• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN EKSPLORATIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KEMAMPUAN KOMUNIKASI, DAN KARAKTER MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN EKSPLORATIF TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KEMAMPUAN KOMUNIKASI, DAN KARAKTER MATEMATIS SISWA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA."

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

PENGESAHAN ……….. i

PERNYATAAN……….. ii

ABSTRAK ……….. iii

KATA PENGANTAR ………... iv

UCAPAN TERIMA KASIH ………. v

DAFTAR ISI ………... viii

DAFTAR TABEL ……….. xi

DAFTAR GAMBAR ……… xiii

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ………. 1

1.2 Rumusan Masalah ……….. 9

1.3 Tujuan Penelitian ……… 9

1.4 Manfaat Penelitian ……….. 10

1.5 Definisi Operasional ……… 11

1.6 Hipotesis Penelitian ………. 13

BAB II KAJIAN TEORETIS 2.1 Kegiatan Pembelajaran Matematika Eksploratif ………. 15

2.2 Kemampuan Penalaran Matematis ………. 26

2.3 Kemampuan Komunikasi Matematis ………. 31

2.4 Pendidikan Karakter dan Karakter ………. 35

2.4.1 Pengertian Karakter ……….. 39

2.4.2 Tahapan Pengembangan Karakter ……… 40

(2)

2.4.4 Nilai-nilai Karakter Melalui Kegiatan Eksploratif ………….. 42

2.4.5 Penilaian Karakter Siswa ………. 44

2.5 Penelitian Relevan ……….. 46

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ………. 48

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ……… 49

3.3 Variabel Penelitian ………. 49

3.4 Instrumen Penelitian ……….. 50

3.5 Prosedur Penelitian ………. 59

3.6 Analisis Data ………. 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskriptif Pembelajaran Eksploratif ……….. 71

4.2 Deskripsi Analisis Lembar Kerja Siswa ……….. 76

4.3 Deskripsi Scoring Rubric………. 83

4.4 Deskriptif Hasil Pengolahan Data ……….. 89

4.4.1 Hasil Pretes Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi ……… 91 4.4.2 Peningkatan Kemampuan Penalaran Siswa ……… 96

4.4.3 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa …... 99

4.4.4 Lembar Observasi ……… 102

4.4.5 Analisis Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran Matematika ……….. 105

4.4.6 Angket Skala Sikap ………... 116

4.5 Pembahasan Hasil Penelitian 4.5.1 Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis ……….. 127

4.5.2 Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis ………….. 128

(3)

4.5.3 Karakter-Karakter Siswa dalam Proses Pembelajaran

Matematika ……….. 129

4.5.4 Karakter Siswa serta Kaitannya dengan Kemampuan Penalaran dan Kemampuan Komunikasi Siswa pada Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah ……….. 139

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ……….. 146

5.2 Saran ……… 147

DAFTAR PUSTAKA ………. 148

LAMPIRAN ………... 152

(4)

DAFTAR TABEL

2.1 Deskripsi Komponen Penalaran ……….. 30

3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis ……… 51

3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis ………. 52

3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi ……….... 54

3.4 Klasifikasi Reliabilitas ……… 55

3.5 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda ………. 57

3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran ……….. 58

3.7 Klasifikasi Gain (g) ………... 64

3.8 Kategori Penilaian Aktivitas Siswa ……….. 67

4.1 Statistik Deskriptif Skor Kemampuan Penalaran ……….. 89

4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi ……….. 90

4.3 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Penalaran Matematis …….. 92

4.4 Uji Normalitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis …. 93

4.5 Deskriptif Uji Mann-Whitney Pretes Kemampuan Penalaran Matematis ……… 94

4.6 Uji Mann-Whitney Pretes Kemampuan Penalaran Matematis …… 95

4.7 Deskriptif Uji Mann-Whitney Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ……….. 95

4.8 Uji Mann-Whitney Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis …. 95

4.9 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran …. 97 4.10 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis ……….. 97 4.11 Uji Homogenitas Varians Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis ………... 98

4.12 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis ………... 99

(5)

4.13 Statistik Deskriptif Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi .. 100

4.14 Uji Normalitas Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematis ……… 101

4.15 Uji Homogenitas Varians Skor Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematis ………... 101

4.16 Uji Perbedaan Rataan Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematis ………. 102

4.17 Kategori Penilaian Aktivitas Siswa ………. 103

4.18 Karakter pada Masing-Masing Pertemuan ……… 104

4.19 Hasil Analisis Komponen Utama Secara Keseluruhan ……… 118

4.20 Hasil Pengamatan Siswa Kategori Kemampuan Tinggi ………. 140

4.21 Hasil Pengamatan Siswa Kategori Kemampuan Sedang ……… 142

4.22 Hasil Pengamatan Siswa Kategori Kemampuan Rendah ……… 144

(6)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kegiatan Eksplorasi Menurut Buchberger ……….. 15

4.1 Kegiatan Pembelajaran Eksploratif SMP 15 Bandung ……….. 72

4.2 Hasil Kerja Kelompok Siswa dalam Menentukan Luas pada Lingkaran dengan Pendekatan Luas Persegi Panjang ……… 73

4.3 Hasil Kerja Kelompok Siswa dalam Menentukan Luas pada Lingkaran dengan Pendekatan Luas Segitiga ………. 74

4.4 Hasil Kerja Kelompok Siswa dalam Menentukan Luas pada Lingkaran dengan Pendekatan Luas Jajar Genjang ……… 74

4.5 Hasil Kerja Kelompok Siswa dalam Menentukan Luas pada Lingkaran dengan Pendekatan Luas Trapesium ………. 75

4.6 Siswa Menampilkan Hasil Kerja Kelompok di depan Kelas ………. 75

4.7 Jawaban Siswa Pada LKS ke-1 ……….. 77

4.8 Jawaban Siswa Pada LKS ke-2 ………... 78

4.9 Jawaban Siswa Pada LKS ke-3 ………... 79

4.10 Jawaban Siswa Pada LKS ke-4 ………... 80

4.11 Jawaban Siswa Pada LKS ke-5 ………... 81

4.12 Jawaban Siswa Pada LKS ke-6 ………... 82

4.13 Hasil Jawaban Siswa ………... 84

4.14 Hasil Jawaban Siswa ………... 85

4.15 Hasil Jawaban Siswa ………... 86

4.16 Hasil Jawaban Siswa ………... 86

4.17 Hasil Jawaban Siswa ………... 87

4.18 Hasil Jawaban Siswa ………... 88

4.19 Diagram Keantusiasan Siswa dalam Proses Pembelajaran …………. 105

4.20 Diagram Aktivitas Siswa Menyelesaikan PR Matematika …………. 106

(7)

4.21 Diagram Upaya Sungguh-Sungguh dalam Mengatasi Berbagai

Hambatan Pembelajaran ………. 107

4.22 Diagram Pengerjaan Latihan dan Ketepatan Jawaban Siswa ……….. 108

4.23 Diagram Keruntunan Tahap demi Tahap ……… 109

4.24 Diagram Siswa yang Memperhatikan dan Mengikuti Pembelajaran

dengan Baik ……… 110

4.25 Diagram Siswa Mengajukan Pertanyaan yang Berhubungan dengan

Materi ……….. 111

4.26 Diagram Siswa yang Berani ke depan Kelas Menyelesaikan

Permasalahan Matematika ……….. 112

4.27 Diagram Kepercayaan Diri Siswa dalam Menjawab Pertanyaan

Selama Belajar Matematika ……… 113

4.28 Diagram Siswa yang Memberikan Tanggapan atau Ide ………. 114

4.29 Diagram Interaksi Siswa dengan Temannya dalam Mendiskusikan

Tugas yang Diberikan Guru ……… 115

4.30 Diagram Partisipasi Siswa dalam Kelompok saat Belajar

Matematika ……….. 116

4.31 Scree Plot Pernyataan Skala Sikap secara Keseluruhan ………. 119

4.32 Hasil Plot Pernyataan Skala Sikap Secara Keseluruhan ………. 120

4.33 Hasil Plot Respon Siswa terhadap Komponen Utama Pertama dan

Komponen Utama Kedua ……….. 124

4.34 Hasil Plot Respon Siswa terhadap Komponen Utama Pertama dan

Komponen Utama Ketiga ………. 125

4.35 Hasil Plot Respon Siswa terhadap Komponen Utama Pertama dan

Komponen Utama Keempat ……….. 126

(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A. Bahan Ajar

1. Silabus Penelitian ………... 152

2. RPP Kelas Eksperimen ………... 155

3. Lembar Kerja Siswa (LKS) ……….. 170

Lampiran B. Instrumen Penelitian

1. Kisi-kisi Soal Kemampuan Penalaran Matematis Siswa …………. 204

2. Soal Kemampuan Penalaran Matematis ………. 205

3. Kunci Jawaban Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………. 207

4. Kisi-kisi Soal Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ………. 210

5. Soal Kemampuan Komunikasi Matematis ……….. 211

6. Kunci Jawaban Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa …….. 213

7. Lembar Observasi Siswa Pada Setiap Pertemuan ……… 226

8. Kisi-Kisi Angket Skala Sikap Siswa ……… 234

9. Angket Skala Sikap Siswa ……… 238

Lampiran C. Uji Coba Instrumen

1. Data Uji Coba Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………… 241

2. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Penalaran Matematis Siswa .. 242

3. Data Uji Coba Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ……… 243

4. Analisis Data Uji Coba Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa …….. ………. 244

Lampiran D. Data Hasil Penelitian

1. Skor Kemampuan Awal Matematis Siswa

(Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen) ………. 245

(9)

2. Data Pretes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………. 247

3. Data Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa ………... 249

4. Data Postes Kemampuan Penalaran Matematis Siswa ………. 251

5. Data Postes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa …………. 255

6. Perhitungan Data dan Uji Statistik Pretes ……… 257

7. Data Gain terrnormalisasi Kemampuan Penalaran Matematis

Siswa ……… 259

8. Perhitungan Data dan Uji Statistik Gain ternormaliasi Kemampuan

Penalaran ………. 262

9. Data Gain Ternormalisasi Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa ………... 263

10. Perhitungan Data dan Uji Statistik Gain Ternormalisasi

Kemampuan Komunikasi Matematis ……….. 266

11. Data Angket Skala Sikap terhadap Karakter Siswa ………. 267

12. Perhitungan Data dan Uji Statistik Angket Skala Sikap Siswa …. 271

13. Analisis Lembar Observasi Siswa ……… 278

Lampiran E. Unsur-Unsur Penunjang Penelitian

1. Jadwal Penelitian ………. 280

2. Foto-Foto Penelitian ………. 281

3. Surat Keterangan ………. 295

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan memegang peranan penting dalam mempersiapkan sumber

daya manusia yang berkualitas, berkarakter dan mampu berkompetensi dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan harus

dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil maksimal. Sejalan

dengan itu pentingnya membangun peradaban bangsa melalui pendidikan yang

dijiwai dengan nilai-nilai luhur bangsa, salah satunya dengan pendidikan karakter.

Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas pada pasal 3

disebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi

warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan karakter dilakukan secara komprehensif menggunakan semua

aspek-aspek sekolah sebagai peluang untuk pengembangan karakter. Dengan

demikian sekolah sangat berperan penting dalam pembentukan karakter siswa

(11)

Menurut Budimansyah, (2010:57) pengembangan karakter berlangsung

dalam konteks suatu satuan pendidikan atau satuan pendidikan holistik (the whole

school reform). Satuan pendidikan sebagai leader sector berupaya memanfaatkan

dan memberdayakan semua lingkungan belajar yang ada untuk menginisiasi,

memperbaiki, menguatkan, dan menyempurnakan secara terus menerus proses

pendidikan karakter di satuan pendidikan.

Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan

dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan

karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang,

sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan siswa

sekolah menengah pertama mampu secara mandiri meningkatkan dan

menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta

mempersonalisasi nilai-nilai karakter dan akhlak mulia sehingga terwujud dalam

perilaku sehari-hari.

Berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan SMP ada beberapa indikator

pencapaian nilai-nilai karakter yang dimiliki oleh siswa SMP antara lain sebagai

berikut:

1. Menunjukkan sikap percaya diri;

2. Mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif;

3. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif;

(12)

5. Menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari;

6. Menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi terwujudnya persatuan dalam negara kesatuan Republik Indonesia;

7. Menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; 8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun;

9. Memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; Menghargai adanya perbedaan pendapat;

10.Menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; 11.Menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis

dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana;

12.Menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah;

Pembentukan karakter siswa dapat dilakukan dari aktivitas-aktivitas pada

saat pembelajaran. Melalui aktivitas-aktivitas pada saat belajar tersebut

diharapkan dapat meningkatkan pengalaman belajar sehingga proses

pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.

Matematika sangat berperan dalam pembentukan karakter siswa, karena

matematika sangat berkaitan dengan aktivitas sehari-hari siswa dan kemampuan

siswa dapat dikembangkan melalui matematika. Ditambah lagi jam pelajaran

matematika yang lebih banyak, sekitar 4 jam pelajaran seminggu.

Permasalahan kita selama ini, kurangnya pengoptimalisasian pendidikan

karakter dalam proses pembelajaran terutama pembelajaran matematika. Padahal

matematika itu sendiri erat kaitannya dengan nilai-nilai karakter. Matematika

melatih siswa untuk berpikir, berarti melatih siswa untuk dapat menentukan sikap.

Hal ini dapat dilakukan dengan berdiskusi atau berdebat di kelas. Berpikir

(13)

atau opini orang lain. Debat bukan melatih siswa asal berpendapat, tetapi

memberi kesempatan saling mencermati. Memberikan ruang kepada siswa untuk

berekspresi dan penyaluran emosional merupakan penerapan dari pendidikan

karakter. Aktivitas belajar dan kegiatan persekolahan yang memberikan

kebebasan ekspresi dan kreasi bagi siswa.

Menurut NCTM (National Council of Teachers of Mathematics,2000)

terdapat enam kemampuan penting yang perlu dikembangkan dalam

pembelajaran matematika, yaitu pemahaman konsep (conceptual understanding),

pemecahan masalah (problem solving), penalaran dan pembuktian (reasoning and

proof), komunikasi (communication), koneksi (connection), dan representasi

(representation). Terlihat bahwa sebagian prinsip dan standar yang tertuang

dalam NCTM, juga telah menjadi tujuan dalam kurikulum nasional pada sekolah

menengah pertama, yaitu kemampuan pemecahan masalah, kemampuan

penalaran dan kemampuan komunikasi matematis.

Peran sentral matematika menurut Permendiknas No.22 (Depdiknas,

2006) hendaklah meliputi hal berikut: (1) memahami konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep matematika,

menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau

algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dan membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan atau

(14)

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

(5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Berdasarkan tujuan

pembelajaran matematika tersebut dapat ditelusuri bahwa belajar matematika

tentunya tidak cukup hanya dengan menyampaikan materi saja tetapi juga

membentuk karakter peserta didik.

Salah satu kegiatan pembelajaran dalam matematika yang dapat

mengembangkan karakter siswa adalah dengan kegiatan pembelajaran eksploratif.

Kegiatan pembelajaran eksploratif merupakan kegiatan untuk menggali ide-ide,

argumen-argumen dan cara-cara berbeda dari siswa melalui sejumlah

pertanyaan-pertanyaan terbuka dan perintah-perintah sehingga dapat mengantarkan siswa

tersebut kepada pemahaman suatu konsep serta penyelesaian masalah-masalah.

Pada kegiatan ini siswa menjadi penjelajah aktif (active explorer) dan guru

sebagai fasilitator eksplorasi tersebut. Dengan kegiatan pembelajaran eksploratif

ini dapat mengembangkan kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi

matematis siswa.

Kemampuan penalaran siswa merupakan aspek kunci dalam

mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Anak yang mempunyai

(15)

permasalahan di sekitarnya. Hal itulah yang akan membentuk karakter pada siswa

sekolah menengah pertama. Sama halnya dengan kemampuan komunikasi

matematis, pada kemampuan ini anak diajak untuk percaya diri untuk

mengemukakan idenya, menjelaskan idenya kepada teman-teman.

Berdasarkan kenyataan di lapangan pendidikan menunjukkan indikasi

yang berbeda, guru terbiasa melakukan pembelajaran secara konvensional

menurut hasil laporan Trend in International Mathematics and Science Study

(TIMSS). Sesuai yang dikemukakan Suryadi (2005) menyatakan bahwa secara

umum pembelajaran matematika di Indonesia masih terdiri dari atas rangkaian

kegiatan berikut: awal pembelajaran dimulai sajian masalah oleh guru,

selanjutnya dilakukan demonstrasi penyelesaian masalah tersebut dan terakhir

guru meminta siswa untuk melakukan latihan penyelesaian soal. Kegiatan

pembelajaran seperti ini kurang mengeksplorasi kemampuan matematika siswa.

Sebagian besar siswa mengalami kendala saat dihadapkan dengan soal-soal

penalaran. Dari analisa soal ulangan harian, siswa belum terampil mengajukan

conjecture dari suatu pernyataan, siswa masih kesulitan menyusun bukti,

memberikan alasan dan belum terampil menarik kesimpulan dari suatu pernyataan

matematika yang semua itu merupakan indikator penalaran.

Lemahnya kemampuan penalaran siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor,

salah satunya adalah realita pembelajaran matematika cenderung abstrak dengan

metode ceramah sehingga konsep-konsep matematika sulit dipahami. Siswa

(16)

daya nalar yang optimal. Padahal dengan menghafal tidak melatih kemampuan

matematika siswa, jika dihadapkan dengan soal yang mengalami modifikasi siswa

akan kesulitan karena tidak terbiasa untuk dilatih daya nalarnya.

Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama, siswa akan tertarik dengan

matematika apabila dihadapkan pada benda-benda nyata yang secara tidak

lansung mereka diarahkan pada aktivitas eksplorasi untuk menemukan suatu

pemecahan masalah matematis. Aktivitas para siswa dalam memanipulasi

benda-benda itu akan mengantarkan mereka pada pencapaian suatu pemahaman konsep

matematis yang secara alami berdasarkan tindakannya terhadap objek-objek

tersebut, mengkontruksi pemahamannya sendiri serta memiliki pengalaman

secara lansung berdasarkan tingkat perkembangan siswa. Sementara menurut

Piaget (1973) menyatakan bahwa para siswa belajar dengan cara melakukan,

berbicara dan berefleksi berdasarkan pada tindakan mereka. Mereka

mengkontruksi pengetahuan matematis menggunakan benda-benda konkrit dan

situasi yang alami.

Mengenai peran penting dari aktivitas eksplorasi menurut NCTM,

(1989:95) telah menyarankan bahwa pembelajaran matematika seharusnya

mencakup pengertian bahwa esensi utama dari belajar matematika adalah

matematika itu sendiri sebagai sebuah latihan dalam mengeksplorasi, membuat

terkaan, memuji dan menilai semua aspek pemecahan masalah. Para siswa

(17)

diciptakan serta mampu menciptakan masalah baru dengan memodifikasi kondisi

masalah yang diciptakan sebelumnya.

Kegiatan pembelajaran eksploratif memberikan kesempatan kepada siswa

untuk mengembangkan ide-ide dan cara-cara berbeda dalam menemukan konsep

dan memecahkan masalah. Pada kegiatan eksploratif ini bisa memperkuat

penguasaan konsep awal siswa, serta siswa diberi kesempatan untuk

mengkontruksi pengetahuan sendiri secara aktif. Kegiatan ini juga memberikan

kesempatan kepada siswa untuk memiliki kepercayaan diri dalam mengemukakan

idenya, melatih siswa untuk menghargai gagasan orang lain.

Kemampuan komunikasi siswa sangat penting untuk menumbuhkan rasa

percaya diri mereka dan berani dalam mengungkapkan idenya. Selama ini siswa

kurang difasilitasi untuk melatih kemampuan komunikasi, pembelajaran lebih

berpusat pada guru. Guru lebih banyak berbicara di depan kelas, kemudian siswa

hanya mengerjakan latihan dan soal-soal. Adanya langkah-langkah yang berbeda

dari siswa dengan hasil yang sama kurang dicermati lebih lanjut.

Kegiatan pembelajaran eksploratif pada pembelajaran matematika Sekolah

Menengah Pertama dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis. Dengan kemampuan-kemampuan tersebut ada beberapa

karakter yang dapat dikembangkan yaitu pantang menyerah, tekun, komunikatif

dan percaya diri. Pada peningkatan kemampuan penalaran diharapkan karakter

(18)

kemampuan komunikasi matematis diharapkan dapat mengembangkan karakter

komunikatif dan percaya diri pada diri siswa Sekolah Menengah Pertama.

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini berjudul ”Pengaruh

Pembelajaran Eksploratif terhadap Peningkatan Kemampuan Penalaran,

Kemampuan Komunikasi, dan Karakter Matematis Siswa Sekolah

Menengah Pertama”

1.2 Rumusan Masalah

1. Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?

2. Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional?

3. Bagaimanakah karakter siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa

Sekolah Menengah Pertama melalui kegiatan pembelajaran eksploratif

2. Mengetahui pengaruh peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

(19)

3. Mengetahui karakter siswa Sekolah Menengah Pertama melalui kegiatan

pembelajaran eksploratif

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan temuan-temuan yang dapat

memberikan masukan berarti dalam memperbaiki mutu pendidikan matematika di

kelas, khususnya untuk meningkatkan kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis siswa serta mengembangkan nilai-nilai karakter yang ada

pada siswa. Masukan yang dapat diperoleh sebagai berikut:

a. Memberikan informasi tentang pengaruh penerapan kegiatan pembelajaran

eksploratif terhadap peningkatan kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis siswa.

b. Mengembangkan nilai-nilai karakter pada pembelajaran matematika melalui

kegiatan pembelajaran eksploratif

c. Melatih siswa untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran serta melatih

siswa dalam menemukan konsep matematika dengan cara bereksplorasi

sendiri

d. Menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai

penerapan pembelajaran matematika dengan pembelajaran eksploratif di

(20)

1.5 Definisi Operasional

Dalam penelitian ini terdapat beberapa istilah yang diinterpretasikan sebagai

berikut

1. Pembelajaran eksploratif merupakan suatu rangkaian aktivitas siswa dalam

menjelajahi atau menyelidiki permasalahan-permasalahan matematis untuk

mendapatkan suatu pemecahan masalah yang menjadi esensi dalam

pembelajaran matematika sebagai tujuan yang hendak dicapai. Pada

pembelajaran eksploratif, guru berperan dalam pembagian kelompok,

menyajikan masalah eksplorasi, memfasilitasi siswa dalam kebuntuan

masalah serta penyimpulan. Secara eksplisit, peran guru dalam pembelajaran

eksploratif ini diwujudkan dalam aktivitas berikut:

a. Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari

kegiatan pembelajaran eksploratif

b. Guru menyajikan masalah eksplorasi dan menyampaikan

rambu-rambu pembelajaran yang mendorong siswa tertarik untuk

memecahkam masalah eksplorasi dan tertarik untuk melakukan

aktivitas eksplorasi

c. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan

(21)

d. Guru memfasilitasi siswa pada kegiatan kelompok, memberikan

gambaran (iluminasi) tentang permasalahan serta memfasilitasi siswa

pada kegiatan kompetitif.

e. Bersama-sama siswa, guru menyimpulkan permasalahan yang

ditemukan siswa

2. Masalah eksploratif adalah masalah matematika yang mendorong siswa untuk

melakukan kegiatan eksplorasi.

3. Komponen-komponen kemampuan penalaran matematis yang diteliti:

a. Konjektur; kemampuan mengajukan konjektur atau dugaan pada saat

meneliti pola, memperkirakan jawaban dan proses solusi

b. Analisis; kemampuan memberikan penjelasan dengan menggunakan

model, fakta, dan hubungan dalam menyelesaikan soal

c. Evaluasi; kemampuan mengevaluasi suatu ide matematis dan menarik

kesimpulan yang logis

4. Aspek-aspek kemampuan komunikasi matematis yang diteliti:

a. Representasi; menyatakan gambar atau diagram ke dalam ide-ide

matematika

b. Menyajikan argumen; menghasilkan dan menyajikan argumen yang

meyakinkan terhadap informasi yang yang diberikan.

c. Menulis; mengekpresikan, mendemonstrasikan dan melukiskan ide-ide

matematika ke dalam bentuk gambar, table, grafik atau model

(22)

5. Nilai-nilai karakter yang dikembangkan melalui kegiatan eksploratif dibatasi

pada karakter:

a. Pantang menyerah, merupakan perilaku yang menunjukkan upaya

yang sungguh-sungguh dalam mengatasi hambatan belajar dan tugas

serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya

b. Tekun, merupakan sebuah usaha apa saja yang kita lakukan untuk

mencapai keberhasilan

c. Komunikatif, merupakan tindakan yang memperlihatkan rasa senang

bergaul dan bekerja sama dengan orang lain

d. Percaya diri, merupakan kepercayaan akan kemampuan sendiri yang

memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki, serta bisa

memanfaatkan secara tepat.

1.6 Hipotesis Penelitian

Setelah meninjau kepustakaan dan mempertimbangkan

penelitian-penelitian relevan. Penulis menduga bahwa pembelajaran matematika dapat

meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa SMP,

sehingga untuk dapat memenuhi tujuan penelitian dan mengingat manfaat

(23)

1. Kemampuan penalaran matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional

2. Kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran

eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh pembelajaran

(24)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode eksperimen,

dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif yang bertujuan untuk menyelidiki

hubungan sebab akibat dengan cara memberikan perlakuan.

Penelitian ini melibatkan dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Pembelajaran eksploratif dan pembelajaran konvensional sebagai variabel

bebas. Kemampuan penalaran, kemampuan komunikasi dan karakter siswa

Sekolah Menengah Pertama sebagai variabel terikat. Pada penelitian ini terdapat

dua kelompok subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen yang memperoleh

pembelajaran eksploratif dan kelompok kontrol yang memperoleh pembelajaran

konvensional.

Desain penelitian ini berbentuk :

Kelas eksperimen : O X O

Kelas kontrol : O O

Keterangan:

O : Pretes dan postest (tes kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi

matematis)

(25)

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Sugiyono (2008) menyatakan

bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti

dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah

siswa-siswa kelas VIII SMPN 15 Bandung.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi (Sugiyono, 2008). Sampel penelitian dipilih dua kelas secara acak

dengan cara mengundi untuk dijadikan sampel penelitian. Teknik acak kelas

ini digunakan karena setiap kelas dari seluruh kelas yang ada mempunyai

kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel penelitian. Setelah itu

diperoleh kelas kontrol dan kelas eksperimen. Kelas VIII D sebagai kelas

kontrol dan kelas VIII F sebagai kelas eksperimen

3.3 Variabel Penelitian

Pada penelitian ini variabel yang digunakan terdiri dari variabel bebas (X),

dan variabel terikat (Y). Variabel bebas (X) pada penelitian ini yaitu : (a)

(26)

Pembelajaran konvensional diberikan kepada kelompok kontrol. Kemudian yang

menjadi variabel terikat (Y) pada penelitian ini yaitu: (a) kemampuan penalaran

matematis, (b) kemampuan komunikasi matematis dan (c) karakter siswa pada

proses pembelajaran matematika.

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini meliputi: tes matematika yang meliputi

tes kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematis siswa,

bahan ajar, yang memuat materi pembelajaran matematika dengan menggunakan

aktivitas eksplorasi matematis dan lembar aktivitas siswa; lembar observasi yang

memuat item-item aktivitas siswa serta guru dalam pembelajaran; angket skala

sikap; catatan lapangan, yang berisi lembar kosong dengan instruksi-instruksi

yang telah dilakukan observer berkaitan dengan aktivitas yang dilakukan oleh

siswa dan guru di luar item-item yang tercantum dalam lembar observasi.

1. Instrumen Tes Matematika

Instrumen tes matematika disusun dalam dua perangkat, yaitu tes

kemampuan penalaran dan tes kemampuan komunikasi matematis

a) Instrumen tes kemampuan penalaran

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran siswa terdiri

dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal tes,

(27)

soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir soal. Kisi-kisi

instrumen tes penalaran matematis dapat dilihat pada lampiran. Setelah

dikukan uji coba tes kemampuan penalaran pada kelas IX SMP N 8

Padang hanya 3 soal tes kemampuan penalaran yang valid. Untuk

memberikan penilaian yang objektif, kriteria pemberian skor untuk soal

tes kemampuan penalaran matematis dari holistic scoring rubrics (Cai,

Lane dan Jakabcsin, 1996).

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Kriteria

4

3

2

1

0

Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar

Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang penalaran atau menarik kesimpulan salah

Tidak ada jawaban

b) Instrumen tes kemampuan komunikasi matematis

Tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis

terdiri dari 5 butir soal yang berbentuk uraian. Dalam penyusunan soal

tes kemampuan komunikasi matematis, diawali dengan penyusunan

(28)

masing-masing butir soal. Kisi-kisi dan instrumen tes kemampuan

komunikasi matematis dapat dilihat pada lampiran. Setelah dilakukan uji

coba pada kelas IX SMP N 8 Padang hanya 4 soal tes kemampuan

komunikasi matematis yang valid.

Pedoman penskoran tes kemampuan komunikasi matematis diadaptasi

dari kriteria penilaian penalaran matematis dari holistic scoring rubrics

(Cai, Lane dan Jakabcsin, 1996).

Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Kriteria

4

3

2

1

0

Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang komunikasi matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap

Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar

Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar

Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang komunikasi atau menarik kesimpulan salah

Tidak ada jawaban

Sebelum soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis diuji

coba secara empiris, pada soal tes dilakukan pengujian validitas logis

atau teoritik yakni validitas isi dan muka yang bertujuan untuk

(29)

c) Analisis Validitas

c.1 Validitas logis (logical validity)

Validitas logis atau validitas teoritik untuk sebuah instrumen

evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi

persyaratan valid berdasarkan teori dan ketentuan yang ada.

Validitas muka disebut juga validitas bentuk soal (pertanyaan,

pernyataan, suruhan) atau validitas tampilan, yaitu keabsahan susunan

kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya atau tidak

menimbulkan tafsiran lain termasuk juga kejelasan gambar dan soal

(Suherman, dkk.2003)

Validitas isi berarti ketepatan alat tersebut ditinjau dari segi

materi yang diajukan, yaitu materi yang dipakai sebagai tes tersebut

merupakan sampel yang representatif dari pengetahuan yang harus

dipakai, termasuk antara indikator dan butir soal, kesesuaian soal dengan

tingkat kemampuan siswa dan kesesuaian materi dengan tujuan yang

ingin dicapai.

Sebuah tes dikatakan memiliki validitas kontruksi apabila

butir-butir yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir

seperti yang disebutkan dalam tujuan instruksional khusus (Arikunto,

(30)

c.2 Validitas empiris (empirical validity)

Validitas empiris adalah validitas yang ditinjau dengan kriteria tertentu.

Kriteria ini untuk menentukan tinggi rendahnya koefisien validitas alat

evaluasi yang dibuat melalui perhitungan korelasi Product moment

Pearson (Suherman dan Sukjaya, 1990), yaitu:

Keterangan :

= Koefisien antara variabel X dan variabel Y

X = Skor siswa pada tiap butir soal

Y = Skor total tiap responden/siswa

N = Jumlah peserta tes

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat validitas digunakan kriteria

[image:30.595.115.514.238.704.2]

menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990)

Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi

Besarnya Interpretasi

1,00 Sangat tinggi

0,80 Tinggi

0,60 Cukup

0,40 Rendah

(31)

Kriteria: Bila r hitung > r tabel, maka butir soal dikatakan valid.

d) Analisis Reliabilitas

Pengujian reliabilitas dilakukan untuk mengetahui ketetapan suatu

instrumen dan untuk menunjukkan bahwa suatu instrumen dapat

dipercaya. Koefisien reliabilitas perangkat tes berupa bentuk bentuk

uraian dapat diketahui menggunakan rumus Alpha (Suherman dan

Sukjaya, 1990) sebagai berikut :

Keterangan :

= Reliabilitas tes keseluruhan

n = Banyak butir soal (item)

= Jumlah variansi skor tiap item

= Variansi skor total

Tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas alat evaluasi

digunakan kriteria menurut Guilford (Suherman dan Sukjaya, 1990).

[image:31.595.113.517.206.718.2]

Penafsiran harga korelasi reliabilitas sebagai berikut:

Tabel 3.4 Klasifikasi reliabilitas

Besarnya Interpretasi

1,00 Sangat tinggi

0,90 Tinggi

(32)

0,40 Rendah

0,20 Sangat rendah

Dalam menentukan signifikan koefisien reliabilitas, maka

dibandingkan dengan , dengan kaidah keputusan jika

maka data reliabel dan sebaliknya.

e) Daya Pembeda

Daya pembeda adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

kemampuan siswa. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda

disebut indeks diskriminasi (DP) yang berkisar antara 0,00-1,00.

Discriminatory power (daya pembeda) dihitung dengan membagi siswa

kedalam dua kelompok, yaitu: kelompok atas (the higher group)-

kelompok siswa yang tergolong pandai dan kelompok bawah (the lower

group) – kelompok siswa yang tergolong rendah. Untuk menentukan

daya pembeda digunakan rumus:

DP =

Keterangan :

DP = Indeks daya pembeda suatu butir soal

= Jumlah skor kelompok atas

= Jumlah skor kelompok bawah

(33)

Kriteria penafsiran daya pembeda suatu butir soal menurut (Suherman

[image:33.595.115.514.227.727.2]

dan Sukjaya, 1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.5 Klasifikasi Nilai Daya Pembeda

Nilai DP Klasifikasi

0,00 Sangat jelek

0,20 Jelek

0,40 Cukup

0,70 Baik

1,00 Sangat baik

f) Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui bobot soal yang sesuai

dengan kriteria perangkat soal yang diharuskan. Taraf kesukaran adalah

bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal. Untuk

menentukan indeks kesukaran digunakan rumus berikut:

P =

Keterangan :

P = indeks kesukaran

(34)

= jumlah skor maksimum pada butir soal yang diolah

N = Jumlah peserta tes

Hasil perhitungan tingkat kesukaran diinterpretasikan dengan

menggunakan kriteria indeks kesukaran butir soal yang dikemukakan

[image:34.595.116.514.234.675.2]

oleh (Suherman dan Sukjaya, 1990) adalah sebagai berikut :

Tabel 3.6 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Besarnya TK Tingkat Kesukaran

Terlalu sukar

0,30 Sukar

0,70 Sedang

1,00 Mudah

1,00 Terlalu mudah

2. Bahan ajar

Bahan ajar dalam penelitian ini adalah bahan ajar yang digunakan dalam

pembelajaran matematika dengan aktivitas eksplorasi matematis. Pada bahan

ajar setiap pertemuan memuat satu pokok bahasan yang dilengkapi dengan

lembar aktivitas siswa. Lembar aktivitas siswa memuat soal-soal latihan yang

menyangkut materi-materi yang telah disampaikan siswa untuk

mengembangkan aktivitas eksplorasi matematis secara mandiri.

(35)

Lembar observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati dan

menelaah setiap aktivitas siswa dalam pembelajaran. Lembar observasi ini

terdiri dari item-item karakter yang diharapkan muncul pada proses

pembelajaran matematika.

4. Angket Skala Sikap

Angket skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui skala sikap siswa terhadap pembelajaran matematika dengan

karakter siswa. Instrumen angket skala sikap dalam penelitian ini terdiri dari

36 butir pertanyaan dan diberikan kepada siswa pada kelas eksperimen

setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Instrumen

angket skala sikap secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran

5. Catatan lapangan

Catatan lapangan merupakan kumpulan dari berbagai aktivitas, kejadian serta

temuan-temuan yang didapatkan di lapangan di luar item-item yang

tercantum dalam lembar observasi. Isi dari catatan lapangan ini berupa

laporan kejadian berbentuk essay bisa menyangkut kejadian-kejadian luar

biasa atau unik yang dilakukan siswa. Hal ini berkaitan dengan

karakter-karakter siswa yang muncul saat proses pembelajaran.

3.5 Prosedur Penelitian

(36)

Tahap ini diawali dengan kegiatan dokumentasi teoritis berupa studi

kepustakaan terhadap pembelajaran matematika dengan eksploratif dan

pengaruhnya terhadap karakter siswa, pengungkapan kemampuan penalaran

dan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hasil kegiatan ini berupa

proposal penelitian dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing.

Setelah proposal selesai dilanjutkan dengan pembuatan instrumen

penelitian dan rancangan pembelajaran, baik untuk kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol. Instrumen penelitian terdiri dari soal tes kemampuan

penalaran matematis, dan soal kemampuan komunikasi matematis, lembar

observasi karakter siswa, serta lembar isian guru.

2. Tahap Pelaksanaan

Langkah pertama dalam tahap ini adalah menentukan sekolah dengan

kelas paralel yang mempunyai kemampuan homogen sebagai kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol.

Memberikan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

mengetahui kemampuan awal siswa dalam kemampuan penalaran dan

kemampuan komunikasi matematis. Setelah pretes dilakukan, maka

dilakukan pengoreksian terhadap hasil pretes siswa. Selanjutnya

melaksanakan pembelajaran eksploratif pada kelompok eksperimen dan

pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.

(37)

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan melalui: tes,

observasi, angket skala sikap dan lembar isian guru. Tes yang diberikan

terdiri dari dua paket yaitu kemampuan penalaran dan kemampuan

komunikasi matematis. Kedua tes ini diberikan sesudah seluruh pembelajaran

terhadap kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Waktu

pelaksanaan disesuaikan dengan jam pelajaran matematika pada kelas yang

bersangkutan.

Lembar observasi, angket skala sikap dan catatan lapangan untuk

melihat nilai-nilai karakter siswa pada saat proses pembelajaran matematika.

Sebagai observer adalah salah seorang guru pada sekolah tersebut dan teman

dari jurusan pendidikan matematika.

3.6 Analisis Data

1. Pretes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

Untuk mengetahui gambaran kemampuan awal siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional maka dilakukan uji kesamaan pada skor pretes kemampuan

penalaran dan kemampuan komunikasi matematis.

a) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal atau tidaknya distribusi

data yang menjadi syarat untuk menentukan jenis statistik yang digunakan

(38)

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Uji normalitas ini menggunakan statistik uji yaitu Shapiro-Wilk, karena

sampel berukuran lebih dari 30. Kriteria pengujian, jika p value (sig.)

maka H0 diterima dan jika p value (sig.) < maka H0 ditolak, dengan taraf

signifikan = 0,05 (Sulistiyo, 2010)

b) Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas antara kelompok siswa dengan pembelajaran

eksploratif dan siswa dengan pembelajaran konvensional dilakukan untuk

mengetahui apakah variansi kedua kelompok homogen atau tidak

homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

H0: = : variansi skor pretes siswa yang memperoleh pembelajaran

eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional homogen

H: : variansi skor pretes siswa yang memperoleh pembelajaran

eksploratif dan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional tidak homogen

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah

terima H0 apabila sig. based on mean taraf signifikan ( = 0,05)

(Sulistiyo, 2010)

(39)

Melakukan uji kesamaan dua rataan pada data pretes kedua kelompok

siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional untuk kemampuan penalaran dan

kemampuan komunikasi matematis. Hipotesis yang diajukan adalah :

H0: = : Rataan populasi skor pretes siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif sama dengan rataan siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional

H: : Rataan populasi skor pretes siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif tidak sama dengan rataan pretes

yang memperoleh pembelajaran konvensional

Jika kedua rataan skor kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang

digunakan adalah uji-t. Kriteria pengujian, jika p value (sig.) maka H0

diterima dan jika p value (sig.) maka H0 ditolak., dengan taraf

signifikan = 0,05 (Sulistiyo, 2010).

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang

digunakan adalah dengan pengujian non parametric, yaitu uji Mann

Whitney, sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen

maka uji statistik yang digunakan adalah uji t’.

2. Gain Ternormalisasi Kemampuan Penalaran dan Kemampuan

(40)

Untuk mengetahui sejauhmana peningkatan kemampuan penalaran

dan kemampuan komunikasi matematis kelompok siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif dengan siswa yang memperoleh pembelajaran

konvensional sebelum dan sesudah pembelajaran, dilakukan perhitungan

gain ternormalisasi sebagai berikut :

Gain ternormalisasi (g) = (Hake dalam Meltzer, 1999)

Hasil perhitungan gain ternormalisasi kemudian diinterpretasikan

dengan menggunakan klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 3.7 Klasifikasi gain (g)

Besarnya Gain (g) Interpretasi

1 0,7 Tinggi

0,3 Sedang

0 Rendah

a) Uji Normalitas

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian, jika p value (sig.) maka H0 diterima dan jika p

value (sig.) maka H0 ditolak., dengan taraf signifikan = 0,05

[image:40.595.116.514.235.627.2]
(41)

b) Uji Homogenitas

Adapun hipotesis yang akan diuji adalah :

H0: = : variansi skor kelompok siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif dan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional homogen

H: : variansi skor kelompok siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif lebih besar dari siswa yang

memperoleh pembelajaran konvensional

Uji statistiknya menggunakan Uji Levene dengan kriteria pengujian adalah

terima H0 apabila sig. based on mean taraf signifikan ( = 0,05)

(Sulistiyo, 2010).

c) Uji Perbedaan Rataan

Melakukan uji perbedaan dua rataan pada data gain ternormalisasi kedua

kelompok siswa yang memperoleh pembelajaran eksploratif dan siswa

yang memperoleh pembelajaran konvensional untuk kemampuan penalaran

dan kemampuan komunikasi matematis. Hipotesis yang diajukan adalah :

H0: = : Rataan populasi skor gain ternormalisasi siswa yang

memperoleh pembelajaran eksploratif sama dengan rataan

(42)

H: : Rataan populasi skor gain ternormaliasi siswa yang

memperoleh pembelajaran eksploratif lebih baik daripada

rataan gain ternormalisasi yang memperoleh pembelajaran

konvensional

Jika kedua rataan skor kemampuan penalaran dan komunikasi

matematis berdistribusi normal dan homogen maka uji statistik yang

digunakan adalah uji-t. Kriteria pengujian, jika p value (sig.) maka H0

diterima dan jika p value (sig.) maka H0 ditolak., dengan taraf

signifikan = 0,05 (Sulistiyo, 2010).

Apabila data tidak berdistribusi normal, maka uji statistik yang

digunakan adalah dengan pengujian non parametric, yaitu uji Mann

Whitney, sedangkan untuk data berdistribusi normal tetapi tidak homogen

maka uji statistik yang digunakan adalah uji t’.

3. Data Hasil Observasi dan Catatan Lapangan

Data hasil observasi yang dianalisis adalah aktivitas siswa serta

nilai-nilai karakter siswa yang dapat dikembangkan selama proses

pembelajaran matematika. Lembar observasi dan catatan lapangan ini

digunakan untuk mendapatkan informasi lebih jauh tentang temuan yang

(43)

Data aktivitas dan nilai-nilai karakter siswa merupakan data

kualitatif yang diperoleh dengan menggunakan lembar observasi. Dari

lembar observasi tersebut akan dihitung presentase aktivitas dan nilai-nilai

karakter siswa belajar matematika dalam setiap pertemuan. Presentase

aktivitas siswa menggunakan rumus (Sudjana, 2008:130) berikut ini:

P = ×100% N

F

Keterangan :

P = Aktivitas

F = frekuensi aktivitas

[image:43.595.117.510.244.666.2]

N = Jumlah siswa

Tabel 3.8 kategori penilaian aktivitas siswa

Range Presentase Kriteria

1% - 25% Sedikit sekali

26%-50% Sedikit

51%-75% Banyak

76%-100% Banyak sekali

(44)

Angket skala sikap yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui skala sikap siswa terhadap pembelajaran matematika

dengan karakter siswa. Instrumen skala sikap dalam penelitian ini terdiri

dari 36 butir pertanyaan dan diberikan kepada siswa pada kelas eksperimen

setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes.

Instrumen skala sikap secara lengkap dapat dilihat pada lampiran.

Model skala yang digunakan adalah model skala likert. Derajat

penilaian terhadap suatu pertanyaan tersebut terbagi ke dalam 5 kategori,

yaitu: sangat setuju (SS), setuju (S), netral (N) tidak setuju (TS), dan sangat

tidak setuju (STS). Dalam menganalisis hasil skala sikap, skala kualitatif

ditransfer ke skala kuantitatif. Pemberian nilainya dibedakan antara

pernyataan yang bersifat negatif dengan pernyataan yang bersifat positif.

Untuk pertanyaan yang bersifat positif, pemberian skornya adalah SS diberi

skor 5, S diberi skor 4, N diberi skor 3, TS diberi skor 2, dan STS diberi

skor 1. Sedangkan untuk pernyataan negatif, pemberian skornya adalah SS

diberi skor 1, S diberi skor 2, TS diberi skor 4, dan STS diberi skor 5.

Langkah pertama dalam menyusun instrumen adalah membuat

kisi-kisi. Kemudian melakukan uji validitas isi butir pertanyaan dengan

meminta pertimbangan teman-teman mahasiswa Pascasarjana UPI dan

selanjutnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, mengenai isi dari

instrumen dibuat sesuai dengan indikator-indikator yang telah ditentukan

(45)

dilakukan juga uji validitas instrumen ini kepada beberapa orang siswa

kelompok (terbatas) sebanyak 4 orang dalam melihat keterbacaan

kalimat-kalimat dalam angket tersebut.

Setelah itu data dianalisis dengan menentukan Principle Component

Analysis (PCA). Data akan dikelompokkan menjadi beberapa komponen

utama yang mewakili keseluruhan dari data.

5. Lembar isian guru

Lembar isian guru akan diisi oleh guru matematika yang menjadi

observer. Tujuannya adalah memberikan tanggapan terhadap pembelajaran

(46)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data penelitian dan hasil analisis data diperoleh beberapa

kesimpulan terkait dengan hipotesis-hipotesis penelitian antara lain :

1. Tidak terdapat peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang

memperoleh pembelajaran eksploratif dengan siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang memperoleh

pembelajaran eksploratif lebih baik daripada siswa yang memperoleh

pembelajaran konvensional.

3. Karakter matematis yang dikembangkan dalam pembelajaran eksploratif ini

diantaranya pantang menyerah, tekun, percaya diri dan komunikasi. Karakter

pantang menyerah, tekun dan komunikasi pertambahannya banyak pada setiap

pertemuan. Sementara itu karakter percaya diri pertambahannya kecil pada setiap

pertemuan.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka saran penelitian yang

(47)

1. Berdasarkan hasil penelitian disarankan untuk meningkatkan kemampuan

penalaran siswa sebaiknya dibiasakan dengan soal-soal non rutin, dan dilatih pada

setiap proses pembelajaran matematika sehingga kreatifitas berpikir siswa lebih

berkembang.

2. Apabila guru matematika SMP akan menggunakan pembelajaran eksploratif

dalam proses pembelajaran maka perlu mempertimbangkan antara lain pemilihan

pokok bahasan yang relevan dengan kegiatan eksplorasi, dan yang terlebih

penting masalah eksplorasi yang akan ditampilkan. Masalah eksplorasi ini

berkaitan dengan kemampuan komunikasi siswa yang akan dimunculkan.

3. Penelitian yang dilakukan ini sifatnya sangat terbatas baik subjek penelitian, dan

pokok bahasan. Populasi penelitian ini hanya siswa kelas VIII SMP 15 Bandung,

dan sampel yang diambil hanya dua kelas sehingga hasil penelitian ini belum

tentu sesuai dengan sekolah atau daerah lain yang memiliki karakteristik dan

psikologi siswa yang berbeda. Pada penelitian ini juga dibatasi karakter-karakter

siswa yang diamati. Diharapkan pada peneliti lainnya agar bisa menggunakan

populasi yang lebih luas dengan kelas yang dijadikan sampel lebih banyak,

dengan tujuan memperkecil kesalahan dan mendapatkan hasil yang lebih akurat

serta dapat mengamati karakter-karakter siswa dalam proses pembelajaran

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adiprakoso. (2008). Pengertian Komunikasi. http://adiprakoso.blogspot.com/2008/09/

As’ari, A.R. (2002). Framework Pengembangan Kurikulum Program Studi Pendidikan Matematika FMIPA UNM. Makalah disajikan dalam rangka pengembangan kurikulum pendidikan matematika, Mei/Juni 2002

Anis M, (2010). Pendidikan (Seharusnya) Membentuk Karakter!. www.duritajam.web.id. Diakses pada November 2010

Ansari.B. (2003). Menumbuhkembangkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi Doktor. PPS UPI. Tidak Dipublikasikan.

Arikunto, S.(2002). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Barrody, A.J. (1993). Problem Solving Reasoning and Communicating. K-8 Helping Children Think Mathematically. New York; MacMillan Publishing. Company

Budi. (2010). Analisis Komponen Utama dan Analisis Faktor. [online]. Tersedia: http://statistikakomputasi.wordpress.com/2010/04/14/analisis_komponen_utam a_dan_analisis_faktor/

Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa. Bandung: Widya Aksara Press

Buchberger, B (2006). Mathematical Theory Exploration. Research Institute for Symbolic Computation, Johannes Kepler University, Austria: Linz

Bogdan, B .(2003). Design and Evaluate Research. Mc Graw International Edition

Cai, J.L, dan Jakabscin, M.S. (1996). Communication in Mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM

Dahlan. J A. (2004). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matmatika Siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Melalui Pendekatan Pembelajaran Open Ended. Disertasi. PPS UPI. Bandung. Tidak diterbitkan.

(49)

Grand Design Pendidikan Karakter. (2010). Jakarta: Kemdiknas

Groth,R.E. (2007). Teacher Contruction of Learning Environments for Conditional Probability and Independence. Journal IEJME. Vol 5 no 1.

Hake, R.R. (1999). Analyzing Change/Gain Score. [online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/Analyzingchange-Gain.pdf

Hakim. T.(2002). Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri, Jakarta: Purwa Suara

Harta, I.(2011). Pengintegrasian Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Matematika SMP/MTs. PHK Dikti

Hidayatullah, F. (2010). Pendidikan Karakter: Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta : UNS Press

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Generatif. Disertasi Doktor. PPS UPI. Tidak Diterbitkan

Jenkins, N. (2006). Factor That Influence Mathematics Attitudes. Journal. IEJME. Vol 1 no 1.

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Pedoman Sekolah. Jakarta

Kementrian Pendidikan Nasional. (2010). Desain Induk, Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025. Jakarta

Keraf. (1982). Argumen dan Narasi, Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia

Konferensi Internasional Pendidikan Guru ke-4 (UPI-UPSI).(2010). Potret Profesionalisme Guru dalam Membangun Karakter Bangsa. 8-10 November 2010. Bandung: UPI Press

Kesuma, D, dkk. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek di Sekolah. Bandung: Rosda

Lauster, P. (1997). Test Kepribadian (Terjemahan Ceulia, G. Sumekto). Yogyakarta: Kanisius

(50)

Megawangi, R. (2007). Pendidikan Karakter. Jakarta

Narvaez,D dan Daniel K.L.(2010). Teaching Moral Character: Two Strategies for Teacher Education. Journal. Vol 43 no 3. University of Notre Dame

NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standard For School Mathematics.[online]. Tersedia: http://www.nctm.org. Diaksess pada 3 September 2011

NCTM. (1989). Exploring Math: An Intervention and Reinforcement Resource. Teacher Created Materials. [online]. Tersedia: http://www.nctm.org. Diakses pada 10 September 2011

NCTM, (2000), Principle and Standard of Matematics Education. [online]. Tersedia: http://www.nctm.org. Diakses pada 20 September 2011

Ramadhan, W. A. S. (2010). Pendidikan Karakter Untuk Membangun Peradaban Bangsa. www.wahyudiibnuyusuf.blogspot.com. diakses pada November 2010

Shadiq, F. (2009). Eksplorasi Matematika di SD/MI: contohnya, pengertiannya, dan keunggulannya. www.fadjarp3g.wordpress. Diakses pada 5 September 2011

Sudjana. (2007). Metode Penelitian. Bandung: Tarsito

Sudjana, N. (2008). Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Sugiyono. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Suherman, E. dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI Press

Suherman, E dan Sukjaya, Y. (1996). Petunjuk Praktis untuk Melaksanakan Evaluasi Pendidikan Matematika. Bandung: Wijayakusumah

Sukirwan. (2008). Kegiatan Pembelajaran Eksploratif Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Koneksi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis. UPI Bandung. Tidak diterbitkan

(51)

Sumarmo, (2005). Pengembangan Berpikir Matematika Tingkat Tinggi Siswa SlTP dan SMU serta Mahasisa Strata 1 (S1) Melalui Berbagai Pembelajaran. Laporan Lemlit. UPI. Tidak dipublikasikan

Sumarmo. (2007). Pembelajaran Matematika; Rujukan Filsafat, Teori dan Praktis Ilmu Pendidikan. Bandung. UPI Press

Suryadi,D. (2005). Pembelajaran Matematika Eksploratif di Sekolah Dasar. [online]. Tersedia:http://file.upi.edu/pembelajaran_matematika_eksploratif_di_sekolah_ dasar/

Turmudi. (2008). Taktik dan Strategi Pembelajaran Matematika (Berparadigma Eksploratif dan Investigatif). Jakarta: Leuser Cita Pustaka

Turmudi. (2009). Pembelajaran Matematika Exploratif dan Investigatif Berwawasan Inovatif. Disajikan dalam Pelatihan Guru-Guru SD BPI 29 Desember 2009

Turmudi. (2010). Mengurangi Rasa Cemas Belajar Matematika Dengan Menampilkan Matematika Eksploratif Untuk Meransang Siswa Belajar. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional di Unisba, Bandung 16 Januari 2010

Gambar

Tabel 3.1 Kriteria Penilaian Kemampuan Penalaran Matematis
Tabel 3.2 Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Korelasi
Tabel 3.4  Klasifikasi reliabilitas
+5

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Pengembangan Habituasi Pendidikan Karakter Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler Di Sekolah (Studi Kasus Pendidikan Karakter Di SMAN 3 Bandung). Tesis, Sekolah Pascasarjana,

Handayani, S., et al., Simple sulphonation method of composite 68% sulfonated polyether ether ketone and its properties as polyelectrolyte in high temperature direct methanol

Faktor Dominan Anak Menjadi Anak Jalanan di Kota Medan.. Medan:

reaksi untuk menghasilkan membran dengan water uptake yang cukup dan permeabilitas metanol yang tidak terlalu tinggi merupakan hal yang penting untuk.

Langkah-langkah apa saja yang telah dilakukan dalam rangka menangani, mencegah, dan mengurangi anak yang menjadi anak jalanan di Kelurahan Sei Mati. Jelaskan

aspal menjadi lebih encer) ketika suhu meningkat. Aspal mempunyai sifat visco-elestis dan tergantung dari waktu pembebanan. Pada proses pencampuran dan pemadatan sifat aspal

Bahwa yayasan yang menyelenggarakan pendidikan dan badan hukum lainnya yang berhimpun dalam Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (ABPPTSI),