• Tidak ada hasil yang ditemukan

GARIS BESAR. Masa Lalu & Masa Kini. Ed. 3/21 Stagflasi Bag. 1. Riset Ekonomi, Perbankan, & Industri BCA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GARIS BESAR. Masa Lalu & Masa Kini. Ed. 3/21 Stagflasi Bag. 1. Riset Ekonomi, Perbankan, & Industri BCA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

GARIS BESAR

Ed. 3/21 Stagflasi Bag. 1 Masa Lalu & Masa Kini

Riset Ekonomi, Perbankan, & Industri BCA

(2)

Istilah stagflasi mendadak trending di dunia keuangan dan bisnis be- berapa pekan terakhir (Exhibit 1), seiring tingginya inflasi dan me- nguatnya indikasi perlambatan ekonomi AS (Exhibit 2). Kelangkaan energi global, yang memicu lonjakan harga minyak, batu bara, dan gas, makin menambah santer isu ini. Lantas apakah ketakutan ini beralasan? Dan bagaimana dampaknya buat ekonomi Indonesia?

Dalam beberapa edisi Garis Kecil ke depan, kami akan mengupas isu stagflasi ini dari beberapa sudut pandang – dimulai dari perspektif makro global terutama tentang AS (edisi ini), dan dilanjutkan dengan tinjauan pasar komoditas dan ekonomi domestik.

Ford v Ferrari Truman – sejarah terulang lagi?

 Dari sudut pandang AS (dan negara maju pada umumnya), lonjakan inflasi saat ini memang mengagetkan, karena inflasi nyaris tidak pernah menembus angka 5% sejak era 1990-an. Tak heran, para pengamat di sana terpaksa mencari reference point yang lebih jadul (Exhibit 3) – kalau bukan era 70-an (masa Presiden Ford dan Carter), maka yang jadi referensi adalah periode akhir 40-an dan awal 50-an (masa Presiden Truman).

1

(3)

Masalahnya, lesson learned dari dua periode ini bertolak belakang.

Jika “teori Ford” yang benar, maka inflasi ini disebabkan oleh stimu- lus yang berlebihan, dan obatnya adalah pengetatan moneter luar biasa (Volcker shock). Artinya, kita harus bersiap bukan hanya untuk tapering, tapi juga kenaikan suku bunga yang boleh jadi lebih cepat dari the Fed.

 Tapi jika “teori Truman” yang benar, maka inflasi ini adalah sesuatu hal yang wajar terjadi setelah periode perang, ketika pemerintah melakukan belanja besar-besaran – dan pandemi Covid-19 bisa di- analogikan sebagai perang (melawan virus). Inflasi seperti ini tidak perlu diobati, karena akan hilang sendiri seiring tuntasnya “perang”

tersebut.

Lantas hipotesis mana yang benar? Well, it’s complicated, dan para ekonom dunia masih terbelah. Saat ini, inflasi berbanding terbalik dengan pertumbuhan, mirip era 70-an. Hal ini sejatinya menyalahi teori ekonomi ortodoks (Phillips curve), di mana inflasi biasanya sejalan dengan pertumbuhan, dan ada tradeoff antara inflasi dan angka pengangguran. Tapi pada prakteknya, Phillips curve bukan formula eksak – kurvanya bisa bergerak naik atau turun. Dan jika dilihat data beberapa bulan terakhir, kurvanya seolah sedang ber- geser ke atas (Exhibit 4), yang lagi-lagi memperkuat “teori Ford”

tadi.

2

(4)

23 14 67

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Kekhawatiran stagflasi makin mengemuka

indeks (maks. = 100)

Popularitas pencarian di Google:

― Debt ceiling

― Tapering

― Stagflation

Sumber : Google Trends, BCA Economist

Exhibit 1

3

(5)

1.3 5.4

0 1 2 3 4 5 6

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 10 20 30 40 50

Jan-19 Mar-19 May-19 Jul-19 Sep-19 Nov-19 Jan-20 Mar-20 May-20 Jul-20 Sep-20 Nov-20 Jan-21 Mar-21 May-21 Jul-21 Sep-21

Sinyal perlambatan ekonomi AS kian tampak

Exhibit 2

QoQ % SAAR YoY %

― GDPNow

(“nowcast” PDB AS)

― Inflasi AS

Sumber : Atlanta Fed, Bloomberg, BCA Economist

4

(6)

Inflasi tinggi terjadi di awal 50-an dan 70-an

Exhibit 3

12.2

5.4

-10 -5 0 5 10 15 20

Mar-48 Mar-52 Mar-56 Mar-60 Mar-64 Mar-68 Mar-72 Mar-76 Mar-80 Mar-84 Mar-88 Mar-92 Mar-96 Mar-00 Mar-04 Mar-08 Mar-12 Mar-16 Mar-20

YoY %

― PDB AS

― Inflasi AS

postwar inflation

70’s stagflation

semakin tinggi inflasi, semakin cepat pertumbuhan

semakin tinggi inflasi, semakin lambat pertumbuhan

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

5

(7)

Inflasi tinggi terjadi di awal 50-an dan 70-an

Exhibit 4

-4 -2 0 2 4 6 8 10 12 14 16

2 4 6 8 10 12 14 16

inflasi AS, YoY %

pengangguran AS, %

1948–53

1972–82

2017–21

inflasi lebih tinggi

pengangguran lebih tinggi

Feb – Aug ‘21

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

6

(8)

Of beers & accordions (tapi bukan Oktoberfest)

 Tapi penganut “teori Truman” punya poinnya sendiri. Jika inflasi AS adalah fenomena makro akibat over-stimulus, maka kenaikan harga mungkin akan terjadi relatif merata untuk berbagai jenis barang dan jasa. Dalam kenyataannya, inflasi kali ini sangat heterogen – terlihat dari dispersi inflasi yang melebar (Exhibit 5). Beberapa items seperti BBM dan kendaraan bekas mengalami inflasi sangat tinggi, tapi be- berapa lainnya seperti pakaian dan sewa rumah kurang terdampak.

Ini menunjukkan bahwa inflasi juga sangat dipengaruhi faktor supply, yang unik untuk tiap jenis barang/jasa.

Hal ini pada dasarnya same old story yang sudah sering kita dengar selama pandemi ini, di mana gangguan rantai pasok global memicu kelangkaan barang. Tapi alih-alih membaik, disrupsi ini justru makin parah dalam 4-5 bulan terakhir (Exhibit 6-7), di tengah permintaan global yang mulai pulih dan gelombang Delta yang mengganggu akti- vitas industri/logistik khususnya di Asia.

 Kapan gangguan ini akan berakhir? Sulit diketahui dengan pasti, karena hal ini belum ada presedennya, terutama di era globalized supply chain (di masa Truman ataupun Ford, rantai pasok lebih ter- pusat secara geografis di AS dan Eropa). Best case scenario mungkin bisa dilihat dari harga kayu AS/Kanada, yang sempat melejit namun…

7

(9)

turun drastis di Q3-21 (Exhibit 8), seiring dilepasnya “shadow inven- tory” oleh pelaku industri. Masalahnya, ini belum tentu berlaku buat industri seperti semikonduktor yang lebih “lean” dan rantai pasok- nya lebih kompleks, melibatkan banyak pemain di banyak negara.

Ekonom terbiasa mengasumsikan inflasi dari sisi supply sebagai se- suatu yang bersifat sementara (transitory), seperti sering dikemu- kakan Gubernur Fed Jerome Powell. Tapi pada prakteknya, gangguan sementara pada supply chain bisa berdampak lebih lama. Ibarat mobil di jalan raya, satu-dua mobil yang melambat bisa menimbul- kan “gelombang kemacetan” untuk kendaraan di belakangnya, yang bisa terus menyebar bagai akordion (“accordion effect”) walaupun mobil di depan tadi sudah kembali melaju.

 Fenomena serupa juga pernah diteliti oleh Jay Forrester, seorang profesor di bidang supply chain management. Forrester membuat simulasi rantai pasok bir, yang dinamakan “Beer Game”, untuk mem- perlihatkan bagaimana riak-riak kecil di sisi demand atau logistik bisa menimbulkan gelombang kerugian cukup besar (akibat kelangkaan atau kelebihan barang), terutama jika para pemain dalam rantai pasok kurang berkoordinasi. Jadi, meski shock inflasi sejak era 90-an biasanya hanya bertahan 1-2 kuartal (per analisis Bloomberg), bukan tidak mungkin inflasi global kali ini bisa bertahan lebih lama dari itu.

8

(10)

Dispersi lebar, inflasi didorong beberapa item

Exhibit 5

9

4.0

-75 -50 -25 0 25 50 75 100

Dec-17 Feb-18 Apr-18 Jun-18 Aug-18 Oct-18 Dec-18 Feb-19 Apr-19 Jun-19 Aug-19 Oct-19 Dec-19 Feb-20 Apr-20 Jun-20 Aug-20 Oct-20 Dec-20 Feb-21 Apr-21 Jun-21 Aug-21

MoM % AR

― Inflasi AS, itemized:

 80% items*

 95% items*

* 343 item dan kategori sesuai klasifikasi BLS

Sumber : US BLS, BCA Economist

(11)

Produksi terhambat, backlog menumpuk

Exhibit 6

10

58.2 63.8 64.8

20 30 40 50 60 70

Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18 Jan-19 Jan-20 Jan-21

indeks (50 = netral)

PMI manufaktur AS:

― Produksi

― Pesanan baru

― Backlog

turun/kontraksi

Sumber : ISM, Bloomberg, BCA Economist

(12)

Delay di hulu picu kelangkaan dan inflasi di hilir

Exhibit 7

11

Sumber : ISM, Bloomberg, BCA Economist

26.6 31.7 81.2

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18 Jan-19 Jan-20 Jan-21

indeks (50 = netral)

PMI manufaktur AS:

― Suppliers’ delivery

― Customers’ inventory

― Harga

(13)

Delay di hulu picu kelangkaan dan inflasi di hilir

Exhibit 8

12

147.9 162.7

50 100 150 200 250

300 indeks (Jan-15 = 100)

Harga kayu:

― Kanada

― AS (termasuk plywood)

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

(14)

Spiral staircase – upah jadi penentu

Lantas kalau inflasi belum tentu kelar di jangka pendek, apa artinya inflasi akan terus tinggi untuk beberapa tahun ke depan? Mungkin tidak juga. Sejak Maret lalu, ekspektasi inflasi AS untuk 5 tahun ke depan relatif stabil di kisaran 2.5% (Exhibit 9), meski inflasi aktual sempat menyentuh 5.4%. Memang ada kenaikan tipis ~15 bps sejak mid-September, seiring kekhawatiran stagflasi, dan ini menjelaskan kurang lebih separuh dari kenaikan yield Treasury belakangan ini – separuhnya lagi, dari expected real rate, mungkin terkait rencana tapering.

 Apakah ekspektasi pasar ini selalu akurat? Tentunya tidak. Tapi riset terbaru dari the Fed sendiri (Rudd 2021) menunjukkan bahwa ekspektasi inflasi jangka panjang lebih relevan dalam memprediksi inflasi ketimbang ekspektasi jangka pendek. Dengan kata lain, angka 2.5% tadi semestinya lebih bisa jadi pegangan dibandingkan kisruh stagflasi saat ini.

13

(15)

 Riset yang sama juga menunjukkan bahwa tingkat upah/gaji adalah penentu inflasi yang sangat penting dalam jangka panjang. Kita tentu mafhum kalau harga barang dan upah saling terkait. Semakin harga- harga naik, semakin pekerja menuntut kenaikan upah – tapi semakin besar belanja para pekerja tadi, semakin naik pula harga-harga.

Proses ini, yang sering disebut wage-inflation spiral, terputus di AS sejak tahun 90-an, seiring banyaknya pekerjaan yang di-outsource ke luar negeri dan berkurangnya kekuatan serikat buruh. Et voilà, inflasi pun jadi lebih stabil.

 Walau begitu, kita tidak bisa berasumsi bahwa pasar tenaga kerja AS, pasca-pandemi ini, akan adem ayem seperti tiga dekade se- belumnya. Indikasi awal menunjukkan bahwa upah pekerja AS naik kencang beberapa bulan terakhir, dipicu salah satunya oleh banyak- nya pekerja yang pindah tempat kerja untuk mencari upah lebih tinggi (Exhibit 10).

 Kenapa pekerja AS tiba-tiba lebih pede pindah kerja sejak pandemi?

Ada beberapa alasan yang masih diperdebatkan. Salah satu yang mungkin memperkuat posisi tawar pekerja adalah bantuan tunai (stimulus checks) dari pemerintah AS, sehingga mereka merasa lebih aman untuk resign. Jika ini benar, boleh jadi kenaikan upah tadi akan berangsur mereda setelah stimulus checks berakhir September lalu.

14

(16)

 Tapi ini bukan satu-satunya alasan. Beberapa survei menunjukkan bahwa kepuasan kerja selama WFH – dan keengganan kembali WFO – jadi motivator sebagian pekerja untuk berpindah perusahaan. Plus, pandemi juga membuka mata banyak warga AS (dan Indonesia, for that matter) tentang besarnya kesempatan berbisnis online. Alhasil, tingkat pendaftaran usaha baru di AS justru meroket selama pan- demi (Exhibit 11), dan ini tentu jadi alternatif bagi para pekerja yang kurang puas selama ini.

15

(17)

Ekspektasi inflasi jangka panjang masih ~2.5%

Exhibit 9

16

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

2.98

2.63 2.46

-2 -1 0 1 2 3 4

% YoY

Breakeven inflation AS (ekspektasi inflasi):

― 1Y ― 5Y ― 10Y

(18)

Gaji mulai naik, posisi tawar pekerja menguat?

Exhibit 10

17

Sumber : Atlanta Fed, Bloomberg, BCA Economist

3.7 4.4 3.1

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

0 1 2 3 4 5 6 7

Jan-01 Jan-02 Jan-03 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11 Jan-12 Jan-13 Jan-14 Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18 Jan-19 Jan-20 Jan-21

% YoY %

― Kenaikan gaji AS, overall

― Khusus orang berpindah kerja

― Quit rate* AS

(kanan)

* Persentase pekerja sektor swasta yang berhenti atas kemauan sendiri (bukan PHK)

(19)

Minat membuka bisnis naik selama pandemi

Exhibit 11

18

Sumber : US Census, BCA Economist

4.8

0 2 4 6 8 10 12 14 16

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000

Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11 Jan-12 Jan-13 Jan-14 Jan-15 Jan-16 Jan-17 Jan-18 Jan-19 Jan-20 Jan-21

unit bisnis baru %

― Angka pengangguran AS

(kanan)

Pendaftaran usaha baru:

― High-propensity*

― Non-high-propensity

* Jenis/sektor usaha yang dinilai berpotensi menjadi besar dan menciptakan lebih banyak lapangan kerja

(20)

Implikasi – Don’t fear the reaper?

 Dari pembahasan tadi, kami melihat bahwa inflasi global saat ini belum tentu bisa selesai dalam jangka pendek, apalagi jika disrupsi akibat pandemi masih terjadi ke depannya (entah itu dari varian baru, atau dari negara yang menerapkan strategi “zero Covid” se- perti Tiongkok atau Taiwan). Dan bahkan tanpa disrupsi tersebut,

“gelombang kemacetan” mirip akordion tadi masih bisa bergema di rantai pasok global hingga setahun mendatang atau bahkan lebih – tentunya dengan intensitas yang berbeda-beda untuk tiap industri.

Dan kenaikan supply bukan satu-satunya jalan keluar dari tekanan inflasi ini – bukan tidak mungkin, justru demand-lah yang turun. Hal ini mulai terlihat bukan hanya dari real-time forecast (nowcast) AS dan permintaan industri yang mulai turun, tapi juga dari disrupsi in- dustri manufaktur di Tiongkok akibat kelangkaan energi. Ditambah lagi dengan crackdown dan perlambatan sektor properti di Tiongkok, bukan tidak mungkin dunia akan memasuki double-dip recession di akhir tahun ini.

 Tapi, hipotesis bahwa kondisi saat ini adalah permulaan dari stagflasi panjang à la 70-an (“teori Ford”) juga belum tentu benar. Meskipun stimulus moneter luar biasa dari the Fed dan bank sentral global lainnya tentu akan berdampak pada harga-harga, tak ada jaminan …

19

(21)

bahwa efeknya akan seragam untuk semua jenis aset, barang, dan jasa (Cantillon effect). Malah, sejak 90-an ada indikasi bahwa stimu- lus moneter efektif menaikkan harga aset (saham, obligasi, properti, dst.) tapi tidak untuk barang dan jasa in general.

Wildcard-nya dalam hal ini adalah dinamika pasar tenaga kerja AS (dan global). Jika efek kumulatif dari WFH, Zoom, dan digital entre- preneurship memicu revolusi di pasar tenaga kerja, bukannya tidak mungkin posisi tawar dan upah pekerja akan semakin kuat. Peng- alaman historis seperti Black Death juga menunjukkan bahwa pan- demi cenderung memperkuat posisi tawar pekerja vis-à-vis pemilik modal.

All in all, belum ada argumen yang cukup kuat bahwa the Fed akan mempercepat timeline kenaikan suku bunga dari ekspektasi saat ini di akhir 2022 (Exhibit 12) – walaun ini bisa berubah jika kenaikan upah terus berlanjut, sesuai view kami tentang upah sebagai wild- card. Ini memberi ruang bagi BI untuk melakukan normalisasi ke- bijakan secara gradual, didukung oleh selisih suku bunga riil yang lebar antara Indonesia dan AS (Exhibit 13) dan surplus perdagangan dari komoditas (edisi berikutnya).

20

(22)

Pertimbangan politik juga mengindikasikan bahwa the Fed belum akan menaikkan suku bunga secara agresif. Baik Powell ataupun Lael Brainard, dua kandidat terkuat Gubernur Fed periode 2022-26, ter- bilang cukup dovish ketimbang kolega mereka. Baik Partai Demokrat maupun Partai Republik (pasca-Trump) juga cenderung pro terhadap suku bunga rendah, terlepas dari retorika politik yang terkadang digunakan.

Last but not least, utang pemerintah AS yang makin besar pasca- pandemi (Exhibit 14) mendukung dilakukannya financial repression, yakni kebijakan suku bunga riil negatif (suku bunga lebih rendah dari inflasi) guna memperingan pembayaran utang tersebut. Baik di era Ford/Carter dan terlebih di era Truman (dengan beban utang pasca Perang Dunia II dan Perang Korea), suku bunga cenderung lebih rendah dari inflasi (Exhibit 15). Hal ini juga positif untuk neraca pem- bayaran dan stabilitas Rupiah di jangka menengah.

21

(23)

Pasar expect kenaikan FFR dimulai di H2-22

Exhibit 12

22

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

0.13 0.22 0.38 0.85

-0.25 0.00 0.25 0.50 0.75

1.00 %

Fed funds futures:

― Jun-22 ― Sep-22

― Des-22 ― Des-23

Fed diprediksi menaikkan FFR tiga kali hingga akhir 2023

(24)

Selisih suku bunga riil dukung stabilitas Rupiah

Exhibit 13

23

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

2.9 6.4 8.4

-30 -20 -10 0 10 20 30 40

-4 -2 0 2 4 6 8 10

Jan-11 Jul-11 Jan-12 Jul-12 Jan-13 Jul-13 Jan-14 Jul-14 Jan-15 Jul-15 Jan-16 Jul-16 Jan-17 Jul-17 Jan-18 Jul-18 Jan-19 Jul-19 Jan-20 Jul-20 Jan-21 Jul-21

% % YoY

― Kurs IDR/USD (kanan)

Selisih suku bunga riil, ID vs. US:

― Overnight ― 10Y

(25)

Beban utang AS saat ini mirip pasca-PD II

Exhibit 14

24

98.3

8.8

-20 0 20 40 60 80 100 120

-20 0 20 40 60 80 100 120

1921 1925 1929 1933 1937 1941 1945 1949 1953 1957 1961 1965 1969 1973 1977 1981 1985 1989 1993 1997 2001 2005 2009 2013 2017 2021

% thd PDB % YoY

― Utang federal AS*

― Pertumbuhan utang

(kanan)

Sumber : US Congressional Budget Office, St. Louis Fed, BCA Economist

(26)

AS kembali ke rezim financial repression?

Exhibit 15

25

Sumber : Bloomberg, BCA Economist

0.04

-5.25 5.3

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

1934 1937 1941 1945 1949 1953 1957 1960 1964 1968 1972 1976 1980 1983 1987 1991 1995 1999 2003 2006 2010 2014 2018

%

― US Treasury Bill 3Mo

― Inflasi AS

 Suku bunga riil AS 3Mo

(27)

DISCLAIMER

This report is for information only, and is not intended as an offer or solicitation with respect to the purchase or sale of a security. We deem that the information contained in this report has been taken from sources which we deem reliable. However, we do not guarantee their accuracy, and any such information may be incomplete or condensed. None of PT. Bank Central Asia Tbk, and/or its affiliated companies and/or their respective employees and/or agents makes any representation or warranty (express or implied) or accepts any responsibility or liability as to, or in relation to, the accuracy or completeness of the information and opinions contained in this report or as to any information contained in this report or any other such information or opinions remaining unchanged after the issue thereof. The Company, or any of its related companies or any individuals connected with the group accepts no liability for any direct, special, indirect, consequential, incidental damages or any other loss or damages of any kind arising from any use of the information herein (including any error, omission or misstatement herein, negligent or otherwise) or further communication thereof, even if the Company or any other person has been advised of the possibility thereof. Opinion expressed is the analysts’ current personal views as of the date appearing on this material only, and subject to change without notice. It is intended for the use by recipient only and may not be reproduced or copied/photocopied or duplicated or made available in any form, by any means, or redist ted to others without written permission of PT Bank Central Asia Tbk.

All opinions and estimates included in this report are based on certain assumptions. Actual results may differ materially. In considering any investments you should make your own independent assessment and seek your own professional financial and legal advice. For further information please contact: (62-21) 2358 8000, Ext: 20364 or fax to: (62-21) 2358 8343 or email: ahmad_rizki@bca.co.id

PT Bank Central Asia Tbk

Economic, Banking & Industry Research Team

David E.Sumual Chief Economist david_sumual@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext:1051352

Agus Salim Hardjodinoto Industry Analyst agus_lim@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1005314

Barra Kukuh Mamia Economist / Analyst barra_mamia@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1053819 Victor George Petrus Matindas

Industry Analyst

victor_matindas@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1058408

Gabriella Yolivia Economist / Analyst gabriella_yolivia@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1063933

Derrick Gozal Economist / Analyst derrick_gozal@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1066122 Livia Angelica Thamsir

Economist / Analyst Livia_thamsir@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 1069933

Ahmad Aprilian Rizki Research Assistant ahmad_rizki@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 20378

Arief Darmawan Research Assistant arief_darmawan@bca.co.id +6221 2358 8000 Ext: 20364

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, diupayakan modifikasi ukuran pori membran yang sesuai untuk proses sterilisasi, yaitu mempunyai permeabilitas dan selektivitas tinggi terhadap bakteri

Dari hasil pengujian di bawah (Tabel IX) yaitu generator DC magnet buatan ketika regulator AC 50 V – 80 V, maka trafo terhadap stator 12 V dimana kecepatan putaran

Tujuan dari penelitian ini adalah memperoleh validitas metode analisis untuk penentuan kadar asetosal dalam obat sakit kepala secara spektrofotometri uv dengan parameter

Bhayangkara harus bisa meningkatkan daya saing dan citra perusahaan di mata konsumen, maka dituntut kinerja seluruh sumber daya manusia yang tinggi pula

ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI DAN TERHADAP KINERJA PEGAWAI O MELALUI MOTIVASI KERJA SEBAGAI INTE (Studi Kasus pada Dinas Perumah Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabup.. :

Berdasarkan hasil pengolahan data Time Up and Go Test (TUGT) sebelum dan sesudah perlakuan pada kelompok II menggunakan paired sampel t-test diperoleh nilai p=

Tidak seluruh atribut yang diberikan oleh perusahaan dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan oleh sebab itu pada model kano dilakukan pengelompokan atribut kebutuhan kedalam

Program doktor (S3) Prodi Pendidikan Geografi Pascasarjana UM bertujuan: (1) menghasilkan ilmuwan profesional dalam bidang pendidikan geografi yang mampu menjadi