Indah Susanti
Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer – LAPAN indahpl@gmail.com
P
erubahan iklim pada saat ini masih menjadi masalah yang harus terus dikaji solusinya.Peningkatan suhu terus terjadi, dan diperkirakan hingga akhir abad ini, suhu rata-rata global dapat bertambah 2.6-4.8 ˚C (IPCC, 2013). Berdasarkan Copenhagen Accord dalam rangkaian kegiatan Conference of the Parties 15 (COP15) United Nation Convention on Climate Change (UNFCCC) di Copenhagen pada bulan Desember 2009, disepakati bahwa di sini dibutuhkan upaya mitigasi global (global coherent mitigation actions) untuk membatasi peningkatan suhu global tahun 2050 di bawah 2 ˚C terhadap suhu global pra-industri.
Telah diakui oleh banyak ilmuwan bahwa peningkatan suhu global yang terjadi disebabkan adanya peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, dan karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca utama yang berkontribusi pada peningkatan suhu global tersebut. Dalam kurun antara tahun 1750 hingga 2005, karbon dioksida atmosfer meningkat dari sekitar 280 ppm menjadi 379 pmm dengan kecepatan peningkatan 1,9 ppm/tahun.
Dengan demikian, untuk dapat menekan peningkatan suhu global, perlu ada upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca pada tingkat global, dengan melibatkan banyak negara.
EMISI, KONSENTRASI, DAN ROSOT
KARBON DIOKSIDA DI INDONESIA
SEKTOR UNILATERAL (26%)
MULTILATERAL (41%)
Hutan dan Gambut 672 1.039
Pertanian 8 11
Energi & Transportasi 38 56
Industri 1 5
Pengelolaan Limbah 48 78
TOTAL 767 1.189
Tabel 1. Target penurunan emisi (juta ton CO2e) RAN GRK
Sumber : Laporan Pelaksanaan PErpres 61/2011 tentang RAN Pernurunan Emisi GRK 2015, Kementerian PPN/Bappenas 2016.
*OBIT = One Billion Indonesia Trees.
Kondisi lingkungan di Indonesia tidak dapat lepas dari kondisi dunia. Oleh karena itu, Indonesia turut menyepakati perlunya upaya penurunan emisi gas rumah kaca, dan Pemerintah Indonesia secara sukarela bersedia menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 26 % (0,767 Gton) pada tahun 2020 atau sebesar 41 % (1,189 Gton jika mendapat pendanaan dari pihak luar, atau 29 % pada tahun 2030 dengan asumsi pertumbuhan ekonomi 5,7
% per tahun. Komitmen ini selanjutnya dituangkan
dalam Rencana Aksi Nasional (RAN) GRK yang diprakarsai oleh Bappenas dan telah ditandatan- gani oleh Presiden Republik Indonesia , Susilo Bambang Yudhoyono, melalui Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Na- sional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca dan Tabel 2 dapat terlihat bahwa jumlah penurunan emisi dari Program RAN GRK 2010-2015 adalah 273,818/767,00 atau 35,70 % (belum termasuk dari Kementrian Kehutanan).
Tabel 2. Pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca (juta ton CO2e) berbasis Program RAN GRK 2010-2015
Kemente- rian
2010 2011 2012 2013 2014 2016 Total
LHK - - - -
OBIT * 21 34 42,5 - - - 97,5
Pertanian 11,458 12,955 13,596 13,260 17,480 68,749
ESDM 5,885 8,468 12,492 15,597 23,386 66,828
Perhubun- gan
0,533 1,863 2,914 4,081 4,555 7,603 21,549
Perindus- trian
- 0,359 2,498 0,976 1,215 2,214 7,262
PUPR 0.534 0,707 1,633 2,765 3,240 3,550 12,429
Total 39,41 58,352 76,133 36,679 49,877 13,367 273,818
Sumber : Laporan Pelaksanaan PErpres 61/2011 tentang RAN Pernurunan Emisi GRK 2015, Kementerian PPN/Bappenas 2016.
*OBIT = One Billion Indonesia Trees.
Keberhasilan upaya Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, tidak serta merta diikuti dengan penurunan gas karbon dioksida di atmosfer.
Berdasarkan data sensor Atmospheric Infrared Sounder (AIRS) satelit Aqua dengan resolusi temporal bulanan, konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer terus mengalami peningkatan. Hal ini dapat terlihat pada Gambar 1 yang menunjukkan
perubahan konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer dari Januari 2003 sampai Februari 2017, yang mana dalam periode tersebut terus mengalami peningkatan dengan persamaan regresi Y = 0,175x + 373,37. Itu artinya bahwa, dalam periode tersebut, terjadi peningkatan rata-rata gas karbon dioksida 0,175 ppm/bulannya.
Untuk melihat pengaruh
penurunan emisi gas rumah kaca terhadap konsentrasi gas karbon dioksida di atmosfer, maka dibuat perbandingan tingkat perubahan konsentrasi gas karbon dioksida antara sebelum program (2002- 2009) dan setelah program dimulai (2010-2017) yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pada Gambar 2 dapat terlihat bahwa tingkat perubahan konsentrasi gas rumah kaca setelah dimulai program RAN GRK, justru lebih tinggi dibandingkan dengan sebelum dijalankan program RAN-GRK. Hasil analisis berdasarkan Bank Data Gas Rumah Kaca Dunia (WDCGG) pun memperlihatkan bahwa CO2 global rata-rata tahunan telah mengalami kenaikan secara terus menerus dari tahun 1985 hingga 2016. Pada tahun 2016 telah mencapai 403,3 ppm yang berarti mengalami kenaikan 3,3 ppm terhadap tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan masa pra industri yang waktu itu sebesar 278 ppm, maka saat ini telah mencapai kenaikan 45 %.
Gambar 1. Konsentrasi gas karbon dioksida atmosfer dari Januari 2003 sampai Feb 2017, berdasarkan data Atmo- spheric Infrared Sounder (AIRS) satelit Aqua
Gambar 2. Perbandingan tingkat perubahan konsentrasi gas karbon dioksida antara sebelum program (2002-2009) dan setelah program dimulai (2010-2017).Sumber : Hasil olahan data AIRS, 2018
Dalam hal ini, tidak berarti bahwa pro- gram yang telah dijalankan adalah hal yang sia-sia dan tidak memberi kontribu- si apapun terhadap lingkungan. Persoa- lannya adalah terdapat mekanisme lain yang menyebabkan kinerja penurunan emisi tidak terlihat nyata. Pada dasarnya, dinamika suatu gas di atmosfer sangat tergantung pada dinamika sumber dan rosotnya. Demikian pula naik turunnya gas karbon dioksida di atmosfer san- gat tergantung pada sumbernya seperti emisi kendaraan, respirasi mahluk hidup, kebakaran dan sebagainya; dan juga ter- gantung pada besarnya penyerapan gas karbon dioksida oleh rosot (sink) , baik yang ada di daratan maupun di lautan (Gambar 3).
Gambar 3. Perbandingan tingkat perubahan konsentrasi gas karbon dioksida antara sebelum program (2002-2009) dan setelah program dimulai (2010-2017)
Gambar 3. Siklus karbon secara umum. Sumber : openstax.org
Keberadaan rosot karbon dioksida sangat penting untuk keseimbangan alam. Pada Gambar 4 terlihat bahwa emisi yang terjadi dari tahun 1750 sampai 2012 pada dasarnya telah memberikan kontribusi pada penambahan konsentrasi gas karbon dioksida sebesar 257 ppm, sehingga menjadi 537 ppm. Tapi pada kenyataannya, konsentrasi karbon dioksida di atmosfer pada tahun 2012 hanya sekitar 393 ppm. Hal ini karena adanya proses penyerapan karbon dioksida oleh alam sebesar 144 ppm:
68 ppm oleh rosot yang ada di daratan, dan 76 ppm oleh rosot yang ada di lautan. Dari angka ini dapat diketahui bahwa lautan memiliki peran yang besar dalam penyerapan gas karbon dioksida di atmosfer. Jika upaya penurunan emisi GRK tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi penurunan konsentrasi GRK di atmosfer, terdapat kemungkinan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya penurunan kemampuan daratan dan lautan dalam menyerap karbon dioksida atmosfer.
“
Keberadaan rosot karbon dioksida sangat penting
untuk keseimbangan
alam
Secara sekilas, untuk mengetahui kemampuan daratan dan lautan dalam menyerap karbon dioksida atmosfer, dapat dilakukan
berdasarkan kelimpahannya.
Untuk lautan, kita dapat menggunakan jumlah klorofil di yang ada di lautan sebagai komponen utama dalam proses penyerapan karbon dioksida atmosfer. Sedangkan untuk daratan, dapat menggunakan data berapa penambahan jumlah karbon dalam biomassa yang menunjukkan jumlah karbon atmosfer yang terserap, dan indikasikan oleh nilai produksi primer bersih atau net primary production (NPP). Data dari Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) menunjukkan bahwa klorofil di lautan (Gambar 5) dan NPP di daratan di wilayah Indonesia (Gambar 6) mengalami penurunan yang cukup signifikan. Dengan demikian, kebijakan penanganan perubahan iklim dari sisi penurunan emisi gas rumah kaca, sebaiknya didukung juga oleh kebijakan teknis yang dapat meningkatkan kemampuan penyerapan GRK, baik yang ada di daratan maupun di lautan. Dalam hal ini, berbagai penelitian perlu dilakukan untuk dapat mengetahui langkah apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan jumlah rosot GRK beserta kemampuannya dalam menyerap dan menyimpan karbon.
Gambar 4. Komposisi emisi dan konsentrasi gas karbon dioksida atmoser. Emisi karbon dioksida dari berbagai sektor sebesar 257 ppm dari 1750 sampai 2012, sebagian diserap oleh rosot karbon yang ada di lautan dan di daratan. Sumber : shrinkthatfootprint.com
Gambar 5. Perbandingan jumlah klorofil dan delta (perubahan) konsentrasi karbon dioksida atmosfer
Gambar 6. Perbandingan nilai NPP dan delta (perubahan) konsentrasi karbon dioksida atmosfer