• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SANTRI KELAS XII DI PONDOK PESANTREN TERPADU SERAMBI MEKKAH PADANG PANJANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN PERILAKU BULLYING PADA SANTRI KELAS XII DI PONDOK PESANTREN TERPADU SERAMBI MEKKAH PADANG PANJANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DENGAN

PERILAKU BULLYING PADA SANTRI KELAS XII DI PONDOK PESANTREN TERPADU SERAMBI MEKKAH PADANG PANJANG

Herio Rizki Dewinda

1)

, Efrizon

2) Universitas Putra Indonesia “YPTK” Padang,

E-mail: hrdewinda@upiyptk.ac.id, efrizonizon69@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami Regulasi Emosi dengan Perilaku Bullying Pada Santri Kelas XII Di Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang .Variabel Dependen pada penelitian ini adalah Perilaku Bullying dan variabel independen adalah Regulasi Emosi. Penelitian ini merupakan penelitian populasi,Sampel dalam penelitian ini adalah semua santri kelas XII SMA/MA di Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang berjumlah 38 orang. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif. Alat ukur yang digunakan adalah skala perilaku Bullying dan skala Regulasi Emosi, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson dan diinterpretasikan berdasarkan teori yang berhubungan dengan variabel penelitian.

Hasil dari penelitian ini dilihat berdasarkan aspek-aspek Bullying menurut Olweus ( dalam Nofiza 2012) Perilaku agresif negatif, perilaku agresif negatif yang berulang kali dan ketidakseimbangan power atau kekuasaan dan aspek-aspek Regulasi Emosi menurut Thompson (dalam Ellisyani & setiawan 2016) memonitor emosi, mengevaluasi emosi dan modifikasi emosi. Uji validitas dan reliabilitas menggunakan teknik Alpha Cronbach. Hasil koefisien validitas pada skala perilaku bullying berkisar dari 0,321 sampai dengan 0,869, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,930. Hasil koefisien validitas pada skala regulasi emosi berkisar dari 0,318 sampai dengan 0,648, sedangkan koefisien reliabilitasnya sebesar 0,913. Hasil analisis data menunjukkan besarnya koefisien korelasi sebesar -0,655 dengan taraf signifikan p=0,000 (p<0,01) dengan sumbangan efektif 43% sisanya 57% dipengaruhi oleh faktor lain. Artinya ada hubungan yang negatif antara perilaku bullying dengan regulasi emosi pada santri kelas XII di pondok pesantren terpadu serambi mekkah padang panjang.

Kata kunci: Bullying, Regulasi Emosi, Siswa

1. PENDAHULUAN

Manusia tidak bisa lepas dari pendidikan, pendidikan merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan di setiap negara. Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas dalam pasal 1 disebutkan bahwa pendidikan merupakan usaha dasar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik melalui proses pembelajaran. Dalam pasal 4 dijelaskan bahwa peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu.

Pendidikan merupakan salah satu usaha untuk membentuk manusia seutuhnya yang berkualitas, baik secara akademik maupun non akademik. Sekolah menjadi salah satu instusi yang menentukan keberhasilan atau kegagalan pencapaian perkembangan kepribadian pada seorang remaja. Sekolah diharapkan mampu melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam rangka membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut masalah sosial, emosional, maupun spritual (Ellisyani dan Setiawan, 2016).

(2)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

Sistem pendidikan di Indonesia mempunyai pola pendidikan berbasis agama tertentu, karena kemajemukan masyarakat Indonesia dengan berbagai macam agama. Dofier (dalam Zuhriy, 2011) menjelaskan salah satu lembaga pendidikan Islam yang merupakan subkultur masyarakat Indonesia adalah Pesantren. Pesantren adalah salah satu institusi yang unik dengan ciri-ciri khas yang sangat kuat dan lekat. Peran yang diambil adalah upaya-upaya pencerdasan bangsa yang telah turun temurun tanpa henti. Pesantrenlah yang memberikan pendidikan pada masa-masa sulit, masa perjuangan melawan kolonial dan merupakan pusat studi yang tetap survive sampai masa kini.

Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan kekuasaan, uang dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan. Oleh karena itu, sebagai salah satu lembaga pendidikan, pesantren juga mempunyai tanggung jawab yang tidak kecil dalam membentuk karakter para santri.

Perilaku negatif yang banyak dilakukan oleh remaja salah satunya adalah perilaku bullying, perilaku ini marak terjadi dilingkup sekolah. Perilaku bullying ini sendiri diartikan sebagai bentuk penindasan terhadap korban yang lemah dengan melakukan hal-hal yang tidak disukai serta dilakukan secara berulang (Halimah, Khumas & Zainudin, dalam Carima 2017). Menurut Lipkins (dalam Basyirudin, 2010). Kebanyakan mereka menjadi perilaku bullying karena pengalaman bukan karena bakat. Mereka terbentuk karena pernah menjadi korban penindasan. Mereka pernah ditindas, menyaksikan penindasan, dan pada akhirnya tiba giliran mereka untuk menindas.

Biasanya siswa-siswa senior bergerak dalam satu angkatan. Mereka melakukan bullying terhadap siswa-siswa juniornya karena mereka merasa mendapatkan kesempatan melakukannya karena pernah menjadi korban bullying saat menjadi siswa junior (Sejiwa dalam Basyirudin, 2010).

Menurut Coloroso (dalam Puspitasari, 2015) bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah. Tindakan penindasan ini dapat diartikan sebagai penggunaan kekuasaan atau kekuatan untuk menyakiti seseorang atau kelompok sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tidak berdaya. Bentuknya bisa bersifat fisik seperti memukul, menampar, dan memalak. Bersifat verbal seperti memaki, menggosip, dan mengejek, serta psikologis seperti mengintimidasi, mengucilkan, mengabaikan, dan mendiskriminasi.

Kekerasan dan perilaku negatif ini dapat terjadi di luar maupun di dalam sekolah.

Data yang dirilis Pusat Data dan Informasi (dalam Ellisyani dan Setiawan, 2016), Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), menyebutkan bahwa angka kekerasan pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan sekaligus mengkhawatirkan. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan laporan atau pengaduan yang diterima oleh Divisi Pengaduan dan Advokasi Komnas PA. Informasi jumlah pengaduan kekerasan fisik dan psikis pada anak dari Komisi Nasional Perlindungan Anak, di tahun 2010 terdapat 1.234 pengaduan, sedangkan pada tahun 2011 terdapat 2.386 pengaduan. Melalui pengaduan langsung dan pelayananan hotline service (dalam http://media-bhayangkara.com diakses pada 22 Oktober 2017), Komisi Nasional Perlindungan Anak sebagai lembaga independen berbadan hukum dibidang pembelaan, promosi dan perlindungan anak di Indonesia, ditahun 2015 menerima 89 pengaduan perisakan terhadap anak dilingkungan sekolah, meningkat di tahun 2016 menjadi 112, dan 68 kasus di tahun 2017 (Januari-Juni). Data dari Polresta kota Padang sepanjang tahun 2014 sampai 2015 angka laporan kasus bullying cukup tinggi di sekolah baik ditingkat SD, SMP, SMA yaitu sebanyak 72 kasus bullying yang dilaporkan berupa tindakan penganiayaan, pemalakan dan pelecehan dan perbuatan tidak menyenangkan (Hermalinda, Deswita dan Elvi, 2017).

Astuti (dalam Umasugi 2013), mengatakan bahwa bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulangkali oleh seseorang anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara psikis dan fisik. Astuti (dalam Husaini, 2013) menjelaskan salah satu hal yang mempengaruhi perilaku bullying adalah karakter individu dari individu, ketika individu bisa menahan dirinya maka perilaku bullying tidak perlu terjadi. Cowie dan Jennifer (dalam Puspitasari, 2015) juga menegaskan bahwa salah satu faktor penyebab kecenderungan perilaku bullying salah satunya adalah regulasi emosi yang buruk atau sifat temperamen.

Gross (dalam Ubaidillah, 2014) dengan mengatakan bahwa regulasi emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi. Sehingga, ketika mengalami emosi yang berlebihan, seseorang biasanya tidak dapat berpikir dengan jernih dan melakukan tindakan di luar kesadaran, sebab kemampuan regulasi emosi berhubungan dengan bagaimana seseorang dapat menyadari dan mengatur pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda-beda, baik

(3)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

negatif maupun positif. Seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang baik dapat mengembangkan kemampuan dan membantu mereka dalam mengendalikan emosi. Kemampuan ini disebut dengan regulasi emosi (Gross dalam Ubaidillah, 2014 ).

Greenberg (dalam Hartanti, 2015) mengatakan bahwa regulasi emosi merupakan suatu proses individu dalam mengontrol, mengelola dan menyeimbangkan segala emosinya terutama emosi negatif sehingga dapat diunggapkan dengan tepat. Menurut Thompson (dalam Hartanti, 2015) regulasi emosi ialah suatu proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab dalam mengenal dan memonitor, mengevaluasi dan membatasi respon emosi khususnya intensitas dan bentuk reaksinya untuk mencapai suatu tujuan. Pendapat lain, Eisenberg (dalam Hasanah, 2010) berpendapat regulasi emosi adalah mencapai sesuatu melalui usaha mengatur perhatian meliputi mengubah gangguan dan memfokuskan perhatian dan menyadari situasi yang mengarah ke emosi dengan membangun pemikiran positif dengan baik melalui proses neuropsikologis.

Seseorang yang mempunyai regulasi emosi tinggi akan melakukan hal-hal yang positif dalam hidupnya. Sehingga, individu tidak menyalahkan dirinya sendiri ketika terjadi sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya. Karena individu tersebut menghargai dan menerima kemampuannya (Silaen dan Dewi, 2015). Regulasi emosi berhubungan dengan kemampuan kognisi seseorang. Semakin baik kemampuan berpikirnya, maka semakin baik pula kemampuan meregulasi emosinya. Begitu juga sebaliknya, semakin tidak baik berpikirnya, maka kurang baik pula kemampuannya dalam hal regulasi emosi (McClure, dkk. dalam Ubaidillah, 2014).

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan peneliti kepada 10 santri kelas XII di Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang. Mereka melakukan perilaku bullying bersifat fisik seperti memukul, itu terjadi karena adik kelas yang tidak menghargai mereka, dengan kurangnya sopan santun terhadap orang yang lebih tua. Bullying yang bersifat Verbal seperti memaki adik kelas, seringkali terjadi apabila ada hal yang tidak sesuai dengan pandangan mereka sebagai kakak kelas, mereka akan langsung memaki dengan kata-kata kasar yang bisa membuat adik kelas tersebut drop dan ketakutan. Bullying secara Psikologis, mereka sering mendeskriminasi adik kelas apabila tidak sejalan pemikiran dengan prinsip yang mereka anggap benar.

Beberapa santri kelas XII di Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang yang telah diwawancarai mengatakan bahwa mereka melakukan bullying terhadap adik kelasnya, karena mereka cenderung tidak mampu untuk menahan, mengelola dan mengekspresikan emosinya dengan baik atau ke hal yang positif. Karena mereka merasa tidak senang saja, tidak nyaman ataupun suka mencari-cari kesalahan agar dapat mem-bully adik kelasnya. Dari wawancara ini peneliti juga mendapati bahwa mereka cenderung ingin selalu menekan adik kelasnya, dengan tujuan agar mereka dapat disegani dan dihargai sebagai kakak kelasnya. Serta kebanyakan dari santri kelas XII di Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang, merasa bullying itu sudah menjadi tradisi, walaupun mereka semua tahu bahwa perbuatan itu salah.

Wawancara awal juga dilakukan kepada Kepala Pengasuhan Pesantren Terpadu Serambi Mekkah, peneliti mendapatkan bahwa perilaku bullying memang masih sering terjadi di kalangan santri pesantren, ini dikarenakan hukum senioritas yang masih kental dan juga karena latar belakang santri yang berbeda-beda ditempatkan dalam satu lingkungan asrama, serta santri yang masih berumur remaja, belum bisa mengontrol emosi dan mengelola emosinya dengan baik.

Berdasarkan fenomena tersebut maka peneliti mencoba untuk melihat keterkaitan kedua varibel yaitu regulasi emosi dan perilaku bullying yang dikhusukan pada penghuni Pondok Pesantren Terpadu Serambi Mekkah (PTSM) Padang Panjang.

2. TINJAUAN LITERATUR

2.1. Perilaku Bullying

Bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan berulangkali oleh seseorang/anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara psikis dan fisik (Astuti dalam Umasugi, 2013). Defenisi bullying menurut Rigby (dalam Husaini, 2013) adalah sebuah

(4)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan kedalam aksi, menyebabkan seorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Espelage dan Holt (dalam Panie, 2015) Bullying di defenisikan dalam berbagai literatur sebagai perilaku berulang (termasuk perilaku verbal dan fisik) yang terjadi dari waktu ke waktu dalam hubungan yang ditandai dengan ketidakseimbangan kekuatan dan kekuasaan.

Sebagian bullying telah dilihat sebagai agresi proaktif karena menganggu dengan mencari target mereka, dengan sedikit provokasi dan dilakukan untuk waktu yang lama.

Flynt dan Marton (dalam Rahmawati, 2016) menambahkan perilaku bullying adalah perilaku agresi yang dilakukan secara bebas dengan tujuan melukai orang lain secara penuh dan dilakukan secara berulang-ulang. Olweus (dalam Nofiza, 2012) juga berpendapat bahwa seorang anak menjadi korban bullying apabila ia diperlakukan secara negatif berulang-ulang oleh satu atau lebih pelaku dalam berbagai kesempatan.

Aspek-aspek Bullying menurut Olweus (dalam Nofiza, 2012), mengemukakan tiga aspek bullying antara lain yaitu :

a. Bersifat menyerang (agresif) dan negatif yaitu perilaku secara langsung (Direct bullying), misalnya penyerangan secara fisik dan perilaku secara tidak langsung (indirect bullying), misalnya pengucilan sosial.

b. Dilakukan secara berulang kali yaitu kadang-kadang biasanya tidak dianggap sebagai bullying, kecuali dia sangat serius. Misalnya kekerasan fisik atau ancaman kekerasan fisik yang membuat korban merasa tidak aman secara permanen.

c. Adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pihak yang terlibat ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying dan target (korban) bisa bersifat nyata maupun bersifat perasaan. Contoh yang bersifat real misalnya berupa ukuran badan, kekuatan fisik, gender (jenis kelamin), dan status sosial. Contoh bersifat perasaan, misalnya perasaan lebih superior dan kepandaian bicara atau pandai bersilat lidah.

Terdapat tujuh faktor yang menyebabkan terjadi perilaku bullying menurut Astuti (dalam Husaini, 2013):

a. Perbedaan kelas

Seringkali perbedaan kelas menjadi penyebab terjadinya bullying, sebagai contoh perbedaan kelas di sekolah, senior akan cenderung melakukan tindakan bullying kepada juniornya karena merasa berkuasa. Selain itu perbedaan kelas disini juga termasuk perbedaan gender, agama, ekonomi, etnisitas atau rasisme. Sebagai contoh perbedaan kelas ekonomi, seseorang yang berada pada ekonomi yang berbeda dengan tingkatan ekonomi mayoritas kelompoknya cenderung menjadi korban bullying.

b. Tradisi senioritas

Tradisi yang diwariskan oleh seniornya dahulu seringkali dijadikan alasan melakukan bullying, contohnya seperti kelas x tidak melewati kelas y, dan apabila dilanggar akan mendapatkan sanksi berupa pelanggaran teguran dan lain sebagainya, dan tradisi ini berlangsung terus menerus.

c. Senioritas

Penyebab senioritas ini datang dari diri siswanya sendiri dengan alasan menunjukan diri atau mencari popularitas, ajang balas dendam, atau menunjukan kekuasaan.

d. Keluarga yang tidak rukun

Masalah yang terjadi pada keluarga seperti perceraian orang tua, kurangnya komunikasi, ketidak harmonisan orang tua, masalah sosial ekonomi, dan lain-lain dapat menyebabkan perilaku billying.

e. Iklim sekolah yang tidak harmonis

Situasi sekolah yang sebagai lembaga pendidikan juga dapat menjadi penyebab perilaku bullying, sebagai contoh peraturan sekolah yang tidak ditegakkan, minimnya pengawasan dari guru, dan tidak layaknya bimbingan etika dari guru.

f. Karakter individu atau kelompok

Dendam, iri hati, adanya hasrat ingin mengusai, ingin mendapatkan popularitas dapat menjadi salah satu penyebab perilaku bullying.

g. Persepsi yang salah atas perilaku korban

(5)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

Korban sering merasa bahwa dirinya memang pantas di perlakukan seperti itu (di-bully), sehingga tidak ada usaha untuk menghentikan tindakan itu walaupun dilakukan berulang- ulang.

2.2 Regulasi Emosi

Regulasi emosi merupakan proses ekstrinsik dan intrisik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, memodifikasi reaksi emosi, dan secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan. Regulasi emosi meliputi perubahan dalam kualitas, intensitas, durasi dan latensi dari reaksi emosional dan ekspresi dalam proses adaptasi (Thompson dalam Arviyenna, 2015). Sedangkan menurut Greenberg (dalam Hartanti, 2014) bahwa regulasi emosi merupakan suatu proses individu dalam mengontrol, mengelola dan menyeimbangkan segala emosinya terutama emosi negatif sehingga dapat diunggapkan dengan tepat.

Menurut Reivich dan Shatte (dalam Ellisyani dan Setiawan, 2016), regulasi emosi merupakan kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Eisenberg (dalam, Hasanah, 2010) juga menjelaskan regulasi emosi adalah mencapai sesuatu melalui usaha mengatur perhatian meliputi mengubah gangguan dan memfokuskan perhatian dan menyadari situasi yang mengarah ke emosi dengan membangun pemikiran positif dengan baik melalui proses neuropsikologis.

Thompson (dalam Ellisyani dan Setiawan, 2016), membagi aspek-aspek regulasi emosi yang terdiri dari tiga macam, yaitu:

a. Kemampuan memonitor emosi (emotions monitoring) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi didalam dirinya, perasaannya, pikirannya dan latar belakang dari tindakannya.

b. Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya. Kemampuan untuk mengelola emosi khususnya emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan individu tidak dapat berfikir secara rasional.

c. Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu kemampuan individu untuk meruba emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya.

3. METODOLOGI

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala regulasi emosi dan skala perilaku bullying. S

kala perilaku bullying yang peneliti susun berdasarkan aspek-aspek perilaku bullying menurut Olweus (dalam Nofiza, 2012) yang terdiri dari

perilaku agresif yang negatif, perilaku agresif yang berulang kali, dan ketidakseimbangan power atau kekuasaan.

Sedangkan skala regulasi emosi yang peneliti susun berdasarkan aspek-aspek regulasi emosi menurut Thompson (dalam Ellisyani dan Setiawan, 2016) berupa kemampuan memonitor emosi, kemampuan mengevaluasi emosi, dan kemampuan memodifikasi emosi.

Subjek penelitian yang digunakan yaitu santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang yang berjumlah 38 orang.

Skala dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson, yang merupakan salah satu teknik untuk mencari derajat keeratan atau keterkaitan pengaruh antara variabel independen dengan variabel dependen (Azwar, 2013). Skala penelitian ini melewati bebagai tahap analisis, dengan menggunakan komputer program SPSS versi 21.0 for windows.

(6)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

4. HASIL DAN DISKUSI

Variabel regulasi emosi menunjukkan nilai signifikansi sebesar p = 0,877 dengan KSZ = 0,590, hasil tersebut menunjukan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran skala regulasi emosi terdistribusi secara normal, sedangkan untuk skala perilaku bullying sebesar p = 0,756 dengan KSZ = 0,673 hasil tersebut menunjukan bahwa nilai p>0,05, artinya sebaran skala perilaku bullying terdistribusi secara normal.

Nilai F didapatkan sebesar 31,889 dengan signifikansi sebesar p = 0,000 (p<0,05), artinya varians pada skala regulasi emosi dengan perilaku

bullying tergolong linier.

Hasil perhitungan uji korelasi Product Moment (Pearson) dengan bantuan SPSS 21,0 for windows dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1

Hasil Uji Korelasi Antara Skala Regulasi Emosi dengan Perilaku Bullying P (α) Nilai Korelasi ( r ) R square Kesimpulan

0,000 0.01 -0.655 0.430 sig (2-tailed) 0,000 < 0,01 level of significant (α), berarti hipotesis diterima.

Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh koefisien korelasi antara variabel regulasi emosi dan perilaku bullying yaitu sebesar r = -0,655 dengan taraf signifikansi p = 0,000. Hal ini menunjukkan adanya korelasi yang berarah negatif atau tidak searah antara kedua variabel tersebut, yang artinya jika regulasi emosi santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang baik, maka perilaku bullying akan rendah dan sebaliknya jika regulasi emosi santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang buruk, maka perilaku bullying cenderung akan tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil uji signifikansi dengan bantuan SPSS versi 21.0 for windows, didapatkan p = 0,000 < 0,01 level of significant (α), dimana menurut Nugroho (2005) hipotesis diterima, yang berarti terdapat hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dengan perilaku bullying pada santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang.

Hasil ini sesuai dengan pendapat Cowie dan Jennifer (dalam Puspitasari, 2015) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab kecenderungan perilaku bullying salah satunya adalah regulasi emosi yang buruk. Gross (dalam Ubaidillah, 2014) mengatakan bahwa regulasi emosi sebagai pemikiran atau perilaku yang dipengaruhi oleh emosi. Seseorang dengan kemampuan regulasi emosi yang baik dapat mengembangkan kemampuan dan membantu mereka dalam mengendalikan emosi.

Adanya kemampuan mengelola emosi yang baik dapat membantu seseorang dalam mengontrol dirinya untuk tidak terlibat dalam perilaku yang negatif terutama ketika sedang mengalami masalah dan tekanan. Ini berarti, kemampuan dalam meregulasi emosi mempengaruhi kemampuan seseorang dalam mengontrol dirinya sehingga dengan adanya kemampuan mengontrol diri yang baik dapat membuat seseorang mengarahkan perilakunya dengan baik dan terhindar dari praktik bullying (Mawardah dan Adiyanti, 2014).

Besar sumbangan variabel regulasi emosi terhadap variabel perilaku bullying dapat ditentukan dengan menggunakan rumus koefisien determinan. Koefisien determinan adalah kuadrat dari koefisien korelasi yang dikali dengan 100% (Nugroho, 2005). Berdasarkan rumus tersebut

didapatkan

besarnya sumbangan regulasi emosi terhadap perilaku bullying adalah sebesar 43

% , sedangkan

57% lagi dipengaruhi oleh faktor lain.

5. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengumpulan data dan analisis data yang dilakukan peneliti, maka dapat ditarik kesimpulan yang sekaligus merupakan jawaban dari tujuan penelitian. Berdasarkan hasil uji korelasi antara variabel regulasi emosi dan perilaku bullying didapatkan hasil bahwa terdapat

(7)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

hubungan negatif atau tidak searah antara variabel regulasi emosi dan perilaku bullying, artinya hipotesis diterima berarti semakin buruk regulasi emosi santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang, maka semakin tinggi perilaku bullying yang dimiliki oleh santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang begitu pula sebaliknya, semakin baik regulasi emosi santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang, maka semakin rendah perilaku bullying yang dimiliki oleh santri kelas XII SMA/MA Pesantren Terpadu Serambi Mekkah Padang Panjang tersebut. Sumbangan efektif dari variabel regulasi emosi terhadap perilaku bullying sebesar 43% dan 57% lagi ditentukan oleh sumbangan variabel lain.

Bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengadakan penelitian topik yang sama, diharapkan mempertimbangkan variabel-variabel lain yang lebih berkaitan dengan perilaku bullying santri pesantren agar dapat dikaitkan dengan variabel-variabel lain diantaranya yang berkaitan dengan faktor perbedaan kelas, tradisi senioritas, keluarga, iklim sosial yang tidak harmonis, karakter individu atau kelompok, Persepsi yang salah atas perilaku korban.

Referensi

[1] Arviyenna, Sandra. 2015. Hubungan Antara Parent Attachment Dengan Regulasi Emosi Remaja Di SMA N 5 Surakarta. Skripsi Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga.

[2] Azwar, Saifudin . 2013. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

[3] Basyirudin, Farkhan. 2010.Hubungan Antara Penalaran Moral Dengan Perilaku Bullying Para Santri Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Assa’adah Serangan Banten. Skripsi. Universitas Islam Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta.

[4] Nugroho, Bhuono Agung. 2005. Strategi Jitu Memilih Statistik Penelitian dengan SPSS. Edisi 1.

Yogyakarta: Andi Offset

[5] Carima, Farah. 2017. Perilaku Bullying Pada Remaja Ditinjau Dari Pola Asuh Otoriter Orang Tua Dan Jenis Kelamin. Naskah Publikasi. Universitas Muhamadiyah Surakarta

[6] Ellisyani, Nanda Diti & Setiawan, Kiki Cahaya. 2016. Regulasi Emosi Pada Korban Bullying Di SMA Muhamadiyah 2 Palembang. Jurnal Psikologi Islami .Vol. 2 No. 1.

[7] Hartanti, Titi Tian. 2015. Dinamika Regulasi Emosi Pada Pasien Hipertensi. Skripsi Universitas Islam Sunan Kalijaga Yogyakarta.

[8] Hasanah, Dwi Nur. 2010. Hubungan Antara Self Efficiacy Dan Regulasi Emosi Dengan Kenakalan Remaja Pada Siswa SMP N 7 Klaten. Skripsi. Universitas Sebelas Maret Surakarta

[9] Hernalinda, Deswita & Elvi Oktarina. 2017. Hubungan Karekteristik Remaja Dengan Perilaku Bullying Pada Siswa SMP Di Kota Padang. Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal Of Nursing), Volume 12, No. 1 Maret 2017

[10] Husaini, Ari Nur. 2013. Hubungan Antara Persepsi Jenis Pola Asuh Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Siswa Di SMA Triguna Utama Ciputat. Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

[11] Mawardah, Mutia & M G Adiyanti. 2014. Regulasi Emosi Dan Kelompok Teman Sebaya Pelaku Cyberbullying. Jurnal Psikologi Vol. 41 No. 1, Juni 2014: 60-73

[12] Nofiza, Yona. 2012. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Di SMK N 5 Padang. Skripsi. Universitas Negeri Padang.

[13] Panie, Agustyana Murniary. 2015. Hubungan Antara Empati Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada SMA N 1 Kupang Timur. Skripsi .Universitas Satya Wacana Salatiga

[14] Puspitasari, Izza Fahmi. 2015. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Remaja. Naskah Publikasi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

[15] Rahmawati, Silvia.2016. Hubungan Antara Kecemasan Perpisahan Dengan Orang Tua Terhadap Risiko Perilaku Bullying Santri Di Pesantren Assanusi Cirebon. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

(8)

Copyright©2018 by LPPM UPI YPTK Padang

[16] Silaen, Anastasia Christie & Dewi, Kartika Sari. 2015. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dengan Asertivitas(Studi Korelasi Pada Siswa Di SMA N 9 Semarang). Jurnal. Volume 4 (2), 175-181

[17] Ubaidillah. 2014. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Pengambilan Keputusan Dalam Melakukan Transaksi Di Pasar Valuta Asing Pada Trader. Skripsi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogykarta.

[18] Umasugi, Siti Chairani. 2013. Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Religiusitas Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Remaja. Jurnal Psikologi. Vol. 2 No. 1.

[19] Zuhriy, M Syaifuddien. 2011. Budaya Pesantren Dan Pendidikan Karakkter Pada Pondok Pesantren Salaf. Jurnal .Volume 19, No 2.

Referensi

Dokumen terkait

Investigation of Natural Dyes Occurring in Historical Coptic Textiles by High-Performance Liquid Chromatography with UV-vis and Mass Spectrometric Detection. HPLC and

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Bti dapat tumbuh pada media air cucian beras Mekongga dan mengetahui patogenitasnya terhadap larva Ae.aegypti

Kejadian, pelaku ditemukan langsung oleh petugas kepolisian polres bone saat melakukan operasi cipta kondisi sedang membawa, memiliki, menyimpan dan menguasai

I (and my co-authors) here by assign and transfer to VEKTORA – Journal of Vector Borne and Reservoir Diseases all rights of copyright ownership and permission to the article,

With some samples a second contaminant maximum (CN, Ca, NaCl and KCl) was observed at the interface between the bulk metal and surface gild layer and possibly originated from

Dari Kode Sumber 2.2 dapat dilihat terdapat sebuah sprite yang disebut agent. Objeknya merupakan gambar yang diambil sesuai dengan nama yang

Analisis R/C rasio juga digunakan dalam penelitian ini, untuk mengetahui besar penerimaan yang diperoleh peternak dari setiap biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan

khawahrkan secara hukum r:rkait dengan tidaK aoa_ nya Sekda defrniLil Karena menurutnya, berdasarkan. SK Gubemur yang s!dah drte.manya, pejabat