• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONFLIK TOKOH SI UMBUT MUDA DALAM NOVEL SI UMBUT MUDA KARYA TULIS SUTAN SATI (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KONFLIK TOKOH SI UMBUT MUDA DALAM NOVEL SI UMBUT MUDA KARYA TULIS SUTAN SATI (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

49

KONFLIK TOKOH SI UMBUT MUDA

DALAM NOVEL SI UMBUT MUDA KARYA TULIS SUTAN SATI (KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA)

CONFLICTFIGURE Si UMBUT MUDA

IN Si UMBUT MUDA NOVEL SATI SUTAN SATI CREATION (LITERATURE PSYCHOLOGICAL STUDY)

Delfianto

Ahlussunnah Bukittinggi Email : delfianto745@gmail.com

ABSTRAK

Karya sastra sebagai salah satu bentuk hasil daya kreatif seseorang pengarang memberikan pemahaman kepada pembaca betapa banyaknya konflik dalam kehidupan seseorang. Karya sastra sebagai cerminan kehidupan masyarakat memberikan isyarat kepada pembaca bahwa banyak pengalaman yang berharga dalam kehidupan ini. Sastra juga mengungkap hubungan sosial dan bagaimana berhubungan dengan lingkungan sosial tersebut. Sebuah novel menceritakan tentang peristiwa hidup seseorang di masanya dengan penuh konflik. Novel karya tulis Sutan Sati ini menggambarkan tentang bagaimana hubungan seseorang dengan kehidupan sosial di sekelilingnya. Penghinaan yang dilakukan oleh Putri Gelang Banyak kepada Umbut Muda dan Ibunya, sehingga menimbulkan konflik di antara mereka. Tujuan penelitian mengungkapkan gambaran konflik tokoh dalam novel si Umbut Muda karya Tulis Sutan Sati. Jenis penelitian ini adalah sastra dengan menggunakan metode hermeneutika dengan menggunakan kajian psikologi sastra. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks yang memuat konflik tokoh yang ada dalam novel si Umbut Muda karya Tulis Sutan Sati. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah membaca, memahami, menandai, mengkasifikasikan data dan penyajiannya dalam bentuk tabel berdasarkan permasalahan yang diteliti. Hasil penelitian ini mengungkapkan terdapat konflik pada diri tokoh utama yakni Si Umbut Muda dalam hidupnya.

Kata kunci: tokoh konflik; studi psikologi sastra; novel

ABSTRACT

Literary work as a form of creative work of an author gives an understanding to everyone. Literary works as a reflection of people's lives provide references to the readers.

Literature also reveals social relations and their relation to the social environment. A novel that tells about the events of a person's life in his time and full of conflict. This novel written by Sutan Sati discusses a person's relationship with the social life around him. The humiliation carried out by Putri Gelang much to Umbut Muda and his mother, causing conflict between them. The purpose of the study revealed a picture of the character's conflict in the novel, Umbut Muda, written by Sutan Sati. This type of research is literature using the hermeneutic method using the study of literary psychology. The data used in this study are texts that contain information about the characters in the novel Umbut Muda, written by Sutan Sati. Data collection techniques used are reading, discussing, storing, classifying data and presenting it in tabular form according to the debates collected. The results of this study revealed the conflict between the main character, Si Umbut Muda, in the discussion.

Key Word: Conflict Figure; Literature Psychological Study; Novel

(2)

50 PENDAHULUAN

Sastra merupakan hasil daya kreatif seorang dalam menampilkan ide gagasannya.

sastra juga merupakan cerminan kehidupan sehari-hari. Cerita yang diangkatkan penulis dalam karya sastra biasanya berupa pengalaman dan dibumbui dengan imajinasi. Karya sastra memberi manfaat yang besar bagi kehidupan manusia. Sastra lahir ditengah kehidupan masyarakat dan dapat memberikan manfaat secara langsung pada masyarakat itu.

Sastra merupakan refleksi yang bersumber dari masyarakat, sehingga ada ikatan yang kuat antara karya cipta pengarang dalam kehidupan.

Menurut Semi (1984:2) “Sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objektifnya adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai mediumnya”. Sebagai seni kreatif yang menggunakan manusia dan segala macam segi kehidupannya maka ia tidak saja merupakan suatu media untuk menyampaika ide, teori, dan sistem berfikir, tetapi juga merupakan media untuk menampung ide, teori, atau sistem berfikir manusia.

Selanjutnya dengan Harjana (1991:10) pengertian sastra yaitu, Sastra adalah pengungkapan baku dari apa yang telah disaksikan orang dalam kehidupan, apa yang telah dialami orang tentang kehidupan, apa yang telah dipermenungkan, dan dirasakan orang dari segi yang paling menarik. Lain halnya dengan Zaidan (2007:180) Sastra merupakan tulisan dalam arti luas. Umumnya sastra berupa teks rekaan, baik puisi maupun prosa yang nilainya tergantung pada kedalaman pikiran dan ekspresi jiwa”. Dengan adanya sastra maka seseorang dapat menyampaikan ide yang dia pikirkan kedalam sebuah karya. Serta karya yang diciptakan itu dapat dinikmati oleh pembaca karya sastra.

Sebuah hasil dari karya sasrta adalah novel. Menurut Zaidan (2007:136) Novel merupakan jenis prosa yang mengandung unsur tokoh, alur, latar rekaan, yang menggelarkan kehidupan manusia atas dasar sudut pandang pengarang dan mengandung nilai hidup. Diolah dengan teknik lisahan dan ragaan yang menjadi dasar konvensi penulisan. Lain halnya dengan Suyitno (2009:35) Novel adalah karya sastra yang datang kemudian dari bentuk karya sastra lainnya seperti puisi dan drama”. Novel juga merupakan karya yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusian yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus. Dengan penyajian yang itu membuat pembaca tertarik dan bisa masuk ke dunia cerita yang disampaikan oleh pengarang karya sastra tersebut.

Berbagai macam bentuk permasalahan yang dimunculkan oleh pengarang dalam ceritanya. Sebuah novel menceritakan tentang kehidupan tokoh dengan berbagai permasalahannya. Dalam novel selain cerita atau alurnya yang manarik pembaca, juga konflik yang diceritakan pada setiap tokoh yang menjadi pemain dalam cerita itu. Konflik dapat dibagi dalam bebarapa bentuk. Ada konflik internal dan konflik eksternal. Menurut Nurgiantoro (1994:124) Konflik internal (konflik kejiwaan) adalah konflik yang terjadi dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita. Jadi, ia merupakan merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri, ia merupakan masal interen manusia. Misalnya, hal itu terjadi akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan yang berbeda, harapan atau masalah-masalah lainnya. Selanjutnya Nurgiantoro (1994:124) mengatakan Konflik eksternal adalah konflik yang terjadi antara seorang tokoh dengan sesuatu yang di luar dirinya, mungkin dengan lingkungan alam mungkin lingkungan manusia.

Konflik ini terjadi tentu pada tokoh atau pelaku dalam cerita. Sementara itu, Menurut Zaidan (2007:206) “Tokoh merupakan orang yang memainkan peran dalam karya sastra serta watak dan sifat tokoh itu terlihat dalam lakuan fisik (tindakan dan ujaran) dan lakuan rohani (renungan atau pikiran)”. Dikenal juga dengan tokohan yang biasanya diterapkan pada kecendrungan utama karya sastra.

(3)

51 Begitu juga pendapat Atmazaki (2007:102) “Karakter/tokoh adalah orang yang dilengkapi dengan kualitas moral dan watak yang diungkapkan oleh apa yang dikatakanya- dialog- dan apa yang dilakukannya – tindakan”. Tokoh merupakan komponen penting dalam sebuah cerita. Apabila tokoh tidak ada sulit menggolongkan karya tersebut ke dalam karya sastra naratif karena terjadinya plot, karena itu akibat dari tindakan tokoh-tokoh.

Tokoh tidak mesti selalu manusia, Binatang dan tumbuhanpun bisa dijadikan tokoh.

Menurut Endraswara (2008:96) “Psikologi sastra adalah yang memandang karya sastra sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa dan karya dalam berkarya”. Begitu pula pembaca, dalam menanggapi karya juga tak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Bahkan sebagaiman sosiologi releksi, psikologi sastra yang mengenal karya sastra sebagai pantulan kejiwaan. Pengarang akan menangkap gejala jiwa kemudian diolah ke dalam teks dan dilengkapi dengan kejiwaannya. Proyeksi pengalaman sendiri, akan terproyeksi secara imajiner kedalam teks sastra.

Lain halnya menurut Ratna (2012:343) tujuan psikologi sastra adalah memahami aspek-aspek kejiwaan yang terkandung di dalam suatu karya. Melalui pemahaman terhadap para tokoh misalnya, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terdapat di masyarakat, khususnya yang terkait dengan psike. Pada dasarnya psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah kejiwaan para tokoh fiksinal yang terkandung dalam karya sastra.

Dalam penelitian ini penulis akan mengungkap konflik yang terjadi pada tokoh si Umbut Muda selaku tokoh utama dalam novel si Umbut Muda karangan Tulis Sutan Sati.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian sastra dengan metode hermenuitika dalam membahas dan menafsirkannya. Setiap data dalam cerita akan dianalisis secara mendalam dan ditafsirkan pada aspek kajian psikologi sastra.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Novel yang dijadikan objek dalam penelitian ini adalah novel si Umbut Muda karya Tulis Sutan Sati. Novel ini diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta. Konflik yang ditemukan pada novel yaitu konflik batin, konflik pribadi/ individu, dan konflik keluarga dengan kajian psikologi sastra. Ditinjau dari penemuan konflik tokoh Si Umbut Muda sebagai tokoh utama. berikut kutipan data konflik tokoh si Umbut Muda dengan kajian psikologi sastra yang terdapat dalam novel si Umbut Muda.

a. Konflik Batin

Menurut Nurgiantoro (dalam Wiwik Rahayu, 2010:124) Konflik batin adalah konflik yang dialami oleh seseorang dalam hati, jiwa seorang tokoh cerita yang merupakan permasalahan yang terjadi akaibat pertentangan dua keinginan, keyakinan, dan pilihan yang berbeda harapan dan masalah. Jadi, konflik batin adalah pergolakan yang terjadi dalam batin manusia, membuat perasaaan antara dua pilihan sehingga dapat mempengaruhi perilaku manusia itu sendiri.

Umbut Muda

Menjawab si Umbut Muda, “Jika itu guru katakan – benar jua itu guru. Maka hamba hendak berjalan – maka hamba hendak berdagang – tak sunyi hati hamba – tak sunyi kira-kira hamba – karena mengaji hampir kampung – sebab berdagang dekat negeri.

(Hal: 11) Kutipan di atas termasuk konflik batin seorang tokoh si umbut muda, hal itu terlihat pada kutipan “tak sunyi hati hamba – tak sunyi kira-kira hamba – karena mengaji hampir kampung – sebab berdagang dekat negeri” kegelisahan suasana hati dan fikiran

(4)

52 Umbut Muda yang merasakan gundah/bimbang di tempat gurunya. Si Umbut Muda harus memilih untuk pergi dari tempat gurunya karena ia ingin mengaji ke tempat lain yang jauh dari negerinya itu. Keinginan umbut muda untuk berjalan meninggalkan kampung halaman untuk menghilangkan bayangan si Gelang Banyak.

Sudah mabuk hati si Umbut – sudah rusuh kira-kiranya, mendengar jawaban ibunya – tidak „kan jadi berjalan – hari bertambah tinggi jua. Berkata si Umbut Muda, O Ibu, bertanya hamba kepada ibu, apakah pakaian nan baik – bagaiman hendaknya nan „kan elok? Cobalah ibu katakan – coba tunjukan oleh ibu.

(Hal: 13) Kutipan di atas merupakan konflik batin seorang tokoh, hal itu terlihat pada kutipan

“sudah mabuk hati si Umbut – sudah rusuh kira-kiranya -mendengar jawaban ibunya – tidak ‘kan jadi berjalan – hari bertambah tinggi jua ”kegelisahan hati si Umbut Muda untuk mempersiapkan diri hendak berjalan. Sampai juga tidak tahu pakaian yang harus ia pakai untuk pergi berjalan. Segala pilihan pakaian tidak tepat dalam pandangan ibunya. Si Umbut menyerahkan pada ibunya.

Menjawab si Umbut Muda, “Benar pula kata ibu –tetapi sedikit yang merasa – yang merasa dihati hamba – patua (nasehat) jua dari ibu: melangkah tak sedang selangkah – berkata tak sedang sepatah – yang sekali diduakan – dua dicukupkan tiga – cukup tiga kata putus. Begitu jua yang biasa – begitu jua yang terpakai. Pergilah ibu sekali lagi – minta benar kata putus – jangan terasa-rasa jua.

(Hal:29) Kutipan ini menceritakan suasana hati ketidakpercayaan si Umbut Muda bahwa lamarannya ditolak oleh Gelang Banyak. Umbut Muda kembali meminta kepada ibunya pergi ke rumah Gelang Banyak. Agar ibunya mengulang kembali kepastian apakah benar jawaban si Gelang Banyak tidak menerima pinangannya

Menjawab si Umbut Muda,”O Bapak, dengarkan Bapak! Pada pikiran hati hamba – lah patut hamba di sini. Mengapa hamba „kan berasak – mengapa hamba „kan berkisar – ke atas kursi orang lain– maka hamba duduk kesana?

(Hal: 60) Kutipan di atas merupakan konflik batin seorang tokoh Umbut Muda yang terdapat pada kutipan “pada pikiran hati hamba – lah patut hamba di sini”saat Si Umbut Muda datang kembali ke rumah Gelang Banyak, dia hanya duduk di pangkal rumah di kepala tangga. Dia merasa bukan orang yang dianggap siapa-siapa oleh si Gelang Banyak. Merasa dirinya hina setelah dihinakan. Berkecamuk hati Si Umbut Muda ditegur sapa pun dia oleh bapak si Gelang Banyak si Umbut tak bergeming.

Mendengar kata demikian – menangis si Umbut Muda – air mata iring-gemiring – lalu dibawanya menengadah – hati bagai disayat-sayat – jantung bagai diiris-iris.

Berkata si Umbut Muda, “O Upik Putri Rambun Emas – Hamba „kan turun sebentar – ke sumur pergi mandi – tidak tertahan panas badan.

(Hal: 72) Kutipan di atas merupakan konflik batin seorang tokoh Umbut Muda, yang terdapat pada kutipan “menangis si Umbut Muda – air mata iring-gemiring – lalu dibawanya menengadah – hati bagai disayat-sayat – jantung bagai diiris-iris” mendengar kematian si Gelang Banyak luluhlah hati Umbut Muda. Dendam kesumat selama ini seakan jadi penyesalan yang tak berujung. Si Umbut mengangis terisak-isak dibawa menengadah agar air mata itu berhenti tak tertahan.

Tinggi bukit Gunung Padang, Tempat orang bertanam cekur, Sejak adik terdengar hilang, Hamba nan tidak lelap tidur.

(5)

53 Singkarak jalan ke Muara,

Jalan orang membeli padi, Hati rusak, badan binasa, Untung pandai main budi.

(Hal: 78) Pantun pada kutipan di atas, menceritakan suasana hati Umbut muda setelah mendengar Gelang Banyak hilang. Kehilangan Gelang Banyak membuat Umbut Muda tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena hatinya sedih dan badan Umbut Muda tidak tenang.

Namun Umbut Muda pandai bermain/ menimbang perasaan yang ia rasakan saat itu sehingga rasa sedih itu hanya ia yang merasakan tanpa diketahui oleh orang lain.

b. Konflik Pribadi/Individu

Kreatif (2013:30) Konflik pribadi adalah konflik yang terjadi antara orang perorangan karena masalah-masalah pribadi atau perbedaan pendapat antarpribadi dalam menyikapi suatu hal.

Umbut Muda

Mengaji si Umbut Muda – diulang seulang lagi, dibawa lagu yang tadi jangankan lagu akan dapat – jangankan kaji akan terbaca – mata surat haram tak tampak.

Kilat-kilat dari Melaka,

Hinggap di pasar Payakumbuh, Terkelik iman nan celaka, Kepada putri nan bertujuh.

(Hal: 17)

Kutipan ini menceritakan tentang kegugupan Umbut Muda saat membaca surat yang diberikan oleh puttri nan bertujuh. Karena melihat kecantikan putri nan bertujuh tergoncang iman Umbut Muda. Sehingga saat membaca surat itu, tidak satupun tulisannya yang tampak oleh Umbut Muda. Jangankan untuk membaca dengan nada yang baik, si Umbut tak bisa membaca surat bahkan terbata-bata melihat kecantikan putri bertujuh serta Gelang Banyak.

Tumbuh malu si Umbut Muda – peluhlah menganak sungai –mengalir ke tulang punggung, mukanya merah-merah padam –napas sudah besar kecil. Berkata si Umbut Muda berkata kepada gurunya,” O Guru, ujarku, Guru, maaf jua hamba minta – ampun jua hamba ini – ampunilah banyak-banyak –berbalik pulang hamba dahulu – tak guna hamba disini.

(Hal: 18) Kutipan ini menceritakan rasa malu yang dialami Umbut Muda, karena tak dapat membaca surat. Karena rasa malu itu keringat Umbut Muda mengalir seperti anak air di sungai. Wajah Umbut Muda memerah dan nafasnya sesak, sebab menahan rasa malu karena kaji yang dibacanya tidak dapat. Oleh sebab itu, Umbut Muda meminta undur diri pulang lebih awala kepada gurunya.

Tegak ketengah bermenung – tegak ketepi menegun – penglihatanlah berapi-api – pemandanganlah kelam kabut – terus ia rebah sekali – tidur menangkup ke bantal – menangkup sambil menangis – menangis mengesak-esak. Air mata berderai-derai – jatuh dua, jatuh tiga – bagai intan putus pengarang – bagai manik putus talinya – bagai bonai (buah) direntak pagam (burung balam). Baru sebentar ia tidur – dihampiri oleh ibunya; dilihat si Umbut menangis, “Buyung! Apakah engkau rusuhkan – apakah engkau tangiskan – mengajikah dikalahkan orang – dunia orangkah nan tak terlaewan?

Menjawab si Umbut Muda, “Bukan hamba kalah mengaji – bukan hamba kalah berdunia (beradu kemewaahan) bukan hamba kalah memakai.

(6)

54 Kilat-kilat dari Melaka,

Hinggap di pasar Payakumbuh, Terkelik iman nan celaka, Kepada puti nan bertujuh.

(Hal: 20) Kutipan ini menceritakan keadaan Umbut Muda setelah pulang dari rumah gurunya.

Sampai dirumah, dimana Umbut Muda berdiri dia telah bermenung, pandangan sudah tak menentu dan saat Umbut Muda tidur dia menangis sampai teresak – esak. Semua yang terjadi bukan karena kaji yang tak dapat, tetapi rasa malu iman tergoncang dengan Putri Nan Bertujuh. Akibat terkilahnya iman, si Umbut Muda dapat malu di tengah ramai.

Terhadap kepada badan hamba – sejak mendengar kata si Gelang – tidur nan tidak terlelapkan – makan nan tidak termakankan – duduk tak dapat disenangkan; lamun nan sekali ini – biar hilang nyawa badan – biar putus nan genting – biar hilang nan berketak – biar hamba coba benar.

(Hal: 39) Kutipan ini menceritakan perasaan gelisah yang dialami oleh umbut Muda setelah ditolak oleh Gelang Banyak. Dalam kutipan ini Umbut Muda tidak bisa tidur dan tidak bisa makan karena ditolak oleh Gelang Banyak. Dalam keadaan duduk pun Umbut Muda terfikir kata-kata Gelang Banyak menghinanya. Apapun akan dilakukan Umbut Muda untuk membalas rasa sakit penghinaan dari Gelang Banyak walaupun nyawanya hilang sekali.

Kabar beralih tentang itu – sungguh beralih sinan juga – beralih kepada si Umbut Muda; cukup tiga hari tepat – mayat si Gelang dalam kubur – tumbuh mimpi pada si Umbut. Apalah nan dimimpikannya – bermimpi kehilangan burung – berasian kehilangan destar. Terbangun si Umbut tidur – lalu jaga ia sekali – menangis mengesak-esak; baru sebentar ia menangis – tibalah pikiran masa itu – lalu turun ia sekali – pergi ke sumur mencuci muka – diambil air sembahyang- berbalik ke atas surau.

(Hal: 71) Kutipan ini menceritakan mimpi yang dialami oleh Umbut Muda yang kehilangan deta. Saat Umbut Muda terbangun langsung ia menangis, timbullah pikiran sesal masa lalu tentang dirinya dan si Gelang, kini si Gelang telah tiada. Lalu ia pergi ke sumur untuk mengambil wudhu air sembayang pergilah si Umbut ke atas surau.

c. Konflik Keluarga

Menurut Sri Lestari (2012:102) Keluarga merupakan salah satu unit sosial yang hubungan antaranggotanya terdapat saling ketergantungan yang tinggi. Oleh karena itu, konflik dalam keluarga merupakan suatu keniscayaan. Konflik dalam keluarga merupakan adanya perilaku oposisi atau ketidaksetujuan antara anggota keluarga.

Konflik Keluarga Umbut Muda

Dengar benar oleh ibu – dengar benar habis-habis – hamba katakan kata hati – hamba beri kata putus. Kononlah tuan umbut muda – siang tak menjadi angan-angan – malam tak menjadi buah mimpi. Sungguh elok Tuan Umbut – tahulah hamba akan eloknya – elok karena kain bersalang, licin karena minyak berminta. Jika gedang Tuan Umbut – taulah hamba akan gedangnya – gedang karena tabuh lingkaran. Jika kaya Tua n Umbut – taulah hamba akan kayanya, - kaya karena emas pembawa – emas pembawa dari ayahnya – akan gelang kaki hamba takkan sampai. Kononlah tuan umbut muda usah disebut dua kali – cukup sekali ini. Jika tergeser hamba empelas – jika tertangguk hamba kiraikan – jika terbawa hamba antarkan – jika diulang-ulang jua – meremang bulu tengkuk hamba.

(Hal: 31)

(7)

55 Kutipan ini menceritakan tentang penghinaan yang dilakukan oleh Gelang Banyak terhadap keluarga si Umbut Muda. Gelang Banyak pun bertutur tentang si Umbut Muda, siang tak jadi angan-angan, malam pun tak jadi buah mimpi. Si Gelang Banyak tak sedikit pun menaruh hati terhadap si Umbut Muda. Si Gelang pun melanjutkan kata-kata pedaspun diucapkan olehnya, bahwa si Umbut bukan siapa-siapa. Orang yang miskin, jika kayapun itu pemberian dari ayahnya. Jika eloknya dari pakaian itu pemberian dari orang lain.

Artinya disini yang diungkap oleh si Gelang terhadap keluarga si Umbut, bahwa keluarga si Umbut Muda adalah keluarga yang tak berada atau miskin dalam kaumnya.

Menjawab si Umbut Muda, “Jika ibu tanyakan – hamba sedang membuat puput. Jika ada malu „kan terbangkit- jika ada malu „kan terhapus– hamba „kan pergi ke lubuk – Puti Gelang Banyak. Berkata ibu si Umbut, “Buyung, usah engkau pergi anak orang

„kan demam-demam – anak orang „kan terkejut-kejut – anak orang lemah semangat.

(Hal: 38) Pada kutipan di atas, si Umbut Muda akan menebus rasa malu. Rasa malu atas penghinaan si Gelang Banyak masa itu. Dendam kesumat yang tersimpan akibat bibir dan lidah tak bertulang. Maka si Umbut Muda membuat puput perupuk dari buluh perindu.

Yang akan dibunyikan oleh Umbut Muda di Lubuk Mandi Gelang Banyak. Ibunya melarang dia untuk pergi ke Lubuk itu, sebab kalau Gelang Banyak mendengarkan bunyi puput itu ia akan sakit. Tapi Umbut Muda tetap pergi karena ia merasa sakit hati dengan penghinaan Gelang Banyak terhadap keluarganya, dengan membunyikan puput itulah malu keluarga Umbut Muda akan hilang.

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pembahasan di atas, dapat disimpulkan:

1. Terdapat konflik batin pada tokoh Si Umbut Muda dalam novel si Umbut Muda Karya Tulis Sutan Sati

2. Terdapat konflik pribadi pada tokoh Si Umbut Muda dalam novel si Umbut Muda Karya Tulis Sutan Sati

3. Terdapat konflik keluarga pada tokoh Si Umbut Muda dalam novel si Umbut Muda Karya Tulis Sutan Sati

DAFTAR PUSTAKA

Atmazaki. 2007. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang: UNP Press.

Endraswara, Suardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: MedPress.

Hardjana, Andre. 1991. Kritik Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Nurgiantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Ratna, Nyoman Kutha. 2012. Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suyitno. 2009. Apresiasi Puisi Dan Prosa. Surakarta: UNS Press.

Zaidan, Abdul Rozak, dkk. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan latar sosiohistoris Nunu Gie, struktur yang membangun novel Lemon Tea Candy karya Nunu Gie, konflik batin dan kepribadian tokoh utama

Konflik batin tokoh utama dalam novel Bidadari Tak Bersayap karya. Budi Satrio tinjauan

Dalam penelitian ini, digunakan metode kualitatif untuk mendeskripsikan konflik batin yang dialami oleh tokoh utama dengan mekanisme membaca berulang-ulang (hermeneutika)..

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan latar sosial budaya Kirana Kejora, (2) mendeskripsikan struktur novel, (3) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama

Tujuan penelitian ini yaitu: (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Sang Maharani karya Agnes Jessica, dan (2) mendeskripsikan konflik batin tokoh utama dalam novel

Hasil dari penelitian ini adalah bentuk konflik batin tokoh utama dalam novel Rindu karya Tere Liye adalah konflik mendekat-mendekat (approach-approach

analisis konflik batin tokoh utama dalam novel Nayla karya Djenar

Penelitian ini difokuskan pada konflik batin tokoh Sayfii dalam novel Si Anak Kampoeng karya Damien Dematra dengan rumusan masalah penelitian ini adalah apakah yang mempengaruhi konflik