• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian pertama, yakni penelitian milik Suaib Napir yang berjudul

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian pertama, yakni penelitian milik Suaib Napir yang berjudul"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Peneliti menggunakan penelitian terdahulu sebagai acuan dan bahan kajian yang nantinya dijadikan sebagai perbandingan fokus penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Oleh karenanya, peneliti menyertakan hasil penelitian terdahulu yakni:

Penelitian pertama, yakni penelitian milik Suaib Napir yang berjudul

“Strategi Pemenangan Fahmi Massiara-Lukman Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak Tahun 2015 Di Kabupaten Majene”. Penelitian ini berfokus pada penggunaan dua konsep strategi yakni strategi menyerang (ofensif) dan strategi bertahan (defensif) yang dijadikan sebagai faktor kemenangan mereka. Paslon ini berhasil melakukan penyerangan pada bassis massa lawan dengan merekrut tim dari tokoh agama ataupun tokoh masyarakat. Tim paslon ini berhasil membuat model agenda setting melalui pengaturan Bapak angkat di tiap TPS untuk mengontrol pemenangan (basis suara pemilih). Pada jurnal ini, dijelaskan bahwa penggunaan strategi politik baik ofensif ataupun defensif diyakini berpeluang untuk mensukseskan cita-cita politik mereka dalam Pilkada (Nurdiansyah, 2018).

Penelitian kedua, yakni penelitian milik Reni Apriani & Maharani yang berjudul “Strategi Pemenangan Pasangan Calon Herman Deru Dan Mawardi Yahya Pada Pilkada Sumatera Selatan Tahun 2018”. Penelitian dengan metode deskriptif kualitatif ini berfokus pada strategi pemenangan pasangan calon Herman Deru – Mawardi Yahya pada tahun 2018 sebagai kelompok petahana.

Penelitian ini menjelaskan teori strategi miliki Kotten yang menyebutkan bahwa

(2)

19

dalam strategi pemenangan dengan menggunakan 4 (empat) 1) segmen yakni strategi organisasi berupa pengenalan visi dan misi. 2) strategi sumber daya yang berasal dari tenaga baik itu (tim kampanye dan pendukung paslon), dana kampanye, serta penggunaan teknologi sebagai proses kampanye online. 3) strategi program berupa penjelasan dan proses mengenalkan program unggulan paslon. 4) strategi kelembagaan yakni penguatan melalui pedoman atau aturan (SOP) yang berlaku bagi partai pengusung dan sebagai bagian dari strategi yang tersusun rapi guna menyelaraskan kemenangan paslon yang diusung (Reni Apriani, 2019).

Penelitian ketiga, yakni penelitian milik Mei Rani Nuristha Betsiana dengan judul “Strategi Pemenangan Incumbent Pada Pilkada 2017 Di Kabupaten Brebes”. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik trianggulasi sumber dan trianggulasi atau membandingkan data dari satu informan dengan informan lainnya melalui data hasil wawancara beserta dokumentasi.

Penelitian ini menjelaskan bahwa incumbent menggandeng basis pendukung dari kalangan petani dan agama (Nahdatul Ulama) serta melakukan blusukan sebagai strategi jitu untuk menarik perhatian masyarakat. Adanya proses blusukan secara tidak langsung akan membangun rasa kekeluargaan sebagai bagian dari strategi personal. Hal ini juga diperkuat dengan sarana dan prasarana untuk melakukan kampanye akbar, solidaritas kader, serta pola komunikasi antar tim sukses yang tersebar di daerah Brebes (Nuristha, 2017).

Penelitian keempat, yakni penelitian milik Alfrid Sentosa & Tutik Haryani yang berjudul “Strategi Politik Pemenangan Pasangan Fairid Naparin Dan Umi Mastikah Dalam Pemilukada Kota Palangkaraya 2018”. Penelitian ini

(3)

20

menggunakan metode penelitian kualitatif dengan menggunakan data yang diperoleh langsung oleh beberapa narasumber. Pada penelitian ini mengkaji terkait strategi pemenangan yang digunakan tim kampanye Fairid-Umi pada Pilkada di Palangka Raya. Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa keberadaan strategi politik baik melalui modalitas atau figur dari calon, visi dan misi, model kampanye, hingga komunikasi politik dinyatakan efektif untuk mendulang suara masyarakat Palangka Raya (Haryani, 2019).

Penelitian kelima, yakni penelitian milik Muhatif Hi Hidayat dengan judul

“Strategi Politik Pemenangan Pasangan Kandidat Vonnie Anneke Panambunan- Joppi Lengkong Dalam Pemilukada Kabupaten Minahasa Utara Tahun 2015”.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang memiliki fokus pada strategi pemenangan pasangan calon yang diperkuat dengan pendekatan modalitas menurut teori milik Bourdieu. Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa tim sukses Vonni-Joppi bekerja dengan baik, hal ini disertai dengan peran modalitas secara ekonomi, sosial, politik, dan kultural yang mampu mempengaruhi perolehan suara (Hidayat, 2016).

Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang disebutkan diatas, secara keseluruhan memang membahas terkait peran strategi politik pada pemenangan pasangan calon dalam Pilkada secara langsung. Peneliti melihat bahwa belum ada penelitian yang membahas terkait strategi pemenangan pasangan calon Incumbent pada Pilkada langsung yang dilakukan di tengah pandemi Covid-19. Peneliti akan berusaha mengkaji strategi pemenangan melalui pola political network yang dilakukan tim SanDi.

(4)

21

Pada penelitian ini peneliti ingin melihat bagaimana strategi kreatif yang disusun oleh tim kampanye beserta pasangan calon incumbent. Dalam hal ini muncul peraturan khusus yang dibuat oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) terkait proses berjalannya pilkada ditengah pandemi Covid- 19. Beberapa peraturan baru dari pemerintah ini tentunya dikombinasikan dengan beberapa macam strategi politik milik Peter Schorder yakni : strategi ofensif dan defensif, yang diperkuat oleh unit modalitas dari masing-masing pasangan incumbent sebagai modal pada konsteslasi politik.

Namun, beberapa penelitian terdahulu tetap akan digunakan sebagai bahan rujukan peneliti, serta beberapa elemen seperti strategi pemenangan melalui kampanye, strategi menyerang dan bertahan, hingga strategi dalam memenangkan proses Pilkada khususnya di Kabupaten Malang. Sehingga, pada penelitian ini akan terihat secara komprehensif dengan berbagai pandangan dan kondisi yang tentu berbeda.

2.2 Strategi Politik

A. Pengertian Strategi Politik

Strategi merupakan alat yang digunakan untuk mencapai keunggulan dalam proses bersaing (Fredy Rangkuti, 2005:4). Begitupun pendapat Firmanzah, (2007) menyebutkan bahwa strategi merupakan penguatan yang dibutuhkan oleh setiap konstentan sebagai upaya untuk mencapai kemenangan. Penguatan hubungan politik ini ditujukan untuk tidak melemahkan ataupun menghindari masuknya pengaruh pesaing yang dapat membahayakan atau mengambil perhatian dari konstituen mereka. Dalam lingkup ini, partai politik perlu

(5)

22

menguatkan hubungan yang bersifat rasional ketika berhadapan dengan konstituen yang lebih mengedepankan problem-solving,

Strategi politik juga mencangkup perencanaan yang ditujukan untuk mewujudkan cita-cita politik bersamaan dengan langkah politis guna melakukan perebutan kekuasaan dan mempertahankan kekuasaan pada proses konstelasi politik. Sebagaimana Peter Schröder menjelaskan bahwa :

“Strategi politik merupakan strategi yang digunakan untuk mewujudkan keinginan atau cita-cita politik. Baik seperti adanya pemberlakukan peraturan baru, pembentukan struktur baru dalam lingkup administrasi pemerintah ataupun program deregulasi, privatisasi, dan desentralisasi”

(Schröder, 2010b).

Tokoh Peter menjelaskan bahwa strategi politik memiliki arti luas karena berbicara mulai dari cara mencapai cita-cita politik hingga proses perebutan kursi kekuasaan dan persaingan yang akan dihadapi dilapangan. Sehingga, keberadaan strategi politik tentu tidak bisa terlepas dari perencanaan strategis sebagai bagian dari teknik ataupun taktik yang secara sistematis digunakan untuk mempengaruhi hasil keputusan politik. Oleh karenanya strategi politik dijadikan sebagai seperangkat metode untuk memenangkan pertarungan diantara antara kekuatan politik yang menghendaki kekuasaan dalam kontestasi pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah (Novita, 2014). Peter dalam bukunya juga menjelaskan adanya strategi yang perlu disusun secara hati-hati guna memperoleh suara pemilih. Bahkan dalam menyusun strategi kampanye, diperlukan adanya kekuasaan yang dimiliki oleh partai politik, politisi, dan elit termasuk tokoh masyarakat (Schröder, 2010a, p. 30).

(6)

23 B. Jenis Strategi Politik

1. Strategi Ofensif

Strategi ofensif merupakan strategi politik menyerang yang bertujuan untuk melakukan “perluasan pasar” dan “menembus pasar” hingga meningkatkan jumlah pemilihnya. Penggunaan strategi ofensif ini digunakan untuk menjual dan menampilkan kebijakan yang berbeda sehingga dapat menarik hingga menguntungkan pihak pemilih (Schröder, 2010:185). Strategi perluasan pasar bertujuan untuk membentuk kelompok pemilih baru diantara pemilih tetap yang ada serta terdapat kegiatan dalam bentuk kampanye pengantar, guna memberikan penjelasan terhadap publik terkait penawaran terbaru yang lebih menarik daripada penawaran dari partai lain. Penawaran ini dapat berupa pembaharuan produk lama yang belum berhasil dilaksanakan dengan baik, sehingga perlu dilakukannya pembaharuan agar menghasilkan produk yang diinginkan contohnya dalam bentuk kebijakan baru.

Dalam lingkup partai politik, perluasan pasar digunakan sebagai wadah untuk mengumpulkan anggota baru (Schröder, 2010b). Sebagai proses penyerangan, masing-masing partai politik juga bertujuan untuk menembus pasar.

guna memperbesar potensi yang ada secara lebih optimal dimana target yang menjadi sasaran seperti, perolehan hasil yang lebih baik di dalam suatu kelompok (misalkan dahulu 30% sekarang meningkat menjadi 50%). Pengoptimalan terhadap target juga dilakukan melalui pemetaan pemilih untuk diketahui kondisinya. Dari pemetaan tadi, bisa diketahui apa yang dibutuhkan pemilih dan program apa yang telah ditawarkan lawan. Sehingga, partai politik bisa menyusun dan menawarkan program terbarukan.

(7)

24 2. Strategi Defensif

Strategi defensif merupakan strategi yang digunakan pemerintah untuk mempertahankan pasar atau mayoritasnya, hingga melakukan penutupan pasar dengan harapan mampu memberikan keuntungan yang besar (Schröder, 2010:189). Strategi mempertahankan pasar dijadikan sebagai upaya untuk mempertahankan golongan atau mayoritasnya. Posisi partai pendukung akan menjaga pemilih tetapnya serta berusaha menguatkan pemahaman pemilih yang tergolong musiman. Menariknya, posisi partai untuk melakukan pertahanan pasar akan mengambil sikap berbeda atau bertentangan dari partai lain. Seperti, ketika partai lain berupaya untuk memberikan tawaran yang menarik dengan cara menonjolkan perbedaannya, maka sebaliknya partai yang menggunakan strategi ofensive justru berusaha agar perbedaan tersebut tidak terbaca hingga tidak dikenali oleh kelompok pemilih.

Dari hubungan strategi politik ini akan menimbulkan pola political network (jejaring politik) dengan beberapa segmen yang ingin dituju dengan maksud tertentu. Jaringan politik dapat dijadikan landasan calon untuk melakukan kampanye politik melalui gerakan dukungan dan hubungan yang tercipta dari jaringan politik untuk meningkatkan jangkauan kampanye melalui kerja aktor politik (Firdausi, 2017). Pada pelaksanaaan pemilu ataupun pemilukada sering dijumpai strategi politik dalam bentuk strategi kampanye. Dimana tokoh Peter Schroder menyatakan bahwa strategi kampanye merupakan bentuk khusus dari strategi politik. Seperti pada bagan berikut:

(8)

25

Tabel 2. 1 Strategi Politik

Sumber : Peter Schroder, 2010

Berdasarkan tabel tersebut, maka posisi komunikasi dalam bentuk kampanye merupakan instrumen utama strategi politik pada suatu kontestasi pemilu ataupun pemilukada. Posisi kampanye disalurkan melalui media tertentu sebagai wadah mempromosikan calon kandidat. Kotler dan Roberto (1989) dalam Cangara (2009:284) menyatakan bahwa kampanye sebagai upaya dari suatu kelompok sebagai agent of change untuk membujuk target sasaran agar target tersebut dapat menerima program yang ditawarkan dari agent. Karena kampanye bisa didramatissasi, Richard A Joslyn dalam Cangara (2009:284) menjelaskan bahwa kampanye politik sama dengan suatu adegan drama yang dipentaskan oleh aktor politik yang handal. Adapun target dari kampanye politik yakni berinteraksi langsung pada target atau masyarakat melalui media sosial, cetak, bahkan elektronik.

Strategi Politik (Peter Schröder)

Kampanye

Tidak Langsung Langsung

 Melakukan pertemuan

 Door to door

 Public speaker

 Brosur

 Radio

 Poster

 Website

 Media Sosial

(9)

26 2.3 Jejaring Politik (Political Network)

Jejaring menjadi motif utama dalam bentuk pola kerjasama guna mencapai tujun yang sama. Peter Schroder menjelaskan bahwa jejaring yang dimaksud adalah jejaring antara organisasi yang terlibat untuk berperan sesuai kebutuhannya masing-masing. Jejaring bisa terdiri dari satu atau lebih organisasi yang memiliki pengaruh kuat terhadap : 1) situasi pasar (jejaring yang bergerak), 2) terdapat tujuan yang diwakili bersama beserta tujuan utamanya, 3) strategi untuk mengolah pasar, dan 4) berisikan isi dari suatu relasi antar organisasi (Schröder, 2010a).

Jejaring atau networking dipertegas oleh Peter sebagai sebuah pola kerja sama antar organisasi yang saling bertukar informasi. Peter menyebutkan bahwa jejaring memiliki tujuan untuk saling menguntungkan baik dalam non-material ataupun saling menguntungkan bagi beberapa pihak yang mengambil peran penting. Namun, dalam lingkup politik Knoke (1989) dalam Putra, (2020) menjelaskan adanya aktor politik yang memiliki koneksi dengan beberapa aktor lain untuk berjejaring sesuai peran dan posisinya masing-masing. Penjelasan Knoke menggambarkan bahwa jaringan bisa menjadi bagian dari proses mobilisasi karena didalamnya terdapat partisipasi dari individu untuk melakukan gerakan sosial (Dwi R., 2017, p. 121).

Begitupula pandangan Denny, (2006) yang mengatakan jejaring politik (political network) merupakan suatu ikatan yang saling menghubungkan antara satu aktor dengan aktor politik lainnya. Ikatan dalam jejaring politik ini bisa dimulai dari status persahabatan. Dengan adanya hubungan ini, tercipta pola hubungan yang kuat sehingga menimbulkan adanya interaksi politik berkelanjutan guna mencapai tujuan yang sama. Pola jejaring politik disini biasanya dapat

(10)

27

menguatkan kualitas personal dalam menunjukkan kepemimpinan berpolitik.

Salah satunya yang terjadi pada ulama. Dimana tokoh agama dengan status sosial yang tinggi dapat menjadi bagian dari elit lokal dikarenakan memiliki relasi yang cukup kuat dalam bentuk kekuasaan (Pradana, 2020).

John Goventa dalam Pradana, (2020) berusaha memetakan kekuasaan pada lingkup politik menjadi tiga yakni: kekuasaan yang terlihat, kekuasaan tidak terlihat, hingga kekuasaan tersembunyi sebagai faktor menguatnya tokoh agama sebagai bagian dari jejaring politik atau menjadi sasaran tim kampanye (Pradana, 2020). Dari pola jejaring yang saling terikat antara satu dengan yang lain harus saling menguntungkan, khususnya dalam kontestasi politik dimana jaringan politik menjadi landasan utama pasangan calon untuk mensukseskan agenda kampanye politik (Putra, 2020, p. 11). Teori jaringan aktor yang dijabarkan oleh Micel Callon dalam (Dwi R., 2017, p. 122) menyatakan terdapat hubungan antara aktor dan jaringan dimana keduanya akan terhubung untuk membentuk sistem jaringan. Aktor disini dapat dikatakan mampu mengkontrol aktor lain dengan kata lain, aktor akan menjadi motor penggerak jaringan.

2.4 Unit Modalitas

Istilah modal memiliki arti yang berbeda beda tergantung konteks penggunaan serta sudut pandang. Namun, istilah modal pada umumnya lebih sering dikaitkan dengan istilah ekonomi baik berupa uang, harta, dan lainnya.

Dalam konteks politik, kepemilikan atau komposisi modal dapat dikaitkan dengan hubungan kekuasaan. Mengingat kemenangan calon Sanusi dan Didik (SanDi) dalam pilkada Kabupaten Malang pada Tahun 2020. Dalam hal ini, peneliti menggunakan beberapa unit modalitas utnuk menganalisis kemenangan pasangan.

(11)

28

Sebagaimana Bourdieu (1994) dalam (Hidayat, 2016) menjelaskan bahwa terdapat beberapa unit modalitas, yakni:

A. Modal Sosial

Modal sosial merupakan modal yang berasal dari sumber daya baik pada seorang individu ataupun kelompok karena terdapat jaringan yang kuat atau tahan lama. Dari hubungan tersebut muncul pula hubungan timbal balik sebagaimana dijelaskan oleh Kacung Marijan bahwa keberadaan modal sosial memiliki keterkaitan untuk membangun relasi dan kepercayaan yang dimiliki seorang calon kandidat terhadap pemilih (Marijan, 2006). Dari hubungan tersebut,. Robert D.

Putnam berusaha menjelaskan modal sosial merupakan salah satu fenomena lahir dari bawah yakni orang-orang yang membentuk hubungan sosial serta jaringan atas dasar prinsip norms, trust, dan reciprocity sehingga memunculkan kolaborasi dan koodinasi (Putnam, 1993). Posisi modal sosial bisa didorong dengan dukungan dari sosok atau figur seorang kandidat karena background atau ketokohannya sehingga hal tersebut yang membuat masyarakat menaruh kepercayaan dan melahirkan adanya interaksi sosial.

Bourdieu menyebutkan bahwa modal sosial ini sejatinya merupakan hubungan sosial bernilai antar orang. Hal tersebut bisa dicontohkan sebagian masyarakat yang berinteraksi antar kelas dalam lapisan sosial masyarakat. Artinya dalam hal ini interaksi sosial antar kelas adalah menentukan posisi kelasnya tersendiri (Wanta, 2020). Terdapat dua pandangan yang menyatakan bahwa modal sosial dibagi menjadi dua, yakni 1) modal sosial meekat karena adnaya hubungan sosial yang terlihat dari adanya rasa percaya, saling mendukung, hingga menekankan pada jaringan social network, dan 2) modal sosial menekankan pada

(12)

29

karakteristik yang telah melekat (embedded) dalam diri manusia atau sebagai kandidat yang terlibat dalam interaksi sosial (Syahyuti, 2008).

B. Modal Ekonomi

Selain memiliki pengertian yang beragam, modal ekonomi disinyalir memiliki suatu pemahaman terkait suatu benda yang memiliki nilai ekonomis atau bisa disimbolkan dengan nilai mata uang. Biasanya modal ekonomi dapat berbentuk kegiatan investasi yang kemudian ditukar dengan keuntungan baik dalam bentuk barang, uang, maupun jasa. Bourdieu menjelaskan bahwa modal ekonomi di antaranya adalah alat-alat produksi (mesin, tanah, tenaga kerja), materi (pendapatan, benda-benda), dan uang (Krisdinanto, 2016). Modal ekonomi merupakan modal yang secara langsung bisa ditukar, dipatenkan sebagai hak milik individu. Modal ekonomi merupakan jenis modal yang relatif paling independen dan dan fleksibel karena modal ekonomi secara mudah bisa digunakan atau ditransformasi ke dalam ranahranah lain serta fleksibel untuk diberikan atau diwariskan pada orang lain (Krisdinanto, 2016).

Begitupula dalam kontestasi politik, keberadaan modal ekonomi bisa dijadikan sebagai sumber penggerak dalam mesin politik contohnya masa kampanye pemilu atau pemilukada. Aktor ekonomi memberikan dana dalam bentuk keuangan kampanye untuk membiayai kegiatan politik kandidat. Menurut Sahdan dan Haboddin dalam Wance, (2019) bahwa proses pilkada sangat membutuhkan biaya/ongkos yang sangat mahal. Faktor mahalnya ongkos pilkada mengakibatkan kandidat harus mencari aktor donatur keuangan untuk memberikan dana yang besar dalam keperluan kampanye.

(13)

30 C. Modal Politik

Keberadaan modal politik pada kegiatan pemilu dapat dijadikan sebagai modal dasar yang harus dimiliki baik tim kemenangan ataupun pasangan calon.

Tiap tiap kandidat tentu memerlukan dukungan yang diusung oleh partai politik ataupun koalisi partai. Keberadaan modal politik diyakini sebagai bagian milik seseorang yang diyakini sebagai pelaku politik guna mencitakan aktivitas berpolitik yang dapat memberikan keuntungan bagi pelaku politik ataupun institusi politik terkait.

Peran modal politik disebutkan mampu membangun relasi politik untuk menguatkan basis pendukung calon kandidat. Tanpa adanya relasai ataupun dukungan secara politik oleh beberapa komponen, maka seorang kandidat akan kesulitan untuk maju pada pertarungan pilkada. Sebagaimana Wance, (2019:266) menyebutkan bahwa modal politik memiliki kekuatan untuk membentuk modal guna membangun hubungan baik dengan unsur terkait seperti birokrasi Negara dan politik tingkat lokal.

Elit-elit lokal yang menduduki kursi ataupun jabatan strategis tentu memiliki pengaruh ataupun urgensitas pada kelompok masyarakat. Disisi lain seorang kandidat juga membutuhkan dukungan tidak hanya dari partai politik, tetapi juga membutuhkan dukungan dari elit-elit politik baik itu elit pada kelompok keagaaman, kepemudaan, dan organisasi masyarakat.

2.5 Pilkada Serentak

Pemilihan kepala daerah merupakan proses pemilihan kepala daerah dimana pada proses pelaksanaannya dilakukan secara langsung. Pilkada secara langsung diyakini menjadi solusi atas penguatan demokrasi di tingkat daerah atau

(14)

31

lokal yang sekaligus dapat memberikan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 56 UU Nomor 32 Tahun 2004 bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasar asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sementara Purwoko (2005:10) mengatakan dalam Pilkada yang dilakukan secara langsung berarti memberikan peluang bagi warga negara untuk dapat menduduki jabatan publik, menggunakan hak politik guna menentukan kesempatan, dan dapat mengendalikan jalannya roda pemerintahan (Wahyumi &

Simon, 2018)

Pilkada secara langsung merupakan bagian dari proses konsolidasi demokrasi di lingkup lokal. AA GN Ari Dwipayana dalam Suharizal, (2012) menjelaskan ada beberapa kondisi yang mendorong pilkada dilaksanakan secara langsung salah satunya guna memaksimalkan masyarakat selaku voter untuk ikut serta dalam menyuarakan hak politiknya. Dalam hal ini pilkada menjadi terobosan terbaru bagi sistem politik Indonesia khususnya tatanan lokal. Terdapat kegiatan politik yang merupakan implementasi hak kedaulatan dari rakyat dalam memilih pemimpin dimasa 5 tahun mendatang. Aktor utama dalam sitem pilkada ini terletak pada rakyat, partai politik, dan calon kepala daerah. Dimana partai politik sebagai sebuah organisasi akan berperan untuk mencetak calon pemimpin yang berkualitas sesuai kebutuhan masing-masing daerah. Sedangkan orientasi pemimpin yang berkualitas tidak hanya mementingkan kepentingan partai politik, melainkan juga mementingkan kepentingan masyarakatnya.

Pada saat ini, terdapat beberapa regulasi yang mengatur terkait Pilkada ditengah pandemi covid-19 yang tertuang pada Peraturan Komisi Pemilihan

(15)

32

Umum (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 Tentang Pemilihan Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati Dan Wakil Bupati, Dan/Atau Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Serentak Lanjutan Dalam Kondisi Bencana Nonalam Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Pelaksanaan Pilkada diatur secara jelas pada BAB II Pasal 5 dengan memperhatikan kesehatan dan memenuhi beberapa prosedur salah satunya seluruh penyelenggara pemilihan beserta masyarakat wajib untuk mengutamakan protokol kesehatan dengan menggunakan masker dan sarung tangan.

Secara teknis, kegiatan Pilkada dilakukan sama seperti tahun sebelumnya.

hanya saja terdapat beberapa aturan dan fasilitas yang perlu lebih diutamakan mengingat ketatnya protokol kesehatan demi mengurangi angka penyebaran covid-19. Proses pilkada ditengah pandemi membuat adanya kebijakan baru yang mengatur segala bentuk kegiatan dengan membatasi kerumunan massa dan mengedepankan protokol kesehatan.

Gambar

Tabel 2. 1 Strategi Politik

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Ward dan Peppard (2002:44), strategi teknologi informasi adalah strategi yang berfokus pada penetapan visi tentang bagaimana teknologi dapat mendukung dalam

Balanced Scorecard (BSC) merupakan sistem manajemen strategik yang menjabarkan misi dan strategi suatu organisasi ke dalam tujuan operasional dan tolok ukur

Seluruh karyawan perusahaan di semua jenjang dalam struktur organisasi adalah pelaku visi dan misi, misi dan strategi yang telah dibangun. Untuk memotivasi mereka

Cutlip, Center & Broom mengatakan ada empat peran Public Relations di organisasi yang mendeskripsikan sebagian besar praktik mereka, yakni: 13 sebagai teknisi

Menurut Suwandiyanto (2010:02), terdapat empat tujuan strategi, yaitu: Pertama, Memberikan arah pencapain tujuan organisasi/perusahaan. Dalam hal ini, manajemen

Hal lainnya yang mungkin terjadi adalah perusahaan lain dengan strategi yang sama mampu mencari suatu sub- segmen dan berfokus pada sub-segmen tersebut, sehingga dapat

Teknologi informasi diimplementasikan sebagai alat untuk membantu perusahaan dalam mencapai visi dan misinya, oleh karena itu, sangat dibutuhkan visi dan misi yang jelas

Manusia merupakan sumber daya yang terpenting bagi perusahaan. Organisasi harus memiliki strategi yang baik agar sumber daya manusia yang dipekerjakannya memiliki