• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta [Polres Sleman] tahun 2001-2006.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta [Polres Sleman] tahun 2001-2006."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

ix ABSTRACT

The Correlation between the Degree of the Traffic Regulations Transgression and the Degree of the Highway Traffic Accident in the City of Yogyakarta

(Polres Sleman) in the Year 2001-2006 Bernardus Budi Prihartanto

Sanata Dharma University Faculty of Psychology

2008

This study is a correlative research which takes into account of the secondary data. It is intended to find the positive relationship between the degree of the traffic regulations transgression and the intensity of the highway traffic accident in the city of Yogyakarta (Polres Sleman) in the year 2001-2006. The controlled variable in this study is the intensity of highway traffic accident and the free variable is the degree of the traffic regulation transgression. All variable are measured with reference to the total account of data obtained from Polres Sleman throughout the year 2001-2006. Accordingly, the category of the traffic regulations transgression is classified in terms of Situpak data and Susceptibility of the highway traffic accident.

The hypothesis in this study denotes that there is a positive significant correlation between the traffic infraction which is committed by the individual, the higher the intensity of the highway traffic accident will be. Conversely, the lower the degree of the traffic infraction which is undertaken by the individual, the lower the intensity of the highway traffic accident will be. The hypothesis of this study is analyzed by applying theKendall’s tau_b method of correlation.

The finding of this study constitutes that there is a positive and significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident. It means that the correlation coefficient value (tau) = 0.816 is in accordance to the significance level 1% z value = 10,2 (z > 2,58). That is to say that the hypothesis in this study is feasible due to the fact that there is a positive as well as significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident.

(2)

x ABSTRAK

Hubungan Antara Tingkat Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas Dengan Tingkat Kecelakaan Di Jalan Raya Di Daerah Istimewa Yogyakarta

(Polres Sleman)Tahun 2001-2006 Bernardus Budi Prihartanto

Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi

2008

Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan yang positif antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polres Sleman) tahun 2001-2006. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat kecelakaan di jalan raya dan variabel bebas penelitian ini adalah pelanggaran peraturan lalu-lintas. Semua variabel diukur berdasarkan data Laporan Tuntas Polres Sleman selama tahun 2001-2006. Sedangkan untuk pembagian kategori pelanggaran peraturan lalu-lintas diperoleh berdasarkan data Situpak dan Kerawanan Lantas Polres Sleman tahun 2005.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif dan signifikan antara pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya. Semakin tinggi pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin tinggi juga tingkat kecelakaan di jalan raya. Sebaliknya Semakin rendah pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin rendah pula tingkat kecelakaan di jalan raya. Hipotesis penelitian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi dariKendalls tau_b.

Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (tau) = 0,816 dengan taraf signifikan 1% nilai z = 10,2 (z > 2,58). Ini berarti hipotesis penelitian diterima atau ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya.

(3)

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PELANGGARAN PERATURAN LALU-LINTAS DENGAN TINGKAT KECELAKAAN

DI JALAN RAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (POLRES SLEMAN)

TAHUN 2001-2006

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi

OLEH :

BUDI PRIHARTANTO 01 9114 172

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iii

If an individual has a calm state of mind,

that person's and views will be calm

and tranquil even in the presence of great agitation.

-

Tenzin Gyatso, 14th Dalai Lama

E specially F or :

’’’GOD’’’ Jesus & Virgin Mary

MyParents, Andreas (Alm) & Maria MyBrothers, Anang (Alm) & Cay “siKrebo”

‘Ve’ Mylove, ‘Ve’

(7)

iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah saya sebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 13 Mei 2008 Penulis

(8)

v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Bernardus Budi Prihartanto

Nomor Mahasiswa : 01 9114 172

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya saya yang berjudul :

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PELANGGARAN PERATURAN LALU-LINTAS DENGAN TINGKAT KECELAKAAN DI JALAN RAYA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (POLRES SLEMAN)TAHUN 2001-2006

Berserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 14 Mei 2008

Yang menyatakan

(9)

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Allah Semesta Alam atas semua Berkat yang tak terbalaskan kepada penulis dalam hidup ini yang selalu menyertai sehingga penulis dapat menyelesaikan sebuah karya berjudul “Hubungan Antara Tingkat Pelanggaran dan Tingkat Kecelakaan di Jalan Raya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polres Sleman) Tahun 2001-2006. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Program Studi Psikologi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat tersusun berkat bantuan, dukungan, perhatian, bimbingan, semangat dan keterlibatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tulus dan setinggi-tingginya kepada :

1. Bapak P. Eddy Suhartanto, S.Psi, M.si. selaku Dekan Program Studi Psikologi dan Dosen Pembimbing Akademik angkatan ’01, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang penuh keikhlasan, kesabaran, dukungan dan membantu penulis dalam hal pendidikan dan administrasi dari proses pembuatan sampai selesainya skripsi ini, serta selama penulis belajar di Program Studi Psikologi.

2. Sylvia Carolina Maria Yuniati Murtisari S.Psi, M.si. selaku Ketua Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang juga penuh keikhlasan, kesabaran, dukungan dan membantu penulis dalam hal pendidikan dan administrasi dari proses pembuatan sampai selesainya skripsi ini, serta selama penulis belajar di Program Studi Psikologi.

3. Bapak Dr. A. Supratiknya, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang penuh pengertian, penuh keramahan, penuh kesabaran dan ketulusan dalam memberi banyak sekali masukan, meluangkan banyak waktu, segenap tenaga, berbagai macam share pengalamannya, dukungan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 4. Bapak Minta Istono, S.Psi, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik

dan masukan yang membangun kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Ibu Kristiana Dewayani, S.Psi, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan

(10)

vii

6. Segenap Dosen Program Studi Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah memberikan materi perkuliahan, pengalaman dan dukungan selama penulis kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Segenap karyawan Program Studi Psikologi, Mba’ Nanik, Mas Gandung, Mas Doni, Mas Mudji “Playboy” serta Pa’ Gie… Terima kasih atas semua kerja sama juga senyumnya.

8. Kepolisian Resort Sleman, Terima kasih atas data-data yang diberikan sehingga proses pengolahan data dapat terlaksana.

9. Buat kedua Orang Tuaku, Andreas (Alm) & Maria, Abangku Anang (Alm) & Adikku Cay, Terima kasih atas semua doa, kasih sayang, pengertian, kesabaran, dukungan serta semangat yang tiada terhenti dan sangat berarti sekali dalam perjalanan hidup… diberikan kepada penulis. I Love U 4ever & Always.

10. Veron MyLove & family, Makasih atas semua cinta, semua kasih sayang, semua pengertian, kesabaran, dukungan, semangat dan juga bantuannya sampai selesai skripsi ini dan nanti… Terima kasih telah mengisi dan menjadi bagian dalam hidupku… Thanks alot & Always, ya… mylove… Ve…

11. Uki Sadewa, Spiritual Master yang selalu memberikan pencerahan, mengiringi serta menuntunku dari jalanku yang gelap dan kering, kini dan akan datang menjadi terang dan bersemi… Terima kasihku takkan pernah habis terucapkan. Mas Dwi temen seperjuanganku yang sekarang dan akan datang…

12. Buat temenku Denny ”Benjoe”&Adhis, Thanks a lot buat semangat dan bantuan ketika aku berusaha untuk bangkit kembali… Yossi, makasih udah mau nyempet2in waktunya buat jadi second leaderku! Peng-Q ”bakul warto adol cerito”, Galih ”Sang Wartawan”, Temen2ku Anak Teknik Mesin ’99, Anak2 “Pondok”, Mami, Babe Gendut & Family, makasih atas semua nasehat dan makannya… so, Punks&Skins like Jose, Miftah, Anom, Aing, Santo, Chabib, Doni, Ukat, Alex, Miko, Avie, Ipix,… Anak2 Bali, Haddy, Hardy “Brekele”, Kusma, Eka, Putu, Gede& Erik.

(11)

viii

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun telah memberikan banyak bantuan, dukungan dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir.

Yogyakarta, 14 Mei 2008 Penulis

(12)

ix ABSTRACT

The Correlation between the Degree of the Traffic Regulations Transgression and the Degree of the Highway Traffic Accident in the City of Yogyakarta

(Polres Sleman) in the Year 2001-2006 Bernardus Budi Prihartanto

Sanata Dharma University Faculty of Psychology

2008

This study is a correlative research which takes into account of the secondary data. It is intended to find the positive relationship between the degree of the traffic regulations transgression and the intensity of the highway traffic accident in the city of Yogyakarta (Polres Sleman) in the year 2001-2006. The controlled variable in this study is the intensity of highway traffic accident and the free variable is the degree of the traffic regulation transgression. All variable are measured with reference to the total account of data obtained from Polres Sleman throughout the year 2001-2006. Accordingly, the category of the traffic regulations transgression is classified in terms of Situpak data and Susceptibility of the highway traffic accident.

The hypothesis in this study denotes that there is a positive significant correlation between the traffic infraction which is committed by the individual, the higher the intensity of the highway traffic accident will be. Conversely, the lower the degree of the traffic infraction which is undertaken by the individual, the lower the intensity of the highway traffic accident will be. The hypothesis of this study is analyzed by applying theKendall’s tau_b method of correlation.

The finding of this study constitutes that there is a positive and significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident. It means that the correlation coefficient value (tau) = 0.816 is in accordance to the significance level 1% z value = 10,2 (z > 2,58). That is to say that the hypothesis in this study is feasible due to the fact that there is a positive as well as significant correlation between the degree of the traffic infraction and the intensity of the highway traffic accident.

(13)

x ABSTRAK

Hubungan Antara Tingkat Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas Dengan Tingkat Kecelakaan Di Jalan Raya Di Daerah Istimewa Yogyakarta

(Polres Sleman)Tahun 2001-2006 Bernardus Budi Prihartanto

Universitas Sanata Dharma Fakultas Psikologi

2008

Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan data sekunder. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan yang positif antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di Daerah Istimewa Yogyakarta (Polres Sleman) tahun 2001-2006. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah tingkat kecelakaan di jalan raya dan variabel bebas penelitian ini adalah pelanggaran peraturan lalu-lintas. Semua variabel diukur berdasarkan data Laporan Tuntas Polres Sleman selama tahun 2001-2006. Sedangkan untuk pembagian kategori pelanggaran peraturan lalu-lintas diperoleh berdasarkan data Situpak dan Kerawanan Lantas Polres Sleman tahun 2005.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif dan signifikan antara pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya. Semakin tinggi pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin tinggi juga tingkat kecelakaan di jalan raya. Sebaliknya Semakin rendah pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan individu maka semakin rendah pula tingkat kecelakaan di jalan raya. Hipotesis penelitian dianalisa dengan menggunakan teknik korelasi dariKendalls tau_b.

Hasil penelitian ini menunjukkan korelasi antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya memiliki hubungan yang positif dan signifikan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien korelasi (tau) = 0,816 dengan taraf signifikan 1% nilai z = 10,2 (z > 2,58). Ini berarti hipotesis penelitian diterima atau ada hubungan positif dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya.

(14)

xi

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ... v

Kata Pengantar... vi

3. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu-Lintas... 11

4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas... 15

5. Hal-hal yang Mempengaruhi Pengguna Jalan Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas... 17

(15)

xii B. Kecelakaan Lalu Lintas

1. Pengertian kecelakaan lalu lintas di jalan raya... 30

2. Bentuk-bentuk dan ukuran kecelakaan di jalan raya... 31

3. Faktor-faktor penyebab kecelakaan di jalan raya... 32

C. Hubungan Pelanggaran Peraturan Lalu-lintas dengan tingkat Di Jalan Raya... 35

D. Hipotesis Penelitian... 38

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 39

B. Subjek Penelitian... 39

C. Variabel Penelitian. ... 39

D. Metode Pengumpulan Data... 42

E. Tekhnik Pemeriksaan Keabsahan Data... 42

F. Tekhnik Analisis Data. ... 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian... 45

B. Pembahasan... 51

BAB V. RINGKASAN, KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 59

B. Saran... 60

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1: Uji Korelasi Antara Masing-masing Pelanggaran Peraturan

Lalu-Lintas dengan Kecelakaan di Jalan Raya... 49 Tabel 2: Deskripsi Data Rekapitulasi Jumlah Pelanggaran Peraturan

Lalu-Lintas dengan Jumlah Kecelakan Selama Tahun 2001-2006

(17)

xiv

DAFTAR GRAFIK

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Tabel Hasil Rekapitulasi penjumlahan antara tiap pelanggaran peraturan lalu-lintas dan tingkat kecelakaan di jalan raya setiap bulannya selama tahun 2001-2006 di wilayah Polres Sleman

Lampiran 2: Hasil uji korelasi Total perilaku melanggar peraturan lalu-lintas dengan kecelakaan di jalan raya.

Lampiran 3: Hasil uji korelasi 4 (empat) jenis perilaku melanggar peraturan lalu-lintas dengan kecelakaan di jalan raya.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

(20)

Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata korban meninggal dunia dalam 1 tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih dari 20 keluarga yang harus kehilangan anggota keluarganya. Bahkan menurut prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kecelakaan lalu-lintas merupakan penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020 yang akan datang (M Subair, 2005). Berdasarkan data Situpak dan kerawanan Lantas Tahun 2005 dari pihak Polres Sleman, Yogyakarta, pelanggaran dan kecelakaan merupakan ancaman faktual yang kerap terjadi khususnya di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Menurut data pelanggaran lalu lintas 5 tahun terakhir periode 2001-2005, kejadian pelanggaran total berjumlah 92.980, dengan jumlah denda Rp 999.526.500 sedangkan data Laka Lantas 5 tahun terakhir periode 2001-2005, kejadian kecelakaan total berjumlah 1.465 kejadian dengan 363 orang meninggal dunia, 369 orang mengalami luka berat dan 1557 orang mengalami luka ringan. Sedangkan total kerugian dikalkulasikan sebesar Rp 1.758.946.000.

(21)

Data dari Kepolisian mengungkap bahwa 60% kasus kecelakaan yang terjadi di jalan raya disebabkan oleh pengendara kendaraan bermotor yang kurang mematuhi petunjuk mengemudikan kendaraan dan peraturan lalu-lintas di jalan raya (Asosiasi keselamatan jalan, 1993). Pelanggaran yang dilakukan oleh pengendara kendaraan bermotor cenderung disebabkan karena mereka kurang mengetahui peraturan yang berlaku di jalan raya (Asosiasi keselamatan jalan, 1993). Pendataan yang dilakukan oleh Mabes Polri menunjukkan, 91% kecelakaan di jalan terjadi karena perilaku warga yang tidak disiplin, 5% faktor kendaraan, 3% faktor jalan, dan hanya 1% faktor lingkungan alam. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian Development Bank dalam Road Safety Guidelines for The Asian and Pacific (2006), menilai keselamatan

berlalu lintas di Indonesia menduduki tempat yang cukup memprihatinkan dibanding dengan bangsa-bangsa tetangga kita Asia Tenggara lainnya, menempatkan Indonesia masuk daftar negara paling buruk dalam bidang keselamatan lalu lintas se-Asia Pasifik, Indonesia berada di bawah Laos dan Nepal. Sedangkan hasil penelitian PBB menunjukan 80% dari kecelakaan lalu lintas di jalan terjadi di negara-negara yang berpenghasilan menengah dan rendah, dan tentu ini termasuk Indonesia.

(22)

beberapa aspek, yaitu sumber daya manusia dan manajemen. Dari sisi sumber daya manusia, kecelakaan disebabkan rendahnya disiplin berlalu lintas, rendahnya kesadaraan akan keselamatan, dan belum memadainya kompetensi petugas bidang keselamatan. Sedangkan dari sisi manajemen di antaranya disebabkan penegakan hukum yang belum menimbulkan efek jera dan sistem informasi yang belum memadai (Pikiran Rakyat, 24 November 2006). Selain itu, muara dari seluruh persoalan kecelakaan lalu lintas di negeri ini ialah hukum yang masih amburadul. Hukum belum mampu menciptakan ketertiban sosial. Disiplin dan kepatuhan terhadap hukum belum menjadi bagian dari peradaban masyarakat. (Media Indonesia editorial. 13 Februari 2007).

Selain itu menurut dosen psikologi klinis Universitas Padjadjaran Aris Buditomo, mengemudikan kendaraan merupakan kegiatan yang bisa sangat melelahkan, apalagi saat suasana jalan yang macet, dapat menimbulkan kejenuhan, kekesalan, dan bisa mengganggu emosi sehingga kondisi jiwa yang tadinya tenang, menjadi kurang tenang. Ia juga menambahkan bahwa tidak aneh apabila pengemudi kendaraan ngebut, serobot sana serobot sini atau melakukan pelanggaran. Kondisi kemacetan lalu lintas, gangguan di perjalanan, jarak tempuh yang jauh, dan kekurangnyamanan alat atau perlengkapan kendaraan, memang berpotensi mengganggu kestabilan emosi setiap pengemudi kendaraan. (Pikiran Rakyat 17 Desember 2002).

(23)

pembelajaran guna mengurangi resiko terjadinya kecelakaan di jalan raya. Di jalan raya diperlukan kesadaran dari para pengguna kendaraan atau jalan raya demi terciptanya ketertiban dan keteraturan. Taraf kepatuhan hukum atau disiplin pengemudi bergantung pada taraf pengetahuan hukum, dan sikapnya terhadap hukum dan pola perikelakuannya (Soekanto, 1981:65).

Selain itu menurut Suryohadiprojo (1989) niat untuk mentaati peraturan merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan tidak akan tercapai. Hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. Artinya sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan yang berlaku muncul dari dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. sikap dan perilaku dalam disiplin berlalu lintas ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan dan kehendak untuk mentaati peraturan. Artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak(niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang berlaku.

(24)

B. Rumusan Masalah

Pertanyaan yang ingin dijawab pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan positif antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten Sleman tahun 2001-2006.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki ada tidaknya hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten Sleman.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan semakin menambah dan melengkapi teori-teori yang sudah ada mengenai hubungan antara pelanggaran peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah hukum Polres Kabupaten Sleman.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pihak Kepolisian

(25)

b. Bagi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai sumbangan pengetahuan khususnya dalam hal yang berkaitan dengan interaksi antara emosi, motivasi, persepsi dan peran sensori-motorik dalam diri manusia yang mengemudikan kendaraan. Selain itu juga diharapkan dapat memberikan informasi dan referensi tentang hubungan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya di wilayah kabupaten Sleman tahun 2001-2006.

c. Bagi Peneliti

Hasil penelitian ini membantu peneliti semakin mengembangkan ilmu yang didapat dari bangku kuliah sehingga mampu untuk mengetahui metode yang sesuai dengan kebutuhan pengguna jalan atau kendaraan dan petugas lalu lintas dalam menciptakan suasana yang aman dan tenang serta teratur dan juga mengerti akan pentingnya keselamatan di jalan raya.

d. Bagi Peneliti Lain

(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam bab ini disajikan tiga pokok bahasan yaitu pertama mengenai perilaku melanggar peraturan lalu-lintas, kedua mengenai kecelakaan lalu-lintas, dan yang ketiga hubungan antara perilaku melanggar peraturan lalu-lintas dengan tingkat kecelakaan di jalan raya.

A. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas 1. Pengertian Perilaku Menyimpang/Melanggar

James (1958) menjelaskan bahwa perilaku menyimpang adalah keadaan individu yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan fisik, jabatan atau sosial, biasanya dengan akibat negatif pada tingkah laku dan kehidupan emosionalnya. Cohen, (Saparinah, 1986) juga mengemukakan berbagai definisi yang menyangkut perilaku menyimpang. Definisi-definisi tersebut adalah: tingkah laku yang menyimpang dari aturan-aturan normatif atau dari pengharapan-pengharapan masyarakat; tingkah laku yang secara statistis abnormal; tingkah laku yang patologis; tingkah laku yang secara sosial dinilai tidak baik, serta tingkah laku yang berhubungan dengan peranan menyimpang. Dengan kata lain perilaku menyimpang adalah tingkah laku yang melanggar, atau bertentangan, atau menyimpang dari aturan-aturan normatif, dari pengertian-pengertian normatif maupun dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan.

(27)

penyimpangan ini dibagi dua, yakni penyimpangan primer dimana yang menjadi masalah adalah sikap pribadi yang mengundang reaksi negatif dari pihak lain, dan penyimpangan sekunder dimana persoalannya adalah hakikat dan konsekuensi tanggapan masyarakat terhadap tingkah laku menyimpang itu. Suatu sikap tidak mungkin dikatakan menyimpang, sebelum ada suatu reaksi terhadap tingkah laku itu. Penyimpangan bukan merupakan suatu kualitas yang ada dalam sikap itu sendiri, namum ada pada interaksi antara orang yang melakukannya dengan tanggapan terhadap sikap itu (Soekanto, 1988).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku menyimpang adalah ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri, baik dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya, sehingga timbul tindakan yang tidak sesuai dengan peraturan-peraturan yang telah ditetapkan, serta norma-norma yang ada didalam suatu lingkup sosial budaya dimana individu tersebut berada.

2. Faktor-faktor Perilaku Menyimpang/Melanggar

Faktor-faktor penyimpangan sosial Menurut James (Soekamto, 1984). adalah sebagai:

a. Longgar/tidaknya nilai dan norma.

(28)

lain. Misalnya: mengendarai kendaraan dengan kecepatan tinggi dijalan raya dianggap hal yang biasa dan wajar.

b. Sosialisasi yang tidak sempurna.

Di masyarakat sering terjadi proses sosialisasi yang tidak sempurna, sehingga menimbulkan perilaku menyimpang. Contoh: di masyarakat Polisi idealnya bertindak sebagai panutan atau pedoman, menjadi teladan namun kadangkala terjadi oknum Polisi justru memberi contoh yang salah, seperti melakukan pelanggaran terhadap rambu-rambu lalu lintas. Karena masyarakat mentolerir tindakan tersebut maka terjadilah tindak perilaku menyimpang. Lombroso (Soekamto, 1984), mengemukakan perilaku menyimpang salah satunya disebabkan oleh faktor psikologis yaitu menjelaskan sebab terjadinya penyimpangan ada kaitannya dengan kepribadian retak atau kepribadian yang memiliki kecenderungan untuk melakukan penyimpangan dan dapat juga karena pengalaman traumatis yang dialami seseorang.

Dalam perspektif perilaku menyimpang masalah sosial terjadi karena terdapat penyimpangan perilaku dari berbagai aturan-aturan sosial ataupun dari nilai dan norma sosial yang berlaku. Perilaku menyimpang dapat dianggap sebagai sumber masalah karena dapat membahayakan tegaknya sistem sosial. Penggunaan konsep perilaku menyimpang secara tersirat mengandung makna bahwa ada jalur baku yang harus ditempuh. Perilaku yang tidak melalui jalur tersebut berarti telah menyimpang.

(29)

dimanapun dan dilakukan oleh siapapun. Sejauh mana penyimpangan itu terjadi, besar atau kecil, dalam skala luas atau sempit tentu akan berakibat terganggunya keseimbangan kehidupan dalam masyarakat. Suatu perilaku dianggap menyimpang apabila tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat atau dengan kata lain penyimpangan (deviation) adalah segala macam pola perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri (conformity) terhadap kehendak masyarakat.

3. Perilaku Melanggar Peraturan Lalu Lintas

Perilaku melanggar peraturan lalu lintas adalah perilaku yang menunjukkan ketidakmampuan individu dalam menyesuaikan diri dengan peraturan lalu lintas di jalan raya (termasuk di sini rambu-rambu lalu-lintas dan petunjuk, serta larangan bagi pengguna jalan).

a. Pengertian Peraturan Lalu-lintas.

(30)

b. Peraturan Lalu-Lintas Bagi Pengguna Jalan

Peraturan yang mengatur hal yang berkaitan dengan kelancaran lalu-lintas di jalan raya didasari oleh adanya undang-undang no. 14 tahun 1993 mengenai tata tertib berlalu-lintas yang harus diketahui, ditaati dan diikuti oleh para pengguna jalan.

Khusus bagi pengguna jalan yang mengemudikan kendaraan bermotor, penulis akan menguraikan beberapa hal yang perlu dan penting untuk diketahui dan diperhatikan selama berada di jalan raya. Peraturan-peraturan tersebut antara lain sebagai berikut (Asosiasi keselamatan jalan, 1993) :

1). Petunjuk Sebagai Pengemudi

a). Sebelum berangkat: perhatikan kesehatan anda, apakah anda cukup sehat untuk mengemudi; periksalah, apakah surat-surat keterangan anda seperti KTP, SIM, dan STNK ada pada saku anda; periksalah peralatan kendaraan anda seperti lampu isyarat, lampu besar, lampu rem, kipas kaca, dan lain-lain; perhitungkanlah jalan mana yang terdekat atau yang menurut perkiraan anda tidak macet untuk mencapai ke tempat yang anda tuju.

b). Dalam perjalanan:

(1) Sebelum keluar halaman berhentilah di pintu halaman, apabila aman barulah anda ke luar ke jalan.

(2) Taatilah semua rambu-rambu lalu-lintas.

(31)

menghadapi persimpangan/lampu pengatur lalu-lintas; menghadapi tempat-tempat penyeberangan; megnhadapi lintasan jalan kereta api; menghadapi tempat-tempat ramai; akan didahului oleh kendaraan lain; berpapasan dengan kendaraan lain;berpapasan/didahului iring-iringan jenasah/ rombongan/pasukan yang bila perlu minggir dan berhenti.

(4) Bila akan berhenti/berjalan, merubah arah/berbelok, berilah tanda yang jelas dan jangan mendadak

(5) Selalu waspada terhadap kemungkinan gangguan yang datang mendadak, seperti orang yang tiba-tiba menyebrang jalan. (6) Jalankan kendaraan sesuai dengan yang telah ditetapkan.

(7) Apabila hendak membelok ke kanan, dahulukan kendaraan yang datang dari depan

(8) Selalu menjaga jarak dengan kendaraan yang berada didepan sehingga apabila kendaraan yang didepan berhenti mendadak masih ada kesempatan untuk mencegah terjadinya kecelakaan. 2) Larangan-larangan bagi pengemudi.

Di bawah ini merupakan larangan-larangan bagi pengemudi pada saat mengemudikan kendaraannya di jalan raya (Asosiasi keselamatan jalan, 1993) :

a) Apabila kesehatan terganggu, lelah jasmani/rohani.

b) Dalam keadaan mabuk atau sehabis minum-minuman keras.

(32)

d) Memotong kendaraan lain secara mendadak. e) Mengendarai kendaraan dengan cara zig-zag.

f) Mendahului kendaraan lain pada tikungan, jembatan, tanjakan, turunan, zebra-cross/penyebrangan, lintasan jalan kereta api, di persimpangan dan apabila pandangan mata kedepan tidak bebas.

g) Mengemudi sambil mengobrol, merokok, makan dan minum. 3) Rambu-rambu lalu-lintas.

Yang dimaksud dengan rambu-rambu lalu-lintas adalah alat-alat pengatur dan pengendali lalu-lintas yang dipasang dan ditempatkan oleh badan atau instansi yang berwenang untuk pengaturan, memberikan peringatan dan petunjuk bagi para pengguna jalan.

a.) Perambuan lalu-lintas

(1.) Perambuan lalu-lintas yang berlaku sekarang ini, penerapannya berdasarkan Surat Keputusan Menteri Perhubungan Nomor: KM. 170/L/Phb./1975 tanggal 6 Mei 1975 tentang Perambuan.

(33)

terdapat pula bentuk-bentuk petunjuk yang dapat digunakan oleh pengguna jalan, seperti:

(a) Tanda-tanda di permukaan jalan

Marka jalan adalah salah satu perangkat pengendali lintas yang tidak kalah pentingnya dengan lampu lalu-lintas dan rambu-rambu. Perangkat ini berupa garis kuning atau putih atau garis putus-putus, huruf, tanda panah, angka yang digambarkan pada permukaan jalan.

(b) Tanda-tanda isyarat.

Sistem pengendalian lalu-lintas dengan isyarat cahaya lampu-lampu sampai kini dianggap cukup efektif dan efisien terbukti dari pemakaiannya yang hampir merata di seluruh dunia, terutama lalu-lintas perkotaan. Isyarat cahaya/lampu lalu-lintas berguna bagi pengguna jalan antara lain : pejalan kaki, pengemudi kendaraan bermotor dan pengemudi kendaraan tidak bermotor. Ada dua macam isyarat cahaya yaitu: cahaya tidak kedip (terus menerus menyala), dan cahaya berkedip (nyala terputus-putus). Sedangkan warna cahaya meliputi warna merah, kuning, hijau.

4. Bentuk-bentuk Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas

Dalam Asosiasi keselamatan jalan (1993), bentuk-bentuk perlanggaran peraturan lalu-lintas adalah sebagai berikut :

(34)

b. Berhenti di jalur lalu-lintas, sedangkan masih ada tempat lain di luar jalur lalu-lintas.

c. Berhenti di belokan, persimpangan, perempatan, atau jembatan tanpa alasan. d. Melanggar tanda pengatur lalu-lintas.

e. Melanggar garis tanda berhenti.

f. Berhenti tidak cukup ke kiri untuk dilewati kendaraan lain. g. Meninggalkan kendaraan yang masih dalam keadaan hidup.

h. Melanggar tanda larangan masuk yang telah ditetapkan waktu dan jenis kendaraan.

i. Melanggar tanda larangan parkir, berhenti. j. Melanggar tanda larangan memutar arah.

k. Melanggar tanda larangan melewati atau memotong kendaraan lain. l. Melanggar tanda larangan masuk.

m. Melanggar penggunaan jalur yang tidak diperuntukkan baginya. n. Melanggar tanda larangan membelok.

o. Melanggar ijin muat yang ditetapkan.

p. Mengemudikan kendaraan terlalu cepat, berliku-liku, zig-zag atau dengan cara yang dapat membahayakan keamanan lalu-lintas atau merusak jalan.

q. Berjalan di sebelah kanan jalur lalu-lintas tanpa alasan yang sah.

r. Tidak cukup ke kiri ketika dilewati atau berpas-pasan atau tidak cukup ke kanan sewaktu mendahului kendaraan lain.

(35)

terjadi kecelakaan, iring-iringan penguburan, barisan militer, rombongan polisi, pawai anak sekolah yang berbaris teratur atau bersepeda berkelompok disertai pengiringnya.

t. Menimbulkan bahaya, gangguan, rintangan, karena gaduh, asap atau bahan lain.

u. Mengemudi sedemikian rupa hingga tidak menguasai kendaraannya. v. Naik sepeda motor tanpa gandengan lebih dari dua orang.

w. Melanggar syarat-syarat penomoran, penerangan, perlengkapan, dan muatan. Adapun jenis kelngkapan yang harus dipunyai setiap kendaraan bermotor, yaitu : kendaraan bermotor harus mempunyai rem, knalpot, ban hidup, kaca spion, lampu sen. Lampu penerangan pada malam hari.

5. Hal-hal yang Mempengaruhi Pengguna Jalan Melakukan Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas

Pelanggaran peraturan lalu-lintas tidak sedikit mengakibatkan kerugian, baik berupa materi bahkan nyawa orang. Namun hal ini tidak membuat orang semakin berhati-hati dan belajar dari kejadian yang sebelumnya, melainkan semakin tidak perduli terhadap keadaan di jalan raya.

Secara psikologis, karakteristik tingkah laku pemakai jalan dipengaruhi (Direktorat lantas Polri, 2006) :

a. Karakteristik mental :

(36)

tingkah laku si pengguna jalan dalam mengemudikan kendaraannya di jalan raya.

2) Intelegensia/kecerdasan adalah suatu tingkat kemampuan yang dimiliki oleh pengguna jalan raya dalam mengolah dan mengintegrasikan informasi yang diperolehnya dari lingkungan dengan aspek-aspek lain yang juga ikut mempengaruhi situasi di jalan raya. Kemampuan tersebut diantaranya adalah bagaimana pengguna jalan memahami, merasakan, dan bertanggung jawab secara sosial, serta terampil dalam memelihara keadaan di jalan raya yang mendukung atau menghambat kelancaran lalu-lintas di jalan raya. Pengguna jalan yang tingkat kecerdasan berlalu-lintasnya berkisar antara cukup sampai dengan tinggi cenderung lebih “pandai” dalam berperilaku di jalan raya (lebih sopan-santun dalam mengemudikan kendaraannya ataupun lebih mematuhi peraturan lalu-lintas di jalan raya dan tidak ugal-ugalan dalam mengemudikan kendaraannya).

(37)

dan macet pada jam-jam tertentu akan lebih memahami keadaan tersebut dan akan lebih hati-hati dalam mengemudikan kendaraannya apabila melewati jalan tersebut.

4) Emosi adalah keadaan mental atau psikis pengguna jalan dalam bereaksi terhadap lingkungan jalan raya yang mengandung aktivitas dan derajat yang tinggi dan adanya perubahan dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan yang kuat. Tingkat perasaan pengguna jalan yang kuat (emosi) terutama pada saat pengguna jalan sedang mengemudikan kendaraannya di jalan raya dapat mempengaruhi perilakunya di jalan raya. Misalnya pengguna jalan yang sedang dalam keadaan emosi yang sangat kuat (gembira/marah/sedih) akan cenderung lebih mudah bereaksi (kebut-kebutan ataupun mengendarai kendaraan lebih pelan) terhadap situasi dan keadaan di jalan raya yang ramai, padat, macet,lenggang.

b. Karakteristik fisik : 1) Penglihatan.

(38)

2) Pendengaran.

Suara atau bunyi yang di dengar secara langsung atau tidak langsung oleh pengguna jalan dengan kendaraan bermotor dapat memberikan informasi tentang kendaraan, lalu lintas lain, keadaan permukaan jalan dan fungsi daripada kecepatan yang diinginkan. Selain itu tingkat kebisingan suatu kendaraan di jalan raya juga dapat mempengaruhi perilaku pengguna jalan lain yang ada di jalan raya. Hal ini dikarenakan ada beberapa suara atau bunyi dari kendaraan lain yang dapat mengganggu kosentrasi pengemudi kendaraan di jalan raya.

3) Waktu reaksi.

Para pengemudi bereaksi karena adanya rangsangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh karakteristik fisik dan mental, yang prosesnya berupa:

(39)

terjadi di jalan raya mempengaruhi cepat-tidaknya ia bereaksi terhadap situasi atau aktivitas tersebut.

b) Identifikasi : adalah kemampuan pengguna jalan dalam mengenal, menyadari, dan mempelajari situasi dan aktivitas yang terjadi di jalan raya yang di lakukan oleh orang lain (pengguna jalan yang lain). Pengguna jalan mempelajari bagaimana kecepatan bereaksi pengguna jalan lainnya saat terjadinya suatu peristiwa yang sekiranya dapat mengancam keselamatan jiwa ataupun kelancaran lalu-lintas. Perilaku tersebut diolah dalam diri pengguna jalan yang mempelajari reaksi pengguna jalan lainnya yang kemudian akan juga dilakukannya apabila terjadi peristiwa yang serupa.

(40)

dapat menghambat atau mendukung kelalncaran lalu-lintas di jalan raya (mengancam keselamatan para pengguna jalan raya).

4) Terdapat beragam faktor lain yang juga dapat mempengaruhi tingkah laku pengemudi, terutama hal-hal yang mempengaruhi kecepatan reaksi, dan juga proses-proses yang mempengaruhi mental. Faktor-faktor tersebut antara lain :

a) Umur. Makin menuanya seseorang, maka lebih lambat reaksinya dan penglihatannya akan berkurang.

b) Kelelahan. Pengemudi yang lelah akan bereaksi lebih lambat.

c) Alkohol. Alkohol mempunyai pengaruh terhadap anestetik/bius (mati rasa).

d) Penyakit dan cacat tubuh. Hal itu dapat membatasi kemampuan mental atau fisik pengemudi. Tetapi pengemudi biasanya mampu mengatasi. e) Cuaca, ketinggian daerah dan ventilasi. Cuaca yang buruk dan

ketinggian daerah dapat meningkatkan ketegangan dan kelelahan dalam mengemudi.

f) Latihan pendidikan dan penindakan yang dapat dilaksanakan dengan cara:

(1) Melatih pengemudi sebelum mendapat SIM. (2) Pengujian SIM yang ketat dan teliti.

(41)

g) Orang-orang yang cenderung mendapat kecelakaan. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa pengemudi yang cenderung mendapat kecelakaan biasanya merupakan orang-orang yang tidak dapat menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial, agresif dan menentang terhadap peraturan.

h) Pejalan kaki. Pejalan kaki menggunakan juga sistim jalan yang ada. Fisik dan mental mereka tentu saja sama dengan karakteristik

pengemudi, yaitu:

(1) Mereka kurang latihan mengenai peraturan-peraturan tentang jalan. (2) Mereka mungkin cacat phisik, buta atau pincang.

(3) Mereka mungkin tidak dapat membaca, dan juga tidak mengerti rambu-rambu petunjuk.Selain itu juga fasilitas pejalan kaki ikut mempengaruhi aktivitas pengguna jalan lainnya, termasuk diantaranya:

(a) Trotoar, tempat penyeberangan, jembatan, rambu-rambu lalin, daerah aman dan pulau jalan, jalan bawah tanah bagi pejalan kaki dan lampu.

(b) Kecepatan berjalan biasanya 1 s/d 1,5m/detik.

(42)

i) Kapasitas jalan.

Kapasitas jalan adalah kemampuan maksimum suatu jalan untuk menampung sejumlah kendaraan. Kendaraan yang berjalan sendirian dapat berjalan dengan cepat atau lambat sesuai dengan kehendak pengemudinya. Sebagian besar pengemudi ingin mencapai tujuannya dengan secepat mungkin sesuai dengan kemampuan dari kendaraannya dan sesuai dengan keadaan jalan yang ditempuhnya. Bilamana dijalan tersebut terdapat beberapa kendaraan lain, maka kendaraan itu kadang-kadang akan menghambatnya dan memaksa untuk mengurangi kecepatannya sampai pada suatu waktu dia dapat melewati kendaraan itu. Kadang-kadang dia pula yang akan menghalangi dan memperlambat jalannya kendaraan lain yang lebih cepat dari dia. Bila lebih banyak lagi kendaraan yang memakai jalan itu, maka hambatan-hambatan seperti itu akan terjadi lebih serius.

j) Kontruksi jalan.

(43)

mengenai menentukan kecepatannya.Cekungan atau lengkungan pada jalan juga dapat mempengaruhi kecepatan daripada kendaraan bermotor dan perkembangan lalu lintas.

k) Perlengkapan / Kelengkapan.

Alat-alat pengendali lalu lintas dibutuhkan untuk mengendalikan para pemakai jalan, khususnya untuk pergerakan yang aman pada sistem jalan tersebut. Alat tersebut merupakan obyek fisik yang menyampaikan informasi : perintah, kondisi, petunjuk pada pemakai jalan yang dapat mempengaruhinya terhadap pengguna jalan. Jenis-jenis informasi adalah :

(1) Yang bersifat peraturan/perintah yang harus dipatuhi yakni larangan atau pembatasan; dan perintah (termasuk perintah berhenti dan memberikan jalan pada persimpangan).

(2) Peringatan ( terhadap bahaya ).

(3) Informasi/petunjuk berupa arah, identifikasi tempat, fasilitas-fasilitas.

(44)

6. Dampak Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas

Pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan di jalan raya dapat menyebabkan beberapa hal beriku ini:

a. Dampak Fisik

Menurut Buditomo (Pikiran Rakyat 17 Desember 2002) pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan oleh pengemudi di jalan raya yang disebabkan karena kelalaian dan ketidak disiplinan pengemudi dalam berkendaraan di jalan raya dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan. Kecelakaan yang terjadi akibat dari pelanggaran dapat menelan korban benda mati dan korban manusia. Pelanggaran peraturan lalu-lintas yang menyebabkan terjadinya kecelakaan dapat dikarenakan kecelakaan tunggal dan juga dapat melibatkan kendaraan dengan kendaraan dan pejalan kaki dengan kendaraan, serta kendaraan dengan lingkungan fisik seperti menabrak rambu, marka jalan dan pohon yang berada ditepi jalan (Asosiasi keselamatan jalan, 1993). Selain itu Kansil&Kansil (1994) menambahkan pelanggaran peraturan lalu-lintas yang dilakukan pengemudi dapat menyebabkan kecelakaan yang menelan korban manusia berupa korban meninggal dunia, korban luka berat, dan korban luka ringan.

b. Dampak Psikologis

(45)

kecelakaan). Dalam hal ini, punishment atau ganjaran bertujuan untuk memantapkan pola perilaku pengguna jalan yang sudah ada dan ingin dipertahankan dan/atau mengubah pola perilaku pengguna jalan yang ada saat ini ke arah perilaku baru yang dicita-citakan. (Ieda dan Bernadette, 2001).

Menurut Cohen (Saparinah, 1986) dampak psikologis yang akan dialami oleh orang-orang yang melakukan pelanggaran terhadap suatu peraturan dan juga pada orang-orang yang melihat pelanggaran peraturan tersebut diantaranya rasa terancam, rasa takut, rasa cemas, dan berbagai reaksi emosional negatif lainnya. Reaksi emosioanal negatif tersebut dapat berupa reaksi individual yang secara perlahan dapat menjadi reaksi kolektif. Reaksi tersebut biasanya dinyatakan dengan menilai perilaku melanggar tersebut sebagai tindakan berbahaya atau sebagai penyimpangan yang serius. Konsekuensinya, akan ada kecenderungan pada individu atau kelompok masyarakat yang bersangkutan untuk melakukan kontrol sosial terhadap pengguna jalan yang melakukan pelanggaran peraturan lalu-lintas, diantaranya dengan menetapkan punishment bagi pelaku.

c. Dampak secara Hukum dan Ekonomi

(46)

diatur dalam undang-undang lalu-lintas. Hukuman yang akan dijalani oleh pengguna jalan dapat berupa menjalani persidangan, dan berupa ganti rugi secara ekonomi seperti denda keuangan, biaya administrasi, dan ganti rugi berupa sarana dan prasarana jalan yang rusak akibat pelanggaran; kerusakan kendaraan yang terlibat dalam kecelakaan; dan biaya pengobatan bagi korban manusia (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

Dalam kehidupan bermasyarakat selalu tidak lepas dari adanya norma-norma hukum yang mengatur hampir seluruh bidang kehidupan. Karenanya dengan adanya norma-norma tersebut menuntut adanya kesadaran dari masyarakat untuk mau mentaati norma tersebut. Setiap masyarakat yang normal selalu mempunyai kesadaran hukum; masalahnya adalah taraf kesadaran hokum tersebut, yakni tinggi, sedang dan rendah. Tolak ukur taraf kesadaran hukum tersebut, menurut Soekanto (1990:34) meliputi: pengetahuan mengenai hukum; Pemahaman terhadap hukum; sikap terhadap hukum; dan perilaku hukum. Seseorang dianggap mempunyai taraf kesadaran hukum yang tinggi apabila perilaku nyatanya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan demikian, maka taraf kesadaran hukum yang tinggi didasarkan pada kepatuhan hukum, yang menunjukkan sampai sejauh manakah perilaku nyata seseorang serasi dengan hukum yang berlaku.

(47)

sepeda motor bersedia mentaati segala bentuk peraturan lalu lintas pada saat berlalu lintas di jalan. Untuk dapat mentaati peraturan, maka pemahaman terhadap peraturan itu sendiri adalah syarat mutlak yang harus dimiliki setiap pemakai jalan. Sebab tidak mungkin seseorang dapat mentaati suatu peraturan, tanpa mengetahui dan memahami peraturan itu terlebih dahulu.

Upaya pemahaman terhadap peraturan lalu lintas yang ditekankan kepada setiap pemakai jalan, telah dilakukan pihak Polantas melalui penerangan atau penyuluhan, baik secara langsung maupun melalui media massa. Disamping itu, pemahaman terhadap peraturan lalu lintas juga diisyaratkan secara formal terhadap proses pemilikan SIM. Karena itu setiap pemakai jalan untuk dapat memiliki SIM, harus mematuhi peraturan lalu lintas terlebih dahulu, disamping juga harus terampil dalam mengemudikan kendaraanya di jalan.

(48)

menunjukan ketaatan pengendara terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku. Niat untuk mentaati peraturan menurut Suryohadiprojo (1989) merupakan suatu kesadaran bahwa tanpa disadari unsur ketaatan, tujuan tidak akan tercapai. hal itu berarti bahwa sikap dan perilaku didorong adanya kontrol diri yang kuat. artinya sikap dan perilaku untuk mentaati peraturan yang berlaku muncul dari dalam dirinya. Niat juga dapat diartikan sebagai keinginan untuk berbuat sesuatu atau kemauan untuk menyesuaikan diri dengan aturan-aturan. sikap dan perilaku dalam disiplin berlalu lintas ditandai oleh berbagai inisiatif, kemauan dan kehendak untuk mentaati peraturan. artinya, orang yang dikatakan mempunyai disiplin yang tinggi tidak semata-mata patuh dan taat terhadap peraturan secara kaku dan mati, tetapi juga mempunyai kehendak(niat) untuk menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Secara teoritis, taraf kepatuhan hukum atau disiplin pengemudi bergantung pada taraf pengetahuan hukum, dan sikapnya terhadap hukum dan pola perikelakuannya (Soekanto, 1981:65).

(49)

Peraturan merupakan salah satu alat yang dibuat dan digunakan oleh suatu Negara bagi masyarakat, yang harus ditaati dan dipatuhi anggota masyarakat. Demikian juga dalam kehidupan di jalan raya, telah dibuat suatu peraturan untuk menciptakan kehidupan berlalu lintas yang tertib dan teratur. Dengan adanya peraturan lalu lintas tersebut, setiap pemakai jalan khususnya pengendara kendaraan bermotor harus tahu, mengenal, taat dan mematuhinya.

Pengetahuan tentang peraturan lalu lintas adalah merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki seluruh pengendara kendaraan bermotor. Disamping peraturan, kedisiplinan individu sebagai pengguna jalan juga memiliki peranan penting, Hodges (dalam Yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. dalam kaitannya dengan lalu lintas, pengertian disiplin berlalu lintas adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukan ketaatan pengendara terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku

(50)

pengguna jalan tertentu sangat membantu usaha pemahaman mengenai tingkah laku dari pengguna jalan tersebut sehingga pelanggaran dan kecelakaan dapat diminimalisir.

B. Kecelakaan Lalu-Lintas

1. Pengertian Kecelakaan Di Jalan Raya

Kecelakaan di jalan raya dapat diartikan menderita sesuatu yang menyusahkan atau menyulitkan akibat suatu kejadian atau peristiwa yang tidak disengaja maupun disengaja yang terjadi di jalan raya. Pada umumnya kecelakaan diakibatkan oleh di sengaja / tidak di sengaja, Sengaja adalah tindakan yang telah di rencanakan terlebih dahulu sedangkan tidak sengaja adalah tindakan yang tidak di rencanakan terlebih dahulu (kamus bahasa Indonesia,1997). Kecelakaan yang di sengaja menurut Saparinah (1986) adalah pelanggaran peraturan lalu-lintas yang terjadi dapat juga karena pengendara bersikap mencoba-coba dalam mempergunakan kesempatan-kesempatan yang ada (contoh kebut-kebutan di jalan yang tidak ramai) dengan konsekuensi bahwa mereka dihukum atau tidak dihukum sesuai dengan ketentuan kolektivitas yang berlaku.

(51)

tentang Prasarana dan Lalu Lintas sebagai "Suatu peristiwa di jalan yang tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pemakai jalan lainnya, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda".

Kecelakaan menurut Sulaksmono (Buchari, 2007) adalah suatu kejadian yang tidak terduga dan yang tidak dikenhendaki yang mengacaukan suatu proses aktivitas yang telah diatur. Kecelakaan terjadi tanpa disangka-sangka dalam sekejap mata, dan setiap kejadian tersebut terdapat empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai yakni : lingkungan, bahaya, peralatan dan manusia. Kecelakaan ialah suatu kejadian yang tidak terduga dan yang tak diharapkan, karena dalam peristiwa tersebut tidak ada unsur kesengajaan, lebih-lebih dalam bentuk perencanaan. Kecelakaan lalu lintas adalah kejadian tidak disengaja atau disangka yang mengakibatkan kematian, luka-luka atau kerugian materi dan salah satu pemakai jalan harus melakukan / ada pergerakan lalu lintas.

2. Bentuk-Bentuk dan Ukuran Kecelakaan Di Jalan Raya

(52)

kendaraan roda dua dengan lingkungan fisik seperti menabrak rambu, marka jalan dan pohon yang berada ditepi jalan.

Kecelakaan dapat mengakibatkan kendaraan rusak ringan dan rusak parah; kecelakaan yang mengakibatkan korban kecelakaan luka ringan seperti lecet atau tergores di bagian tubuh tertentu; kecelakaan yang mengakibatkan korban kecelakaan luka berat seperti mengeluarkan darah yang cukup banyak di bagian tubuh yang vital, sehingga diharuskan untuk operasi; kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal dunia (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

(53)

3. Faktor-Faktor Penyebab Kecelakaan Di Jalan Raya

Faktor penyebab terjadinya kecelakan di jalan raya ada 4, yaitu: Faktor jalan, faktor kendaraan, faktor lingkungan dan faktor manusia (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

Dari keempat faktor diatas, faktor manusia sebagai pengemudi merupakan penyebab utama timbulnya kecelakaan di jalan raya (Asosiasi keselamatan jalan, 1993). Pengendara atau pengemudi kendaraan bermotor yang kurang hati-hati dalam mengemudikan kendaraan dan pelanggaran yang dilakukan oleh manusia ketika berada di jalan raya mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan. Untuk alasan tersebutlah, penulis akan lebih menguraikan faktor manusia dalam penyebab kecelakaan di jalan raya.

Sullivan dan Meister (Asosiasi keselamatan jalan, 1993) mengembangkan suatu analisa faktor manusia di dalam pekerjaan mengemudi secara skematis. Kemampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan mengemudi dengan aman ditentukan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan yang dapat diuraikan kira-kira sebagai berikut:

a. Faktor Keterampilan Si Pengemudi :

1) Keterampilan si pengemudi mengendalikan arah kendaraan yang dikemudikan yang meliputi antara lain cara membelok, atau merubah arah kendarannya, cara mundur, cara mendahului kendaraan lain dan cara mengikuti kendaraan lain.

(54)

b. Tingkat Kemampuan Dari Si Pengemudi :

1) Kondisi psikofisiologis si pengemudi yang terdiri atas: tingkat kecerdasan si pengemudi; daya ingat si pengemudi; kondisi penghilatan si pengemudi; daya reaksi/kecepatan reaksi si pengemudi; kemampuan si pengemudi mengenal gerak dan posisi kendaraan; daya perkiraan si pengemudi; daya persepsi si pengemudi.

2) Kondisi psiko sosial, yakni keadaan perangai si pengemudi.

3) Pengemudi yang tergolong “Accident Prone Driver” yaitu pengemudi yang mudah atau sering mengalami kecelakaan

4) Pengemudi yang sering melakukan pelanggaran terhadap peraturan lalu lintas.

Berdasarkan data dari Laporan Tuntas Polres Sleman tahun 2005, faktor pelanggaran lalu-lintas adalah penyebab terjadinya kecelakaan di jalan raya. Pelanggaran-pelanggaran lalu-lintas berbentuk 6 kategori pelanggaran yaitu : a. Muatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor muatan kendaraan seperti

jumlah muatan yang diangkut melebihi kapasitas angkut yang telah ditetapkan. b. Kecepatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kecepatan kendaraan. c. Rambu-rambu lalu-lintas ialah kecelakaan yang disebabkan oleh tidak mentaati rambu-rambu lalu lintas yang berlaku.

d. Surat-surat kendaraan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor lengkapan surat-surat kendaraan.

(55)

f. Kelalaian ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kelalaian dalam mengendaraai kendaraan.

Dari berbagai faktor diatas, pelanggaran lalu-lintas merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Hal ini ditunjukan dari data Situpak dan Kerawanan Lantas pada 5 tahun terakhir periode 2001-2005, kejadian pelanggaran total berjumlah 92.980 dan kejadian kecelakaan total berjumlah 1465 kejadian dengan 363 orang meninggal dunia, 369 orang mengalami luka berat dan 1557 orang mengalami luka ringan.

C. Hubungan Pelanggaran Peraturan Lalu-Lintas Dengan Tingkat Kecelakaan Jalan Raya Di Wilayah Polres Sleman.

Data Kepolisian R.I. mengungkap bahwa 60% kasus kecelakaan yang terjadi di jalan raya disebabkan oleh pengendara kendaraan bermotor yang kurang mematuhi petunjuk mengemudikan kendaraan dan peraturan lalu-lintas di jalan raya. Kecelakaan pada umumnya terjadi akibat dari kelalaian, perilaku melanggar peraturan lalu lintas seperti mengemudikan kendaraan terlalu cepat, berliku-liku, zig-zag atau dengan cara yang dapat membahayakan keamanan lalu-lintas atau merusak jalan, melaju kencang dijalan ketika keadaan jalan sedang ramai atau tidak memperhatikan rambu-rambu yang dipasang (Asosiasi keselamatan jalan, 1993).

(56)

1. Muatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor muatan kendaraan seperti jumlah muatan yang diangkut melebihi kapasitas angkut yang telah ditetapkan. 2. Kecepatan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kecepatan kendaraan. 3. Rambu-rambu lalu-lintas ialah kecelakaan yang disebabkan oleh tidak mentaati

rambu-rambu lalu lintas yang berlaku.

4. Surat-surat kendaraan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor ketidak- lengkapan surat-surat kendaraan.

5. Perlengkapan ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor ketidak lengkapan atribut dari kendaraan.

6. Kelalaian ialah kecelakaan yang disebabkan oleh faktor kelalaian dalam mengendaraai kendaraan.

Menurut pendataan yang dilakukan oleh Mabes Polri menunjukkan, 91% kecelakaan di jalan terjadi karena perilaku warga yang tidak disiplin, 5% faktor kendaraan, 3% faktor jalan, dan hanya 1% faktor lingkungan alam. Dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Asian Bank Development menempatkan Indonesia masuk daftar negara paling buruk dalam bidang keselamatan lalu lintas se-Asia Pasifik. Indonesia berada di bawah Laos dan Nepal (Media Indonesia editorial. 13 februari 2007). Menurut Asian Development Bank dalam Road Safety Guidelines for The Asian and Pacific, menilai keselamatan berlalu lintas di Indonesia menduduki

(57)

Di Indonesia sendiri menurut data Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Departemen Perhubungan (Ditjen Hubdar Dephub) rata-rata korban meninggal dunia dalam 1 tahun sejumlah 10.696 jiwa atau setiap harinya lebih dari 20 keluarga yang harus kehilangan anggota keluarganya. Bahkan menurut prediksi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab kematian tertinggi pada tahun 2020 yang akan datang. Sebagaimana kita ketahui faktor human error merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan. Manusia disini memang identik dengan pengemudi, tetapi sebenarnya termasuk juga di dalamnya penumpang, pejalan kaki, pedagang di sekitar jalan, polisi, pemborong jalan sampai pemerintah sebagain penentu kebijakan. Selain itu faktor jalan, kendaraan, cuaca, peraturan dan lingkungan juga merupakan faktor-faktor penyebab kecelakaan. Namun semuanya tetap saja kembali ke faktor manusia, karena semua faktor lain seharusnya dapat diantisipasi dan dikendalikan oleh manusia.

(58)

Peranan penting pengetahuan mengenai peraturan lalu lintas merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki seluruh pengendara kendaraan bermotor. Disamping peraturan, kedisiplinan individu sebagai pengguna jalan juga memiliki peranan penting, Hodges (dalam Yuspratiwi, 1990) mengatakan bahwa disiplin dapat diartikan sebagai sikap seseorang atau kelompok yang berniat untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan. dalam kaitannya dengan lalu lintas, pengertian disiplin berlalu lintas adalah suatu sikap dan tingkah laku yang menunjukan ketaatan pengendara terhadap peraturan lalu lintas yang berlaku. Dengan semakin tinggi tingkat pemahaman, pengetahuan serta kedisiplinan dalam berlalu lintas akan menekan tingkat kecelakaan di jalan raya.

Hal-hal tersebut diatas yang memungkinkan terjadinya kecelakaan di jalan raya yang dapat merupakan konsekuensi dari pelanggaran peraturan lalu-lintas (Saparinah, 1986). Faktor kognitif dari diri pengendara seperti pemahamannya terhadap peraturan lalu-lintas dan segala konsekuensi apabila peraturan lalu-lintas tersebut dilanggar; persepsi pengendara terhadap situasi dan kondisi jalan serta interaksinya dengan pengguna jalan yang lain merupakan hal-hal mempengaruhi bagaimana perilaku para pengendara dalam berlalu-lintas. Selain itu faktor emosi, motivasi, dan keterampilan atau sensori-motorik dalam mengemudikan kendaraan dari si pengemudi dapat mempengaruhi bagaimana perilaku pengendara dalam mengemudikan kendaraan dengan cara yang baik sehingga mengurangi terjadinya kecelakaan di jalan raya.

(59)

D. Hipotesis Penelitian.

(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan beberapa hal yang berhubungan dengan metodologi penelitian, yaitu jenis penelitian, subjek penelitian, variabel penelitian, metode pengumpulan data, tekhnik pemeriksaan keabsahan data, dan tekhnik analisis data. A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian korelasional dengan data sekunder. Penelitian korelasional adalah penelitian yang berusaha menemukan ada tidaknya hubungan tentang benda, kerja dan ide-ide terhadap orang, kelompok, ide atau prosedur kerja, dan apabila ada, berapa berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidaknya hubungan itu. (Arikunto, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk mencari hubungan yang positif dan signifikan antara tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas di jalan raya dengan tingkat kecelakaan di jalan raya berdasarkan data sekunder di Polres Sleman pada tahun 2001-2006.

B. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi oleh peneliti. Alasannya adalah data penelitian dilihat dari hasil catatan jumlah pelanggaran peraturan lalu lintas dan jumlah korban kecelakaan yang telah didata oleh pihak kepolisian berdasarkan data sekunder dari Polres Sleman pada tahun 2001-2006.

C. Variabel Penelitian. 1. Identifikasi variabel.

(61)

2. Definisi operasional variabel penelitian.

a. Pelanggaran peraturan lalu-lintas adalah perilaku yang menunjukkan ketidak mampuan individu (pengguna jalan) dalam menyesuaikan diri dengan peraturan lalu lintas di jalan raya (termasuk di sini rambu-rambu lalu-lintas dan petunjuk, serta larangan bagi pengguna jalan). Tingkat pelanggaran peraturan lalu-lintas dilihat dari catatan jumlah tabrakan yang terjadi di jalan raya wilayah kabuapten Sleman pada tahun 2001-2006 yang telah didata oleh pihak kepolisian kabupaten Sleman pada tahun 2001-2006.

Pelanggaran yang disebabkan oleh kesalahan-kesalahan individu dalam mengendalikan kendaraan antara lain:

1) Muatan. Pelanggaran yang disebabkan oleh faktor muatan kendaraan. 2) Kecepatan. Pelanggaran yang disebabkan oleh faktor kecepatan kendaraan

yakni kecepatan kendaraan melebihi standar maximum kecepatan yang sudah ditetapkan.

3) Rambu-rambu lalu-lintas. Pelanggaran yang disebabkan oleh faktor pengguna jalan yang kurang mematuhi rambu-rambu lintas khususnya melanggar traffic light

4) Surat-surat kendaraan. Pelanggaran yang disebabkan oleh faktor ketidak lengkapan surat-surat kendaraan.

5) Perlengkapan. Pelanggaran yang disebabkan oleh faktor ketidak lengkapan atribut dari kendaraan seperti lighting, ban, dan kaca spion.

(62)

kendaraan yang satu dengan yang lain; mendahului kendaraan lain terlalu melebar atau terlalu menyempit, kurang berkonsertasi dalam mengendarai kendaraan.

Berdasarkan data Situpak dan Kerawanan Lantas Polres Sleman terdapat enam (6) kategori pelanggaran yang telah diuraikan di atas. Ke-enam kategori pelanggaran yang diperoleh tersebut digunakan sebagai acuan untuk menggolongkan setiap satu kejadian tabrakan yang terjadi di wilayah Polres Sleman, menjadi salah satu kategori pelanggaran peraturan lalu-lintas. Dalam menentukan penggolongan kategori pelanggaran, peniliti melihat penyebab utama dari tabrakan yang terjadi, kemudian ditentukan sebagai satu jenis pelanggaran dari ke-enam kategori pelanggaran. Data dari setiap kejadian tabrakan yang terjadi di wilayah Polres Sleman, peneliti peroleh dari data Laporan Tuntas Polres Sleman. Setiap satu kejadian tabrakan yang kemudian dikategorikan sebagai satu pelanggaran peraturan lalu-lintas yang terjadi di wilayah Polres Sleman akan dicatat sebagai laporan bulanan selama tahun 2001-2006.

b. Kecelakaan di jalan raya dapat diartikan menderita sesuatu yang menyusahkan atau menyulitkan akibat suatu kejadian atau peristiwa yang tidak disengaja maupun yang terjadi di jalan raya. Tingkat kecelakaan dijalan raya akan diungkap dengan data dari kepolisian mengenai catatan kecelakaan yang terjadi selama tahun 2001-2006 di wilayah kabupaten Sleman.

(63)

berdasarkan dampak yang terjadi pada korban kecelakaan yang berupa korban meninggal dunia, korban luka berat dan korban luka ringan. Kecelakaan dihitung dari akumulasi korban yang berupa korban meninggal dunia, korban luka berat dan korban luka ringan pada setiap satu kejadian tabrakan yang terjadi di jalan raya wilayah kabupaten Sleman selama tahun 2001-2006. Setiap kejadian tabrakan dan jumlah kecelakaan yang terjadi di wilayah Polres Sleman akan dicatat sebagai laporan bulanan selama tahun 2001-2006.

D. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil atau menggunakan sebagian atau seluruhnya dari sekumpulan data yang telah tersedia dicatat atau dilakukan oleh pihak lain (Sudjana, 1990). Menurut Hamidi (2004) tekhnik pengumpulan data dalam penelitian dapat dilakukan dengan teknik dokumentasi yang berupa informasi yang berasal dari catatan baik dari lembaga atau organisasi maupun perorangan.

Dalam pengumpulan data, peneliti memperoleh data pelanggaran peraturan lalu-lintas dan data kecelakaan lalu-lintas berdasarkan pada data Laporan Tuntas Polres Sleman selama tahun 2001-2006. Sedangkan untuk pembagian kategori pelanggaran peraturan lalu-lintas diperoleh berdasarkan data Situpak dan Kerawanan Lantas Polres Sleman.

E. Tekhnik Pemeriksaan Keabsahan Data

(64)

diperoleh dengan konfirmasi ketepatan data dari pihak kepolisian resort Sleman, sehingga terdapat keparalelan penjelasan antara catatan (data sekunder) yang diperoleh dengan informasi dari pihak kepolisian resort Sleman.

Hasil konfirmasi (pengecekan ulang) dari pihak kepolisian resort Sleman yakni Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas, Kepala Satuan Lalu Lintas, dan Kepala Polisi Resort Sleman pada Januari 2007 menetapkan bahwa Laporan Tuntas Polres Sleman selama tahun 2001-2006 adalah sah sebagai bukti laporan kejadian pelanggaran dan kecelakaan lalu-lintas di wilayah Polres Sleman tahun 2001-2006.

F. Tekhnik Analisis Data.

Data yang telah diperoleh, dicatat dan dikumpulkan untuk selanjutnya diolah atau diinterpretasi hubungan antara kedua data tersebut. Namun sebelumnya, terhadap data yang dicatat perlu dilakukan sejumlah pengecekan untuk menghindari atau mengurangi berbagai kekeliruan atau kesalahan yang mungkin ada (Sudjana, 1990). Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian ini, peneliti akan menentukan langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data penelitian. Langkah-langkah tersebut adalah :

(65)
(66)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

1. Data

Data yang diperoleh dari hasil penjumlahan masing-masing perilaku pelanggaran dan penjumlahan dari jumlah kecelakaan dilaporkan setiap bulannya dalam kurun waktu tahun 2001-2006. Dari hasil penjumlahan tersebut terdapat 72 bulan yang kemudian difungsikan sebagai N (jumlah subjek) dalam penelitian ini.

Hasil penjumlahan antara tiap pelanggaran peraturan lalu-lintas dan tingkat kecelakaan di jalan raya setiap bulannya (ada 72 bulan) selama tahun 2001-2006 di wilayah Polres Sleman dapat di gambarkan pada grafik di bawah ini:

Grafik 1

Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 - 2006

64

Th 2001 Th 2002 Th 2003 Th 2004 Th 2005 Th 2006

Gambar

Tabel 2:  Deskripsi Data Rekapitulasi Jumlah Pelanggaran Peraturan
Grafik 1 : Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 – 2006...
Grafik 1Pelanggaran Peraturan lalu lintas Polres Sleman tahun 2001 - 2006
Grafik 2Kecelakaan Lalu lintas Polres Sleman Tahun 2001 - 2006
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan data, yaitu tentang hambatan siswa dalam mengikuti pembelajaran pendidikan jasmani di MTs Ma’arif Daarusholihin Desa

Tahap pelaksanaan berdasarkan RPP yang telah dibuat sebelumnya, kemudian dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran di kelas. Secara rinci pelaksanaan tindakan

Ordo Solanales merupakan suatu bangsa yang besar, terutama terdiri atas terna, jarang berupa tumbuhan berkayu, daun tunggal, jarang majemuk, duduknya tersebar atau

KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET REALISASI CAPAIN KINERJA % PROGRAM.. Kegiatan 1

Setelah di berlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, sejak tahun 2011 pemungutan BPHTB yang dulunya menjadi kewenangan Pemerintah

Nilai signifikasi data yang diperoleh lebih kecil dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa antara data skill representasi free body diagram dan pemahaman konsep

Usaha tani padi sawah di Kabupaten Jayapura cukup menjanjikan untuk dikembangkan jika menerapkan teknologi dengan pendekatan PTT, terutama penggunaan varietas unggul,

Setiap minggunya ada lebih dari 50 siswa yang melanggar tata tertib di sekolah SMK Diponegoro Banyuputih dan disetiap pelanggarannya mempunyai bobot pengurangan poin