• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka Sirih merah Menurut Sudewo (2010), sirih merah (Piper crocatum) memiliki klasifikasi ilmiah sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka Sirih merah Menurut Sudewo (2010), sirih merah (Piper crocatum) memiliki klasifikasi ilmiah sebagai"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Telaah Pustaka

2.1.1 Sirih merah

Menurut Sudewo (2010), sirih merah (Piper crocatum) memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Famili : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper crocatum

Daun sirih merah berwarna hijau dengan corak putih keabu-abuan dan semburat merah muda di bagian atas (Gambar 1), dan berwarna merah hati cerah di bagian bawah (Gambar 2). Bentuknya seperti jantung hati dengan ujung meruncing, permukaan mengkilat dan tidak merata, tepi rata, tidak berbulu, panjang sekitar 15- 20 cm, terasa pahit, beraroma lebih wangi dari sirih hijau, dan mengeluarkan lendir bila disobek. Batangnya berwarna hijau agak kemerahan dengan permukaan kulit berkerut, bersulur dan beruas dengan jarak buku 5-10 cm. Bakal akar tumbuh di setiap buku batang (Sudewo, 2010).

Sirih merah tersebar di daerah Sulawesi, Yogyakarta, Papua, Jawa, Kalimantan. Sirih merah tumbuh subur pada daerah yang dingin, teduh, dan tidak banyak terkena cahaya matahari (60-75%) dengan ketinggian 300-1000 meter (Sudewo, 2010). Apabila terkena cahaya matahari langsung secara terus-menerus batang menjadi cepat kering, warna merah daun memudar, bahkan dapat menyebabkan corak keperakan di permukaan daun hilang. Padahal kemungkinan khasiat sirih merah terletak pada senyawa kimia yang terkandung dalam warna merah daun (Manoi, 2007).

(2)

6

Gambar 1. Daun sirih merah dilihat Gambar 2. Daun sirih merah dilihat

dari bagian atas dari bagian bawah

(Mardiana, 2012) (Mardiana,2012)

Awalnya sirih merah dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan dari pengalaman secara turun temurun. Di Jawa, terutama di Keraton Yogyakarta, tanaman sirih merah telah dikonsumsi sejak dahulu untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit, bahkan sirih merah merupakan salah satu bagian penting dalam upacara adat ngadi saliro. Berdasarkan pengalaman Suku Jawa, tanaman sirih merah bermanfaat menyembuhkan ambeien, keputihan, dan obat kumur (Mardiana, 2012). Menurut Sudewo (2010), sirih merah dapat digunakan untuk mengobati diabetes melitus, maag, tekanan darah tinggi, asam urat, batu ginjal, dan ambeien.

Air rebusan daun sirih merah dengan dosis 20 g/kg berat badan dapat berfungsi sebagai antihiperglikemia (Safithri dan Fahma, 2005), memiliki potensi sebagai hepatoprotektor (Windyagiri, 2006), mempunyai aktivitas antioksidasi dalam menghambat oksidasi asam lemak (Alfarabi, 2008). Selain itu ekstrak etanol 70%

daun sirih merah memiliki aktivitas sebagai antidiabetogenik (Alfarabi, 2010).

Secara fitokimia sirih merah mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, dan saponin. Alkaloid dan flavonoid dapat menurunkan kadar glukosa darah, berperan

(3)

7

sebagai antioksidan, antikanker, antiseptik dan antiinflamasi (Mardiana, 2012), serta memiliki efek diuretik dengan meningkatkan volume urin (Saravanan et al., 2010). Selain itu flavonoid dapat melarutkan kalsium pada batu ginjal (Effendi dan Wardatun, 2012). Tanin dan saponin dapat berfungsi sebagai antimikroba untuk bakteri dan virus (Mardiana, 2012).

Flavonoid dapat meningkatkan volume urin dengan cara meningkatkan laju kecepatan glomerulus (Jouad, 2001). Selain itu flavonoid dapat menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl- sehingga menyebabkan peningkatan Na+ dan air dalam tubulus. Dengan demikian, terjadi peningkatan volume air dalam tubulus dan terjadi peningkatan volume urin. Sedangkan alkaloid bekerja langsung pada tubulus dengan cara meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl-. Dengan meningkatnya ekskresi Na+ juga akan meningkatkan ekskresi air dan menyebabkan volume urin bertambah (Nessa, et al., 2013).

2.1.2 Fisiologi ginjal

Ginjal merupakan organ utama dalam sistem perkemihan yang memiliki berbagai fungsi dalam homeostasis tubuh. Fungsi ginjal diantaranya adalah mengekskresikan produk sampah metabolik (urea, kreatinin, asam urat, produk akhir pemecahan hemoglobin seperti bilirubin, dan metabolit dari berbagai hormon) dan bahan kimia yang tidak dikenal oleh tubuh; meregulasi keseimbangan cairan dan elektrolit; meregulasi tekanan arteri dengan mengekskresikan natrium dan air (long-term regulation) atau bahan vasoaktif seperti renin (short-term regulation);

meregulasi keseimbangan asam basa; meregulasi produksi eritrosit dengan mensekresikan eritropoietin; meregulasi produksi bentuk aktif vitamin D, 1,25- dihidroksivitamin D3 (kalsitriol), yang berperan dalam deposisi kalsium di tulang dan reabsorpsi kalsium di saluran pencernaan; dan mensintesis glukosa dari asam amino atau prekursor lain, yang disebut sebagai proses glukoneogenesis (Guyton dan Hall, 2006).

Ginjal terletak retroperitoneal tepatnya di antara vertebra thorakalis terakhir dan vertebra lumbalis ketiga, tempat dimana ginjal dilindungi secara parsial oleh costa 10 dan 12. Ginjal sebelah kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal

(4)

8

sebelah kiri karena adanya hepar yang terletak superior dari ginjal kanan (Tortora dan Derrickson, 2009).

Ginjal dilindungi oleh tiga lapis jaringan yaitu kapsula renalis, kapsula adiposa, dan fasia renalis. Kapsula renalis terletak paling dalam, tersusun dari jaringan ikat padat iregular, berfungsi sebagai barier terhadap trauma dan membantu mempertahankan bentuk ginjal. Kapsula adiposa terletak di tengah, terdiri dari jaringan lemak yang mengelilingi kapsula renalis, yang juga berfungsi melindungi ginjal dari trauma. Fasia renalis terdiri dari jaringan ikat padat iregular yang melekatkan ginjal pada struktur disekitarnya dan dinding abdomen (Tortora dan Derrickson, 2009).

Jika dibagi menjadi dua bagian, dapat terlihat dua daerah utama pada ginjal yaitu korteks di bagian luar dan medula di bagian dalam. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa massa jaringan berbentuk kerucut yang disebut sebagai piramida ginjal (Guyton dan Hall, 2006).

Nefron merupakan unit fungsional ginjal. Setiap ginjal memiliki kurang lebih satu juta unit nefron. Akan tetapi ginjal tidak dapat membentuk nefron baru, sehingga jumlahnya akan berkurang apabila terjadi trauma, penyakit, atau proses penuaan yang normal pada ginjal (Guyton dan Hall, 2006).

Setiap nefron terdiri dari glomerulus (Gambar 3) dan tubulus (Gambar 4).

Glomerulus tersusun dari kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis.

Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel-sel epitel dan keseluruhan glomerulus dibungkus oleh kapsula Bowman. Cairan yang difiltrasi dari kapiler glomerulus mengalir ke dalam kapsula Bowman dan kemudian masuk ke dalam tubulus kontortus proksimal, yang terletak di dalam korteks ginjal. Selanjutnya cairan akan mengalir menuju ansa Henle, tubulus kontortus distal, dan tubulus colligens (Guyton dan Hall, 2006).

Kapsula Bowman terdiri dari lapisan viseral dan parietal. Lapisan parietal yang membentuk permukaan luar terdiri dari sel epitel simpleks skuamosum.

Sementara lapisan viseral yang membentuk bagian dalam tersusun dari sel epitel simpleks skuamosum termodifikasi yang disebut sebagai podosit. Di antara kedua

(5)

9

lapisan tersebut terdapat ruang kapsular untuk menampung cairan yang difiltrasi melalui dinding kapiler dan lapisan viseral (Junqueira, 2009).

Gambar 3. Glomerulus normal (Tortora Gambar 4. Tubulus normal (Kuehnel,

dan Derrickson, 2009) 2003)

Tubulus kontortus proksimal terdiri dari sel epitel simpleks kuboid. Pada apeksnya terdapat brush border untuk reabsorpsi. Ansa Henle merupakan struktur berbentuk U dengan segmen desendens dan segmen asendens, keduanya terdiri dari epitel simpleks kuboid di dekat korteks, tetapi berupa epitel skuamosa di dalam medula. Tubulus kontortus distal yang berkelok-kelok terdiri dari epitel simpleks kuboid dengan ukuran lebih kecil dari sel kuboid tubulus kontortus proksimal dan tidak memiliki brush border. Tubulus colligens dilapisi oleh epitel kuboid yang terdiri dari epitheliocytus principalis atau principal cell dan epitheliocytus intercalatus atau intercalated cell (Junqueira, 2009).

2.1.3 Patologi Ginjal

Dari sudut pandang patologi toksikologi, elemen penting dari respon toksik ginjal terdapat pada subunit nefron (glomerulus, tubulus kontortus proksimal, ansa Henle, tubulus kontortus distal) dan tubulus colligens, interstitium, dan aparatus jukstaglomerulus. Bila memungkinkan, respon toksik ginjal diklasifikasikan dari struktur dasar dan lokasi topografi. Perubahan glomerulus dapat digambarkan secara difus apabila mengenai seluruh glomerulus, atau fokal/multifokal ketika mengenai sebagian. Pada setiap glomelurus, perubahan dapat global bila mengenai seluruh korpuskulum, atau segmental bila mengenai sebagian berkas intraglomerular. Demikian pula, perubahan tubulus ginjal dapat diklasifikasikan sebagai difus, fokal/mutifokal, atau soliter. Lesi dapat segmental

(6)

10

jika mengikuti distribusi radial nefron, atau zonal jika dibatasi ke zona tertentu (Hard, et al., 1999).

Cedera ginjal terkait xenobiotik biasanya tergantung pada konsentrasi selektif yang tidak beracun pada nefron sebagai hasil fungsi fisiologis normal organ. Ginjal juga memiliki kapasitas enzimatik untuk memetabolisme beberapa xenobiotik menjadi intermediat reaktif. Manifestasi dan pola akibat cedera ginjal tergantung pada rangsangan xenobiotik dan cara aksinya. Meskipun perubahan degeneratif atau kematian sel dapat mempengaruhi setiap bagian nefron atau saluran, yang utama dipertimbangkan dalam patologi toksikologi ginjal adalah kecenderungan nefron sebagai unit untuk merespon cedera, bukan hanya di lokasi cedera (Hard, et al., 1999).

Perubahan patologi yang dapat terjadi diantaranya adalah perubahan degeneratif (vakuolisasi, amiloidosis, glomeruloslerosis), kematian sel (kematian sel tunggal, nekrosis tubulus, papillary necrosis), perubahan inflamatorik (glomerulonefritis, pielonefritis, nefritis interstitial, fibrosis, mikroabses), serta perubahan vaskular (infark), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5, 6, 7, dan 8 (Hard, et al., 1999).

Gambar 5. Vakuolisasi (Hard, et al., Gambar 6. Nekrosis tubulus (Hard,

1999) et al., 1999)

(7)

11

Gambar 7. Pielonefritis (Hard, et al., Gambar 8. Infark akut (Hard, et al.,

1999 ) 1999)

2.2 Kerangka Teori

Daun sirih merah (Piper crocatum)

Flavonoid Alkaloid Tanin & Saponin

 ↑ GFR

 ↓ reabsorpsi Na+ & Cl-

↑ ekskresi Na+ & Cl- Antimikroba

 Aktivitas hipoglikemik

 Antineoplastik

 Menurunkan tekanan darah

 Melarutkan

kalsium batu ginjal

Diuretik

 Aktivitas hipoglikemik

 Antineoplastik

 Menurunkan tekanan darah

(8)

12

2.3 Kerangka Konsep Penelitian

2.4 Hipotesis

Tidak terdapat perbedaan gambaran histopatologi ginjal mencit strain DDY yang terpapar dan tidak terpapar ekstrak etanol daun sirih merah (Piper crocatum) selama 90 hari.

Ekstrak etanol daun sirih merah (Piper

crocatum)

Gambaran histopatologi ginjal

Tanin, saponin, flavonoid, alkaloid

Referensi

Dokumen terkait

Pada siklus I nilai rata-rata yang diperoleh dari sikap guru berdiskusi melalui supervise akademik adalah 79,38 kategori “cukup”,sedangkan pada siklus II nilai

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa petugas kurang memahami apa yang diinginkan oleh pasien JAMKESMAS di Puskesmas

Berdasarkan hasil pengujian terhadap hipotesis yang diajukan di atas dengan menggunakan analisis regresi, baik secara bersama-sama (simultan) maupun secara parsial

cara perancangan bangunan baru dengan mengenali dan memilih pola - pola/tema - tema yang khas dan bentuk bangunan lama yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan dapat

Hal in berarti bahwa terbukti terdapat pengaruh yang positif dan signifikan dari variabel kemandirian usaha dan Kualitas Pelayanan secara bersama-sama atau simultan

Dalam praktik, diskon kuantitas sering tidak terbentuk potongan tunai, melainkan tambahan unit yang diterima untuk jumlah pembayaran yang sama (bonus atau free

Koordinasi dalam penertiban PSK yang menjajakan diri dikawasan bukan lokalisasi di Kota Samarinda, dilakukan berdasarkan pada Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002

energi, dan atau komponen lain kedalam lingkungan, atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas lingkungan turun