• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR ISI Kata Pengantar Executive Summary Daftar isi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "DAFTAR ISI Kata Pengantar Executive Summary Daftar isi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

vii DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Executive Summary ii

Daftar isi vii

Daftar Singkatan x

Bab 1 Pendahuluan 1

A. Latar belakang masalah 1

B. Maksud dan Tujuan 5

Bab 2 Kegiatan Sosial Dalam P2KP 7

A. Pemikiran Dasar P2KP 7

B. Penguatan Modal Sosial Dalam P2KP 10

C. Dasar Pemikiran Kajian 15

Bab 3 Metodologi kajian Kegiatan Sosial Dalam P2KP 17

A. Lingkup Kajian 17

B. Lokasi Kajian 19

C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 20

Bab 4 Organisasi dan Manajemen 24

A. Organisasi dan Staffing 24

B. Distribusi Pekerjaan 25

Bab 5 Hasil Pelaksanaan Kajian 27

A. Deskripsi Wilayah 27

1. Kota Pasuruan 27

2. Kota Surabaya 30

3. Kota Gorontalo 31

4. Kota Makassar 33

5. Kota Bengkulu 34

6. Kota Medan 35

B. Hasil Temuan Umum di Enam Lokasi Penelitian 38 1. Kegiatan Pelatihan Sebagai Trend Dalam Kegiatan Sosial 38 2. Pola Kegiatan Sosial: Dari Karitatif Menuju Program yang

Berkelanjutan 44

3. Dominasi Elit Desa Dalam Inisiasi Program Sosial 56 4. Kerjawama dan Sinergi antar Stakeholder Sebagai Peluang

Pengembangan Program Sosial 59

5. Hambatan Kegiatan Sosial: Desain Program dan Kualitas

Pelaksana Program PNPM 64

6. Belum Tersentuhnya Kegiatan Pasca Pelatihan 70

C. Hasil Analisis Kontekstual 70

1. Analisis Kontekstual Umum 70

2. Analisis Kontekstual Antar Kelurahan 72

a. Kota Pasuruan 72

b. Kota Surabaya 81

c. Kota Gorontalo 92

d. Kota Makassar 100

e. Kota Bengkulu 108

f . Kota Medan 118

(3)

viii

D. Hasil Analisis Mikro Berjenjang, Deskripsi Kegiatan Sosial dan

Potensi Keberlanjutan Program Di Masing-Masing Lokasi 127

1. Kota Pasuruan 127

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 127

b. Prospek Keberlanjutan 131

c. Dukungan Program 133

d. Hambatan 136

e. Perubahan Rancangan Program 141

2. Kota Surabaya 142

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 142

b. Prospek Keberlanjutan 143

c. Dukungan Program 144

d. Hambatan 146

e. Perubahan Rancangan Program 147

3. Kota Gorontalo 147

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 147

b. Prospek Keberlanjutan 148

c. Dukungan Program 150

d. Hambatan 151

e. Perubahan Rancangan Program 152

4. Kota Makassar 152

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 152

b. Prospek Keberlanjutan 154

c. Dukungan Program 155

d. Hambatan 157

e. Perubahan Rancangan Program 160

5. Bengkulu 160

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 160

b. Prospek Keberlanjutan 162

c. Dukungan Program 164

d. Hambatan 164

e. Perubahan Rancangan Program 166

6. Kota Medan 166

a. Jenis dan Pola Kegiatan Sosial 166

b. Prospek Keberlanjutan 168

c. Dukungan Program 171

d. Hambatan 172

e. Perubahan Rancangan Program 173

E. Peran Stakeholder Di Enam Lokasi Kajian 174

1. Kota Pasuruan 174

2. Kota Surabaya 178

3. Kota Gorontalo 180

4. Kota Makassar 182

5. Kota Bengkulu 184

6. Kota Medan 186

(4)

ix

Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi 190

A. Kesimpulan 190

B. Rekomendasi 192

Daftar Pustaka 196

Lampiran 197

(5)

ii EXECUTIVE SUMMARY

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat adalah program pemerintah yang dirancang untuk melakukan percepatan pengurangan kemiskinan dan penciptaan lapangan pekerjaan dengan berbasis pada pemberdayaan masyarakat. PNPM pada dasarnya merupakan umbrella policy untuk mensinergikan berbagai program pemberdayaan masyarakat, yang diawali dengan menciptakan sinergi P2KP (Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) dengan PPK (Program Pengembangan Kecamatan). Meskipun telah banyak capaian positif yang dihasilkan program PNPM, tetapi program ini dihadapkan pada sejumlah hambatan maupun tantangan. Hambatan yang seringkali muncul dalam pelaksanaan program pembangunan adalah ketepatan sasaran. Sedangkan tantangan berkaitan dengan sinergitas program PNPM dengan program-program pembangunan yang lain.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu ada kajian untuk mengetahui kendala- kendala yang mendasar dalam mencapai tujuan proyek secara keseluruhan. Apakah program yang direncanakan, secara konsisten telah menjangkau kelompok sasaran dari masyarakat miskin perkotaan, dan apakah kelompok miskin di dalamnya mendapatkan manfaat dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan di tingkat masyarakat. Kemudian, apakah prinsip perencanaan partisipatif yang menjadi basis dasar dari program ini sudah benar-benar dilaksanakan secara seutuhnya dan apakah prinsip akuntabilitas publik sudah dilaksanakan dari tahap perencanaan sampai tahap pelaksanaan program. Selain itu, apakah program PNPM ini sudah mampu mewujudkan sinergi antar stakeholders (LSM, negara dan swasta) dalam proses pembangunan.

Tidak semua kegiatan yang ada dalam program PNPM ini akan peneliti kaji. Namun demikian, peneliti akan memfokuskan pada kegiatan sosial. Meskipun alokasi anggaran dari BLM untuk kegiatan sosial ini relatif kecil dibandingkan kegiatan ekonomi dan kegiatan infrastuktur, akan tetapi kajian mengenai kegiatan sosial ini menjadi penting. Selama ini kegiatan sosial seringkali hanya dipandang sebagai pelengkap dari kegiatan-kegiatan yang ada dalam program PNPM, padahal kegiatan sosial punya peran penting dalam mendorong penguatan jaring pengaman sosial di tingkat lokal dan mendorong pembentukan modal sosial di masyarakat. Optimalisasi modal sosial maupun jaring pengaman sosial ini penting dalam upaya mendukung keberlanjutan kegiatan-kegiatan pembangunan. Dikarenakan hanya dipandang sebagai pelengkap maka kegiatan-kegiatan sosial ini pun akhirnya tidak dikerjakan secara baik, program-programnya hanya sekedar karitatif dan bagi-bagi sehingga esensi dan

(6)

iii tujuan ideal dari kegiatan sosial ini pun tidak tercapai. Bertitik tolak dari persoalan inilah maka studi kegiatan sosial ini relevan untuk dilakukan.

Dengan demikian, kajian mengenai kegiatan sosial PNPM ini ditujukan untuk mengidentifikasi pola kegiatan sosial yang ada saat ini di lokasi penelitian diprakarsai dan dilaksanakan oleh BKM, mengidentifikasi berbagai pelayanan sosial di masyarakat dapat berkelanjutan sebagai prakarsa awal menuju jaring pengaman lokal yang berkelanjutan atau tidak, mengidentifikasi pilihan dukungan yang ada di dalam dan sekitar masyarakat berhubungan untuk kegiatan jangka panjang yang lebih berkelanjutan, mengidentifikasi hambatan yang diduga obyektif dalam penggunaan pilihan dukungan yang tersedia dan merekomendasikan perubahan rancangan program di masa yang akan datang yang dapat mengurangi kekurangan-kekurangan yang ada pada pilihan dukungan menurut penggunaan saat ini yang tersedia dalam konteks masyarakat yang lebih luas.

Kajian mengenai kegiatan sosial PNPM tersebut dilaksanakan di enam kota dengan merujuk pada kluster daerah sasaran program P2KP/PNPM. Enam kota tersebut adalah Bengkulu dan Medan sebagai representasi daerah sasaran program P2KP 3, Makasar dan Gorontalo, sebagai representasi daerah sasaran program P2KP 2 serta Surababaya dan Pasuruan, sebagai representasi daerah sasaran program PNPM 2007. Setiap daerah tersebut diambil 1 kelurahan yang paling aktif kegiatannya dan 1 kelurahan yang kurang aktif kegiatannya dengan mengacu pada data yang tersedia di Sistem Informasi Manajemen dengan rincian lokasi sasaran, Kota Pasuruan (Kelurahan Kepel Kecamatan Bugul Kidul dan Kelurahan Panggungrejo Kecamatan Bugul Kidul), Kota Surabaya (Kelurahan Gundih, Kecamatan Bubutan dan Kelurahan Sawunggaling Kecamatan Wonokromo), Kota Gorontalo dengan sasaran (Kelurahan Limba B, Kecamatan Kota Selatan dan Kelurahan Lekobalo Kecamatan Kota Barat), Kota Maksasar (Kelurahan Bunga Eja Beru dan Kelurahan Rappokaling Kecamatan Bontoala), Kota Bengkulu (Kelurahan Panorama Kecamatan Gading Cempaka dan Kelurahan Pasar Melintang, Kecamatan Teluk Segara).

Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui Interview dengan semi structure interview dan interview biografis, Focus Group Discussion, Observasi, dan Dokumentasi atas data- data sekunder. Adapun informan penelitian meliputi KMW, TA KMW, Korkot, Faskel, pemerintah kelurahan, PJOK kecamatan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah/Badan Pemberdayaan Masyarakat, KSM/Panitia, BKM, Unit Pengelola Sosial, masyarakat penerima manfaat, di masing-masing kelurahan yang menjadi sasaran program PNPM Perkotaan ini.

Dari kajian di lapangan ditemukan berbagai kesimpulan. Kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan dalam program PNPM ini sudah mengarah pada kegiatan-kegiatan yang bersifat

(7)

iv pelatihan. Dominasi elite di komunitas bagi pengurus RT, RW, pengurus lingkungan dan BKM masih tampak mendominasi dalam berbagai inisiasi kegiatan sosial. Dilihat dari pola kegiatan sosial, dapat dilihat dari aspek keberlanjutan dampak program dan keterkaitan kegiatan sosial tersebut dengan kegiatan sosial yang sudah ada sebelumnya (existing activity). Dilihat dari aspek keberlanjutan dampak program, kegiatan sosial BKM juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu pertama, Program kegiatan sosial yang bersifat sekali habis. Program ini pada umumnya berupa berbagai bentuk santunan dan bantuan. Kedua, Program kegiatan sosial yang dampaknya berkelanjutan. Jenis ini dapat dibedakan menjadi dua: (1) program yang berdampak pada pengembangan kapasitas penerima bantuan, sebagai contoh program pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan, (2) program yang dananya dikelola oleh kelompok (KSM) dan dimanfaatkan oleh warga miskin secara bergilir. Jenis (2) ini dapat dibedakan menjadi dua: (a) dana yang dikelola KSM dimanfaatkan secara bergulir oleh warga miskin, (b) program yang dikelola oleh KSM digunakan untuk usaha, dan hasilnya dapat digunakan untuk memberikan berbagai bentuk bantuan sosial kepada warga miskin. Sedangkan dilihat dari kaitannya dengan berbagai kegiatan sosial yang sudah ada sebelumnya (existing activity), pola kegiatan sosial oleh BKM juga dapat dibedakan menjadi pertama, Program yang diintegrasikan dengan kegiatan sosial yang sudah ada dan melembaga dalam masyarakat. Pada umumnya program BKM dalam bentuk ini diintegrasikan dengan kegiatan Posyandu atau PKK.

Di salah satu kelurahan diintegrasikan dengan program kejar paket.Kedua, program yang merupakan kreasi baru oleh BKM. Program- program kegiatan sosial lebih banyak diinisiasi oleh para tokoh masyarakat, baik pengelola BKM, UPS, KSM maupun tokoh masyarakat lain.

Sebetulnya secara prosedural, kegiatan perencanaan dan penentuan program sudah dilaksanakan menurut rekomendasi, sehingga terkesan bersifat bottom up. Walaupun demikian dalam realitanya warga miskin masih belum banyak menggunakan kesempatan dalam proses tersebut untuk menyampaikan aspirasi dan kepentingannya.

Dilihat dari dari potensi keberlanjutan, ternyata sebagian besar kegiatan sosial yang ada masih bersifat karitatif. Namun demikian dari hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa kegiatan sosial yang diintegrasikan dengan kegiatan yang sudah ada lebih memiliki potensi untuk memiliki berkelanjutan. Kegiatan sosial yang memiliki potensi keberlanjutan ternyata adalah kegiatan-kegiatan sosial yang didukung oleh beberapa aspek yaitu partisipasi warga masyarakat, dukungan dari berbagai lembaga sosial keagamaan, pengusaha lokal, fasilitator kelompok (faskel), sinergi dengan pemerintah desa dan dukungan dari pemerintah daerah. Namun demikian, dukungan-dukungan tersebut tidak ditemukan di semua lokasi

(8)

v penelitian sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh BKM ada yang dan ada yang tidak eksis.

Beberapa faktor yang diidentifikasi menjadi hambatan dalam pelaksanan program PNPM Perkotaan adalah : kesesuaian pendekatan administrasi dengan kebutuhan orientasi program secara ideal (penyelenggaraan program masih terjebak pada pendekatan administratif semata dan bukan pada pendekatan proyek), fasilitator yang kurang mampu berinteraksi dengan masyarakat, rotasi fasilitator yang terlalu cepat. Di tingkat masyarakat faktor penghambat terletak pada rendahnya partisipasi masyarakat. Mereka lebih senang sekedar sebagai obyek penerima dari program dibandingkan sebagai subyek pelaksana program. Dukungan dari pemerintah desa, PJOK dan pemerintah daerah juga tidak optimal terbukti masih banyak program yang tumpang tindih di level desa sehingga menyebabkan program ini menjadi tidak maksimal

.

Dari hasil kajian juga dapat dihasilkan beberapa rekomendasi yang dapat ditawarkan untuk perbaikan kegiatan PNPM perkotaan dimasa mendatang yaitu : di tingkat manajemen pelaksanaan proyek, pendekatan yang digunakan dalam program PNPM semestinya mengutamakan pendekatan proses daripada sekedar pendekatan administratif. Hal ini disebabkan tumbuhnya BKM menjadi lembaga yang mandiri hanya mungkin terwujud melalui proses belajar sosial sehingga terjadi proses institusionalisasi. BKM dalam jangka panjang bukan sekedar sebuah organisasi, melainkan organization that are institution. Dalam kenyataannya pendekatan proses ini ternyata tidak didukung oleh sistem administrasi dalam pelaksanaannya. Program ini harus mengikuti sistem administrasi reguler yang berorientasi target. Dengan demikian kegiatan yang dilakukan baik oleh fasilitator maupun masyarakat terikat oleh target waktu yang ketat. Kondisi seperti itu tidak memberikan iklim yang kondusif bagi pendekatan proses, sehingga program programnya dimunculkan sekedar untuk merespon turunnya BLM dengan sekedar mengikuti persyaratan proyek. Dalam pendekatan proses ini, juga penting untuk mengedepankan pemilihan sasaran program yang tepat. Indikator- indikator untuk menentukan siapa yang tepat menjadi sasaran perlu dirumuskan secara tepat sehingga sasaran program dapat benar-benar sesuai dengan apa yang menjadi target dalam program tersebut. Oleh karena itu, perlu misalnya menggeser indikator kemiskinan absolut menjadi kemiskinan relatif agar program PNPM dapat tepat sasaran. Dalam konteks pemilihan program pun demikian. Selain memperhatikan kebutuhan riil yang dihadapi oleh masyarakat juga harus memperhatikan aspek yang lebih luas sehingga keberlajutan kegiatan sosial dapat tercapai. Misalnya dalam memilih jenis kegiatan sosial harus mempertimbangkan aspek yang makro/luas. Hal ini banyak ditemukan dalam kegiatan-kegiatan pelatihan dimana kegiatan

(9)

vi pasca pelatihan seperti bagaimana proses produksi, proses pemasaran belum tersentuh.

Selaras dengan pendekatan proses yang dilakukan, pada tingkat manajemen proyek perlu ada pelurusan kembali tentang apa definisi dari kegiatan sosial yang berkelanjutan karena realitasnya masing-masing KMW/Korkot cenderung menerjemahkan dan memiliki interpretasi yang berbeda-beda.

Dalam Konteks pengembangan Tri daya (Kegiatan sosial, kegiatan ekonomi dan kegiatan infrastruktur) perlu ada desain yang jelas agar ketiga sektor tersebut saling berkaitan sama lain. Selama ini, diantara tiga kegiatan tersebut cenderung berjalan sendiri dan kurang berjalan secara sinergis. Idealnya perlu ada sinergitas ketiga sektor tersebut yang terwujud dalam kegiatan-kegiatan. Sebagai contoh dalam kegiatan sosial yang berupa pelatihan misalnya perlu dilanjutkan dengan bantuan permodalan yang merupakan contoh bagian dari kegiatan ekonomi. Selain itu, penting juga dalam pengembangan Tri daya ini adalah adanya pembagian alokasi anggaran. Porsi untuk kegiatan-kegiatan tersebut tidak harus seragam antar daerah tergantung dengan potensi sumber daya dan permasalahan yang dihadapi oleh daerah sasaran karene di beberapa BKM sudah terpatri bahwa alokasi anggaran untuk kegiatan prasarana infrastruktur 70%, kegiatan ekonomi 20% dan kegiatan sosial 10%. Pola alokasi anggaran semacam ini seringkali terlalu kaku dalam implementasinya. Ke depan perlu ada pelurusan kembali tentang pola pembagian alokasi anggaran dari BLM tersebut sehingga lebih fleksibel dalam pelaksanaannya.

Rekomendasi lain adadalah perlu ada upaya secara sinergis untuk mengembangkan BKM menjadi lebih mandiri dan melakukan institusionalisasi atas kegiatan-kegiatan sosial yang diselenggarakan oleh BKM. Strategi intervensi yang dilakukan oleh faskel perlu memperhatikan karakteristik dari masing-masing BKM sehingga pola intervensinya pun harus berbeda-beda. Dalam upaya menumbuhkan kemandirian masyarakat, BKM perlu mendorong potensi-potensi modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat. Pengembangan jaringan dengan kegiatan-kegiatan sosial yang sudah ada dan pengembangan channeling dengan program- program dari pemerintah daerah maupun program-program corporate social responsibility dari perusahaan swasta perlu terus didorong sehingga kegiatan-kegiatan sosial yang ada benar-benar berorientasi pada keberlanjutan program. Selain itu BLM yang diperoleh harus didorong agar menjadi stimuli bagi pengembangan modal sosial yang ada di masyarakat.

Dalam upaya mengentaskan kemiskinan di lingkungannya, BKM juga dapat melakukan pemanfaatan warga masyarakat yang tidak miskin dan potensi-potensi sosial dari organisasi sosial keagaaman seperti Lembaga Amal Zakat Infaq Sodaqoh (LAZIS).

(10)

x DAFTAR SINGKATAN

BKM : Badan Keswadayaan Masyarakat BLM : Bantuan Langsung Masyarakat BLT : Bantuan Langsung Tunai

CBRM : Community Based Resources Management Faskel : Fasilitator Kelurahan

FGD : Focus Group Discussion

KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat Korkot : Koordinator Kota

KMW : Konsultan Manajemen Wilayah KMP : Konsultan Manajemen Pusat Lansia : Lanjut Usia

LPM : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat LPMK : Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kota NU : Nahdlatul Ulama

Paket : Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini

Posyandu : Pos Pelayanan Terpadu PJM : Program Jangka Menengah

PJM Pronankis : Program Jangka Menengah Program Penanggunggulangan Kemiskinan PNPM : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat

P2KP : Proyek Penanggulangan Kemiskinan Di Perkotaan PPK : Program Pengembangan Kecamatan

RT : Rukun Tetangga

RW : Rukun Warga

(11)

xi UPS : Unit Pengelola Sosial

UPK : Unit Pengelola Keuangan UPL : Unit Pengelola Lingkungan SIM : Sistem Informasi Manajemen

Referensi

Dokumen terkait

Penyusun menyadari bahwa permasalahan Pembangunan Jemaat (PJ) GKJ Gondokusuman Yogyakarta begitu luas, oleh karenanya penyusun akan membatasi permasalahan dengan penekanan

Petugas wajib memperhatikan semua barang yang dibawa oleh tamu rumah sakit, jika barang yang dimaksud tampak mencurigakan maka petugas mempunyai kewenangan

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 91 Tahun 2015 Tentang Standar Pelayanan Transfusi Darah.. Inkompatibilitas Dalam

Komite Dewan Keuangan konferensi berkomitmen untuk memastikan agar para pekerja konferensi ini menjadi pengelola aset dan sumber daya yang baik yang sudah di beri kepercayaan

TJAHJO BASKORO, Ir.,M.Si.. SILALAHI,

Apabila terdapat komponen yang menggunakan mata uang asing, maka nilai tukar yang dipakai untuk membandingkan adalah nilai kurs tengah Bank Indonesia yang berlaku pada saat satu

1.3 Unit Kompetensi ini diterapkan kepada ahli penilai kelaikan bangunan gedung khususnya dari aspek arsitektur dan tata ruang luar dalam peraturan perundangan

Penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya merupakan penerapan diskresi yang menyangkut membuat keputusan yang tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum,