• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA PASIEN GLAUKOMA DENGAN TERAPI LATANOPROST.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA PASIEN GLAUKOMA DENGAN TERAPI LATANOPROST."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP

KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA

PASIEN GLAUKOMA DENGAN TERAPI

LATANOPROST

NI MADE OKA HANDAYANI

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(2)

i

TESIS

PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP

KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA

PASIEN GLAUKOMA DENGAN TERAPI

LATANOPROST

NI MADE OKA HANDAYANI NIM 1114128201

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

ii

PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP

KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA

PASIEN GLAUKOMA DENGAN TERAPI

LATANOPROST

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister

pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik, Program Pascasarjana Universitas Udayana

NI MADE OKA HANDAYANI NIM 1114128201

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

(4)

iii

(5)

iv

Tesis ini Telah Diuji Pada

Tanggal21 April 2016

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No: 1848/UN14.4/HK/2016 Tanggal 21 April 2016

Ketua : Prof. dr. N.K. Niti Susila, Sp.M(K)

Sekretaris : Dr. dr. AA Mas Putrawati T., Sp.M(K)

1. Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH

2. dr. I. Putu Budhiastra, SpM(K)

(6)
(7)

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkah-Nya, sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Penulis menyadari sepenuhnya tesis ini tidak mungkin dapat selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, izinkan penulis dengan setulus hati menghaturkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Prof. Dr. dr. Putu Astawa, Sp.OT(K), M.Kes yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Pascasarjana dan Program Pendidikan Dokter Spesialis 1 Bagian Ilmu Kesehatan Mata di Universitas Udayana.

(8)

vii

Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Kepala Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. Putu Budhiastra, Sp.M.(K) dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, dr. A.A.A. Sukartini Djelantik, Sp.M.(K) yang telah memberikan kesempatan mengikuti program pendidikan spesialisasi dan memberikan bimbingan selama menjalani pendidikan spesialisasi. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Prof. dr. N.K. Niti Susila, Sp.M.(K), sebagai pembimbing I dan Dr. dr. A.A. Mas Putrawati Triningrat, Sp.M.(K), selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, memberikan petunjuk dan pengarahan sejak awal penulisan sampai dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. dr. I Gede Raka Widiana, Sp.PD-KGH, Dr. I. Putu Budhiastra, SpM(K), Dr. A.A.A. Sukartini Djelantik, SpM(K) selaku penguji yang selalu memberikan saran, masukan, bimbingan dan koreksi hingga terselesaikannya tesis ini.

(9)

viii

yang tulus disertai penghargaan kepada seluruh Konsulen Ilmu Kesehatan Mata serta dosen Pascasarjana Program Studi Ilmu Biomedik Combined Degree atas segala bimbingannya, seluruh teman sejawat residen di Bagian Ilmu Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya selama ini, serta seluruh paramedik di Poliklinik Mata RSUP Sanglah dan RS Bali Mandara Provinsi Bali atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengumpulan sampel penelitian.

Rasa syukur dan sujud kepada Ayahanda dan Ibunda penulis I Wayan Mertha Asmara, BPA dan Ni Luh Gede Giri, Ayahanda dan Ibunda Mertua A.A. Ketut Sudira (Alm.) dan A.A. Made Alit Sukatari yang telah memberikan doa, bekal pendidikan, motivasi dan semangat kepada penulis selama ini. Akhirnya kepada suami tercinta dr. A.A. Putu Bajra Wirawan dan ananda tersayang A.A. Putu Arya Ismaya Weda, atas dorongan semangat dan pengertian selama penulis menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.

Semoga tesis ini memberikan manfaat dan sumbangan yang berguna bagi perkembangan pelayanan kesehatan mata serta bagi pendidikan Ilmu Kesehatan

Mata. Terakhir, semoga Sang Hyang Widhi Wasa – Tuhan Yang Maha Esa, selalu

melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Denpasar, April 2016

(10)

ix ABSTRAK

PENGARUH AIR MATA BUATAN TERHADAP KEPADATAN SEL GOBLET KONJUNGTIVA PADA PASIEN GLAUKOMA DENGAN

TERAPI LATANOPROST

Sebagian besar pasien glaukoma mengeluhkan rasa tidak nyaman selama pemakaian obat tetes mata anti glaukoma jangka panjang. Latanoprost

mengandung bahan pengawet benzalkonium klorida (BAK). Pemakaian BAK

jangka panjang dapat mengakibatkan hilangnya sel goblet konjungtiva yang memicu terjadinya gangguan permukaan okular. Air mata buatan merupakan terapi lini pertama mampu melapisi dan melindungi permukaan epitel serta mengembalikan fungsi proteksi dari musin. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost.

Metoda penelitian dengan pre-postest design dengan perluasan

Randomized, di Poliklinik Mata RSUP Sanglah Denpasar dan RS Bali Mandara periode Oktober - Desember 2015. Sebanyak 40 mata dilakukan pengambilan spesimen sitologi impresi untuk mencari kepadatan sel goblet, sebelum dan 30 hari setelah terapi. Selisih rerata perubahan sel goblet sebelum dan sesudah terapi antara kelompok perlakuan dan kontrol dianalisis menggunakan independent t-test.

Didapatkan peningkatan rerata kepadatan sel goblet konjungtiva pada kelompok yang mendapat air mata buatan antara sebelum perlakuan dibandingkan dengan setelah perlakuan yaitu sebesar 83±97 sel/mm2 menjadi 92±88 sel/mm2. Sedangkan pada kelompok tanpa air mata buatan didapatkan penuruan rerata kepadatan sel goblet konjungtiva yaitu sebesar 144±169 sel/mm2 menjadi 78±103 sel/mm2.

Penelitian ini menunjukkan perbedaan selisih rerata antara kedua kelompok tidak bermakna secara statistik (p = 0,178). Namun, beda rerata selisih kepadatan sel goblet konjungtiva setelah dan sebelum perlakuan antara kedua kelompok sangat besar yakni -75±54 sel/mm2.

(11)

x ABSTRACT

INFLUENCE OF ARTIFICIAL TEAR RELATED WITH CONJUNCTIVAL GOBLET CELL DENSITY IN GLAUCOMA

PATIENTS WITH LATANOPROST THERAPY

Most of glaucoma patient complaint uncomfort while using anti glaucoma eyedrop for a long period. Longterm usage of benzalkonium chloride as latanoprost preservative can cause loss of conjunctival goblet cell then stimulate ocular surface disturbance. Artificial tear is first line therapy to coat and protect epithelial surface and restore protection function of mucin. Purpose of this study is to know influence of artificial tear related with conjunctival goblet cell density in glaucoma patient with latanoprost therapy.

Method of this study is pre-posttest design with expanded randomized at cell/mm2. However, there were reduction of conjunctival goblet cell mean density of group without artificial tear from 144 + 169 cell/mm2 to 78 + 103 cell/mm2.

(12)

xi

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 5

1.3 Tujuan ... 5

2.3.1 Dinamika Humor Akuos ... 10

2.3.2 Pemeriksaan Glaukoma ... 11

2.3.3 Klasifikasi Glaukoma ... 11

(13)

xii

2.4 Latanoprost ... 13

2.4.1 Mekanisme Kerja Latanoprost ... 14

2.4.2 Efikasi Latanoprost ... 15

2.4.3 Efek Samping Latanoprost ... 16

2.5 Sitologi Impresi ... 19

2.6 Air Mata Buatan ... 21

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

4.3.1 Populasi Penelitian ... 29

4.3.2 Sampel Penelitian ... 29

4.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ... 29

4.3.2.1.1 Kriteria Inklusi ... 29

4.3.2.1.2 Kriteria Eksklusi ... 30

4.3.2.2 Besar Sampel ... 30

4.3.2.3 Cara Pemilihan Sampel ... 31

4.4 Variabel Penelitian ... 31

4.4.1 Klasifikasi dan Identifikasi Variabel ... 31

4.4.2 Definisi Operasional Variabel ... 32

(14)

xiii

4.7 Alur Penelitian ... 39

4.8 Analisis Data Statistik ... 41

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 42

5.2 Perubahan Kepadatan Sel Goblet Konjungtiva Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 44

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Subjek Penelitian ... 46

6.2 Perubahan Kepadatan Sel Goblet Konjungtiva Sebelum dan Sesudah Perlakuan... 51

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 56

7.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Kriteria Sitologi Impresi (menurut Nelson) ... 20 Tabel 5.1 Karakteristik Dasar Subjek Penelitian ... 43 Tabel 5.2 Perubahan Kepadatan Sel Goblet Konjungtiva Sebelum dan Sesudah

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur kimia latanoprost ... 15

Gambar 2.2. Struktur kimia Benzalkonium klorida ... 18

Gambar 2.3. Gambaran sitologi impresi ... 20

Gambar 2.4. Gambaran hasil sitologi impresi pada pasien dry eye syndrome ... 21

Gambar 2.5. Struktur kimia HPMC ... 23

Gambar 2.6. Struktur kimia Dextran 70 ... 24

Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian ... 27

Gambar 4.1. Rancangan penelitian ... 28

(17)

xvi

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

TIO : Tekanan Intra Okular

ADDE : Aqueous Tear-Deficient Dry Eye

EGS : European Glaucoma Society

OSD : Ocular Surface Disease

ATD : Aqueos Tear Dysfunction

POAG : Primary Open Angle Glaucoma

PACG : Primary Angle Closure Glaucoma

NTG : Normal-Tension Glaucoma

BAK : Benzalkonium Klorida

HPMC : Hydroxypropyl methyl-cellulose

DM : Diabetes Melitus

SPSS : Stastical Package for The Social Sciences

TBUT : Tear Break-up Time

µL : mikroliter

µm : mikrometer

pH : derajat keasaman

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian di RSUP Sanglah ... 62

Lampiran 2 Surat Ijin Penelitian di RS Bali Mandara Provinsi Bali ... 63

Lampiran 3 Surat Keterangan Kelaikan Etik ... 65

Lampiran 4 Penjelasan Penelitian ... 66

Lampiran 5 Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) ... 69

Lampiran 6 Kuisioner Penelitian ... 70

Lampiran 7 Tabel Induk penelitian... 73

Lampiran 8 Hasil Pemeriksaan Kepadatan Sel Goblet ... 75

Lampiran 9 Langkah-langkah Pengecatan Papaniculaou ... 77

(19)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular (TIO) dengan meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera. Tekanan intraokular, perfusi okular, dan produksi air mata diregulasi oleh sistem saraf autonom. Gangguan pada sistem saraf autonom mengakibatkan gangguan pada TIO dan produksi air mata basal. Aqueous tear-deficient dry eye (ADDE), adalah mekanisme yang mungkin mendasari terjadinya penurunan produksi air mata basal pada pasien glaukoma (Darhad, et al.,2007 ; Sitompul, et al., 2011).

Glaukoma merupakan sekumpulan penyakit yang memiliki karakteristik neuropati optik dengan kelainan lapang pandang yang khas dimana peningkatan tekanan intraokular (TIO) merupakan faktor risiko utamanya. Tekanan intraokular tinggi apabila terukur dua standar deviasi (SD) di atas TIO rata-rata pada populasi normal atau di atas 21 mmHg. Tekanan intraokular normal pada populasi adalah 10-22 mmHg (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

(20)

inhibitor (brinzolamid, dorzolamid). Kedua adalah meningkatkan aliran keluar humor akuos melalui jalur trabekular dan uveoskleral menggunakan derivat prostaglandin (latanoprost, travoprost), obat-obatan simpatomimetik dan kolinergik/parasimpatomimetik (pilokarpin) (Sitompul, dkk., 2011).

Suatu penelitian jangka panjang menunjukkan pemakaian latanoprost 0,005% satu kali sehari menurunkan tekanan intraokular yang sama efektifnya dengan β-adrenergik antagonis. Latanoprost dapat ditoleransi dengan baik secara

lokal serta memiliki efek samping minimal secara sistemik dibandingkan dengan timolol. Penelitian lain terdahulu memberikan hasil pemakaian latanoprost 0,005% satu kali sehari pada malam hari secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian timolol 0,5% dua kali sehari dalam menurunkan tekanan intraokular diurnal setelah 6 minggu terapi dan kemudian sama efektifnya setelah pemakaian setelah 12 minggu (Aquino, et al., 1999 ; Darhad, et al.,2007).

Efek samping yang pernah dikeluhkan pada pemakaian latanoprost adalah hiperemi konjungtiva ringan dan pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi hiperpigmentasi iris akibat peningkatan produksi melanin dalam melanosit (Aquino, et al., 1999).

Latanoprost mengandung bahan pengawet benzalkonium klorida (BAK).

Benzalkonium klorida adalah bahan pengawet yang banyak digunakan pada obat

(21)

kornea akibat sel inflamasi (Russo, et al., 2008). Pemakaian BAK jangka panjang dapat menyebabkan efek toksik secara langsung dan tidak langsung pada permukaan okular, antara lain ketidakstabilan lapisan air mata, metaplasia skuamosa konjungtiva, apoptosis, kerusakan barier epitel kornea, dan hilangnya sel goblet konjungtiva. Hilangnya sel goblet mengakibatkan berkurangnya sekresi musin yang dapat memicu ketidakstabilan lapisan air mata, berkurangnya nutrisi pada sel epitel konjungtiva superfisial, sehingga menghasilkan peningkatan kerusakan mekanis pada konjungtiva dan sel permukaan kornea dan mengurangi kemampuan rata-rata dalam mendistribusikan lapisan air mata pada permukaan okuli. Hal ini dapat mengakibatkan manifestasi berupa penurunan visus, sensasi benda asing atau rasa tidak nyaman dan bahkan memicu gangguan permukaan okular atau ocular surface disease (OSD) (Kahook, et al.,2008 ; Mastropasqua, et al., 2013).

Sitologi impresi konjungtiva merupakan teknik non invasif pengambilan sampel konjungtiva dan epitel kornea yang memiliki sensitivitas dan spesivisitas tinggi, dapat mendeteksi perubahan awal yang tidak terdeteksi oleh tes fungsi air mata rutin, banyak peneliti mengatakan bahwa sitologi impresi dapat menjadi pemeriksaan lini pertama untuk diagnosis mata kering (Bhargava, et al., 2014).

(22)

perempuan serta pemakaian obat anti glaukoma jangka panjang dengan dua atau lebih terapi kombinasi meningkatkan kebutuhan terhadap air mata buatan (Costa, et al.,2013).

Air mata buatan merupakan terapi lini pertama pada dry eye syndrome dan disukai karena non invasif serta riwayat efek samping rendah. Mekanisme kerja air mata buatan dapat dengan menambah volume air mata, menstabilkan lapisan air mata, memelihara kelembaban permukaan refraksi, mengurangi osmolaritas air mata, dan melindungi permukaan okular dengan mengurangi gesekan antara kelopak mata dan kornea (Tong, et al., 2012).

Preparat air mata buatan membentuk lapisan yang menutup permukaan kornea untuk melembabkan dan melindungi dari kekeringan. Bahan aktif yang terkandung dalam air mata buatan antara lain polyvinyl alcohol, selulosa, metilselulosa dan derivatnya (hydroxypropyl cellulose, hyroxyethylcellulose, hydroxypropyl methyl-cellulose/HPMC, dan carboxymethylcellulose). Bahan lain yang juga sering digunakan seperti gliserin, polysorbate 80, polyethylene glycol (PEG)-400, dextran 70, povidone, dan propylene glycol (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Penelitian oleh Demiryay, et al., menunjukkan terjadi peningkatan sel goblet konjungtiva pada pasien yang diterapi dengan air mata buatan topikal (pada

penelitian tersebut menggunakan kombinasi HPMC dan Dextran 70).

(23)

dapat berupa gangguan kenyamanan ringan, rasa terbakar, dan sensasi benda asing (Pflugfelder, et al., 2007 ; Demiryay, et al., 2013).

Penelitian kepadatan sel goblet konjungtiva pasca pemberian terapi tetes mata anti glaukoma topikal sudah cukup banyak dilakukan, namun sejauh pengamatan penulis, penelitian yang membandingkan perubahan kepadatan sel goblet konjungtiva pasca pemberian terapi kombinasi tetes mata latanoprost dan air mata buatan dengan tetes mata latanoprost tanpa air mata buatan belum pernah dilaporkan, dimana sebagian besar pasien glaukoma mengeluhkan rasa tidak nyaman selama pemakaian obat tetes mata anti glaukoma jangka panjang. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penelitian mengenai pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost dipandang penting untuk kepentingan klinis dan pendidikan.

1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Apakah terdapat pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost?

1.3 Tujuan

(24)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini sebagai berikut

a. Dapat diketahui teknik sitologi impresi untuk pemeriksaan kepadatan sel goblet konjungtiva.

b. Dapat diketahui pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva.

c. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

1.4.2 Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini sebagai berikut

a. Memberikan informasi mengenai pengaruh air mata buatan terhadap kepadatan sel goblet konjungtiva pada pasien glaukoma dengan terapi latanoprost.

(25)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Permukaan Okular

Permukaan mata terdiri dari kornea, konjungtiva dan lapisan air mata yang membentuk suatu unit fungsional. Konjungtiva adalah membran mukosa transparan yang menutup sklera, dibentuk dari epitel nonkeratin skuamosa berlapis dan lamina propria dengan ketebalan epitel bervariasi dari margo palpebra sampai limbus. Konjungtiva dibagi menjadi tiga bagian yaitu konjungtiva palpebral, forniks dan bulbar. Sel lain yang berada dalam lapisan epitelial antara lain sel epitel, sel goblet, melanosit, sel langerhans, dan limfosit (Knop, et al., 2007 ; Gillan, 2008).

Integritas permukaan okular sangat dipengaruhi oleh adanya musin dalam lapisan air mata. Lapisan musin pada lapisan air mata melapisi mikroplika sel epitel kornea superfisial dan membentuk jaringan dengan permukaan konjungtiva. Fungsi musin antara lain merubah epitel kornea dari hidrofobik ke hidrofilik, stabilisasi lapisan air mata, sebagai pelembab saat kelopak mata bergesekan dengan bola mata, dan melindungi permukaan luar mata dari berbagai patogen, bahan kimia dan toksin (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

(26)

merupakan gel pembentuk musin. Produksi musin oleh sel goblet konjungtiva adalah 2-3 µL/hari (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Kemampuan sel goblet sebagai penghasil utama musin tergantung pada jumlah sel goblet yang fungsional pada konjungtiva serta kemampuan mensintesis musin. Bagian konjungtiva dengan densitas sel goblet tertinggi yaitu inferonasal konjungtiva bulbi, konjungtiva palpebra, bagian temporal konjungtiva bulbi, sedangkan bagian dimana sel goblet sedikit atau bahkan tidak ada adalah permukaan okular yang terpapar dan corneo-scleral junction. Masing-masing sel goblet berukuran 25µ x 25µ. Kepadatan sel goblet konjungtiva antara 1000-56.000 sel/mm2 (Shatos, et al., 2003). Kepadatan sel goblet sesuai dengan gradasi Nelson pada konjungtiva normal atau gradasi 0 yaitu >500 sel/mm2; gradasi 1 yaitu 350-500 sel/mm2 ; gradasi 2 yaitu 100-350 sel/mm2 ; gradasi 3 yaitu <100

sel/mm2 atau tidak tampak sel goblet. Penelitian lain menyatakan bahwa jumlah sel goblet 100-300 sel/mm2 masih dalam batas normal (Singh, et al., 2005).

Kepadatan sel goblet bervariasi dan dapat berubah oleh faktor-faktor eksternal yang menyebabkan peningkatan maupun penurunan jumlah sel. Gravitasi akuous ke sakus konjungtiva bawah, pembentukan danau lakrimal dan akumulasi air mata pada kantus medial mengakibatkan hidrasi maksimal forniks nasal bawah dan konjungtiva nasal palpebra inferior sehingga kepadatan sel goblet maksimal. Jenis kelamin tidak mempengaruhi kepadatan sel goblet (Pepperl, et al., 2006).

(27)

lunak selama beberapa tahun menyebabkan penurunan kepadatan sel goblet. Kondisi yang menyebabkan hilangnya sel goblet adalah trauma kimia, Stevens-Johnson syndrome, hipovitaminosis A, ocular pemphigoid, Sjogren’s syndrome. Pengobatan dengan antiglaukoma topikal juga menyebabkan penurunan kepadatan sel goblet. Kepadatan sel goblet konjungtiva dapat menjadi indikator yang lebih baik untuk integritas permukaan okular (Pepperl, et al., 2006).

2.2 Fungsi dan Komposisi Air Mata

Air mata berfungsi membersihkan, melumasi, dan memelihara permukaan okular, serta memberikan perlindungan fisik dan kekebalan tubuh terhadap infeksi dan trauma mekanik. Lebih dari 98% total lapisan air mata adalah air dengan ketebalan rata-rata bervariasi antara 4,0–9,0 µm (Lemp, 2008).

Air mata terdiri dari tiga lapisan, yaitu lapisan lipid superfisial setebal 0,1 µm diproduksi terutama oleh kelenjar meibom dan memiliki kontribusi penting untuk mencegah penguapan air mata. Lapisan tengah yaitu air atau akuous dengan tebal 6–7 µm diproduksi oleh kelenjar lakrimal dan aksesori, bertanggung jawab untuk membawa faktor pertumbuhan penting untuk epitel dan membasuh sisa-sisa epitel, unsur-unsur racun dan benda asing. Musin di bagian dalam setebal 0,02– 0,05 µm berasal dari sel-sel goblet konjungtiva serta sel-sel epitel konjungtiva dan kornea (Laqua, 2004 ; American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

(28)

dalam konsentrasi lebih tinggi dalam air mata daripada plasma. Derajat keasaman (pH) rata-rata air mata adalah 7,35. Dalam keadaan normal, cairan mata bersifat isotonik (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

2.3 Glaukoma

Glaukoma merupakan sekumpulan penyakit yang memiliki karakteristik neuropati optik dengan kelainan lapang pandang yang khas dimana peningkatan tekanan intra okular (TIO) merupakan faktor risiko utamanya. Tekanan intra okular tinggi apabila terukur dua standar deviasi (SD) di atas TIO rata-rata pada populasi normal, di atas 21mmHg. Tekanan intra okular normal pada populasi adalah 10-21 mmHg (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Tekanan intra okular, perfusi okular, dan produksi air mata diregulasi oleh sistem saraf autonom. Gangguan pada sistem saraf autonom mengakibatkan gangguan pada TIO dan produksi air mata basal. Aqueous tear-deficient dry eye (ADDE), adalah mekanisme yang mungkin mendasari terjadinya penurunan produksi air mata basal pada pasien glaukoma (Sitompul, et al., 2011).

2.3.1 Dinamika Humor Akuos

(29)

dari otot siliaris menuju ruang suprakoroid dan akhirnya keluar melalui sklera. Humor akuos diproduksi dengan laju rata-rata 2,0 – 2,5 µL/menit (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015 ; Riyanto, et al., 2007).

2.3.2 Pemeriksaan Glaukoma

Pemeriksaan klinis yang dilakukan adalah pemeriksaan tajam penglihatan pasien, pengukuran TIO penderita dengan beberapa alat yang tersedia, evaluasi kemungkinan ada penyebab primer dari peningkatan TIO serta penyulit yang mungkin ada, serta evaluasi papil saraf optik (Philippin, et al., 2012 ; American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

2.3.3 Klasifikasi Glaukoma

(30)

glaucoma/PACG) sehingga mengakibatkan hambatan aliran ke luar humor akuos (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

2.3.4 Penatalaksanaan Glaukoma

Tujuan terapi glaukoma adalah melindungi lapang pandangan pasien dan mencegah penurunan fungsi visual dengan fokus melalui tiga target terapi, yaitu: tekanan intraokular, fasilitas pembuangan (outflow) dan sel ganglion retina (Riyanto, et al., 2007).

Target tekanan intraokular dapat didefinisikan sebagai suatu perkiraan rata-rata tekanan intraokular yang diperoleh dengan terapi yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lebih lanjut. Penurunan TIO pada tingkatan yang tepat akan mengurangi resiko kerusakan visus. Target yang ditentukan tergantung pada beberapa faktor, yaitu TIO awal, derajat kerusakan, harapan hidup pasien, umur pasien dan riwayat kesehatan pasien. Pasien glaukoma dengan kerusakan ringan (penggaungan papil saraf optik tanpa gangguan lapang pandangan), target TIO permulaan adalah 20%-30% lebih rendah dari TIO awal. Pasien dengan kerusakan lebih lanjut, target tekanannya dapat diturunkan menjadi 40% atau lebih dari tekanan awal (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Penatalaksanaan pasien dengan glaukoma terdiri dari pengobatan

medikamentosa dan pembedahan. The European Glaucoma Society (EGS),

(31)

metipranolol) dan karbonik anhidrase inhibitor (brinzolamid, dorzolamid). Kedua adalah meningkatkan aliran keluar humor akuos melalui jalur trabekular dan uveoskleral menggunakan derivat prostaglandin (latanoprost, travoprost),

obat-obatan simpatomimetik dan kolinergik/parasimpatomimetik (pilokarpin)

(Sitompul, dkk., 2011).

Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan obat-obatan tidak memberikan hasil yang diinginkan dan progresifitas glaukoma terus berlangsung. Pembedahan merupakan terapi primer pada glaukoma kongenital (infantil) dan glaukoma yang disebabkan blok pada pupil (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Terapi medikamentosa topikal merupakan terapi lini pertama yang menjadi pilihan. Suatu penelitian menemukan prostaglandin analog secara umum digunakan dalam menurunkan TIO dan variasi diurnal. Pemilihan prostaglandin analog untuk terapi dini karena efikasi yang tinggi dalam menurunkan TIO dan waktu kerja yang lama (Abelson, et al., 2014).

2.4 Latanoprost

Latanoprost merupakan salah satu obat anti glaukoma terkait prostaglandin yang memiliki efek yang kuat dalam menurunkan tekanan intraokular dengan meningkatkan aliran keluar melalui jalur uveosklera. Penelitian jangka panjang menunjukkan pemakaian latanoprost 0,005% satu kali sehari menunjukkan penurunan tekanan intraokular yang sama efektifnya dengan β-adrenergik

(32)

efek samping minimal secara sistemik dibandingkan dengan timolol. Latanoprost menjadi pilihan utama karena dosis pemberian sekali sehari dan efikasi yang baik dalam menurunkan TIO (Aquino, et al., 1999 ; Darhad, et al.,2007).

2.4.1 Mekanisme Kerja Latanoprost

Latanoprost merupakan suatu prostaglandin F2-alpha isopropil ester prodrug (17-phenyl substituted PGF2-alpha), yang dihidrolisasi cepat oleh esterase di kornea menjadi asam latanoprost aktif, kemudian mengalami metabolisme pertama di hepar, sebelum dieksresi melalui urin dan feses. Metabolit utama yang terdeteksi pada urin dan feses adalah bentuk 1,2-dinor dari asam latanoprost dan fraksi polar lainnya yang kemudian ditemukan adalah metabolit 1,2,3,4-tetranor dari asam latanoprost. Ketika latanoprost diaplikasikan secara topikal pada mata, kornea akan menghantarkan latanoprost dengan lambat ke segmen anterior. Konsentrasi maksimum ditemukan pada iris setelah satu jam aplikasi, diikuti bilik mata depan dan korpus siliaris. Eliminasi paruh waktu pada jaringan ini sekitar 3-4 jam, walaupun sisa bahan masih dapat dijumpai dalam 24 jam. Analisa menunjukkan latanoprost tidak mencapai segmen posterior bola mata, hanya terdeteksi pada jaringan anterior (Russo, et al., 2008).

Data imunohistokimia menunjukkan penurunan TIO dengan PGF2-alpha topikal terkait dengan reduksi kolagen dalam jalur uveoscleral outflow. Korpus siliaris berisi beberapa reseptor prostaglandin (terutama reseptor FP dan EP2),

yang jika aktif merangsang second messenger cascade untuk sintesis

(33)

peningkatan metalloproteinase 2 dan 3. Penemuan ini menjelaskan peranan latanoprost dalam merubah matrix ekstraselular dalam memudahkan aliran keluar humor akuos melalui serat muskulus siliaris (Russo, et al., 2008).

Gambar 2.1. Struktur kimia latanoprost (ChemicalBook, 2010).

Sharif et al. (2003), menyebutkan prostaglandin analog menstimulasi reseptor FP prostaglandin pada sel trabekular manusia sehingga meningkatkan matrix metalloproteinase dalam meshwork dan merubah matriks ekstraseluler. Penelitian oleh Lim et al. (2008), meneliti efek prostaglandin analog pada dinamika akuos dan menemukan bahwa prostaglandin analog menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran keluar melalui trabekular meshwork dan jalur uveoskleral (Sharif, et al.,2003 ; Lim, et al., 2008).

2.4.2 Efikasi Latanoprost

(34)

Pemakaian tetes mata latanoprost 0,005% topikal dosis tunggal, dapat menurunkan TIO maksimal dalam 8-12 jam dan TIO tetap rendah tanpa diterapi dalam 24 jam. Latanoprost diberikan satu kali sehari pada malam hari menyebabkan penurunan TIO konstan. Terapi jangka panjang latanoprost tidak memberikan efek klinis secara signifikan pada permeabilitas blood-aqueous barrier (Quaranta, et al., 2006).

Penelitian terdahulu memberikan hasil pemakaian latanoprost 0.005% satu kali sehari pada malam hari secara statistik menunjukkan hasil yang signifikan lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian timolol 0,5% dua kali sehari dalam menurunkan tekanan intra okular diurnal setelah 6 minggu terapi dan kemudian sama efektifnya setelah pemakaian setelah 12 minggu (Aquino, et al., 1999). 2.4.3 Efek Samping Latanoprost

Secara umum, latanoprost dapat ditoleransi dengan baik terkait efek samping yang minimal terhadap sistemik jika dibandingkan dengan dengan timolol. Efek samping okular terbanyak akibat pemakaian latanoprost adalah hiperemi konjungtiva, yang biasanya terjadi dalam 2 hari sejak terapi dimulai dan berkurang dari waktu ke waktu (Russo, et al., 2008).

(35)

menyebutkan hiperpigmentasi iris dapat terjadi dalam 24 bulan pemakaian latanoprost (Uisitalo, et al., 2010).

Pemakaian latanoprost dapat mengakibatkan perubahan permukaan okular

dari waktu ke waktu hingga menimbulkan ocular surface disease (OSD).

Antiglaukoma topikal dilaporkan dapat meningkatkan jumlah fibroblas dan sel inflamasi pada substansia propria konjungtiva dan merangsang metaplasia epitel. Konsentrasi tinggi dari makrofag, limfosit, sel mast dan fibroblas serta penurunan kepadatan sel goblet adalah efek samping yang pernah dilaporkan pada pemakaian antiglaukoma topikal. Mekanisme OSD pada pemakaian antiglaukoma topikal belum diketahui secara pasti dan masih menjadi perdebatan. Penelitian terdahulu menyatakan bahwa latanoprost tidak secara langsung memicu terjadinya inflamasi yang mengakibatkan adesi molekul abatu antigen kelas II. Toksisitas akibat pemakaian latanoprost dikaitkan dengan kemasan komersil latanoprost yang mengandung bahan pengawet Benzalkonium klorida (Faria, et al., 2013).

(36)

Aktivitas biosidal terbesar BAK dihubungkan dengan C12 dodecyl dan C14 myristyl dari derivat alkil. Mekanisme dari bakterisidal atau mikrobisidal berhubungan kuat dengan gangguan dari interaksi intermolekular. Hal ini dapat menyebabkan disosiasi dari cellular membran lipid bilayer, dimana hal ini mengendalikan permeabilitas seluler dan meningkatkan kebocoran dari isi sel. Kompleks biomolekular yang lain dalam sel bakteri juga mengalami disosiasi. Larutan BAK adalah agen fast-acting biosidal, aktif melawan bakteri, virus, jamur dan protozoa, namun spora bakteri diperkirakan resisten. Larutan bersifat bakteriostatik atau bakterisidal tergantung dari konsentrasinya. Bakteri gram positif secara umum lebih peka dibandingkan dengan bakteri gram negatif. Aktivitas dari larutan ini tidak dipengaruhi oleh pH tetapi meningkat efeknya pada temperatur yang tinggi dan pemakaian yang lama (Kahook, et al., 2008).

Benzalkonium klorida berperan penting dalam menimbulkan efek samping seperti hiperemi konjungtiva, mengurangi pergantian air mata, mengurangi tear film break-up time (BUT), dan infiltrasi pada kornea akibat sel inflamasi. Penelitian pada kelinci menunjukkan BAK disimpan di jaringan dan dapat bertahan hingga 168 jam setelah aplikasi 1 tetes BAK 0,01%, dengan waktu paruh sekitar 20 jam pada epitel kornea dan jaringan konjungtiva (Russo, et al., 2008).

(37)

Pemakaian BAK jangka panjang dapat menyebabkan efek toksik secara langsung dan tidak langsung pada permukaan okular. Pemakaian BAK dapat menyebabkan ketidakstabilan lapisan air mata, metaplasia skuamosa konjungtiva, apoptosis, kerusakan barier epitel kornea, dan hilangnya sel goblet konjungtiva. Mekanisme terjadinya efek tersebut belum diketahui secara pasti, diduga

keterlibatan reaksi immunoinflammatory dengan melepaskan sitokin

proinflammatory, apoptosis, stres oksidatif yang berinteraksi secara langsung dengan lapisan lipid air mata (Mastropasqua, et al., 2013).

Penelitian oleh Costa dan rekan menunjukkan pasien glaukoma merupakan kelompok terbesar yang membutuhkan air mata buatan dibandingkan dengan kelompok lainnya, dimana terapi dengan golongan prostaglandin analog adalah

yang tersering. Latanoprost (Xalatan®; Pfizer) mengandung 0.02% BAK

(merupakan obat komersil dengan kandungan BAK tertinggi). Penelitian oleh Costa juga menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan, pemakaian obat anti glaukoma jangka panjang dengan dua atau lebih terapi kombinasi meningkatkan kebutuhan terhadap air mata buatan (Costa, et al.,2013).

2.5 Sitologi Impresi

(38)

konjungtiva untuk memeriksa gangguan permukaan okular dan kepadatan sel goblet (Schober, et al., 2006).

Tabel 2.1. Kriteria Sitologi Impresi Nelson. Derajat ≥ 2 dinyatakan abnormal (Singh, et al., 2005).

Derajat Gambaran

0 >500 sel goblet/mm2

Sel epitel kecil, bulat dengan nukleus besar

1 350-500 sel goblet/mm2

Sel epitel sedikit besar, bentuk lebih poligonal dengan nukleus kecil

2 100-350 sel goblet/mm2

Sel epitel besar dan poligonal, multinucleated, dengan variasi pewarnaan sitoplasma, nukleus kecil

3 <100 sel goblet/mm2

Sel epitel besar, poligonal dengan nukleus piknotik kecil

(39)

Gambar 2.4. Gambaran hasil sitologi impresi (pewarnaan PAS dan hematoksilin, pembesaran 100x) pada pasien dengan dry eye syndrome. A) Derajat 0, normal. B) Derajat 1, kehilangan sel goblet awal. C) Derajat 2, kehilangan sel goblet total. D) Derajat 3, keratinisasi awal. E) Derajat 4, keratinisasi sedang. F) Derajat 5, keratinisasi berat (Kim, et al., 2009).

Teknik sitologi impresi menggunakan sepotong kertas saring Millipore yang ditekan secara ringan pada area tertentu dari permukaan konjungtiva (atau dalam kasus yang jarang terjadi, kornea) untuk mengangkat 1-3 lapis sel-sel epitel permukaan, selanjutnya lakukan fiksasi dan pewarnaan dengan H&E atau PAS atau Papanicolaou untuk menunjukkan sel-sel goblet dan sel epitel. Kertas saring Millipore memiliki keuntungan metode menjadi cepat, mudah diterapkan dan mudah ditransportasikan dengan alat mekanis yang stabil (Singh, et al., 2005).

2.6 Air Mata Buatan

Preparat air mata buatan membentuk lapisan yang menutup permukaan kornea untuk melembabkan dan melindungi dari kekeringan. Bahan aktif yang terkandung dalam air mata buatan antara lain polyvinyl alcohol, selulosa,

A B C

(40)

metilselulosa dan derivatnya (hydroxypropyl cellulose, hyroxyethylcellulose, hydroxypropyl methyl-cellulose/HPMC, dan carboxymethylcellulose). Bahan lain yang juga sering digunakan seperti gliserin, polysorbate 80, polyethylene glycol (PEG)-400, dextran 70, povidone, dan propylene glycol. Kekentalan air mata buatan bervariasi tergantung pada konsentrasi wetting agent. Semakin parah dry eye, maka semakin tinggi viskositas air mata buatan yang diperlukan (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015).

Penelitian oleh Demiryay et al., menunjukkan terjadi peningkatan sel goblet konjungtiva pada pasien yang diterapi dengan air mata buatan topikal (pada

penelitian tersebut menggunakan kombinasi HPMC dan Dextran 70).

Hydroxypropyl methyl-cellulose dikatakan mampu melapisi dan melindungi permukaan epitel serta mengembalikan fungsi proteksi dari musin (Pflugfelder, et al., 2007 ; Demiryay, et al., 2013).

Beberapa prinsip dapat digunakan sebagai panduan dalam pemilihan preparat air mata buatan. Secara umum air mata buatan yang lebih kental sebaikmya digunakan saat keparahan dry eye meningkat. Suatu penelitian mungkin diperlukan untuk menilai keterlibatan titrasi dan frekuensi penggunaan sesuai dengan aktivitas pasien sehari-hari. Produk tanpa bahan pengawet

disarankan jika dibutuhkan pemakaian yang lebih sering, contohnya pada dry eye

(41)

Air mata buatan yang umumnya tersedia di pasaran mengandung sistem polimer hidrofilik (contoh : HPMC dan dextran). Hydroxypropyl methylcellulose merupakan hydrogels yang membuat air mata buatan menjadi lebih kental dan bertahan pada permukaan okuli dalam jangka waktu yang lebih lama (Srividya, et al., 2000).

Nama lain dari HPMC adalah hypromellose, methocel, metolose, pharmacoat. Secara luas digunakan sebagai suatu eksipien dalam sediaan topikal dan oral. Dibandingkan dengan metilselulose, HPMC menghasilkan cairan lebih jernih, dan digunakan sebagai zat pengemulsi, agen pensuspensi, dan agen penstabil di dalam sediaan salep dan gel. Sifat merekat dari HPMC apabila

sediaan menggunakan bahan pelarut organik. Hydroxypropyl methylcellulose

diakui sebagai bahan tidak beracun dan non iritasi (Amna, 2012).

Gambar 2.5. Struktur kimia HPMC (Khairunnisya, 2011).

Dextran merupakan polisakarida yang memiliki rantai cabang

(42)

Dextran sintetik komersial digunakan untuk operasi atau pengobatan darurat terhadap shock, untuk meningkatkan volume plasma darah dalam sirkulasi darah. Dextran digunakan pada tetes mata sebagai pelumas yang menjaga kelembaban permukaan bola mata (Medscape, 2013).

Gambar

Gambar 2.1. Struktur kimia latanoprost (ChemicalBook, 2010).
Gambar 2.2. Struktur kimia Benzalkonium klorida (ChemicalBook, 2010).
Derajat  Gambaran
Gambar 2.4. Gambaran hasil sitologi impresi (pewarnaan PAS dan hematoksilin,
+3

Referensi

Dokumen terkait

Lipstik merupakan pewarna bibir yang dikemas dalam bentuk batang padat (stick) terdiri dari zat pewarna yang terdispersi dalam pembawa yang terbuat dari lilin dan minyak,

Assalamualaikum Wr. Salam Sejahtera Bagi Kita Semua. Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas hidayah-Nya maka Seminar Hasil Pengabdian Masyarakat 2020 dapat

Seperti yang diungkapkan guru PAI di SMK NEGERI 1 Boyolangu bahwa dalam pembelajaran Contextual Teaching and Learning siswa dibawa kedunia nyata dengan begitu siswa

Sistem, peraturan, kaedah, dan undang- undang bagi menyempurnakan kehidupan insaniah adalah berteraskan kepada acuan Allah swt (Zulkifli Haji Mohd Yusoff &amp; Fikri Haji

Dari pemaparan pada bab sebelumnya, dapat diketahui bahwasannya perbedaan penafsiran tentang nafs muthmainnah oleh Muhammad Abduh dengan memanifestasikan seorang

Penilaian tingkat kesehatan Bank Muamalat dengan menggunakan metode RGEC yaitu dengan melihat aspek Risk Profile, Good Corporate Governance, Earnings dan Capital

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah program CSR Arisan Jamban berpengaruh terhadap corporate image PT Tirta Investama di mata warga desa Tenggilis Rejo

Tabel 7 menunjukkan bahwa karakter kuantitatif yang berkorelasi positif nyata terhadap hasil (bobot biji kering) adalah diameter batang, jumlah daun, tinggi