• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori harapan, auditing dan auditor switching. Selain itu, disajikan juga konsepkonsep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. teori harapan, auditing dan auditor switching. Selain itu, disajikan juga konsepkonsep"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Penulis akan menyajikan tinjauan pustaka yang meliputi telaah studi mengenai teori yang digunakan dalam melakukan penelitian, yaitu teori agensi, teori harapan, auditing dan auditor switching. Selain itu, disajikan juga konsep- konsep mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi auditor switching, penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, dan model penelitian. Penelitian terdahulu menguraikan kajian hasil-hasil penelitian tentang faktor – faktor yang mempengaruhi auditor switching. Perumusan hipotesis mencakup hipotesis mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi auditor switching. Model penelitian menggambarkan mengenai struktur pokok yang digunakan sebagai dasar dalam penelitian ini. Secara rinci, akan disajikan sebagai berikut.

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Agency Theory (Teori Keagenan)

Teori Keagenan (Agency Theory) merupakan basis teori yang mendasari

praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini, termasuk tentang auditor

switching. Menurut Jensen dan Meckling (1976), dalam teori keagenan (agency

theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal)

mempekerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian

mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Agen

akan melakukan tindakan terbaik demi kepentingan prinsipal, sedangkan prinsipal

akan memberikan imbalan atas pekerjaan yang dilakukan oleh agen. Eisenhardt

(2)

(1989) dalam Mahantara (2013) menyatakan ada tiga asumsi sifat manusia terkait teori keagenan, yaitu: (1) manusia pada umumnya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut manajer akan cenderung untuk bertindak oportunis, yaitu mengutamakan kepentingan pribadi, dimana hal ini akan memicu terjadinya konflik keagenan sehingga diperlukan peran pihak ketiga yang independen yaitu auditor untuk mengevaluasi pertanggungjawaban keuangan manajemen dan memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen (Mahantara, 2013).

Permasalahan akan muncul saat informasi yang diterima pihak yang berkepentingan tidak sama dengan keadaan perusahaan sesungguhnya. Keadaan ini dikenal sebagai asimetri informasi (information asymetric) atau informasi yang tidak simetris. Asimetri informasi terjadi karena agent lebih superior dalam mengetahui dan memahami informasi dibanding pihak lain (principal dan stakeholder).

Agency theory tidak dapat dilepaskan dari kedua belah pihak diatas, baik

prinsipal maupun agen merupakan pelaku utama dan keduanya mempunyai

bargaining position masing-masing dalam menempatkan posisi, peran dan

kedudukannya. Posisi, fungsi, situasi, tujuan, kepentingan dan latar belakang

prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak belakang tersebut akan

menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan (conflict of

interest) dan pengaruh antara satu sama lain (Putra, 2015). Pada penelitian ini,

(3)

auditor merupakan pihak yang diharapkan mampu untuk menjembatani antara perbedaan kepentingan pihak prinsipal (shareholders) dengan pihak manajer (agen) dalam mengelola keuangan perusahaan.

2.1.2 Stewardship Theory (Teori Harapan)

Stewardship theory merupakan situasi dimana para manajer lebih mementingkan kepentingan organisasi / principle, dalam hal ini manajer tidak termotivasi oleh tujuan-tujuan individu. Teori ini memiliki asumsi bahwa manajer adalah pelayan / steward perusahaan yang baik dan rajin bekerja untuk mencapai tingkat laba dan tingkat pengembalian modal yang tinggi bagi pemegang saham (Wijaya dan Sudarma, 2012). Teori motivasi dapat dibagi menjadi dua yaitu teori- teori yang lahirnya lebih awal atau sering disebut sebagai teori dini tentang motivasi dan teori kontemporer tentang motivasi yaitu deretan teori motivasi yang lebih baru.

Salah satu teori kontemporer yang mampu untuk menjelaskan motivasi secara lebih mendalam adalah teori harapan (Mahantara, 2013). Teori ini berdalih bahwa motivasi ditentukan oleh pemahaman seseorang terhadap hubungan antara usaha dengan kinerja, dan oleh keinginan atau harapan terhadap hasil (outcomes) yang dikaitkan dengan berbagai tingkat kinerja.

2.1.3 Auditing

Menurut Mulyadi (2014: 9), auditing adalah proses yang sistematis dalam

memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif yang berhubungan dengan

pernyataan-pernyataan tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi

untuk menentukan tingkat hubungan antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan

(4)

kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasil-hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Tujuan audit secara umum adalah memberikan opini atau pendapat tentang kewajaran atas laporan keuangan suatu perusahaan, sedangkan tujuan secara spesifiknya adalah memenuhi asersi-asersi manajemen yang terkait apakah laporan keuangan yang disajikan telah sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU).

Mulyadi (2014: 30) menjelaskan bahwa terdapat tiga tipe audit, yaitu:

1. Audit laporan keuangan (Financial Statement Audit), yaitu audit yang dilakukan auditor independen terhadap laporan keuangan yang disajikan oleh klien untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit), yaitu audit yang tujuannya untuk menentukan apakah yang diaudit sudah sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu.

3. Audit Operasional (Operational Audit), yaitu audit dengan review secara sistematik kegiatan organisasi atau bagian daripadanya dalam hubungannya yang tujuannya untuk mengevaluasi kinerja, mengidentifikasi kesempatan untuk peningkatan dan membuat rekomendasi untuk perbaikan atau tindakan lebih lanjut.

Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2013) terdapat dua tipe opini audit, yaitu:

1. Opini tanpa modifikasian, dimana opini tersebut dijelaskan dalam Standar

Audit (“SA”) 700 tentang Perumusan Suatu Opini dan Pelaporan Atas

(5)

Laporan Keuangan bahwa opini tanpa modifikasian adalah opini yang dinyatakan oleh auditor ketika auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan disusun, dalam semua hal yang material, sesuai dengan kerangka pelaporan keuangan yang berlaku.

2. Opini audit modifikasian, dimana menurut Standar Audit (“SA”) 705 tentang Modifikasi Terhadap Opini Dalam Laporan Auditor Independen terdapat tiga tipe opini audit modifikasian, yaitu:

a. Opini Wajar dengan Pengecualian, auditor harus menyatakan opini wajar dengan pengecualian, apabila:

- Auditor, setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara agregasi, adalah material, tetapi tidak pervasif, terhadap laporan keuangan; atau

- Auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, tetapi auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material, tetapi tidak pervasif.

b. Opini Tidak Wajar

Auditor harus menyatakan suatu opini tidak wajar ketika auditor,

setelah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat, menyimpulkan

bahwa kesalahan penyajian, baik secara individual maupun secara

agregasi, adalah material dan pervasif terhadap laporan keuangan.

(6)

c. Opini Tidak Menyatakan Pendapat

- Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika auditor tidak dapat memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat yang mendasari opini, dan auditor menyimpulkan bahwa kemungkinan dampak kesalahan penyajian yang tidak terdeteksi terhadap laporan keuangan, jika ada, dapat bersifat material dan pervasif.

- Auditor tidak boleh menyatakan pendapat ketika, dalam kondisi yang sangat jarang yang melibatkan banyak ketidakpastian, auditor menyimpulkan bahwa, meskipun telah memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat tentang setiap ketidakpastian tersebut, auditor tidak dapat merumuskan suatu opini audit atas laporan keuangan karena interaksi yang potensial dari ketidakpastian tersebut dan kemungkinan dampak kumulatif dari ketidakpastian tersebut terhadap laporan keuangan.

2.1.4 Auditor Switching

Auditor switching merupakan perpindahan atau pergantian KAP yang dapat

dilakukan oleh perusahaan klien, dimana pergantian auditor bisa jadi karena

ketentuan regulasi dari pemerintah yaitu sesuai PP No. 20 Tahun 2015 tentang

Praktik Akuntan Publik dimana dijelaskan bahwa adanya pembatasan rentan waktu

untuk praktik pemberian jasa audit berturut-turut bagi auditornya. Perpindahan ini

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain adanya merjer antara dua perusahaan

yang kantor akuntan publiknya berbeda, ketidakpuasan terhadap kantor akuntan

publik yang dahulu, dan merjer antara kantor akuntan publik (Halim, 2008).

(7)

Sinarwati (2010) menjelaskan bahwa pergantian auditor bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pergantian yang bersifat peraturan (mandatory) dan yang bersifat sukarela (voluntary). Klien yang mengganti auditornya ketika tidak ada aturan yang mengharuskan pergantian dilakukan mungkin menghadapi dua masalah yaitu auditor mengundurkan diri atau auditor dipecat oleh klien. Jika alasan pergantian tersebut adalah karena ketidaksepakatan atas praktik akuntansi tertentu, maka diekspektasi klien akan pindah ke auditor yang dapat bersepakat dengan klien (Wijayanti, 2010).

Namun sebaliknya, ketika pergantian auditor akibat dari peraturan pemerintah yang membatasi masa perikatan audit, seperti yang terjadi di Negara Indonesia, maka perhatian utama beralih pada auditor pengganti, tidak lagi pada klien. Pada pergantian auditor secara wajib, yang terjadi adalah pemisahan paksa oleh aturan pemerintah. Peraturan tersebut merupakan salah satu bentuk campur tangan pemerintah agar dapat menjaga independensi auditor. Tanpa independensi auditor, maka kualitas dan kompetensi auditor dalam menjalankan tugas audit akan terabaikan sehingga independensi auditor penting untuk dipertahankan auditor dalam tugas mengaudit klien (Febriansyah, 2014).

2.2 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDITOR SWITCHING

2.2.1 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan klien merupakan skala untuk mengklasifikasikan besar

kecilnya ukuran sebuah perusahaan. kecilnya perusahaan dimana nantinya

dihubungkan dengan finansial perusahaan. Menurut Saiful dan Erliana (2010)

(8)

dalam Rahayu (2012) pengukuran perusahaan bisa dilakukan melalui total aktiva, penjualan dan kapitalisasi pasar. Semakin banyak modal yang ditanam, maka semakin besar perusahaan. Kemudian, sebuah perusahaan dengan total asset yang besar mengindikasikan bahwa ukuran perusahaan tersebut besar, begitu juga sebaliknya (Susanto, 2010). Ukuran perusahaan klien yang besar memiliki operasional bisnis yang kompleks sehingga KAP berkualitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan (Wijayani dan Januarti, 2011). Selain itu, adanya pemisahan antara manajemen dan kepemilikan sangat memerlukan KAP yang dapat mengurangi agency cost. KAP yang berkualitas sangat diperlukan untuk meningkatkan kredibiltas perusahaan.

2.2.2 Financial Distress

Financial distress adalah kesulitan dana untuk menutup kewajiban perusahaan atau kesulitan likuiditas yang diawali dengan kesulitan ringan sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu jika hutang lebih besar dibandingkan dengan ekuitas atau modal. Financial distress adalah kondisi yang menunjukkan suatu perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan (Jayanti dan Widhiyani, 2014).

Menurut Salehi dan Abedini (2009), kondisi seperti ini dapat merugikan

pemegang saham, kreditur, manajer, pengusaha dan supplier. Hal ini

menggambarkan bahwa perusahaan telah mengalami kegagalan dari sudut pandang

ekonomi (Gholizadeh, 2011). Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan

(financial distress) akan cenderung melakukan praktik akuntansi dengan

menaikkan pendapatan dibandingkan perusahaan yang sehat.

(9)

2.2.3 Opini Audit Going Concern

Kelangsungan hidup perusahaan (Going Concern) yaitu menyatakan bahwa kalau tidak ada tanda-tanda, gejala-gejala, atau rencana pasti dimasa yang akan datang bahwa kesatuan usaha atau perusahaan akan dibubarkan atau dilikuidasi, maka menganggap bahwa kesatuan usaha tersebut akan berlangsung terus sampai waktu yang tidak terbatas (Suwardjono, 2014: 222). Isu opini audit sering digunakan sebagai alasan oleh manajemen untuk mengganti KAP yang secara regulasi masih boleh melakukan audit di perusahaan yang bersangkutan. Kondisi ini muncul pada saat perusahaan klien tidak setuju dengan opini audit sebelumnya atau opini audit yang akan datang (Salim dan Rahayu, 2012).

Opini going concern menunjukkan terdapat suatu resiko perusahaan yang tidak dapat bertahan dalam bisnis atau tidak dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang. Penerbitan opini going concern dapat memberi efek negatif pada harga saham perusahaan. Hal tersebut memberikan imbas yang sangat signifikan terhadap kelanjutan bisnis perusahaan kedepannya.

2.2.4 Reputasi Auditor

Menurut Mahantara (2013), reputasi auditor merupakan salah satu proksi

dari kualitas audit. Kualitas audit suatu KAP umumnya dikaitkan dengan ukuran

KAP tersebut yaitu berafiliasi atau tidak dengan Big Four. Rudyawan dan Badera

(2009) menyatakan reputasi auditor merupakan prestasi dan kepercayaan publik

yang disandang auditor atas nama besar yang dimiliki auditor tersebut. KAP Big

Four adalah empat perusahaan akuntansi internasional terbesar dan perusahaan jasa

profesional yang bergerak dalam bidang audit, dan konsultasi untuk perusahaan

(10)

perdagangan dan swasta. Menurut Dinata (2015), adapun KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan KAP The Big Four adalah sebagai berikut:

1. KAP Purwantono, Sarwoko, Sandjaja – berafiliasi dengan E &Y 2. KAP Osman Bing Satrio – berafiliasi dengan Deloitte

3. KAP Sidharta, Widjaja – berafiliasi dengan KPMG 4. KAP Haryanto Sahari – berafiliasi dengan PwC

Nabila (2011) membuktikan bahwa KAP Big Four memiliki tingkat independensi yang lebih tinggi dibandingkan KAP Non Big Four karena kehilangan sebuah klien tidak akan mempengaruhi pendapatan KAP tersebut, yang tentunya memiliki klien lebih banyak dibandingkan KAP Non Big Four.

2.3 PENELITIAN TERDAHULU

Sinarwati (2010) melakukan penelitian terkait topik yang sama dengan mengumpulkan data dari ICMD dengan menggunakan purposive sampling.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa opini audit going concern dan reputasi auditor tidak signifikan pada pergantian auditor tetapi perubahan manajemen dan kesulitan keuangan yang signifikan pada pergantian auditor.

Penelitian mengenai pergantian KAP telah dilakukan oleh Wijayani dan Januarti (2011) dimana penelitian tersebut menggunakan laporan data keuangan dari perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2003-2009. Berdasarkan metode purposive sampling, total sampel penelitian adalah 912 perusahaan. Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan regresi logistik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel perubahan manajemen dan ukuran

perusahaan secara signifikan mempengaruhi auditor switching. Sebaliknya,

(11)

variabel lain dalam penelitian ini seperti opini audit, kesulitan keuangan, perubahan persentase ROA, dan ukuran klien tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan perusahaan untuk melakukan auditor switching.

Salim dan Rahayu (2012) dengan populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2012. Sebanyak 20 sampel diperoleh dengan menggunakan metode purposive sampling. Dalam menganalisis pengaruh antara variabel independen dan dependen digunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan variabel opini audit, ukuran KAP, pergantian manajemen, dan financial distress, berpengaruh signifikan terhadap auditor switching. Secara parsial variabel pergantian manajemen berpengaruh signifikan terhadap auditor switching.

Sedangkan opini audit, ukuran KAP, dan financial distress tidak berpengaruh signifikan.

Mahantara (2013) melakukan penelitian yang menggunakan perusahaan yang

terdaftar di Bursa Efek Indonesia sebagai populasi. Berdasarkan hasil purposive

sampling diperoleh 118 perusahaan yang memenuhi kriteria sampel. Pengujian

hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis regresi

logistik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa variabel pergantian manajemen

berpengaruh secara positif terhadap pergantian KAP. Variabel ukuran perusahaan,

reputasi auditor, kesulitan keuangan, dan opini going concern berpengaruh secara

negatif terhadap pergantian KAP. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa

variabel pertumbuhan perusahaan dan penurunan persentase ROA tidak

berpengaruh terhadap pergantian KAP.

(12)

Penelitian yang lain dilakukan oleh Wijaya dan Rasmini (2015) dengan menggunakan jenis data kuantitatif yang berupa laporan keuangan perusahaan manufaktur periode 2008-2013 yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sumber data menggunakan data sekunder dengan sampel menggunakan metode purposive sampling, dengan jumlah sampel 96 perusahaan. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi logistik (logistic regression). Hasil penelitian ini menunjukkan audit fee dan opini going concern berpengaruh pada pergantian auditor. Sedangkan financial distress, ukuran perusahaan dan ukuran KAP tidak berpengaruh pada pergantian auditor.

2.4 PERUMUSAN HIPOTESIS

2.4.1 Pengaruh ukuran perusahaan terhadap auditor switching

Ukuran perusahaan dilihat dari besar kecilnya perusahaan yang dihitung

dengan total asset yang dimiliki, hal tersebut dapat menunjukkan seberapa

kompleks organisasi tersebut dapat beroperasi. Oleh karena itu, manajemen

perusahaan beranggapan bahwa dengan kegiatan usaha perusahaan yang kompleks

membutuhkan auditor yang bepengalaman menangani perusahaannya dan tentu

saja auditor yang dipakai merupakan auditor yang sudah lama mengaudit

perusahaannya, karena sudah mengetahui seluk beluk perusahaan, maka

perusahaan besar cenderung akan mempertahankan auditornya. Selain itu,

perusahaan yang sekalinya berganti auditor akan direspon cepat oleh stakeholders

dan nama baik atau image perusahaan akan terancam dinilai buruk. Oleh sebab itu,

klien besar memiliki kecenderungan lebih rendah untuk berganti auditor

(13)

dibandingkan klien yang kecil. Hal tersebut seperti penelitian yang dilakukan oleh Mahantara (2013) yang membuktikan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap auditor switching sehingga berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

1

: Ukuran perusahaan berpengaruh negatif terhadap auditor switching.

2.4.2 Pengaruh financial distress terhadap auditor switching

Perusahaan yang mengalami financial distress atau kesulitan keuangan merupakan perusahaan yang terindikasi perusahaan yang tidak sehat yang dilihat berdasarkan total hutang yang dimiliki lebih besar daripada total ekuitas. Hal ini membuat auditor akan memberikan perhatian ekstra dan menambah sikap kehati- hatian karena adanya financial distress yang dialami perusahaan klien. Sehingga, perusahaan yang sedang mengalami financial distress akan cenderung berganti auditor dengan harapan bahwa auditor tidak akan memberikan pendapat buruk mengenai keadaan keuangan yang dialami perusahaan dengan kata lain manajemen perusahaan berusaha untuk menghindari hal tersebut dengan cara melakukan auditor switching, sehingga perusahaan yang sedang mengalami financial distress lebih cenderung akan melakukan auditor switching dibandingkan perusahaan yang sehat. Hal tersebut mendukung penelitian Febriansyah (2013) yang membuktikan bahwa financial distress berpengaruh positif terhadap auditor switching, sehingga berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

2

: Financial distress berpengaruh positif terhadap auditor switching.

(14)

2.4.3 Pengaruh opini audit going concern terhadap auditor switching

Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan oleh auditor ketika auditor merasa ragu terhadap kelangsungan hidup suatu entitas, sehingga perusahaan yang mendapatkan opini audit going concern terhadap kewajaran laporan keuangan akan cenderung melakukan auditor switching karena hal tersebut tentu saja akan mendapat respon negatif dari masyarakat, untuk investor dan kreditor khususnya sehingga mereka akan membatalkan penanaman modal dan pinjaman kepada perusahaan, karena merasa takut ketika perusahaan tidak memberikan feedback atas modal yang mereka berikan. Manajemen akan melakukan auditor switching dengan anggapan bahwa dengan adanya auditor yang baru, perusahaan tidak lagi mendapat opini audit going concern. Oleh karena itu, auditor yang memberikan opini audit going concern akan membuat perusahaan melakukan auditor switching yang kemungkinan dapat memberikan opini sesuai dengan yang diharapkan perusahaan. Hal tersebut mendukung penelitian yang dilakukan oleh Wijaya dan Rasmini (2015), sehingga berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

3

: Opini audit going concern berpengaruh positif terhadap auditor switching.

2.4.4 Pengaruh reputasi auditor terhadap hubungan ukuran perusahaan dan auditor switching

Berdasarkan teori keagenan, semakin besar ukuran perusahaan maka

memiliki kemungkinan yang semakin besar pula dalam terjadinya kesenjangan

antara agen dan prinsipal. Perusahaan besar yang cenderung mempertahankan

(15)

auditornya, tentu saja akan memilih menggunakan jasa auditor yang sudah mengenali dan memahami proses bisnisnya. Oleh karena itu, adanya auditor sebagai pihak yang independen diharapkan dapat menengahi konflik antara agen dan prinsipal tersebut. Perusahaan berkeyakinan bahwa auditor yang memiliki independensi tinggi terdapat pada auditor yang bereputasi baik, sehingga dengan adanya auditor yang bereputasi baik akan memperkuat hubungan dimana semakin besar perusahaan maka kemungkinan melakukan auditor switching justru semakin kecil, karena perusahaan yang besar yang notabene memiliki kemampuan keuangan yang besar pula telah memilih auditor yang cenderung mahal. Pihak manajemen perusahaan menganggap bahwa auditor yang bereputasi baik akan memberikan hasil audit yang berkualitas baik juga dibandingkan auditor yang kurang bereputasi, sehingga manajemen lebih memilih untuk tidak melakukan auditor switching atau akan mempertahankan auditornya dengan alasan bahwa dengan adanya auditor yang bereputasi baik akan memberikan hasil audit yang berkualitas tersebut, sehingga membuat manajemen tidak perlu untuk melakukan auditor switching.

Berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

4

: Reputasi auditor memoderasi hubungan ukuran perusahaan terhadap auditor switching.

2.4.5 Pengaruh reputasi auditor terhadap hubungan financial distress dan auditor switching

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa pada teori keagenan

terdapat istilah informasi asimetri yang membuat pihak manajemen mengetahui

(16)

terlebih dahulu kondisi financial distress perusahaan dibandingkan auditor. Hal tersebut tentu saja membuat pihak manajemen perusahaan akan memilih untuk melakukan auditor switching, untuk meminimalisir jika auditor akan memberikan pendapat mengenai kesulitan keuangan yang sedang dialami oleh perusahaan.

Namun, auditor yang bereputasi baik tentu saja akan memberikan pendapat yang apa adanya mengenai kondisi suatu perusahaan. Oleh karena itu, auditor yang bereputasi baik memperkuat hubungan dimana perusahaan yang mengalami financial distress akan cenderung untuk melakukan auditor switching, karena auditor yang bereputasi baik akan tetap memberikan pendapat bahwa perusahaan sedang mengalami financial distress, jika memang total hutang perusahaan melebihi total modal yang dimiliki dan hal tersebut membuat manajemen perusahaan lebih memilih untuk melakukan auditor switching. Berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

5

: Reputasi auditor memoderasi hubungan financial distress terhadap auditor switching.

2.4.6 Pengaruh reputasi auditor terhadap hubungan opini audit going concern dan auditor switching

Dalam teori harapan (stewardship theory) terdapat pengertian bahwa

manajer adalah pelayan / steward perusahaan yang baik dan rajin bekerja untuk

mencapai tingkat laba dan tingkat pengembalian modal yang tinggi bagi pemegang

saham. Oleh karena itu, perusahaan akan sangat menjaga kepercayaan pemegang

saham yang telah memberikan modal di perusahaan, sehingga ketika perusahaan

(17)

mendapatkan opini audit going concern tentu saja akan menurunkan nama baik perusahaan dan pemegang saham menganggap bahwa perusahaan akan mengalami kebangkrutan karena auditor meragukan kelangsungan hidup entitas. Melihat hal tersebut, pihak manajemen perusahaan akan mencoba melakukan penekanan pada pihak auditor untuk mengevaluasi kembali laporan auditor yang terdapat opini audit going concern, jika auditor tidak melakukannya maka manajemen akan mengancam untuk melakukan auditor switching. Auditor yang bereputasi baik memperkuat hubungan dimana perusahaan yang menerima opini going concern akan cenderung melakukan auditor switching, karena auditor yang bereputasi baik tentu saja tidak akan terpengaruh oleh penekanan dari manajemen atau pihak manapun dan akan melaporkan hasil audit yang sebenarnya demi menjaga independensi auditor, sehingga manajemen memilih untuk melakukan auditor switching dengan harapan tidak menerima opini audit going concern lagi.

Berdasarkan argumentasi tersebut maka hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan dalam bentuk alternatif bahwa:

H

6

: Reputasi auditor memoderasi hubungan opini audit going concern

terhadap auditor switching.

(18)

2.5 MODEL PENELITIAN

Model penelitian ini akan menunjukan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang diperkuat atau diperlemah oleh variabel moderasi penelitian. Berikut adalah bagan dari variabel independen, variabel dependen, dan variabel moderasi yang akan diteliti:

Gambar 2. 1

Model Penelitian

Ukuran Perusahaan (UKP)

Opini Audit Going Concern (OGC) Financial Distress

(FCD)

Auditor Switching (SWITCH)

Reputasi Auditor

(RAD)

Referensi

Dokumen terkait

Fungsi bangunan gedung harus sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam. Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

3. Masih terdapat fanatisme ke- agamaan pada beberapa warga masyarakat Bulu, sehingga mereka tidak mau ikut serta dalam kegiatan pendidikan Is-.. lam yang diselenggarakan

Malcollm Brownlee yang dikutip oleh Inu Kencana Syafiie, menerangkan bahwa etika, moral, atau akhlak dalam Islam itu adalah berbuat baik, seperti menolong, mencintai,

Secara umum capaian kinerja pada Puskesmas Samigaluh I adalah 75,79 yang termasuk dalam kategori ”Baik”, namun demikian berdasarkan hasil survei Indeks Kepuasan

Ungkapan pemasaran email merujuk kepada senarai nama email yang telah kita kumpul (database) sama ada dari bakal pelanggan mahupun pelanggan sedia ada

maternal reflektif yaitu suatu metode pengajaran yang menekankan pada kemampuan berbahasa anak, didalamnya terdiri dari proses berbicara, menyimak dan membaca dalam

Rabb-ku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku kedua orang tuaku dan supaya aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau

profesionalis dalam menjalankan fungsi-fungsinya dengan menggunakan metode untuk pembelajaran peserta didik dengan cara yang tidak konstan, artinya seorang guru