• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Penanganan Risiko Pembengkakan Biaya pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Penanganan Risiko Pembengkakan Biaya pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)."

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI PENANGANAN RISIKO

PEMBENGKAKAN BIAYA PADA PELAKSANAAN

PROYEK KONSTRUKSI

(Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)

TUGAS AKHIR

Oleh :

Made Dwi Meiarthini Suparta NIM : 1204105006

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

(2)
(3)
(4)

ii ABSTRAK

Pelaksanaan proyek konstruksi sering mengalami ketidaksesuaian antara perencanaan awal dengan kondisi lapangan. Ketidaksesuaian ini dapat berupa kesalahan-kesalahan pada pelaksanaan proyek konstruksi yang dapat berimbas pada penambahan waktu dan biaya. Biaya yang tidak bisa dikendalikan pada saat pelaksanaan kemungkinan akan menimbulkan risiko pembengkakan biaya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis bagaimana strategi penanganan risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi di Kabupaten Jembrana.

Metode pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan teknik purposive sampling. Untuk mengetahui kelayakan kuesioner yang disebar, dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas dengan bantuan aplikasi Microsoft Excel 2013. Seluruh hasil kuesioner akan ditabulasikan lalu dianalisis dengan menggunakan metode SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat).

Berdasarkan analisis dengan metode SWOT, maka diperoleh hasil indikator dari SWOT yang paling mempengaruhi risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi di Kabupaten Jembrana yaitu pada faktor internal variabel kekuatan yang memiliki bobot tertinggi adalah indikator pengalaman tenaga kerja sebesar 4.00, sedangkan variabel kelemahan yang memiliki bobot terendah adalah indikator pengendalian biaya yang buruk sebesar 2.15. Pada faktor eksternal variabel peluang yang memiliki bobot tertinggi adalah indikator ketersediaan bahan baku/material sebesar 4.43, sedangkan variabel ancaman yang memiliki bobot terendah adalah indikator penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing sebesar 2.25. Hasil interaksi IFAS-EFAS (Internal Factor Analysis System - External Factor Analysis System) SWOT diperoleh empat kombinasi strategi penanganan risiko pembengkakan biaya yaitu strategi Strength-Opportunity (SO), strategi Weakness-Strength-Opportunity (WO), strategi Strength-Threat (ST), dan strategi Weakness-Threat (WT). Strategi yang tepat diterapkan untuk masing-masing variabel yang paling mempengaruhi risiko pembengkakan biaya yaitu, pada variabel kekuatan adalah strategi SO dan ST, variabel kelemahan adalah strategi WO dan WT, variabel peluang adalah strategi SO dan WO, dan variabel ancaman adalah strategi ST dan WT. Dari keempat strategi tersebut, strategi Strength–Opportunity (SO) mendapatkan nilai bobot tertinggi sebesar 4.34 dan digunakan sebagai usulan strategi terbaik.

(5)

iii UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Strategi Penanganan Risiko Pembengkakan Biaya pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus : Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)” ini hingga selesai.

Dalam menyusun Tugas Akhir ini, penulis telah melibatkan berbagai pihak, untuk itu tidak lupa ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : Bapak Ir. Nym. Martha Jaya, M.Const. Mgt., Ph.D, GCInstCES. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ir. I Gusti Ketut Sudipta, MT sebagai Dosen Pembimbing II, staf dosen dan pegawai di lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana, orang tua, keluarga, dan teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna penyempurnaan Tugas Akhir ini. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih dan semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Badung, April 2016

(6)

iv DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... iv

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Pengertian Risiko ... 5

2.2 Analisis Risiko ... 9

2.3 Manajemen Risiko ... 10

2.3.1 Identifikasi Risiko ... 11

2.3.2 Klasifikasi Risiko ... 12

2.3.3 Rencana Penanggulangan Risiko ... 12

2.4 Manajemen Strategi ... 15

2.5 Formulasi Strategi ... 16

2.6 Manajemen Biaya ... 20

2.6.1 Biaya Proyek ... 20

2.6.2 Pengertian Pembengkakan Biaya ... 21

2.6.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya pada Proyek Konstruksi ... 23

2.7 Pengelompokan Faktor Risiko Pembengkakan Biaya ke dalam SWOT ... 27

2.8 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi ... 28

2.8.1 Penetapan Kualifikasi ... 28

2.8.2 Penjelasan Kualifikasi ... 29

2.9 Sampel ... 31

2.9.1 Pengertian Sampel ... 31

2.9.2 Teknik Pengambilan Sampel ... 32

2.10 Uji Validitas Kuisioner ... 34

2.11 Uji Reliabilitas Kuesioner... 35

2.12 Pengolahan Data ... 35

2.13 Skala Pengukuran ... 35

2.14 Analisis Data ... 36

2.14.1 Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis System (EFAS) ... 36

(7)

v

BAB III METODE PENELITIAN... 43

3.1 Kerangka Penelitian ... 43

3.2 Uraian Kerangka Penelitian ... 44

3.2.1 Ide Permasalahan ... 44

3.2.2 Obyek dan Lokasi Penelitian ... 45

3.2.3 Pengumpulan Data Sekunder ... 45

3.2.4 Identifikasi Faktor Risiko ... 46

3.2.5 Desain Kuesioner ... 51

3.2.6 Pilot Study ... 52

3.2.7 Pengumpulan Data Primer ... 53

3.2.7.1 Metode Pengumpulan Data... 53

3.2.7.2 Penentuan Sampel ... 53

3.2.8 Pengujian Kuesioner ... 54

3.2.8.1 Uji Validitas ... 54

3.2.8.2 Uji Reliabilitas ... 55

3.2.9 Pengolahan Data ... 56

3.2.10 Analisis Data ... 56

3.2.10.1 Pembobotan Faktor Internal dan Faktor Eksternal ... 56

3.2.10.2 Matrik Interaksi IFAS-EFAS ... 57

3.2.10.3 Pembobotan matrik interaksi IFAS-EFAS ... 59

3.2.11 Hasil Analisis ... 59

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 60

4.1 Umum ... 60

4.2 Pilot Study ... 60

4.2.1 Pengujian Validitas ... 61

4.2.2 Pengujian Reliabilitas ... 65

4.3 Pengumpulan Data Primer Tahap II ... 67

4.3.1 Data Responden ... 67

4.3.2 Karakteristik Responden ... 68

4.3.2.1 Jabatan ... 68

4.3.2.2 Pengalaman Kerja ... 68

4.3.2.3 Tingkat Pendidikan ... 69

4.4 Pengolahan Data ... 69

4.5 Analisis Data ... 74

4.5.1 Identifikasi Faktor Internal dan Faktor Eksternal Risiko Pembengkakan Biaya ... 74

4.5.2 Strategi Penanganan Risiko Pembengkakan Biaya ... 78

4.5.2.1 Perhitungan Bobot Pernyataan Urgensi Penanganan Risiko Pembengkakan Biaya... 78

4.5.2.2 Pembobotan Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis System (EFAS)... 80

4.5.2.3 Kombinasi Strategi SWOT ... 84

4.5.2.4 Perumusan Strategi SWOT ... 90

4.5.2.5 Rangkuman Strategi SWOT ... 92

(8)

vi

BAB V PENUTUP ... 97

5.1 Kesimpulan ... 97

5.2 Saran ... 101

(9)

vii DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor ... 31

Tabel 2.2 Matriks SWOT ... 39

Tabel 3.1 Faktor internal yang akan digunakan dalam penyusunan kuesioner .. 46

Tabel 3.2 Faktor eksternal yang akan digunakan dalam penyusunan kuesioner 46 Tabel 4.1 Hasil skor item soal no.1 variabel kekuatan untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini ... 61

Tabel 4.2 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini variabel kekuatan ... 63

Tabel 4.3 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini variabel kelemahan ... 63

Tabel 4.4 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini variabel peluang ... 63

Tabel 4.5 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini variabel ancaman... 64

Tabel 4.6 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan urgensi penanganan variabel kekuatan ... 64

Tabel 4.7 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan urgensi penanganan variabel kelemahan... 64

Tabel 4.8 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan urgensi penanganan variabel peluang ... 64

Tabel 4.9 Hasil pengujian validitas kuesioner untuk pernyataan urgensi penanganan variabel ancaman ... 65

Tabel 4.10 Skor hasil belah dua untuk pernyataan penanganan kondisi saat ini variabel kekuatan... 65

Tabel 4.11 Hasil perhitungan uji reliabilitas untuk pernyataan penanganan kondisis saat ini ... 67

Tabel 4.12 Hasil perhitungan uji reliabilitas untuk pernyataan urgensi penanganan ... 67

Tabel 4.13 Karakteristik Responden Berdasarkan Jabatan ... 68

Tabel 4.14 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Kerja ... 69

Tabel 4.15 Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 69

Tabel 4.16 Hasil skor rekapitulasi data kuesioner faktor internal terhadap pernyataan penanganan kondisi saat ini ... 70

Tabel 4.17 Hasil skor rekapitulasi data kuesioner faktor eksternal terhadap pernyataan penanganan kondisi saat ini ... 71

Tabel 4.18 Hasil skor rekapitulasi data kuesioner faktor internal terhadap pernyataan urgensi penanganan ... 72

Tabel 4.19 Hasil skor rekapitulasi data kuesioner faktor eksternal terhadap pernyataan urgensi penanganan ... 73

Tabel 4.20 Hasil penilaian responden atas faktor-faktor internal terhadap pernyataan penanganan kondisi saat ini ... 76

(10)

viii Tabel 4.22 Pembobotan faktor-faktor internal tehadap pernyataan urgensi

penanganan ... 79

Tabel 4.23 Pembobotan faktor-faktor eksternal terhadap pernyataan urgensi penanganan ... 80

Tabel 4.24 Penilaian bobot IFAS SWOT ... 81

Tabel 4.25 Penilaian bobot EFAS SWOT ... 83

Tabel 4.26 Indikator Kekuatan (S) dan Peluang (O) ... 85

Tabel 4.27 Kombinasi Indikator Strength dan Indikator Opportunity ... 85

Tabel 4.28 Hasil kombinasi indikator Strength dan Opportunity ... 86

Tabel 4.29 Kombinasi strategi Strength-Opportunity (SO) ... 88

Tabel 4.30 Kombinasi strategi Weakness-Opportunity (WO)... 88

Tabel 4.31 Kombinasi strategi Strength-Threat (ST) ... 89

Tabel 4.32 Kombinasi strategi Weakness-Threat (WT) ... 89

Tabel 4.33 Matrik interaksi IFAS-EFAS SWOT ... 90

Tabel 4.34 Rangkuman interaksi IFAS-EFAS SWOT ... 93

Tabel 4.35 Pembobotan strategi ... 94

Tabel 4.36 Urutan alternatif strategi SWOT ... 95

(11)

ix DAFTAR GAMBAR

(12)

x DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Kuisioner ... 103 Lampiran B2 Data nama responden untuk pilot study ... 113 Lampiran B3 Data nama responden total ... 116 Lampiran C1 Tabulasi data pilot study pada pernyataan penanganan kondisi saat

ini faktor internal dan eksternal ... 122 Lampiran C2 Tabulasi data pilot study pada pernyataan urgensi penanganan

faktor internal dan eksternal ... 126 Lampiran C3 Tabulasi data total pada pernyataan penanganan kondisi saat ini

faktor internal dan eksternal ... 130 Lampiran C4 Tabulasi data total pada pernyataan urgensi penanganan faktor

internal dan eksternal ... 138 Lampiran D1 Data pilot study dalam pengujian validitas pada pernyataan

penanganan kondisi saat ini faktor internal dan eksternal ... 146 Lampiran D2 Tabel r Product Moment Dengan Taraf Signifikansi 1% dan

5 % ... 150 Lampiran D3 Hasil uji validitas pilot study pada pernyataan penanganan

kondisi saat ini faktor internal dan eksternal ... 151 Lampiran D4 Data pilot study dalam pengujian validitas pada pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal ... 153 Lampiran D5 Hasil uji validitas pilot study pada pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal ... 157 Lampiran D6 Data total dalam pengujian validitas pada pernyataan penanganan

kondisi saat ini faktor internal dan eksternal ... 159 Lampiran D7 Hasil uji validitas total pada pernyataan penanganan kondisi saat

ini faktor internal dan eksternal ... 167 Lampiran D8 Data total dalam pengujian validitas pada pernyataan urgensi

penanganan faktor internal dan eksternal ... 169 Lampiran D9 Hasil uji validitas total pada pernyataan urgensi penanganan faktor

(13)

xi Lampiran D10 Data pilot study dalam pengujian reliabilitas soal bernomor ganjil

pada pernyataan penanganan kondisi saat ini faktor internal dan eksternal ... 179 Lampiran D11 Data pilot study dalam pengujian reliabilitas soal bernomor genap

pada pernyataan penanganan kondisi saat ini faktor internal dan eksternal ... 181 Lampiran D12 Data skor total soal bernomor ganjil dan genap pada pernyataan

penanganan kondisi saat ini faktor internal dan eksternal (pilot study) ... 183 Lampiran D13 Hasil uji reliabilitas pada pernyataan penanganan kondisi saat ini

(pilot study)... 185 Lampiran D14 Data pilot study dalam pengujian reliabilitas soal bernomor ganjil

pada pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal ... 186 Lampiran D15 Data pilot study dalam pengujian reliabilitas soal bernomor genap

pada pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal ... 188 Lampiran D16 Data skor total soal bernomor ganjil dan genap pada pernyataan

urgensi penanganan faktor internal dan eksternal (pilot study) .. 190 Lampiran D17 Hasil uji reliabilitas pada pernyataan urgensi penanganan (pilot study) ... 192 Lampiran D18 Data total pengujian reliabilitas soal bernomor ganjil pada

pernyataan penanganan kondisi saat ini faktor internal dan

eksternal ... 193 Lampiran D19 Data total pengujian reliabilitas soal bernomor genap pada

pernyataan penanganan kondisi saat ini faktor internal dan

eksternal ... 201 Lampiran D20 Data skor total soal bernomor ganjil dan genap pada pernyataan

penanganan kondisi saat ini faktor internal dan eksternal (total) 209 Lampiran D21 Hasil uji reliabilitas pada pernyataan penanganan kondisi saat

(14)

xii Lampiran D22 Data total dalam pengujian reliabilitas soal bernomor ganjil pada

pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal .... 214 Lampiran D23 Data total pengujian reliabilitas soal bernomor genap pada

pernyataan urgensi penanganan faktor internal dan eksternal .... 222 Lampiran D24 Data skor total soal bernomor ganjil dan genap pada pernyataan

urgensi penanganan faktor internal dan eksternal (total) ... 230 Lampiran D25 Hasil uji reliabilitas pada pernyataan urgensi penanganan

(15)

ANALISIS STRATEGI PENANGANAN RISIKO

PEMBENGKAKAN BIAYA PADA PELAKSANAAN

PROYEK KONSTRUKSI

(Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)

TUGAS AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

(16)
(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proyek adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang dibatasi oleh waktu dan sumber daya yang terbatas, sedangkan konstruksi adalah semua kegiatan membangun suatu bangunan. Proyek konstruksi merupakan suatu upaya untuk mencapai suatu hasil dalam bentuk bangunan atau infrastruktur. Setiap usaha akan selalu muncul secara berdampingan 2 (dua) hal yang kontradiktif yaitu peluang memperoleh keuntungan dan risiko menderita kerugian, termasuk didalamnya usaha jasa konstruksi. Kegiatan konstruksi dapat dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi tujuannya yaitu selesai tepat waktu yang ditentukan, sesuai dengan biaya yang dialokasikan dan memenuhi persyaratan kualitas yang ditentukan.

Perencanaan suatu proyek hendaknya dapat diaplikasikan pada saat pelaksanaan di lapangan. Namun pada saat pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi sering mengalami ketidaksesuaian antara perencanaan awal dengan kondisi lapangan. Ketidaksesuaian ini dapat berupa kesalahan-kesalahan pada pelaksanaan proyek konstruksi. Kesalahan seperti ini dapat menghambat produktivitas pengerjaan proyek yang berimbas pada penambahan waktu dan biaya.

Biaya yang tidak bisa dikendalikan pada saat pelaksanaan proyek kemungkinan akan menimbulkan risiko perubahan biaya yang menyebabkan biaya menjadi membengkak. Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan pada setiap bagian dari tahapan konstruksi. Menurut Darmawan (2004) beberapa faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya, yaitu : perencanaan, estimasi biaya, hubungan kerja, material, waktu pelaksanaan, tenaga kerja, peralatan, aspek keuangan, dan lain sebagainya. Berbagai usaha dilakukan untuk dapat menghindari atau mengurangi risiko sehingga dapat dicapai hasil yang efektif.

(18)

2 berkembang sangat pesat. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jembrana telah menetapkan visi dan misi yang berkaitan dengan peningkatan pembangunan daerah meliputi peningkatan sarana fisik dalam bentuk bangunan dan peningkatan infrastruktur. Adanya peningkatan pembangunan daerah ini, menyebabkan banyaknya proyek konstruksi baik yang berskala kecil maupun menengah di kawasan tersebut. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penanganan terhadap risiko yang ada dalam pelaksanaan proyek konstruksi untuk mengurangi dampak yang merugikan bagi pelaksana proyek maupun pemilik proyek, misalnya risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi.

Sebagai bahan penelitian kasus pelaksanaan proyek konstruksi di Kabupaten Jembrana yang mengalami pembengkakan biaya, diambil 3 (tiga) contoh kasus pelaksanaan proyek konstruksi. Kasus pertama, proyek konstruksi Penataan Obyek Wisata Bunut Bolong (Pembangunan Wantilan) tahun anggaran 2014. Proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya akibat keterlambatan waktu pelaksanaan karena pengaruh cuaca di daerah lokasi proyek tersebut. Sebagai akibat karena terjadi penambahan waktu pelaksanaan, maka mempengaruhi pembengkakan biaya. Kasus kedua, diambil dari kasus proyek konstruksi Belanja Modal Konstruksi Gedung Interna Tahap III tahun anggaran 2015. Proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya karena banyaknya volume pekerjaan yang tidak sesuai dengan BQ (Bill Of Quantity) awal yang dicantumkan dalam dokumen lelang yang disyaratkan. Kasus ketiga, diambil dari kasus proyek konstruksi Penataan Areal Parkir Pusat Pembibitan Sapi Bali Pulukan tahun anggaran 2015. Proyek tersebut mengalami pembengkakan biaya karena volume pekerjaan yang dicantumkan pada BQ (Bill Of Quantity) tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.

(19)

3 pelaksanaan proyek konstruksi, khususnya pada pelaksanaan proyek konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor klasifikasi kecil dan menengah di wilayah Kabupaten Jembrana. Hal ini berdasarkan atas pengalaman dan kenyataan sesuai hasil contoh kasus pelaksanaan proyek konstruksi yang telah dicantumkan bahwa dalam proses pelaksanaan proyek konstruksi selalu ditemukan kondisi pelaksanaan yang tidak sesuai dengan perencanaan awal.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang di atas dapat diambil rumusan masalah seperti berikut :

1. Indikator apakah dari faktor SWOT (Strengths, Weaknesses,

Opportunities, Threats) yang paling mempengaruhi risiko

pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi.

2. Bagaimanakah strategi penanganan risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi.

3. Apakah alternatif strategi terbaik penanganan risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan tersebut, maka tujuan penelitian dari tugas akhir ini adalah :

1. Mengetahui indikator dari faktor SWOT (Strengths, Weaknesses,

Opportunities, Threats) yang paling mempengaruhi risiko

pembengkakan biaya konstruksi pada pelaksanaan proyek konstruksi. 2. Mengetahui strategi penanganan risiko pembengkakan biaya

pelaksanaan proyek konstruksi.

3. Mengetahui alternatif strategi terbaik penanganan risiko pembengkakan biaya pelaksanaan proyek konstruksi.

1.4 Manfaat Penelitian

(20)

4 alternatif strategi penanganan risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam merancang biaya konstruksi kedepannya.

1.5 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Proyek konstruksi yang diteliti adalah proyek pemerintah pada tahun anggaran 2015.

2. Metode pengumpulan data primer dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan wawancara.

3. Pengujian kuesioner (Uji validitas dan uji reliabilitas) dilakukan dengan menggunakan bantuan aplikasi Microsoft Excel 2013.

4. Metode untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan metode SWOT.

5. Penelitian dilakukan pada proyek kualifikasi kecil dan menengah atau proyek yang bernilai kurang dari 50 Milyar.

(21)

ANALISIS STRATEGI PENANGANAN RISIKO

PEMBENGKAKAN BIAYA PADA PELAKSANAAN

PROYEK KONSTRUKSI

(Studi Kasus : Pelaksanaan Proyek Konstruksi di Kabupaten Jembrana)

TUGAS AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

(22)
(23)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Risiko

Menurut Oxford Dictionary dalam Norken dkk. (2015), risiko

didefinisikan sebagai kemungkinan mengalami bahaya atau penderitaan membahayakan. Secara umum, risiko dapat mengacu pada hal-hal yang sangat tidak pasti atau berbahaya. Beberapa definisi risiko dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Risk is Chance of Loss (Risiko adalah Peluang Kerugian)

Chance of Loss biasanya dipergunakan untuk menunjukan suatu keadaan terdapat suatu peluang kerugian atau suatu kemungkinan

kerugian. Edwards (1995) dalam Construction Risk Management

mendefinisikan jenis risiko sebagai berikut :

a. Fisik/material : kerugian akibat kebakaran, korosi, ledakan struktural, cacat, perang.

b. Konsekuensi : hilangnya keuntungan akibat kebakaran, pencurian. c. Sosial : perubahan opini publik, kesadaran akan isu-isu moral,

misalnya isu lingkungan.

d. Kewajiban hukum : kewajiban berliku-liku, kewajiban hukum, kewajiban kontraktual.

e. Politik : intervensi pemerintah, sanksi, tindakan pemerintah asing, inflasi/deflasi, kebijakan, pembatasan ekspor/impor, aliansi perdagangan, perubahan dalam perundang-undangan.

f. Keuangan : prakiraan inflasi yang tidak memadai, keputusan pemasaran yang tidak tepat, kebijakan kredit.

g. Teknis : peningkatan teknologi dalam manufaktur, komunikasi, penanganan data, kesalingketergantungan para produsen, metode penyimpanan, pengendalian stok dan distribusi.

(24)

6 Godfrey (1996) dalam CIRIA menyatakan bahwa nilai risiko ditentukan sebagai perkalian antara kecenderungan/frekuensi dengan konsekuensi risiko. Kecenderungan (likelihood) adalah peluang terjadinya kerugian yang merugikan, yang dinyatakan dalam jumlah kejadian per tahun atau per satuan waktu. Sedangkan konsekuensi (consequences) merupakan besaran kerugian yang diakibatkan oleh terjadinya suatu kejadian yang merugikan yang dinyatakan dalam nilai uang.

3. Risk is Uncertainty (Risiko adalah Ketidakpastian)

Dalam hal ini ada pemahaman bahwa risiko berhubungan dengan ketidakpastian, munculnya risiko disebabkan adanya ketidakpastian. Cooper dan Chapman (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah kondisi dimana terdapat kemungkinan keuntungan/kerugian ekonomi atau finansial, kerusakan atau cedera fisik, keterlambatan, sebagai konsekuensi ketidakpastian selama dilaksanakannya suatu rencana kegiatan. Risiko dapat diartikan sebagai peluang terjadinya kerugian atau kemungkinan terjadinya kerugian, dan risiko juga merupakan akibat dari adanya ketidakpastian (uncertainly) dari apa yang akan dihadapi. Ketidakpastian ada, akibat dari ketidakmampuan manusia untuk mengetahui apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang dari apa yang dilakukan atau direncanakan saat ini.

Ketidakpastian dapat dikategorikan menjadi ketidakpastian alami atau random dan ketidakpastian karena perilaku manusia atau teknologi. Ketidakpastian alami atau random adalah ketidakpastian yang disebabkan oleh fenomena alam, seperti gempa bumi, hujan deras, angin kencang dan lain sebagainya yang umumnya sangat sulit untuk diperkirakan karena sifatnya random, dan pendekatan yang dilakukan adalah stokastik/statistik. Sedangkan ketidakpastian teknologi adalah ketidakpastian akibat dari perilaku manusia yang

diakibatkan oleh ketidakpastian dalam melakukan sampling, pengukuran,

(25)

7 baik. Ketidakpastian tidak dapat sepenuhnya dihilangkan, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan analisis risiko dan manajemen risiko.

Dengan demikian dapat didefinisikan risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan konstruksi yang dapat memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana apakah terhadap waktu atau biaya (Kountur, 2004)

Pada umumnya risiko dikelompokan berdasarkan modal, sifat, perubahan waktu dan sumber.

a. Jenis risiko berdasarkan modal proyek (Soeharto,1997), dibagi menjadi dua yaitu :

1. Risiko proyek tunggal yaitu risiko yang diperhitungkan hanya risiko yang melekat pada proyek itu atau karakteristik hubungan antara risiko dan keuntungan dalam suatu perusahaan.

2. Risiko multiproyek risiko menangani beberapa proyek, dalam hal ini risiko masing-masing proyek diperhitungkan berkombinasi.

b. Jenis risiko berdasarkan sifat (Kontur, 2004), dibagi menjadi dua yaitu :

1. Risiko spekulatif yaitu risiko yang memiliki dua kemungkinan yaitu kerugian atau keuntungan, risiko ini tidak dapat diasuransi.

2. Risiko murni yaitu resiko yang memiliki satu kemungkinan yaitu kerugian, risiko ini dapat diasuransi.

c. Risiko berdasarkan karena perubahan waktu dibagi atas dua (Trieschman et al., 2001 dalam Perbawa, 2007), yaitu:

1. Risiko Statis

Risiko yang asalnya dari masyarakat yang tidak berubah yang berada dalam keseimbangan stabil. Risiko statis dapat bersifat murni ataupun spekulatif.

2. Risiko Dinamis

(26)

8 d. Sumber risiko dapat sebagai faktor menimbulkan kejadian negatif. Sumber risiko dijelaskan oleh Perbawa (2004) dikutip dari Kwakye (1997), dibagi menjadi sembilan yaitu :

1. Fundamental Physical Risks

Risiko yang diakibatkan fenomena alam, kesalahan manusia atau industri misalnya kerusakan akibat badai, kebakaran dan sebagainya.

2. Legal Risks

Risiko yang berkaitan dengan bidang hukum yaitu kerugian terhadap manusia dan kerusakan pada bangunan atau lingkungan selama masa pelaksanaan dan pemeliharaan konstruksi, getaran dan gangguan-gangguan lain selama pelaksanaan konstruksi.

3. Construction Related Risks

Risiko yang berkaitan dengan pelaksanaan konstruksi yaitu kekurangan sumber daya (tenaga kerja, material dan alat), keterlambatan mengelola site, tingkat kesulitan dan kerumitan konstruksi, ketidaksesuaian gambar atau volume dalam kontrak dengan kenyataan di lapangan, dan sebagainya.

4. Price Determinan Risks

Risiko yang berkaitan dengan biaya akibat kesalahan estimasi atau penaksiran yang kurang akurat, kesalahan meramalkan biaya dari sumber daya yang digunakan, tidak tepatnya pengambilan keputusan.

5. Contractual Risks

Risiko yang meliputi keterlambatan pembayaran, kualitas kerja yang tidak sesuai kontrak, klaim, persengketaan dan sebagainya.

6. Performance Risks

Risiko yang diakibatkan oleh hasil produktivitas dari sumber daya yang digunakan misalnya akibat moral pekerja, pemogokan, jaminan keselamatan dan kesehatan , perencanaan tidak tepat.

7. Economic Risks

(27)

9 8. Political Ricks

Risiko yang diakibatkan oleh peristiwa dalam dunia politik seperti pergantian pemerintah, dan sebagainya.

9. Market Risks

Risiko pasar yang diakibatkan oleh resesi pasar akan permintaan konstruksi, persaingan kuat dalam harga terendah, dan sebagainya.

2.2 Analisis Risiko

Analisis risiko menurut Thompson dan Perry (1991) adalah merupakan suatu proses dari identifikasi dan penilaian (assessment). Godfrey et.al, (1996) mengungkapkan bahwa, analisis risiko yang dilakukan secara sistematik dapat membantu untuk :

a. Mengidentifikasi, menilai dan meranking risiko secara jelas. b. Memusatkan perhatian pada risiko utama (major risk). c. Memperjelas keputusan tentang batasan kerugian.

d. Meminimumkan potensi kerusakan apabila timbul keadaan yang

paling buruk.

e. Mengontrol aspek ketidakpastian dalam proyek.

f. Memperjelas dan menegaskan peran setiap orang/badan yang terlibat

dalam manajemen risiko.

Analisis risiko dapat dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif, dimana sumber risiko harus diidentifikasi dan akibat (effect) harus dinilai atau dianalisis. Analisis risiko diawali dengan analisis risiko kualitatif yang nantinya, apabila diperlukan dapat dilanjutkan dengan analisis risiko kuantitatif. Hal ini disebabkan karena analisis risiko kualitatif lebih terfokus pada identifikasi dan penilaian risiko sehingga hasilnya dapat berupa ranking, perbandingan atau analisis deskriptif.

(28)

10 probabilitas, analisis sensitivitas, analisis skenario, analisis simulasi, dan analisis korelasi.

Menurut Al-Bahar (1990), pemodelan ketidakpastian risiko mengacu pada “kuantifikasi eksplisit kemungkinan terjadinya dan konsekuensi potensial berdasarkan semua informasi yang tersedia tentang risiko yang dipertimbangkan”. Kemungkinan terjadinya ketidakpastian akan disajikan dalam bentuk probabilitas, dan potensi konsekuensi.

Sementara Cooper dan Chapman (1987) menyarankan ada 5 (lima) kondisi yang berbeda saat analisis risiko sangat diperlukan untuk dilakukan, antara lain :

a. Pada tahap studi kelayakan awal investasi atau usulan proyek dimana keputusan harus diambil yang kerap kali dengan informasi yang terbatas, apakah proyek dibatalkan, ditunda atau dilanjutkan pada tahap berikut.

b. Pada proyek dengan yang berpotensi mendatangkan kerugian, atau dengan benefit cost ratio (BCR) mendekati satu atau kurang.

c. Pada investasi proyek yang mempunyai potensi risiko yang tidak lumrah (unusual risk) atau ketidakpastian, yang dapat mengakibatkan pengendalian investasi yang tidak menentu.

d. Pada pemilihan berbagai alternatif proyek atau investasi yang telah ditetapkan pada tahap studi kelayakan awal atau tahap studi kelayakan.

e. Pada perencanaan detail atau optimasi spesifikasi proyek dimana konsep telah diberikan persetujuan.

2.3 Manajemen Risiko

Manajemen risiko adalah bagaimana mengelola suatu perusahaan sehingga dapat mewujudkan tingkat keuntungan tertentu dan menghadapi kendala-kendala yang mungkin timbul. Tujuan selanjutnya adalah untuk meminimalkan perubahan

buruk yang dapat mempengaruhi cash flow yang akan datang. Manajemen risiko

(29)

11 jangka panjang dan mencari solusi yang terbaik (Claessens, 1993 dalam Resmilati, 2001).

Manajemen risiko adalah cara yang terstruktur untuk mengidentifikasi tapi juga harus menghitung risiko dan pengaruhnya terhadap proyek, hasilnya adalah apakah risiko itu dapat diterima atau tidak (Kerzener, 1995 dalam Kristinayati, 2005).

2.3.1 Identifikasi Risiko

Risiko dapat dikenali dari sumbernya (source), kejadian (event), dan akibatnya (effect). Sumber risiko adalah kondisi-kondisi yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya risiko. Event adalah peristiwa yang menimbulkan pengaruh (effect) yang sifatnya dapat merugikan dan menguntungkan, sebagai contoh dalam suatu pekerjaan terdapat kerusakan pada peralatan (sumber risiko), lalu terjadi kecelakaan pada pekerjaan proyek (peristiwa) yang menyebabkan kematian pada pekerja (akibat) (Ariyanti, 2006).

Tahapan identifikasi risiko ini merupakan tahapan tersulit dan paling menentukan dalam manajemen risiko. Kesulitan ini disebabkan oleh ketidakmampuan untuk mengidentifikasi seluruh risiko yang akan timbul mengingat adanya ketidakpastian dari apa yang akan dihadapi. Oleh karena itu dalam mengidentifikasi risiko ini terlebih dahulu diupayakan untuk menentukan sumber risiko dan efek risiko itu sendiri secara komperehensif (Godfrey, 1996 dalam Ariyanti, 2006).

Sumber risiko proyek adalah setiap faktor yang dapat mempengaruhi kinerja proyek. Risiko timbul jika efek ini bersifat tidak pasti dan penting dalam pengaruhnya terhadap kinerja proyek. Karenanya, definisi dari tujuan proyek dan kinerja proyek mempunyai pengaruh yang fundamental pada tingkat risiko proyek. Beberapa jenis risiko bersifat uncontrolable dan dapat mempengaruhi sasaran proyek (Soeharto,2001), jenis risiko tersebut adalah :

1. Peraturan pemerintah, seperti kenaikan harga bahan bakar, ekspor-impor barang, masalah lingkungan, peraturan baru dan lain-lain. 2. Bencana alam, seperti gempa bumi, badai dan banjir.

(30)

12 4. Situasi pasar terhadap harga dan supply barang.

5. Perubahan moneter yang cukup besar, misalnya devaluasi.

Dengan demikian bahwa mengidentifikasi risiko dalam pembangunan suatu proyek sangat penting untuk mengetahui kemungkinan buruk yang akan terjadi dan mengelola risiko tersebut untuk dapat meminimalkan dampak negatif yang ditimbulkan sehingga tujuan dari pembangunan suatu proyek dapat tercapai.

2.3.2 Klasifikasi Risiko

Klasifikasi risiko dibuat dengan maksud untuk memudahkan pembedaan dan pemahaman terhadap risiko tersebut, sehingga dapat membantu dalam melakukan analisis risiko. Ada 3 (tiga) cara untuk mengklasifikasikan risiko yaitu dengan mengidentifikasi konsekuensi risiko, jenis risiko dan pengaruh risiko. Berdasarkan konsekuensinya, risiko dapat diklasifikasikan berdasarkan frekuensi kejadian, akibat risiko dan kemungkinannya. Menurut jenisnya, risiko diklasifikasikan menjadi risiko murni dan spekulatif yaitu risiko bisnis dan finansial. Sedangkan bidang-bidang aktivitas yang dapat terkena pengaruh risiko meliputi semua aspek aktivitas dalam kehidupan.

2.3.3 Rencana Penanggulangan Risiko

Rencana penanggulangan risiko merupakan proses pengembangan tahapan, teknik untuk mempertinggi kesempatan dan mengurangi ancaman obyektifitas proyek. Proses ini dilaksanakan dengan mempertimbangkan tanggapan dan tanggung jawab risiko.

1. Tanggapan Terhadap Risiko

Tanggapan yang dimaksud adalah berupa teknik dan strategi untuk menanggulangi risiko yang mungkin timbul. Tanggapan dapat berupa tindakan menghindari, mencegah kerugian, dan memperkecil dampak negatif. Tanggapan risiko dikelompokkan dalam beberapa kategori (Soeharto, 1997) sebagai berikut:

a. Mengikat Asuransi

(31)

13 b. Menghindari Risiko

Menghindari risiko dengan memilih alternatif lain, adalah salah satu keputusan yang paling mudah dalam menghadapi risiko. Misalnya suatu proyek yang dokumen proyeknya tidak jelas, tidak lengkap dan mengada-ada maka proyek ini terlalu berisiko jika diambil maka keputusan yang paling tepat adalah tidak mengambilnya.

c. Ditanggung bersama/shared

Pendistribusian atau pembagian risiko (shared) dengan pihak lain, misalnya dalam kerja sama berbentuk joint venture, risiko dipikul bersama antara pengguna jasa dengan mitranya.

d. Pemindahan tanggung jawab/transferred

Pemindahan atau memberikan tanggung jawab risiko proyek pada pihak lain, misalnya dari pengguna jasa proyek ke peserta proyek lain, ini dilakukan bila pihak lain tersebut dianggap mampu atau memiliki kontrol yang baik dalam mengelola risiko bersangkutan.

e. Menghadapi risiko dengan dana cadangan

Risiko dihadapi dengan persiapan misalnya menyediakan dana cadangan yang sering disebut kontijensi atau allowance. Besarnya dana ini tergantung dari kontraktor sendiri. Strategi ini digunakan bila tidak memungkinkan dengan mentransfer risiko dengan pertimbangan biaya yang sama besar dengan kerugiannya bila menghadapi risiko tersebut.

Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menangani risiko yaitu :

1. Menahan Risiko (Risk Retention)

Sikap untuk menahan risiko sangat erat hubungannya dengan keuntungan (gain) yang terdapat dalam suatu risiko. Tindakan untuk menerima/menahan risiko ini karena dampak dari suatu kejadian yang merugikan masih dapat diterima (acceptable).

2. Mengurangi Risiko (Risk Reduction)

(32)

14 terjadi secara simultan. Dengan melakukan tindakan ini kadang-kadang masih ada risiko sisa (residual risk) yang perlu dilakukan penilaian (assessment).

3. Memindahkan Risiko (Risk Transfer)

Sikap pemindahan ini dilakukan dengan cara mengasuransikan risiko yang dilakukan dengan memberikan sebagian atau seluruhnya kepada pihak lain. Usaha atau pekerjaan yang risikonya tinggi dipindahkan kepada pihak yang mempunyai kemampuan menangani dan mengendalikannya. 4. Menghindari Risiko (Risk Avoidance)

Sikap menghindari risiko adalah cara menghindari kerugian dengan menghindari aktivitas yang tingkat kerugiannya tinggi. Menghindari risiko dapat dilakukan dengan melakukan penolakan. Salah satu contoh penghindaran risiko pada proyek konstruksi adalah dengan memutuskan hubungan kontrak (breach of contract).

Tindakan dalam menangani risiko (risk mitigation) harus dilakukan setelah mengetahui risiko-risiko yang teridentifikasi memberikan dampak yang besar terhadap suatu pekerjaan. Apabila risiko bersifat dapat diterima dan dapat diabaikan, maka risiko tidak perlu mendapatkan perhatian besar untuk ditangani, yaitu dengan menahan risiko (retention risk) dan mengurangi risiko (reduction risk), tetapi jika risiko bersifat tidak dapat diterima sepenuhnya dan tidak diharapkan, maka risiko perlu ditangani lebih lanjut dengan memindahkan risiko (risk transfer) dan menghindari risiko (risk avoidance).

2. Tanggung Jawab Risiko

Pembagian tanggung jawab risiko antar peserta proyek juga dipengaruhi oleh jenis kontrak pada proyek. Peserta proyek harus berhati-hati pada ketentuan-ketentuan dalam kontrak dan pembagian tanggung jawabnya

tersebut. Umumnya risiko yang bersifat controllable dalam proyek

dialokasikan kepada peserta proyek berdasarkan petimbangan berikut:

(33)

15 b) Alokasi risiko diberikan pada peserta atas dasar dorongan motivasi untuk meningkatkan kinerjanya dan disesuaikan kemampuannya dalam menangani risiko.

c) Bila risiko harus dipikul bersama oleh peserta proyek maka bobotnya harus dibagi secara rasional.

d) Dalam merencanakan alokasi risiko harus diperhitungkan dampaknya terhadap biaya proyek secara keseluruhan, sehingga perlu dicari alternatif terbaik.

Menurut Flanagan et al. (1993) dalam Wahyuni (2006), untuk menentukan alokasi tanggung jawab risiko (ownership of risk) digunakan prinsip-prinsip pengalokasian risiko yaitu sebagai berikut :

1. Pihak mana yang mempunyai kontrol terbaik terhadap kejadian yang menimbulkan risiko.

2. Pihak mana yang dapat menangani risiko apabila risiko itu muncul. 3. Pihak mana yang mengambil tanggung jawab jika risiko tidak terkontrol. 4. Jika risiko diluar kontrol semua pihak, maka diasumsikan sebagai risiko

bersama.

2.4 Manajemen Strategi

Menurut Hunger dkk. (1992) dalam Purwanto (2006), manajemen strategis adalah sejumlah keputusan manajerial dan tindakan yang menentukan kinerja jangka panjang dari suatu perusahaan, seperti pengamatan lingkungan, formulasi strategi, implementasi strategi, evaluasi dan pengendalian.

(34)

16

2.5 Formulasi Strategi

Formulasi strategi atau yang biasanya disebut Perencanaan Strategi merupakan proses penyusunan perencanaan jangka panjang. Tujuan utama dari formulasi strategi adalah agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi-kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Untuk mempermudah pelaksanaan strategi, maka strategi dibuat sesuai dengan tingkatan manajemen strategis yang ada. Formulasi strategi perusahaan terdiri dari tiga tingkatan pengambilan keputusan, yaitu (Purwanto, 2006) :

a. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy) b. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy) c. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)

1. Strategi Tingkat Perusahaan (corporate level strategy)

Strategi ini diformulasikan oleh top manajemen dengan maksud untuk mencapai tujuan perusahaan secara keseluruhan. Penentuan formulasi strategi ini secara umum terdiri dari lima strategi utama, yaitu (Purwanto, 2006) :

1. Concentration Strategy

Strategi konsentrasi adalah strategi dimana perusahaan memfokuskan diri pada satu lini bisnis saja. Strategi konsentrasi ini dilakukan dengan maksud untuk memperoleh keuntungan bersaing dengan memfokuskan seluruh sumber daya pada satu bidang atau produk saja. Kerugian dari strategi ini adalah bila pasar jenuh atau muncul pesaing yang mengancam keberadaan perusahaan dalam industri dan mendominasi pasar maka tidak ada bisnis lain yang menyokong perusahaan.

2. Stability Strategy

Perusahaan yang menerapkan strategi ini memfokuskan pada lini bisnis yang sudah ada. Strategi ini biasa diterapkan oleh perusahaan sebagai berikut :

a. Perusahaan yang berada pada tingkat pertumbuhan industri yang jenuh.

(35)

17 c. Lingkungan dianggap lebih stabil

d. Melakukan pertumbuhan menimbulkan ketidakefisienan sehingga

menurunkan tingkat laba.

3. Growth Strategy

Perusahaan yang menerapkan strategi ini akan berupaya secara maksimal untuk mengejar pertumbuhan yang bersifat terus menerus. Growth strategy dapat dilakukan dengan cara berikut :

a. Integrasi vertikal (vertical integration)

Integrasi vertikal adalah pertumbuhan yang dilakukan dengan mengakuisisi perusahaan lain yang terdapat dalam saluran distribusi. Integrasi vertikal dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :

- Integrasi hilir (forward integration)

Strategi ini digunakan jika perusahaan membeli atau menguasai perusahaan lain yang lebih dekat dengan konsumen, seperti pedagang eceran, pedagang besar, dll.

- Integrasi hulu (backward integration)

Strategi ini digunakan dengan cara menguasai atau membeli perusahaan pemasok atau supplier.

b. Integrasi horizontal (horizontal integration)

Strategi pertumbuhan integrasi horizontal dilakukan melalui akuisisi perusahaan pesaing yang memiliki lini bisnis yang sama.

c. Diversifikasi (diversification)

Strategi diversifikasi dilakukan melalui akuisisi perusahaan dalam industri yang memiliki lini bisnis yang berbeda. Strategi diversifikasi dibagi menjadi dua, yaitu :

- Related atau concentric diversification

(36)

18 pasar yang lebih besar melalui penggunaan bersama sumber daya yang ada.

- Unrelated atau conglomerate diversification

Strategi ini dilakukan dengan cara mengakuisisi perusahaan lain yang memiliki lini bisnis yang berbeda.

d. Marger and joint ventures - Marger

Strategi marger merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dan membentuk perusahaan baru.

- Joint ventures

Strategi joint ventures merupakan strategi pertumbuhan dimana sebuah perusahaan bekerja sama untuk mengerjakan sebuah proyek yang tidak bisa ditangani oleh perusahaan itu sendiri.

4. Combination strategy

Strategi kombinasi ini biasanya dilakukan oleh perusahaan besar yang memiliki berbagai macam bisnis.

5. Retrenchment strategy

Strategi retrenchment ditetapkan ketika perusahaan sudah tidak bisa bersaing secara efektif. Strategi ini dibedakan menjadi tiga, yaitu :

a. Turnaround strategy

Strategi ini diterapkan ketika prestasi perusahaan kurang baik namun belum mencapai tahap yang sangat kritis.

b. Divestment strategy

Strategi ini digunakan ketika perusahaan gagal dalam mencapai tujuan perusahaan.

c. Liquidation strategy

(37)

19

2. Strategi Tingkat Unit Usaha (business unit strategy)

Formulasi strategi ini dilakukan dengan melibatkan para pengambil keputusan pada tingkat unit bisnis atau tingkat divisi. Strategi tingkat unit bisnis ini harus selalu sejalan dengan formulasi strategi bisnis secara keseluruhan dari perusahaan (Purwanto, 2006). Salah satu pendekatan yang banyak dikenal dalam memformulasikan strategi pada tingkat unit bisnis adalah dengan menggunakan strategi generik yang dikemukakan oleh Porter (1980) dalam Purwanto (2006). Tiga strategi generik yang patut dipertimbangkan, yaitu :

1. Keunggulan biaya (Overall Cost Leadership) yaitu strategi yang

digunakan dengan cara perusahaan bekerja keras untuk mencapai biaya produksi dan distribusi terendah sehingga dapat menawarkan harga yang lebih rendah daripada pesaingnya dan memenangkan penguasaan pangsa pasar yang besar.

2. Diferensiasi (Differentiation) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara berkonsentrasi pada pencapaian kinerja superior dalam suatu area yang dinilai penting oleh sebagian pasar.

3. Fokus (Focus) yaitu strategi yang digunakan perusahaan dengan cara memfokuskan diri pada satu atau lebih segmen pasar kecil.

3. Strategi Tingkat Fungsional (functional level strategy)

Formulasi strategi fungsional dilakukan untuk tiap-tiap bidang fungsional dari suatu perusahaan (Purwanto, 2006). Bidang fungsional utama perusahaan meliputi strategi pemasaran, sumber daya manusia, operasional, riset dan pengembangan, serta strategi keuangan. Strategi ini akan menghasilkan tugas-tugas khusus yang dibentuk sebagai realisasi strategi bisnis, yang diperlukan adalah koordinasi dari seluruh kegiatan untuk memastikan bahwa seluruh strategi tetap konsisten.

a. Strategi Pemasaran

(38)

20

b. Strategi Sumber Daya Manusia

Yaitu perencanaan mengenai pendayagunaan sumber daya manusia sebagai usaha mempertahankan dan meningkatkan kemampuan terbaik sebuah perusahaan/industri untuk menjadi pesaing yang mampu memenangkan dan menguasai pasar, melalui tenaga kerja yang dimilikinya.

c. Strategi Operasional

Yaitu perencanaan kegiatan untuk mengatur dan mengkoordinasikan sumber-sumber daya (sumber daya manusia, alat dan sumber lainnya) secara efektif dan efisien sehingga menciptakan dan menambah kegunaan suatu barang dan jasa untuk memperoleh keuntungan perusahaan.

d. Strategi Riset dan Pengembangan

Strategi ini berperan dalam menghasilkan produk baru untuk bisnis dan perusahaan secara keseluruhan dengan menemukan ide-ide produk baru dan mengembangkan sampai produk tersebut diproduksi dan dipasarkan. e. Strategi Keuangan

Yaitu aktivitas yang terkait dengan perencanaan dan pengendalian keuangan, serta pendistribusian aset-aset keuangan perusahaan. Aktivitas yang dilakukan perusahaan pada umumnya berhubungan dengan penentuan keputusan investasi jangka panjang, perolehan dana untuk investasi tersebut, serta pelaksanaan kegiatan operasional.

2.6 Manajemen Biaya

Dalam penyelenggaraan konstruksi, faktor biaya merupakan bahan pertimbangan utama karena biasanya menyangkut jumlah investasi besar yang harus ditanamkan pemberi tugas yang rentan terhadap risiko kegagalan. Oleh karena itu, biaya proyek perlu dikelola dengan baik sehingga kemungkinan terjadinya overrun biaya bisa diminimumkan (Dipohusodo,1996).

2.6.1 Biaya Proyek

(39)

21 1. Biaya Langsung (direct cost)

Biaya langsung merupakan biaya untuk segala sesuatu yang akan menjadi komponen permanen hasil akhir proyek (Soeharto, 1995). Biaya langsung terdiri dari biaya-biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi ataupun suatu proyek tertentu, antara lain:

a. Biaya bahan/material b. Upah buruh

c. Biaya peralatan d. Biaya subkontraktor

2. Biaya Tidak Langsung (indirect cost)

Biaya tidak langsung adalah pengeluaran untuk manajemen, supervisi dan pembayaran material serta jasa untuk pengadaan bagian proyek yang tidak akan menjadi instalasi atau produk permanen, tetapi diperlukan dalam rangka proses pembangunan proyek (Soeharto, 1995).

Biaya tidak langsung terdiri dari: a. Biaya overhead

b. Biaya tak terduga c. Keuntungan/profit d. Penalti/bonus

Dalam suatu keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan (Pilcher, 1992). Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak dapat diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).

2.6.2 Pengertian Pembengkakan Biaya

(40)

22 dan dimaksudkan untuk mengasilkan produk yang kreteria mutunya telah digariskan dengan jelas. Di dalam proses mencapai tujuan tersebut, ada batasan yang harus dipenuhi yaitu :

1. Biaya (anggaran) yang dialokasikan 2. Jadwal (waktu)

3. Mutu yang harus dipenuhi.

Ketiga hal tersebut merupakan parameter yang penting bagi penyelenggara proyek yang sering diasosiasikan sebagai sasaran proyek (Soeharto, 1999). Ketiga batasan di atas sesungguhnya saling tarik menarik, yang artinya jika ingin meningkatkan kinerja produk yang telah disepakati dalam kontrak maka umumnya harus diikuti dengan meningkatkan mutu. Hal ini selanjutnya berakibat pada naiknya biaya sehingga melebihi anggaran. Sebaiknya bila ingin menekan biaya, maka biasanya harus berkompromi dengan mutu dan jadwal. Jika biaya atau waktu yang dikeluarkan melebihi jumlah yang diperkirakan maka dikatakan menjadi pembengkakan. Semakin besar ukuran proyek semakin besar potensi terjadi pembengkakan (Soeharto, 1997).

Pembengkakan biaya dapat terjadi akibat kesalahan yang terjadi pada setiap bagian dari kegiatan tahapan konstruksi. Hal-hal yang jadi permasalahan, antara lain (Dipohusodo,1996) :

1. Tahap pengembangan konsep

a) Wawasan yang sempit tentang arti dan hakekat perencanaan di bidang konstruksi.

b) Ketidakmampuan mengungkap fakta-fakta keadaan di lokasi proyek

seperti lokasi proyek dan cuaca setempat.

c) Tidak lancarnya komunikasi antar anggota tim proyek dalam menyusun konsep dan kriteria rencana pelaksanaan proyek.

2. Tahap perencanaan

a) Kelalaian dalam perencanaan.

b) Menggunakan teknik estimasi yang buruk.

c) Kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya. d) Kegagalan menafsirkan risiko-risiko yang dapat terjadi.

(41)

23 f) Kesalahan dalam perhitungan jangka waktu proyek yang dibutuhkan. 3. Tahap pelelangan

a) Kesalahan dalam menggunakan sistem pelelangan. b) Kurang cermat dan telitinya teknik penawaran. c) Persetujuan pelelangan yang terlalu cepat.

d) Menentukan batas biaya penawaran yang tidak cermat.

4. Tahap pelaksanaan konstruksi

a) Harga material yang terlalu tinggi.

b) Kesalahan dimensi/ukuran pekerjaan dalam pelaksanaan. c) Produktivitas tenaga kerja yang rendah.

d) Kesalahan dalam memilih jenis alat. e) Spesifikasi bahan yang tidak cocok. f) Pengiriman bahan yang terlambat.

Dengan demikian apabila di dalam proses konstruksi terjadi penyimpangan kualitas hasil pekerjaan, baik hal tersebut merupakan akibat perbuatan yang disengaja maupun tidak, risiko yang harus ditanggung tidaklah kecil. Bahkan segala macam bentuk penyimpangan terhadap kesepakatan tentang kualitas dan waktu penyelesaian pekerjaan biasanya mengandung risiko sanksi denda, yang pada ujungnya berdampak pada pudarnya reputasi para pelaksana seluruhnya. Dengan demikian jelas kiranya bahwa faktor-faktor biaya, waktu, dan kualitas dalam proses konstruksi merupakan ketentuan kesepakatan mutlak yang tidak bisa ditawar-tawar lagi, dan ketiganya saling tergantung dan berpengaruh secara ketat (Dispohusodo, 1996).

2.6.3 Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Pembengkakan Biaya pada

Proyek Konstruksi

Dari penjelasan di atas mengenai permasalahan-permasalahan yang dapat terjadi pada pelaksanaan proyek konstruksi, maka Darmawan (2004) menggolongkan permasalahan tersebut di atas menjadi beberapa faktor penyebab terjadinya pembengkakan biaya pada proyek konstruksi, yaitu :

1. Perencanaan 2. Estimasi biaya

(42)

24 4. Material

5. Tenaga kerja

6. Waktu pelaksanaan

7. Peralatan 8. Hubungan kerja

Beberapa hal yang mempengaruhi setiap faktor tersebut akan diterangkan sebagai berikut :

1. Perencanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah kelalaian dalam perencanaan, kesalahan dalam memperhitungkan jangka waktu proyek yang dibutuhkan, kesalahan dalam mengidentifikasi jumlah kebutuhan tenaga kerja, serta kegagalan dalam mengidentifikasi dan mengumpulkan elemen biaya.

2. Estimasi biaya, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah data dan informasi proyek yang kurang lengkap, ketidaktepatan estimasi, tidak memperhitungkan biaya tak terduga, dan tidak memperhatikan faktor risiko pada lokasi, serta tidak memperhitungkan kondisi ekonomi umum.

3. Aspek keuangan proyek, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

pembengkakan biaya antara lain cara pembayaran tidak sesuai dengan kontrak, pengendalian/kontrol keuangan yang tidak baik, dan tingginya suku bunga pinjaman bank.

4. Material, hal-hal yang dapat menyebabkan pembengkakan biaya antara lain adanya kenaikan harga material, keterlambatan/kekurangan bahan, dan kontrol kualitas bahan yang buruk.

5. Tenaga kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah kekurangan tenaga kerja, kenaikan upah tenaga kerja, dan produktivitas tenaga kerja yang buruk.

6. Waktu pelaksanaan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya

(43)

25 7. Peralatan, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya antara lain adalah tingginya harga sewa peralatan, kondisi alat yang produktivitasnya rendah, kesalahan dalam memilih jenis alat, kesalahan dalam menghitung jam kerja alat, dan tingginya biaya transportasi peralatan.

8. Hubungan kerja, hal-hal yang dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan

biaya adalah tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan, terlalu banyak pengulangan karena mutu jelek, kurangnya koordinasi antara pengawas, perencana dan kontraktor.

Selain faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi tersebut, faktor-faktor penyebab pembengkakan biaya kontruksi menurut Fahirah (2005) antara lain sebagai berikut :

1. Data dan informasi proyek yang kurang lengkap. 2. Tidak memperhitungkan pengaruh inflasi dan eskalasi. 3. Tidak memperhitungkan biaya tak terduga (contingencies). 4. Tidak memperhatikan faktor resiko pada lokasi dan konstruksi.

5. Ketidak tepatan WBS (Work Breakdown Structure).

6. Ketidak tepatan estimasi biaya.

7. Menggunakan teknik estimasi yang salah. 8. Tingginya frekuensi perubahan pelaksanaan.

9. Terlalu banyak pengulangan pekerjaan karena mutu jelek. 10. Terlalu banyak proyek yang ditangani dalam waktu yang sama.

11. Waktu yang panjang antara SPK (Surat Perintah Kerja) dan pelaksanaan proyek.

12. Hubungan kurang baik antara owner-perencana–kontraktor.

13. Kurangnya koordinasi antara construction manager-perencana-kontraktor. 14. Terjadi perbedaan/perselisihan pada proyek.

15. Manager proyek tidak kompeten/cakap.

16. Konsultan kurang mampu dalam pengawasan proyek.

17. Spesifikasi yang tidak lengkap. 18. Sering terjadi perubahan desain. 19. Dokumen kontrak yang tidak lengkap.

(44)

26 21. Adanya kenaikan harga material.

22. Terlambat/kekurangan bahan/material waktu pelaksanaan. 23. Kontrol kualitas yang buruk dari bahan.

24. Pemakaian bahan/material yang salah. 25. Pemakaian bahan/material yang diimpor. 26. Pencurian bahan/material.

27. Kerusakan material.

28. Produksi material di luar lokasi proyek. 29. Kekurangan tenaga kerja.

30. Terjadi fluktuasi upah tenaga kerja.

31. Produktivitas tenaga kerja yang buruk/rendah. 32. Harga/sewa peralatan yang tinggi.

33. Biaya mobilisasi/demobilisasi peralatan yang tinggi. 34. Biaya pemeliharaan peralatan tidak sesuai rencana. 35. Cara pembayaran yang tidak tepat waktu.

36. Adanya fluktuasi suku bunga pinjaman 37. Pengendalian biaya yang buruk di lapangan. 38. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca. 39. Jadwal waktu kontrak diperpendek.

40. Sering terjadi penundaan pekerjaan.

41. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah. 42. Terjadi huruhara/kerusuhan di sekitar lokasi proyek.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Putra (2015), diperoleh faktor yang paling mempengaruhi terjadinya risiko pembengkakan biaya konstruksi pada proyek pembangunan gedung di Kabupaten Badung yaitu pada faktor internal variabel kekuatan, tiga indikator yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan yaitu :

1. Kualitas produk

2. Kemampuan produktifitas tenaga kerja 3. Ketersediaan tenaga kerja

(45)

27 1. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap

2. Hutang perusahaan

3. Teknik estimasi yang salah

Pada faktor eksternal variabel peluang, tiga indikator yang memiliki bobot tertinggi secara berurutan yaitu :

1. Banyaknya proyek yang ditangani dalam waktu yang sama

2. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian pinjaman

3. Peningkatan anggaran pemerintah (APBN & APBD)

Sedangkan variabel ancaman, tiga indikator yang memiliki bobot terendah secara berurutan yaitu :

1. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier 2. Perubahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang $US 3. Kenaikan harga material

2.7 Pengelompokan Faktor Risiko Pembengkakan Biaya ke dalam SWOT

Pengelompokan faktor risiko pembengkakan biaya pada pelaksanaan proyek konstruksi ke dalam SWOT, dibagi menjadi 2 (dua) yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Faktor internal meliputi 2 (dua) indikator, yaitu : - Indikator Kekuatan, terdiri dari :

a. Pengalaman tenaga kerja

b. Kemampuan produktifitas tenaga kerja

c. Hubungan personal yang baik antarpekerja di lapangan d. Komunikasi antaranggota tim proyek di lapangan e. Koordinasi dan pengawasan di lapangan

- Indikator Kelemahan, terdiri dari :

a. Data dan informasi proyek yang tidak lengkap

b. Kontraktor tidak dapat merealisasikan pembayaran termin sesuai rencana c. Pengendalian biaya yang buruk

d. Ketidaktepatan estimasi biaya

(46)

28 2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal meliputi 2 (dua) indikator, yaitu : - Indikator Peluang, terdiri dari :

a. Ketersediaan bahan baku/material

b. Banyaknya proyek yang ditangani dalam waktu yang sama

c. Supplier material yang berada dekat dengan kawasan proyek d. Adanya kebijaksanaan keuangan yang baru dari pemerintah

e. Tingkat suku bunga bank yang tidak memberatkan pengembalian

pinjaman

- Indikator Ancaman, terdiri dari :

a. Penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing b. Kenaikan harga material

c. Pencurian material

d. Keterlambatan kedatangan material oleh supplier e. Keterlambatan jadwal karena pengaruh cuaca

2.8 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi

Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko dan atau kriteria penggunaan teknologi dan atau kriteri besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan).

2.8.1 Penetapan Kualifikasi

1. Badan Usaha yang berbadan hukum yang bersifat umum tanpa

pengalaman atau baru berdiri dan memenuhi persyaratan serta memiliki modal disetor sama atau lebih dari Rp. 1 miliar tercantum dalam akta pendirian atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi M2 dan maksimum 4 (empat) sub bidang pekerjaan atau bagian sub bidang pekerjaan.

2. Badan Usaha kualifikasi M2 sebagaimana dimaksud pada No.1 diatas

(47)

29 subbidang atau bagian subbidang pekerjaan baru sesuai dengan perolehan pekerjaan dari subbidang atau bagian subbidang pekerjaan yang dimilikinya, dengan melampirkan bukti perolehan pekerjaan tersebut, batas jumlahnya sesuai dengan yang ditetapkan untuk kualifikasi M2.

3. Badan Usaha yang berbadan hukum bersifat spesialis tanpa pengalaman atau baru berdiri, dan memiliki persyaratan serta memiliki modal disetor sama atau lebih besar dari Rp. 1 miliar yang tercantum dalam akta pendirian badan usaha atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi M2 satu sub bidang pekerjaan.

4. Badan Usaha bersifat umum tanpa pengalaman atau berdiri, dan memenuhi persyaratan serta memiliki modal kurang dari Rp. 1 miliar dan yang tercantum dalam akta pendirian badan usaha atau perubahannya, dapat diberi kualifikasi K2 dengan maksimum 4 (empat) sub bidang atau bagian sub bidang pekerjaan

5. Badan Usaha bersifat spesialis tanpa pengalaman dan memenuhi persyaratan serta memiliki modal kurang dari Rp. 1 milyar yang tercantum didalam akta pendirian atau perubahannya , dapat diberi kualifikasi K2, dengan maksimum diberi satu sub bidang atau satu bagian sub bidang pekerjaan.

2.8.2 Penjelasan Kualifikasi

Kualifikasi K1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 1 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K1 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha PT-PMA. Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

(48)

30 Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

Kualifikasi K3 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 2,5 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi K3 dapat berbentuk Perseroan Komanditer (CV), Firma, Koperasi atau Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Perseroan terbatas Penanam Modal Asing (PT-PMA). Minimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

Kualifikasi M1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) sampai dengan Rp. 10 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M1 dapat berbentuk Perseroan Terbatas (PT), Firma, Koperasi atau Perseroan Komanditer (CV), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Menimal memiliki Surat Keterampilan Teknik (SKT) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT).

Kualifikasi M2 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai dengan Rp. 50 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi M2 harus berbentuk Perseroan Terbatas (PT), tidak termasuk badan usaha Penanam Modal Asing (PT-PMA). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB).

Kualifikasi B1 dapat melaksanakan pekerjaan dengan batasan nilai pekerjaan (nilai proyek) diatas Rp. 1 milyar sampai Rp. 250 milyar. Badan usaha untuk kualifikasi B1 harus berbentuk Perseroan Terbaras (PT). Memiliki Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli madya untuk Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Sertifikat Keterangan Ahli (SKA) minimal ahli muda untuk Penanggung Jawab Bidang (PJB).

(49)

31 Tabel 2.1 Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor

Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor

Kualifikasi Golongan Batas Nilai Proyek Pekerjaan

B2 Besar > 1 M s/d tak terbatas

B1 Besar > 1 M s/d 250 M

M2 Menengah > 1 M s/d 50 M

M1 Menengah ≤ 10 M

K3 Kecil ≤ 2,5 M

K2 Kecil ≤ 1,75M

K1 Kecil ≤ 1 M

Sumber: Pratama (2015)

2.9 Sampel

Berikut akan dijelaskan pengertian sampel.

2.9.1 Pengertian Sampel

Dalam suatu penelitian tidak semua data dan informasi akan dproses serta tidak semua orang atau benda akan diteliti melainkan cukup dengan menggunakan sampel yang mewakilinya. Sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Adapun keuntungan dari penggunaan sampel adalah sebagai berikut :

1. Memudahkan peneliti untuk jumlah sampel lebih sedikit dibandingkan dengan menggunakan populasi dan apabila populasinya terlalu besar dikhawatirkan akan terlewati.

2. Penelitian lebih efisien, yaitu dalam arti penghematan uang, waktu dan tenaga.

3. Lebih teliti dan cermat dalam pengumpulan data, artinya jika subjeknya banyak dikhawatirkan adanya bias dari orang yang mengumpulkan data. Misalnya staf pengumpul data mengalami kelelahan sehingga pencatatan data tidak akurat.

(50)

32

2.9.2 Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi. Pengambilan sampel ini harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat mewakili dan dapat menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya.

Secara umum ada dua macam teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian (Riduwan, 2013), yaitu :

1. Probability Sampling

Probability sampling adalah teknik sampling yang digunakan untuk memberikan peluang yang sama pada setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel, yang tergolong teknik probability sampling yaitu :

a. Simple random sampling

Adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap homogen (sejenis).

b. Proportionate stratified random sampling

Adalah pengambilan sampel dari anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Hal ini dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen (tidak sejenis).

c. Disproporsionate stratified random sampling

Adalah pengambilan sampel secara acak dan berstrata tetapi sebagian ada yang kurang proporsional pembagiannya dan dilakukan apabila anggota populasinya hiterogen.

d. Area sampling (sampling daerah/wilayah)

(51)

33 2. Nonprobability Sampling

Nonprobability sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk dijadikan anggota sampel. Menurut Sugiyono (2012) yang tergolong dalam teknik ini antara lain :

a. Sampling sistematis

Adalah pengambilan sampel didasarkan atas urutan dari populasi yang telah diberi nomor urut atau anggota sampel diambil dari populasi pada jarak interval waktu dan ruang dengan urutan yang seragam.

b. Sampling kuota

Adalah penentuan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (jatah) yang dikehendaki atau pengambilan sampel yang didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tertentu dari peneliti.

c. Sampling aksidental

Adalah teknik penentuan sampel berdasarkan faktor spontanitas, artinya siapa saja secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristiknya, maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden).

d. Purposive sampling (sampling pertimbangan)

Gambar

Tabel 2.1 Kualifikasi Pekerjaan Kontraktor
Tabel 2.2 Matriks SWOT
Gambar 2.1 Diagram analisis SWOT

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian dilihat dari sasaran khalayak yang dituju, HTI DIY secara prinsip tidak memberikan prioritas sasaran khalayak untuk penyampaian pesan Khilafah Islamiyah secara

Siswa memeriksa jawaban yang telah selesai ia kerjakan sehingga terhindar dari suatu kesalahan, selain itu juga siswa perempuan juga mampu mengungkapkan alasan ia

Memberi masukan perihal keberadaan dan perkembangan agama Buddha luar negeri kepada Dewan Pimpinan Sangha Theravada Indonesia. Pasal 6

Pada penelitian ini variabel terikatnya yaitu uji kuat impak charpy papan komposit berbahan baku serat pelepah kelapa sawit yang akan digunakan sebagai bahan pembuatan papan

Teoritis berharap agar dapat mengembangkan kajian komunikasi, khususnya bagi penelitian yang menggunakan media film sebagai salah satu media masa dan tidak hanya

c) Alternatif yang lain sebagai masyarakat yang sering mempunyai obat yang sudah kadaluarsa di rumah yaitu :.. d) Melaporkan dan mengirim obat tersebut keinstalan

mampu meningkatkan kreativitas dan ketertarikan dalam menjaga kelestarian budaya lokal Bali yaitu Barong. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

Untuk dapat mengoptimalkan implementasi e-Court pada Pengadilan Negeri Sumedang agar terealisasinya asas Peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan di seluruh tingkatan