• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang menduduki peringkat ketiga atas kepemilikan hutan tropis dan peringkat ke sembilan atas kepemilikan hutan terluas di dunia, bahkan berdasarkan data Direktorat Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, pada tahun 2019 menunjukan bahwa luas lahan berhutan seluruh daratan Indonesia mencapai 94,1 juta hektar atau setara dengan 50,1% dari total daratan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2020). Selain itu, Indonesia juga dilengkapi dengan banyak keanekaragaman hayati dan ekosistem. Keunikan dan keberagaman hewan serta tumbuhan yang hidup dihutannya, kemudian menjadi dasar untuk pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 mengenai Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, dengan tujuan untuk melestarikan dan menjamin keseimbangan kelestarian sumber daya alam hayati dengan ekosistemnya (UU RI, 1990).

Namun, sejak meningkatnya kembali khasus deforestasi yang terjadi mengakibatkan timbulnya ancaman serius bagi habitat dan popolasi hewan serta tumbuhan langka. Badan Pusat Statistika mencatat, bahwa pada periode tahun 2018-2019 Indonesia telah memiliki total deforestasi sebanyak 462.458,5 Ha (Badan Pusat Statistik, 2020).

(2)

2

Gambar 1. 1 Total Deforestasi di Indonesia

Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2020)

Sejalan dengan data tersebut, maka Kalimantan Selatan juga merupakan salah satu provinsi penyumbang kasus deforestasi di Indonesia. Tercatat sejak tahun 2016-2017 Provinsi Kalimantan Selatan memiliki 661,3 Ha Kawasan Hutan, dan -1.343,1 Ha Areal Penggunaan Lain (APL)/Bukan Hutan, serta - 681,8 Ha Total Angka Deforestasi. Namun, pada tahun 2017-2018 Provinsi Kalimantan Selatan tercatat memiliki 5.396,0 Ha Kawasan Hutan dengan 8.972,6 Ha Areal Penggunaan Lain (APL)/Bukan Hutan dan Total Angka Deforestasi sebanyak 14.368,6 Ha, serta tahun 2018-2019 sebanyak 6.309,90 Ha Kawasan Hutan, 1.789,40 Ha APL/Bukan Hutan dan 8.099,30 Ha Total Deforestasi (Badan Pusat Statistik, 2020).

(3)

3

Gambar 1. 2 Jumlah Kawasan Hutan, APL, dan Angka Deforestasi Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: (Badan Pusat Statistik, 2020)

Adanya kasus ketidakstabilan terhadap tingkat aktivitas deforestasi hutan yang terjadi setiap tahunnya ini diakibatkan oleh konsesi kelapa sawit dan banyaknya lumbang tambang yang menjarah tutupan hutan di Kalimantan. Hal inilah kemudian mengakibatkan adanya kekhawatiran terhadap penurunan jumlah populasi dan kepunahan lokal Bekantan yang menjadi primata endemik Kalimantan Selatan. Bahkan, tercatat pada tahun 2000-an International Union for Concervation of Nature and Natural Resources (IUCN) dan The Convention on International Trade In Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITIES) telah mengategorikan Bekantan sebagai binatang langka yang masuk dalam Red List dengan status Endangered dan Appendix I. Hal ini didukung dengan adanya data terhadap penurunan jumlah populasi Bekantan

Kawasan Hutan APL/Bukan Hutan Total Deforestasi

2016-2017 661,3 -1.343,10 -681,8

2017-2018 5.396,00 8.972,60 14.368,60

2018-2019 6.309,90 1.789,40 8.099,30

-4000 -2000 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

Jumlah Kawasan Hutan, APL, & Angka Deforestasi Provinsi Kalimantan Selatan

(4)

4

yang terjadi secara signifikan dari tahun 2013-2020, dari kisaran sekitar 5.000- an ekor berkurang menjadi 2.500-an ekor di tahun 2020 (Santoso et al., 2019).

Gambar 1. 3 Jumlah Penurunan Populasi Bekantan Per-Dekade dari Tahun 1994-2020 pada Provinsi Kalimantan Selatan

Sumber: (Portal Informasi Indonesia, 2019)

Tercatat sejak tahun 1994 populasi Bekantan berkisar sebanyak 114.000 populasi, namun pada tahun 2004 data menunjukan adanya penurunan populasi Bekantan sebanyak 99.000 dan hanya menyisakan sekitar 15.000 ekor. Tak cukup sampai disitu penurunan ini juga terus berlangsung hingga tahun 2020 yang hanya menyisakan kurang lebih 2.500 ekor populasi Bekantan.

Melihat adanya tingkat penurunan populasi Bekantan ditahun 2013-2020 sebesar 50%, kemudian mengharuskan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia mengeluarkan peraturan secara nasional mengenai strategi dan rencana aksi konservasi Bekantan tahun 2013-2022 Nomor.P56/Menhut/II/2013 yang kemudian dilimpahkan kepada masing- masing provinsi. Hal ini kemudian disambut baik oleh Provinsi Kalimantan Selatan dengan adanya Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 10 Tahun 2018 mengenai Pengelolaan Sumber Daya Genetik Lokal untuk

0 20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000

1990 1995 2000 2005 2010 2015 2020 2025

(5)

5

menjamin adanya pelestarian dan pemanfaatan terhadap sumber daya genetik lokal asli daerah (Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan, 2018).

Yayasan Sahabat Bakantan Indonesia (SBI) sebagai organisasi non profit yang berdiri pada tahun 2013 ini kemudian juga mendedikasikan dirinya untuk membantu pemerintah dalam mewadahi, menyelamatkan, mengevakuasi, dan merehabilitasi, serta melestarikan Bekantan dengan mendirikan Bekantan Research Station di luar kawasan konservasi yang terletak diwilayah Pulau Curiak dengan tipe konservasi fungsi ganda, yaitu sebagai penangkaran dan media pembelajaran agar masyarakat lebih mengerti dan menyadari akan pentingnya sebuah pelestarian. Bahkan pada tahun 2021 Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah memberikan dana hibah sebesar Rp. 350.000.000 kepada Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) untuk mendirikan beberapa gazebo dan restorasi mangrove rambai sebagai fasilitas pendukung kebutuhan sosialisasi-edukasi, dan penelitian, karena mengingat bahwa konservasi merupakan perlindungan terhadap sumber daya alam dan keanekaragaman hayati baik oleh, untuk, dan dengan komunitas lokal untuk membuat alam dan hasil alamnya dapat bermanfaat bagi komunitas lokal itu sendiri (Virk, 1999).

Sejak didirikannya Bekantan Research Station di Pulau Curiak pada tahun 2018, banyak hambatan yang dapat menggagalkan pelestarian Bekantan, salah satu faktor utamanya ialah ketidaktahuan masyarakat, terutama mengenai lokasi persebaran Bekantan, jenis pakan, dan aktivitas merugikan apa saja yang dapat berpotensi untuk merusak kawasan dan habitat Bekantan (Soendjoto et al., 2011). Oleh karena itu, adanya reformasi kebijakan, pengembangan masyarakat dan pembangunan berkelanjutan dinilai dapat menjadi cara yang paling efektif untuk meningkatkan jumlah suara masyarakat dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan terhadap sumber daya alam (Tynnerson, 2009). Hal ini mengingat bahwa hidup dan kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari pengaruh dimensi lingkungannya, karena manusia merupakan bagian organisme dominan dari lingkungan hidup, dan manusia juga merupakan pembangun sekaligus perusak lingkungan, serta pengambil

(6)

6

keputusan dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup (Fadil et al., 2016).

Maka dari itu hal ini kemudian menjadi dasar untuk Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) melakukan kerjasama multipihak baik bersama pemerintah, universitas, media maupun masyarakat lokal.

Beberapa penelitian terdahulu mengenai konservasi hewan liar telah banyak dilakukan, Haerudin R. Sadjudin dkk menjelaskan bahwa pada tahun 1993 diperkirakan Indonesia memiliki sekitar 950 individu Badak Sumatera, namun populasinya didunia saat ini diperkirakan hanya kurang dari 300 individu. Adanya penurunan terhadap jumlah populasi Badak Sumatera ini terjadi karena kehilangan habitat asli yang disebabkan oleh alih fungsi lahan kawasan hutan, illegal logging, perburuan liar dan perambahan. Oleh karena itu, pemerintah mengambil tindakan untuk bekerjasama dengan Yayasan Badak Indonesia (YABI), International Rhino Foundation (IRF) dan lembaga lainnya dalam mewujudkan program prioritas dan upaya terhadap penyelamatan Badak Sumatera di Indonesia (Sadjudin et al., 2013). Sedangkan (Lestari & Efendi, 2017) dalam tulisannya mengenai ‘Perlindungan Harimau Sumatera di Kabupaten Aceh Tenggara’ menyebutkan bahwa pengelolaan secara lestari hutan dan sumberdaya alam merupakan salah satu tantangan terbesar di Kabupaten Aceh Tenggara, oleh karena itu pemerintah daerahnya memutuskan untuk melakukan kerjasama dengan Non Governmental Organization (NGO) dan masyarakat dalam menjaga hutan dan Harimau Sumatera dari kepunahan.

Konsep collaborative government untuk mewujudkan salah satu upaya terhadap perlindungan hewan juga dilakukan pada beberapa negara di dunia karena mengingat bahwa pembuatan mekanisme kebijakan pemerintahan dapat membantu memecahkan permasalahan antara manusia dan hewan liar, terutama yang menyangkut pada dampak kepentingan hidup manusia terhadap kesejahteraan habitat dan spesies hewan serta ekosistemnya (Woolaston, 2018).

Terlepas pada permasalahan itu, penelitian Cecil (2014) mengenai kolaborasi lintas batas dalam konservasi Cetaceans dan penyu dilaut Adriatik menunjukan

(7)

7

bahwa seluruh pemanggu kepentingan telah termotivasi untuk menemukan solusi dan menghasilkan kesuksesan dalam konservasi spesies Cetaceans dan penyu di Andriatik. Meskipun, masih banyak permasalahan mengenai struktur komunikasi, budaya dan peran dari LSM, Lembaga Pemerintah, dan Universitas yang mampu mempengaruhi kesuksesan dari sebuah kolaborasi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas kemudian peneliti menganalisis bahwa masih banyak hambatan dan tantangan yang menjadi permasalahan dalam mempertimbangkan kebutuhan dimensi populasi satwa liar dan manusia.

Oleh karena itu, peneliti berusaha untuk melihat bagaimana dinamika kolaborasi yang terjadi diantara Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dan Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala serta Universitas, Media dan Masyarakat dalam mewujudkan tata kelola konservasi yang dilakukan secara inklusif dan partisipatif.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Dinamika Collaborative Governance pada Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan

Untuk mengetahui proses dinamika Collaborative Governance yang dilakukan oleh Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) dalam konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

2. Manfaat

Berdasarkan rumusan Masalah dan tujuan penelitian diatas, maka peneliti berharap kajian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

(8)

8

a. Secara Akademis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dan jendela ilmu pengetahuan, khususnya mengenai dinamika tata kelola konservasi sumber daya alam dalam bentuk kolaborasi antara komunitas dan pemerintah daerah. Selain itu, diharapkan penelitian ini juga dapat digunakan sebagai sumber referensi dan media bacaan untuk perkembangan penelitian- penelitian selanjutnya.

b. Secara Praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi policy maker (Pemerintah Daerah Kabupaten Batola) dan komunitas lokal dalam memberikan perhatian terhadap kebutuhan dimensi kehidupan satwa liar dan manusia ditengah tingginya ancaman dan peluang terhadap kasus deforestasi dan pembangunan daerah. Sehingga adanya kolaborasi yang dilakukan kedepannya dapat mengintegrasikan kehidupan satwa liar dan manusia.

D. Defenisi Konseptual

1. Tata Kelola Kolaboratif (Collaborative Governance)

Tata kelola (Governance) secara umum diartikan sebagai lembaga/struktur yang membicarakan mengenai siapa yang memutuskan, membuat, dan menjalankan serta menegakkan aturan dan membagi kekuasaan serta fungsi dan tanggung jawab. Sedangkan kolaborasi (collaboration) menurut Schrage dalam (Harley & Blismas, 2010) dapat diartikan sebagai hubungan yang dirancang untuk menyelesaikan suatu permasalahan dengan menciptakan solusi ditengah keterbatasan kondisi, baik waktu, ruang, dan informasi. Adapun collaborative governance menurut Ansel dalam (Sivaramakrishnan, 2013) merupakan suatu instrumen yang digunakan untuk mengatasi suatu permasalahan, dimana collaborative governance memiliki peran sebagai penengah bagi para aktor dalam merumuskan kesepemahaman terhadap suatu masalah.

(9)

9

Sementara itu, Emerson, Nabachi dan Balogh dalam teori collaborative governance regime (CGR) melihat bahwa dinamika proses collaborative governance sebagai siklus interaksi yang interatif.

Gambar 1. 4 Dinamika Collaborative Emerson & Nabatchi

(Sumber: (Emerson & Nabatchi, 2015))

Dengan demikian, proses kolaborasi dianggap bersiklus dan bersifat dinamis serta berfokus kepada tiga komponen meliputi penggerakan Prinsip Bersama (Principled Engagement), Motivasi Bersama (Shared Motivation), dan Kapasitas untuk melakukan tindakan bersama (Capacity for Joint Action).

2. Konservasi

Secara etimologis konservasi berasal dari dua kata, yaitu “con”

(together) dan “servare” (to save, to keep) yang kemudian menjadikan arti kata conservation sebagai upaya yang dilakukan untuk menjaga dan memelihara apapun yang kita miliki secara bijak. Adapun secara leksikal, konservasi dimaknai kedalam dua tindakan yaitu pertama, sebagai tindakan untuk melakukan perlindungan/pengawetan dan kedua, sebagai sebuah kegiatan dalam melestarikan suatu kerusakan, kehilangan, dan kehancuran. Selain itu, konservasi memiliki tujuh pilar yakni: 1.

Biodiversitas, 2. Arsitektur hijau & transportasi internal, 3. Pengolahan limbah, 4. Nirkertas, 5. Energi bersih, 6. Etika, seni, & budaya, serta 7.

Kader konservasi. Oleh karena itu, konservasi sekarang tidak hanya

(10)

10

diartikan secara sempit tetapi juga bisa diartikan dari segi ekonomi dan ekologi sehingga konservasi dapat memberikan nilai dan hasil budaya yang dapat dikembangkan untuk kesempurnaan hidup manusia (Yuniawan et al., 2014).

Hal ini kemudian sejalan dengan pendapat Wahyudi dan Sugihato dalam (Rachman, 2012) yang mengatakan bahwa tujuan konservasi ialah mewujudkan kelestarian serta kemampuan dan pemanfaatan terhadap sumber daya alam hayati sehingga dapat mendukung upaya terhadap peningkatan kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia serta keserasian dan kesimbangan ekosistem. Selain itu, kegiatan konservasi ini juga dilakukan untuk mempertahankan sumber daya alam agar tidak mengalami degredasi mutu secara signifikan.

Sedangkan tindakan konservasi pada biodiversitas dibagi berdasarkan upaya konservasi in-situ dan ex-situ, dalam kebijakan teknisi konservasi in-situ dan ex-situ (Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, 2013) Jendral Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menjelaskan bahwa konservasi In-situ merupakan pengelolaan jenis tumbuhan dan satwa yang dilakukan dalam habitatnya dengan bentuk kegiatan (1). Indentifikasi, (2). Inventarisasi, (3). Pemantauan, (4). Pembinaan habitat dan populasinya, (5).

Penyelamatan jenis, dan (6). Pengkajian, penelitian serta pengembangannya (Usmadi et al., 2018). Adapun upaya konservasi Ex- situ merupakan penegelolaan jenis tumbuhan dan satwa liar yang dilakukan diluar habitatnya dengan kegiatan (1). Pemeliharaan, (2).

Pengembangbiakan, (3). Pengkajian, penelitian dan pengembangan, (4).

Rehabilitasi satwa, dan (5). Penyelamatan jenis tumbuhan serta satwa (Soekotjo, 2001).

(11)

11 E. Definisi Operasional

Definisi oprasional merupakan suatu definisi yang merujuk pada cara yang benar dalam memasukan data dan bagian pengukuran variabel.

Adapun upaya menentukan indikator oprasional pada penelitian mengenai dinamika collaborative goverance pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala ini mengacu pada teori Emerson &

Nabatchi dengan indikator sebagai berikut:

1. Prinsip Bersama pada Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

b. Pengungkapan kepentingan dari para Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

c. Musyawarah Bersama para Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

d. Penetapan (determination) Maksud dan Tujuan Kolaborasi.

2. Motivasi Bersama pada Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

a. Kepercayaan Bersama antar Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

b. Pemahaman Bersama antar Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito.

c. Legitimasi Internal antar Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

d. Komitmen antar Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

3. Kapasitas untuk Melakukan Tindakan Bersama Para Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

a. Prosedur dan kesepakatan insitusi pada Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

(12)

12

b. Peran Kepemimpinan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

c. Pendistribusisan Pengetahuan para Pemangku Kepentingan dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak.

d. Manajemen Sumber daya dalam Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

(13)

13

Gambar 1. 5 Collaborative Governance Framework

(14)

14 F. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, dimana Creswell mengartikan bahwa metode penelitian kualitatif merupakan suatu pendekatan atau penelusuran yang bertujuan untuk mengeksplorasi dan memahami suatu gejala dengan cara mewawancari para peserta penelitian dengan mengajukan beberapa pertanyaan umum yang agak luas. Kemudian, informasi yang diperoleh baik berupa data maupun teks akan dikumpulkan. Data yang didapat berupa kata atau teks tersebut kemudian dianalisis dan hasil dari analisis tersebut dapat berupa deskripsi atau penggambaran serta tema-tema, dan dari data-data tersebut peneliti akan membuat interprestasi untuk mendapatkan arti yang terdalam. Setelahnya peneliti membuat self- reflection serta menjabarkannya dengan penelitian sebelumnya, dan hasil akhir dari penelitian kualitatif ini dituangkan dalam bentuk laporan tertulis (Creswell et al., 2007).

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif dengan studi kasus pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala, dimana data yang diperoleh akan di analisis secara kualitatif, yang kemudian menghasilkan data deskriptif, baik berupa tulisan maupun lisan, dan dalam hal ini peneliti berusaha untuk mendapatkan informasi mengenai Dinamika Collaborative Governance pada Konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala. Selain itu, metode ini digunakan untuk mengembangkan dan menggambarkan gejala sosial yang terjadi pada objek penelitian.

Adapun dalam penelitian mengenai dinamika collaborative governance pada konservasi Bekantan ini, peneliti berusaha untuk mencari jawaban atas masalah sosial yang dianggap penting, khususnya pada Provinsi Kalimantan Selatan. Dimana, tujuan utamanya ialah melihat pola kolaborasi yang dilakukan para aktor dalam konservasi Bekantan meliputi prinsip bersama, motivasi

(15)

15

bersama, dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama. Selain itu, deskripsi dan penjelasan mengenai penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan kedepannya, agar kelestarian alam dan keanekaragaman hayati termasuk habitat dan satwa liar yang tersisa dapat hidup berdampingan ditengah tingginya tingkat konflik antara manusia dan hewan serta pembangunan berkelanjutan.

2. Sumber data

Untuk melakukan analisis dan pembahasan dalam penelitian mengenai dinamika collaborative governance pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barrito Kuala, penulis kemudian berusaha memperoleh data menggunakan dua sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder:

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya. Adapun sumber data primer dalam penelitian ini berupa wawancara dengan informan kunci dari kelima pemangku kepentingan yang terlibat dalam konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala. Peneliti berusaha mencari informasi mengenai bagaimana pemahaman mereka mengenai prinsip bersama, motivasi bersama dan kapasitas untuk melakukan tindakan bersama yang dilakukan oleh para pemangku kepentingan sebagai bentuk dari adanya dinamika collaborative governance dalam konservasi Bekantan. Dalam hal ini data yang diperoleh peneliti berasal dari informan kunci, yaitu Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala, Universitas Lambung Mangkurat, dan Media Serta Masyarakat dengan panduan penelitian agar isi dan tujuan dari penelitian ini dapat terjawab dengan tepat dan jelas.

(16)

16 b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan beberapa informasi yang telah dikumpulkan oleh pihak lain, baik berupa angka maupun narasi deskriptif , seperti bagaimana konservasi Bekantan dapat mempengaruhi sosial ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar dan atau bahkan menjadi peluang pariwisata bagi daerah. Dimana data sekunder ini kemudian digunakan peneliti untuk mendukung argumen data dari sumber primer. Adapun data sekunder yang didapat berupa dokumen dan arsip-arsip, serta buku-buku, literatur, koran, majalah, dan internet yang tentunya berkaitan dengan judul penelitian.

3. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data ialah salah satu tahapan penting didalam penelitian, tujuannya ialah mengumpulkan dan memperoleh data yang ada di lapangan secara benar dan akurat sesuai fakta yang terjadi dilapangan, sehingga hasil penelitian dapat dipertanggung jawabkan.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian mengenai collaborative governance pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala ini ialah:

a. Wawancara

Wawancara merupakan sebuah proses komunikasi atau interaksi percakapan yang bertujuan untuk mengumpukan informasi dengan cara tanya jawab antara peneliti dan objek penelitian atau informan yang diarahkan agar mencapai tujuan tertentu. Adapun proses wawancara disini digunakan sebagai salah satu teknik pengumpulan data dalam melakukan studi pendahuluan dan pencarian data-data serta informasi mendalam dari para informan.

Pada penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data melalui wawancara dengan Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), Camat Kecamatan Anjir Muara, Ketua Bidang

(17)

17

Konservasi Lingkungan DLH Kabupaten Batola, Kabid Pengembangan Objek Bariwisata Disporbudpar Batola dan Relawan Bekantan Indonesia (RBI), serta masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan (KNPL) dan Relawan Bekantan Indonesia (RBI) yang dilakukan dengan menggunakan interview guide dan alat perekam suara yang berfungsi sebagai panduan dan bukti konkrit dalam proses penelitian.

b. Observasi

Observasi adalah kegiatan pengumpulan data yang sangat lazim digunakan didalam penelitian kualitatif, yang dilakukan menggunakan panca indera, baik itu penglihatan, pendengaran ataupun bahkan penciuman dengan tujuan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan agar dapat menjawab permasalahan penelitian. Metode pengumpulan data melalui observasi ini merupakan salah satu bagian terpenting untuk melihat fakta dan kenyataan yang terjadi didalam sebuah penelitian. Adapun dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan peneliti untuk mengamati secara langsung proses interaksi dan fenomena yang terjadi terkait dengan dinamika collaborative governance pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak.

Pada observasi awal peneliti melakukan penelitian pada Bekantan Rescue Centre Banjarmasin untuk melihat fakta, berdiskusi, dan memvalidasi data yang telah didapat sebelumnya dengan Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) mengenai kolaborasi yang dilakukan pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala. Selanjutnya, peneliti melanjutkan observasi dengan melihat dan mencocokan antara kenyataan yang dialami oleh para pemangku kepentingan dan yang

(18)

18

terjadi dilapangan dengan data awal yang telah didapatkan dari hasil observasi awal yang dilakukan.

c. Studi Literatur

Studi Literatur ini dipilih dan digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan dan mengambil intisari serta gambaran dari penelitian-penelitian dan kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya, sehingga nantinya dapat memberikan pemahaman bahkan perkembangan pengetahuan baru untuk beberapa bidang penelitian tertentu (Snyder, 2019).

Adapun teknik pengumpulan data studi literatur ini digunakan peneliti dalam penelusuran dan analisis terhadap literatur-literatur yang telah ada sebelumnya mengenai dinamika collaborative governance, dan proses kolaborasi dalam konservasi keanekaragaman hayati serta hewan liar lainnya yang telah dilakukan sebelumnya baik pada beberapa kota/provinsi yang ada di Indonesia seperti Sumatera dan Bali, serta beberapa wilayah di dunia, khususnya pada Wilayah Asia Tenggara, Afrika dan beberapa wilayah pada benua Amerika dan benua Eropa yang memiliki permasalah mengenai konservasi. Selain itu, dengan adanya teknik pengumpulan data melalui studi literatur ini diharapkan peneliti dapat mengumpulakan konsep dan teori-teori dasar serta paper atikel dan dokumen lainnya untuk mengkaji permasalahan secara sistematis.

d. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu dari metode pengumpulan data kualitatif, dimana dokumen-dokumen yang telah dibuat oleh subjek atau orang lain tentang subjek tersebut dapat dilihat dan menjadi bahan analisis penelitian. Selain itu, dokumentasi yang merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, baik perupa tulisan seperti catatan ataupun pendapat para ahli dan gambar-gambar yang

(19)

19

menjadi beberapa arsip dari para aktor tersebut juga digunakan untuk memcahkan permasalahan dalam penelitian.

Pemanfaatan dokumentasi sebagai salah satu sumber data dalam penelitian ini dianggap penting karena dapat membantu penulis untuk merumuskan hasil penelitian. Adapun beberapa data yang diambil peneliti dengan metode pengumpulan data melalui dokumentasi diantaranya berupa gambaran umum, struktur organisasi maupun personalia dari para pemangku kepentingan yang terlibat. Selain itu dokumentasi juga dianggap dapat menjadi sumber data yang stabil, kaya akan historis dan dapat mendorong argumentatif dalam hasil penelitian karena dokumentasi dapat beguna sebagai bukti data yang bersifat konkrit.

4. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI), secara khusus pada Bekantan Rescue Centre dan kawasan Pulau Curiak sebagai daerah diluar kawasan konservasi. Pemilihan konservasi Bekantan di Pulau Curiak ini diambil karena wilayah tersebut merupakan sedikit dari lahan yang tersisa dengan dipenuhi banyak warisan keanekaragaman hayati.

Selain itu, untuk mendukung upaya eksplorasi dalam penelitian ini, maka penelitian ini juga akan dilakukan padabeberapa instansi dan organisasi yang terlibat aktif dalam aksi konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala, diantaranya adalah:

1. Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) yang berperan sebagai penggerak utama konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala.

2. Pemerintah Daerah Kabupaten Barito Kuala yang di wakili oleh Kecamatan Anjir Muara sebagai daerah yang bersinggungan langsung dengan Pulau Curiak; Dinas Lingkungan Hidup

(20)

20

Kabupaten Barito Kuala dan Dinas Kepemudaan, Olahraga, Budaya dan Pariwisata Kabupaten Barito Kuala.

3. Universitas Lambung Mangkurat sebagai institusi pendidikan yang berperan sebagai transfer of knowladge; dan

4. Masyarakat Desa Anjir Serapat yang tergabung didalam Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan (KNPL) sebagai pendukung dan penggiat utama dalam kelestarian kawasan Pulau Curiak serta Relawan Bekantan Indonesia (RBI); serta

5. Media Lokal yang berperan dalam mendukung pelestarian Bekantan yang dilakukan melalui beberapa media pemberitaan seperti Radio Republik Indonesia (RRI) wilayah Banjarmasin dan Antara News serta Banjarmasin Post.

5. Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan sesuatu yang sangat penting didalam penelitian. Subjek penelitian juga harus ditata sebelum seorang peneliti siap untuk mengumpulkan data. Dalam penelitian ini, subjek penelitiannya ialah seseorang yang dapat memberikan informasi dan paham betul mengenai permasalahan yang diteliti, sehingga orang tersebut dapat dimanfaatkan untuk memberikan beberapa informasi tentang situasi dan kondisi dalam latar penelitian, biasanya orang yang menjadi subjek tersebut ialah orang yang sudah cukup lama menggeluti kegiatan yang sedang diteliti atau orang yang terlibat penuh dalam kegiatan yang sedang diteliti tersebut (Dewi, 2019). Hal tersebut tentunya sejalan dengan peran subjek dalam penelitian yaitu sebagai sumber informasi dan pemberi tanggapan terkait data penelitian serta masukan bagi peneliti.

Selain itu, pada penelitian kualitatif diketahui bahwa kualitas informasi yang terkait dengan tema penelitian merupakan hal terpenting yang harus diketahui. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti kemudian memetakan kembali beberapa point yang menjadi

(21)

21

substansi penelitian dan mengambil beberapa subjek penelitian yang memiliki peranan penting dan keterkaitan kuat dalam proses kolaboratif pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak Kabupaten Barito Kuala, diantaranya ialah:

1. Ketua Yayasan Sahabat Bekantan Indonesia (SBI) (Amalia Rezeki, M.Pd);

2. Kepala Bidang Konservasi Lingkungan (Ir. H. Taufikurrahman);

3. Camat Kecamatan Anjir Muara (Jaya Hidayatullah);

4. Kepala Bidang Pengembangan Pariwisata (Dewi Aryanti);

5. Universitas Lambung Mangkurat;

6. Relawan Bekantan Indonesia (RBI); dan

7. Masyarakat Desa Anjir Serapat / Kelompok Nelayan Peduli Lingkungan (KNPL) / POKDARWIS –POKDARLING.

6. Teknik Analisis Data

Model analisis data dalam penelitian ini dilakukan oleh peneliti untuk mengumpulkan data yang terkait dengan konservasi Bekantan.

Dimana peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada beberapa aktor kunci terkait untuk mengkroscek dan mengklarifikasi data yang ada.

Selain itu, dengan penggunaakan metode kualitatif deskriptif ini maka harapannya data yang didapatkan akan lebih lengkap dan mendalam apabila dianalisis dengan benar. Oleh karena itu, analisis data yang digunakan adalah:

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilah dan memfokuskan hal-hal penting yang terdapat dari hasil wawancara dengan subjek/informan. Adapun dalam penelitian ini, baik data primer maupun data sekunder yang telah dikumpulkan dari beberapa sumberkemudian direduksi oleh peneliti berdasarkan fokus penelitian dan hal-hal yang perlu dijelaskan untuk mendukung

(22)

22

hasil dan diskusi mengenai dinamika collaborative governance pada konservasi Bekantan di Pulau Curiak.

b. Penyajian Data (Display Data):

Di dalam penelitian kualitatif ini, penyajian data dilakukan dalm bentuk teks naratif disertai dengan beberapa table dan diagram serta data-data gambar-gambar yang mendukung penelitian. Data disajikan secara deskriptif dan elaboratif mengikuti oprasionalisasi konsep yang telah dijelaskan sebelumnya. Dimana peneliti menguraikan hasil wawancara bersama informan yang telah disesuaikan dengan indikator maupun fenomena sosial yang telah ditemukan dilapangan.

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan saling mengikuti antara data satu dengan data lainnya sehingga menghasilkan data yang valid sesuai analisis penelitian. Dimana penarikan kesimpulan awal dapat bersifat sementara sebelum adanya bukti-bukti yang valid dan konsisten pada saat dilapangan. Oleh karena itu peneliti perlu mengumpulkan data kuat agar kesimpulan akhir yang dikemukakan dapar bersifat kridibel.

Gambar

Gambar 1. 1 Total Deforestasi di Indonesia
Gambar 1. 2 Jumlah Kawasan Hutan, APL, dan Angka Deforestasi  Provinsi Kalimantan Selatan
Gambar 1. 3 Jumlah Penurunan Populasi Bekantan Per-Dekade dari Tahun 1994-2020  pada Provinsi Kalimantan Selatan
Gambar 1. 4 Dinamika Collaborative Emerson & Nabatchi
+2

Referensi

Dokumen terkait

peneliti adalah kualitatif, desain deskriptif, jenis sampel, jumlah sampel, tempat dan waktu penelitian serta variabel yang digunakan. Persamaan dalam penelitian ini

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif dan tertulis dengan informasi dari lembaga yang terlibat dalam objek penelitian yaitu pada

Rencana Strategis (Renstra) Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Barito Kuala 2017 – 2022 adalah sebagai dokumen perencanaan yang mencakup pandangan,

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan alasan metode ini membantu dalam memperoleh data yang sejelas-jelasnya. Peneliti turun langsung

Dari dua penelitian tersebut terdapat kesamaan yaitu metode penelitian yakni deskriptif kualitatif dengan objek kajian bahasa Kerinci, namun pada penelitian ini

Dalam penelitian ini, sumber yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian Pemahaman Doktrin Eskatologi pada Masyarakat Perkotaan (Studi Deskriptif Umat Islam dan Kristen

Arahan pengembangan industri berbasis perikanan dengan pendekatan ekonomi lokal - Analisis Delphi - Analisis IPA - Analisis Deskriptif Kualitatif Wilayah studi

Metode penelitian kualitatif dengan desain studi kasus, teknik pengambilan sampel purposive, subjek penelitian infertil dan partisipan perempuan infertil yang mengalami