BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Desa wisata di Indonesia berkembang sangat pesat. Mengacu pada data Badan Pusat Statistik, hingga akhir tahun 2018, tercatat ada 1.734 desa wisata.
Jumlah ini meningkat sebesar 12 kali lipat jika dibandingkan dengan tahun 2009 yang hanya tercatat sebanyak 144 desa wisata. Untuk sebaran desa wisata di Indonesia pada tahun 2018, sebagai berikut:
Sumber: Kementrian Desa PDTT, 2019
Gambar 1.1 Sebaran desa wisata di Indonesia tahun 2018
Desa wisata menjadi tujuan wisatawan yang mempunyai preferensi atau minat khusus terhadap kehidupan pedesaan, karena menganggap kehidupan warga desa unik dan tidak ada di kawasan perkotaan (Hadiwijoyo, 2018: 35).
Pengembangan desa wisata menjadi salah satu alternatif untuk membangun
pedesaan yang berkelanjutan dengan karakteristik khusus. Karakteristik yang di
maksud adalah: (i) budaya, (ii) tradisi, (iii) sistem sosial dan (iv) lingkungan
penduduknya yang masih asli. Selain berbagai keunikan yang ditawarkan desa
wisata, desa ini umumnya berbentuk pariwisata yang berbasis masyarakat dimana pengelolanya adalah masyarakat desa itu sendiri; sehingga program desa wisata ini memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk mengelola keaslian desa sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya.
Sejalan dengan konsep pariwisata berbasis masyarakat, atau sering di sebut Community Based Tourism (CBT), konsep ini erat kaitannya dengan
pemberdayaan. Masyarakat perlu diberdayakan terlebih dahulu sebelum mengelola desa wisatanya sendiri. Pemberdayaan masyarakat dianggap sebagai aspek penting, karena dalam mengembangkan desa wisata perlu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki masyarakat tersebut. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga dinilai sangat efektif dalam meningkatkan partisipasi aktif.
Partisipasi masyarakat dapat terwujud dalam 3 (tiga) tahap, yaitu: (i) tahap
perencanaan, (ii) tahap pelaksanaan, serta (iii) tahap mendapatkan manfaat baik
dari aspek ekonomi maupun aspek sosial budaya. Pada tahap perencanaan,
partisipasi masyarakat terlihat dalam mengidentifikasi permasalahan dan ikut
terlibat dalam merencanakan pengembangan pariwisata. Pada tahap
pelaksanaan, partisipasi masyarakat berperan sebagai pengelola objek atau
pelaksana dalam pengembangan wisata. Sedangkan pada tahap mendapatkan
manfaat, terwujud dalam hal adanya peningkatan kesejahteraan ekonomi
masyarakat sekitar (Hadiwijoyo, 2018: 101). Secara garis besar, pengembangan
berbasis masyarakat dapat di implementasikan, sebagai berikut:
Sumber: (Irawati & Prakoso, 2016)
Gambar 1.2 Pengembangan Berbasis Masyarakat
Pelaksanaan desa wisata berbasis masyarakat memberikan kesempatan kepada perempuan untuk ikut serta dalam kegiatannya. Menurut Handayani dan Sugiarti dalam (Andani, 2017) partisipasi perempuan dalam destinasi wisata berpengaruh terhadap menurunnya ketimpangan gender dalam kegiatan pembangunan. Promosi tentang kesetaraan dan partisipasi perempuan menjadi salah satu kegiatan dalam 3 Tujuan Pembangunan Milenium yang direncanakan oleh PBB tahun 2000 sesuai dengan kesepakatan dari 189 negara yang menjadi anggota PBB termasuk Indonesia.
Beberapa fakta umum mengenai perempuan dalam pariwisata yang dijelaskan oleh UNWTO dalam (Andani, 2017), sebagai berikut; (i) perempuan mendominasi tenaga kerja dalam destinasi wisata formal, (ii) perempuan di tingkat profesional kurang terwakili tetapi perempuan terwakili di bidang administrasi dan pelayanan, (iii) perempuan memperoleh 10% hingga 15%
lebih rendah dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki, (iv) perempuan dalam
sektor pariwisata yang menjadi pemilik usaha bisnis hampir mencapai dua kali
lipat bila dibandingkan dengan sektor yang lain, (v) menteri pariwisata di dunia
yang perempuan sebesar seperlima dari menteri pariwisata laki-laki, (vi) perempuan yang kerjanya di bidang pariwisata merupakan pekerja mandiri dimana proporsinya lebih tinggi dibandingkan bidang lain, (vii) perempuan dalam menjalankan bisnis pariwisata keluarga melakukan banyak pekerjaan yang tidak dibayar.
Desa wisata yang dikembangkan masyarakat lokal dapat meningkatkan ekonomi secara produktif. Perempuan selaku anggota dalam masyarakat dapat berkontribusi menjadi pelaku usaha. Dalam pengembangan desa wisata, perempuan dapat berpartisipasi melalui kegiatan usaha kuliner dan cenderamata (Hamid et al., 2020). Perempuan juga dapat terlibat dalam komponen kegiatan pariwisata, seperti peran perempuan dalam atraksi wisata, peran perempuan dalam fasilitas wisata, peran perempuan dalam aksesbilititas, dan peran perempuan dalam Tourist Organization (Andani, 2017).
Tingkat partisipasi perempuan di desa wisata dapat dilihat dari
keterlibatannya dalam tahap–tahap pengembangan desa wisata. Untuk
menentukan derajat partisipasinya menggunakan suatu ukuran atau parameter
yang telah ditentukan. Pada tahap perencanaan dapat dilihat dari kehadiran dan
keterlibatannya mulai dari perumusan masalah hingga pengambilan keputusan
terkait pengembangan desa wisata. Kemudian pada tahap pelaksanaan,
parameter yang digunakan adalah keterlibatan perempuan dalam pengelolaan
objek atau usaha di desa wisata. Tahap terakhir adalah tahap pengawasan,
dimana parameter partisipasi dapat dilihat dari keterlibatanya menjadi anggota
pengawas sesuai dengan kewenangan yang dimiliki (M. H. U. Dewi et al., 2013)
Jumlah tenaga kerja perempuan yang memasuki pasar tenaga kerja semakin
meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa perempuan telah menjalankan peran ganda yaitu: (i) sebagai pengurus rumah tangga, (ii) berpartisipasi aktif atau ikut serta dalam pembangunan ekonomi, sehingga secara langsung berkontribusi terhadap pendapatan rumah tangga untuk mencapai kehidupan keluarga yang sejahtera dan bahagia (Noviani & Marhaeni, 2019). Kenaikan partisipasi perempuan dalam aktivitas ekonomi disebabkan oleh adanya perubahan pemikiran dan perilaku masyarakat tentang pentingnya pendidikan untuk kalangan perempuan dan laki-laki, serta semakin tingginya tingkat kesadaran bahwa kalangan perempuan perlu berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan.
Selain itu, keinginan perempuan untuk mandiri di bidang ekonomi, seperti:
membiayai kebutuhannya dan juga kebutuhan jumlah tanggungan keluarga dengan pendapatannya sendiri. Faktor lain yang menjadi penyebab kenaikan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja ialah semakin luasnya peluang kerja yang dapat menyerap tenaga kerja perempuan (Haryanto, 2008).
Kondisi perekonomian yang tidak menentu, harga kebutuhan sehari-hari
yang terus meningkat, pemasukan keluarga yang cenderung stabil menjadi
alasan pendorong perempuan bekerja (Handayani & Artini, 2012). Didukung
oleh pendapat Elizabeth dalam (Yulihartika & Fariadi, 2016) bahwa saat ini
perempuan tidak hanya menjadi pasangan saja atau sebagai pengurus rumah
tangga, namun turut berperan dalam pembentukan ketahanan ekonomi
keluarganya. Menurut Ambarini dalam (Bertham et al., 2011) kontribusi
pendapatan perempuan dalam ekonomi keluarga merupakan bagian pendapatan
yang disumbangkan dari semua total pendapatan keluarga. Pendapatan
perempuan yang dihasilkan dapat memberikan manfaat untuk membantu
ekonomi rumah tangganya.
Tingkat kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor–faktor tersebut, antara lain: (i) umur, (ii) lama sekolah, (iii) jumlah beban tanggungan keluarga, (iv) intensitas kegiatan agama dan adat, (v) curahan waktu kerja (Noviani & Marhaeni, 2019).
Menurut Sudarmi dalam (Yulihartika & Fariadi, 2016) faktor yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga antara lain; umur atau usia produktif, tingkat pendidikan, curahan jam kerja, sifat pekerjaan, lama bekerja, dan juga jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan pendapatan perempuan dipengaruhi oleh beberapa faktor sosial ekonomi, yaitu usia, tingkat pendidikan atau lama sekolah, pengalaman bekerja, dan jumlah tanggungan keluarga/ beban ekonomi yang ditanggung (Fatimah et al., 2015).
Usia seseorang menentukan kinerja orang tersebut. Semakin bertambah usia, pengalaman kerja akan semakin bertambah jika diimbangi dengan kinerja yang baik. Umur atau usia produktif seseorang (15-64 tahun) mendorong orang tersebut untuk mengoptimalkan waktu dan tenaganya dalam melakukan pekerjaan, sehingga pendapatan yang diterima tinggi. Perbandingan kekuatan fisik di umur produktif dan tidak produktif sangat mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima (Noviani & Marhaeni, 2019). Hal ini menunjukkan umur berpengaruh positif dan signifikan terhadap kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangganya.
Tipe pekerjaan yang diperoleh seseorang sesuai dengan pendidikan,
keahlian, serta pengalaman yang dimiliki. Tenaga kerja perempuan yang
mempunyai pendidikan, keahlian, serta pengalaman yang mencukupi akan
mudah bersaing dalam pasar tenaga kerja. Hal ini dikarenakan perempuan tersebut mempunyai human capital yang besar (Noviani & Marhaeni, 2019).
Pendidikan perempuan yang tinggi juga berpengaruh terhadap menurunnya angka pernikahan, hal ini dikarenakan perempuan memilih untuk fokus meniti karirnya terlebih dahulu (Bertrand et al., 2013). Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi jenis pekerjaan yang didapatkan, sehingga secara langsung tingkat pendidikan berpengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat pendapatan.
Curahan jam kerja juga mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima, semakin banyak waktu yang dicurahkan pedagang perempuan untuk bekerja, maka semakin banyak pula peluang pedagang perempuan untuk memperoleh tambahan pendapatan (Dewi, P., 2012). Menurut Widiandarini dalam (Handayani & Artini, 2012) curahan jam kerja perempuan dan laki-laki selain di sektor petanian menunjukkan bahwa curahan jam kerja perempuan lebih besar 219,9 jam dalam setahun dibandingkan laki-laki. Besarnya curahan jam kerja perempuan menunjukkan bahwa perempuan mempunyai peranan yang cukup besar dalam membantu kepala rumah tangga memenuhi kebutuhan.
Jumlah tanggungan keluarga berpengaruh terhadap meningkatnya beban ekonomi keluarga karena kebutuhan keluarga menjadi lebih banyak.
Pendapatan yang diperoleh dari kepala rumah tangga terkadang tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan hidup, untuk itu banyak perempuan yang turut serta
bekerja agar kebutuhan keluarganya dapat terpenuhi. Hal ini didukung oleh
Yasin dalam (Jayanti & Sukarsa, 2016) bahwa teori rasio ketergantungan
menjelaskan penduduk dengan usia non produktif menjadi beban tanggungan
bagi penduduk usia produktif, hal ini mempengaruhi keputusan perempuan untuk bekerja secara sukarela supaya memperoleh pemasukan lebih dan terpenuhinya kebutuhan keluarga.
Tingkat partisipasi perempuan khususnya dalam pengembangan desa wisata juga dapat berpengaruh terhadap tingkat kontribusinya terhadap pendapatan rumah tangga. Semakin tinggi tingkat partisipasinya, maka semakin tinggi pula kontribusi perempuan dalam pendapatan rumah tangga. Hal ini didukung oleh hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa partisipasi perempuan sebagai pelaku usaha pada desa wisata mempunyai hubungan signifikan kuat dengan kontribusi perempuan terhadap pendapatan rumah tangga (Hamid et al., 2020).
Kabupaten Wonogiri merupakan salah satu kabupaten yang tergabung dalam Kawasan Solo Raya dengan wilayah geografis paling luas yaitu 182.236,02 Ha. Dengan wilayah geografis paling luas, tingkat partisipasi angkatan kerja Kabupaten Wonogiri pada tahun 2019 menunjukkan angka sebesar 69,67%. Tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki lebih tinggi 29%
dibandingkan dengan tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan.
Tabel 1.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Menurut Jenis Kelamin Kabupaten Wonogiri 2019
Tahun Jenis Kelamin
Jumlah (%) Laki-laki (%) Perempuan (%)
2019 84,78 55,78 69,67
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020
Mata pencaharian penduduk Kabupaten Wonogiri beragam (lihat Tabel
1.2), pekerja perempuan tertinggi berada di lapangan pekerjaan pertanian
dengan jumlah sebesar 100.341 orang. Kemudian diurutan kedua berada pada
lapangan pekerjaan perdagangan, rumah makan, dan akomodasi dengan jumlah
sebanyak 56.860 orang. Data tersebut juga menunjukkan bahwa ada lapangan pekerjaan yang tidak terdapat pekerja perempuannya, yaitu lapangan pekerjaan listrik, gas dan air minum. Perempuan di Wonogiri lebih banyak yang bekerja di sektor informal dibandingkan dengan sektor formal. Dalam sektor informal, perempuan lebih bebas atau tidak terlalu terikat peraturan seperti pekerja formal pada umumnya. Perempuan yang sudah berkeluarga harus mampu membagi waktu antara pekerjaan dan mengurus rumah tangganya.
Tabel 1.2 Penduduk Perempuan Umur 15 Tahun ke Atas yang bekerja Menurut Lapangan Usaha di Kab. Wonogiri Tahun 2019
No. Lapangan Pekerjaan Utama Perempuan
1 Pertanian 100.341
2 Pertambangan dan Penggalian 273
3 Industri 30.975
4 Listrik, Gas dan Air Minum 0
5 Kontruksi 752
6 Perdagangan, Rumah Makan, dan Jasa Akomodasi 56.860
7 Transportasi dan Komunikasi 352
8 Keuangan, asuransi, dan usaha persewaan bangunan 1.020
9 Jasa 30.535
Jumlah 221.108
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020
Salah satu potensi yang dapat dioptimalkan di Kabupaten Wonogiri, dimana
didalamnya terlibat partisipasi perempuan melalui berbagai kegiatan usaha atau
termasuk dalam manajemen komponennya adalah potensi pariwisata pedesaan
yaitu destinasi desa wisata. Perkembangan desa wisata khususnya di Kabupaten
Wonogiri pada tahun 2017 telah mencapai 8 desa (lihat Tabel 1.3). Untuk
klasifikasinya dibagi menjadi desa wisata berbasis daya tarik alam dan desa
wisata berbasis daya tarik buatan, daya tarik budaya dan kerajinan.
Tabel 1.3 Data Desa Wisata di Wonogiri Tahun 2017
No Nama Desa Klasifikasi Desa Wisata
1 Desa Conto, Kec. Bulukerto Desa wisata berbasis daya tarik alam 2 Desa Sambiroto, Kec.
Pracimantoro
Desa wisata berbasis daya tarik alam 3 Desa Gebangharjo, Kec.
Pracimantoro
Desa wisata berbasis daya tarik alam 4 Desa Setren, Kec. Slogohimo Desa wisata berbasis daya tarik alam 5 Desa Gunturharjo, Kec.
Paranggupito
Desa wisata berbasis daya tarik alam 6 Desa Parang, Kec.
Paranggupito
Desa wisata berbasis daya tarik alam 7 Desa Sendang, Kec. Wonogiri Desa wisata berbasis daya tarik
buatan, budaya, dan kerajinan 8 Desa Kepuhsari, Kec.
Manyaran
Desa wisata berbasis daya tarik buatan, budaya, dan kerajinan
Sumber: SK No. 143 Tahun 2017 Pengukuhan Desa Wisata di Kab Wonogiri Desa Sendang adalah salah satu desa di Kecamatan Wonogiri yang berjarak 7 Km dari pusat Kota Wonogiri. Desa Sendang merupakan desa wisata yang menjadi pioner untuk desa wisata lainnya di Kabupaten Wonogiri. Hal ini dikarenakan kualitas sumber daya manusianya yang cukup mendukung serta sudah mempunyai website desa yang secara sistem sudah maju dibandingkan dengan desa lainnya.
Sumber : http://sendang-wonogiri.desa.id/
Gambar : 1.3 Website Desa Sendang
Desa sendang ini merupakan desa wisata yang berbasis daya tarik buatan, budaya, dan kerajinan. Secara geografis view yang ditawarkan ialah pemandangan alam karena letak desa di daerah pegunungan sehingga untuk membedakan dengan desa wisata yang berbasis daya tarik alam masyarakat setempat melakukan inovasi sehingga desa wisata ini berbasis daya tarik buatan, budaya, dan kerajinan. Atraksi yang ditawarkan Desa Wisata Sendang adalah Watu Cenik, Puncak Joglo, dan Menara Pandang. Desatinasi wisata watu cenik memiliki daya tarik buatan berupa spot foto balon udara, kemudian untuk puncak joglo terdapat landasan take off paralayang dan lintasan downhill yang sudah bertaraf internasional. Untuk menara pandang, baru berkembang di tahun 2021 ini yaitu adanya pembangunan “Green House Anggur”. Kemudian, untuk budaya yang ada di Desa Sendang ini ialah wayang kulit, kesenian “Kethek Ogleng”, paguyuban Rawitsari Mulyo yang merupakan paguyuban seni rebana, karawitan, tari, dekorasi, dan campursari. Terakhir, untuk kerajinannya ialah kerajinan keramik, yaitu kursi, piring, mangkuk, guci dengan lukisan khas tiap daerah seperti Wonogiri yang disimbolkan dengan gambar gajah dan Irian Jaya yang disimbolkan dengan gambar burung cenderawasih. Alasan lain lebih memilih Desa Sendang jika dibandingkan Desa Kepuhsari yang sama-sama berbasis buatan, budaya, dan kerajinan ialah desa kepuhsari lebih dikenal sebagai wisata Kampung Wayang Kepuhsari yang artinya atraksi utama desa tersebut adalah kesenian wayang sedangkan di Desa Sendang sendiri juga terdapat budaya wayang kulit.
Desa Sendang memiliki beberapa prestasi, antara lain pada tahun 2019
berhasil meraih juara pertama lomba desa tingkat Kabupaten Wonogiri dengan
tiga bidang penilaian, yaitu pemerintahan, kemasyarakatan, dan kewilayahan.
1Wilayah Desa Sendang bersebelahan dengan destinasi wisata Waduk Gajah Mungkur. Kemudian, Desa Sendang juga melakukan pengembangan desa wisata sehingga mewakili Wonogiri pada event Desa Lestari dan Desa Brilian pada tahun 2020.
Jumlah penduduk perempuan di Desa Sendang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk laki-lakinya. Pada tahun 2019, jumlah penduduk perempuan di Desa Sendang tercatat sebanyak 2.045 orang, sedangkan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2.006 orang (Profil Desa Sendang, 2019).
Angkatan Kerja penduduk perempuan Desa Sendang lebih banyak dibandingkan dengan penduduk laki-lakinya (lihat Tabel 1.4).
Tabel 1.4 Penduduk Usia 18 – 56 tahun Desa Sendang Tahun 2019
No Tenaga Kerja Laki-Laki Perempuan
1. Penduduk Usia 18 – 56 tahun (angkatan kerja)
1.091 1.262
2. Penduduk Usia 18 – 56 tahun yang bekerja
551 739
3. Penduduk Usia 18 – 56 tahun yang belum / tidak bekerja
540 523
Sumber: Profil Desa Sendang Tahun 2019
Penduduk perempuan di Desa Sendang banyak yang bekerja di sektor Informal. Kegiatan ekonominya banyak didominasi sektor pertanian, perikanan dan juga perdagangan. Pada sektor perikanan dan perdagangan didukung oleh adanya potensi unggulan lokal serta beberapa industri rumahan yang telah berjalan. Berdasarkan survei awal yang telah dilakukan, potensi unggulan lokal
1 “Sendang juara 1 lomba desa tingkat kabupaten Wonogiri tahun 2019,” sendang-wonogiri, 8 September 2019, diakses pada tanggal 27 Februari 2021 pukul 14.45, http://sendang- wonogiri.desa.id/2019/09/08/sendang-juara-1-lomba-desa-tingkat-kabupaten-wonogiri-tahun- 2019/