• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mekanisme pertahanan diri tokoh dalam novel Pintu Karya Fira Basuki : kajian psikoanalisis.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Mekanisme pertahanan diri tokoh dalam novel Pintu Karya Fira Basuki : kajian psikoanalisis."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Triastanti, Paskaria. 2011. Mekanisme Pertahanan Diri Tokoh dalam Novel

Pintu Karya Fira Basuki: Kajian Psikoanalisis. Skripsi Strata Satu (S1).

Yogyakarya: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik terhadap tiga tokoh dalam novel Pintu karya Fira Basuki. Tujuan penelitian (1) menganalisis struktur novel Pintu yang meliputi alur, latar/setting, serta tokoh dan penokohan, (2) menganalisis unsur psikologi dengan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud terhadap tiga tokoh. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan psikoanalisis dengan teori struktur kepribadian khususnya mekanisme pertahanan diri Sigmund Freud. Pendekatan struktural digunakan untuk menganalisis struktur novel dan untuk melihat gambaran atau petunjuk tentang persoalan psikologi yang berhubungan dengan Bowo, Erna, dan Paris. Pendekatan psikonalisis digunakan untuk menganalisis kepribadian Bowo, Erna, dan Paris dengan kajian mekanisme pertahanan diri yang meliputi represi, proyeksi, pengalihan, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, agresi, serta fantasi dan stereotype. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode baca catat, analisis isi, dan penyajian deskriptif.

Hasil analisis dalam novel ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu struktur novel dan psikoanalisis. Struktur novel berisi alur maju dan flashback, alur dominan adalah flashback. Latar/setting terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat (Jawa, Batavia, dan Chicago di Amerika), latar waktu yang dibagi menjadi dua bagian yaitu (tahun 1986-1987 dan tahun 1989-2000), latar sosial yang dibagi menjadi dua bagian (latar sosial Jawa, dan latar sosial Amerika). Penokohan menjadi tiga bagian. Bowo sebagai tokoh utama dan protagonis, Erna sebagai tokoh tambahan dan antagonis, tokoh Paris sebagai tokoh utama dan protagonis. Masing-masing tokoh memiliki persoalan psikologis.

(2)

Jelas terlihat dalam analisis psikoanalisis mekanisme pertahanan diri bahwa tokoh-tokoh dalam novel yaitu Bowo, Erna maupun Paris memiliki konflik dengan struktur kepribadiannya yaitu antara id, ego, dan superego mereka yang saling bertentangan sehingga pada beberapa kasus banyak menguras energi psikis tokoh. Terbukti bahwa setiap tokoh mempunyai masing-masing kesulitan yang sukar dihadapi dan mereka mencoba bertahan dengan cara kerja ego yaitu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan secara tidak sadar demi upaya meredakan ketiga kecemasan yang sering meraka alami yakni kecemasan realistik, kecemasan moral, dan kecemasan neurotik.

(3)

ABSTRACT

Triastanti, Paskaria. 2011. Self Defense Mechanism of figures in Pintu novel by Fira Basuki: Psychoanalysis studies. Thesis S-1 Degree. Yogyakarya: Indonesia Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

This research raised the topic of the three characters in the Pintu Fira Basuki works. Research result (1) analyze the structure of the novel Pintu covering the grooves, background/setting, and characterization. Analyze the elements of psychology with Sigmund Freud's psychoanalysis approach towards three figures. This study uses a structural approach and the approach of psychoanalysis with particular personality structure theory of Sigmund Freud's self-defense mechanism. Structural approach is used to analyze the structure of the novel and to see a picture or instructions about psychological issues related to Bowo, Erna, and Paris. Psikonalisis approach used to analyze personality Bowo, Erna, and Paris to study self-defense mechanism which includes repression, projection, transfer, rationalization, reaction formation, regression, aggression, and fantasies and stereotypes. The method used in this research is the method of reading notes, content analysis and descriptive presentation. Results of the analysis in this novel are classified into two, namely the structure of the novel and psychoanalysis. The structure of the novel contains forward flow and flashbacks, the dominant flow is flashback. Background/setting is divided into three sections: a background (Java, Batavia, and Chicago in the United States), setting time is divided into two parts, namely (1986-1987 and 1989-2000), the social background which is divided into two parts (Background Java social, and social background America). Characterizations into three parts. Bowo as the main character and protagonist, Erna as an additional character and antagonist, Paris figures as the main character and protagonist. Each character has a psychological problem.

(4)

It is clear that in the analysis of psychoanalysis defense mechanisms that the characters in the novel are Bowo, Erna and Paris had a conflict with their personality structure that is between the id, ego, and superego their conflicting so that in some cases a lot of psychic energy drain figures. Proved that every character has individual difficulties faced difficult and they are trying to survive with the workings of the ego that is self-defense mechanism that they use unconsciously for the sake of the third attempt to defuse the anxiety that often they experience the realistic anxiety, moral anxiety and neurotic anxiety.

(5)

MEKANISME PERTAHANAN DIRI TOKOH DALAM NOVEL PINTU

KARYA FIRA BASUKI: KAJIAN PSIKOANALISIS

Tugas Akhir

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia

Program Studi Sastra Indonesia

Oleh

Paskaria Tri Astanti

NIM: 114114016

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

MOTTO

Masa terbaik dalam hidup seseorang adalah masa ia dapat menggunakan kebebasan yang telah direbutnya sendiri….

Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri, bersuka karena usahanya sendiri, dan maju karena pengalamannya sendiri……

(11)

PERSEMBAHAN

(12)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala kuasa-Nya, bimbingan-Nya, dan kasih karunia-Nya sehingga mampu memberikan petunjuk

kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Mekanisme Pertahanan Diri Tokoh dalam Novel Pintu Karya Fira Basuki: Kajian Psikoanalisis”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa banyak bantuan dan dukungan yang diterima dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dari hati yang paling dalam serta tidak mengurangi rasa hormat, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan, bantuan, waktu, semangat dan sebagai teman diskusi yang baik kepada penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Endah Peni Adji S,S., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing akademik dan Pembimbing II yang selalu memberikan waktunya untuk membimbing dan memberi dukungan pada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Seluruh Dosen Prodi Sastra Indonesia, Bapak Dr. Paulus Ari Subagyo, M.Hum., selaku ketua prodi, Bapak Drs. Heri Antono, M.Hum., selaku wakil prodi, Bapak Prof. Dr. Praptomo Baryadi Isodarus, M.Hum., Bapak Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Bapak Drs. F. Santosa., Ibu Dra. Fransisca Tjandrasih Adji, M.Hum., yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama mengikuti studi di Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Dr. F.X. Siswandi, M.A., sebagai Dekan Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma.

5. Seluruh staff dan karyawan perpustakaan Sanata Dharma Yogyakarta yang telah membantu dalam menyediakan buku-buku referensi yang dibutuhkan oleh peneliti.

6. Kedua orang tuaku, Bapak Nicodemus Sitensius dan Ibu Regina Aini yang tiada henti memberi dukungan baik secara material, moril serta kasih dan cintanya. Berkat doa dan restu beliau penulis bersemangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(13)
(14)

ABSTRAK

Triastanti, Paskaria. 2011. Mekanisme Pertahanan Diri Tokoh dalam Novel

Pintu Karya Fira Basuki: Kajian Psikoanalisis. Skripsi Strata Satu (S1).

Yogyakarya: Sastra Indonesia. Fakultas Sastra. Universitas Sanata

Dharma.

Penelitian ini mengangkat topik terhadap tiga tokoh dalam novel Pintu karya Fira Basuki. Tujuan penelitian (1) menganalisis struktur novel Pintu yang meliputi alur, latar/setting, serta tokoh dan penokohan, (2) menganalisis unsur psikologi dengan pendekatan psikoanalisis Sigmund Freud terhadap tiga tokoh. Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural dan pendekatan psikoanalisis dengan teori struktur kepribadian khususnya mekanisme pertahanan diri Sigmund Freud. Pendekatan struktural digunakan untuk menganalisis struktur novel dan untuk melihat gambaran atau petunjuk tentang persoalan psikologi yang berhubungan dengan Bowo, Erna, dan Paris. Pendekatan psikonalisis digunakan untuk menganalisis kepribadian Bowo, Erna, dan Paris dengan kajian mekanisme pertahanan diri yang meliputi represi, proyeksi, pengalihan, rasionalisasi, reaksi formasi, regresi, agresi, serta fantasi dan stereotype. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode baca catat, analisis isi, dan penyajian deskriptif.

Hasil analisis dalam novel ini diklasifikasikan menjadi dua, yaitu struktur novel dan psikoanalisis. Struktur novel berisi alur maju dan flashback, alur dominan adalah flashback. Latar/setting terbagi menjadi tiga bagian yaitu latar tempat (Jawa, Batavia, dan Chicago di Amerika), latar waktu yang dibagi menjadi dua bagian yaitu (tahun 1986-1987 dan tahun 1989-2000), latar sosial yang dibagi menjadi dua bagian (latar sosial Jawa, dan latar sosial Amerika). Penokohan menjadi tiga bagian. Bowo sebagai tokoh utama dan protagonis, Erna sebagai tokoh tambahan dan antagonis, tokoh Paris sebagai tokoh utama dan protagonis. Masing-masing tokoh memiliki persoalan psikologis.

(15)

Jelas terlihat dalam analisis psikoanalisis mekanisme pertahanan diri bahwa tokoh-tokoh dalam novel yaitu Bowo, Erna maupun Paris memiliki konflik dengan struktur kepribadiannya yaitu antara id, ego, dan superego mereka yang saling bertentangan sehingga pada beberapa kasus banyak menguras energi psikis tokoh. Terbukti bahwa setiap tokoh mempunyai masing-masing kesulitan yang sukar dihadapi dan mereka mencoba bertahan dengan cara kerja ego yaitu mekanisme pertahanan diri yang mereka gunakan secara tidak sadar demi upaya meredakan ketiga kecemasan yang sering meraka alami yakni kecemasan realistik, kecemasan moral, dan kecemasan neurotik.

(16)

ABSTRACT

Triastanti, Paskaria. 2011. Self Defense Mechanism of figures in Pintu novel by Fira Basuki: Psychoanalysis studies. Thesis S-1 Degree. Yogyakarya: Indonesia Literature. Faculty of Letters. Sanata Dharma University.

This research raised the topic of the three characters in the Pintu Fira Basuki works. Research result (1) analyze the structure of the novel Pintu covering the grooves, background/setting, and characterization. Analyze the elements of psychology with Sigmund Freud's psychoanalysis approach towards three figures. This study uses a structural approach and the approach of psychoanalysis with particular personality structure theory of Sigmund Freud's self-defense mechanism. Structural approach is used to analyze the structure of the novel and to see a picture or instructions about psychological issues related to Bowo, Erna, and Paris. Psikonalisis approach used to analyze personality Bowo, Erna, and Paris to study self-defense mechanism which includes repression, projection, transfer, rationalization, reaction formation, regression, aggression, and fantasies and stereotypes. The method used in this research is the method of reading notes, content analysis and descriptive presentation. Results of the analysis in this novel are classified into two, namely the structure of the novel and psychoanalysis. The structure of the novel contains forward flow and flashbacks, the dominant flow is flashback. Background/setting is divided into three sections: a background (Java, Batavia, and Chicago in the United States), setting time is divided into two parts, namely (1986-1987 and 1989-2000), the social background which is divided into two parts (Background Java social, and social background America). Characterizations into three parts. Bowo as the main character and protagonist, Erna as an additional character and antagonist, Paris figures as the main character and protagonist. Each character has a psychological problem.

(17)

It is clear that in the analysis of psychoanalysis defense mechanisms that the characters in the novel are Bowo, Erna and Paris had a conflict with their personality structure that is between the id, ego, and superego their conflicting so that in some cases a lot of psychic energy drain figures. Proved that every character has individual difficulties faced difficult and they are trying to survive with the workings of the ego that is self-defense mechanism that they use unconsciously for the sake of the third attempt to defuse the anxiety that often they experience the realistic anxiety, moral anxiety and neurotic anxiety.

(18)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... ii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Tinjauan Pustaka ... 6

1.6 Landasan Teori ... 8

1.6.1 Kajian Struktural ... 8

1.6.2 Psikoanalisis... 14

1.6.3 Mekanisme Pertahanan Diri ... 17

1.7 Metode dan Teknik Penelitian ... 24

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data... 24

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data ... 25

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data ... 25

(19)

BAB II ANALISIS STRUKTUR NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI ... 27

2.1 Pengantar ... 27

2.2. Analisis Alur ... 27

2.2.1 Tahap situattion atau tahap penyituasian ... 30

2.2.2 Tahap generating circumstance atau tahap pemunculan konflik ... 30

2.2.3 Tahap Rissing Action atau Tahap Peningkatan Konflik ... 31

2.2.4 Tahap Climax atau Tahap Klimaks ... 33

2.2.5 Tahap denoucement atau tahap penyelesaian ... 33

2.3 Analisis Latar/ setting ... 34

2.3.1 Latar Tempat ... 34

2.3.2 Latar Waktu ... 38

2.3.3 Latar Sosial ... 40

2.4 Analisis Penokohan ... 43

2.4.1 Tokoh Utama dan Protagonis: Bowo ... 43

2.4.2 Tokoh Antagonis dan tokoh Tambahan: Erna ... 46

2.4.3 Tokoh protagonis dan Tokoh Tambahan: Paris ... 48

2.5 Rangkuman ... 50

BAB III MEKANIMSE PERTAHANAN DIRI TOKOH DALAM NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI ... 52

3.1 Pengantar ... 52

3.2 Mekanisme Pertahanan Tokoh Bowo ... 53

3.3 Mekanisme Pertahanan Tokoh Erna ... 70

3.4 Mekanisme Pertahanan Tokoh Paris ... 75

3.5 Rangkuman ... 82

BAB 1V SIMPULAN ... 84

4.2. Implikasi ... 86

4.3 Saran ... 88

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini mengangkat judul Mekanisme Pertahanan Diri Tokoh dalam Novel Pintu Karya Fira Basuki: Sebuah Kajian Psikoanalisis. Yang dimaksud dengan mekanisme pertahanan diri menurut pengertian Hilgrard, et al., adalah proses alam

bawah sadar seseorang yang mempertahankannya terhadap anxitas; mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal dengan mendistori realitas dengan

berbagai cara (Minderop, 2010: 29).

Kajian ini akan menjelaskan dan mendeskripsikan sebuah karya sastra dengan

analisis kejiwaan sang tokoh, atau analisis secara psikologi. Secara khusus yang

dikaji dalam tulisan ini adalah kondisi psikologis yang ada di dalam penokohan novel

Pintu karya Fira Basuki yang sarat kejadian religius dan tidak logis serta kaya akan konflik.

Tulisan ini khusus mengkaji bagaimana struktur cerita dalam novel dan mengkaji

mekanisme pertahanan diri pada tokoh Bowo serta dua tokoh wanita di dalam novel.

Tokoh sentral dalam novel Pintu karya Fira Basuki adalah tokoh pria yang bernama Bowo, kemudian juga kondisi psikologis dua tokoh wanita dalam novel yang terkait

erat dengan tokoh Bowo yaitu Erna dan Paris sebagai perlambangan kedua sifat

(21)

Novel ini menceritakan petualangan seorang lelaki, Djati Suryo Wibowo yang

selalu dikatakan „anak istimewa‟. Djati Suryo Wibowo yang akrab disapa Bowo, Bo

atau B, terlahir sebagai bayi kuning pada saat weton Sabtu Pahing, dan memiliki

neptu Jawa tertinggi ini konon tandanya Bowo bukanlah orang biasa. Bagaimana tidak, ketika berumur setahun kepandaiannya sudah menyamai anak berumur tiga

tahun. Hal-hal yang tak kasat mata pun sudah dialaminya sampai-sampai ia

mempunyai teman yang berbeda dunia bernama Jeliteng pada usia tiga tahun. Erna

adalah seorang wanita yang sangat mencintai Bowo hingga melakukan hal-hal tak

lazim dan menyebabkan ia gila. Sementara Paris adalah seorang wanita bersuami

yang menjadi kekasih Bowo dan ia mengalami kekerasan dalam rumah tangganya

sendiri sampai akhirnya terbunuh.

Dalam mekanisme pertahanan diri Bowo, contohnya pada saat ia masih kecil. Ia

Tidak menyukai adiknya yang sebentar lagi akan lahir, yaitu June, ia merasa akan

kesepian dan tidak dihiraukkan lagi sebagai anak satu-satunya. Kemudian ia

menggunakan mekanisme pertahanan agresi sebagai bentuk pengalihan

ketidakperhatian orang-orang kepadanya. Bowo melakukan tindakan berteriak-teriak

dan mengejar angsa sebagai bentuk pengalihan karena unsur id nya yang tidak menginginkan Jane lahir, terdapat suatu kecemasan dalam diri Bo sehingga ia

melakukan mekanisme pertahanan diri.

Pada kasus mekanisme pertahanan diri yang dialami oleh Erna, ia memasuki

(22)

yang hebat setelah kejadian yang menimpanya. Ia merasa dicampakkan oleh Bowo,

merasa ditinggalkan dan ia sudah tidur dengan Bowo untuk pertama kalinya. Ia

melakukan berbagai cara agar Bowo putus dengan kekasihnya dan mau menikahinya.

Namun, usahanya sia-sia dan berujung pada kesehatan mentalnya dan akhirnya

menderita gangguan jiwa. Erna masuk dalam dunia khayalnya sebagai solusi atas

frustasi dan masalah yang ada padanya. Yaitu solusi yang berdasarkan fantasi

ketimbang realitas. Jika di dalam realitas ia tak bisa memiliki Bowo, maka

keinginannya untuk mendapatkan Bowo ia hadirkan dalam dunia khayal atau dunia

yang ia karang sendiri, dan akibat dari stereotype adalah perilaku pelaku terjadi terus menerus dan berulang-ulang.

Begitu juga dengan Paris yang di dalam cerita adalah kekasih Bowo, ia adalah

seorang gadis Paris yang cantik yang melakukan kawin lari dengan suaminya yang

sekarang sering menyiksanya secara fisik dan batin. Oleh karena itu ia menggunakan

mekansime pertahanan regresi yang mengarah pada perilaku seperti anak kecil. Ia

bersikap manja kepada Bowo, sering menangis dan meminta Bowo untuk tidak

meninggalkannya dan selalu menemaninya.

Novel ini adalah trilogi dari novel Jendela-jendela, Pintu dan Atap. Judul novel

Pintu dirasa sangat menarik pembaca, pembaca akan merasa penasaran dan berkeinginan besar untuk membacanya. Mulai dari pembagian cerita dari pintu

gerbang, pintu batin sampai pintu hati menggambarkan secara jelas mengenai cerita

(23)

2002) bagi banyak pembaca, novel yang ditulis dengan bahasa yang lancar ini pasti

memikat antara lain karena ada berbagai faktor kebetulan yang sengaja dipergunakan

untuk merangkai peristiwa-peristiwa itu.

Penulis memilih novel Pintu karena merasa sependapat dengan pernyataan di atas, novel Pintu memiliki keunikan tersendiri dibanding dua novel triloginya yaitu

Jendela-Jendela dan Atap. Penulis merasa di dalam novel Pintu mekanisme pertahanan diri pada setiap tokoh lebih banyak sesuai teori yang digunakan dalam

penelitian ini.

Kajian psikologi sastra yang dimaksudkan dalam studi ini adalah salah satu kajian

dalam menganalisis sebuah karya sastra, khusus pada tokoh, atau kondisi kejiwaan

maupun tingkah laku sadar dan tak sadar manusia. Psikoanalisis merupakan sesuatu

yang sistematis dan tegas dalam menjelaskan struktur jiwa manusia. Psikoanalisis

adalah sebuah interdisiplin antara psikologi dan sastra (Endraswara, 2008:16), kajian

ilmu ini didasari oleh penelitian psikologi Sigmund Freud bagaimana mekanisme

pertahanan konflik yang dikhususkan pada mekanisme ego tiap tokoh.

Topik ini dipilih karena tiga alasan yang mencakup alasan literer dan alasan ilmu

pengetahuan. Pertama, alasan literer, selama ini referen kajian sastra belum banyak

yang begitu mendalami dan meneliti psokologi sastra, padahal menurut Endraswara

dalam Minderop (2008:15) sastra dan psikologi dapat bersimbiosis dalam perannya

(24)

memanfaatkan landasan yang sama yaitu menjadikan pengalaman manusia sebagai

bahan telaah.

Kedua, alasan pengetahuan tentang kondisi psikis pada manusia. Sastra juga

adalah cerminan batin dan peristiwa yang terjadi dalam kehidupan, hanya dibentuk

dalam tulisan sastrawan yang pasti mempunyai maksud dan ungkapan kondisi

kejiwaan penulis itu sendiri. Dengan psikoanalis, beberapa tokoh dalam novel Pintu

akan diungkap dan diamati. Dengan kajian psikoanalis kita membaca

simpton-simpton dari alam tak sadar yang terwujud dalam teks di dalam tokoh.

Ketiga, pengarang memakai tokoh lelaki sebagai tokoh utama, dan

menceritakannya dalam sebuah petualangan spiritual dan batin yang sebenarnya sarat

nilai kebudayaan. Sehingga penokohan dalam novel ini sangat menarik untuk dikaji

mengingat karakter manusia yang komplit.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas masalah-masalah

sebagai berikut.

1. Bagaimana analisis struktur cerita dalam novel Pintu karya Fira Basuki? 2. Apa dan bagaimana mekanisme pertahanan diri pada tokoh dalam novel Pintu

karya Fira Basuki ?

1.3 Tujuan Penelitian

(25)

1. Mendeskripsikan struktur cerita dalam novel Pintu karya Fira Basuki. Dalam skripsi ini akan dibahas dalam Bab II.

2. Mengkaji apa dan bagaimana mekanisme pertahanan diri pada tokoh

dalam novel Pintu karya Fira Basuki. Penelitian ini difokuskan pada tokoh Bowo, Erna dan Paris. Dalam skripsi ini akan dibahas secara mendalam

pada Bab III.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini adalah serangkaian mekanisme pertahanan diri

beberapa tokoh dalam novel, yaitu tokoh Bowo dan dua tokoh wanita yaitu, Paris dan

Erna dalam mekanisme kejiwaan dan psikologisnya dari sudut pandang Sigmud

Freud. Secara teoritis, hasil penelitian ini bermanfaat untuk mengembangkan

wawasan dan khazanah ilmu sastra, khususnya kajian psikoanalisis.

Sementara itu, secara praktis, hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

pembaca untuk mengetahui sastra dalam psikoanalisis.

1.5 Tinjauan Pustaka

Novel ini penuh nilai dan banyak diperbincangkan. Novel ini memang kaya

akan imajinasi dan kejadian-kejadian tidak kasat mata dan spiritual. Namun belum

ada yang meneliti tokoh Bowo, Paris, dan Erna ke dalam pengkajian psikoanalisis

(26)

Adapun penelitian yang pernah dilakukan, Retno Tanjung Sari (2006) dalam

kajian yang ditulis dalam skripsinya mengangkat judul Novel Trilogi Jendela-Jendela, Pintu, dan Atap. Dalam kajiannya ia membahas aktualisasi unsur struktural trilogi novel Jendela-jendela, Pintu dan Atap karya Fira Basuki dalam membentuk

totalitas utuh. Perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana aktualisasi unsur

struktural yang meliputi tokoh, alur, latar, sudut pandang, gaya bahasa, tema, dan

amanat trilogi novel tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengaktualisasikan unsur

struktural novel trilogi Jendela- Jendela, Pintu, dan Atap dalam membentuk totalitas

yang utuh.

Nofrianti, (PGRI Sumatera Barat 2013) dalam skripsinya mengangkat judul

“Reaitas Sosial dalam Novel Pintu Karya Fira Basuki” Dalam penelitiannya

menemukan hubungan realitas sosial dalam novel Pintukarya Fira Basuki dengan realitas sosial di tengah masyarakat. Hubungan realitas sosial tersebut mencakup

kepercayaan masyarakat Jawa dan Eropa, keyakinan spiritual tradisi,dan pandangan

hidup. Novel Pintu karya Fira Basuki merupakan salah satu novel Indonesia modern yang menjadi saksi zaman era modern. Realitas yang ada di masyarakat saat ini

terrefleksi melalui cerita dan karaktertokoh yang terdapat dalam novel Pintu karya Fira Basuki. Perselingkuhan, seks bebas, dan kebudayaan menjadi konflik dalam

ceritanya. Kisah dalam novel Pintu menggambarkan masalah kehidupan yang terjadi di masyarakat.

Kemudian skripsi oleh Kartika Ari Darmayani mahasiswa Universitas

(27)

Utama dalam Novel Gadis pantai Karya Pramoedya Ananta Toer: sebuah tinjauan

psikologi”.Mengenai mekanisme pertahanan ego pada tokoh utama, penulis menitik

beratkan pada mekanisme pertahanan, yang meliputi identifikasi, sublimasi, represi,

fiksasi dan regresi, pembentukan reaksi, pembalikan, projeksi, reaksi agresi,

rasionalisasi, penolakan, pengingkaran dan penahanan diri yang terjadi pada tokoh

utama.

Dari beberapa tinjauan pustaka yang diperoleh, maka dapat disimpulkan

belum ada yang secara spesifik mengkaji tokoh Bowo dan wanita-wanita yang

berhubungan dengan hidupnya secara psikoanalisis dengan mengkaji mekanisme

pertahanan diri tokoh. Maka penulis akan meneliti sesuatu yang masih belum

terjawab oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

1.6 Landasan Teori

Landasan teori yang digunakan sebagai kerangka analisis novel ini mencakup (1)

kajian struktural, (2) kajian psikoanalisis, dan (3) mekanisme pertahanan diri.

1.6.1 Kajian Struktural

Nurgiyantoro (2007:36) menjelaskan bahwa sebuah karya sastra, fiksi ataupun

puisi, menurut kaum strukturalisme adalah sebuah totalitas yang dibangun secara

(28)

pendekatan struktural merupakan pekerjaan pendahulu yang harus dilakukan oleh

seorang peneliti sastra sebelum ia melakukan analisis lebih lanjut terhadaap suatu

karya sastra. Masih menurut Teeuw, karya sastra sebagai dunia dan kata mempunyai

kebulatan makna intrinstik yang hanya dapat digali dari karya itu sendiri. Analisis

struktural juga dilakukan agar diperoleh kesistematisan dan pemahaman yang lebih

mendalam terhadap karya sastra, sehingga analisis dan selanjutnya yang hendak

dilakukan menjadi lebih mudah.

Penekanan strukturalis adalah memandang karya sastra sebagai teks mandiri.

Aanalisis struktural yang dipilih dalam penelitian ini meliputi tiga unsur yaitu: alur,

latar/setting serta tokoh dan penokohan. Unsur-unsur struktural yang dipilih tersebut dinilai membantu menganalisis novel yang akan dikaji untuk mendapatkan hasil-hasil

yang relevan dalam melanjutkan analisis mekanisme pertahanan diri.

1.6.1.1 Alur

Semi, (1988:43) alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam

cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai

urutan bagian-bagian dari keseluruhan fiksi. Stanton dalam Nurgiyantoro (2007: 113)

menyatakan plot adalah cerita berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu hanya

dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan

terjadinya peristiwa yang lain.

Nurgiyantoro (2007:113) mengemukakan bahwa alur atau plot adalah cerita

(29)

akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa yang lain.

Nurgiyantoro (2000: 135) membedakan alur menjadi dua, yaitu (1) alur lurus, maju,

atau dapat dinamakan alur progresif. Alur sebuah novel dapat dikatakan progresif jika

peristiwaperistiwa yang dikisahkan bersifat kronologi, peristiwa-peristiwa yang

pertama diikuti peristiwa berikutnya. Alur sorot balik, mundur, flashback, atau dapat disebut regresif, yaitu urutan kejadian yang dikisahkan dalam karya fiksi yang berplot regresif tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal, melainkan dari

tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru kemudian tahap awal cerita dilaksanakan.

Karya yang berplot jenis ini dengan demikian langsung menyuguhkan adegan-adegan

konflik, bahkan konflik yang meruncing. Nurgiyantoro (2007: 149-150) membagi

alur cerita menjadi lima tahapan.

1.6.1.1.1 Tahap situation, pelukisan latar dan cerita atau pengenalan;

1.6.1.1.2 Tahap generating circumstance, pemunculan konflik yang menegangkan cerita;

1.6.1.1.3 Tahap rising action, konflik yang terjadi semakin meningkat; 1.6.1.1.4 Tahap climax, peristiwa-peristiwa mulai memuncak;

1.6.1.1.5 Tahap denouement, penyelesaian dari semua peristiwa.

Berdasarkan rangkaian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa plot atau alur

adalah urutan atau rangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu karya fiksi yang

(30)

1.6.1.3 Latar

Semi (1988: 46) latar atau landas tumpu cerita adalah tempat peristiwa terjadi.

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa

yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah “kapan” tersebut biasanya

dihubungkan dengan waktu faktual, waktu yang ada kaitannya atau dapat dikaitkan

dengan peristiwa sejarah. Latar waktu dalam fiksi dapat menjadi dominan dan

fungsional jika digarap secara teliti, terutama jika dihubungkan dengan waktu sejarah.

Pengangkatan unsur sejarah ke dalam karya fiksi akan menyebabkan waktu yang

diceritakan menjadi bersifat khas, tipikal, dan dapat menjadi sangat fungsional

sehingga tak dapat diganti dengan waktu lain tanpa mempengaruhi perkembangan

cerita. Latar waktu menjadi amat koheren dengan unsur cerita yang lain.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 227) Latar tempat menyaran pada lokasi

terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu,

mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan

nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak tak bertentangan dengan sifat

dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

Nurgiyantoro (2007:216) latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu, mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan lingkungan sosial

tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang akan diceritakan. Latar sosial mengarah

pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu

(31)

mencakup berbagai masalah yang cukup kompleks. Latar sosial dapat berupa

kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan

bersikap, juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan.

Berdasarkan rangkaian pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa latar atau

setting adalah keseluruhan lingkungan dalam cerita dan peristiwa dalam suatu karya sastra baik di lingkungan tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat mengacu pada

lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan sebuah karya sastra. Latar waktu

mengacu pada kapan terjadinya peristiwa dan latar sosial mengacu pada lingkungan

sosial pada peristiwa yang bersangkutan.

1.6.1.2 Tokoh dan Penokohan

Nurgiyantoro (2007:165) mengungkapkan bahwa tokoh cerita adalah

individu orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama yang

oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Pengertian

tokoh dan penokohan adalah tokoh ialah pelaku dalam karya sastra. Dalam karya

sastra biasanya ada beberapa tokoh, namun biasanya hanya ada satu tokoh utama.

Isitilah tokoh merujuk pada orang yang menjadi pelaku cerita, watak,

perwatakan dan karakter menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh seperti yang

ditafsirkan oleh pembaca. Lebih menunjuk pada kualitas seorang tokoh seperti yang

dikatakan Jones dalam Nurgiyantoro (2007: 165), penokohan adalah pelukisan

(32)

Stanton dalam Nurgiyantoro (2007:165) mengemukakan bahwa penggunaan

istilah karakter sendiri dalam berbagai literature bahasa Inggris menyarankan pada

dua penegertian yang berbeda, yaitu sebagai tokoh cerita yang ditampilkan, dan

sebagai sikap, ketertarikan, keinginan emosi, dan prinsip moral yang dimiliki oleh

tokoh-tokoh tersebut.

Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (20017:165) adalah

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan yang dilakukan dalam tindakan.

Menurut Nurgiyantoro (2007: 176) tokoh-tokoh fiksi dalam cerita dapat

dibedakan ke dalam beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan

itu dilakukan.

1.6.1.2.1 Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan

Tokoh yang disebut pertama adalah tokoh utama cerita (central carachter, main character), sedang yang kedua adalah tokoh tambahan (peripheral character). Tokoh utama adalah yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang

bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling penting banyak diceritakan, baik

sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. Tokoh utama paling banyak

diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain serta menentukan

(33)

dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh

itu bertingkat.

1.6.1.2.2 Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Dilihat dari fungsi penampilan tokoh dapat dibedakan ke dalam tokoh

protagonis dan antagonis. Jika membaca sebuah novel membuat rasa simpati, empati

dan melibatkan diri secara emosional terhadap tokoh, tokoh yang disikapi demikian

oleh pembaca disebut sebagai tokoh protagonis. Atenbernd & Lewis dalam

Nurgiyantoro, (1994:178) menyebutkan tokoh protagonis adalah tokoh yang kita

kagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero-tokoh yang merupakan

pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita. Tokoh penyebab

terjadinya konflik disebut tokoh antagonis. Tokoh antagonis beroposisi dengan tokoh

protagonis, secara langsung maupun tak langsung. Penyebab konflik yang tak

dilakukan oleh seorang tokoh disebut disebut sebagai kekuatan antagonistis.

Dalam studi ini, kedua pembagian penokohan tersebut dijawab secara

bersamaan maupun bergantian, yang dimaksud dengan tokoh utama dan tokoh

tambahan bisa saja termasuk dalam tokoh protagonis maupun antagonis. Misalnya,

tokoh utama adalah tokoh protagonis juga, dan tokoh tambahan adalah tokoh

antagonisnya.

1.6.2 Psikoanalisis

Psikologi sastra adalah sebuah interdisipliner antara psikolog dan sastra

(34)

Sigmund Freud memperkenalkan teori psikoanalisa, bagi Freud cipta rasa merupakan

ambisi alam tak sadar yang tidak terwujud dalam realita. Kemudian secara fiktif

diaktualisasikan dalam sastra. Pendekatan secara pskologis inilah yang disebut

psikologi sastra.

Endraswara dalam Minderop (2010: 2) mengungkapkan penelitian psikologi

sastra memiliki peranan penting dalam pemahaman sastra karena adanya beberapa

kelebihan seperti: pertama, pentingnya psikologi sastra untuk mengkaji lebih

mendalam aspek perwatakan; kedua, dengan pendekatan ini dapat memberi

umpan-balik kepada peneliti tentang masalah perwatakan yang dikembangkan; dan terakhir,

penelitian semacam ini sangat membantu untuk menganalisis karya sastra yang kental

dengan masalah-masalah psikologis.

Freud dalam Minderop (2010: 19) membagi tiga psikisme manusia yaitu id, ego dan superego. Id adalah energi psikis dan naluri yang menekan manusia agar memenuhi kebutuhan dasar. Cara kerja Id berhubungan dengan prinsip mencari kesenangan, selalu mencari kenikmatan dan menghindari ketidaknyamanan. Freud

menjelaskan bahwa ketika manusia lahir, sistem syarafnya hanya sedikit lebih baik

dari binatang lain, itulah yang dinamakan id. Sistem syaraf, sebagai id, bertugas menerjemahkan kebutuhan satu organisme menjadi daya-daya motivasional yang

(35)

Ego merupakan sesuatu yang terperangkap di antara dua kekuatan yang bertentangan dan dijaga serta patuh pada prinsip realitas dengan mencoba memenuhi

kesenangan individu yang dibatasi oleh realitas (Minderop: 2010: 20). Menurut

Booree (2007: 39), ketika ego berusaha membuat id (atau organisme) tetap senang, di sisi lain dia juga mengalami hambatan yang ada di dunia nyata. Sering dia

menemukan objek-objek yang menghalanginya mencapai tujuan. Ego akan tetap mencatat apa-apa yang menghalangi dan sekaligus mengingat apa-apa yang

memuluskan jalannya mencapai tujuan.

Sesuai dengan teori di atas, Arif (2006: 18) menjelaskan ego adalah struktur kepribadian yang bersentuhan langsung dengan realitas. Ia mesti menjembatani

sedemikian rupa agar interaksi antara realitas internal dan realitas eksternal

berlangsung mulus. Untuk menjalankan tugasnya, ego memiliki tiga fungsi utama,

yaitu reality testing, identity, dan defense mechanism (mekanisme pertahanan)

Sedangkan, superego adalah mengacu pada moralitas. Hati nurani yang bisa mempertimbangkan baik dan buruk. Superego tidak mempertimbangkan realitas

(Minderop, 2010: 19-22). Superego mengawasi ego dengan ketat serta menilai

tindakan dan niat dari ego. Rasa bersalah muncul pada saat ego bertindak atau berniat

(36)

1.6.3 Mekanisme Pertahanan Diri

Hilgard, et al., dalam Minderop (2010: 29) menyatakan Freud menggunakan

istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang

yang mempertahankannya terhadap anxitas; mekanisme ini melindunginya dari ancaman-ancaman eksternal dengan mendistori realitas dengan berbagai cara. Masih

menurut Hilgard, et al., pertahanan yang paling primitif dari ancaman-ancaman dari

luar ialah denial of reality (penolakan realitas), ketika individu mencoba menolak realitas yang mengganggu dengan penolakan mengakuinya.

Mekanisme pertahanan ego timbul karena adanya kecemasan-kecemasan yang

dirasakan individu. Maka, mekanisme pertahanan terkait dengan kecemasan individu.

Kecemasan adalah perasaan terjepit atau terancam, ketika terjadi konflik yang

menguasai ego kecemasan-kecemasan ini ditimbulkan oleh ketegangan yang datang

dari luar. Mekanisme pertahanan ego sebagai strategi yang digunakan individu untuk

mencegah kemunculan terbuka dari dorongan-dorongan id maupun untuk menghadapi tekanan superego atas ego, dengan tujuan agar kecemasan bisa dikurangi atau diredakan.

Kecemasan objektif merupakan respons realistis ketika seseorang merasakan

bahaya dalam suatu lingkungan (Minderop, 2010:28). Freud mengatakan bahwa ia

percaya bahwa kecemasan sebagai hasil dari konflik bawah sadar merupakan akibat

(37)

tersebut mengancam individu yang disebabkan oleh pertentangan nilai-nilai personal

atau berseberangan dengan nilai-nilai dalam suatu masyarakat.

Menurut Alwisol, (2005: 27) mekanisme pertahanan ego membantu dapat dilaksanakannya fungsi penolakan, sekaligus melindungi individu dari kecemasan

yang berlebihan. Pendapat Freud dalam Alwisol, (2005: 27) mekanisme pertahanan

adalah strategi yang dipakai individu untuk bertahan melawan ekspresi implus id

serta menentang tekanan superego. Menurutnya lagi, ego mereaksi bahaya munculnya implus id memakai dua cara. Pertama, membentengi implus sehingga tidak dapat muncul menjadi tingkah laku sadar. Kedua, membelokkan implus itu

sehingga intensitas aslinya dapat dilemahkan atau diubah.

Semua mekanisme pertahahanan diri menurut Alwisol (2005: 28) mempunyai

tiga persamaan ciri yakni, 1) mekanisme pertahanan itu beroperasi pada tingkat tak

sadar 2) mekanisme pertahanan selalu menolak, memalsukan, atau memutarbalikkan

kenyataan dan 3) mekanisme pertahanan itu mengubah persepsi nyata seseorang,

sehingga kecemasan menjadi kurang mengancam.

Terdapat tiga hal pokok yang perlu diperhatikan dalam mekanisme pertahanan

diri (Minderop, 2010: 29) yaitu: Pertama, mekanisme pertahanan merupakan

konstruk psikologis berdasarkan observasi terhadap perilaku individu. Kedua,

perilaku seseorang membutuhkan informasi deskriptif yang bukan penjelasan tentang

(38)

orang normal. Bila mekanisme menjadi keutamaan dalam penyelesaian masalah maka

ada indikasi siindividu tidak mampu menyesuaikan diri.

Jika ego bekerja terlalu keras bisa saja menjadi sikap yang menyimpang. Menurut Freud dalam Feist (2010: 40) inilah mengapa ego membangun mekanisme

pertahanan diri agar kita tak perlu menghadapi ledakan-ledakan seksual dan agresif

secara langsung. Senada dengan pendapat di atas, Feist (2006: 34) mengungkapkan

meskipun mekanisme pertahanan ini normal dan digunakan secara universal, apabila

digunakan secara ekstrem, maka mekanisme-mekanisme ini akan akan mengarah

pada perilaku yang komplusif, repetitive, dan neurotis.

Menurut Arif (2006: 19) fungsi utama defense mechanism adalah untuk mempertahankan diri dalam menghadapi realitas eksternal yang penuh tantangan.

Sudah dikemukakan oleh Freud bahwa manusia memiliki tiga struktur kepribadian

yaitu id, ego, dan superego. Id adalah dorongan atau hasrat yang ada dalam keinginan manusia. Sedangkan ego adalah prinsip realitas dengan maksud memenuhi id namun tetap tidak mengesampingkan realitas. Ego bekerja dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan mekanisme pertahanan yang dilakukan manuisa. Seperti yang

dikemukakan oleh Arif (2006: 18) bahwa fungsi utama ego adalah mengatur dialog/interaksi/transaksi antara dunia internal individu dengan realitas eksternal. Ia

mesti menjembatani sedemikian rupa agar interaksi tersebut berjalan mulus. Jadi, di

(39)

Yang memicu adanya cara kerja ego adalah kecemasan atau anxitas. Freud dalam Feist (2010: 38-39) mengklasifikasikan kecemasan menjadi tiga kategori.

Pertama, kecemasan neurosis, adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui.

Kedua, kecemasan moral, adalah kecemasan yang berakar dari konflik antara ego dan

superego. Ketiga, kecemasan realistik yang terkait dengan rasa takut. Kecemasan ini didefinisikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan dan tidak spesifik yang

mencakup kemungkinan bahaya itu sendiri.

Freud pun membagi mekanisme pertahanan menjadi beberapa model.

Kesepuluh model mekanisme pertahanan diri menurut Freud adalah sebagai berikut:

1. Represi: Tugas represi adalah mendorong keuar implus-implus id yang tidak diterima dari alam bawah sadar dan kembali ke alam bawah sadar.

Represi merupakan fondasi cara kerja semua mekanisme pertahanan ego.

Manakala ego terancam oleh dorongan-dorongan id yang tidak dikehendaki, ego melindungi dirinya dengan merepresi dorongan-dorongan tersebut dengan

cara memaksa perasaan-perasaan mengancam masuk ke alam tidak sadar.

Feist (2010: 40). Represi adalah proses ego memakai kekuatan anxitas untuk menekan segala sesuaru (ide, insting, ingatan, fikiran) yang dapat

menimbulkan kecemasan keluar dari kesadaran. Represi bisa sangat kuat,

(40)

2. Sublimasi: Sublimasi (Minderop, 2010: 20) adalah bentuk pengalihan.

Sublimasi terjadi bila tindakan-tindakan yang bermanfaat secara sosial

menggantikan perasaan tidak nyaman. Arif (2006: 32) menambahkan bahwa

sublimasi mengubah atau mentransformasikan dorongan primitif baik itu

dorongan seksual atau agresi menjadi dorongan yang lebih sesuai dengan

budaya dan norma-norma yang berlaku di realitas eksternal.

3. Proyeksi: Poyeksi terjadi apabila individu menutupi kekurangannya dan

masalah yang dihadapi atau kesalahannya dilimpahkan kepada orang lain.

Seseorang yang melakukan proyeksi, tidak mengenali tampilan yang

dilihatnya pada orang lain sebagai bagian dari dirinya (Arif, 2006: 34).

4. Pengalihan: Pengalihan adalah perasaan tidak senang terhadap suatu objek

lainnya yang lebih memungkinkan (Miderop, 2010: 20). Menurut Freud lagi

dalam Feist (2006: 36) pada pengalihan, orang bisa mengalihkan

dorongan-dorongan yang tak sesuai ini pada sejumlah orang atau objek sehingga

dorongan aslinya terselubung dan tersembunyi.

5. Rasionalisasi: Rasionalisasi memiliki dua tujuan yaitu; mengurangi

kekecewaan dan memberikan motif yang dapat diterima pelaku. Rasionalisasi

adalah upaya mendististorsi persepsi akan realitas (Miderop, 2010:21). Dalam

(41)

telah terdistorsi cukup jauh, dan alasan-alasan yang dikemukakannya adalah

palsu, ia merasa alasan tersebut memang benar (Arif, 2006: 36).

6. Reaksi Formasi: Minderop, (2010: 21) Reaksi formasi mampu mencegah

seorang individu berperilaku yang menghasilkan anxitas dan kerap kali dapat mencegahnya bersikap antisosial. Menurut Arif (2006: 35) reaksi formasi

adalah upaya untuk melawan suatu dorongan libidinal yang dipersepsikan

dapat menimbulkan konflik, dengan cara melakukan kebalikannya.

7. Regresi: Menurut Freud ada dua interpretasi mengenai regresi. Pertama,

retrogresivve behavior yaitu, perilaku seseorang yang mirip seperti anak kecil. Kedua, primitivation ketika seseorang dewasa bersikap seperti orang yang tidak berbudaya (Minderop, 2010: 22). Regresi, pada saat libido melewati

perkembangan tertentu, di masa penuh stres dan kecemasan, libido bisa

kembali ke tahap yang sebelumnya (Feist. 2010: 42).

8. Agresi dan apatis: Perasaan marah terkait dengan ketegangan dan

kegelisahan yang dapat menjurus pada pengrusakan dan penyerangan

(Minderop, 2010: 37). Menurut Freud dalam Alwisol (2005: 33) reaksi agresi

itu memanfaatkan drive agresif untuk menyerang obyek yang menimbulkan

frustasi. Menutupi kelemahan diri dengan menunjukkan kekuatan drive

agresinya, baik yang ditujukan kepada obyek asli, obyek pengganti maupun

(42)

9. Fantasi dan Stereotype: Stereotype adalah konsekuensi dari frustasi yaitu perilau stereotype memperlihatkan perilaku pengulangan terus-menerus yang

tampak aneh (Miderop, 2010: 39)

10.Undoing: kecemasan dan dosa akibat kegiatan negatif, ditutupi/dihilangkan dengan perbuatan positif penebus dosa dalam bentuk

“tingkahlaku ritual” (Alwisol, 2005: 34). Menurut Arif, (2006: 35) undoing

adalah upaya simbolik untuk membatalkan suatu implus yang telah terwujud

menjadi tingkah laku, biasanya dengan cara melakukan ritual-ritual tertentu.

Teori-teori psikoanalisis Sigmund Freud akan diterapkan dalam menganalisis tiga

tokoh mengenai mekanisme pertahanan diri yang digunakan masing-masing tokoh

dalam masalah atau kecemasan-kecemasan yang dihadapinya karena sesuai dengan

pandangan Freud bahwa dalam teori kepribadian, mekanisme pertahanan merupakan

karakteristik yang cenderung kuat dalam diri setiap orang. Senada dengan pendapat di

atas peneliti yakin bahwa kecemasan-kecemasan dalam ketiga tokoh menimbulkan

mekanisme-mekanisme pertahanan yang kuat pada masing-masing konflik yang

terjadi.

Id, ego, dan superego adalah struktur kepribadian yang dikemukakan oleh Sigmund Freud, di dalam id, ego, superego terdapat pengertian dan beberapa fungsinya dalam struktur kepribadian manusia. Jika menurut Freud id adalah segala sesuatu yang bekerja dengan prinsip kesenangan, maka ego adalah yang memenuhi

(43)

Sedangkan superego menyangkut pada hati nurani yang menilai yang sudah

bersentuhan dengan realitas. ketika manusia berada dalam keadaan yang tidak

nyaman atau merasa terancam, maka id memberi sinyal bahaya yaitu kecemasan, dan

ego menerima sinyal bahaya dan menggunakan salah satu cara kerjanya yaitu mekanisme pertahanan diri guna meredakan kecemasan maupun memutarbalikkan

kenyataan agar keadaan terasa tidak terlalu berbahaya. Jika id tidak terkontrol maka

ego pun bekerja keras dengan menggunakan banyak cara mekanisme pertahahan diri yang meliputi sepuluh model mekanisme pertahanan diri. Mekanisme pertahanan diri

adalah cara kerja ego yang menjaga agar struktur kepribadian kepribadian (id,ego, superego) manusia tetap seimbang.

1.7 Metode dan Teknik Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahap yaitu (i) pengumpulan data, (ii) analisis

data, (iii) penyajian hasil analisis data. Berikut akan dijelaskan masing-masing tahap

dalam penelitian ini.

1.7.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Objek penelitian ini adalah pada tokoh Bowo, Paris, serta Erna dalam novel Pintu

karya Fira Basuki yang dikaji dengan psikoanalisis. Data diperoleh dari

sumber-sumber tertulis dari novel Pintu

(44)

1. Judul buku : Pintu

Pengarang : Fira Basuki

Tahun terbit : 2002

Terbitan : Gramedia Widiasarana Indonesia

Pengumpulan data dilakukan dengan metode baca. Metode baca adalah

metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati dan menyimak

langsung dari data sumber tertulis yang sesuai dengan objek peneltian.

Teknik lanjutan dari metode baca yang digunakan pada penelitian ini adalah

teknik catat. Teknik catat dilakukan dengan cara mencatat kembali hal-hal yang perlu

dan penting dalam penelitian dari sumber tertulis

1.7.2 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah data dikumpulkan, langkah berikutnya adalah analisis data. Metode

yang digunakan pada tahap ini antara lain adalah teknik analisis isi, karena teknik ini

sangat mendukung dalam memperoleh gambaran yang jelas guna memaparkan dan

mendeskripsikan keadaan psikologis yang terkandung dalam novel Pintu karya Fira Basuki.

1.7.3 Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Penulis menggunakan metode deskriptif untuk menyajikan hasil analisis data.

(45)

ditemukan. Metode deskriptif analisis dirasa tepat oleh penulis dalam menguraikan

hasil penelitian tokoh-tokoh dalam novel Pintu.

1.8 Sistematika Penyajian

Hasil penelitian ini disajikan dalam 4 bab. Bab 1 merupakan pendahuluan yang

berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bab II analisis

struktural novel Pintu karya Fira Basuki yang meliputi analisis alur, setting/latar, dan penokohan. Bab III analisis mekanisme pertahanan diri pada tiga tokoh yaitu Bowo,

(46)

BAB II

ANALISIS STRUKTUR NOVEL PINTU KARYA FIRA BASUKI

2.1 Pengantar

Bab ini akan menjelaskan struktur cerita pada novel Pintu karya Fira Basuki. Untuk mengkaji mekanisme pertahanan diri pada masing-masing tokoh, maka

struktur novel perlu diteliti lebih dahulu guna memperdalam pemahaman diri tokoh.

Menurut Teuuw (1983:61), pendekatan struktural merupakan pekerjaan pendahulu

yang harus dilakukan oleh seorang peneliti sastra sebelum ia melakukan analisis lebih

lanjut terhadap suatu karya sastra. Pada bab ini akan dibahas mengenai tiga unsur di

dalam novel yang meliputi alur, latar/setting serta penokohan. Unsur-unsur inilah yang secara tidak langsung turut serta membangun cerita. Dengan mengkaji tiga

unsur novel tersebut maka akan dikaji teks-teks yang berkesinambungan dan

mendukung dengan fokus studi yaitu analisis mekanisme pertahanan diri tokoh.

2.2. Analisis Alur

Alur atau yang biasa disebut plot adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun

tiap kejadian itu hanya dihubungkan sebab akibat, peristiwa, yang satu disebabkan

oleh peristiwa yang lain (Nurgiyantoro 2007: 113). Terdapat tahapan alur yang akan

(47)

Tahap Rissing Action atau tahap peningkatan konflik, 4) Tahap climax atau tahapp klimaks, dan 5) Tahap climax atau tahap klimaks.

Pada bagian pertama novel menunjukkan waktu awal dari semua peristiwa, yaitu

peristiwa ketika tokoh utama yaitu Bowo yang bernama lengkap Djati Suryo Wibowo

Subagio sedang melaksanakan ritual adat pernikahan. Ketika itu Eyang putri sedang

memberikan pesan kepada Bowo. Diungkapkan dalam kutipan berikut.

“Turuta atut aruntut, karongan saari ratri, yayah mimi lan mintuna, nadyan teka ing don adi, aywa doh dunungaina, awibawa ing swargadi”. Itulah pesan

Eyang Putri atau Yangti yang dibisikkan ke telingaku saat aku bersujud di hadapannya. Yangti memang pandai menembang dan hapal banyak kinanthi. Suaranya yang merdu terdengar pelan dan gemetar didaun telingaku membuatku merinding. Air mata Yangti hangat menyentuh keningku. Saat beliau mencium pipiku, rasa haruku pun muncul. Rasanya aku bisa menangis, tapi coba kutahan...ini hari bahagiaku, dan tidakah pantas jika seorang pria terisak-isak saat istri sesengukan” (Basuki, 2002:1).

Kutipan di atas adalah paragraf awal yang memberi penjelasan mengenai

peristwa yang terjadi di awal cerita. Bowo sang tokoh utama sedang melaksanakan

ritual adat Jawa bersama istrinya yang bernama Aida. Dengan demikian dapat

diketahui pembaca bahwa cerita diawali langsung oleh tokoh utama dalam novel.

Yangti adalah salah satu tokoh yang sangat berjasa dalam kehidupan Bowo. Karena

neneknya itulah Bowo menyadari ada yang berbeda dari dirinya.

Pada subbab yang diberi judul “Pintu Gerbang” cerita diawali dengan

(48)

“Bayinya nggak kelihatan.”

“Nggak kelihatan bagaimana sih, Dok ?

“Terbungkus selaput tipis..., jangan kuatir, saya akan berusaha merobeknya pelan-pelan..”

“Hati-hati Dok..”

“Lho kok ?”

“Dokter kenapa anak saya ?

“Anak anda kuning...

“Ha, kuning bagaimana dok? Kuning gimana ? hidup nggak, Dok ?

Dok..Dok..”(Basuki, 2002: 1- 9).

Bowo terlahir dengan keadaan yang tidak normal seperti bayi pada

umumnya. Ia lahir dengan tubuh berwarna kuning, dan dalam cerita ketika ia lahir

tubuhnya bersinar dan ada perawat yang hampir pingsan. Dari situlah Yangi

mengatakan bahwa Bowo adalah bayi titisan atau orang pilihan.

Namun menurut istilah kedokteran, bayi yang terlahir kuning disebut bayi

jaudice dan harus dijemur di bawah sinar matahari. Bayi kuning biasa terjadi karena fungsi hati bayi yang masih belum sempurna sehingga meyebabkan jaringan kulit

juga terkena dan berwarna kuning. Salah satu cara agar sembuh adalah dengan

disinari infra merah di tempat tidur. Tetapi, Eyang Putri melakukan penyembuhan

dengan keperrcayaan Jawa yaitu banyu gege, mandi dengan air hangat dan dijemur matahari.

“Namun, lagi-lagi, aku si bayi kuning. Kuning bukan hanya seminggu, tapi hingga sebulan. Tidak disinari dan tidak diapa-apakan. Berlainan dengan sudut pandang kodekteran, bayi kuning menurut orang Jawa justru adalah istimewa, suatu pertanda bahwa si jabang bayi adalah orang pilihan atau titisan. Untuk menghilangkan warna kuning badan, diadakan prosesi banyu

gege untuknya, yaitu mandi dengan air hangat yang dijemur matahari”

(49)

Dengan demikian, alur dalam novel ini tidak lurus. Terdapat beberapa

flashback yaitu ketika cerita Bowo dilahirkan dengan penyakit kuningnya sampai perjalanan hidupnya nanti sebagai pria yang mempunyai kemampuan lebih.

Tahapan tersebut dijabarkan dalam paparan berikut ini:

2.2.1 Tahap situattion atau tahap penyituasian

Pada tahap ini diperkenalkan tentang tokoh utama dan tokoh tambahan.

Bowo, Yangti, Aida, Jane, bahkan cerita-cerita masa lalu Bowo, yaitu Putri mantan

kekasih Bowo yang sudah berpacaran selama tiga tahun, dan Paris yang mempunyai

cerita mendalam di hatinya. Bahkan pada tahap ini, disebut-sebut juga Jeliteng, ia

adalah jin baik, sahabat semasa kecil Bowo. Pada bab pertama ini sesungguhnya

keseluruhan cerita seakan dirangkum menuju sebuah jawaban pada tahap-tahap

berikutnya.

2.2.2 Tahap generating circumstance atau tahap pemunculan konflik

Konflik mulai terjadi di sini yaitu pada subbab “Pintu Batin” ketika kelahiran

Bowo yang mengundang banyak perhatian. Ia lahir dengan tubuh kuning, dan

menurut kepercayaan keluarganya, ia adalah orang pilihan, istimewa, dan titisan.

Terlebih lagi Yangti yang mengikuti aliran Kejawen menyebut bahwa keluarga

mereka keturunan Sunan Kalijaga, dan Bowo adalah titsannya. Bowo menemui

konflik dengan dirinya sendiri, antara percaya atau tidak, ia selalu bertanya-tanya

(50)

dialaminya mengarah pada kebenaran cerita Yangti. Bowo yang menganut agama

Islam sebetulnya tidak begitu percaya, namun tak dapat dihindarinya ketika ia

menemui dan mengalami hal-hal aneh seperti meihat jin, yang sekarang menjadi

sahabatnya yaitu Jeliteng.

Mulai dari sinilah peristiwa-peristiwa lain terjadi. Ia mulai menyadari ia

memliki indra keenam, kemudian ia mengikuti bela diri yang dilatih oleh Haji

Brewok dan Haji Brewok menyebut hal serupa seperti Yangti. Bowo bukanlah pria

biasa.

2.2.3 Tahap Rissing Action atau Tahap Peningkatan Konflik

Bowo pun menjalankan hidupnya seperti biasa saja namun tak dapat

ditolaknya bahwa banyak kejadian buruk dan aneh yang menimpanya. Ia pernah

mengalami peristiwa yang menggejolakkan batinnya. Bowo pernah bermimpi tentang

seorang kakek berjenggot panjang yang menyuruhnya pergi ke arah timur. Ia bahkan

tak tahu tempat maksud kakek tersebut. Bowo secara tidak sadar pergi dan anehnya ia

hanya mengikuti bisikan-bisikan yang mengantarnya hingga daerah Batu dan Pujon.

Di sana ia mengalami kejadian spiritual dan tidak masuk akal. Ia berada di sebuah

istana selama dua minggu namun ia hanya merasa tinggal selama dua hari. Mulai dari

sinilah Bowo pulang ke rumah dengan kemampuan melihat warna atau yang disebut

(51)

Ketika Bowo masuk ke salah satu PTN terkenal di Bogor, konflik lagi-lagi

terjadi. Ia terlibat masalah dengan seniornya, Bowo melaporkan ke pihak kampus

tentang kekejaman yang dibuat Nico dan senior-senior lainya terhadapnya. Bowo

kesal atas perbuatan Nico hanya karena Nico sempat menudingnya sebagai orang

China yang memang pada saat itu orang-orang China belum sepenuhnya mendapat

tempat di Indonesia. Terjadilah pertikaian setelah itu, Nico mati tertusuk celurit Udel,

teman Bowo. Bowo dicari-cari polisi sebagai buronan. Namun, pada akhirnya ia tak

terbukti bersalah. Bowo dipindahkan oleh orang tuanya ke luar negeri, tepatnya di

Chicago, Amerika. Saat itu, ia masih menjalin hubungan asmara dengan Putri.

Setelah kepindahannya, konflik makin meningkat, ia mengalami pengalaman

mistis dan tak masuk akalnya dengan dunia gaib yaitu bermula dengan bermimpi

bertemu Anna sampai benar-benar bertemu dengan Anna, hantu yang

bergentayangan di asramanya. Bowo merasa kasihan dan ingin membuat Anna lebih

tenang. Padahal, semua mahasiswa yang tinggal di asrama sangat menakuti isu-isu

hantu Anna yang beredar luas itu.

Setelah kejadian itu, ia kembali banyak menemui masalah. Peristiwa bermula

ketika ia mendapat tumpangan tempat tinggal di apartemen Erna. Bowo tergoda, ia

berselingkuh dan tidur dengan Erna. Pada akhirnya kejadian itu menimbulkan

masalah besar dan berbuntut panjang. Erna memaksanya menikahinya dan kembali ke

Indonesia, menyerang Putri dan meneror Bowo sampai berakhirlah hubungan cinta

(52)

Selain itu, Bowo bekerja pada teman kampusnya menjadi seorang hacker

yang membongkar dokumen rahasia perusahaan karena ekonomi keluarganya yang

tidak mendukung. Ia ketahuan dan kemudian masuk penjara selama dua bulan karena

pekerjaannya.

2.2.4 Tahap Climax atau Tahap Klimaks

Peristiwa demi peristwa terus terjadi, konflik mulai terjadi ketika ia

berkenalan dengaan Paris, perempuan cantik yang menyukai puisi. Mereka pun tidur

bersama. Usut punya usut Paris sudah bersuami dan mengalami kekerasan dalam

rumah tangga. Suaminya sering memukulinya. Paris dan Bowo berpacaran dan terus

menjalin hubungan asmara tanpa sepengetahuan suami Paris.

Hingga pada akhirnya Paris meninggal dibunuh suaminya. Bowo menyesal

setengah mati karena ia tak melindungi Paris. Sebelum meninggal Bowo memang

merasa agak heran mengapa Paris sering berbicara aneh dan beberapa kali mengalami

mimpi dengan Paris. Uniknya, setelah terbangun waktu selalu menunjukkan jam tiga

pagi. Ternyata Paris juga mengalami mimpi yang sama. Setelah itu kejadian selama

40 hari Bowo terus didatangi oleh Paris di dalam mimpi.

2.2.5 Tahap denoucement atau tahap penyelesaian

Pada akhir subbab ditulis dengan judul “Pintu Hati”.Bowo menikah dengan

Aida, teman waktu ia bersekolah. Namun pada tahap ini, Jeiteng hadir dan

(53)

meninggal setelah berbincang dengan Putri. Putri mengatakan bahwa ia setia pada

Bowo sampai mati kepada Yangti, Yangti kemudian jatuh (meninggal) setelah

berbicara “cinta dibawa mati”.

Berdasarkan tahap-tahap alur yang diuraikan di atas, disimpulkan bahwa

penulis menggunakan alur campuran, lebih dominan pada alur mundur atau

flashback. Teknik penggunaan alur yang regresif dan tidak kronologis ini membuat penceritaan dalam novel ini menjadi lebih menarik. Persoalan psikologi tokoh pun

dapat dipahami dari rangkaian hubungan sebab-akibatnya.

2.3 Analisis Latar/ setting

Latar memberikan pijakan cerita secara konkret dan jelas. Latar dalam karya

fiksi tidak terbatas hanya pada penempatan lokasi atau sesuatu yang bersifat fisik

saja, melainkan juga yang bersifat spiritual seperti adat budaya, kepercayaan dan

memengaruhi kehidupan masyarakat dalam cerita. Pada umumnya latar terdiri dari

tiga yaitu latar tempat, latar waktu dan latar sosial.

2.3.1 Latar Tempat

Novel Pintu karya Fira Basuki mempunyai setting yang bervariasi, artinya tidak hanya satu atau dua tempat saja. Secara keseluruhan, latar dalam cerita ada

banyak tempat yaitu: Jogjakarta, Surabaya, Batu dan Pujon, Malang, Jakarata, Bogor,

Bandung, Singapura, Chicago-Amerika Serikat. Tokoh utama yaitu Bowo selalu

(54)

disimpulkan bahwa terdapat tiga latar tempat yang penting dan dominan yaitu: Jawa,

Batavia, dan Amerika. Latar tempat pun tidak hanya terjadi di dunia nyata, tapi juga

terjadi di dunia tak kasat mata seperti di Batu – Pujon, Malang.

2.3.1.1 Jawa

Beberapa latar tempat terjadi di daerah Jawa dengan peristiwa-peristiwa yang

penting. Berikut pemaparan latar tempat di daerah Jawa:

2.3.1.1.1 Batu Pujon

Sebenarnya, latar tempat ini tidak di dalam realitas dunia sebenarnya. Ini adalah

peristiwa penting ketika Bowo telah mengikuti arahan dalam mimpinya bertemu

seorang kakek. Dari tempat ini kemudian ia bisa melihat aura atau warna pada setiap

orang yang ditemuinya.

“Percaya atau tidak, saat aku bangun hari sudah pagi, sekelilingku berwarna

jingga terang. Aku berdiri dan menengok, ooooo mana kuburan tadi?! Ada apa ini? Mimpikah aku. Mana kebun sayur? kemana pohon-pohon? Kenapa

sekelilingku kosong? Kenapa tanah dan langit berwarna jingga” (Basuki, 2002: 29)

Kutipan tersebut menunjukkan keheranan Bowo terhadap tempat yang semula

ia singgahi kemudian hilang begitu saja. Ia bingung mengapa semua yang dilihatnya

semalam telah sangat berubah.

2.3.1.1.2 Desa Kawasan Candi, Magelang Daerah Selatan

Setelah banyak kejadian dan peristiwa yang dialaminya, Bowo merasa ingin

bertobat. Ia selalu ingat akan Yangtinya yang memerintahkannya untuk hidup seperti

(55)

melakukan ritual wewayangan putih dalam ilmu kebatinan Jawa. Artinya, Bowo

sedang melakukan pembersihan diri, meminta ampunan atas segala dosa-dosanya. Ia

mulai sadar bahwa ia bukanlah orang biasa, ia memilki keistimewaan dan tak

seharusnya ia kotor seperti sekarang. Seperti kutipan berikut ini:

“Aku menanan napas selama tiga menit ketika awan putih muncul. Hatiku serasa bersorak, bertanda permohonan maaf dan ampunanku diterima Gusti

Allah” (Basuki, 2002: 143)

2.3.1.1.3 Bogor Bandung

ITB adalah Universitas pilihan yang pilih Bowo untuk melanjutkan studinya.

Namun, setting tempat di sini hanyalah sebentar karena masalah yang menimpa Bowo membuatnya harus keluar dari universitas yang terletak di kota Bogor tersebut.

Bowo mempunyai teman yaitu pedagang sate dari Madura yang bernama Udel. Udel

telah membunuh Nico setelah Bowo dan Udel berkelahi dengan Nico dan

teman-temanya pada malam sebelum kejadian. Bowo menjadi buronan sampai pada

akhirnya ia dikirim orangtuanya melanjutkan kuliah di luar negeri. Di bawah ini

adalah kutipan ketika masa-masa pertamanya kuliah di ITB.

“Senior yang kemudian kudapatkan bernama Nico itu memastikan hari-hari awalku di ITB tidak terlupakan, dalam arti sengsara. Sejak pertama

melihatku, ia seperti sudah memiliki dendam kesumat”(Basuki, 2002: 46)

2.3.1.2 Batavia

Jakarta adalah tempat Bowo hidup dari masa kecil sampai Sekolah Menengah

(56)

tidak menyukai adiknya, dan ia sangat iri kepada adiknya yang selalu mendapat

perhatian. Ia bersekolah di Jakarta dan memiliki sedikit teman, namun ia sangat suka

membuat perhatian orang disekelilinginya. Ia belajar ilmu bela diri dari Haji Brewok

yang juga seorang guru ilmu kebatinan Jawa. Begitulah, Bowo hidup dikalangan

orang-orang yang masih memercayai kepercayaan tradisional. Yangti menganut

kepercayaan Kejawen, papanya secara sembunyi-sembunyi sering meditasi dan

puasa senin-kamis, dan akhirnya suami June yang

Referensi

Dokumen terkait

Di sini muncul daerah warna warna Ungu dikarenakan bahwa pada campuran ini menggunakan Oksigen murni sehingga reaksinya menjadi sangat reaktif ssehingga daerah

Berdasarkan hasil penelitian hubungan kadar Pb dalam darah dengan profil darah petugas operator stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kota Semarang Timur,

Konsep silvofishery yang memadukan antara usaha tambak dengan penanaman mangrove diharapkan dapat menjembatani dua kepentingan tersebut, sehingga kegiatan budidaya

Pemilihan alternatif yang ketiga adalah altenatif yang dijalankan perusahaan, alternatif sebaiknya tidak dilakukan oleh perusahaan karena gaji Take home pay merupakan

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa mayoritas anggota dari komunitas penggemar kamen rider memilih untuk kembali ke checkpoint ketika tidak dapat menyelesaikan

Namun saat ini tidak banyak orang yang mengetahui cara melakukan teknik akupuntur ini, karena butuh keahlian khusus untuk bisa melakukan pengobatan ini dan teknik

Pada bulan Juli 2014, kelompok komoditas yang memberikan andil/sumbangan inflasi adalah kelompok bahan makanan sebesar 0,2648 persen diikuti kelompok makanan jadi, minuman