung H2S. Kelebihan analisis risiko kesehatan lingkungan adalah mampu meramalkan risiko menurut proyeksi pemaparan ke depan. Kemampuan ini maka risiko gangguan kesehatan yang akan terjadi pada masa yang akan datang akibat risk agent yang ada di lingkungan, dapat dicegah.

Subjek penelitian adalah masyarakat yang tinggal di TPA dan luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2008. Sedangkan, objek penelitian ini adalah udara ambien dari wilayah penelitian ini dilakukan yang diuji konsentrasi hidrogen sulfidanya. Lokasi penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu di TPA dan diluar TPA. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan konsentrasi hidrogen sulfida dari kedua lokasi tersebut.

Dalam penelitian ini, analisa risiko kesehatan akibat menghirup udara dibatasi hanya berdasarkan asupan melalui paparan secara inhalasi dari udara yang dihirup di wilayah studi, tidak memperhitungkan asupan dari bahan makanan yang mengandung asam sulfida . Selain itu jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit, juga tidak diperhitungkan.

(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah Padat

Menurut defenisinya, sampah adalah bahan / benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia ( Kusnoputranto, 2000)

Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan berasal dari pemukiman penduduk, tempat umum, tempat perdagangan, sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan dan pertanian ( Chandra, 2007 )

Berdasarkan zat kimia yang terkandung di dalamnya, sampah padat terbagi atas : 1. Zat organik ( sisa makanan, daun, sayur dan buah) 2. Zat anorganik (logam, pecah-belah, abu, dan lain-lain ). Sedangkan berdasarkan dapat atau tidaknya membusuk, terdiri dari : 1. Mudah membusuk ( sisa makanan, potongan daging dan sebagainya) 2. Sulit membusuk ( plastik, karet, dan kaleng ).

Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam sampah dapat berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, CO2, NH3, PO4 dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 dan H2S

(29)

Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi sampah adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar. Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi sampah akan berlangsung secara anaerob.

2.2. Karakteristik Sampah

Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota lain, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim, dan sebagainya. Karakteristik sampah mencakup antara lain :

1. Komposisi sampah, terbagi dalam dua golongan, yaitu :

Komposisi fisik sampah, adalah besarnya persentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari sampah organik yang bersifat mudah membusuk dan sampah anorganik (kertas, kayu, kaca, logam, plastik). Berdasarkan hasil survai di beberapa kota di Indonesia umumnya, sekitar 70-80 % sampah merupakan sampah organik. Komposisi kimia sampah adalah besarnya persentase dari unsur / senyawa yang terkandung dalam sampah. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur carbon, hidrogen, nitrogen, sulfur dan phospor (CHONSP) serta unsur lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak.

2. Densitas (kepadatan) sampah, adalah besaran yang menyatakan berat sampah persatuan volume. Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi (umumnya di negara industri), maka densitasnya lebih

(30)

rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara sedang berkembang berkisar antara 100 samapi dengan 600 kg/m³, sedangkan kepadatan sampah kota Medan rata-rata 250 kg/m³.

3. Kadar air sampah, yaitu besaran (biasanya dalam satuan %) yang menyatakan perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat kering sampah tersebut. Untuk negara berkembang besarnya berkisar antara 50-70 %.

2.3. Tinjauan tentang H2S (asam sulfida) 2.3.1. Identitas dan Sifat H2S (asam sulfida)

Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal, dan menghitamkan berbagai material. Karena H2S lebih berat dari udara, maka H2S sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan sering didapat di sumur-sumur terbuka, saluran air buangan dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metana, dan karbondioksida (Soemirat,2004).

Gas ini merupakan gas tidak berwarna, beracun, sangat mudah terbakar, karakteristik bau telur busuk (sudah tercium pada konsentrasi 0,5 ppb) dengan berat molekul 34,1 dan titik didih : - 77 º F pada tekanan 760 mmHg, rapat gas : 1,2 serta sedikit larut dalam air. Bila terbakar menghasilkan gas SO2 (US EPA,2003)

(31)

2.3.2. Penggunaan H2S

Hidrogen sulfida dapat dimanfaatkan untuk pembuatan asam sulfat, sebagai gas pembakaran dan bahan peledak.

2.3.3. Sumber-Sumber Paparan Hidrogen Sulfida

Hidrogen sulfida adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur, saluran air buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industri tekstil gudang pupuk serta tempat pembusukan sampah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H2S di dalam mulut dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil.

Air

Hidrogen sulfida lebih berat dari pada udara, maka H2S sering terkumpul di udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air permukaan dan dapat sedikit larut dalam air. Tetapi H2S dapat menguap dari air permukaan kembali ke udara sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil.

Udara

Pada umumnya manusia dapat mengenali bau H2S ini dengan konsentrasi 0,0005 ppm sampai dengan 0,3 ppm. Bila konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya terutama sebagai gas dan menyebar di udara pada lapisan bawah, dekat dengan manusia. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam – 3 hari. Selama waktu itu hidrogen sulfida dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2).

(32)

Jumlah konsentrasi hidrogen sulfida dalam udara (ambien ) di Amerika Serikat berkisar antara 0,11 – 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang dilaporkan 0,02 – 0,07 ppb.

Bencana di Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas di dalam industri kilang minyak di Mexico dekat Gulf of Mexico. Kebocoran H2S yang berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul 10 – 20 menit sejak mulai kebocoran.Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal.

Makanan

Paparan H2S melalui makanan relatif kecil. Jadi masuknya gas H2S ke dalam tubuh diabaikan.

2.4. Toksikokinetik

Pada saat gas ini akan masuk ke dalam tubuh manusia, maka zat tersebut akan mengalami absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.

2.4.1. Absorbsi

Hidrogen sulfida lebih banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari pada paparan lewat oral. Hidrogen sulfida yang terserap melalui kulit sangat kecil (ATSDR, 2000).

Absorbsi dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel hidrogen sulfida yang kecil dapat mencapai saluran nafas bawah di mana hidrogen sulfida dapat diabsorbsi. Partilkel dengan ukuran kecil akan mengalami penetrasi pada sacus

(33)

macrrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi dalam darah. Zona alveolar

merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas 50 sampai 100 m². Gas pada alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang tergantung pada kelarutan gas tersebut. ( Mukono, 2005).

Saluran pencernaan makanan merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi paparan H2S, karena kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak ada laporan dari ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H2S mengalami diare.

Jalur paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable dan sebagai pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah. Perpindahan bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat lambat. Hal tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara perlahan maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect). 2.4.2. Distribusi

Kadar hidrogen sulfida yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma, cairan interstitial dan cairan intracelular. Setelah memasuki darah akan didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh (sistemik).Laju distribusi akan menuju ke setiap organ di dalam tubuh. Mudah tidaknya zat ini melewati dinding kapiler dan membran sel dari suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut. 2.4.3. Metabolisme

Hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang

(34)

mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi.

2.4.4. Ekskresi

Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi hidrogen sulfida dari tubuh. Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru. 2.5. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida

Hal ini disebabkan hidrogen sulfida menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah ketidakseimbangan asam-basa. Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi, sehingga terjadi kematian dan terhentinya pernafasan (US EPA, 2003) 2.6. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan

a. Efek akut

Laporan dari studi yang banyak dan konsisten dengan observasi dari bau yang dideteksi dan menunjukkan gejala pusing dari H2S yang dihasilkan dari geyser (Cal EPA,1999)

Gas H2S dengan konsentrasi 500 ppm, dapat menimbulkan kematian, edema

pulmonary, dan asphyxiant

b. Efek kronis

Sebuah studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena polutan H2S pada konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus, Finlandia dilaporkan 1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m³) , 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb

(35)

(152 µg/m³) maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah tetangganya (Parti-Pellinen, et al.1996)

2.7. Analisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL) 2.7.1. Konsep dan Defenisi

IPCS (2004) mendefenisikan analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam keadaan tertentu (Rahman,2005). Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu. Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,

(36)

bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan datang (Rahman, 2005)

2.7.2. Model Analisis Resiko Kesehatan Lingkungan

Louvar (1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4 langkah utama yaitu : 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification), 2) Analisis Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose

Response Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004),

sedang mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman dari berbagai model yang ada (Rahman, 2005).

Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru (1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal, perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini diharapkan menghasilkan : a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b) Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko.

(37)

Perumusan Masalah Karakterisasi Risiko (pemberitahuan untuk pengambilan keputusan) Analisis Pemajanan (evaluasi konsentrasi atau jumlah agent tertentu yang mencapai populasi sasaran) Identifikasi Bahaya

(identifikasi jenis dan hakekat efek-efek yang merugikan kesehatan)

Karakterisasi Bahaya (uraian kualitatif dan kuantitatif sifat-sifat risk agent yang berpotensi menimbulkan efek merugikan)

Gambar 1.Draft Model Analisa Risiko 2.7.2.1. Perumusan masalah

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis

(38)

lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan kesehatan yang teramati (disease oriented), tingkat pencemaran (agent

oriented, contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya.

2.7.2.2. Identifikasi bahaya (hazard identification)

Identifikasi bahaya adalah langkah identifikasi efek yang merugikan atau kapasitas yang dimiliki suatu bahan yang dapat menyebabkan kerugian (BPOM RI, 2001). Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa

human epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studi

toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Dalam studi-studi ini bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan (Rahman, 2005).

2.7.2.3.Analisis pemaparan (exposure assessment)

Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan, terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru et al, 1996).

(39)

Tabel 1. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan

No Aspek Keterangan

1. Agent Biologis, kimia dan fisika

Agent tunggal, berganda dan campuran

2. Sumber Antropogenik / non antropogenik, area / titik, bergerak/ diam,

indoor / outdoor

3. Media pembawa Udara, air, tanah, debu, makanan dan produk

4. Jalur paparan Menhirup udara yang terkontaminasi, makan makanan yang terkontaminasi, menyentuh permukaan benda

5. Konsentrasi paparan

µg/m³ (udara), mg/kg (makanan), mg/liter (air), % berat 6. Rute paparan Inhalasi, kontak kulit, ingesti, rute berganda

7. Durasi Detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, seumur hidup 8. Frekuensi Kontinu, intermiten, bersiklus, acak

9. Latar paparan Pemukiman/bukan pemukiman, lingkungan kerja/bukan lingkungan kerja, indoor/outdoor

10. Populasi terpapar Populasi umum, sub populasi, individu 11. Lingkup

geografis

Tempat/sumber spesifik, lokal, regional, nasional, internasional, global

12. Kerangka waktu Masa lalu, sekarang, masa depan, tren

Sumber : Kolluru, R.V., Bartel & Pitblado, R.1996

Analisis pemaparan merupakan tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki ketidakpastian (BPOM RI, 2001). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan. Dalam analisis risiko kesehatan manusia, berbagai jalur paparan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total (Total Daily intake) yang dinyatakan sebagai mg/kg/hari.

2.7.2.4. Analisis efek (effect assesment)

Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek yang dialibatkannya.

(40)

Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan terhadap suatu bahan kimia dengan derjaat efek toksik (BPOM RI, 2001).

Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama, karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia, risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2001). Sehingga konsep risiko mengandung pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC (Reference Consentration ). RfC bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah (Rahman, 2005).

Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek fungsional kronis. 6) Efek mematikan.

Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL (No Observed Adverse Effect Level) dengan UF (Uncertainty Factor) x MF (Modifying Factor)

(41)

RfC = . NOAEL . UF x MF

2.7.2.5. Analisis Dosis-Respon untuk efek non-karsinogen H2S

Konsentrasi acuan (RfC) ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang tepapar H2S secara inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan suara tikus menjadi sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC untuk H2S yang terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mg/m³. Asal-usul RfC didasarkan pada suatu nilai NOAEL = 1 mg/m³ dengan nilai LOAEL = 2,6 mg/m³ dengan suatu faktor ketidakpastian 1.

Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H2S dari udara adalah sebagai berikut (US EPA,2003) :

RfC = . 1mg/m³ = 0,001 mg/m³-hari 1 x 1000

dimana : 1mg/m³ = nilai NOAEL

1 = nilai faktor ketidakpastian (uncertainty factor, UF)

1000 =nilai rekomendasi faktor ketidakpastian untuk paparan dalam udara

2.7.2.6.Karakteristik risiko (risk characterization)

Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentarsi acuan (RfC). Rasio antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat RQ. Dalam Analaisa Resiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin

(42)

besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1, maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru et al, 1996). 2.7.2.7. Manajemen risiko

Manajemen risiko adalah upaya yang didasarkan pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu analisis risiko, untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang merugikan kesehatan oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian digunakan untuk memutuskan upaya-upaya pengendalian dengan memperhatikan faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan, sosial, ekonomi dan informasi politik.

Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam skenario sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya.

Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu : 1. Pengendalian secara administratif atau legal

2. Pengendalian secara teknik / teknologi 3. Perlindungan pribadi

Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005).

(43)

2.8. Tinjauan tentang Tempat Pembuangan akhir Sampah (TPA)

Pengolahan sampah metoda pembuangan akhir dilakukan dengan teknik penimbunan sampah. Tujuan utama penimbunan akhir ádalah menyimpan sampah padat dengan cara-cara yang tepat dan menjamin keamanan lingkungan, menstabilkan sampah ( dikonversi menjadi tanah) dan merubahnya ke dalam siklus metabolisme alam. Di tinjau dari segi teknis, proses ini merupakan pengisian tanah dengan menggunakan sampah. Lokasi penimbunan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Ekonomis dan dapat menampung sampah yang ditargetkan b. Mudah dicapai oleh kenderaan-kenderaan pengangkut sampah c. Aman terhadap lingkungan sekitarnya.

Menurut Sastrawijaya (1991), ada dua teknik pengelolaan sampah di TPA sampah, yaitu teknik open dumping dan sanitary landfill. Teknik open dumping adalah cara pembuangan sampah yang sederhana, yaitu sampah dihamparkan di suatu lokasi dan dibiarkan terbuka begitu saja. Setelah lokasi penuh dengan sampah, maka ditinggalkan. Teknik ini sering menimbulkan masalah berupa munculnya bau busuk, menimbulkan pemandangan tidak indah, menjadi tempat bersarangnya tikus, lalat, dan berbagai kutu lainnya, menimbulkan bahaya kebakaran, bahkan sering juga menimbulkan masalah pencemaran air. Oleh karena itu, teknik open dumping sebaiknya tidak perlu dikembangkan, melainkan diganti dengan teknik sanitary

lanfill.

Teknik sanitary lanfill adalah cara penimbunan sampah padat pada suatu hamparan lahan dengan memperhatikan keamanan lingkungan karena telah ada

(44)

perlakuan terhadap sampah. Pada teknik ini sampah dihamparkan hingga mencapai ketebalan tertentu lalu dipadatkan kembali. Pada bagian atas timbunan tanah tersebut dapat dihamparkan lagi sampah yang kemudian ditimbun lagi dengan tanah. Demikian seterusnya hingga terbentuk lapisan-lapisan sampah dan tanah.

Penimbunan sampah yang sesuai dengan persyaratan teknis akan membuat stabilisasi lapisan tanah lebih cepat dicapai. Dasar dari pelaksanaannya adalah meratakan setiap lapisan sampah, memadatkan sampah, dengan menggunakan compactor dan menutupnya setiap hari dengan tanah yang juga dipadatkan. Ketebalan lapisan sampah umumnya sekitar 2 meter, namun boleh juga lebih atau kurang dari 2 meter bergantung pada sifat sampah, metoda penimbunan, peralatan yang digunakan, topografi lokasi penimbunan, pemanfaatan tanah bekas penimbunan, kondisi lingkungan sekitarnya, dan sebagainya. Adapun fungsi lapisan penutup tersebut sebagai berikut :

a. Mencegah tersebarnya bau dan gas yang timbul b. Mencegah berkembangnya vektor penyakit c. Mencegah penyebaran debu dan sampah ringan d. Menjaga agar pemandangan tetap indah

e. Mencegah kebakaran

f. Menciptakan stabilisasi lokasi penimbunan sampah g. Mengurangi volume lindi

(45)

2.9. Gas Hidrogen dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara

Pengaruh sampah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang disebabkan karena kontak yang langsung dengan sampah tersebut. Misalnya, sampah beracun, sampah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain.

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses pembusukan, pembakaran, dan pembuangan sampah. Dekomposisi sampah biasanya terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H2S, N2, H2 dan NH3 ( Soemirat, 2004).

Gas H2S yang dilepaskan dari tumpukan sampah mempengaruhi kualitas udara disekitarnya. Hidrogen sulfit ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima. Jadi penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan.

2.10. Kerangka Teori

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai berikut ( Yassi et al.,2001)

1. Identifikasi Bahaya

Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan asam sulfida dalam udara yang dihirup oleh masyarakat di sekitar TPA Terjun dengan mengukur konsentrasi asam sulfida.

(46)

Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon asam sulfida diperoleh dari US EPA (2003) yang menyatakan konsentrasi acuan (Reference Concentration, RfC) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,001 mg/m³.

3. Analisis Paparan

Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu dengan mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan memperhitungkan konsentrasi asam sulfida dalam udara, frekuensi paparan, durasi paparan, dan berat badan.

4. Karakteristik Risiko

Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi resiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan konsntrasi acuan (RfC). Tingkat resiko dinyatakan dengan bilangan risiko ( Risk

Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan risiko kesehatan

yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1, semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi ( Kollura et al.,1996).

Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang berkaitan dengan asam sulfida dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan diadopsi dari Louvar dan Louvar (1998)

(47)

ANALISIS RISIKO

Identifikasi Bahaya

Asam sulfida memiliki sifat-sifat : - rumus molekul : H2S

- berat molekul : 34,1

- bentuk : gas (suhu kamar) - warna : tidak berwarna - bau : bau telur busuk - titik didih : -77º C (760 mmHg) - rapat gas : 1,2

- kelarutan : sedikit larut dalam air

Identifikasi Sumber

Air, Udara, Makanan

Analisis Paparan Analisis Dosis Respon

- Paparan dari udara melalui inhalasi Dosis Acuan (Reference Dose,RfD) - Paparan dari makanan dan air melalui untuk paparan asam sulfida secara Ingesti oral : 0,003 mg/kg-hari

- Paparan dari air juga dapat melalui kon Konsentrasi Acuan (Reference

tak kulit tapi jumlah sangat kecil Concentration,RfC ) untuk paparan inhalasi : 0,001 mg/m3-hari

Karakteristik Resiko :

- Tingkat Risiko Tinggi ( RQ > 1) - Tingkat Risiko Rendah ( RQ ≤ 1)

Manajemen Resiko

Sumber : Louvar FL dan Louvar BD, 1998. Gambar 2. Kerangka Teori Penelitian

(48)

2.11. Kerangka Konsep Penelitian

RISIKO TINGGI RQ >1

Efek Hidrogen Sulfida : -.Gangguan pernafasan -.Batuk -.Sakit kepala RISIKO RENDAH RQ ≤ 1 Indikator asupan : - Konsentrasi H2S dalam Udara Ambient .-Laju Asupan

.-Durasi Paparan .-Frekuensi Paparan - Berat Badan -Tempat Tinggal

Gambar 3. Kerangka Konsep Penelitian Risk Quotient (RQ) : kemungkinan risiko potensial terjadi Bila , RQ = 0 Æ risiko pasti tidak akan terjadi 0 < RQ ≤ 1 Æ risiko belum terjadi

RQ > 1 Æ risiko pasti akan terjadi 2.12. Studi Cross-Sectional

Dalam penelitian kedokteran dan kesehatan, studi cross-sectional merupakan salah satu bentuk studi observasional (non eksperimental) yang paling sering dilakukan. Kira-kira sepertiga artikel orisinal dalam jurnal kedokteran merupakan laporan studi cross-sectional.

(49)

Studi cross-sectional dalam arti kata luas mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada suatu saat.Studi seperti ini dapat semata-mata bersifat deskriptif misalnya survai deskriptif nilai-nilai antropometrik bayi baru lahir dan kadar imunoglobulin pasien asma. Ia juga dapat merupakan studi analitik, misalnya studi perbandingan antara kadar asam urat pada manula yang normal dan yang gemuk.

Pada studi cross-sectional, variabel bebas (faktor risiko) dan tergantung (efek)

dinilai secara simultan pada suatu saat; jadi tidak ada follow-up. Dengan studi ini diperoleh prevalens suatu penyakit dalam populasi pada suatu saat. Dari data yang diperoleh, dapat dibandingkan prevalens penyakit pada kelompok dengan risiko dengan prevalens penyakit pada kelompok tanpa risiko.

Hasil pengamatan cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko ini kemudian disusun dalam tabel 2 x 2. Untuk desain seperti ini biasanya yang dihitung adalah rasio prevalens, yakni perbandingan antara prevalens suatu penyakit atau efek pada subyek dari kelompok yang mempunyai faktor risiko yang diteliti, dengan prevalens penyakit atau efek pada subyek yang tidak mempunyai faktor risiko ( Sastroasmoro & Ismael, 2002)

Adapun langkah-langkah yang terpenting dalam rancangan studi cross-sectional, yaitu :

a. Merumuskan pertanyaan penelitian dan hipotesis

Pertanyaan penelitian yang akan dijawab harus dikemukakan dengan jelas. Dalam studi cross-sectional analitik hendaklah dikemukakan antar variabel yang diteliti.

(50)

b.Mengidentifikasi variabel penelitian

Semua variabel yang dihadapi dalam studi prevalens harus diidentifikasi dengan cermat. Untuk itu perlu ditetapkan definisi operasional yang jelas, mana yang termasuk dalam faktor risiko yang ingin diteliti, faktor risiko yang tidak akan diteliti dan efek. Faktor yang mungkin merupakan risiko namun tidak diteliti perlu diidentifikasi, agar dapat disingkirkan pada waktu pemilihan subyek penelitian. c.Menetapkan subyek penelitian

Dalam menetapkan subyek penelitian, harus diupayakan agar variabilitas faktor risiko cukup besar sehingga generalisasi hasilnya lebih mudah, namun variabilitas variabel luar (variabel yang tidak diteliti) dibuat diminimum.

Menetapkan populasi penelitian, tergantung kepada tujuan penelitian, maka ditentukan dari populasi terjangkau mana subyek penelitian yang akan dipilih. Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah besanya kemungkinan untuk memperoleh faktor risiko yang diteliti. Hendaklah dipilih kelompok subyek yang sering terpapar. Besar sampel harus diperkirakan dengan formula yang sesuai. Berdasarkan perkiraan besar sampel serta perkiraan prevalens kelainan, dapat ditentukan apakah seluruh populasi terjangkau akan diteliti atau dipilih sampel yang representatif.

d.Melaksanakan pengukuran.

Pengukuran variabl bebas (faktor risiko) dari variabel tergantung (efek ,atau penyakit) harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip pengukuran. Pengukuran faktor risiko dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, tergantung pada sifat faktor

(51)

risiko, dapat digunakan kuesioner, catatan medik, uji laboratorium atau prosedur pemeriksaan khusus.

Pengukuran efek (penyakit) dapat ditentukan dengan kuesioner, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan khusus, tergantung pada karakteristik penyakit yang dipelajari.

e.Menganalisis data

Analisis ini berupa suatu uji hipotesis ataupun analisis untuk memperoleh risiko relatif. Hal terakhir inilah yang lebih sering dihitung dalam studi cross-sectional untuk mengidentifikasi faktor risiko.

2.13.Teknik Statistik dalam Analisis

Statitik memegang peranan yang penting dalam penelitian, baik dalam penyusunan model, perumusan hipotesis, pengembangan alat dan instrumen pengumpulan data, penyusunan desain penelitian, penentuan sampel dan analisis data ( Nazir, 1983).

Statistik telah memberikan teknik-teknik sederhana dalam mengklasifikasikan data serta dalam menyajikan data secara lebih mudah, sehingga data tersebut dapat dimengerti secara lebih mudah. Teknik-teknik statistik juga dapat digunakan dalam pengujian hipotesis. Mengingat tujuan penelitian pada umumnya untuk menguji hipotesis-hipotesis yang telah dirumuskan.

Beberapa teknik statistik yang sering digunakan : a. Distrubusi frekuensi

(52)

c. Varians dan standar deviasi

d. Uji t untuk membedakan 2 buah mean e. Uji Mann-Whitney

f. Uji Chi –Square ( kategori – kategori ) g. Uji Kolmogorov-Smirnov

h. Analisis Varians (Anava)

i. Teknik Korelasi (numerik-numerik)

Jadi penggunaan teknik statistik tersebut tergantung dari hipotesis yang dirumuskan dan data dalam penelitian.

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Studi cross sectional meneliti suatu faktor paparan dan sebuah masalah kesehatan tanpa arah dimensi penyelidikan tertentu, yaitu hanya melakukan satu kali pengukuran terhadap variabel-variabelnya dan dinilai dalam satu saat atau suatu periode tertentu. Dengan demikian tidak ada tindak lanjut pada studi

cross sectional ( Sastroasmoro & Ismael, 2002).

3.2.Lokasi penelitian

Penelitian ini dilakukan pada pemukiman penduduk yang ada disekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Terjun, Kecamatan Medan Marelan. Alasan pemilihan lokasi penelitian berada di lingkungan TPA Terjun adalah :

1. Tingginya konsentrasi asam sulfida yang terkandung dalam udara yang diketahui dari data hasil penelitian Meirinda (2008)

2. Banyaknya rumah-rumah penduduk di TPA Terjun.

3. Data dari Puskesmas Terjun penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbesar.

3.3. Waktu penelitian

Waktu penelitian diawali dengan pengajuan judul penelitian, survai awal, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing,

(54)

pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data sampai dengan penyusunan laporan akhir direncanakan berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan September 2008 sampai Maret 2009.

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

A. Populasi Subyek

Subyek dalam penelitian ini ádalah seluruh masyarakat yang tinggal di TPA dan di luar TPA Sampah Terjun kecamatan Medan Marelan yang masih berdekatan dengan kawasan TPA dalam radius ± 300 meter di Kecamatan Medan Marelan Kota Medan pada tahun 2009.

B. Populasi Obyek.

Obyek yang digunakan ádalah ambien udara yang ada di TPA dan di luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan yang berdekatan dengan kawasan TPA dalam radius ± 300 meter tahun 2009.

3.4.2. Sampel

A. Kriteria Sampel

A.1.Kriteria Sampel Subyek

Sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat yang berusia ≥ 18 tahun yang tinggal di TPA dan di luar TPA Terjun dan telah bermukim minimal 3 tahun. Kriteria usia 18 tahun didasarkan atas keseragaman antropometri dan lama mukim responden minimal 3 tahun didasarkan pada penelitian Kilburn dan Warshaw tahun 1995. Studi mereka menyatakan bahwa para pekerja yang terpapar hidrogen sulfida dengan

(55)

konsentrasi antara 0,010 – 0,100 ppm dari unit pengolahan minyak mentah selama 40 jam setiap minggu dalam 3-4 tahun, menunjukkan bahwa pekerja mengalami gangguan saluran pernafasan, batuk dan sakit kepala.

Unit analisis adalah individu yang menghirup udara yang berasal dari udara TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan.

Kriteria Inklusi : 1. Berusia ≥ 18 tahun

2. Menghirup udara di lokasi penelitian 3. Telah bermukim minimal 3 tahun Kriteria Eksklusi :

1. Berusia < 18 tahun

2. Tidak menghirup udara di lokasi penelitian

3. Tinggal dilokasi penelitian selama kurang dari 3 tahun A.2. Kriteria Sampel Obyek

Sampel udara yang akan diambil adalah udara ambien di TPA dan di luar TPA Terjun Kecamatan Medan Marelan tahun 2009.

B. Besar Sampel

B.1. Besar Sampel Subyek

Besaran sampel minimal yang harus diambil dalam penelitian ini dihitung berdasarkan ukuiran sampel untuk rancangan crossectional untuk uji hipótesis terhadap dua proporsi ( Sastroasmoro & Ismael, 2002) dengan persamaan sebagai berikut :

(56)

n1 = n2 = ( Zα √ 2 p. q + Z β √ p1. q1 + p2. q2 ) ² ………(1) ( p1 – p2 )²

n1 = jumlah sampel terpapar yang diperlukan n2 = jumlah sampel tidak terpapar yang diperlukan

Zα = deviasi baku normal untuk α pada derajat kepercayaan 95 % Zβ = deviasi baku normal untuk β pada derajat kepercayaan 80 % p = proporsi total = p1 + p2

2

p1 = proporsi efek pada kelompok terpapar

p2 = proporsi efek pada kelompok yang tidak terpapar q = 1 – p

Untuk memperoleh besar sampel subyek perla diketahui terlebih dahulu nilai p1 dan nilai p2. Nilai p1 adalah proporsi subyek terpapar H2S dengan nilai RQ > 1. Nilai p2 adalah proporsi subyek tidak terpapar H2S dengan RQ < 1. Untuk itu peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan dengan pengambilan sampel secara acak sebanyak 30 orang sampel di TPA Terjun dan 30 orang sampel di luar TPA Terjun.

Menurut Sugiyono (2005) distribusi rata-rata sampel dengan ukuran minimal 30 sampel dianggap normal dan dapat menggunakan statistik parametrik.

Studi pendahuluan tersebut, diperoleh nilai-nilai sebagai berikut: p1 = 60 %

p2 = 10 %

p = p1 + p2 = 0,35 2

(57)

Dengan mensubstitusikan nilai-nilai yang diperoleh dari studi pendahuluan tersebut ke persamaan (1), maka diperoleh :

n1 = n2 = { 1,96 √ 2 (0,35) (0,65) + 0,842 √ (0,6) (0,4) + (0,1) (0,9)} ² ( 0,6 – 0,1 )²

= 20,97

~ 21 orang

Dengan demikian jumlah sampel minimal dalam penelitian ini adalah 21 orang untuk tiap kelompok. Dalam penelitian ini jumlah sampel yang diperlukan untuk kelompok subyek di TPA Terjun sebanyak 40 orang dan 40 orang di luar TPA Terjun.

B.2. Besar Sampel Obyek

Udara ambien yang di ukur diambil pada tiga lokasi, yaitu lokasi 1: TPA (3 titik) , lokasi 2 : luar TPA (3 titik), lokasi 3 : jauh dari TPA (1 titik).

3.5. Metode Analisa Hidrogen Sulfida dalam Udara

Metoda paling spesifik untuk mengukur konsentrasi H2S di udara dengan reaksi p-amino-dimetil anilin dan FeCl3. ( Magill & Holden,1956)

3.5.1. Prinsip Metoda Analisa

Ion sulfida bereaksi dengan p-amino-dimetil anilin dan FeCl3 membentuk metilen biru, yang kemudian intensitasnya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.

Gambar

Tabel 2. Jumlah Rumah Tangga, Penduduk dan Rata-Rata Anggota Rumah Tangga di  Lokasi Penelitian Tahun 2008
Tabel 3. Data Sepuluh Penyakit Terbesar di Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008  No.       Nama Penyakit                        Jumlah Penderita
Tabel 4. Distribusi Statistik Deskriptif Variabel Konsentrasi H 2 S dalam udara (C),  Laju Asupan (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan  (Wb), Intake H 2 S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat  di TPA dan luar TPA Terj
Tabel 5.Distribusi Frekuensi Konsentrasi H 2 S dalam udara (C), Laju Asupan  (R),Frekuensi Paparan (f), Durasi Paparan (Dt), Berat Badan (Wb), Intake  H 2 S, dan Besar Risiko (RQ) Gangguan Kesehatan Masyarakat di TPA dan  luar TPA Terjun Tahun 2009
+4

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil wawancara informan tersebut mengatakan bahwa Dinas Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Pinrang sudah melakukan upaya penagihan pajak

[r]

“Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan- Perusahaan di BEJ Periode 2000- 2004”, Jurnal Riset Akuntansi Aksioma,

Nomor izin edar untuk pangan olahan dalam negeri (MD) dikeluarkan oleh Badan POM dan pendaftaran dilakukan melalui e-Registration , sedangkan Industri Rumah Tangga

Information and communication technology (ICT) becomes a very important need for human in the present. The access of ICT in every island in Indonesia has

[r]

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Rahayu dan Enita di RSUD Sragen dengan jumlah 60 responden didapatkan hasil bahwa sistem penghargaan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Implementasi CSR Hotel Grand Clarion Makassar sangat tinggi dilihat aspek ekonomi yaitu dampak