BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll. Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perkembangan dari Indonesia, permintaan akan sumber daya energi itu sendiri telah meningkat drastis agar dapat mencukupi kebutuhan yang sesuai. Untuk mencukupi kebutuhan akan sumber daya energi tersebut diperlukan suatu pengembangan pengelolaan dari sumber daya energi yang berkelanjutan. Diantara sumber daya energi tersebut, terdapat satu sumber daya energi yang sangat berpotensi, yaitu sumber daya panas bumi, dimana sumber daya energi ini juga bersifat dapat diperbaharui yang berarti dapat dimanfaatkan dalam jangka waktu yang lama. Adanya keterdapatan manifestasi permukaan sistem panas bumi di Danau Ranau berupa mata air panas dan sinter travertin dapat menunjukkan kondisi alamiah dari suatu keberadaan sumber daya panas bumi, sehingga diperlukan suatu studi penelitian untuk mengetahui lebih lanjut potensi panas bumi daerah tersebut.
I.2 Maksud dan Tujuan
Mengaplikasikan ilmu yang didapat selama menempuh studi di Program Studi Teknik Geologi dengan mengkompilasikan data geologi, geokimia dan geofisika ke dalam satu kesimpulan yang ditujukan untuk mengetahui sistem dan potensi panas bumi.
I.3 Metoda dan Tahapan Penelitian
Pada penelitian ini metoda utama yang digunakan adalah metoda geokimia dengan dukungan metoda geologi dan geofisika.
Gambar 1.1 Diagram Penelitan
I.4 Metoda Geologi
Untuk metoda geologi, data yang digunakan berupa peta geologi regional lembar Baturaja (Gafoer & Pardede, 1993). Hal ini dilakukan untuk melihat struktur regional yang berkembang dan stratigrafi regional daerah penelitian. Kemudian untuk mengetahui lebih lanjut digunakan peta geologi detail daerah Danau Ranau (Pusat Sumber Daya Geologi, 2004 a) untuk melihat pengaruh struktur geologi terhadap sistem panas bumi dan penyebaran batuan yang ada.
I.5 Metoda Geokimia
Pada metoda geokimia, data yang digunakan adalah data kimia manifestasi air panas, data kimia tanah dan udara tanah. Data tersebut digunakan untuk mengkaji kemungkinan pengembangan sumber daya panas bumi yang meliputi berbagai parameter seperti (Lawless, 1996):
• Ukuran sumber daya (Resource Size)
• Perkiraan temperatur reservoar (Resource Temperature)
• Permeabilitas formasi (Formation Permeability)
I.5.1 Kimia Manifestasi Air Panas
Dalam eksplorasi geokimia, hal yang dapat ditentukan dari data kimia manifestasi air panas adalah :
Sifat kimia
Tipe fluida reservoar
Temperatur reservoar
Asal air panas
1.5.1.1 Sifat Kimia
Sifat kimia meliputi karakteristik tiap unsur, dimana rasio perbandingan unsur- unsur kimia yang terkandung di dalam manifetasi air panas dapat digunakan untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut (Nicholson, 1993) :
Asal fluida reservoar
Kemungkinan terjadinya pencampuran
Aliran fluida geotermal
Pemanasan uap air (steam heating)
Daerah permeabel (zona upflow)
Mendelineasi daerah potensi panas bumi
1.5.1.2 Tipe Fluida Reservoar
Dalam menentukan tipe fluida reservoar maka metoda yang digunakan adalah dengan menggunakan diagram segitiga Cl-SO4-HCO3, dimana komposisi kimia Cl- SO4-HCO3 dari manifestasi yang ada diplot pada diagram seperti yang tertera di
permukaan yang layak dijadikan geotermometer, dimana dalam hal ini air tipe klorida menjadi prioritas utama dalam pengembangan.
Berikut ini adalah karakteristik dari 5 tipe air panas bumi (Nicholson, 1993):
¾ Air Klorida
Umum dijumpai pada sistem bertemperatur tinggi (>225oC).
Mengandung Na+, K+, Ca+2, Mg+2 sebagai kation.
Berasosiasi dengan gas CO2 dan H2S.
pH netral atau sedikit asam dan basa tergantung CO2 terlarut.
Berasosiasi dengan zona alterasi argilik – propilitik.
Terbentuk endapan sinter silika.
Sangat baik sebagai geotermometer.
¾ Air Sulfat
Kandungan sulfat > 1000 ppm.
SO4 tinggi (mencapai 1000 ppm) akibat oksidasi H2S pada vadose zone dan menghasilkan H2SO4 :
H2S + 2 O2 = H2SO4
Ditunjukkan dengan manifestasi berupa kolam lumpur.
Terbentuk di bagian paling dangkal pada sistem panas bumi akibat kondensasi uap air ke dalam air permukaan.
Bersifat asam.
Berasosiasi dengan zona alterasi argilik lanjut.
Tidak dapat digunakan sebagai geotermometer.
¾ Air Bikarbonat
HCO3 merupakan anion utama.
Na merupakan kation utama.
Dibawah muka air tanah bersifat asam lemah, tetapi dapat bersifat basa oleh hilangnya CO2 terlarut di permukaan.
Terbentuk pada daerah pinggir dan dangkal akibat adsorbsi gas CO2 dan kondensasi uap air ke dalam air tanah.
Berasosiasi dengan zona alterasi argilik.
Kehadiran batugamping di bawah permukaan dapat membentuk endapan sinter travertin (CaCO3).
¾ Air Sulfat-Klorida
pH sekitar 2-5.
Komposisi klorida dan sulfat hampir sama.
Pada umumnya merupakan hasil dari pencampuran air klorida dan sulfat.
¾ Dilusi Klorida-Bikarbonat
pH mendekati netral (6-8).
Klorida dan bikarbonat sebagai anion utama.
Hasil pelarutan air klorida oleh air tanah ataupun air bikarbonat.
1.5.1.3 Temperatur Reservoar
Dalam menghitung perkiraan awal temperatur reservoar maka metoda yang digunakan adalah geotermometer dari data manifestasi permukaan berupa air panas.
Berikut ini adalah syarat-syarat kelayakan suatu air panas dijadikan sebagai geotermometer :
Kecepatan aliran > 2 kg/detik.
Tidak terjadi hilang uap dan gas.
Temperatur mata air harus mendidih atau hampir mendidih (± > 90 0C).
pH mendekati netral.
Dari syarat-syarat di atas maka air tipe klorida merupakan tipe air terbaik sebagai geotermometer dikarenakan pH-nya yang netral. Berikut ini adalah metoda-metoda yang digunakan dalam perhitungan larutan geotermal:
¾ Geotermometer Silika
T Qad (0C) = (1522 / (5.75 – log SiO2)) – 273 T Qc (0C) = (1309 / (5.19 – log SiO2)) – 273
¾ Geotermometer Na-K
¾ Geotermometer Na-K-Ca
¾ Geotermometer K-Mg
1.5.1.4 Asal Air Panas
Dengan menggunakan diagram segitiga Cl-Li-B, maka dapat diinterpretasikan asal air panas yang muncul sebagai manifestasi di permukaan. Bila kandungan Cl yang relatif lebih tinggi dibandingkan B dan Li, maka hal ini menunjukkan bahwa air panas ini berasal dari proses vulkano magmatik yang membawa gas HCl dan H2S terlarut (Nicholson, 1993). Bila kandungan B relatif lebih tinggi dibanding Cl dan Li maka dapat diinterpretasikan bahwa batuan sampingnya adalah batuan sedimen, dimana pengayaan manifestasi air panas di permukaan tersebut dimungkinkan karena adanya interaksi fluida panas selama di perjalanan menuju permukaan. Sedangkan bila kandungan Li relatif lebih tinggi dibanding Cl dan B, maka dapat diperkirakan bahwa telah terjadi interaksi fluida dengan batuan dalam proses migrasinya menuju permukaan, batuan yang dimaksud dapat berupa batuan beku, batuan piroklastik maupun batuan metamorf.
I.5.2 Kimia Tanah dan Udara Tanah
Menurut Nicholson (1993), data kimia tanah dan udara tanah dimaksudkan untuk mengetahui hal-hal berikut :
• Mengidentifikasi daerah permeabel
• Mengidentifikasi kemungkinan upflow
• Mendelineasi daerah prospek
T (0C) Fournier = (1217 / (log (Na/K) + 1.483)) – 273 T (0C) Giggenbach = (1390 / (log (Na/K) + 1.75)) – 273
T (0C) = (4410 / (14 - log (K2/Mg))) – 273
T Na-K-Ca (0C) Fournier = 1647 / {(log (Na/K) + β [log (√Ca/Na)+2.06] + 2.47)} – 273.15
I.6 Metoda Geofisika
Metode geofisika diterapkan untuk mengetahui sifat-sifat fisik batuan yang ada di bawah permukaan. Adanya anomali dari sifat fisik batuan dapat kita gunakan untuk memperkirakan keberadaan sistem panas bumi di bawah permukaan. Dalam penelitian ini, ada 3 metoda geofisika yang digunakan berupa metoda geomagnet, gravitasi (gaya berat) dan geolistrik (resistivitas).
I.6.1 Geomagnet
Pengukuran geomagnet ditujukan untuk mengetahui variasi medan magnet di daerah penelitian. Variasi magnet yang menjadi target dalam hal eksplorasi panas bumi adalah variasi magnet yang disebabkan oleh sifat kemagnetan yang tidak homogen dari kerak bumi. Dimana batuan di dalam sistem panas bumi pada umumnya memiliki magnetisasi yang rendah dibanding batuan sekitarnya. Hal ini dikarenakan adanya proses demagnetisasi oleh proses alterasi hidrotermal, dimana proses tersebut mengubah mineral yang ada menjadi mineral-mineral paramagnetik atau bahkan diamagnetik.
Tujuan dari geomagnet ini adalah untuk mengetahui zona-zona potensial sebagai sumber panas untuk sistem panas bumi di daerah penelitian (Sumintadireja, 2005).
I.6.2 Gravitasi (Gaya Berat)
Pengukuran gravitasi ditujukan untuk mengukur densitas batuan. Densitas partikel untuk batuan biasanya tetap, namun akan berubah akibat porositasnya terutama pada batuan vulkanik. Hal ini terjadi karena adanya proses alterasi hidrotermal yang membentuk mineral ubahan yang dapat mengubah densitas batuan tergantung pada jenis mineral yang dibentuk dan metoda gravitasi tidak dapat menjadi acuan mutlak dalam mendeteksi inhomogenitas massa pada suatu reservoar panas bumi.
Dari anomali residual yang didapat dari metoda inilah maka geologi bawah permukaannya, seperti keberadaan sumber panas yang berkembang di daerah penelitian dapat diinterpretasikan (Sumintadireja, 2005).
I.6.3 Resistivitas (Tahanan Jenis)
Prinsip dari metoda ini adalah menginjeksikan arus ke dalam bumi dan mengukur beda potensial pada titik-titik tertentu. Harga beda potensial yang terukur bergantung pada sifat kelistrikan batuan yang ada. Tujuan dari metoda ini adalah untuk memperkirakan keberadaan reservoar di bawah permukaan dan dimensi lateralnya (Sumintadireja, 2005), hal tersebut dapat diketahui dari nilai tahanan jenisnya, apabila suatu batuan memiliki nilai resistivitas yang sedang maka dalam hal ini batuan tersebut dimungkinkan mengandung material konduktif (mineral logam) atau mengandung fluida (air) yang mengindikasikan bahwa batuan tersebut memiliki porositas yang baik dan dapat diinterpretasikan sebagai zona reservoar dalam suatu sistem panas bumi. Dan nilai resistivitas yang rendah dapat diinterpretasikan sebagai batuan penutup.