• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS KEPEMIMPINAN LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT DALAM PEMBINAAN OLAHRAGA PRESTASI."

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

1. Karakteristik Olahraga Prestasi

Istilah olahraga prestasi atau olahraga kompetitif, seperti tercantum dalam

UU No. 3 Tahun 2005, sesuai dengan sifatnya memperlihatkan beberapa ciri

olahraga modern yang menekankan karakteristik seperti paparan Guttmann (1978,

1988: dalam Coacley dan Dunning (ed), 2006:250) meliputi struktur formal,

seperti sekulerisme, persamaan hak, rasionalisasi, spesifikasi, birokratisasi,

kuantifikasi dan perjuangan untuk mengejar rekor. Selanjutnya sekulerisme,

seperti pernyataan Coakley dan Dunning (ed.) ( 2006 : 253) berarti meniadakan

pengaruh kekuatan Illahi di balik yang riil, hanya menekankan upaya manusia.

Persamaan hak atau equality berarti membuka kesempatan bagi semua orang

tanpa pandang bulu masalah asal usul, suku bangsa, ras, atau status sosial dan

gender sehingga terbuka peluang bagi semua orang ke arah perubahan mobilitas

sosial ke arah vertikal, seperti peningkatan pendidikan dan status ekonomi.

Rasionalisasi, maksudnya adalah bahwa olahraga terorganisasi dan terlembaga,

yang tersusun dalam aneka bentuk lengkap dengan peraturan, misalnya alat yang

digunakan dan ketentuan permainan serta sanksi bagi pelaku, agar ketetapan

tersebut dilaksanakan, yang diawasi oleh organsiasi yang bersangkutan.

Terkait dengan karakteristik struktur formal organisasi olahraga,

(2)

International Olympic Committe (IOC,), komite olahraga indonesia (KOI) atau

federasi olahraga internasional misalnya FIFA yang dilengkapi dengan statuta,

struktur organisasi dan kewenangan yang ketat untuk mengontrol atau

menjatuh-kan sanksi bagi organisasi di bawahnya seperti kasus PSSI akhir-akhir ini.

Sementara itu spesifikasi dalam olahraga terwujud berupa kekhasan cabang

olahraga, dan bahkan nomor-nomor yang dipertandingkan atau diperlombakan.

Selanjutnya kuantifikasi merupakan satu ciri yang sangat menonjol dalam bentuk

prestasi atau performa serba teramati dan terukur secara numerik seperti

terkandung dalam istilah “Messen” dalam bahasa Jerman atau “measure” dalam

bahasa Inggris (Guttman, 2004; dalam Coakley dan Dunning, (ed), 2006: 250).

Dalam kaitannya dengan karakteristik olahraga modern tersebut, filosof

olahraga Hans Lenk cenderung menyarankan interpretasi asal usul olahraga

modern, atau “achievement sport”, yakni cabang-cabang olahraga yang

prestasi-nya menjangkau jauh dibalik yang dicapai kini dan selanjutprestasi-nya”measured

comparisons and are closey connected to the scientific experimental atittudes of modern West.” (Lenk, 1972; dalam Coakley dan Dunning, (ed), 2006: 256). Pengejaran dan penciptaan rekor dengan perbandingan prestasi antaratlet atau

antarwaktu menyebabkan upaya tersebut seolah tanpa henti dan tanpa limit,

bergerak maju dalam sebuah pencarian. Karakteristik ini rupanya sangat cocok

dengan “theory of progress” yang diutarakan oleh Ullmann, 1971; dalam Coakley

dan Dunning, (ed), 2006 : 250). Bila tercipta sebuah rekor olahraga, berikutnya

(3)

Bila diurut ke belakang ungkapan filsafat Progress yang diajukan pertama

oleh Anne Robert Turgot (Solzhenitsyn, 1996; dalam Gardels, (ed.), 1996)

merujuk kepada kemajuan ekonomi, yang pada gilirannya, menurut Solzhenitsyn,

menyebabkan “ a general modification of human temperament.” Optimisme pada

filsafat progress ini dalam olahraga prestasi, tersimpul dalam ikhtiar penciptaan

rekor demi rekor, yang pada dasarnya merupakan perjuangan untuk “mengakali”

batas kemampuan biologik manusia melalui dukungan iptek dan penelitian

olahraga. Penggunaan doping dan jenisnya seperti steroid yang marak di kalangan

atlet bina raga, angkat besi dan berat dan cabang lain. Misalnya, merupakan

bentuk ikhtiar tanpa moral, sebuah pelecehan terhadap harkat manusia sebagai

sebuah kesisteman yang sangat sempurna (perfect).

Manakala kita simak dengan cermat beberapa karakteristik olahraga

modern tersebut, nilai yang terkandung di dalamnya adalah „meritokrasi‟ yang menekankan prestasi pribadi tanpa bantuan, sokongan atau sikap memihak dari

yang lain. Lebih lanjut, karakteristik olahraga modern, tak terkecuali cabang

angkat besi atau berat misalnya kian kompleks. Selain bersifat mendunia atau

global karena pengaruh “revolusi dalam transportasi dan teknologi komunikasi”

(Guttmann, 1978; dalam Coakley dan Dunning, (ed), 2006 : 251), motif

partisi-pasi individu dan kelompok masyarakat dalam olahraga juga berubah, seperti

motif nasionalisme yang diungkapkan oleh Allison (1986; dalam Coakley dan

Dunning, (ed), 2006:352) dalam beberapa kasus, seperti kekuatan Uni Soyet

dalam olahraga sebelum runtuh, kasus Kanada dengan kebijakan pembangunan

(4)

atau Cuba dengan prestasi tinju amatirnya yang menunjukkan tendensi untuk

mengaitkan identitas nasional dengan tim dan prestasinya.

Meskipun tidak ada standar umum tentang bagaimana hubungan antara

olahraga dan nasionalisme itu, tetapi secara empirik dan tak terbantahkan,

misalnya dalam konteks PON atau kejurnas, prestasi atlet suatu daerah

diinter-pretasikan oleh kelompok masyarakat setempat sebagai keberhasilan yang

menjadi prestise daerah, dan bahkan secara politis diakui sebagai keberhasilan

pemerintah daerah. Dalam konteks yang lebih luas misalnya, keberhasilan Cina

dalam Olympiade Beijing 2008 dapat dipandang sebagai metamorfosis kekuatan

Cina sebagai kekuatan baru dalam olahraga internasional (misalnya dalam Lutan,

2010: 2494) atau di Indonesia sendiri dalam bungkus visi olahraga sebagai alat

bagi “nation and character building”, olahraga merupakan bagian dari platform

politik semasa pemerintahan Bung Karno tahun 1960-an (Lutan, 2003:82).

Semakin kompleks karakteristik olahraga modern bila disimak kutipan

dari tulisan Coakley (1998, dalam Maguire, et,al, 2002 : 121) di bawah ini.

“Sport have never been so pervasive and influential in the lives of people as they are in many socities today, and never before have physical activities and games been so closely linked to profit making, character building, patriotism, and personal health. Organised sports in the United States have become a combination of business, entertainment, education, moral taining, masculinity, ritual, technology transfer, declaration of identity, and endorsements of allegiance to countries and corporate sponsor”.

Kutipan di atas menggambarkan “watak” olahraga sebagai sebuah konglo -merasi sifat, dan kemudian penjabarannya, bergantung pada pembuat kebijakan

(5)

Dari sudut pandang pengembangan keolahragaan nasional sangat jelas

bahwa tantangan yang dihadapi para pendidik bidang pendidikan jasmani dan

pembina olahraga sangat kompleks, sehingga dibutuhkan dua hal utama. Pertama,

setiap kajian membutuhkan sebuah paradigma penelitian yang mengarah kepada

pengintegrasian sub-sub disiplin ilmu keolahragaan serta ilmu-ilmu

sosial-humaniti lainnya. Kedua, proses pembinaan olahraga harus dibangun di atas

landasan yang kokoh, berpegang pada tumbuhnya sebuah kesisteman yang sehat

dan berorientasi jangka panjang, prinsip umum: 10 tahun. Landasan atau sistem

itu adalah terbentuknya lembaga-lembaga pembinaan yang mampu bertahan hidup

berkelanjutan.

2. Sistem Pembinaan Olahraga Prestasi

Tidak bisa diabaikan bahwa untuk mencapai hasil yang maksimal dari

suatu performa diperlukan adanya Sistem Pembinaan Olahraga Nasional yang

meliputi sepuluh pilar kebijakan, antara lain (1) dukungan dana (finansial), (2)

lembaga olahraga terdiri dari struktur dan isi kebijakan olahraga terpadu, (3)

pemasalan (landasan & partisipasi), (4) pembinaan prestasi (promosi dan

identifikasi bakat), (5) elit atau prestasi top (sistem penghargaan & rasa aman), (6)

fasilitas latihan, (7) pengadaan & pengembangan pelatih, (8) kompetisi nasional,

(9) riset atau iptekor, dan (10) lingkungan, media dan sponsor (Lutan, 2011 dan

Mutokhir, Toho Cholik 2009).

Dana atau finansial merupakan faktor yang tidak terbantahkan lagi untuk

mencapai tujuan, lebih-lebih dalam olahraga prestasi yang syarat dengan berbagai

(6)

Shuckett, 1968, dalam Park & Quarterman, 2003:242) mengatakan bahwa

manajemen keuangan adalah ”application of skills in the manipulation, use, and

control of funds”. Dengan kata lain bagaimana suatu organisasi berhubungan dengan masalah keuangan. Pada tataran global seperti dipaparkan oleh Rusli

Lutan (2003:71), yaitu dari salah satu fenomena yang muncul akibat konteks

globalisasi olahraga yang terjadi kecenderungan interdependensi antarbangsa dan

batas politik yang kabur, yaitu “perpindahan uang dalam pola arus dana, seperti uang transfer pemain profesional”. Pada akhirnya, “dukungan dana yang

mencukupi memungkinkan pembinaan dapat berlanjut secara konsisten” (Lutan,

2003:2009).

Selanjutnya, lembaga olahraga adalah organisasi yang menaunginya yang

mengelola pembinaan dengan cara atau pendekatan tersendiri, sehingga

pembina-an ypembina-ang dilakukpembina-an memiliki ciri ypembina-ang berbeda dengpembina-an ypembina-ang dilakukpembina-an oleh

lembaga lainnya. Sebagai perbandingan, pembinaan sepakbola di Brazil,

bertumpu pada klub dengan kapabilitas manajemen yang sudah berkembang dan

sangat efektif untuk menghasilkan prestasi. Dalam kaitan ini pula, maka

kemajuan pembinaan di satu pihak merangsang tumbuhnya spesialisasi, seperti

keahlian profesional sesuai kebutuhan sepak bola di Brazil. Misalnya, ahli

fisioterapi sudah merupakan kebutuhan mutlak pada setiap klub, sehingga mereka

bekerja tidak lagi sambilan karena hobi, tetapi sudah merupakan profesi (Lutan,

2003:178).

(7)

dalam olahraga dan kemampuan multilateral pada tahap anak usia dini, kemudian

spesialisasi kecabangan pada usia remaja, dan selanjutnya mencapai prestasi

puncak (Harsono, 1988; Bompa, 1990). Model pemasalan setiap cabang olahraga

atau klub berbeda tergantung tujuan yang ingin dicapai dan strategi yang

diterapkan.

Pembinaan prestasi (promosi dan identifikasi bakat), secara berlanjut dan

berkesinambungan dengan memperhatikan prinsip-prinsip latihan yaitu, beban

lebih, individual, reversibility, variasi, dan beban bertambah (Bompa, 1990;

Harsono, 1988). Dalam hubungan Olahraga, Kebijakan dan Politik, Sebuah

Analisis, Lutan (2003:179) mengatakan bahwa “pembinaan usia dini dan yunior melalui penjenjangan usia perlu digiatkan berdasarkan kaidah pelatihan ilmiah

dan dukungan iptek olahraga tepat guna, disesuaikan dengan kondisi ekonomi di

Indonesia. Club, lembaga olahraga atau apapun namanya didirikan bukan untuk

waktu yang terbatas, tetapi diharapkan tetap eksis sebagai bagian yang tidak

terpisahkan pada visi dan misinya club atau lembaga olahraga itu dibentuk.

Karena itu, penyebar luasan tentang keberadaan club perlu diketahui oleh

khalayak agar peminat untuk menjadi atlet pada cabang yang bersangkutan akan

berbondong-bondong untuk mendaftarkan diri. Sementara itu, agar prestasi yang

dicapai tetap konsisten maka kemampuan pelatih dalam memilih calon atlet

sangat dituntut sekali, apalagi bagi pelatih yang ditunjang oleh landasan iptek dan

memiliki intuisi berdasarkan pengalaman sebagai seorang atlet yang berhasil.

Kedua hal tersebut merupakan bagian dari promosi dan sistem perekrutan pada

(8)

Elit atau prestasi top (sistem penghargaan & rasa aman). Proses pembinan

yang intensif dan kompetisi atau petandingan yang diikuti cukup besar pesaingnya

(competitor), bila menjadi juara tentu saja akan melahirkan seorang atlet dengan

prestasi yang sungguh luar biasa atau dengan kata lain atlet top. Sebagai atlet

yang memiliki catatan juara yang pesaingnya cukup tinggi adalah langka, karena

itu sebagai atlet juara atau elit atlet maka perlu dilindungi dan dijaga

keberadaan-nya, karena akan menjadi incaran dari klub lain, daerah lain bahkan negara lain.

Bila atlet telah mencapai atau memiliki prestasi yang cukup baik, tentu saja

penghargaan merupakan pilihan yang sangat tepat dan bijaksana sekali, karena

selain menjadi motivasi untuk tetap semangat mengikuti latihan dan pertandingan,

juga merupakan modal keamanan dan kenyamanan bagi dirinya, terutama dalam

menghadapi lehidupan di masa depan. Di lain pihak, menandakan bahwa club atau

lembaga olahraga itu sudah memiliki kepedulian terhadap atlet, sekaligus pula

bahwa lembaga itu sudah memiliki sistem pembinaan yang profesional.

Fasilitas latihan. Ketersediaan sarana-prasarana merupakan salah satu

faktor penting dalam meningkatkan geliat dan prestasi olahraga. Tanpa adanya

fasilitas yang memadai, meraih prestasi mungkin hanya sekadar mimpi

(http://lampungpost.com/olahraga-aktual/23232-fasilitas-prasarana-minim-prestasi-merosot). Pada zaman yang serba canggih dan moderen seperti sekarang

ini, peralatan latihan (fasilitas) bukan lagi menjadi penghalang bagi pelaksanaan

latihan di club atau lembaga olahraga. Apalagi lembaga olahraga yang sudah

(9)

macam keperluan latihan akan dibantu oleh pemerintah dan KONI, baik daerah

maupun pusat.

Pengadaan & pengembangan pelatih. Bukan atlet saja yang harus

diperhatikan dari segi pemasalan maupun peningkatan prestasinya, tetapi pelatih

pun harus pula mendapat perhatian yang serius dari sebuah club atau lembaga

olahraga agar pembinaan akan berjalan dengan baik dan lancar. Oleh karena itu,

aspek pengadaan dan pengembangan pelatih perlu ditata sedemian rupa sehingga

keberadaan pelatih akan tetap terjaga, dan pengembangan kemampuan baik skill

maupun pengetahuannya akan terus meningkat dan karir pun akan berkembang

pula. Sebagai rujukan dapat mengadopsi penjenjangan pelatih dari pedoman

Pusdiktar KONI Pusat (1995) tentang pengadaan dan penataran pelatih, tingkat

pemula, muda, madya dan utama. Seperti Harsono (1988:7) menekankan bahwa,

”tinggi rendahnya prestasi atlet banyak tergantung dari tinggi rendahnya

pengetahuan dan keterampilan pelatihnya”.

Kompetisi. Betapapun berat dan intensifnya latihan seorang atlet tentu

tidak akan berarti apa-apa bila tidak mengikuti pertandingan atau kompetisi.

Karena itu, kompetisi baik tingkat lokal, nasional lebih-lebih tingkat internasioanl

merupakan sarana atau alat ukur sejauhmana para atlet dapat membuktikan

kemajuan prestasinya. Menurut Deaux, Dane, & Wrightsman (1993), kompetisi

adalah aktivitas mencapai tujuan dengan cara mengalahkan orang lain atau

kelompok. Individu atau kelompok memilih untuk bekerja sama atau berkompetisi

tergantung dari struktur reward dalam suatu situasi. Demikian pula Chaplin

(10)

antara beberapa kelompok untuk memperebutkan objek yang sama

(http://id.wikipedia.org/wiki/Kompetisi) .

Riset atau iptekor. Kesadaran akan pentingnya riset serta ilmu

pengetahuan dan teknologi dalam bidang olahraga dimulai sejak tahun 1950, hal

ini sesuai pernyataan Lutan (2003:76), bahwa riset sistematik, terutama

pemandu-an bakat ypemandu-ang ilmiah mulai dirintis. Padahal, salah satu faktor utama ypemandu-ang

memberikan sumbangan bagi pencapaian prestasi yang tinggi dalam olahraga dan

pemahaman masalah pembinaan olahraga yang kompleks yaitu penerapan metode

ilmiah. Sebagai contoh, Brazil berhasil mengembangkan prinsip pelatihan dan

menerapkan iptek olahraga tepat guna, sederhana tetapi efektif, dikaitkan dengan

faktor sosial ekonomi dan budaya (Lutan, 2003:179). Lebih lanjut Rusli Lutan

menekankan bahwa,

“Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam olahraga

merupakan sebuah kebutuhan sehingga iptek olahraga dapat dimanfaatkan sebagai modal pembangunan dalam olahraga. Akan tetapi iptek tak lepas dari aspek moral, baik dalam pengembangan maupun penerapannya. Dengan mewaspadai akses iptek yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, tantangan bagi kita di Indonesia ialah bagaimana mengembangkan iptek sederhana, tetapi

bermanfaat untuk memecahkan masalah pembinaan.”

Faktor lingkungan, media, dan sponsor sangat besar sekali pengaruhnya

terhadap keberhasilan atlet. Lingkungan terutama tempat tinggal dan tempat

latihan merupakan faktor yang langsung dan sangat besar sekali pengaruhnya

terhadap perubahan atau perkembangan anak atau siswa/atlet. Seperti ditegaskan

(11)

kesempatan dan pemanfaatan peluang yang ada untuk melakukan aktivitas

jasmani”. Anggota keluarga, seperti kakak dalam suatu keluarga memberikan

pengaruh terhadap pembentukan minat dan keterlibatan dalam kegiatan olahraga.

Teman sepermainan juga merupakan sumber pengaruh yang potensial dalam

proses sosialisasi olahraga yang dimulai di lingkungan keluarga, bahkan pelatih

dan guru olahraga merupakan agen sosial yang penting yang mempengaruih

keterlibatan anak dalam olahraga (Greendorfer & Lewko, 1978b, dalam Lutan,

2005:426). Media seperti dikatakan Leonard (1998, dalam Park dan Quarterman,

2003:215) bahwa, hubungan antara olahraga dan mass media digambarkan

sebagai “simbiosis”. Berarti bahwa dua entitas selalu saling ketergantungan, atau

satu pihak dengan pihak yang lain saling menguntungkan.

Sedangkan sponsor sebagai faktor yang tidak bisa dianggap kecil dalam

mendukung keberlangsungan dan pelaksanaan suatu kegiatan baik dalam proses

pembiaan maupun pertandingan, sehingga dengan kehadiran sponsor kedua

kegiatan tersebut dapat berjalan dengan lancar.

3. Kasus Padepokan Gajah Lampung

Pembinaan di Pusat pelatihan (Padepokan) angkat besi dan angkat berat

Lampung telah memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan dan

kemajuan olahraga Indonesia, hal ini dibuktikan dengan perolehan prestasi dari

para lifter cabang olahraga tersebut pada berbagai kejuaraan baik pada tingkat Asia

Tenggara seperti Sea Games, kejuaran Asia dan dunia. Catatan prestasi yang

pernah diraih oleh para atlet Padepokan Gajah Lampung sepanjang dasa warsa

(12)

Gajah Lampung yang telah meraih medali di tingkat Asia Tenggara, sebanyak 11

orang, untuk tingkat Asia sebanyak 4 orang dan Dunia sebanyak 2 orang. Dengan

perincian jumlah medali emas, untuk tingkat Asia Tenggara sebanyak 24 buah,

tingkat Asia sebanyak 13 buah, dan tingkat dunia sebanyak 16 buah.

Para atlet putri pun memiliki reputasi yang tidak kalah dibandingkan dengan

atlet putra, terutama prestasi yang telah diukir oleh W dan SI yang telah meraih

medali perunggu pada Olympiade Sydney tahun 2000 di Australia dan kejuaran

internasional lainnya. Lebih jelasnya dapat digambarkan secara singkat, yang meraih

medali emas di tingkat internasional sebanyak 10 orang, secara rinci yaitu tingkat

Asia Tenggara 15 medali, tingkat Asia sebanyak 6 medali dan tingkat dunia 2

medali.

Prestasi yang telah dicapai para atlet tersebut diperoleh dari berbagai

kejuara-an, di tingkat Asia Tenggara seperti Sea Games. Di tingkat Asia seperti Asian Games

dan kejuaraan Asia baik untuk tingkat yunior maupun senior. Sedangkan untuk

tingkat dunia adalah Olympiade, kejuaraan dunia (yunior dan senior) dan World

Games. Selain membawa kebanggaan bagi negara pada berbagai event, juga cabang

olahraga angkat besi dan angkat berat telah menjadi cabang olahraga unggulan atau

prioritas utama bagi daerah Lampung dalam menghadapi kejuaraan tingkat nasional,

seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) dan kejuaraan lainnya (Buletin Sportif,

2000: 1-4; Agenda Raker KONI Propinsi Lampung, 2004). Keberhasilan para lifter

(13)

Olahraga Nasional (PON), yakni mulai dari PON XI sampai PON XVII tahun 2008

yang lalu, dan jumlah medali emas terbanyak adalah pada PON XII tahun 1989

sebanyak 20 medali.

Prestasi para atlet Lampung tersebut menunjukkan bahwa, selain cabang

olahraga angkat besi dan angkat berat telah memberi andil yang sangat besar untuk

menentukan posisi Propinsi Lampung dalam keikut sertaannya di Pekan Olahraga

Nasional (PON), juga telah menjadikan Propinsi Lampung sebagai Pusat Latihan

Pembinaan cabang olahraga angkat besi dan angkat berat nasional. Oleh karena itu,

cabang angkat besi dan angkat berat cukup menarik dan fenomenal. Menarik,

karena cabang ini telah banyak menorehkan prestasi, baik regional seperti SEA

Games maupun internasional seperti Asia dan Dunia. Sedangkan fenomenal, karena

cabang ini hampir setiap ikut event selalu memperoleh penghargaan atau juara.

Artinya, prestasi yang dicapai selalu konsisten, namun kepopulerannya sangat kurang

bila dibandingkan dengan cabang olahraga lainnya terutama cabang olahraga

permainan.

Berdasarkan catatan di atas, ternyata prestasi yang dicapai para atlet angkat

besi dan angkat berat Lampung menujukkan kemampuan yang sama antara putra

maupun putri. Hal ini mengisyaratkan bahwa, perbedaan jenis kelamin (gender) tidak

menjadi halangan bagi seseorang untuk berprestasi. Sementara itu ada sebagian

masyarakat yang menganggap bahwa wanita adalah makhluk lemah, yang tidak

cocok bekerja pada bidang yang dianggap keras dan berbahaya, bahkan lebih cocok

bagi pria. Apalagi kegiatan olahraga seperti angkat besi dan angkat berat yang

(14)

karena salah mengangkat maupun tertimpa beban, bahkan tidak mustahil terjadi

cedera yang sangat fatal. Misalnya, keseleo (sprain), sobek (strain), bahkan patah

tulang (fraktura).

Sebagian besar para atlet yang berprestasi tersebut bukan hanya atlet yang

relatif usia muda saja, tetapi banyak juga yang telah berumah tangga yang tidak bisa

dibilang muda lagi, karena mereka berusia di atas 30 tahun. Oleh karena itu, usia

bukanlah faktor penyebab seseorang berprestasi atau tidak. Demikian pula bila kita

amati dari segi postur tubuh, ternyata tidak semua atlet di Padepokan Gajah

Lampung memiliki tinggi badan yang pendek (dibawah 150 cm), namun masih bayak

pula yang tingginya di atas 160 cm, bahkan prestasi kedua kelompok sama sekali

bukan faktor penentu keberhasilan dari prestasi yang mereka capai. Seperti yang

selama ini diduga banyak orang bahwa, syarat untuk menjadi atlet yang berprestasi

pada cabang angkat besi dan angkat berat adalah postur tubuh yang pendek dan

kekar.

Dari uraian di atas tersebut, nampak sekali bahwa faktor usia, jenis kelamin

dan postur tubuh bukan faktor penentu keberhasilan seorang atlet untuk mencapai

prestasi, khususnya pada cabang angkat besi dan angkat berat. Faktor yang dianggap

sangat besar pengaruhnya terhadap atlet angkat besi dan angkat berat adalah fisik.

Dengan fisik besar atau otot-otot yang nampak kelihatan besar belum jaminan bisa

mengangkat barbel secar a maksimal, demikian pula badan yang pendek maupun

(15)

dengan kemampuan seseorang seperti kekuatan, daya ledak (power) dan kelentukan

dapat mempengaruhi kemampuan atlet untuk mengangkat beban secara maksimal.

Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk mencapai prestasi,

terutama sekali dimana ia atau atlet itu berada, dan sering disebut interaksi sosial.

Interaksi sosial didasarkan atas berbagai faktor “antara lain faktor imitasi, sugesti, identifikasi, simpati, motivasi, dan empati” (Herimanto dan Winarno, 2010:53). Salah satu faktor yang menarik untuk dibahas dari pencapaian prestasi yang telah

diukir oleh para lifter angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah Lampung

adalah identifikasi. Seperti Herimanto dan Winarno jelaskan bahwa, identifikasi

adalah upaya yang dilakukan individu untuk menjadi sama (identik) dengan individu

yang ditirunya. Demikian pula halnya yang terjadi pada atlet pemula, bahkan para

remaja yang berdomisili di sekitar Padepokan, mereka selalu berusaha untuk

mengidentifikasikan dirinya dengan atlet yang sudah berhasil, terutama keinginan

untuk merubah taraf hidupnya. Kondisi ini tentu saja sangat menguntungkan bagi

pembinaan angkat besi dan angkat berat, terutama dalam segi promosi, karena tidak

perlu melakukan upaya untuk menjaring calon atlet secara khusus, tetapi dengan

banyaknya atlet yang berminat maka peluang pembinaan atlet usia muda cukup

terbuka. Anjuran dari Depdiknas (2004:xiv) mengenai “Pembangunan olahraga

Indonesia hakikatnya adalah suatu proses yang membuat manusia memiliki banyak

akses untuk melakukan aktifitas fisik”, patut diperhatikan. Karena dengan

banyaknya akses atau kesempatan yang sangat luas pada masyarakat maka terbuka

pula peluang banyak orang untuk ikut terlibat dalam cabang olahraga yang

(16)

Keberhasilan para lifter angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah

Lampung yang selama ini yang diraih dari kemenangan dan penghargaan pada

berbagai event baik nasional maupun internasional yang diwujudkan berupa

pekerjaan tetap, tanah atau sawah, rumah tinggal dan kendaraan. Dari sekian banyak

atlet yang ada dan pernah menjadi anggota di Padepokan Gajah Lampung, tercatat

sekitar 20 orang sudah memiliki tanah atau lahan pertanian, dan sekitar 20 orang pula

sudah memiliki rumah tinggal yang layak, serta sekitar 13 orang telah mempunyai

pekerjaan tetap (PNS), 5 orang wiraswasta dan 3 orang menjadi pelatih di daerah

lain. Sedangkan yang telah memiliki kendaraan roda empat (mobil) sebanyak 12

orang, tentunya di luar sepeda motor. Keadaan ini menjadi penting untuk memicu

dan pemacu bagi para atlet dan calon atlet muda yang berminat menjadi anggota di

Padepokan Gajah Lampung. Hasil yang dicapai olah para atlet selama ini melalui

berbagai penghargaan atau medali, mulai PON, SEA Games, Asian Games dan

kejuaraan Asia, kejuaraan dunia dan Olympic Games sampai pada World Games.

Penghargaan yang diterima berupa bonus atau hadiah lainnya telah merubah

kehidupan sosial mereka yang semula dengan kondisi ekonomi tergolong kurang

sejahtera (miskin), kini berubah menjadi lebih sejahtera. Tidaklah heran bila

disinyalir “pembangunan bangsa selama ini telah dikendalikan oleh semangat

kapitalisme dengan ekonomi sebagai panglima” (Depdiknas, 2004:xvi)

Keberhasilan pembinaan tersebut telah memberikan aspirasi pada pembinaan

cabang olahraga lainnya, sekaligus pula telah memberikan kontribusi yang positif

(17)

mendukung pengembangan pembinaan cabang olahraga ini, bahkan tidak jarang

menyarankan untuk memindahkan camp katihan ini ke tempat lain yang lebih luas

dan representatif.

Pencapaian prestasi seperti itu tentu saja tidak datang dengan sendirinya tetapi

melalui perjuangan dan kerja keras yang dilakukan oleh pelatih beserta atlet yang

didukung pula oleh berbagai faktor, baik dari dalam dirinya (endogen) maupun faktor

luar (eksogen) yang selalu mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian prestasi,

hal ini seperti dikemukakan oleh Rusli Lutan dalamTeori Belajar Keterampilan

Motorik; Konsep dan Penerapannya (2005:13) bahwa yang dimaksud dengan faktor

endogen ialah atribut atau ciri-ciri yang melekat pada aspek fisik dan psikis

seseorang seperti aspek fisik (kekuatan, kecepatan, kelentukan, koordinasi dan daya

ledak (explosive power), di tambah pula oleh aspek psikis, yakni motivasi atau

keinginan untuk meraih kemenangan (need achievement) di bawah tekanan (stress)

atau toleransi terhadap pembebanan, dan (2) eksternal (eksogen), yakni faktor-faktor

di luar individu, dan bisa dipersepsikan sebagai lingkungan tempat atlet berada atau

lingkungan tempat berlatih maupun di lingkungan yang lebih umum pengertiannya

seperti lingkungan fisikal-geografis, ekonomi, sosial dan budaya, bahkan tradisi

kegiatan yang telah melekat di suatu lingkungan masyarakat tertentu, serta orientasi

dan kemampuan ekonomi keluarga. Dengan kata lain keberhasilan seorang lifter

angkat besi dan berat, sesungguhnya ditentukan oleh bermacam-macam faktor yang

saling mempengaruhi secara kompleks dan melibatkan berbagai disiplin ilmu.

Berbagai faktor seperti usia, jenis kelamin, tinggi badan, panjang lengan, panjang

(18)

mempengaruhi penampilan (performance) atlet telah dikemukakan pula oleh Bompa

(1990), Stillwell dan Willgoose (1997:38), bahkan menyangkut kinerja fisik Berger

(1982: 242) membaginya dalam dua kekuatan otot, yaitu kekuatan otot tinggi dan

kekuatan otot rendah. Adapun faktor internal, dapat dipersepsikan sebagai

kemampuan fisik, penguasaan teknik, dan taktik serta mental (Harsono, 1988 dan

Bompa,1990) Sedangkan faktor yang datang dari luar (eksternal) adalah pelatih,

iklim latihan, sosial, asal-usul, dan gizi. Di samping itu masih terdapat pula faktor

yang mempengaruhi pencapaian prestasi, seperti, sarana dan prasarana yang

memadai, dana, dan kebijakan.

B. Masalah Penelitian

Dari uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah penelitian,

sebagai berikut:

1. Bagaimana efektivitas lembaga swadaya masyarakat (LSM) dalam olahraga

terhadap pembinaan prestasi angkat besi dan angkat berat ditinjau dari

lingkungan sosial budaya dan peranan figur pembina serta kepemimpinan

(orientasi nilai), sehingga tercipta proses pembinaan berkelanjutan?

2. Terkait dengan keberadaan LSM tersebut bagaimana pola partisipasi para atlet

usia muda, serta sosialisasi cabang olahraga angkat besi dan angkat berat sejak

tahap pengenalan latihan intensif dan berprestasi hingga kemudian mencapai

puncak prestasi, dengan memperhitungkan peranan para atlet pendahulu

(19)

3. Sejauhmana peranan kebijakan pemerintah terhadap pelaksanaan pembinaan

prestasi olahraga yang dilakukan oleh LSM tersebut yang berkait dengan

penghargaan dan bantuan?

4. Bagaimana hubungan fungsional antara prestasi angkat besi dan angkat berat

dengan faktor fisik, fisiologis, dan motivasi para atlet yang bersangkutan?

Manakala ditinjau dari faktor fisik, fisiologis, dan motivasi terhadap prestasi

maka uraian pertanyaan penelitian adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fisik (tinggi

badan, berat badan, panjang lengan, panjang tungkai, tinggi duduk, lingkar

lengan, lemak paha), motivasi, dan faktor fisiologis (genggam kanan, genggam

kiri, tarikan lengan, dorongan lengan, kekuatan tungkai, fleksibilitas, dan daya

ledak (power)) terhadap prestasi secara simultan pada atlet angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

2. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi badan

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

3. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor berat badan

badan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

4. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang

lengan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat

(20)

5. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang

tungkai (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

6. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi duduk

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

7. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lingkar

lengan (fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

8. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lemak paha

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

9. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor motivasi

terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

10.Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam

kanan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

11.Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam

kiri (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat

(21)

12. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tarikan

lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

13. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor dorongan

lengan (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

14. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor kekuatan

tungkai (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

15. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fleksibilitas

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

16. Apakah terdapat hubungan fungsional yang signifikan antara faktor daya ledak

(power) (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

angkat berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian secara umum adalah

1. Memperoleh gambaran tentang efektivitas kepemimpinan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM) dalam olahraga terhadap pembinaan prestasi angkat besi dan

angkat berat ditinjau dari lingkungan sosial budaya dan peranan figur pembina

serta kepemimpinan (orientasi nilai) sehingga tercipta proses pembinaan

(22)

2. Mengidentifikasi pola partisipasi para atlet usia muda dalam angkat besi dan

angkat berat sejak tahap pengenalan latihan yang intensif dan berprestasi hingga

kemudian mencapai puncak prestasi, dengan memperhitungkan peranan para atlet

pendahulu sebagai model (sosialisasi),

3. Mengkaji lebih jauh peranan kebijakan pemerintah daerah terhadap pelaksanaan

pembinaan prestasi olahraga yang dilakukan oleh LSM tersebut yang berkait

dengan penghargaan dan bantuan

4. Mengetahui bagaimana hubungan fungsional antara prestasi angkat besi dan

angkat berat dengan faktor fisik, fisiologis, dan motivasi para atlet yang

bersangkutan di Padepokan Gajah Lampung.

Sedangkan tujuan penelitian secara khusus bertujuan untuk:

1. Mengungkap hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fisik (tinggi

badan, berat badan, panjang lengan, panjang tungkai, tinggi duduk, lingkar

lengan, lemak paha), motivasi, dan faktor fisiologis (genggam kanan, genggam

kiri, tarikan lengan, dorongan lengan, kekuatan tungkai, fleksibilitas, dan daya

ledak (power)) terhadap prestasi secara simultan pada atlet angkat besi dan angkat

berat di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri

2. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi badan (fisik)

terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

3. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor berat badan badan

(23)

4. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang lengan

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

5. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor panjang tungkai

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

6. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tinggi duduk (fisik)

terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

7. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lingkar lengan

(fisik) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

8. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor lemak paha (fisik)

terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di

Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

9. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor motivasi terhadap

prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah

Lampung, baik putra maupun putri ?

10.Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam kanan

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

(24)

11.Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor genggam kiri

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

12. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor tarikan lengan

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

13. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor dorongan lengan

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

14. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor kekuatan tungkai

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

15. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor fleksibilitas

(fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan angkat berat

di Padepokan Gajah Lampung, baik putra maupun putri ?

16. Mengkaji hubungan fungsional yang signifikan antara faktor daya ledak

(power) (fisiologis) terhadap prestasi secara parsial pada atlet angkat besi dan

(25)

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil kajian ini, antara lain;

1. Secara Teoritis

Penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, terutama

bidang-bidang (sub disiplin) yang mempengaruhi peningkatan prestasi atlet,

seperti: lingkungan, sosial dan budaya, fisik, fisiologi, psikologi, manajemen,

kesehatan, dan pendidikan. Semua itu merupakan bagian dari sport science yang

memiliki kontribusi terhadap peningkatan pembinaan olahraga, khususnya pada

cabang olahraga angkat besi dan angkat berat.

2. Secara Praktis

Dari segi kepentingan praksis, sumbangan penting dari penelitian ini

adalah diperolehnya gambaran tentang beberapa faktor yang mempengaruhi

prestasi atlet dan mengidentifikasi berbagai karakteristik suatu cabang olahraga

khususnya cabang olahraga perorangan, sehingga akan sangat membantu para

pembina (pelatih, pengurus) untuk meningkatkan pembinaan secara berkelanjutan,

mulai tahap pengenalan latihan intensif dan berprestasi hingga kemudian

mencapai puncak prestasi.

E. Struktur Organisasi Disertasi

Disertasi ini disusun dan diuraikan menurut urutan sebagai berikut, yaitu

Bab I sebagai Bab Pendahuluan meliputi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan

(26)

Bab II membahas Kajian Pustaka, sebagai bahan untuk memperkuat

pemahaman tentang teori-teori yang mendukung permasalahan dalam penelitian

disertasi. Bab II ini membahas A. Konsep Prestasi, B. Motivasi, C. Fisik (komposisi

tubuh), D. Sosial, E. Fisiologis dan F.Manajemen.

Bab III menjelaskan Pendekatan Penelitian, Populasi dan Sampel, Variabel,

Definisi Operasional dan Desain Penelitian, Prosedur Penelitian. Pengumpulan Data,

validitas dan Reliabilitas Instrumen, dan Teknik Analisis Data

Bab IV tentang Hasil dan Pembahasan Penelitian, dan Bab V berupa

Kesimpulan dari uraian yang dikemukakan pada bab sebelumnya, dilengkapi dengan

Implikasi dan Rekomendasi sebagai pedoman dalam penelitian berikutnya.

Selanjutnya Daftar Pustaka dan lampiran sebagai pendukung dan bahan bacaan

kejelasan materi dalam disertasi ini.

Uraian singkat disertasi ini dapat dilihat pada abstrak yang menggambarkan

secara lengkap keseluruhan isi disertasi. Selanjutnya promovendus berharap

(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan survey method. Menurut Nazir (2011:56) bahwa

metode survei adalah :

Penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah. Metode survei membedah dan menguliti serta mengenal masalah-masalah serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta perbanding-an-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang dalam menangani situasi atau masalah yang serupa dan hasilnya dapat digunakan dalam pembuatan rencana dan pengambilan keputusan di masa mendatang.

Sedangkan menurut Masri Singarimbun (2003:21), penelitian survei dapat

digunakan untuk maksud (1) penjajagan (eksploratif), (2) deskriptif, penjelasan

(explanatory atau confirma-tory), yaitu menjelaskan hubungan kausal dan

pengujian hipotesis, (4) evaluasi, (5) prediksi atau meramalkan kejadian tertentu

di masa yang akan datang, (6) penelitian operasional, dan (7) pengembangan

indikator-indikator sosial. Bahkan menurut Riduwan (2011:49-50) bahwa

penelitian survei biasanya dilakukan untuk mengambil suatu generalisasi dari

pengamatan yang tidak mendalam, tetapi generalisasi yang dilakukan bisa lebih

akurat bila digunakan sampel yang representatif.

Studi yang dikembangkan dalam penelitian ini dilakukan dengan studi

kepustakaan dan studi lapangan. Karena penelitian ini menggunakan pendekatan

kualitatif dan kuantitatif (campuran) maka teknik pengumpulan data untuk

(28)

kuantitatif melalui tes & pengukuran dan angket. Analisis data yang digunakan

adalah analisis korelasi atau regressi ganda (multiple regression). Analisis ini

digunakan dalam menguji besarnya kontribusi yang ditunjukan oleh koefisien

korelasi pada setiap hubungan kausal antar variabel fisik (X1), motivasi (X2), dan

fisiologis (X3) terhadap prestasi atlet (Y).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Camp latihan atlet angkat besi dan angkat

berat Propinsi Lampung sekaligus juga tempat latihan para atlet nasional, yang

disebut sebagai “Padepokan Atlet Angkat Besi Angkat Berat Gajah Lampung”

berlokasi di Jl. Ahmad Yani No. 7 Kabupaten Pringsewu, Propinsi Lampung.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Dalam penelitian kuantitatif yang menjadi perhatian utamanya ada pada

populasi. Oleh karena itu, dikemukakan beberapa pendapat para ahli tentang

pengertian populasi adalah totalitas semua nilai yang mungkin baik hasil

menghitung ataupun pengukuran, kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik

tertentu mengenai sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari

sifat-sifatnya (Sudjana, 2003:6). Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah

dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono,2004:57). Pada umumnya

pengertian survei dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel

atas populasi untuk mewakili seluruh populasi. Populasi dalam penelitian ini

(29)

2. Sampel Penelitian

Populasi dinyatakan sebagai totalitas wilayah generalisasi, maka sampel

merupakan bagian dari populasi yang secara representatif menggeneralisasikan

penelitian. Oleh sebab itu penetapan sampel harus benar-benar terseleksi secara

representatif agar dalam menarik kesimpulan nantinya sesuai dengan karakteristik

populasi. Populasi penelitian ini adalah para atlet yang memiliki karakteristik

hampir sama, yaitu atlet yang dibina dalam tempat latihan (base camp) yang

dikelola secara teratur. Arikunto (2003:117) mengatakan bahwa: “Sampel adalah

bagian dari populasi.” Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang

diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Berkaitan

dengan teknik pengambilan sampel Nasution (2003:135) bahwa, “mutu penelitian

tidak selalu ditentukan oleh besarnya sampel, akan tetapi oleh kokohnya

dasar-dasar teorinya, oleh desain penelitianya.”

Karena penelitian ini adalah kualitatif dan kuntitaif, maka untuk penelitian

kualitatif sebagai unit analisisnya adalah Lembaga atau Padepokan Angkat Besi

dan Angkat Berat Gajah Lampung, sedangkan untuk penelitian kuantitatif sebagai

sampelnya adalah atlet, yang saat ini tengah berlatih di Padepokan tersebut

sebanyak 47 orang (20 wanita; 27 pria).

D. Variabel, Definisi Operasional dan Desain Penelitian 1. Variabel Penelitian

Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:

(30)

2. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel bertujuan untuk menjelaskan makna variabel

yang sedang diteliti. Singarimbun (2003:46-47) memberikan pengertian tentang

definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana cara

mengukur suatu variabel, dengan kata lain definisi operasional adalah semacam

petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi

operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peniliti lain yang

ingin menggunakan variabel yang sama. Lebih lanjut Masri.S mengatakan: “dari

informasi tersebut akan mengetahui bagaiman caranya pengukuran atas variabel

itu dilakukan. Dengan demikian peneliti dapat menentukan apakah prosedur

pengukuran yang sama dilakukan (diperlukan) prosedur pengukuran baru.

Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi operasional

itu harus bisa diukur dan spesifik serta bisa dipahami oleh orang lain, adapun

definisi operasional variabel penelitian diuraikan sebagai berikut.

a. Motivasi berprestasi

Definisi opersional motivasi berprestasi didasarkan pada teori yang

dikem-bangkan oleh David McClelland (1985), sedangkan penjabaran operasional

variabel motivasi berprestasi menjadi tiga dimensi kajian, yakni dimensi

kebutuhan: achievment, power, dan affiliation. (1) indikator-indikator Need for

Achievmenti: (a) dorongan akan tanggung jawab: (b) berani mengAmbil resiko;

(c) berprestasi yang lebih tinggi. (2) indikator-indikator Need for Affiliation: (a)

(31)

untuk berkarya; dan (e) penghargaan sesama atlet. Ketiga dimensi kajian motivasi

berprestasi tersebut dikembangkan menjadi 12 indikator penelitian. Keduabelas

indikator penelitian diopersionalkan menjadi 20 item kuesioner penelitian yang

disusun dengan format Skala Likert.

b. Fisik (Komposisi Tubuh)

Definisi operasional fisik atau postur tubuh menurut Frank M.Verducci

(1980:215-227) dapat diukur berdasarkan anthropometri dan komposisi tubuh

(body composition). Sedangkan David Doherty (1996:15-45); mengemukakan

bahwa untuk mengukur fisik berdasarkan antropometri, komposisi tubuh, dan

kematangan, Karena angkat besi dan angkat berat memiliki karakteristik khusus

maka untuk pengukuran fisik menggunakan acuan kedua ahli tersebut tetapi yang

diambil hanya aspek yang dianggap sangat dominan saja, seperti berat badan,

tinggi badan, panjang badan (tinggi duduk), panjang lengan, panjang tungkai,

lingkar lengan, usia, dan jenis kelamin

c. Fisiologis

Definisi operasional fisiologis didasarkan pada pendapat Frank .Verducci

(1980:215-227) juga dari Johnson dan Nelson (1986:60-76) dalam Practical

Measurements for Evaluation in Physical Education untuk mengukur aspek

fisik pada cabang olahraga angkat berat dan angkat besi meliputi kemampuan otot

seperti daya ledak lengan, kekuatan lengan dan kelentukan togok.

d. Prestasi

Definisi operasional prestasi didasarkan menurut Undang-Undang Sistem

(32)

maksimal yang dicapai olahragawan atau kelompok olahragawan (tim) dalam

kegiatan olahraga.” Karena angkat besi dan angkat berat memiliki karakteristik

sendiri, yaitu kemampuan mengangkat beban/barbel sekuat-kuatnya secara cepat

(explossive power), hal ini sesuai dengan pendapat Harre (1982:10) bahwa,

power adalah kemampuan seorang atlet untuk mengatasi tahanan/beban dengan

suatu kecepatan yang tinggi dalam suatu gerakan yang utuh. Karena itu untuk

mengukur prestasi atlet dalam penelitian ini adalah kemampuan mengangkat

beban/barbel secara maksimal atau angkatan total pada masing-masing cabang.

Sedangkan medali yang diperoleh dalam suatu kejuaraan dari masing-masing

lifter angkat besi dan berat di Padepokan Gajah Lampung hanya sebagai

pembanding saja.

3. Desain Penelitian

Adapun desain penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut:

ŷ = X1 (X1.1, X1.2, X1.3, X1.4, X1.5, X1.6, X1.7) + X2 + X3 (X3.1, X3.2, X3.3, X3.4, X3.5, X3.6, X3.7)

Keterangan:

X1 = Faktor fisik X3 = Faktor Fsisiologis X1.1 = tinggi badan X3.1 = genggam kanan

X1.2 = berat badan X3.2 = genggam kiri X1.3 = panjang lengan X3.3 = tarikan lengan

X1.4 = panjang tungkai X3.4 = dorongan lengan X1.5 = tinggi duduk X3.5 = kekuatan tungkai X1.6 = lingkar lengan X3.6 = fleksibilitas X1.7 = lemak paha

X2 = Faktor motivasi X3.7 = Daya ledak (power)

(33)

E. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam suatu penelitian merupakan langkah-langkah pokok yang harus

dilakukan peneliti melalui tahapan-tahapan penelitian tertentu dan dalam waktu

tertentu pula. Dalam prosedur penelitian tidak boleh melepaskan diri dari metode

ilmiah. Hal ini diharapkan agar hasil yang diperoleh benar-benar berdasarkan fakta

yang ada, terlepas dari prasangka pribadi, menggunakan prinsip-prinsip analisis,

menggunakan ukuran yang objektif, dan menggunakan teknik kualifikasi (Nazir,

2003:43). Untuk itulah agar dapat memperoleh validitas dan rehabilitasi yang cukup

tinggi maka penelitian ini dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:

persiapan, instrumentasi, pengumpulan data yang diperoleh, analis data, pengujian

hipotesis, konfirmasi hasil, dan menyimpulkan hasil penelitian. Adapun tahapan

penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut

1. Persiapan

Agar pekaksanaan penelitian diharapkan berjalan lancar maka telah

ditempuh berbagai langkah antara lain: pembuatan surat izin penelitian, penyiapan

alat perekam dan butir penyusunan daftar pertanyaan, pabrikasi alat ukur atau

tera di Dinas Metrologi Propinsi Lampung dan pembuatan instrumen penelitian

(angket), khususnya untuk variabel motivasi berprestasi.

2. Instrumen

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(a)Untuk memperoleh sejumlah data yang bersifat kualitatif seperti profil

Padepokan, pelatih, dan atlet menggunakan teknik wawancara, observasi, dan

(34)

(b) Untuk memperoleh sejumlah data yang bersifat kuantitatif, seperti :

- Berat badan, panjang tungkai, tinggi duduk, panjang lengan, panjang tungkau,

tebal lemak, lingkar lengan (variabel fisik) menggunakan health scale dengan

satuan bilangan sentimeter (cm) merk Lafayette dengan model/seri 012585.

- Kekuatan jari (remasan) menggunakan hand grips dynamometer dengan merk

TTM lode 64130044

- Kekuatan dorongan dan tarikan lengan menggunakan push & pull dynamometer

dengan merk TTM dengan kode 11773.

- Daya ledak lengan menggunakan two hand medicine ball put

- Kekuatan tungkai menggunakan leg dynamometer

- Kelentukan (fleksibilitas) otot punggung (togok)menggunakan flexion meter

dengan merk Lafayette kode 012585

Untuk mencapai tingkat akurasi yang tinggi maka semua alat tes dan

pengukuran tersebut telah dipabrikasi (tera) di Dinas Metrologi Propinsi Lampung

tertanggal 5 Pebruari 2010 (surat terlampir).

F. Pengumpulan Data

Nasir (2003:328) mengatakan bahwa teknik pengumpulan data merupakan

alat-alat ukur yang diperlukan dalam melaksanakan suatu penelitian. Data yang

akan dikumpulkan dapat berupa angka-angka, keterangan tertulis, informasi lisan

dan beragam fakta yang berhubungan dengan fokus penelitian yang diteliti.

Sehubungan dengan pengertian teknik pengumpulan data dan wujud data yang

(35)

pengumpulan data yaitu studi tes dan pengukuran lapangan, wawancara,

observasi, dokumentasi dan teknik angket.

1. Prosedur Pelaksanaan Tes dan Pengukuran

Sebelum dilaksanakan tes dan pengukuran orang coba (testee) di tengah

kegiatan latihan dipanggil satu persatu agar tidak mengganggu jalannya latihan,

karena kita tahu bahwa latihan angkat besi dan angkat berat di Padepokan Gajah

Lampung sangat disiplin dan ketat sekali. Selanjutnya dilakukan tes dan

pengukuran sebagai berikut:

Pengukuran Tinggi Badan

Pengukuran tinggi badan menurut Verducci (1980:221-225) yaitu’ subyek tanpa

alas kaki dan tutup kepala, diminta berdiri tegak membelakangi batang pengukur,

kedua tumit rapat, punggung dan bagian belakang kepala sejajar dengan batang

pengukur, kepala tegak menghadap ke depan (tepi bawah rongga mata setinggi

lubang telinga) hasil yang diperoleh dalam sentimeter (cm).

Pengukuran Berat Badan

Pengukuran berat badan menurut Verducci (1980: 221-225) yaitu; subyek

berpakaian seminim mungkin. Hasil penimbangan dicatat dalam satuan kilogram

(kg).

Pengukuran Panjang Tungkai

Cara pengukuran menurut Doherty (1996:33) yaitu: subyek penelitian duduk di

atas meja dengan kaki terjurai. Mengukurnya adalah dari ujung tulang kaki

(36)

Pengukuran Panjang Lengan

Pengukuran panjang lengan menurut Doherty (1996:31), yaitu subyek berdiri

tegak dan posisi lengan lurus. Pengkurannya dilakukan dari ujung tulang lengan

bagian atas sampai pergelangan tangan, hasil dicatat dalam sentimeter (cm). (lihat

Lampiran)

Pengukuran Panjang Badan/Tinggi Duduk

Subyek duduk di atas meja dengan posisi tegak. pengukuran dilakukan dari

acromion (kepala) sampai ke ligamenta inguinal di Spina Illiaca Anterior Superior

(SIAS), hasil dicatat dalam sentimeter (cm) (Doherty, 1996:29). (lihat lampiran).

Pengukuran Lingkar Lengan

Subyek berdiri tegak, pengukuran dilakukan pada lengan bagian atas dengan

melingkarkan meteran dan hasilnya dicatat dalam sentimeter (cm), (lihat

lampiran).

Pengukuran Kekuatan Otot Lengan

Pelaksanaan tes adalah sebagai berikut;

a. Subyek berdiri tegak lurus dngan dua kaki terbuka selebar bahu. Kedua tangan

memegang kedua gagang pegangan push dynamometer yang diletakan di depan

dada, kira-kiraberjarak 15 cm dan petunjuk angka menghadap ke luar/depan.

b. Setelah aba-aba “ya” subyek menekan kedua pegangan alat tersebut secara

serentak tanpa dihentakkan serta posisi badan tetap tegak

c. Kesempatan melakukan adalah tiga kali, catat hasil yang diperoleh dan ambil

(37)

Pengukuran Kekuatan Jari Tangan

Pelaksanaan tes :

a. Subyek berdiri tegak memegang alat dengan tangan kiri maupun kanan secara

bergantian

b. Setelah aba-aba “ya” ubyek menarik alat secara serentak tanpa dihentakkan

serta posisi badan tetap tegak (lihat lampiran)

Pengukuran Kekuatan Otot Tungkai

Pelaksanaan tes kekuatan otot tungkai adalah sebagai berikut:

a. Subyek berdiri tegak lurus dengan dua kaki rapat menginjak alat dan lutut

ditekuk. Kedua tangan memegang gagang pegangan leg dynamometer yang

diletakan di depan badan, kira-kira berjarak 15 cm dan petunjuk angka

menghadap ke luar/depan.

b. Setelah aba-aba “ya” subyek meluruskan tungkai secara serentak tanpa

dihentak-kan serta posisi badan tetap tegak

c. Kesempatan melakukan adalah sekali

Pengukuran Daya Ledak Otot Lengan

Pelaksanaan tes daya ledak otot lengan adalah sebagai berikut:

a. Subyek duduk di kursi dalam sikap tegak, bebatkan tali dada yang dipegang

oleh kawannya

b. Pegang bola medicine dengan keedua tangan di depan dada (jari-jari terbuka

seperti posisi chest pass pada bola basket), kedua siku berada di samping badan

(38)

c. Subyek menolakkan bola medicine sekuat mungkin setelah diberi aba-aba

“ya”. Ukur jarak yang dicapai mulai dari garis batas kaki sampai tempat atau

tanda jatuhnya bola medicine yang terdekat

d. Kesempatan 3 (tiga) kali diambil nilai yang terbaik. Hasil dicatat dalam satuan

sentimeter (cm) (Johnson, B.L. and Nelson, J.K., 1986;217)

Pengukuran Kelentukan Punggung (fleksibilitas)

Pelaksanaan tes:

a. Subyek duduk kaki lurus dan menempel pada alat tes

b. Begitu ada aba-aba “ya” tangan dijulurkan selurus mungkin di atas papan yang

ada angkanya

c. Hasil dicatat dari ujung jari pada angka yang dicapainya

Prestasi atau Kineja Atlet

Merupakan variabel terikat (endogen) adalah kinerja atlet (Y). Data diperoleh

berdasarkan tes yang diambil dari angkatan maksimal atau total angkatannya

untuk setiap atlet pada ngkat besi maupun ankat berat.

2. Studi Dokumentasi

Teknik dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, parasasti, notulen

rapat, lengger, agenda dan sebagainya mengisyarat. (Suharsimi, 2006 : 231).

Studi dokumentasi dalam pengumpulan data penelitian ini dimaksudkan

sebagai cara mengumpulkan data dengan mempelajari dan mencatat prestasi yang

(39)

atau berbagai hal yang dianggap penting yang terkait dengan prestasi yang telah

dicapainya. Studi Dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data langsung dari

lembaga atau Base Camp Padepokan tersebut meliputi buku-buku, laporan

kegiatannya yang relevan dengan fokus penelitian.

3. Teknik Wawancara dan Observasi yang bersifat kualitatif

Wawancara merupakan percakapan yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih yaitu wawancara yang akan mengajukan pertanyaan dan orang yang akan

diwawancarai yang akan memberikan jawaban atas pertanyaan yang akan

diajukan (Moleong, 2005 : 186). Wawancara harus diperoleh dalam waktu yang

sangat singkat serta bahasa yang digunakan harus jelas dan teratur. Tekhnik

wawancara dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : (1) Pembicaraan formal

Wawancara ini sangat tergantung pada pewawancara sendiri tergantung pada

spontanitasnya mengajukan pertanyaan kepada yang diwawancarai, (2)

Pendekatan menggunakan petunjuk umum wawancara. Jenis ini mengharuskan

pewawancara membuat kerangka dan garis besar pokok-pokok yang akan

ditanyakan, pokok-pokok pertanyaan tidak perlu dipertanyakan secara berurutan.

Pelaksanaan wawancara dan pengurutan pertanyaan disesuaikan dengan keadaan

responden, dan (3) Wawancara baku terbuka. Jenis wawancara ini menunjukkan

seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-kata dan cara penyajian

sama untuk setiap responden. Wawancara jenis ini bermanfaat apabila yang

diwawancarai jumlahnya banyak (Moleong, 2005 : 187-188)

Pada penelitian ini digunakan teknik wawancara yang menggunakan

(40)

telah mempersiapkan berbagai hal yang akan ditanyakan sehingga berbagai hal

yang ingin diketahui dapat lebih terfokus. Untuk memperoleh sejumlah data

berupa profil dan sepak terjang di luar maupun di dalam Padepokan yang

fokusnya adalah atlet dan pelatih serta mantan atlet menggunakan wawancara dan

observasi atau cacatan lapangan. Demikian pula dengan masyarakat terutama

dengan para orang tua atlet.

4. Teknik Angket

Angket disebarkan pada responden dalam hal ini sebanyak 37 responden.

Pemilihan model angket ini, didasarkan atas alasan bahwa: (a) responden

memiliki waktu untuk menjawab pertanyaan atau pernyataan, (b) setiap responden

menghadapi susunan dan cara pengisian yang sama atas pertanyaan yang

diajukan, (c) responden mempunyai kebebasan memberikan jawaban, dan (d)

dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan dari banyak

responden atas sejumlah pertanyaan yang diajukan di dalam angket tersebut.

Indikator-indikator yang merupakan penjabaran dari variabel bebas (eksogen)

adalah motivasi berprestasi (X2) Selanjutnya pengembangan instrumen ditempuh

melalui beberapa cara, yaitu (a) menyusun variabel penelitian; (b) menyusun

kisi-kisi instrumen; (c) melakukan uji coba instrumen; dan melakukan pengujian

validitas dan reliabilitas instrumen, (contoh angket tersaji dalam lampiran).

(41)

Tabel 3.1.

Catatan: Motivasi berprestasi (X2) dikembangkan dari David McClelland (1985)

G. Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Untuk memperoleh validitas dan reliabilitas yang diharapkan pada angket

motivasi, sebelumnya diadakan uji coba dahulu pada cabang olahraga Panahan,

dengan pertimbangan; (1) sama-sama cabang individual, (2) secara kebetulan

sama sebagai cabang prioritas, dan (3) para atlet menetap di tempat pemusatan

latihan daerah (pelatda). Setelah data hasil uji coba terkumpul kemudian diolah

dan dianalisis secara statistik, ternyata dari 25 pernyataan pada angket motivasi

secara kebetulan hanya 20 yang dinyatakan valid. Item pernyataan dinyatakan

valid apabila t-hitung>t-tabel pada tingkat kepercayaan 95% yaitu 1,83. Nilai

reliabilitas angket motivasi sebesar 0.945, hal ini menunjukan angket cukup

(42)

mengungkapkan ketepatan dan kemantapan alat ukur. (Hasil analisis disajikan

pada lampiran).

H. Teknik Analisis Data 1. Analisis Data Kualitatif

Dalam pemaparan data kualitatif seperti anjuran Lincoln dan Guba (dikutip

oleh Rudestam & Newton, 1992 dalam Pedoman Penulisan Karya Ilmiah UPI

(2011:31), bahwa dalam pemaparan data kualitatif, ada dua kegiatan yang

dilakukan, yakni unitising. Kegiatan memberi kode yang mengidentifikasi unit

informasi yang terpisah dari teks, dan categorising yaitu menyusun dan

mengorganisasikan catatan berdasarkan persamaan makna.

Adapun pemaparan dan analisiss data kualitatif berdasarkan pertanyaan

penelitian dan kategorisasi data, antara lain meliputi: (a) struktur dan manajemen

Padepokan Gajah Lampung, (b) lingkungan sosial budaya, (c) figur pembina dan

kepemimpinan yang terkait dengan orientasi nilai, (d) pembinaan, (e) profil atlet,

(f) catatan prestasi, (g) kebijakan (policy), dan (h) penghargaan dan bonus.

2. Analisis Data Kuantitaif

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

analisis regresi linier berganda (multiple linier regression). Persiapan yang

dilakukan adalah dengan mengumpulkan semua data, baik data hasil tes dan

pengukuran pada variabel fisik dan fisiologis maupun data dari variabel motivasi

yang berupa kuisoner. Untuk data dari kuisoner kemudian memeriksa lembar

(43)

datanya, seperti berat, jarak dan kecepatan maka datanya perlu diolah terlebih

dahulu dalam t skor.

Dengan menggunakan analisis regresi ini dapat ditunjukkan hubungan

secara fungsional dari satu variabel dengan variabel lainnya terutama dengan

variabel akibat melalui koefisien regressi.

Analisis regresi linier berganda mensyaratkan harus dipenuhinya uji asumsi

klasik yakni data berdistribusi normal, tidak terdapat heteroskedastisitas, tidak

terdapat multikolinieritas dan tidak terdapat autokorelasi. Jika semua asumsi

klasik terpenuhi maka hasil analisis regresi linier berganda dapat digunakan,

sebaiknya jika ada asumsi klasik yang dilanggar maka hasil analisis regresi linier

berganda tidak dapat dipercaya keandalannya. Dengan demikian maka setelah

dilakukannya analisis regresi linier berganda maka perlu dilakukan uji asumsi

klasik.

Dalam analisis ini dilakukan dalam dua kategori, yaitu pada sampel putra

dan putri.

a. Sampel Putra

1) Analisis Regresi Linier Berganda

Pada analisis regresi linier berganda berikut digunakan metode Backward

dalam mengestimasi parameter. Metode ini pada tahap pertama akan memasukan

semua variabel bebas (sejumlah 15 variabel) dalam mengestimasi variabel terikat.

Pada tahap berikutnya, akan dilakukan seleksi dengan berturut-turut

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.3   Hasil Uji Hipotesis Parsial (Uji t) Tahap 1-5 Atlet Putra
Tabel 3.5  Hasil Uji Normalitas Data Penelitian Atlet Putra (n=27)
Tabel 3.6  Uji Autokorelasi Atlet Putra (n=27)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tema RKPD Provinsi Jawa Barat Tahun 2018: Percepatan Pembangunan Manusia bagi Upaya Peningkatan Daya Saing. Menuju

PONTIANAK, 10 Januari 2018 – Sinar Mas Agribusiness and Food, melalui unit usahanya PT Kartika Prima Cipta (KPC) menyerahkan dana bantuan Beasiswa SMART kepada enam

Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pengaruh pendidikan gizi tentang 1000 hari pertama kehidupan dengan media booklet terhadap pengetahuan dan sikap

Inovasi Proses & Program Daerah 20% 30% Penyesuaian bobot terkait penambahan kriteria

Kedua, public service yaitu berupa kemampuan mahasiswa untuk berkontribusi di dunia kerja atau realitas sosial atas berbagai kompetensi akademik yang telah

[r]

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Solove, Kec. Sigi Biromaru, Kab. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2015 sampai dengan Juli 2015. Alat yang

Hal yang sama terjadi pula di Aceh dengan pembentukan propinsi (1959) mempunyai status istemewa, sesuai dengan keinginan orang Aceh sendiri, untuk