• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROPOSAL PENELITIAN DASAR UNIVERSITAS LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROPOSAL PENELITIAN DASAR UNIVERSITAS LAMPUNG"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL PENELITIAN DASAR UNIVERSITAS LAMPUNG

ANALISIS PERILAKU AMAN PETANI PENGGUNA PESTISIDA BERDASARKAN HEALTH BELIEF MODEL

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021

(2)

ii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... . ... i

DAFTAR ISI ... ... v

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida dan Dampaknya bagi Kesehatan ... 4

2.2 Perilaku Aman Penggunaan Pestisida ... 5

2.3 Aplikasi HBM dalam Perilaku Aman Pestisida ... 8

2.4 Kerangka Pemikiran ... 10

2.5 Peta Jalan Penelitian ... 10

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Jenis Penelitian, waktu dan Dampaknya ... 12

3.2 Populasi dan Sampel ... 12

3.3 Definisi Operasional ... 12

3.4 Instrumen Penelitian ... 13

3.5 Metode pengumpulan Data ... 13

3.6 Prosedur Penelitian ... 14

3.7 Etik penelitian ... 15

3.8 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 15

BAB 4 RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ... 16

DAFTAR PUSTAKA ... 18

(3)

iii RINGKASAN

Penelitian yang dilakukan oleh Mayasari, (2017) faktor perilaku kerja aman pada petani menjadi faktor risiko keracunan pestisida pada petani di Kabupaten Tanggamus. Hasil penelitian Saftarina (2020) petani pengguna pestisida Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus didapatkan 91,1% petani mengalami keracunan pestisida. Perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida perlu dilakukan prediksi terhadap berbagai faktor yang mendorong perilaku aman petani dalam menggunakan pestisida dengan menggunakan teori Health Belief Model. Berdasarkan hal ini, diperlukan analisis eksplanatory faktor yang mendorong perilaku aman petani dalam menggunakan pestisida berdasarkan Health Belief Model di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus. Tujuan penelitian adalah menganalisis perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida berdasarkan aspek Perceived Susceptibility, Perceived Severity, perceived benefit dan Cues of Action dan Perceived Barrier di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dengan pendekatan design and development research. Penelitian dilaksanakan di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus.

Penelitian dilaksanakan selam 6 bulan. Instrumen penelitian adalah peneliti, instrumen pertanyaan dan voice recorder. Metode Pengumpulan data adalah Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam. Data diolah, dikoding dan dianalisis.

Analisis data menggunakan triangulasi sumber, metode dan teori serta data. Penelitian ini merupakan penelitian tahap 2 untuk pengembangan model prediksi keracunan pestisida pada petani. Luaran penelitian ini adalah artikel yang dipublikasi pada prosiding internasional terindeks Scopus.

.

(4)

1 BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut Auyong (2016), sektor pertanian adalah sektor pekerjaan paling berbahaya nomor tiga karena risiko potensi bahaya yang ditimbulkan cukup tinggi bagi para petani. Sebagai contoh pada saat penyemprotan pestisida untuk pengendalian hama memiliki resiko sangat tinggi terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja (Yuantari & Widianarko, 2015). Bahaya-bahaya potensial di lingkungan pertanian yang akan menimbulkan gangguan kesehatan antara lain disebabkan kecelakaan kerja (terkena sabit, cangkul, terpeleset, dan tertusuk benda tajam dalam mengolah lahan pertanian). Para petani juga dapat mengalami penyakit akibat kerja seperti kutu air, Low Back Pain, bahkan keracunan pestisida (Ernawati & Tualeka, 2013).

Kecenderungan pemakaian pestisida yang semakin meningkat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan termasuk bagi kesehatan manusia. Menurut Morteza et al., (2017), dalam penelitiannya menyatakan bahwa senyawa-senyawa yang ditemukan dalam pestisida seperti diazinon, paraquat, dichlorvos, metam sodium, dan dimethoate dapat menimbulkan potensi bahaya akut dan kronis terhadap kesehatan para petani.

Hasil systematic review hubungan pemaparan pestisida dengan risiko penyakit sejak tahun 1980-2015 yang dilakukan oleh Mostafalou dan Abdollahi (2017) didapatkan bahwa toksisitas pestisida mengakibatkan risiko kanker, neurotoksisitas, pulmotoksisitas, toksisitas pada sistem reproduksi, tumbuh kembang, dan toksisitas metabolik. Lebih lanjut mekanisme primer terjadinya toksisitas ini diakibatkan oleh pestisida jenis organoklorin, organophospat dan karbamat.

Provinsi Lampung memiliki luas daratan sekitar 35.388,35 km2 yang terbagi dalam lahan pertanian, perkebunan, persawahaan, perikanan, peternakan dan pertambangan. Salah satu kabupaten yang memiliki area sektor pertanian yang cukup luas adalah Kabupaten Tanggamus. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Tanggamus terdiri tanaman pangan 35.085 ha, hortikultura 75.021 ha, perkebunan 92.991 ha dan kehutanan 27.527 ha (Dinas Kesehatan Provinsi Lampung, 2014; Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanggamus, 2017).

Berdasarkan penelitian Kurniawan et al., (2018), residu pestisida di Kabupaten Tanggamus masih cukup tinggi seperti diazinon, endosulfan, permethrin,

(5)

2 hexachlorocyclohexanan (HCH), fenthion, dan chlorpyrifos. Penggunaan pestisida masih menjadi faktor utama dalam pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang berdampak pada kondisi organisme lain yang bukan sasaran. Dari penelitian yang dilakukan oleh Eliza et al., (2013), petani yang memiliki pengetahuan rendah tentang penggunaan pestisida yang benar beranggapan bahwa penggunaan pestisida yang berlebih tidak berpengaruh terhadap lingkungan serta produk yang dihasilkan, bahkan ada beberapa petani yang sama sekali tidak mengetahui atau tidak peduli terhadap bahaya penggunaan pestisida sehingga petani tersebut mempunyai kecenderungan menggunakan pestisida kimia secara berlebih.

Lebih lanjut perilaku petani dalam menggunakan pestisida secara berlebihan dan tidak terjadwal tanpa mempedulikan kesehatan dan keselamatan (Eliza et al., 2013).

Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Mayasari, (2017) faktor perilaku kerja aman pada petani menjadi faktor risiko keracunan pestisida pada petani di Kabupaten Tanggamus. Hasil penelitian didapatkan 98,3% responden masih buruk dalam hal penggunaan APD, sebanyak 76,5% responden masih tergolong kurang baik dalam hal hygiene pakaian. Hasil penelitian Saftarina (2020) petani pengguna pestisida Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus didapatkan 91,1% petani mengalami keracunan pestisida.

Perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida perlu dilakukan prediksi terhadap berbagai faktor yang mendorong perilaku aman petani dalam menggunakan pestisida dengan menggunakan teori Health Belief Model. Menurut Glanz, et al., (2002), teori ini dapat menjelaskan kemungkinan individu melakukan tindakan pencegahan tergantung pada keyakinannya. Selanjutnya Notoatmojo (2007), teori ini dapat menganalisis kegagalan masyarakat atau individu dalam menerima usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider kesehatan.

Berdasarkan data-data empirik yang telah dikemukakan di atas, kita dapat melihat perilaku penggunaan pestisida yang tidak aman dapat berisiko bagi kesehatan petani. Diperlukan analisis eksplanatory faktor yang mendorong perilaku aman petani dalam menggunakan pestisida berdasarkan Health Belief Model di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus.

(6)

3 1. 2 Rumusan Masalah

Bagaimana analisis perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida berdasarkan Health Belief Model di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Menganalisis perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida berdasarkan Health Belief Model di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Menganalisis aspek Perceived Susceptibility, Perceived Severity, dan Perceived Barrier perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus.

2. Menganalisis

3. perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus.

4. Menganalisis perceived benefit perilaku aman petani dalam penggunaan pestisida Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo, Kabupaten Tanggamus.

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1. Bagi Petani

Penelitian ini memberikan manfaat untuk rencana intervensi perubahan perilaku aman dalam menggunakan pestisida sehingga status kesehatan petani dapat terjaga.

1.4.2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Dinas Pertanian dan Kesehatan bahwa keluaran analisis memberikan petunjuk intervensi harus dilakukan. Bagi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung bermanfaat bagi perwujudan visi dan misi FK Unila di bidang penelitian yaitu menjadi 10 Fakultas Kedoktera Terbaik di Indonesia dengan kekhususan agromedicine tahun 2024.

(7)

4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pestisida dan Dampaknya bagi Kesehatan

Pestisida golongan organofosfat merupakan pestisida yang paling banyak digunakan karena bekerja dengan selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak menyebabkan resistensi pada serangga, sehingga dari degi lingkungan dapat dikatakan bahwa senyawa ini lebih baik dari senyawa lain, seperti organoklorin. Akan tetapi, organofosfat lebih bersifat toksik dibandingkan dengan pestisida lain karena pestisida organofosfat ini berikatan dengan enzim cholinesterase dalam darah yang mengatur kerja sistem saraf. Cholinesterase dapat ditemukan dalam sel darah merah dan dalam plasma darah. Kadar cholinesterase akan turun bila seseorang mengalami keracunan oraganofosfat, dan menyebabkan otot-otot bekerja tanpa bisa dikendalikan, baik gerakan-gerakan halus maupun kasar (Afriyanto, 2008; Rustia, Wispriyono, Susanna, &

Luthfiah, 2010)

Beberapa gambaran klinis yang dapat terlihat akibat keracunan organofosfat adalah sindroma muskarinik, dimana akan terjadi konstriksi bronkus, hipersekresi bronkus, edema paru, hipersalivasi, mual, muntah, nyeri abdomen, hiperhidrosis, bradikardi, poliuria, diare, dan sebagainya. Sindroma ini kemudian dapat menyebabkan terjadinya delayed neuropathy (yang kemudian berkembang menjadi sindroma nikotinik), dimana akan terjadi fasikulasi yang diikuti paralisis otot yang berlangsung 2- 18 hari. Pestisida yang masuk ke dalam otak kemudian dapat menyebabkan terjadinya sindroma sistem saraf pusat dan menyebabkan kejang. Dalam 2-4 minggu setelah keracunan pemantauan masih perlu dilakukan karena masih ada risiko terjadinya organofosfat-induced delayed neuropathy.

Pestisida golongan karbamat juga bekerja dengan cara menghambat aktivitas enzim cholinesterase. Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan karbamat menyerupai gejala keracunan organofosfat, tapi terjadi dengan lebih mendadak dan tidak berlangsung lama karena efeknya terhadap enzim cholinesterase tidak persisten.

Pestisida golongan karbamat ini dapat berakibat fatal dan menyebabkan depresi pernafasan karena muncul dengan mendadak dan berkembang dengan cepat.

World Health Organisation (WHO) memperkirakan keracunan pestisida di dunia berkisar antara 800.000-1.500.000 kasus, dan 3000-28.000 di antaranya

(8)

5 menimbulkan kematian. Data dari POM (2016) menunjukkan bahwa kasus keracunan di Indonesia akibat pestisida berjumlah 771 kasus. Keracunan pestisida berdasarkan waktunya dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:

1. Keracunan Akut

Keracunan akut dapat terjadi apabila pestisida dengan dosis tertentu masuk ke dalam tubuh manusia sekaligus dan menyebabkan kematian. Mayoritas kasus keracunan akut berhubungan dengan kecelakaan kerja.

2. Keracunan Kronis

Keracunan kronis dapat terjadi bila pestisida masuk secara bertahap dalam jumlah yang sedikit ke dalam tubuh, sehingga terjadi penumpukan yang kemudian dapat menyebabkan gangguan pada sistem organ, salah satunya sistem reproduksi.

Dalam sumber lain, toksisitas, atau daya racun dari pestisida berdasarkan waktu diklasifikasikan menjadi toksisitas akut, sub akut dan kronik. Toksisitas akut dapat terjadi bila dampak negatif timbul segera setelah pemberian dosis tunggal (yang dinyatakan dalam lethal dose atau LD50) atau pemberian dosis ganda dalam waktu kurang dari 24 jam. (Djojosumartono, 2008).

2.2 Perilaku Aman Penggunaan Pestisida

Adapun perilaku aman dalam penggunaan pestisida diuraikan sebagai berikut:

1. Jenis dan Cara Kerja Pestisida

Penelitian Imelda (2009), menunjukkan bahwa mayoritas petani (81%) saat ini masih menggabungkan ≥ 4 jenis pestisida dalam waktu bersamaan untuk memperoleh hasil yang maksimal. Penelitian Purba (2009), dan Zare (2015), selanjutnya menjelaskan bahwa penggunaan > 3 jenis pestisida dalam satu waktu akan menimbulkan efek keracunan lebih besar dibanding penggunaan satu jenis pestisida karena konsentrasi pestisida yang berbahaya akan semakin banyak di dalam tubuh. Penelitian Nabih et al (2017) kemudian menunjukkan bahwa pada kasus keracunan pestisida, mayoritas petani (74%) tidak mengetahui jenis pestisida yang digunakan, namun insektisida ditemukan lebih banyak (14%) digunakan dibandingkan fungisida, herbisida dan rodentisida pada kasus-kasus keracunan pestisida (Purba, 2009; Nabih et al., 2017).

2. Dosis Pestisida

(9)

6 Penelitian Zare (2015) dan Hu et al (2015) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara dosis pestisida yang digunakan dengan risiko terjadinya keracunan pestisida. Dosis penyemprotan di lapangan yang dianjurkan untuk pestisida golongan organofosfat adalah 0,5-1,5 kg/ha. Penelitian yang ada menunjukkan bahwa mayoritas petani (88,24%) menggunakan dosis pestisida yang sesuai pada awalnya, namun akhirnya peningkatan dosis dilakukan untuk meningkatkan kecepatan pemberantasan hama (Zare, 2015; Hu et al., 2015).

3. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penelitian Zare (2015) Thetkathuek dan Jaidee (2017) menunjukkan bahwa penggunaan APD memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko terjadinya keracunan. Peraturan Menteri Tenega Kerja dan Transmigrasi RI (2010) menyatakan bahwa perlengkapan minimal untuk melakukan penyemprotan adalah pelindung kepala, pelindung mata, pelindung pernafasan, pelindung badan, pelindung tangan, dan pelindung kaki.

4. Teknik Aplikasi

Penelitian (Zare, 2015) menilai teknik aplikasi dan penyemprotan petani dengan meninjau apakah tindakan penyemprotan sesuai dengan arah angin atau tidak.

Penelitian lain mengaitkan teknik aplikasi dengan tipe penyemprot yang digunakan, dimana penelitian (Afshari et al., 2018) menunjukkan bahwa 144 dari 474 petani (30%) menggunakan perangkat penyemprot pestisida dengan digenggam, dan bahwa tipe penyemprot yang memiliki hubungan yang signifikan dengan risiko keracunan adalah sprayer ransel manual, sprayer ransel bermotor, dan sprayer roda bermotor (Zare, 2015; Afshari et al., 2018)

5. Waktu Aplikasi

Data menunjukkan waktu penyemprotan terbaik pada pagi antara pukul 08.00- 11.00 atau sore pukul 15.00-18.00 karena suhu pada jam-jam yang terlalu pagi dan terlalu sore menyebabkan pestisida yang menempel pada bagian tanaman akan terlalu lama mengering dan mengakibatkan tanaman yang disemprot mengalami keracunan. Penelitian Gyenwali et al., (2017) yang membagi waktu paparan pestisida menjadi 4, yaitu pagi hari, siang hari, malam, dan lewat malam hari menunjukkan bahwa mayoritas petani (43,7%) memilih mengaplikasikan

(10)

7 pestisida pada pukul 18.01-24.00, dimana rata-rata petani menyemprot pada jam 17.22.

6. Lama Penyemprotan

Dalam beberapa penelitian, faktor lama penyemprotan (penggunaan pestisida) dikatakan baik bila waktu penyemprotan < 3 jam dan dikatakan buruk bila penyemprotan dilakukan selama ≥ 3 jam. Menurut Rusti et al., (2013), lama penyemprotan pestisida tidak boleh lebih dari 5 jam per hari dan tidak lebih dari 5 hari per minggu. Menurut Zulmi (2016), batas maksimal lama penyemprotan adalah 4 jam per hari.

7. Frekuensi Penyemprotan

Peningkatan frekuensi menyemprot akan diikuti dengan peningkatan risiko keracunan. Waktu yang dianjurkan untuk melakukan kontak dengan pestisida maksimal 2 kali dalam satu minggu, sehingga dalam beberapa penelitian, frekuensi menyemprot diklasifikasikan menjadi sering bila dilakukan > 2 kali dan jarang bila ≤ 2 kali dalam seminggu (Hu et al, 2015; Ipmawati et al., 2016).

8. Pencucian Alat Semprot

Penelitian Damalas & Kotroubas (2016) menunjukkan bahwa mayoritas penanganan alat dan wadah setelah penyemprotan pestisida masih buruk. Petani dan keluarga mencuci alat dan wadah dengan air yang juga digunakan untuk mencuci pakaian, peralatan makan, dan mandi. Hal-hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya kontak petani dan keluarganya dengan pestisida, sehingga risiko keracunan pun akan meningkat (Damalas & Kotroubas, 2016).

9. Higiene Perorangan

Penelitian Thetkathuek dan Jaidee (2017) paada petani di Thailand mengatakan bahwa dari 888 petani, hanya 7.5% memiliki higiene pribadi yang tinggi terhadap pencegahan terpapar pestisida. Petani biasanya hanya mencuci tangan di tempat air “kalenan” tanpa memaskai sabun, dan melanjutkan aktivitas lain di sawah, sehingga risiko paparan pestisida pun akan semakin meningkat (Rusdita, 2016;

Budiawan, 2013, Thetkathuek dan Jaidee, 2017).

10. Penanganan Bekas Pestisida

Penelitian Prijanto et al., (2009) di Magelang menunjukkan data mayoritas petani dan istri petani (78,6%) memiliki cara penanganan bekas pestisida yang buruk,.

(11)

8 Penanganan yang buruk yang dimaksudkan adalah melakukan penanganan pestisida sesudah penyemprotan di rumah, tidak menggunakan wadah khusus, tidak membersikan peralatan setelah penggunakan alat, menggunakan air sumur, serta membersihkan peralatan dan pakaian petani (suami) dicampur dengan pakaian anggota keluarga lainnya (Prijanto et al., 2009; Thetkathuek dan Jaidee, 2017).

2.3 Aplikasi Health Belief Model dalam Perilaku Aman Penggunaan Pestisida Sejak awal 1950, Health Belief Model (HBM) telah menjadi salah satu kerangka kerja konseptual yang paling banyak digunakan dalam penelitian perilaku kesehatan.

Teori ini digunakan untuk menjelaskan perubahan dan pemeliharaan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dan sebagai bentuk orientasi intervensi perilaku kesehatan. Dalam perkembangannya HBM telah diperluas untuk mendukung intervensi dalam perubahan perilaku kesehatan. HBM digunakan untuk memprediksi mengapa orang akan mengambil tindakan untuk mencegah, untuk menyaring, atau untuk mengendalikan kondisi penyakit.

Komponen dari HBM adalah perceived susceptibility, perceived severity, perceived benefit, perceived barrier, cues to action dan self efficacy Berdasarkan model ini, ketika orang memahami tingkat risiko yang ditimbulkan perilaku tidak sehat, dan kerentanan mereka terhadap konsekuensi buruk dari perasaan mereka, serta memahami perilaku mereka, mereka menjadi tertarik pada metode untuk mengurangi risikonya.

Dengan menggunakan metode pembelajaran untuk melawan dan mengurangi hambatan yang ada mereka dapat mengurangi dampak buruk ini, apalagi, mereka dapat mengubah sikap mereka dan berbagai perilaku positif akan meningkat.

Teori HBM terdiri dari beberapa komponen yaitu:

1. (Kerentanan yang dirasakan/Perceived Susceptibility): merupakan persepsi kerentanan mengacu pada kepercayaan seseorang tentang kemungkinan mengalami risiko atau kemungkinan mendapatkan penyakit.

2. (Keseriusan yang dirasakan/ Perceived Severity): Ialah keyakinan tentang dampak keparahan yang didapatkan apabila terkena penyakit atau membiarkan tidak diobati.

(12)

9 3. (Persepsi Hambatan/Perceived Barrier): Keyakinan individu dalam melakukan evaluasi terhadap hambatan yang dihadapi yang mengadopsi suatu perilaku. Seseorang akan mempertimbangkan keuntungan dan konsekuensi yang didapat dalam perubahan perilaku, menimbang antara dugaan efektivitas tindakan dan persepsi bahwa tindakan tersebut mahal, bahaya (berefek samping negatif), tidak menyenangkan (sakit, sulit atau mengganggu), tidak nyaman, makan waktu dan sebagainya.

4. (Kemampuan diri yang dirasakan/Self Efficacy): Ialah kepercayaan mengenai kemampuan yang dimiliki dalam berperilaku apakah individu tersebut bisa atau tidak dalam melakukan perubahan perilaku. Perilaku tersebut dianggap penting karena mencapai suatu hasil yang diinginkan.

5. (Isyarat Bertindak/ Cues to Action): Cues (isyarat) yang memicu tindakan merupakan salah satu strategi untuk mendapatkan informasi dalam mendorong berperilaku baik. Contoh: media informasi, pendidikan dan gejala yang dirasakan.

6. (Manfaat yang dirasakan/Perceived Benefit): Merupakan keyakinan individu bahwa jika dia mengubah perilakunya ke arah yang lebih baik maka, hal tersebut dapat mengurangi risiko terkena penyakit. Seseorang akan mengadopsi perilaku baru apabila perilaku tersebut dapat menghindari risiko terkena penyakit.

Gambar 1. Teori Health Belief Model (Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., & Becker, 1988)

(13)

10 Kekuatan HBM: 1. Cocok digunakan untuk penelitian yang berhubungan dengan perilaku pencegahan penyakit (misal: screening, imunisasi/vaksinasi) dan pencarian pengobatan; 2. Digunakan dalam menganalisis perilaku yang beresiko terhadap kesehatan, dan peran sakit.

2.4 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan penjelasan pada tinjauan pustaka, perilaku aman petani dalam menggunakan pestisida, secara skeamtis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Gambar 2. Adjusted Health Belief Model Perilaku Aman Penggunaan Pestisida

2.6 Peta Jalan Penelitian

Penelitian pendahuluan terkait kesehatan kerja pada petani telah dilakukan dan dipublikasikan peneliti, dapat dilihat pada pada prosiding dan jurnal sebagai berikut:

1. Pengaruh Karakteristik individu, Personal hygiene dan Penggunaan Alat Pelindung Diri terhadap keracunan Pestisida pada Petani di Desa RJ bandar lampung pada Seminar Nasional Sains dan Teknologi III, Universitas Lampung, 18-19 Oktober 2010

2. Hubungan Pemaparan Pestisida terhadap Jumlah Lekosit dan Trombosit pada Petani Padi di Desa Rajabasa Jaya Bandar Lampung pada Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Vol. 1 Nomor 2 tahun 2011

Variabel

Sosiodemograpi

 Umur

 Jenis kelamin

 Pendidikan

Kerentanan yang dirasakan/perceived susceptibility : luas lahan, masa kerja, durasi penyemprotan

Persepsi keparahan/perceived severity : Pengalaman sakit menggunakan pestisida

Persepsi Manfaat : Penggunaan APD, personal hygiene, tepat aplikasi, tepat dosis

Persepsi Hambatan : kenyamanan APD, biaya

Cues of Action:

-Informasi PPL - promosi - poktan - Pelatihan

Perilaku Aman Penggunaan Pestisida

(14)

11 3. Analysis of Pesticide’s Poisoning of Farmers in Bandar Lampung pada International Seminar Sriwijaya University Palembang, Indonesia 20-22 Oktober 2011

4. Pengaruh Pemaparan Pestisida pada Masa Kehamilan terhadap Perkembangan Anak pada Jurnal Kedokteran vol 2 No.1 Februari 2018

5. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Pada Petani Hortikultura Di Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Tanggamus pada Jambi Medical Journal Vol.

9 No.1 2021

Gambar 2.2 Peta Jalan Penelitian

Keterangan:

: sudah dilakukan

Tahap 1. Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Berbasis Spasial pada Petani

Tahap 2. Analisis Perilaku Aman Petani dalam menggunakan Pestisida

Lingkup Penelitian

Tahap 3. Pengembangan Model Prediksi Keracunan Pestisida berbasis Spasial

Tahap 4. Aplikasi Prediksi Keracunan Pestisida berbasis Spasial (android base)

Desain Model

Prototype Model

patent

Publikasi di International Conference Indeks Scopus

(15)

12 BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian, Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis kualitatif dengan pendekatan design and development research. Pendekatan ini digunakan untuk menguji teori Health Belief Model dan memvalidasi perilaku penggunaan pestisida yang sudah dilakukan turun temurun. Penelitian ini dilakukan di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberrejo Kabupaten Tanggamus. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dari bulan Juni 2021 sampai November 2021.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah seluruh petani pengguna pestisida di Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. Sampel pada penelitian kualitatif disebut juga informan, dalam hal ini adalah petani yang dipilih dengan metode purposive sampling. Ukuran sampel bergantung sumber daya dan waktu yang tersedia dengan

mempertimbangkan saturasi data yang didapatkan atau tidak adanya lagi informasi baru yang didapat (Moloeng, 2012). Dalam penelitian ini, pemilihan informan dari petani didasarkan kriteria dan pertimbangan sebagai berikut:

1) Berusia 19 hingga 60 tahun

2) Petani merupakan pengguna pestisida dan secara pribadi menerapkan pestisida pada tanaman selama minimal 1 tahun terakhir

3) Petani masih berencana untuk tetap menerapkan pestisida sebagai pekerjaan rutin selama periode penelitian

4) Mampu berkomunikasi dengan baik secara tertulis maupun tidak tertulis

Untuk menjaga mutu penelitian, triangulasi dilakukan dengan Penyuluh Pertanian Lapang (PPL), Kepala Puskesmas dan Kepala Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT).

3.3 Definisi Operasional

Definisi Operasional Perilaku Aman Penggunaan Pestisida dalam kerangka Health Belief Model adalah ancaman yang dirasakan dari pengunaan pestisida (persepsi kerentanan untuk terpapar pestisida, dan persepsi tingkat keparahan konsekuensi dari

(16)

13 paparan pestisida), persepsi manfaat mengadopsi perilaku penggunaan pestisida yang aman, dan hambatan yang dirasakan untuk mengadopsi perilaku penggunaan pestisida yang aman.

3.4 Instrumen dan Alat Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrumen penelitian karena ia merupakan perencana, pengumpul, melakukan analisis dan menafsirkan data sekaligus melaporkan hasil penelitiannya (Moloeng, 2012). Peneliti merupakan dosen tetap di FK Unila sejak Desember 2006 dan aktif terlibat dalam penelitian tentang aspek kesehatan penggunaan pestisida. Hal ini menunjukkan kesiapan peneliti terhadap topik yang diteliti. Sementara instrumen pertanyaan yang diajukan dalam FGD dengan kelompok tani dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL), wawancara mendalam dengan Kepala Puskesmas dan Kepala POPT disusun berdasarkan informasi yang didapat dari berbagai literatur yang menjadi sumber rujukan. Alat yang digunakan voice recorder.

3.5 Metode Pengumpulan Data

3.5.1. Focus Group Discussion (FGD) pada Petani

FGD dikuti 6-10 petani yang merupakan perwakilan kelompok tani (poktan) dan dilakukan oleh satu orang moderator serta satu orang juru tulis. Peneliti berperan sebagai moderator berkonsentrasi pada daftar pertanyaan topik yang sudah disiapkan sebelumnya dan mengatur jalannya diskusi. Sementara juru tulis membuat catatan terkait informasi, bahasa tubuh dan sikap yang ditunjukkan oleh informan, serta merekam proses diskusi menggunakan voice recorder. Sementara juru tulis merupakan seorang staf pengajar FK Unila yang memiliki pengalaman pada penelitian kualitatif.

Kegiatan dilaksanakan selama 60-100 menit. Hasil kesimpulan FGD dianalisis hingga tercapai kejenuhan informasi yang didapat.

3.5.2 Focus Group Discussion (FGD) Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL)

FGD terhadap PPL dilakukan sebagai bentuk triangulasi terhadap data yang didapat dari FGD dengan petani. FGD terdiri dari 6 orang PPL yang dilakukan sebanyak satu kali selama kurang lebih 60 - 100 menit. FGD juga dipandu oleh peneliti sebagai moderator, dan juru tulis merekam proses FGD tersebut menggunakan voice

(17)

14 recorder. Moderator memandu FGD berdasarkan daftar pertanyaan yang sudah dibuat sebelumnya.

3.5.3 Wawancara Mendalam dengan Kepala Puskesmas dan Ketua Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (POPT)

Wawancara dengan Kepala Puskesmas dan Ketua POPT direncanakan sebagai bentuk dari triangulasi data dan teknik pengumpulan data. Melalui wawancara ini, diharapkan didapat informasi mengenai edukasi, sosialisasi bagi petani dan PPL.

3.6 Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian dapat dilihat pada diagram alir berikut ini:

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

Koordinasi, izin etik penelitian

Sampel: petani dengan karakteristik yang sudah

ditentukan

Pelaksanaan FGD pada petani

Triangulasi data: FGD PPL, wawancara Kepala Puskesmas,

Ketua POPT

Transkripp

Analisis data: abstraksi data dan penyajian data

Transkripp

Member check

Analisis data hasil FGD petani, FGD PPL, wawancara Kepala

Puskesmas, Ketua POPT

Penyajian data

Penarikan Kesimpulan

Penyusunan Laporan

(18)

15 3.6 Etik Penelitian

Pada penelitian ini disiapkan lembar persetujuan (informed consent) untuk melindungi responden dan peneliti saat melaksanakan penelitian. Penelitian ini mendapat persetujuan dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Lampung dan Dinas Kesehatan dan Pertanian Kabupaten Tanggamus (Surat Rekomendasi Penelitian Terlampir). Responden yang bersedia ikut dalam penelitian telah menandatangani lembar informed consent.

3.7 Pengolahan dan Analisis Data Kualitatif

Data kualitatif yang telah dikumpulkan diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1) mendengarkan rekaman dan membuat transkrip dari hasil FGD dan wawancara mendalam, 2) penulisan kembali catatan lapangan, 3) mengelompokkan dan atau mengkoding data, 4) menyajikan ringkasan data sehingga interpretasi data menjadi mudah, dan 5) mengambil kesimpulan. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif dengan dilengkapi beberapa kutipan langsung untuk memantapkan instrumen survei yang digunakan untuk penelitian kuantitatif.

Dalam rangka jaga mutu hasil penelitian kualitatif dilaksanakan triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moloeng, 2012). Dalam penelitian ini dilaksanakan triangulasi sebagai berikut:

a. Triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan keadaan dan perspektif dengan berbagai pendapat dan pandangan orang, dalam hal ini petani, PPL, kepala Puskesmas, Kepala POPT. Selain itu juga triangulasi sumber yang dilakukan yaitu dengan membandingkan hasil wawancara mendalam dan FGD dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (data sekunder).

b. Triangulasi metode yaitu dengan pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dari teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dengan FGD, serta dengan pengecekan derajat kepercayaan beberapa sumber data dengan metode yang sama yaitu pada wawancara mendalam maupun FGD.

c. Triangulasi teori atau data yaitu dengan membandingkan hasil penelitian dengan teori atau data lain.

(19)

16 BAB 4. RENCANA ANGGARAN BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN

4.1 Rencana Anggaran Biaya

Rencana Anggaran Biaya pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya

No Komponen Biaya Satuan Frekuensi Jumlah

1 Pengadaan alat dan Bahan

a. Penelusuran Pustaka

500.000

1 kali 500.000 b. plakat (PPL, Puskesmas, Poktan )

500.000

3 kali 1.500.000

c. voice recorder 1.000.000

1 buah 1.000.000

d. etik penelitian 1.000.000

1 buah 1.000.000 e. sewa tempat FGD (2 kali)

500.000

2 kali 1.000.000

subtotal

5.000.000

2 Travel Expenditure

a. bensin mobil (perizinan, pelaksanaan, monev)

250.000

5 kali 1.250.000 b. uang transport tim peneliti (luar kota, 5 kali)

300.000

3 org 4.500.000 b. uang transport dalam kota (1 orang aparat desa,

100.000

3 org 900.000

1 orang puskesmas, 1 orang POPT)

c. Transport FGD Petani

50.000

10 org 500.000 d. Transport dalam kota FGD PPL

100.000

6 org 600.000 e. makan siang FGD (2 kali)

15.000

50 org 750.000

subtotal

8.500.000

3 ATK/BHP

a. kertas

70.000

2 rim 140.000 b. pena

3.000

30 bh

90.000 c. cetak dokumentasi

15.000

20 bh

300.000 d. catridge inkjet

700.000

1 bh

700.000 e. fotocopy informed consent, lembar wawancara, FGD

200 200 lbr

40.000 b. Rapid test antigen (2 kali, 3 orang)

250.000

6 org 1.500.000 c. hand sanitizer

15.000

30 buah 450.000

d. face shield

(20)

17 15.000 10 buah 150.000

subtotal

3.370.000

4 Laporan/Diseminasi

a. fotocopy (rangkap 5 @ 60 lbr, proposal, lap.akhir dan

200 900 lbr

180.000

laporan keuangan

b. Penjilidan (proposal, laporan akhir, laporan keuangan) 30.000

15 bh

450.000 c. Registrasi pada International Conference 2.500.000

1 kali 2.500.000

subtotal

3.130.000

Total

20.000.000

4.2 Jadwal Penelitian

Adapun jadwal pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4.2 Jadwal Penelitian

No Kegiatan Juni Juli Agustus September Oktober November Lokasi

1 Pengurusan etik

penelitian

FK Unila

3 perizinan Tanggamus

4 pengambilan data Desa Dadapan

5 Analisis data FK Unila

6 Pembuatan laporan FK Unila

7 Publikasi hasil penelitian

(21)

18 DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto (2008) Kajian Keracunan Pestisida Pada Petani Penyemprot Cabe Di Desa Candi Kecamatan Bandungan Kabupaten Semarang. Universitas Diponegoro.

Afshari, M. et al. (2018) ‘Acute pesticide poisoning and related factors among farmers in rural Western Iran’, Toxicology and Industrial Health, 34(11), pp. 764–777. doi:

10.1177/0748233718795732.

Auyong, H. N. (2016) ‘A review of occupational safety and health risks in agriculture sector in Malaysia’, International Conference on Agricultural and Food Engineering, (August 2016).

Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung (2018) luas tanaman hortikultura tanggamus_BPS.

Budiawan, A. (2013) ‘Faktor Risiko Cholinesterase Rendah pada Petani Bawang Merah’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2), pp. 113–120. doi: ISSN 1858-1196.

Djojosumartono, P. (2008) Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta: Kanisius.

Eliza, T., Hasanuddin, T. and Situmorang, S. (2013) ‘Perilaku Petani Dalam Penggunaan Pestisida Kimia (Kasus Petani Cabai di Pekon Gisting Atas Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus)’, JIIA, 1(4), pp. 334–342.

Ernawati, D. and Tualeka, A. R. (2013) ‘Risk Asessment dan Pengendalian Risiko pada Sektor Pertanian (Studi Kasus di pertanian Bawang merah Desa kendalrejo, Kecamatan Bogor, Kabupaten Nganjuk)’, The Indonesian Journal of Occupational Safety and Health, 2(2), pp. 154–161.

Gyenwali, D. et al. (2017) ‘Pesticide poisoning in Chitwan, Nepal: a descriptive epidemiological study’, BMC Public Health. BMC Public Health, 17(1), pp. 1–8. doi:

10.1186/s12889-017-4542-y.

Ipmawati, P. A., Setiani, O. and Darundiati, Y. H. (2016) ‘Analisis Faktor-Faktor Risiko yang Mempengaruhi Tingkat Keracunan Pestisida Pada Petani di Desa Jati, Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 4(1), pp. 427–435.

Kurniawan, R. et al. (2018) ‘Analisis Berkelanjutan Usahatani Tanaman Sayuran Berbasis Pengendalian Hama Terpadu di Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung’, Jurnal Hortikultura, 27(2), p. 297. doi: 10.21082/jhort.v27n2.2017.p297-310.

Mayasari, D. (2017) ‘Gambaran Perilaku Kerja Aman pada Petani Hortikultura Pengguna Pestisida Di Desa Gisting Atas sebagai Faktor Risiko Intoksikasi Pestisida’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1, pp. 530–535.

Moloeng, L. J. (2012) Metodologi Penelitian Kualitatif. X. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

(22)

19 Morteza, Z. et al. (2017) ‘An assessment of agricultural pesticide use in Iran , 2012- 2014’, Journal of Environmental Health Science and Engineering. Journal of Environmental Health Science and Engineering, (December), pp. 2012–2014. doi:

10.1186/s40201-017-0272-4.

Mostafalou, S. and Abdollahi, M. (2017) ‘Pesticides: an update of human exposure and toxicity’, Archives of Toxicology. Springer Berlin Heidelberg, 91(2), pp. 549–599. doi:

10.1007/s00204-016-1849-x.

Nabih, Z. et al. (2017) ‘Epidemiology and risk factors of voluntary poisoning by pesticides in 2008-2014, Morocco’, Epidemiology and Health, 39(17), pp. 1–7. doi:

10.4178/epih.e2017040.

Prijanto, T. B. (2008) ‘Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfa Pada Keluarga Petani Hortikultura di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang’, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia.

Prijanto, T. B., Nurjazuli and Sulistiyani (2009) ‘Analisis Faktor Risiko Keracunan Pestisida Organofosfat Pada Keluarga Petani Hortikultura Di Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang’, Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 8(2), pp. 73–78.

Pujiono, Suhartono and Sulistiyani (2009) ‘Hubungan Faktor Lingkungan Kerja dan Praktek Pengelolaan Pestisida dengan Kejadian Keracunan Pestisida Pada Tenaga Kerja di Tempat Penjualan Pestisida di Kabupaten Subang The relationship between working environment and practice of pesticide management wi’, J Kesehatan Lingkungan Indonesia, 8(2), pp. 46–50.

Purba, I. G. (2009) Analisis faktor - faktor yang berhubungan dengan kadar kolinesterase pada perempuan usia subur di daerah pertanian., Tesis. universitas diponegoro.

Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., & Becker, M. H. (1988) ‘Social learning theory and the Health Belief Model.’

Rusdita, A. (2016) Hubungan Higiene Perorangan dan Cara Penyemprotan Pestisida dengan Tingkat Keracunan Pestisida pada Petani di Desa Kembang Kuning Kecamatan Cepogo. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rustia, H. N. (2009) Pengaruh Pajanan Pestisida Golongan Organofosfat terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Cholinesterase dalam Darah Petani Sayuran Penyemprot Pestisida, Universitas Indonesia. Univeritas Indonesia.

Rustia, H. N. et al. (2010) ‘Lama Pajanan Organofosfat Terhadap Penurunan Aktivitas Enzim Kolinesterasi Dalam Darah Petani Sayuran’, Makara Kesehatan, 14(2), pp. 95–

101.

(23)

20 Suparti, S., Anies and Setiani, O. (2016) ‘Beberapa Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Keracunan Pestisida pada Petani’, Jurnal Pena Medika, 6(2), pp.

125–138.

Yuantari, M. G. C. (2009) Studi Ekonomi Lingkungan Penggunaan Pestisida dan Dampaknya pada Kesehatan Petani di Area Pertanian Hortikultura Desa Sumber Rejo Kecamatan Ngablak Kabupaten Magelang Jawa Tengah. Universitas Diponegoro.

Yuantari, M. and Widianarko, B. (2015) ‘Analisis Risiko Pajanan Pestisida Terhadap Kesehatan Petani Jurnal Kesehatan Masyarakat’, Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10(2), pp. 239–245. doi: 10.15294/kemas.v10i2.3387.

Gambar

Gambar 1. Teori Health Belief Model (Rosenstock, I. M., Strecher, V. J., &amp; Becker,  1988)
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Peta Jalan Penelitian
Tabel 4.1 Rencana Anggaran Biaya
+2

Referensi

Dokumen terkait

Penulis membuat perancangan buku panduan untuk membantu wisatawan memberikan informasi mengenai objek wisata di Bogor... Kurangnya informasi mengenai objek wisata Bogor

Bab III berisi analisis drama “Densha Otoko”, yang menjabarkan tokoh otaku, ciri khas otaku, pandangan negatif terhadap otaku, sisi positif otaku, dan penerimaan

Apakah korban pernah diminta untuk datang ke Yayasan Pusaka Indonesia dalam rangka perkembangan kondisi/ pasca selesai kasus kekerasan yang korban alami.. Apakah korban

jenis dari data atau variabel yang digunakan dalam

Kegiatan penelitian tindakan kelas ini dapat sebagai acuan kepada masyarakat sekitar bahwa bermain mengisi bejana air dalam berbagai bentuk dapat mengenalkan

Syarat berikutnya adalah (d) reliabilitas instrumen tes berdasarkan item termasuk dalam kategori tinggi yaitu sebesar 0,93 (koefisien reliabilitas di atas 0,90), sehingga

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh kecepatan pengadukan dan temperatur tuang pada AMC berpenguat pasir silika dengan bahan tambah magnesium