• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan: Pengalaman Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan: Pengalaman Indonesia"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Menjaga Stabilitas Sistem Keuangan:

Pengalaman Indonesia

Dr. Halim Alamsyah Ketua Dewan Komisioner

Universitas Airlangga

Surabaya, 8 November 2017

(2)

Outline

• Kerangka Kerja Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

• Pengalaman Krisis Moneter: 1997-1998

• Pengalaman Krisis Global: 2007-2008

• Pengalaman Penanganan Akselerasi Kredit Konsumsi dan Geliat Sektor Properti : 2010-2013

• Catatan Akhir

(3)

KONSEP PENGELOLAAN SSK

(4)

Beberapa Definisi Stabilitas Sistem Keuangan

“...define financial stability as an absence of instability....a situation in which economic performance is potentially impaired by fluctuations in the price of financial assets or by an inability of financial institutions to meet their contractual obligations…” (BIS, 1997)

….financial instability "occurs when shocks to the financial system interfere with information flow so that the financial system can no longer do its job of channeling funds to those with productive investment opportunities“ (Mishkin, 1999)

financial stability can be defined as “a condition in which the financial system – comprising financial intermediaries, markets and market infrastructure – is capable of withstanding shocks and the unravelling of financial imbalances, thereby mitigating the likelihood of disruptions in the financial intermediation process which are severe enough to significantly impair the allocation of savings to profitable investment opportunities” (ECB, 2007)

4

(5)

Sasaran dan Instrumen Kebijakan SSK

Sasaran kebijakan SSK:

- Mencegah terjadinya akumulasi risiko-risiko (risiko sistemik) yang dapat mengganggu (disruptions) berjalannya fungsi sistem

keuangan sehingga berpotensi menimbulkan krisis sistem keuangan-ekonomi

- Menangani krisis keuangan secara cepat dan efektif Instrumen kebijakan SSK:

Berupa bauran (policy mix) yang mencakup kebijakan di bidang (1) Moneter; (2) Fiskal; (3) makroprudensial dana mikroprudensial; (4) Pasar Keuangan; (5) infrastruktur keuangan; dan (6) resolusi Bank.

Sumber: BIS (2017) dan UU PPKSK

5

(6)

Cakupan Analisis Kebijakan SSK

6

(7)

Kerangka Kerja, cakupan, instrumen Kebijakan SSK

7

(8)

KRISIS MONETER: 1997/1998

(9)

Menjelang Krisis Keuangan 1997/98

... Kondisi makroekonomi dan moneter sebelum krisis menunjukan kondisi normal...kondisi fundamental ekonomi Indonesia “sehat”?

-20 -10 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

- 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003

Rp trilyun

GDP (harga konstan) Inflasi (RHS)

GDP Growth (RHS)

Kondisi Makroekonomi 1993-2003

Hal ini menunjukkan bahwa kondisi Makroekonomi dan Moneter cukup baik.

9

(10)

... Dari sisi pengawasan mikroprudensial, tidak terlihat adanya perubahan signifikan pada kondisi perbankan sebelum krisis...

-25 -20 -15 -10 -5 0 5 10 15

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999

Jumlah Bank CAR <8% CAR (RHS) ROA (RHS)

Kondisi Perbankan 1992-1999

Namun demikian, kondisi pre-crisis tidak mencerminkan kondisi sebenarnya. Penilaian beberapa risiko cenderung underestimated, sehingga CAR bank tidak mencerminkan level

risiko riil perbankan.

Kondisi Perbankan Indonesia menjelang Krisis

10

(11)

... Apakah kondisi Indonesia lebih baik dari negara-negara Asia lain menjelang krisis 1997/1998?

Indonesia Korea Thailand Malaysia

Domestic Debt to GDP ratio (1992-1996)

50 50 87 82

Family-Owned-Company (1991-1996)

67.3 24.9 51.9 42.6

State-Owned-Company (1992-1995)

15.2 19.9 24.1 34.8

Credit Growth (1992-1996) 12 15 37 38

Non-Performing Loan (1996) Non-Performing Loan (1998)

8.8 40

0.8 20

7.7 34

3.9 19 Short-term Debt to Reserve

Ratio (1996-1997)

188.9 217 121.5 45.3

Current Account (1991-1995) Current Account (1996)

-2.4 -3.2

-1.8 -4.4

-7.7 -8.9

-7.6 -4.4

Dibandingkan negara Asia lain yang juga mengalami krisis keuangan 1997/1998, terdapat kemiripan dalam hal rasio Short-term Debt to Reserve, NPL dan Current Account Deficit (CAD). Ketiga hal tersebut menunjukkan adanya imbalances dalam sistem keuangan yang

tidak terdeteksi dengan baik pada saat itu.

Fundamental Ekonomi- Keuangan Indonesia

11

(12)

... Secara tiba-tiba nilai tukar Rupiah terhadap USD anjlok pada pertengahan tahun 1997, dan mencapai puncaknya pada pertengahan tahun 1998. What Went Wrong?

Perkembangan Nilai Tukar IDR/USD

- 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000

Jan-93 Jun-93 Nov-93 Apr-94 Sep-94 Feb-95 Jul-95 Dec-95 May-96 Oct-96 Mar-97 Aug-97 Jan-98 Jun-98 Nov-98 Apr-99 Sep-99 Feb-00 Jul-00 Dec-00 May-01 Oct-01 Mar-02 Aug-02 Jan-03 Jun-03 Nov-03

Krisis Keuangan Indonesia 1997/98

12

(13)

... Terdapat financial imbalances yg tidak terdeteksi ... Beberapa risiko cenderung underestimated: Risiko kredit, risiko likuiditas dan risiko pasar (mismatch ULN).

(80) (60) (40) (20) - 20 40 60 80 100 120 140

- 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000 800,000

Dec-93 Nov-94 Oct-95 Sep-96 Aug-97 Jul-98 Jun-99 May-00 Apr-01 Mar-02

Kredit

Kredit Growth (RHS) PUAB Rp (RHS)

Perkembangan Kredit & PUAB (Rp Milyar dan %)

Rasio NPL (%)

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

140%

- 500 1,000 1,500 2,000 2,500

1996q3 1997q1 1997q3 1998q1 1998q3 1999q1 1999q3 2000q1 2000q3 2001q1 2001q3 2002q1 2002q3

ULN to GDP (RHS) ULN

ULN & PUAB (Rp Trilyun dan %)

Risiko Kredit

Penerapan prinsip kehati-hatian buruk, a.l. sering terjadi pelanggaran BMPK (buruknya manajemen risiko konsentrasi) karena pemilik bank dan debitur saling

terkait. Rendahnya kualitas aset terlihat dari lonjakan NPL pd saat krisis.

Risiko Likuiditas

Ekspansi kredit yg cukup tinggi sebelum krisis (15-35%) mendorong persaingan pendanaan dan suku bunga pasar tinggi serta meningkatkan risiko likuiditas Mismatch

ULN

Tingginya persaingan dana domesik mendorong peningkatan ULN. Pre-krisis: USD 130 milyar (58% GDP), sebagian besar unhedged dan 25% berjangka waktu pendek.

Kondisi ULN, regime nilai tukar (partially fixed) dan cad. devisa yg relatif rendah (USD 19.2 milyar) menyebabkan sistem keuangan rentan thdp pergerakan pasar.

Bermuara pada buruknya penerapan

GCG

Krisis Keuangan Indonesia

13

(14)

Pelajaran Krisis 1997-1998

1. Fokus kepada stabilitas makroekonomi saja tidak cukup -> SSK

• Sisi mikroekonomi spt GCG di sektor swasta dan perbankan hrs diperkuat

• Tingkat keberhutangan (leverage),baik DN dan LN, perlu dipantau dgn ketat

• Daya saing nasional perlu dipantau dgn baik

• Penguatan Crisis Management Protokol 2. Pengawasan Perbankan/LK harus diperkuat

• Aturan2 hrs diperkuat sesuai dgn best international practice

• Enforcement oleh lembaga pengawas yang independen 3. Konsolidasi Perbankan harus dilakukan

• Penguatan struktur, permodalan, aturan operasional, GCG, manajemen risiko dll

4. Perlindungan dan Peningkatan Kepercayaan Nasabah hrs diperkuat

• Pembentukan LPS

• Transparansi informasi ttg produk2 dan posisi keuangan Bank/LK

14

(15)

KRISIS GLOBAL: 2007-2008

(16)

Ketika Krisis Keuangan Dunia Terjadi di 2007/08…

... Ketika GFC 2007 melanda Indonesia, goncangan terbesar dialami oleh Kurs Rp sbg akibat capital outflows ...

GDP & Inflasi

(Rp trilyun & %) Current Account & BoP

(USD milyar)

▪ Pre-GFC 2008, kondisi makroekonomi dan moneter domestik cukup baik, terlihat dari pertumbuhan GDP dan inflasi yg terjaga.

▪ Dampak spillover krisis dari negara lain terlihat pada capital outflow dan inflasi yang meningkat di tahun 2008.

-10 -5 0 5 10 15 20

- 500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 GDP

GDP Growth (RHS) Inflasi (RHS)

-5,000 - 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 CA

BoP

16

(17)

Krisis Keuangan Global

... Namun, kondisi perbankan domestik tetap terjaga dengan baik ...

Kinerja Perbankan (%)

- 5 10 15 20 25

- 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00

BOPO CAR (RHS) ROA (RHS)

▪ Kondisi perbankan sedikit terganggu tapi tetap terjaga, meskipun terdapat penurunan CAR yang cukup signifikan pada tahun 2008. Regulator dan Industri telah belajar dari pengalaman krisis 1997.

▪ Adanya permasalahan dalam penanganan bank gagal mengindikasikan perlunya framework yg lebih jelas mengenai penanganan krisis (CMP), mekanisme koordinasi lintas institusi dan

penetapan bank berdampak sistemik.

17

(18)

Krisis Keuangan Global

...Bagaimana dengan negara-negara lain? ...

▪ Dengan fokus pada price stability, risiko sistemik sistem keuangan tidak teridentifikasi dengan baik dalam era Great Moderation.

▪ Pre-krisis, negara Irlandia, Spanyol dan USA (semuanya subsequently menderita krisis) memiliki output gap yg relatif flat, inflasi stabil atau meningkat secara moderat.

▪ Namun dari sisi keuangan, kredit dan harga asset meningkat pesat sehingga menyebabkan distorsi dalam komposisi output. Distorsi tersebut bersama-sama dengan excessive investasi pd real estate menyebabkan kondisi sistem keuangan rentan terhadap gejolak pasar.

▪ Semakin nyata perlunya

kebijakan dan pengawasan

makroprudensial.

18

(19)

Pelajaran Yang Dapat Kita Petik?

1. Bubble di sektor properti merupakan hal yang perlu diantisipasi dgn baik 2. Penguatan fundamental sektor perbankan baik dari sisi permodalan,

likuiditas maupun kemampuan manajemen risiko yang lbh baik harus segera dilakukan

3. Pemahaman yang lbh baik tentang penyebaran risiko di sektor keuangan secara menyeluruh:

• “Memindahkan” risiko ke pihak lain dgn menggunakan CDS tidak berarti melakukan diversifikasi risiko.

• Transparansi atas risiko2 dari produk2 derivatif

4. Peran Rating Agency terlalu kuat sehingga perlu disempurnakan

5. Pemantauan yang lebih intrusif thd kegiatan di sektor perbankan dan keuangan

6. Pengendalian yang lebih baik thd Shadow Banking 7. Resolusi Bank/LK yang efektif dan least cost

19

(20)

Respon Global pasca Great Financial Crises

G20 meminta Financial Stability Board (FSB) untuk merancang respons kebijakan keuangan untuk mencegah berulangnya GFC. Inisiatif perbaikan di bidang keuangan dirancang untuk menjaga STABILITAS SISTEM KEUANGAN melalui:

1. Peningkatan Permodalan, Likuiditas, GCG serta Manajemen risiko Lembg Keuangan (LK)

2. Perbaikan kualitas dan efektivitas regulasi prudensial dan supervisi atas LK 3. Resolution regimes yang tepat utk LK

4. Pencatatan transaksi derivative melalui exchange 5. Pengendalian praktik kompensasi di dlm LK

6. Kerjasama Cross Border dlm mengawasi G-SIFI 7. Pengendalian shadow banking

8. Pengaturan credit rating agencies

Sumber: Report of Group 30 dan Report of FSB to G-20, 2009

20

(21)

AKSELERASI KREDIT KONSUMSI DAN GELIAT

SEKTOR PROPERTI DI INDONESIA: 2010 – 2013

(22)

Indonesian Experience:

Analisis terhadap sumber ketidakseimbangan finansial dalam siklus keuangan 2009-2013 menunjukkan adanya 3 fenomena yang terjadi pada saat yang

bersamaan

Potentially can increase credit risks and liquidity risks in the banking sector.

Consequently, interest rates may also increase

Sources of Vulnerabilities and Financial Risks

Loans to property sector tends to follow the increase in property prices, thereby encouraging further risk taking in the property sector.

Tight Monetary Policy (TMP) and stable exchange rate has encouraged domestic firms to borrow money from abroad. It may create maturity and currency mismatches.

Excessive Lending Growth

Price Bubbles in Property sector

Acceleration in External Debts

22

(23)

Procyclicality of loans growth, incl. mortgage (KPR)

GDP

Sumber: Bank Indonesia

Total Loans

Indonesian Experience:

23

(24)

-3 -2 -1 0 1 2 3

2001Q1 2001Q4 2002Q3 2003Q2 2004Q1 2004Q4 2005Q3 2006Q2 2007Q1 2007Q4 2008Q3 2009Q2 2010Q1 2010Q4 2011Q3 2012Q2 2013Q1 2013Q4

GDP Growth

(deseasonalized growth - trend)

-20 -15 -10 -5 0 5 10 15 20

2001Q1 2001Q4 2002Q3 2003Q2 2004Q1 2004Q4 2005Q3 2006Q2 2007Q1 2007Q4 2008Q3 2009Q2 2010Q1 2010Q4 2011Q3 2012Q2 2013Q1 2013Q4

Credit Growth (deseasonalized growth - trend)

0 2 4 6 8 10 12 14 16

2001Q1 2001Q3 2002Q1 2002Q3 2003Q1 2003Q3 2004Q1 2004Q3 2005Q1 2005Q3 2006Q1 2006Q3 2007Q1 2007Q3 2008Q1 2008Q3 2009Q1 2009Q3 2010Q1 2010Q3 2011Q1 2011Q3 2012Q1 2012Q3 2013Q1 2013Q3

Property Price Growth

-10 -5 0 5 10 15

1992Q1 1992Q2 1992Q3 1992Q4 1993Q1 1993Q2 1993Q3 1993Q4 1994Q1 1994Q2 1994Q3 1994Q4 1995Q1 1995Q2 1995Q3 1995Q4 1996Q1 1996Q2 1996Q3 1996Q4 1997Q1 1997Q2

GDP Growth

(deseasonalized growth - trend)

-15 -10 -5 0 5 10

1992Q1 1992Q2 1992Q3 1992Q4 1993Q1 1993Q2 1993Q3 1993Q4 1994Q1 1994Q2 1994Q3 1994Q4 1995Q1 1995Q2 1995Q3 1995Q4 1996Q1 1996Q2 1996Q3 1996Q4 1997Q1 1997Q2

Credit Growth

(deseasonalized growth - trend)

8 10 12 14 16 18 20 22

1992Q1 1992Q2 1992Q3 1992Q4 1993Q1 1993Q2 1993Q3 1993Q4 1994Q1 1994Q2 1994Q3 1994Q4 1995Q1 1995Q2 1995Q3 1995Q4 1996Q1 1996Q2 1996Q3 1996Q4 1997Q1 1997Q2

NPLs Ratio

Very high growth of property loans since mid 2010 has been accompanied by bubble in property prices …

1992 - 1997 2000 - 2013

Indonesian Experience:

24

(25)

Risk taking is rampant during this very high property loan growth…

No of Loans

No of

Debtors Share No of House Loan Outstanding

(Rp Bio) Share 2 31,368 88.9% 62,736 24,878 72.1%

3 - 6 2,937 8.3% 8,811 5,796 16.8%

6 - 9 947 2.7% 4,092 3,211 9.3%

9 - 12 39 0.1% 292 496 1.4%

12 - 15 5 0.0% 54 73 0.2%

15 - 18 - 0.0% - - 0.0%

> 18 2 0.0% 38 49 0.1%

TOTAL 35,298 100.0% 76,023 34,503 100.0%

Many Debtors have more than 2 mortgage loans at the same time.

Property price shot up, leading toward price bubbles..

* As of April 2013 before the progresive LTV implemented

Price Index of Residential Property

Indonesian Experience:

25

(26)

Indonesia’s External Debt, esp. private, is accelerating during 2009 -2012 …

Source: Bank Indonesia

USD Billion

Total external debts have increased from 24% (2012) to 36.5%

of GDP (Q1 2016)

The ratio of private sector over total external debt is soaring from 36%

(2004) to 52% (Q1 2016)

The private sector external debt is

slowing sharply since 2012. It might indicate the slowing growth of business expansion

Indonesian External Debts

External Debts of Non-Financial Corporations

164

145

26

(27)

Balance Sheet of Domestic Corporations shows weakening performance

• Domestic corporations are weakening. Financial performance is getting worse, reflected by lower ROA, ROE, TA/TL ratio, CR and Assets Turnover. At the same time, DER is increasing, implying higher leverage risk.

• The plunge on commodity price has caused corporations in commodity sector to suffer during the last several years. In general, repayment capacity of corporations are weakening as indicated by increased DSR and ICR.

% of corporations with DSR>100 or

negative DSR (RHS) % of corporations with

IC<1.5 (RHS) % debt at risk (RHS) Source: BI FSR, Mar 2016

Corporation DSR Corporation ICR

Coal CPO Rubber Oil/Gas Metal

27

(28)

Bauran Kebijakan

Kebijakan Makroekonomi

Untuk mengurangi ketidakseimbangan eksternal dan internal :

▪ Moderasi defisit Transaksi Berjalan

▪ Inflasi yang rendah

▪ Pengelolaan nilai tukar yang fleksibel

Kebijakan Makroprudensial

▪ GWM LDR dan GWMS untuk pengelolaan prosiklikalitas kredit dan penguatan likuiditas perbankan.

▪ LTV untuk pengelolaan permintaan domestik, khususnya yang bersifat spekulatif dan memicu impor.

▪ Penyempurnaan ULN dan CFM untuk mengelola aliran modal yang menyebabkan risk taking berlebih

Kebijakan Struktural

Meningkatkan financial deepening untuk memperkuat struktur pasar valas dan penyediaan pembiayaan jangka panjang

Kebijakan Mikroprudensial

Kebijakan permodalan minimum

Batas Maksimal Penyaluran Kredit (BMPK)

Tingkat Kesehatan Bank (Financial, Risk, Governance)

Relaksasi prudential measures sebagai kebijakan counter ciclycal

Recovery Plan dan exit policy

Kebijakan Fiskal

Perubahan tarif pajak, cukai, dan bea masuk

Besaran subsidi (energi dan jaring pengaman sosial)

Belanja pemerintah

Kebijakan permodalan dan dividen BUMN

Discreationay: Tax Amnesty, 28

(29)

Policy Response: Crisis Preparedness

• Penguatan Crisis Management Protokol melalui UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) No 9 Tahun 2016

– Memperkenalkan prinsip Bail-in

– Penguatan peran, tugas dan tanggung jawab Kemenkeu, Bank Indonesia, OJK, dan LPS melalui koordinasi di KSSK

• Simulasi krisis untuk penguatan koordinasi di tingkat Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK)

– Simulasi dilakukan utk uji coba SOP ketika krisis keuangan

terjadi; utk kasus pemberian likuiditas jangka pendek (PLJP Bank Indonesia); utk kasus penanganan bank sistemik dan bank non- sistemik

• Penguatan peran LPS sebagai otoritas resolusi bank, disamping sebagai otoritas penjamin simpanan bank

29

(30)

Mandat baru LPS

Apa yang baru untuk LPS?

Intervensi Dini

Banking Restructuring Program (BRP)

Metode Baru Resolusi Bank:

P&A dan Bridge Bank

❖ Persiapan resolusi sejak BDPI (due diligence)

❖ Saat BDPK, LPS memiliki hak untuk memasarkan bank (PnA);

❖ Saat BDPK, LPS menuntut bank untuk menjaga kondisi keuangannya

❖ Kewenangan LPS untuk menyampaikan BRP

❖ Aset dan kewajiban BRP dipisahkan dari laporan keuangan LPS

❖ LPS memberikan laporan pelaksanaan BRP kepada presiden melalui KSSK

❖ P&A : Melakukan transfer aset dan kewajiban bank kepada bank penerima

❖ Bridge bank (bank perantara) : Mendirikan bank baru dari pengalihan aset dan kewajiban bank bermasalah

❖ LPS membayar selisih antara aset dan kewajiban bank bermasalah yang ditransfer ke bank penerima / bank perantara.

Sumber: LPS

30

(31)

Pay box

Pay box plus

Loss Minimizer

Risk

Minimizer

Pembayaran hanya untuk simpanan yang dijamin

Examples: Australia, Germany, Hong Kong, India, Netherlands, Singapore, Switzerland

+ Fungsi Resolusi

Contoh: Argentina, Brazil, United Kingdom

+ Penambahan Fungsi Resolusi + Sarana Pelaksanaan + Pengelolaan Recovery Rate

Examples: France, Italy, Japan, Mexico, Russia, Spain, Turkey,Indonesia

+ Pengawasan Micro-Macro Prudensial + Tindakan Hukum yang Kuat

+ Pencabutan Izin + Intervensi Dini/

Examples: Korea, United States, Canada

Saat ini

LPS Menuju Risk Minimizer:

1. Restrukturisasi Aset dan Tambahan Modal 2. EWS yang Efektif

3. Perbedaan Sistem Premi

4. Alternatif Resolusi: P & A; Bridge Bank 5. Manajemen Bank di bawah Pihak Ke-tiga 6. Menggabungkan Bank Gagal dengan Bank Lain 7. Banking Restructuring Program

Paradigma LPS berkembang dari "Kasir" menjadi

“Salah Satu Pelindung Sistem Keuangan"

UU No. 24 Tahun 2004, pasal 4 poin b:

“Peran LPS, turut aktif dalam memelihara stabilitas sektor perbankan”

Plus

UU No. 9 Tahun 2016, LPS sebagai Lembaga Resolusi Bank

Pengelolaan Recovery Rate

Sumber: FSB (2012)

31

(32)

CATATAN AKHIR

(33)

Ekonomi - keuangan dewasa ini cukup sehat dan terkendali, walau belum optimal..

Indikator 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 Q2

2017

PDB (% y/y) 6,4% 6,2% 6,0% 5,6% 5,0% 4,9% 5,0% 5,0%

Inflasi (% y/y) 6,96% 3,79% 4,30% 8,38% 8,36% 3,35% 3,02% 4,37%

Kurs USD/IDR 8.991 9.068 9.670 12.189 12.440 13.795 13.436 13.319

CA (% PDB) 0,7% 0,2% -2,7% -3,2% -3,1% -2,0% -1,8% -2,0%

Fiscal (% PDB) -0,7% -1,1% -1,8% -2,2% -2,2% -2,5% -2,5% -2,1%

Utang LN (% PDB) 26,5% 25,0% 27,4% 29,1% 32,9% 36,1% 34,2% 34,4%

Kredit gr. 23,3% 24,7% 23,2% 21,6% 11,6% 10,4% 7,9% 7,5%

KPR 18,6% 26,8% 23,0% 28,3% 14,1% 9,8% 11,4% 8,5%

Konsumsi 22,9% 24,3% 19,8% 13,8% 11,6% 9,1% 8,8% 9,9%

IH Properti 136,65 143,55 153,58 170,90 181,64 190,02 194,54 199,26

33

(34)

Current Issue: LTV Implementation…

Effective during upturns?..

7.4 20.3 16.1 11.2

-10 0 10 20 30 40 50

Ja n -1 0 Ma y-1 0 Se p -1 0 Ja n -1 1 Ma y-1 1 Se p -1 1 Ja n -1 2 M ay -1 2 Se p -1 2 Ja n -1 3 Ma y-1 3 Se p -1 3 Ja n -1 4 Ma y-1 4 Se p -1 4 Ja n -1 5 Ma y-1 5 Se p -1 5 Ja n -1 6

KPR Real Estate

Konstruksi Sektor Property

Mortgage

Construction Property, Total

1

st

LTV Regulation 2

nd

LTV 3

rd

LTV (relax)

34

(35)

Dewasa ini volatilitas di pasar keuangan relatif “dampened”

dan suku bunga dunia terendah dalam sejarah ekonomi dunia:

Risk taking naik …

Risk taking

Capital inflows

Leverage Harga-harga aset Underestimated

measured risk

Suku bunga rendah/cost of fund rendah

35

(36)

Beberapa Catatan

• Berpengalaman menghadapi berbagai episode turbulensi di sistem keuangan

• Namun demikian perilaku dunia keuangan sangat cepat berubah dan memiliki karakter VUCA (volatile, uncertain, complex, ambiguity)

• Efektivitas kebijakan menjadi lebih sulit diukur

• Dewasa ini perekonomian kita mengalami recovery..inflasi

terkendali..defisit Current Account BOP dan deficit fiskal terkendali ..kondisi perbankan sehat…tetapi mengapa ekspansi ekonomi masih lambat?

• Kita harus siap menghadapi “the new normal”: likuiditas tinggi; suku

bunga rendah; volatilitas tinggi dengan pertumbuhan ekonomi suboptimal

So much we don’t know so we cannot be complacent!

36

(37)

TERIMA KASIH

(38)

APPENDIX: Adopsi institusi penjaminan simpanan:

meningkat drastis pasca krisis keuangan 1980-an

Sumber: Carns (2011)

38

Referensi

Dokumen terkait

Penata Muda 01-01-2008 Kasi Tata Pemerintahan 19-10-2009 IV.b Kelurahan Karang Tengah. 900 018 529 III/a Kecamatan

Bumi adalah sebuah planet kebumian, yang artinya terbuat dari batuan, berbeda dibandingkan gas raksasa seperti Jupiter.. Planet ini adalah yang terbesar dari empat planet

UKP-PIP mempunyai tugas membantu Presiden dalam merumuskan arah kebijakan umum pembinaan ideologi Pancasila dan melaksanakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian

Sehingga angka rata-rata untuk tingkat kekerasan ketiga spesimen pada baja ST-60 setelah mengalami proses hardening yang didinginkan dengan media pendingin larutan

Mengenai hal ini, apa yang telah dilaku- kan oleh pemerintah Iran bisa dijadikan bahan kajian yang tepat, yaitu karena konsekuensi atas pelarangan perkawinan sesama

Proses penggorengan mi jagung instan menghasilkan kadar pati resisten yang lebih tinggi dibandingkan mi jagung substitusi kering yang mendapat perlakuan

Penelitian menggunakan 60 ekor ayam pedaging, dua puluh ekor ayam di awal penelitian diambil darahnya untuk pengamatan titer antibodi asal induk terhadap infeksi virus

Pada gambar 5.28 untuk tinggi gelombang signifikan (Hs) spektra respons untuk gerakan pitch pada kapal Crew boat Orela dengan menggunakan foil belakang menunjukkan respons