PERENCANAAN POLA KOMUNIKASI PEMASARAN
TERPADU UNTUK FESTIVAL DAN ACARA BUDAYA
DAN KESENIAN DI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN
KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA
TESIS
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Diajukan oleh
Marselinus
152222115
FAKULTAS EKONOMI
i
PERENCANAAN POLA KOMUNIKASI PEMASARAN
TERPADU UNTUK FESTIVAL DAN ACARA BUDAYA
DAN KESENIAN DI DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA DALAM MENINGKATKAN
KUNJUNGAN WISATAWAN MANCANEGARA
TESIS
UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN
MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN
Diajukan oleh
Marselinus
152222115
FAKULTAS EKONOMI
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan kasih-Nya sehingga proses penulisan tesis dengan judul “Perencanaan
Pola Komunikasi Pemasaran Terpadu untuk Festival dan Acara Budaya dan
Kesenian di Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Meningkatkan Jumlah
Wisatawan Mancanegara” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penyusunan
tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar
strata dua (S-2) pada Program Studi Magister Manajemen, Fakultas Ekonomi,
Universitas Sanata Dharma.
Mulai dari awal proses kuliah sampai pada selesainya penyusunan tesis ini,
penulis mendapatkan begitu banyak bantuan, dorongan, dan bimbingan dari
berbagai pihak dalam bentuk moril dan materil. Maka dari itu, pada kesempatan
yang berbahagia ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak T. Handono Eko Prabowo, MBA, Ph.D, selaku Kepala Prodi MM USD
yang sudah banyak memberikan ilmu dan motivasi mulai sejak komunikasi
melalui telepon sebelum sebelum penulis mendaftar di MM USD, dalam proses
belajar hampir dua tahun, dan sampai pada selesainya penyusunan tesis ini.
2. Ibu Ike Janita Dewi, MBA, Ph.D., selaku dosen pembimbing tesis yang telah
banyak meluangkan waktunya untuk memberikan ilmu pengetahuan, bimbingan,
arahan, dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Selain
vii
praktis di lapangan, dan diberi kesempatan berinteraksi langsung dengan pihak
pemerintah, pelaku industri pariwisata dan penyelenggara events internasional di
DIY, baik sebelum maupun sepanjang proses penelitian tesis ini.
3. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si., yang telah memberikan masukan dan saran pada saat
seminar proposal dan ujian kolokium hasil tesis.
4. Bapak/Ibu Dosen MM USD Drs. A. Triwanggono, MS., Dr. C. Wahyu Estining
Rahayu, M.Si., Dr. Titus Odong Kusumajati, MA., Dr. Lukas Purwoto, M.Si., Dr.
Fransisca Ninik Yudianti, M.Acc., QIA., Dr. J. Haryatmoko, SJ., YB Cahya
Widianto, M.Si., Ph.D., dan semua dosen MM USD yang telah memberikan
banyak ilmu dengan pendekatan humanis selama proses belajar mengajar di MM
USD. Serta segenap staf MM USD yang sudah banyak membantu dan kerjasama
dalam berbagai keperluan dan kegiatan yang penulis lakukan.
5. Ayahanda Buntu Paillin, Ibu Tudang, Ibu angkat/tante Hadinah, S.Sos., adik
Wirdiana, Drisna Lestari, dan Herlina Limbong Bamba, serta semua keluarga
besar yang selalu mendoakan dan terus memberikan dukungan materil, motivasi,
dan inspirasi tanpa henti.
6. Dinas Pariwisata DIY hususnya Bapak Drs. Imam Pratanadi, MT., Ibu Dra. Putu
Kertiyasa, dan Bapak Jufri, S.Pt.; Pengurus ASITA DIY khususnya Bapak Herry
Rudyanto; dan Pelaku Events di DIY yaitu Bapak Heri Pemad dan Bapak Bambang Paningron yang telah membantu memberikan informasi selama proses
viii
7. Frater Kongregasi HHK khusunya Frater Bernadus Raba, Rui Da Costa, Rino
Mauk, dan Wempirius Mauk yang telah mengisinkan tinggal di biara Frater HHK
Yogyakarta selama proses belajar.
8. Rekan-rekan mahasiswa MM USD angkatan IV tanpa terkecuali yang telah
menemani dalam berjuang dengan berbagai dinamika dan proses kebersamaan
sebagai suatu keluarga yang akan selalu melekat di hati penulis.
9. Evangelinus Trimono, Jeremi Jonathan Joenan dan semua rekan-rekan tanpa
terkecuali yang telah memberikan banyak bantuan secara langsung maupun tidak
langsung kepada penulis dalam proses kuliah sampai selesainya tesis ini.
Tesis ini dan gelar yang akan diraih dari proses kuliah di MM USD, penulis
persembahkan untuk almarhum Arruan Magrita (Ibu kandung penulis) yang telah
dipanggil Tuhan sejak penulis masih kecil. Penulis ingin memotivasi semua
generasi muda yang ditinggal orang tua sejak dini, bahwa kesuksesan dalam
pendidikan dan kehidupan diraih dengan bermodal minat, nekat, kerja dan doa.
Melalui penulisan tesis ini, diharapkan dapat memberikan informasi,
referensi, dan rekomendasi implikasi manajerial. Dengan segala keterbatasan,
penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih atas kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk perbaikan penulisan karya ilmiah di masa yang akan datang dan kemajuan
ilmu pengetahuan.
Yogyakarta, Mei 2017
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PENGUJI ... iii
PERNYATAAN ORIGINALITAS ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... v
KATA PENGANTAR ... vi
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 10
1.4. Sistematika Penulisan ... 10
BAB II LANDASAN TEORI ... 12
2.1.6. Pengertian Komunikasi Pemasaran Terpadu ... 24
2.1.7. Pengertian Pemasaran Internet (Internet Marketing) ... 34
x
2.1.9. Komunikasi Pemasaran Berdsarkan DOT, BAS, dan POSE ... 40
2.2. Penelian Terdahulu... 42
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
3.5.1. Analisis Wawancara dan Observasi Dokumen ... 51
3.5.2. Evaluasi Efektivitas Pola Komunikasi Pemasaran Events di DIY ... 52
3.5.3. Perancangan Perencanaan Pola Komunikasi Pemasaran Terpadu untuk Festival dan Acara Budaya dan Kesenian di DIY ... 53
BAB IV POLA KOMUNIKASI PEMASARAN FESTIVAL DAN ACARA BUDAYA DAN KESENIAN DI DIY SAAT INI ... 54
4.1. Visi, Misi dan Pemilihan Target Pasar Pariwisata DIY ... 54
4.2. Promosi Festival dan Acara Budaya dan Kesenian (Events) di DIY ... 60
4.2.1. Promosi Produk Events DIY secara langsung di Events Internasional ... 60
4.2.2. Promosi Produk Events DIY melalui Media Komunikasi ... 68
4.3. Dinas Pariwisata DIY melakukan Monitoring dan Evaluating... 78
BAB V EVALUASI EFEKTIVITAS KOMUNIKASI PEMASARAN FESTIVAL DAN ACARA BUDAYA DAN KESENIAN DI DIY ... 81
5.1. Evaluasi Keselarasan Target Pasar dengan Pemilihan Tempat Promosi .. 81
xi
5.2.1. Evaluasi Strategi DOT (Destination, Origin, Time) untuk
Events di DIY ... 87
5.2.2. Evaluasi Strategi BAS (Branding, Advertising, Selling) untuk Events di DIY ... 90
5.2.3. Evaluasi Strategi POSE (Paid Media, Owned Media, Social Media, Endorser) Events di DIY ... 92
5.2.4. Evaluasi Strategi POP (Pre Event, On Events, Post Events) Events di DIY ... 95
5.3. Evaluasi Penggunaan dan Keterpaduan Antar Media Komunikasi untuk Komunikasi Pemasaran Events di DIY. ... 96
5.3.1. Evaluasi berdasarkan Media Komunikasi yang Digunakan... 96
5.3.2. Evaluasi Kesamaan Konten Antar Media Komunikasi ... 110
5.3.3 Evaluasi Keselarasan Pemilihan Media Komunikasi dengan Media Populer pada Target Pasar Wisatawan Mancanegara ... 112
5.3. Evaluasi Keberadaan Monitoring dan Evaluating untuk Events di DIY .. 123
BAB VI PERENCANAAN POLA KOMUNIKASI PEMASARAN TERPADU UNTUK FESTIVAL DAN ACARA BUDAYA DAN KESENIAN DI DIY ... 128
6.1. Perencanaan Pola Komunikasi Pemasaran Terpadu untuk Festival dan Acara Budaya dan Kesenian dengan Strategi DOT, BAS, POSE dan POP .... 128
6.1.1. Strategi DOT (Destination, Origin, dan Time) ... 129
6.1.2. Strategi BAS (Branding, Advertising, dan Selling) ... 133
6.1.3. Strategi POSE (Paid Media, Owned Media, Social Media, dan Endorser) ... 145
6.1.4. Strategi POP (Pre Event, On Event, dan Post Event). ... 156
6.2. Kesimpulan ... 160
6.3. Implikasi Hasil Penelitian ... 163
DAFTAR PUSTAKA ... 164
xii DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara ke DIY ... 4
Gambar 1.2. Grafik Jumlah Wisatawan Nusantara ke DIY ... 4
Gambar 1.3. Grafik Jumlah Wisatawan Nusantara dan Mancanegara DIY 4 Gambar 1.4. Grafik Jumlah PAD dari Sektor Pariwisata... 5
Gambar 4.1. Grafik Pringkat Wisatawan Mancanegara DIY 2015 ... 59
Gambar 4.2. Tampilan Website Dinas Pariwisata DIY ... 69
Gambar 4.3. Kalender events DIY tahun 2016 ... 70
Gambar 4.4. Akun Instagram Visitingjogja ... 71
Gambar 4.5. Akun Twitter Visitingjogja ... 72
Gambar 4.6. Akun Facebook Visitingjogja... 73
Gambar 4.7. Akun Youtube Visitingjogja ... 74
Gambar 4.8. Aplikasi Mobile Visiting Jogja ... 75
Gambar 4.9. Ilustrasi Majalah Kabare, Lionmag, Travelounge, Colours ... 77
Gambar 5.1. Hasil Analisis Kinerja Web Dinas Pariwisata DIY ... 98
Gambar 5.2. Hasil Analisis Web Dinas Pariwisata DIY Berdasarkan Jumlah Pengunjung ... 99
Gambar 5.3. Jumlah Pencarian Events melalui Google ... 101
Gambar 5.4. Jumlah Pencarian Events melalui TripAdvisor ... 102
Gambar 5.5. Jumlah Pencarian Events melalui Youtube ... 103
Gambar 5.6. Akun Semua Media Sosial Dinas Pariwisata DIY ... 105
Gambar 5.7. Jumlah Jumlah Pengunduh dan Reting Aplikasi Mobile Pariwisata DIY ... 108
Gambar 5.8. Konten Promosi Media Facebook Milik Dispar DIY ... 111
Gambar 5.9. Konten Promosi Media Twitter Milik Dispar DIY ... 111
Gambar 5.10. Konten Promosi Media Instagram Milik Dispar DIY ... 111
xiii
Gambar 5.13. Populasi dan platforms media yang digunakan di Belanda.. 116
Gambar 5.14. Populasi dan platforms media yang digunakan di Jepang.... 117
Gambar 5.15. Populasi dan platforms media yang digunakan di Malaysia.. ... 119
Gambar 5.16. Populasi dan platforms media yang digunakan di Perancis . 120 Gambar 5.17. Populasi dan platforms media yang digunakan di Singapura ... 122
Gambar 6.1. Strategi Destination, Origin dan Time ... 129
Gambar 6.2. Identifikasi Pasar berdasarkan Origin ... 131
Gambar 6.3. Contoh Waktu Pelaksanaan Events Internasional Kemenpar 132
Gambar 6.4. Strategi Promosi dengan Konsep BAS ... 134
Gambar 6.5. Branding Jogja Istimewa ... 135
Gambar 6.6. Jogja International Street Performance 2016 ... 138
Gambar 6.7. Jogja Fashion Week 2016 ... 139
Gambar 6.8. Art Jog 2016 ... 139
Gambar 6.9. Jogja Air Show 2016 ... 140
Gambar 6.10. Jogja International Heritage Walk 2016... 140
Gambar 6.11. Jogja International Batik Biennale 2016 ... 141
Gambar 6.12. Maliboro Night Festival 2016 ... 141
Gambar 6.13. Jogja Asia Tri Jogja 2016 ... 142
Gambar 6.14. Peran Pemangku Kepentingan Secara Sinergi ... 144
Gambar 6.15 Implementasi Media denga Konsep POSE ... 146
Gambar 6.16. Endorser asal Belanda ... 152
Gambar 6.17. Endorser asal Jepang ... 153
Gambar 6.18. Endorser asal Malaysia ... 154
Gambar 6.19. Endorser asal Perancis ... 155
xiv DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Promosi Luar Negeri yang diikuti DIY pada Tahun 2016 ... 61
Tabel 4.2. Media Iklan Berbayar untuk Promosi Events DIY tahun 2016 . 76
Tabel 5.1. Evaluasi Keselarasan Target Pasar dengan Pemilihan Tempat
Promosi ... 82
Tabel 6.1. Pola Komunikasi Pemasaran Terpadu untuk Festival dan
xv ABSTRAK
Penelitian ini memiliki tiga tujuan. Tujuan pertama adalah untuk mengetahui pola komunikasi pemasaran untuk festival dan acara budaya dan kesenian (events) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Tujuan kedua adalah untuk mengevaluasi efektivitas pola komunikasi pemasaran untuk events di DIY. Tujuan ketiga adalah untuk merancang pola komunikasi pemasaran baru yang lebih efektif untuk events di DIY. Rancangan Pola komunikasi pemasaran baru yang lebih efektif untuk events diharapkan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi kasus pada Dinas Pariwisata DIY. Pemilihan narasumber menggunakan metode Purposive Sampling. Teknik analisis data menggunakan Content Analysis, Common Theme Approach, dan Emic Approach.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa belum ada pola khusus yang digunakan oleh Dinas Pariwisata DIY untuk komunikasi pemasaran untuk events di DIY. Komunikasi pemasaran untuk events di DIY masih digabungkan dalam kegiatan komunikasi pemasaran produk-produk pariwisata DIY lainnya. Pola komunikasi pemasaran yang dilakukan Dinas Pariwisata DIY selama ini yaitu melakukan promosi langsung pameran internasional secara langsung di dalam negeri dan luar negeri, memasang iklan di media cetak majalah dan TV Bandara, dan melakukan komunikasi melalui media internet yaitu website, media sosial, dan aplikasi mobile. Evaluasi efektivitas menunjukkan bahwa komunikasi pemasaran untuk events di DIY belum efektif karena dipengaruhi beberapa faktor yaitu pemilihan beberapa tempat promosi tidak sesuai dengan target pasar pariwisata DIY; konten mengenai events yang ditampilkan dalam pameran internasional dan iklan berbayar yang dipilih jumlahnya sangat sedikit; konten mengenai events yang dikomunikasikan belum terpadu atau belum sesuai antara satu media dengan media yang lain; dan konten komunikasi events di DIY juga belum informatif terutama untuk target pasar wisatawan mancanegara.
Berdasarkan hasil analisis, peneliti merekomendasikan pola baru untuk komunikasi pemasaran yang efektif untuk events di DIY yaitu dengan melakukan integrasi pemasaran antara pemerintah, komunitas atau pelaku events, dan pelaku industri pariwisata. Dinas Pariwisata DIY sebaiknya menggunakan pola komunikasi pemasaran terpadu dengan strategi DOT (Destination, Origin, Time), BAS (Branding, Advertising, Selling), POSE (Paid Media, Owned Media, Social Media, Endorsers), dan POP (Pre Event, On Event, Post Events). Strategi-strategi pada pola baru ini memiliki penjelasan dan rincian masing-masing yang sebaiknya dilakukan oleh pihak pemerintah dan pihak swasta untuk menciptakan pemasaran events di DIY yang lebih efektif, bersinergi, dan terintegrasi dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara ke DIY.
xvi ABSTRACT
There were three aims of this research. The first was to find marketing communication pattern for festivals and culture and art events in Yogyakarta Special Region (DIY). The second was to evaluate marketing communication pattern effectiveness for events in DIY. The third was to design a new marketing communication pattern which is more effective for events in DIY. The more effective new marketing communication pattern is expected to increase the number of foreign visitors to DIY.
This research was descriptive qualitative research with case study approach at Government Tourism Office in DIY. The resource people selection used Purposive Sampling Method. Data analysis technique used Content Analysis, Common Theme Approach, and Emic Approach.
Research result showed that there had not been any special pattern used by Government Tourism Office in DIY for marketing communication for events in DIY. Marketing communication for events in DIY was still combined with other tourism product marketing communication events in DIY. Marketing communication pattern carried out by Government Tourism Office in DIY so far has been by direct promotion by international exhibition, be it in Indonesia or abroad, magazine advertising and Airport TV, and by internet communication i.e. websites, social media, and mobile applications. Effectiveness evaluation showed that marketing communication in DIY was not effective due to some factors namely: the advertising spots which were not suitable with the marketing targets of tourism in DIY, event contents displayed in the international exhibition and paid advertising which were far from sufficient, communicated event contents which were not integrated or did not match among the media, and event communication contents in DIY which were not informative especially for foreign visitors market target.
Based on analysis result, researcher suggests a new pattern for effective marketing communication for events in DIY that is by doing marketing integration between government, communities or event organizers, and tourism industry business people. Government Tourism Office in DIY should use integrated marketing communication pattern with the strategies of DOT (Destination, Origin, Time), BAS (Branding, Advertising, Selling), POSE (Paid Media, Owned Media, Social Media, Endorsers), and POP (Pre Event, On Event, Post Events). Those new pattern strategies possess clarification and details which should be expounded by government and private sectors to create marketing events in DIY which is more effective, synergized, and integrated to boost the number of foreign visitors to DIY.
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Event atau festival merupakan salah satu jenis wisata yang dapat dikelola dengan baik untuk menjadi tujuan berwisata individu atau kelompok wisatawan.
Portofolio produk wisata dalam buku Laporan Kinerja Kementrian Pariwisata
Tahun 2015, dipetakan menjadi tiga bagian utama yaitu produk wisata alam
(nature), budaya (culture), dan buatan manusia (man made). Events tourism adalah salah satu bentuk dari produk wisata buatan manusia, yang ada juga
memiliki unsur seni dan budaya. Noor (2009), mendefinisikan event sebagai kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hal-hal penting sepanjang
hidup manusia baik secara individu atau kelompok yang terikat secara adat,
budaya, tradisi dan agama yang diselenggarakan untuk tujuan tertentu serta
melibatkan lingkungan masyarakat yang dilaksanakan pada waktu tertentu.
Sugianto (2014), menyimpulkan bahwa event adalah sebuah kegiatan yang dirancang dengan tema tertentu yang bertujuan untuk menarik perhatian para
pengunjung agar dapat memahami pesan yang ingin ditampilkan oleh
penyelenggara. Getz (1997) dalam Aesthetika (2012) menyatakan bahwa event memberikan nilai tambah pada masyarakat sebuah daerah dan menarik
wisatawan.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki 271 festival dan acara budaya
2
Februari 9 events, Maret 16 events, April 16 events, Mei 39 events, Juni 19 events, Juli 23 events, Agustus 26 events, September 26 events, Oktober 49 events, November 24 events, dan Desember 20 events. Sejumlah 197 events telah memiliki tanggal dan tempat pelaksanaannya dan 74 events belum memiliki tanggal dan tempat pelaksanaan. Events tersebut ada yang bertaraf internasional, regional, dan lokal. Selain dari jumlah di atas, tentu masih banyak acara-acara lain
yang belum masuk kordinasi Dinas Pariwisata sehingga belum terdaftar dalam
kalender event tahunan DIY.
Banyaknya jumlah events yang dilaksanakan setiap tahunnya di DIY, diharapkan bisa menjadi salah satu destinasi wisata yang bisa dikembangkan
untuk mendatangkan sejumlah wisatawan nusantara dan mancanegara. Namun
pada kenyataannya, sejumlah acara tersebut belum memberikan hasil yang
optimal, yaitu menjadi tujuan berkunjung wisatawan nusantara maupun
mancanegara ke DIY.
Dinas Pariwisata DIY selaku pelaksana dan penanggungjawab
kepariwisataan, menyadari bahwa kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke
DIY masih memprioritaskan destinasi-destinasi wisata lainnya, sehingga objek
wisata berbentuk event hanya menjadi persinggahan untuk dihadiri jika pelaksanaannya bertepatan dengan kunjungan wisatawan ke DIY. Selain itu,
banyak festival dan acara budaya dan kesenian yang informasinya disebarluaskan
melalui media setelah pelaksanaannya. Tidak sedikit festival dan acara budaya
dan kesenian di DIY yang beritanya dimuat di koran lokal atau nasional setelah
pelaksaannya, sehingga masyarakat sebagai calon wisatawan mungkin saja
3
Pelaksanaan events di DIY, juga belum bisa mendatangkan wisatawan mancanegara secara signifikan. Hal ini terlihat dari sejumlah events yang masih didominasi oleh wisatawan nusantara, bahkan wisatawan mancanegara dapat
dihitung secara kasat mata. Hal ini menunjukkan bahwa ada faktor-faktor yang
mempengaruhi belum tercapainya semua hal yang diharapkan. Faktor tersebut
bisa berasal dari internal yaitu pemerintah selaku leading sector kepariwisataan, maupun faktor eksternal yaitu komunitas, industri wisata, masyarakat umum, dan
wisatawan sebagai konsumen produk wisata.
Visi Dinas Pariwisata DIY yaitu “Terwujudnya Yogyakarta sebagai salah
satu destinasi terkemuka di Asia Tenggara pada tahun 2025 berdasarkan
keunggulan produk wisata yang berkualitas, berwawasan budaya, berwawasan
lingkungan, berkelanjutan dan menjadi salah satu pendorong tumbuhnya ekonomi
kerakyatan”. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, Dinas Pariwisata DIY
konsisten membenahi pengembangan berbagai produk wisata, baik yang
berbentuk budaya, alam, maupun yang tergolong sebagai wisata buatan manusia.
Hasil pencapaian pemerintah DIY dalam upaya mendatangkan wisatawan
nusantara dan mancanegara menunjukkan pencapaian positif melalui peningkatan
jumlah wisatawan yang berkunjung ke DIY selama lima tahun terakhir (2011 –
4
Gambar 1.1: Grafik Jumlah Wisatawan Mancanegara ke DIY Sumber: Statistik Pariwisata DIY 2015
Gambar 1.2: Grafik Jumlah Wisatawan Nusantara ke DIY Sumber: Statistik Pariwisata DIY 2015
Gambar 1.3: Grafik Jumlah Wisatawan Nusantara dan Mancanegara ke DIY Sumber: Statistik Pariwisata DIY 2015
Peningkatan jumlah wisatawan nusantara dan mancanegara DIY di atas,
juga berpengaruh terhadap jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat
5
terhadap masyarakat umum dalam upaya peningkatan kesejahteraan yang
jumlahnya belum dikuantitaskan secara nominal.
Gambar 1.4: Grafik Jumlah Pendapatan Asli Daerah dari Sektor Pariwisata Sumber: Statistik Pariwisata DIY 2015
Meskipun terjadi peningkatan jumlah wisatawan setiap tahunnya dan terjadi
peningkatan PAD dari sektor pariwisata dua tahun terakhir, namun belum semua
destinasi wisata memberikan kontribusi yang besar termasuk diantaranya adalah
destinasi berbentuk event. Berdasarkan Top Rank Jumlah Kunjungan Wisatawan setiap daerah, DIY berada pada peringkat 6 untuk wisatawan nusantara dan
peringkat 8 untuk wisatawan mancanegara tahun 2015, pada keseluruhan provinsi
di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Pariwisata DIY berada pada persaingan
yang ketat jika dibandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Oleh karena itu,
percepatan pengembanagan produk wisata harus terus disemarakkan baik dalam
bentuk kualitas maupun kuantitas, termasuk diantaranya adalah yang berhubungan
dengan penelitian ini yaitu festival dan acara budaya dan kesenian sebagai tujuan
berwisata ke DIY.
6
persatu dari festival atau acara yang akan dilaksanakan, tetapi bahagaimana
memasarkannya secara terintegrasi dan tersistematis. Suryadana & Vanny (2015),
mengartikan pemasaran pariwisata sebagai suatu sistem yang saling berkordinasi
melakukan berbagai kebijaksanaan bagi perusahaan-perusahaan kelompok
industri pariwisata, baik milik individu atau swasta maupun instansi pemerintah,
baik lokal, regional, nasional dan internasional untuk mencapai kepuasan
wisatawan. Keseluruhan aktivitas yang diarahkan untuk memberikan informasi
kepada konsumen yang bertujuan untuk memuaskan keinginan wisatawan sebagai
konsumen. Kotler & Keller (2012), mengartikan pemasaran sebagai sebuah proses
kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka
butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas
mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Jumlah 271
festival dan acara budaya yang ada pada Calender of Events 2016 merupakan kekayaan yang dimiliki DIY, yang jika dikelola dengan baik dan pendekatan
strategi yang tepat, maka diharapkan dapat menjadi tujuan utama berkunjung ke
DIY.
Berdasarkan beberapa latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan pendekatan deskriptif kualitatif yang berhubungan
dengan perencanaan promosi atau komunikasi pemasaran terpadu untuk festival
dan acara budaya dan kesenian (events) di DIY. Oleh karena itu, penulis memilih
judul tesis sebagai berikut: “Perencanaan Pola Komunikasi Pemasaran Terpadu
untuk Festival dan Acara Budaya dan Kesenian di Daerah Instimewa Yogyakarta
7 1.2. Rumusan Masalah
Pelaksanaan setiap festival dan acara budaya di Daerah Istimewa
Yogyakarta tentu memiliki tujuan dengan nilai-nilai, budaya, dan sejarah yang
terkandung didalamnya, tetapi terlepas dari semua itu, festival dan acara budaya
dan kesenian (events) diharapkan dapat dijadikan sebagai sebagai produk wisata unggulan. Dinas Pariwisata DIY memiliki 271 events yang yang terdaftar dalam Calender of Events 2016. Jumlah yang besar ini yang diharapkan dapat menjadi salah satu tujuan utama wisatawan nusantara maupun mancanegara berkunjung ke
DIY. Namun pada kenyataannya, sebagian besar wisatawan belum
memprioritaskan tujuannya kunjungannya ke DIY untuk mengadiri suatu event, baik yang berbentuk festival ataupun acara budaya dan kesenian, sehingga
wisatawan hanya menjadikan suatu kegiatan tersebut sebagai persingahan atau
sekedar ikut karena bertepatan sedang di DIY untuk tujuan lain. Selain itu,
kegiatan festival atau acara budaya dan kesenian diberitakan secara meluas
melalui berbagai media cetak dan elektronik terutama koran harian setelah
pelaksanaanya selesai satu atau beberapa hari kemudian. Ini menandakan bahwa
sistem pemasaran yang digunakan belum terkelola dengan baik secara sinergis
dan strategis pada semua pihak yang terkait di dalamnya.
Banyaknya destinasi wisata budaya, alam, dan kreativitas manusia di DIY,
termasuk sejumlah events diharapkan dapat lebih menambah peningkatan jumlah kunjungan wisatawan ke DIY, dan bisa merubah posisi sementara saat penelitian
ini dilakukan yaitu peringkat 6 jumlah wisatawan nusantara dan peringkat 8
jumlah wisatawan mancanegara se Indonesia berdasarkan statistik Kementrian
8
optimalnya hasil dari produk wisata berbentuk events. Salah satunya adalah faktor pemasaran khususnya promosi atau komunikasi pemasaran events yang kemungkinan belum begitu efektif, sehingga dapat dirumuskan perencanaan pola
komunikasi pemasaran yang lebih terpadu.
Berdasarkan pada latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
pertanyaan penelitian yang paling cocok, yaitu:
1. Bagaimana pola komunikasi pemasaran untuk festival dan acara budaya dan
kesenian di DIY saat ini?
2. Bagaimana evaluasi efektivitas pola komunikasi pemasaran untuk festival
dan acara budaya dan kesenian di DIY saat ini?
3. Bagaimana perencanaan pola komunikasi pemasaran terpadu yang lebih
efektif untuk festival dan acara budaya dan kesenian di DIY?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pola komunikasi pemasaran
festival dan acara budaya dan kesenian di DIY yang dilakukan selama ini dan
mengevaluasi efektivitas dari pola tersebut. Selain itu, peneliti ingin merancang
pola komunikasi pemasaran terpadu agar produk wisata berbentuk festival dan
acara budaya dan kesenian yang dimiliki oleh DIY lebih efektif dan dapat
meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat kepada Dinas Pariwisata dan
9
masyarakat umum. Diharapkan bahwa penelitian ini dapat dijadikan sebagai
bahan pengambilan keputusan bagi manajerial dalam rangka menilai evaluasi
strategi komunikasi pemasaran festival dan acara budaya dan kesenian di DIY
yang ada saat ini dan mengikuti pola baru yang disarankan. Manfaat secara
spesifiknya, yaitu sebagai berikut:
1. Dinas Pariwisata sebagai penanggung jawab dan pelaksana dari segala
kegiatan kepariwisataan DIY, dapat melihat hasil evaluasi efektivitas pola
komunikasi pemasaran untuk festival dan acara budaya dan kesenian
(events) di DIY yang digunakan saat ini. Setelah melihat evaluasi efektivitas tersebut, diharapkan mempertimbangkan untuk mengikuti pola
komunikasi pemasaran terpadu yang dirancang dan disarankan oleh peneliti,
sehingga dapat bermanfaat untuk meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan, terutama wisatawan mancanegara yang berkunjung ke DIY.
2. Mendorong motivasi komunitas atau pelaku events dan industri wisata untuk menyediakan berbagai fasilitas dan produk events yang menarik, kreatif, dan berkualitas, serta dapat bekerjasama dengan pihak pemerintah dalam
melakukan komunikasi pemasaran yang sinergis dan strategis karena sudah
ada pola terpadu yang dapat diikuti oleh semua pihak yang terkait.
3. Strategi pemasaran yang efektif akan meningkatkan jumlah wisatawan
sehingga masyarakat umum memperoleh manfaat melalui belanja
wisatawan dan melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dapat
10 1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada analisis pola komunikasi pemasaran pariwisata
DIY khususnya produk wisata berbentuk festival dan acara budaya dan kesenian
dan dilakukan perencanaan pola komunikasi pemasaran terpadu yang sasarannya
untuk wisatawan mancanegara. Data yang digunakan adalah semua kegiatan
komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh Dinas Pariwisata DIY selama tahun
2015 sampai 2017.
1.6. Sistematika Penulisan
Penelitian dan penulisan ini memiliki sistematika, yaitu BAB I
Pendahuluan, yang menguraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
Landasan Teori, yang menguraikan mengenai landasan teori yang mendasari
penelitian dan penelitian terdahulu. BAB III Metode Penelitian, yang
menguraikan mengenai desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, pemilihan
narasumber, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.
BAB IV Pola Komunikasi Pemasaran untuk Festival dan Acara Budaya Dan
Kesenian di DIY Saat Ini, yang menguraikan mengenai pemilihan target pasar
pariwisata DIY, promosi festival dan acara budaya dan kesenian (events) di DIY,
dan monitoring dan evaluating. BAB V Evaluasi Efektivitas Pola Komunikasi Pemasaran untuk Festival dan Acara Budaya Dan Kesenian di DIY Saat Ini, yang
menguraikan mengenai evaluasi keselarasan target pasar dengan pemilihan tempat
promosi, evaluasi penggunaan frame strategi DOT, BAS, POSE untuk festival dan
11
keterpaduan antar media komunikasi untuk festival dan acara budaya dan
kesenian di DIY, evaluasi keberadaan monitoring dan evaluating untuk events di DIY, dan ringkasan evaluasi efektivitas. BAB V: Perencanaan Pola Komunikasi
Pemasaran Terpadau yang Lebih Efektif untuk Festival dan Acara Budaya dan
Kesenian Di DIY, yang menguraikan mengenai perencanaan pola komunikasi
terpadu yang lebih efektif dengan strategi DOT, BAS, POSE, dan POP, serta
12 BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Teori
2.1.1. Pengertian Pariwisata dan Event
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009 tentang
kepariwisataan, menjelaskan beberapa hal mendasar, yaitu:
1. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh sebagian atau
sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan
rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik
wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. Wisatawan adalah orang yang melakukan wisata.
3. Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha,
pemerintah dan pemerintah daerah.
4. Kepariwisataan adalah keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata
dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud
kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antar wisatawan dan
masyarakat setempat, sesama wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah,
dan pengusaha.
5. Industri pariwisata kumpulan usaha pariwisata yang terkait dalam rangka
menghasilkan barang dan jasa bagi pemenuhan kebutuhan wisatawan
13
Pariwisata adalah aktivitas perjalanan dan tinggal seseorang di luar tempat
tinggal dan lingkungannya selama tidak lebih dari satu tahun berurutan untuk
berwisata, bisnis, atau tujuan lain dengan tidak untuk bekerja di tempat yang
dikunjungi tersebut (Suryadana & Vanny, 2015). Sedangkan menurut Hasan
(2015), Pariwisata adalah bisnis manusia, budaya dan hospitality, memerlukan SDM dengan posisi, keahlian, dan pekerjaan yang tepat. Pariwisata memerlukan
network (jaringan pariwisata) dengan tingkat ketertatan yang mampu menampilkan karakter zona.
Noor (2009), mendefinisikan event sebagai kegiatan yang diselenggarakan untuk memperingati hal-hal penting sepanjang hidup manusia baik secara individu
atau kelompok yang terikat secara adat, budaya, tradisi dan agama yang
diselenggarakan untuk tujuan tertentu serta melibatkan lingkungan masyarakat
yang dilaksanakan pada waktu tertentu.
Pemasaran events bertujuan untuk mendapatkan profit dari acara tersebut, memenuhi kebutuhan penonton dan dalam kebanyakan kasus, untuk
menghasilkan pendapatan daerah atau negara. Beberapa festival yang sepenuhnya
didanai oleh pemerintah, bukan sekedar untuk meningkatkan pendapatan, tetapi
events diharapkan dapat mengundang dan meningkatkan kunjungan wisatawan (Wagen, 2005).
Yoeti (2006), menjelaskan bahwa festival yang digelar memiliki fungsi
sosial dan makna simbolik yaitu berhubungan erat dengan serangkaian nilai-nilai
yang diakui oleh masyarakat sebagai ideologi yang dapat dipandang oleh
masyarakat luas, identitas sosial, kesinambungan historis, dan untuk kelangsungan
14
Kartajaya (2005), menyatakan bahwa dalam mempromosikan produknya,
daerah bisa memilih salah satu atau lebih dari bauran promosi (promotion mix). Dalam konteks pemasaran daerah, bauran promosi biasaya mencakup alat-alat
promosi diantaranya adalah iklan (advertising), sales promotion, public relation dan publicity, personal selling, dan direct selling.
2.1.2. Pengertian Branding
Menurut Kotler & Keller (2009), brand (merek) adalah suatu nama, istilah, tanda, lambang, atau desain, atau gabungan semua yang diharapkan
mengidentifikasi barang atau jasa dari seseorang, penjual atau sekelompok
penjual, dan diharapkan akan membedakan barang dan jasa dari produk pesaing.
Merek adalah entitas konseptual yang berada dalam suatu kenyataan, tetapi
mencerminkan persepsi dan bahkan pikiran dan perasaaan konsumen. Sedangkan
branding merupakan upaya meliputi suatu produk atau jasa dengan kekuatan suatu brand. Penetapan merek (branding) adalah memberikan kekuatan merek kepada produk dan jasa. Penetapan merek adalah tentang menciptakan perbedaan
antar produk. Penetapan merek menciptakan struktur mental yang membantu
konsumen mengatur pengetahuan mereka tentang produk dan jasa dengan cara
menjelaskan pengambilan keputusan mereka dan, dalam prosesnya memberikan
nilai bagi perusahaan.
Agar strategi penetapan merek berhasil dan nilai merek dapat tercipta,
konsumen harus diyakinkan bahwa ada perbedaan berarti antara merek dalam
kategori produk dan jasa. Pemasar dapat menerapklan penetapan merek hampir di
15
Dewi (2011) menjelaskan bahwa upaya branding bisa dilakukan dengan banyak cara, akan tetapi yang umum dilakukan adalah dengan menentukan brand personality, brand positioning, dan brand identifiers (brand drivers). Brand personality adalah bauran spesifik dari sifat manusia yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa. Merek yang memiliki personalitas akan disukai konsumen
karena manusia cenderung memilih merek yang mempunyai personalitas yang
cocok dengan personalitas mereka, yaitu ketulusan, kegembiraan, kompeten, dan
tangguh. Brand positioning menunjukkan bagaimana suatu barang ditempatkan dalam benak konsumen. Positioning merupakan citra dan gambaran produk yang menunjukkan keunikan personalitas suatu merek dibandingkan produk lain yang
sejenis. Sedangkan brand identifiers adalah elemen merek yang bisa mengidentifikasi dan membedakan suatu produk. Brand identifier bisa digolongkan menjadi tiga kelompok yaitu elemen merek itu sendiri (nama, logo,
simbol, karakter, slogan, tanda, dan juru bicara), produk (jasa dan seluruh
aktivitas pemasaran dan program pemasaran pendukung), dan asosiasi-asosiasi
lainnya yang maknanya terkait dengan merek tersebut.
Ricthie (2005) dalam Dewi (2011), memberikan beberapa definisi tentang
branding untuk destinasi wisata, yaitu:
1. Mengandung penciptaan nama, simbol, logo, tulisan, atau gambar grafis
lainnya yang secara langsung bisa mengidentifikasi dan membedakan
suatu destinasi di tengah destinasi-destinasi lainnya;
2. Secara konsisten mengkomunikasikan harapan atas pengalaman perjalanan
16
3. Menyatukan dan memperkuat hubungan emosional antara pengunjung
dengan destinasi tersebut;
4. Mengurangi biaya pencarian calon wisatawan (search-cost) dan risiko (perceived risk).
Branding merupakan keharusan dalam era persaingan sekarang ini di mana konsumen menghadapi banyak pilihan dan kualitas produk yang tersedia sudah
sulit dibedakan. Suatu merek bisa menjadi semacam a contract of trust antara produsen dan konsumen karena ia menjamin konsistensi nilai yang disampaikan
kepada konsumen. Nilai ini bisa merupakan kualitas utilitarian (functional brand), daya tarik emosional dan makna simbolis (image brand), maupun ekspektasi atas pengalaman yang akan dialami oleh konsumen saat mengkonsumsi merek tersebut
(experimential brand). Karena nilai tambah yang dimiliki oleh suatu brand yang inilah konsumen bersedia membayar lebih untuk suatu merek yang dipersepsikan
akan memberikan kepuasan. Harga premium yang dibayar konsumen untuk suatu
brand berarti sumber keuntungan bagi perusahaan (Dewi, 2009).
Salah satu cara yang dapat digunakan dalam proses branding adalah dengan menggunakan strategi brand architecture (arsitektur merek). Brand architecture menurut Rajagopal & Romulo (2004) adalah suatu proses yang terintegrasi dari
membangun merek melalui pembentukan hubungan-hubungan merek diantara
pilihan-pilihan penetapan merek dalam lingkungan yang kompetitif. Aaker &
Joachimstshaler (2008), mengartikan brand architecture sebagai struktur pengorganisasian dari portofolio merek yang menentukan peran merek dan sifat
hubungan antara merek. Arsitektur merek merupakan urutan dari beberapa merek
17
dengan master brand, kemudian dijelaskan hubungannya dengan sub-brand. Sub-brand atau subsidiary, yaitu skenario sebuah brand yang menggunakan master brand digabungkan dengan merek lainnya yang berfungsi dengan nama dan jenis produk dan jasa.
Menurut Aaker (2013), merek adalah wajah strategi bisnis, dan
mendapatkan strategi merek yang tepat sekali adalah jalur untuk membuat
keputusan strategi bisnis yang tepat. Satu elemen dari strategi merek adalah untuk
menentukan prioritas dalam portofolio merek, mengidentifikasi merek-merek
strategis yang kuat, merek-merek lain yang memainkan peranan penting untuk
sementara, merek yang seharusnya tidak menerima investasi, dan
merek-merek yang segarusnya dihapuskan. Salah satu alasan untuk membuat prioritas
merek dan merampingkan portofolio merek adalah bahwa praktik ini memberikan
cara yang bagus untuk memprioritaskan portofolio bisnis karena merek biasanya
akan mewakili bisnis. Alasan kedua adalah bahwa memprioritaskan dan
merampingkan portofolio merek dapat memperbaiki kebingungan yang
melemahkan terkait dengan promosi merek yang berlebihan. Alasan ketiga adalah
untuk menjawab kelumpuhan strategis yang diciptakan oleh promosi merek yang
berlebihan, yaitu portofolio merek membingungkan tanpa prioritas.
18 2.1.3. Pengertian Product (Produk)
Produk (product) adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan kepada pasar untuk memuaskan suatu keinginan atau kebutuhan, termasuk barang fisik, jasa,
pengalaman, acara, orang, tempat, properti, organisasi, informasi, dan ide (Kotler
& Keller, 2009). Produk bukan hanya barang berwujud tetapi produk memiliki
arti yang lebih luas sebagai segala sesuatu yang ditawarkan oleh perusahaan atau
organisasi untuk memuaskan kebutuhan atau keinginan konsumen. Kotler &
Armstrong (2010) memberikan istilah produk untuk semua entitas baik yang
berwujud maupun tidak berwujud dan memberikan perhatian khusus kepada jasa
sebagai salah satu yang begitu penting dalam ekonomi dunia. Jasa (service) adalah bentuk produk yang terdiri dari aktivitas, manfaat, atau kepuasan yang ditawarkan
untuk dijual dan pada dasarnya tak berwujud serta tidak menghasilkan
kepemilikan akan sesuatu. Produk adalah elemen kunci dalam keseluruhan
penawaran pasar.
Produk dalam konteks pemasaran pariwisata menurut Morrison (2010),
adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan konsumen. Keputusan tentang produk ini mencakup penentuan
bentuk penawaran secara fisik, mereknya, pembungkus, garansi dan servis
sesudah penjualan. Pengembangan produk dapat dilakukan setelah menganalisis
kebutuhan dan keinginan pasarnya. Jika masalah ini telah diselesaikan, maka
keputussan-keputusan tentang harga, distribusi dan promosi dapat diambil.
Sedangkan Middleton (1989) dalam Dewi (2011), dalam industri pariwisata,
19
1. Produk wisata secara keseluruhan (total tourist products) yang meliputi kombinasi dari keseluruhan produk dan jasa yang dikonsumsi oleh
wisatawan mulai dari dia meninggalkan rumah sampai pada dia kembali.
Dalam hal ini, produk meliputi ide, suatu harapan atau gambaran mental
dalam benak konsumen saat penjualan produk wisata.
2. Produk secara spesifik, yang meliputi produk komersial yang merupakan
bagian dari produk wisata keseluruhan, seperti akomodasi, transportasi,
atraksi, daya tarik wisata, dan fasilitas pendukung lainnya seperti
persewaan mobil dan penukaran uang asing.
2.1.4. Pengertian Price (Harga)
Menurut Kotler & Armstrong (2010), harga (price) adalah jumlah yang ditagihkan atas suatu produk atau jasa. Pengertian harga yang lebih luas adalah
jumlah semua nilai yang diberikan oleh pelanggan untuk mendapatkan
keuntungan dari memiliki atau menggunakan suatu produk atau jasa. Pada saat
penetapan harga, perencana harus mempertimbangkan sejumlah faktor internal
dan eksternal serta faktor lainnya, termasuk strategi dan bauran pemasaran secara
keseluruhan, kondisi pasar dan permintaan, dan strategi serta harga dari para
pesaing.
Terdapat dua dasar penetapan harga, yaitu: penetapan harga berdasarkan
20 2.1.4.1. Penetapan Harga Berdasarkan Biaya
Penetapan harga berdasarkan biaya (cost-based pricing) digerakkan oleh produk. Perusahaan mendesain sesuatu yang dianggap merupakan produk yang
bagus, menjumlahkan biaya untuk membuat produk tersebut, dan kemudian
menetapkan suatu harga yang dapat menutup biaya dan ditambah dengan target
laba.
2.1.4.2. Penetapan Harga Berdasarkan Nilai
Penetapan harga berdasarkan nilai (value-based pricing) merupakan persepsi nilai dari pembeli, bukan dari biaya penjual, sebagai kunci penetapan
harga. Penetapan harga berdasarkan nilai berarti bahwa pemasar tidak dapat
mendesain suatu produk atau program pemasaran kemudian menetapkan harga,
melainkan harga dihitung bersama-sama dengan bauran pemasaran lainnya
sebelum program pemasaran ditetapkan.
Harga merupakan elemen dalam bauran pemasaran yang tidak saja
menentukan profitabilitas tetapi juga sebagai sinyal untuk mengkomunikasikan
proporsi nilai suatu produk. Pemahaman produk perlu memahami aspek
psikologis dari informasi yang meliputi harga referensi, referensi kualitas
berdasarkan harga, dan petunjuk harga. Pada setiap produk atau jasa yang
ditawarkan, bagian pemasaran berhak menentukan harga pokoknya. Faktor-faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan produk tersebut antara lain biaya,
keuntungan, praktik saingan dan perubahan keinginan pasar. Kebijaksanaan harga
21 2.1.5. Pengertian Place (Tempat/Distribusi)
Saluran pemasaran atau saluran distribusi adalah serangkaian organisasi
yang terkait dalam semua kegiatan yang digunakan untuk menyalurkan produk
dan status kepemilikannya dari produsen ke konsumen (Laksana, 2008).
Pengertian ini dapat menunjukkan bahwa perusahaan atau organisasi dapat
menggunakan lembaga atau perantara untuk dapat menyalurkan produknya
kepada konsumen akhir.
Kotler & Keller (2009) mengartikan saluran pemasaran sebagai sekelompok
organisasi yang saling bergantung atau terlibat dalam proses pembuatan produk
atau jasa yang disediakan untuk digunakan atau dikonsumsi. Dalam mengelola
perantaranya, organisasi dapat melakukan dua strategi pemasaran yaitu strategi
dorong atau strategi tarik.
Strategi dorong (push stratgy) adalah menggunakan tenaga penjualan, uang promosi dagang, atau sarana lain produsen untuk mendorong perantara membawa,
mempromosikan, dan menjual produk ke pengguna akhir. Stratrgi dorong tepat
digunakan jika loyalitas merek dalam suatu kategori rendah, pilihan merek
dilakukan di toko atau perantara, produk menjadi barang implus, dan manfaat
produk dipahami dengan baik. Sedangkan strategi tarik (pull strategy) adalah produsen menggunakan iklan, promosi, dan bentuk komunikasi lain untuk
meyakinkan konsumen agar meminta produk dari perantara sehingga mendorong
perantara memesan produuk tersebut. Strategi tarik dapat diterapkan ketika ada
22
konsumen mampu menerima perbedaan antar merek, dan konsumen sudah
memilih merek sebelum pergi ke toko atau perantara.
Kotler & Armstrong (2008), merumuskan beberapa fungsi saluran
pemasaran, yaitu sebagai:
1. Informasi, adalah mengumpulkan dan mendistribusikan riset pemasaran
dan informasi intelijen tentang perilaku dan kekuatan dalam lingkungan
pemasaran yang diperlukan untuk perencanaan dan membantu terjadinya
pertukaran.
2. Promosi, adalah mengembangkan dan menyebarkan komunikasi persuasif
tentang suatu penawaran.
3. Kontak, adalah menemukan dan berkomunikasi dengan pembeli
prospektif.
4. Mencocokkan, adalah membentuk dan menyesuaikan penawaran dengan
kebutuhan pembeli, termasuk kegiatan seperti manufaktur, pemilahan,
perakitan, dan pengemasan.
5. Negosiasi, adalah mencari kesepakatan harga dan syarat penawaran lain
sehingga kepemilikan dapat dialihkan.
6. Distribusi fisik, adalah mengirim dan menyimpan barang.
7. Pendanaan, adalah mendapatkan dan menggunakan dana untuk mencakup
biaya kerja saluran.
8. Pengambilan risiko, adalah mengasumsikan risiko pelaksanaan kerja
saluran.
Pendistribusian produk dan jasa memiliki beberapa tingkat saluran
23
yang melakukan sejumlah pekerjaan dalam membawa produk dan kepemilikannya
lebih dekat dengan pembeli akhir.
Secara umum, saluran pemasaran dibagi menjadi dua bagian pokok yaitu
saluran pemasaran langsung dan saluran pemasaran tidak langsung. Saluran
pemasaran langsung adalah saluran pemasaran yang tidak mempunyai tingkat
perantara, yaitu perusahaan menjual langsung kepada konsumen. Saluran
pemasaran tidak langsung adalah saluran yang mengandung satu atau lebih
perantara.
Menurut Kotler & Keller (2012), tingkatan dalam saluran pemasaran terdiri
dari:
1. Saluran nol tingkat (a zero-level channel) adalah saluran pemasaran langsung, yaitu produsen yang menjual langsung ke pelanggan akhir.
2. Saluran satu tingkat (a one-level channel), saluran pemasaran yang memiliki satu perantara, yaitu pengecer.
3. Saluran dua tingkat (a two-level channel), adalah saluran pemasaran yang mempunyai dua perantara, yaitu pedagang grosir dan pengecer.
4. Saluran tiga tingkat (a three-level channel), adalah saluran pemasaran yang terdiri dari tiga perantara yang menghubungkan antara produsen
dengan konsumen, yaitu pedagang grosir, pedagang besar, dan pengecer.
Menurut Morrison (2010), pengambilan keputusan berdasarkan diastribusi,
ada tiga aspek utama yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Sistem transportasi perusahaan, termasuk dalam sistem ini antra lain
24
kapal, truk, pipa,), penentu jadwal pengiriman, penentuan rute yang harus
ditempuh, dan seterusnya.
2. Sistem penyimpanan, dalam sistem ini bagian pemasaran harus
menentukan letak gudang, jenis peralatan yang dipakai untuk memahami
letak gudang, jenis peralatan yang dipakai untuk menangani material
maupun peralatan lainnya.
3. Pemilihan saluran distribusi, menyangkut keputusan-keputusan tentang
penggunaan penyalur (pedangan besar , pengecer, agen, makelar), dan
bagaimana menjalin kerjasama yang baik dengan para penyalur tersebut.
Sedangkan menurut Dewi (2011), pemasaran perlu memahami karakteristik
pendistribusian produk wisata. Dengan karakteristik produk wisata yang kaya
nuansa jasa, tidak ada ditribusi fisik dalam industri pariwisata. Untuk produk
pariwisata, menyediakan produknya langsung kepada wisatawan atau melalui jasa
perantara perdagangan produk wisata, baik secara online maupun offline.
Sehingga dapat disimpulkan bawa tempat atau saluran distribusi adalah
sarana yang dapat mempertemukan produsen dengan konsumen untuk
menawarkan produk yang dimiliknya baik secara langsung maupun tidak
langsung menggunakan media perantara.
2.1.6. Definisi Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing Communication)
Komunikasi pemasaran (marketing communication) adalah sarana dimana perusahaan berusaha menginformasikan, membujuk dan mengingatkan konsumen
25
(Kotler & Keller, 2009). Menurut Kotler & Armstrong (2010), komunikasi
pemasaran terpadu adalah mengkordinasikan dan mengintegrasikan berbagai
saluran komunikasi perusahaan untuk menghantarkan pesan yang jelas, konsisten,
dan menarik tentang organisasi dan peroduknya.
Menurut Terence (2014), komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication) merupakan suatu proses komunikasi yang memerlukan perencanaan, penciptaan, integrasi, dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran
yang disampaikan dari waktu ke waktu kepada pelanggan target merek dan calon
pelanngan. Tujuan dari komunikasi pemasaran terpadu pada akhirnya adalah
untuk memengaruhi secara tidak langsung atau secara langsung perilaku dari
audiens yang menjadi target komunikasi pemasaran. Komunikasi pemasaran
terpadu mempertimbangkan semua titik sentuhan, ataupun sumber kontak, yang
dimiliki pelanggan/calon pelanggan dengan merek sebagai saluran penyampaian
pesan dan menggunakan semua metode komunikasi yang relevan bagi
pelanggan/calon pelanggan. Komunikasi pemasaran terpadu mensyaratkan bahwa
semua media komunikasi merek menyampaikan pesan yang konsisten. Proses
komunikasi pemasaran terpadu selanjutnya mengharuskan bahwa
pel;anggan/calon pelanggan adalah titik awal untuk menentukan jenis pesan dan
media terbaik yang mampu menginformasikan, membujuk, dan mendorong
tindakan yang diharapkan.
The American of Adverticing Agency (Hermawan, 2012), mengartikan manajemen pemasaran terpadu sebagai konsep perencanaan komunikasi
pemasaran yang mengakui nilai tambah dari perencanaan komperensif yang
26
respon langsung, promosi penjualan, dan hubungan masyarakat, serta
memadukannya untuk meraih kejelasan pesan, konsistensi, dan dampak
komunikasi maksimal melalui keterintegrasian pesan.
Hermawan (2012), menjelaskan bahwa komunikasi pemasaran terpadu
adalah menyatukan perencanaan, tindakan dan koordinasi pada wilayah
komunikasi pemasaran dan juga memahami konsumen menyangkut apa
sesungguhnya tanggapan konsumen. Pendekatan komunikasi pemasaran terpadu
membantu perusahaan mengidentifikasi metode yang paling tepat dan efektif
dalam berkomunikasi dan membangun hubungan dengan baik dengan konsumen
mereka, begitu juga dengan para pemegang kepentingan lain seperti pegawai,
pemasok, investor, kelompok kepentingan dan publik pada umumnya.
Menurut Schultz (1993) dalam Percy (2014), komunikasi pemasaran terpadu
(integrated marketing communication) adalah proses mengembangkan dan menerapkan berbagai bentuk program komunikasi persuasif dengan pelanggan
dan calon pelanggan dari waktu ke waktu.
Sedangkan menurut Percy (2014), komunikasi pemasaran terpadu
digunakan untuk mempengaruhi atau langsung mengarahkan perilaku audience
yang dipilih. Komunikasi pemasaran terpadu menggunakan semua bentuk
komunikasi yang relevan untuk pelanggan dan calon pelanggan, atau semua yang
mungkin menerimanya. Proses Komunikasi pemasaran terpadu berawal dari
pelanggan atau calon pelanggan dan kemudian dianalisis kembali untuk
menentukan dan mendefenisikan bentuk dan metode yang cocok mengembangkan
27
Morissan (2010), berpendapat bahwa saat ini sudah mulai disadari bahwa
berbagai kegiatan komunikasi pemasaran yang selama ini terpisah-pisah, perlu
diintegrasikan untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan komunikasi pemasaran
yaitu mencakup: memasang iklan (beriklan) di media massa (media advertising); pemasaran langsung (direct marketing); promosi penjualan (sales promotion); penjualan personal (personal selling); pemasaran interaktif; dan hubungan masyarakat (public relations) untuk mencapai komunikasi yang lebih efektif.
Menurut Morrison (2010), komunikasi pemasaran terpadu merupakan upaya
untuk menjadikan seluruh kegiatan pemasaran dan promosi perusahaan dapat
menghasilkan citra yang bersifat satu dan konsisten bagi konsumen. Upaya ini
menuntut agar setiap pesan yang keluar harus berasal dari sumber yang
samasehingga segala informasi yang diumumkan perusahaan memiliki kesamaan
teman serta positioning yang sama di mata konsumen.
Menurut Hermawan (2012), konsep komunikasi pemasaran terpadu telah
diperluas dari yang sebelumnya ditujukan untuk kepantingan pemasaran secara
sempit, menjadi lebih komprehensif dan menyentuh berbagai aspek terkait
perusahaan. komunikasi pemasaran terpadu mencakup empat jenjang, yaitu:
1. Aspek filosofis, yaitu mulai dari visi yang dijabarkan menjadi misi, hingga
dirumuskan menjadi sasaran korporat yang menjadi pedoman semua
semua fungsi dalam perusahaan.
2. Menyangkut keterkaitan kerja antar fungsi, yakni operasi, sumber daya
manusia, litbang (R&D), pemasaran, distribusi, dan penjualan.
3. Jangka keterpaduan atau integrasi berbagai fungsi tersebut untuk
28
diharapkan, memelihara interaksi sehingga terjadi ikatan hubungan yang
kokoh, menerapkan pemasaran berbasis misi untuk mendongkrak nilai
tambah di mata para pemegang kepentingan.
4. Memantapkan jalinan hubungan untuk membina loyalitas dan memperkuat
ekuitas merek (produk & korporat) terhadap para pemegang kepentingan.
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi
pemasaran terpadu adalah suatu penyatuan komunikasi yang terencana dan
terintegrasi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran untuk memberikan
pesan secara tersistematis kepada konsumen (wisatawan) dan semua pihak yang
memiliki kepentingan terhadap produk yang ditawarkan. Hal pokok yang
terkandung di dalam komunikasi pemasaran terpadu adalah promosi. Promosi
memiliki beberapa variable yang dapat dikelola secara terpadu menjadi sebuah
strategi untuk memasarkan produk atau jasa.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi pemasaran terpadu adalah
bahasa lain dari promosi karena keduanya memiliki beberapa unsur yang sama,
yaitu mencakup periklanan, pemasaran langsung, promosi penjualan, penjualan
personal, hubungan masyarakat, dan lain-lain. Komunikasi pemasaran terpadu
bukan hanya unsur-unsur promosi yang terintegrasi, namun juga para pelaku
promosi dapat terpadu satu dengan yang lain untuk menciptakan komunikasi
pemasaran yang terpadu antar semua pihak.
Promosi adalah kegiatan untuk mengkomunikasikan atau menawarkan
produk dan jasa dengan tujuan mempengaruhi atau mendorong konsumen untuk
membeli dan mengkonsumsinya. Assauri (2014), mengemukakan kebijakan
29
keberhasilan atau keefektifannya sangat tergantung pada kebijakan pemasaran
lainnya sebagai satu kesatuan. Kegiatan promosi yang dilakukan merupakan
penggunaan kombinasi yang terdapat dari unsur-unsur atau peralatan promosi,
yang mencerminkan pelaksanaan kebijakan promosi dari perusahaan.
Menurut Kotler & Armstrong (2008) bauran promosi (promotion mix) atau bauran komunikasi pemasaran (marketing communication mix) merupakan paduan spesifik iklan, promosi penjualan, hubungan masyarakat, penjualan
personal dan sarana pemasaran langsung yang digunakan untuk
mengomunikasikan nilai pelanggan secara persuasif dan membangun hubungan
pelanggan.
2.1.6.1. Periklanan
Periklanan (advertising) adalah semua bentuk terbayar presentasi non pribadi dan promosi ide, barang, atau jasa dengan sponsor tertentu. Iklan bisa
menjangkau massa pembeli yang tersebar secara geografis dan iklan
memungkinkan penjual mengulangi pesan berkali-kali. Iklan dapat memaparkan
sesuatu yang positif tentang ukuran, popularitas, dan keberhasilan penjualan.
Meskipun iklan dapat dijangkau banyak orang dengan cepat, iklan juga memiliki
beberapa kekurangan yaitu tidak bersifat personal dan tidak membujuk orang
secara langsung. Kebanyakan, iklan hanya dapat melakukan komunikasi satu arah
dengan pemirsa, dan pemirsa tidak merasa bahwa ia harus memperhatikan atau
merespon iklan tersebut.
30
waktu tertentu (Kotler & Keller, 2009). Tujuan iklan dapat diklasifikasikan dalam
beberapa bagian sebagai berikut:
1) Iklan informatif, yaitu iklan yang bertujuan menciptakan kesadaran merek
dan pengetahuan tentang produk atau fitur baru produk yang ada.
2) Iklan persuasif, yaitu iklan yang bertujuan menciptakan kesukaan,
preferensi, keyakinan dan pembelian produk dan jasa.
3) Iklan pengingat, yaitu iklan yeng bertujuan menstimulasikan pembelian
berulang produk dan jasa.
4) Iklan penguat, yaitu iklan yang bertujuan meyakinkan pembeli saat ini
bahwa mereka melakukan pemilihan tepat.
Iklan yang muncul di berbagai media komunikasi semakin banyak dari
berbagai ragam merek dan produk, sehingga dalam merancang sebuah iklan
hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip iklan yang efektif agar bisa menarik
perhatian calon konsumen. Hermawan (2012), menyebutkan 10 prinsip iklan yang
efektif namun penerapannya harus disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan
periklanan. Prinsip-prinsip efektivitas iklan tersebut, yaitu:
1. Buatlah khalayak tertarik (grab people). Iklan yang baik harus mampu membuat khalayak tertarik dengan segera atau mampu meraih perhatian
sesegera mungkin dalam sedetik. Semakin spesifik iklan akan semakin
baik mengamodasi pelanggan potensial.
2. Jadilah cerdas dan kreatif (be clever and creative). Kecerdasan dan kreativitas diperlukan untuk menarik khalayak dan mewujudkan merek
31
iklan yang kreatif, karena iklan yang kreatif mencerminkan perusahaan
atau organisasi yang cerdas.
3. Bicaralah dengan lantang (speak loudly). Semakin lantang kita bicara semakin banyak oarang mendengarnya, konsep ini juga dapat diterapkan
dalam iklan. Cara yang terbaik adalah meningkatkan intensitas frekuensi
iklan, ukuran, besar, warna, latar belakang iklan, dan keunikannya.
4. Jangan membuat mereka berpikir terlalu banyak (don’t make them think
too much). Jangan membuat orang berpikir tetapi sederhanakan pesan penting agar orang mengetahui bahwa iklan sudah memberikan gambaran
utuh dalam otak konsumen ketika mereka melihatnya.
5. Warna yang menarik tetapi tetap masuk akal (colors that pop but make sense). Pilihan warna sangatlah penting sebagai aspek periklanan, yaitu warna yang trendi dan tidak ketinggalan zaman. Pilihan warna harus sesuai
dengan cita rasa merek. Jika membuat ilustrasi iklan yang mereknya
“menyenangkan”, maka menggunakan berbagai warna cerah bisa jadi
pilihan. Jika iklannya lebih serius, penggunaan skema warna yang
digunakan biasanya lebih sederhana.
6. Informatif (be informative). Iklan harus menyatakan suatu pesan karena iklan merupakan visualisasi pesan.
7. Buatlah agar menonjol dan mudah diingat (stand out and be morable). Iklan komersial harus unik dan secara keseluruhan berbeda dari iklan lain,
32
8. Berikanlah cita rasa (give off a feeling). Perusahaan harus menunjukkan perasaan atau nada melalui iklan, sehingga orang-orang mampu
memahami cita rasa yang dimiliki perusahaan hanya dengan melihat iklan.
9. Tunjukkan, bukan ceritakan (show, not tell). Iklan yang baik adalah menunjukkan sesuatu alih-alih menceritakan sesuatu. Caranya adalah
dengan memvisualisasikannya sebagai perwujudan dari konsep yang ada
pada teks.
10. Gunakan humor: gunakan pengandaian (use humor: use a metaphor). Homor merupakan teknik yang berguna untuk menarik orang terhadap
suatu iklan. Pengandaian/metafora dapat menjadi cara yang bagus untuk
menambah humor, akan tetapi humor terkadang tidak dapat digunakan
dalam iklan merek tertentu.
Iklan wisata biasanya dipasang di media khusus yang mengulas wisata atau
perjalanan. Untuk menyasar calon wisatawan secara lebih baik, seringkali media
khusus wisata dipilih daripada media umm. Akan tetapi untuk menyasar audience yang lebih luas atau untuk membangkitkan awereness, media umum biasanya lebih disukai (Dewi 2011).
2.1.6.2. Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan yaitu insentif jangka pendek untuk mendorong uji coba
(trial) atau pembelian produk. Promosi penjualan bisa berupa diskon atau subsidi
untuk memberikan insenitif bagi calon wisatawan untuk mengunjungi destinasi
baru. Beberapa program untuk mendorong kunjungan ke destinasi baru sering
33
tersebut disalurkan ke biro perjalanan, maka program promosi penjualan disebut
trade promotion (Dewi, 2011).
Sedangkan Morrison (2010), mengartikannya sebagai pendekatan lain di
mana wisatawan diberikan bujukan jangka singkat untuk membuat pembelian
dengan segera.
2.1.6.3. Hubungan Masyarakat (public relationship)
Kehumasan dan publisitas berbagai program yang dirancang untuk
mempromosikan atau melindungi citra perusahaan, destinasi, atau taktik wisata.
Taktik yang efektif untuk menciptakan publisitas dalam promosi produk wisata
adalah dengan menawarkan perjalanan gratis bagi jurnalis wisatawan. Untuk
meningkatkan nilai positif dari suatu destinasi wisata, jurnalis wisata harus
mendapatkan kesan baik, misalnya ketersediaan pemandu profesional bahasa
asing (Dewi, 2011).
Morrison (2010), menjelaskan bahwa yang termasuk dalam hubungan
masyarakat adalah semua aktivitas yang digunakan oleh sebuah hotel atau travel
untuk menjaga atau meningkatkan hubungannya dengan organisasi-organisasi
yang lain atau individu-individu.
2.1.6.4. Pemasaran langsung (Direct Marketing)
Pemasaran langsung diartikan sebagai penggunaan surat, telepon, atau
internet yang dirancang untuk mengkomunikasiakan secara langsung atau
memastikan respons dan dialog dari wisatawan atau calon wisatawan tertentu