• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komparatif Aktivitas, Konsep Leluhur, dan Sejarah Dalam O-BON dan Cit Gwee Pwa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komparatif Aktivitas, Konsep Leluhur, dan Sejarah Dalam O-BON dan Cit Gwee Pwa."

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMPARATIF AKTIVITAS, KONSEP LELUHUR,

DAN SEJARAH DALAM O-BON DAN CIT GWEE PWA

序論

Penghormatan terhadap arwah leluhur merupakan suatu kegiatan

menghormati nenek moyang (kakek, nenek, orang tua, dan sanak keluarga yang telah

meninggal) yang dilakukan oleh anggota keluarga yang masih hidup. Tujuan dari

kegiatan tersebut adalah untuk memberikan kebahagiaan dan memenuhi kebutuhan

mereka secara layak setelah meninggal. Hal ini menunjukkan bakti dan syukur

terhadap anggota keluarga yang telah meninggal. Penghormatan terhadap leluhur

sebagai kepercayaan masyarakat, khususnya di kawasan Asia Timur seperti di Jepang

dan China, telah menjadi suatu hal yang dianggap penting dalam kehidupan

masyarakat dan diwujudkan melalui banyak media perayaan-ritual. Salah satu dari

ritual yang hingga kini masih dilakukan adalah perayaan Ullambana Sutra yang di

Jepang disebut sebagai O-bon (御盆), dan di China disebut sebagai Cit Gwee Pwa.

O-bon merupakan perayaan yang dilakukan pada pertengahan bulan Agustus.

Karena dikatakan bahwa pada periode ini, arwah leluhur akan kembali ke dunia untuk

datang ke rumah anak cucunya. Pada awal perayaan, akan dibakar api penyambutan,

dan di dalam rumah akan dipasang altar yang dihias dengan persembahan untuk

menyambut arwah leluhur. Pada akhir perayaan, akan dibakar api pengantar dan

(2)

Sama dengan o-bon, perayaan cit gwee pwa pun dilakukan pada pertengahan bulan

Agustus, dengan tujuan untuk memuaskan arwah leluhur, dan agar arwah kelaparan

yang dilepas dari neraka tidak mencelakakan manusia yang masih hidup. Pada awal

perayaan, setiap rumah akan menggantung lampion di depan pintu rumah sebagai

penanda arah dan memasang altar yang dihias dengan sesajian untuk menyambut

arwah leluhur. Pada saat inipun, dipercaya bahwa arwah leluhur akan kembali dan

datang ke rumah anak cucunya. Pada akhir perayaan, akan dilakukan pelarungan

lampion di sungai untuk mengantarkan arwah kembali ke alam baka.

Spencer, Ellen, dan Kaplan menyatakan bahwa suatu produk budaya yang

sama yang dimiliki negara-negara yang berada di daerah yang sama dapat memiliki

persamaan dan perbedaan. Maka di dalam penelitian ini, penulis akan

membandingkan kedua perayaan tersebut dengan meninjaunya dari segi aktivitas,

latar belakang sejarah, asal usul, dan objek penghormatan. Metode yang digunakan

adalah metode desktriptif komparatif. Hal ini sesuai dengan tujuan dari penelitian ini

yaitu untuk mendeskripsikan dan mengkomparasikan perayaan o-bon dan cit gwee

pwa, memahami penyebab persamaannya, serta untuk mengetahui perbedaan dan

persamaan konsep leluhur yang terkandung di dalamnya.

Dari data-data yang telah didapatkan, maka dapat diketahui bahwa di dalam

perayaan o-bon dan cit gwee pwa ternyata memang terdapat perbedaan dan

(3)

penyalaan api di depan rumah pada permulaan o-bon (mukae-bon) dan

penggantungan lampion di depan rumah pada permulaan cit gwee pwa. Penyalaan api

ini dilakukan sebagai penunjuk arah bagi arwah leluhur agar tidak tersesat dalam

perjalanannya pulang ke rumah anak cucunya. Tidak hanya penyalaan api,

pelarungan lampion ke sungai pada saat hari terakhir cit gwee pwa dan o-bon pun

dilakukan untuk mengantarkan arwah kembali ke alamnya.

Di dalam kedua perayaan ini, pemberian persembahan ditujukan sebagai

ungkapan rasa syukur sekaligus untuk memenuhi kebutuhan arwah leluhur, hal ini

berdasarkan pemikiran bahwa selepas seseorang meninggal, mereka membutuhkan

asupan energi untuk bertahan sebagaimana orang yang masih hidup. Kematian

tidaklah dianggap sebagai akhir kehidupan, tetapi sebagai suatu kesinambungan dan

kelanjutan dalam suatu generasi. Dipercaya bahwa jika arwah leluhur tidak dipuaskan

kebutuhannya, maka mereka akan menurunkan bencana kepada anak cucunya, begitu

pula sebaliknya. Tidak hanya persembahan berupa makanan, baik pada masa o-bon

dan cit gwee pwa, diadakan pertunjukkan dan tari-tarian di lapangan terbuka untuk

menyenangkan arwah leluhur. Pada masa o-bon dan cit gwee pwa, setiap keluarga

akan memasang altar leluhur di dalam rumah untuk menaruh persembahan. Agak

berbeda dengan o-bon, pada waktu cit gwee pwa, ada dua buah altar yang dipasang,

yaitu altar leluhur dan altar untuk hantu kelaparan. Altar leluhur dipasang di dalam

rumah, dan altar untuk hantu kelaparan dipasang di depan rumah atau di pinggir jalan.

(4)

bagi arwah leluhur. Perbedaan juga dapat dilihat melalui persembahan berupa bunga

yang diletakkan di altar leluhur. Dalam o-bon, persembahan bunga selain ditujukan

untuk menghias altar leluhur, juga sebagai sarana leluhur untuk kembali ke rumah

selama o-bon. Hal ini sesuai dengan pemikiran bahwa bunga merupakan tempat

tinggal leluhur pada masa o-bon, dalam konsep Shintoisme, tumbuhan dianggap

sebagai tempat berdiamnya leluhur, dan pegunungan dianggap sebagai dunia

tersembunyi bagi arwah setelah mereka meninggal. Sedangkan dalam cit gwee pwa,

selain untuk menghias altar, bunga digunakan untuk mengingatkan sanak keluarga

atas kehidupan manusia yang sementara.

Objek penghormatan dari kedua perayaan tersebut adalah arwah leluhur. Di

dalam o-bon, arwah yang disembah adalah: leluhur generasi pertama, arwah leluhur

generasi selanjutnya dari leluhur generasi pertama, arwah relasi (kakak/ adik dari

pihak generasi pertama atau relasi dekat dari ibu), dan arwah yang dianggap perlu

disembah. Sedangkan di dalam cit gwee pwa, arwah yang disembah adalah: arwah

leluhur yang memiliki hubungan darah, para arwah yang tidak memiliki sanak

keluarga dan tidak terurus (termasuk di dalamnya adalah pelaku tindak kriminal,

peminta-minta, dan lain sebagainya), dan arwah yang tidak memiliki keturunan, serta

para arwah yang menderita karena kematian yang tidak wajar atau yang tidak sesuai

dengan tempat dan waktu yang telah ditentukan. Pada hari terakhir o-bon,

(5)

bersama dengan shouryoubune, sedangkan pada cit gwee pwa, persembahan akan

dibagikan kepada fakir miskin dan orang-orang yang membutuhkan.

Tidak hanya itu, keduanya pun memiliki latar belakang sejarah dan konsep

pemikiran yang hampir sama. Keduanya berakar dari pemikiran yang sama bahwa

arwah leluhur harus dihormati karena mereka mampu mempengaruhi kehidupan

manusia, yang kemudian berkembang menjadi perayaan dan mendapatkan pengaruh

dari ajaran Buddha. Konsep leluhur di Jepang dan di China pun memiliki kesamaan,

yaitu berakar dari mitos penciptaan masing-masing negara, yang kemudian dibatasi

dengan ikatan darah dalam keluarga. Konsep mengenai kehidupan setelah kematian

dan pembagian ruh memiliki kesamaan, namun yang membedakan adalah pemikiran

mengenai kelahiran kembali.

結論

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

persamaan aktivitas dalam o-bon dan cit gwee pwa terletak pada penyalaan dan

pelarungan api (lampion), persembahan, dan tari-tarian. Objek penghormatan dalam

kedua perayaan tersebut sama, yaitu arwah leluhur. Perbedaan terletak pada

penempatan altar leluhur, penghanyutan persembahan, dan persembahan berupa

bunga. Konsep leluhur di dalam keduanya berakar dari tokoh dalam kisah mitologis

mengenai pembentukan masing-masing negara, Jepang dengan kisah mengenai

Izanami dan Izanagi, dan China dengan kisah mengenai Pan Ku. Batasan mengenai

(6)

memiliki garis darah yang sama, dan keturunan setelahnya. Begitu pula dalam konsep

mengenai jiwa, keduanya mempercayai bahwa jiwa seseorang yang telah meninggal

akan terbagi menjadi beberapa bagian, dan masing-masing akan menuju ke

tempat-tempat yang berbeda.

O-bon dan cit gwee pwa memiliki dasar pemikiran yang sama. Keduanya

beranggapan bahwa arwah seseorang yang telah meninggal memiliki kekuatan untuk

mempengaruhi kehidupan orang-orang yang masih hidup. Karena itulah arwah

leluhur disembah dan dipuaskan dengan sesajian agar para leluhur memberkati dan

melindungi anak cucunya. Penghormatan kepada arwah leluhur ini dilakukan untuk

mengungkapan rasa syukur dan untuk memohon berkat. Kedua penghormatan leluhur

ini kemudian berkembang dan mendapatkan pengaruh dari ajaran Buddha, yaitu

Ullambana Sutra.

Adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu budaya yang sama

membuktikan bahwa suatu produk budaya yang muncul dan menyebar di satu

wilayah (dalam hal ini, Asia Timur) dapat mengalami perkembangan dan mengalami

perubahan yang disesuaikan dengan adat istiadat dan pola pikir masyarakat tempat

(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Metode Pendekatan ... 7

1.5 Organisasi Penulisan ... 10

BAB 2 SEJARAH DAN RITUAL O-BON ... 12

2.1 Pengertian O-bon ... 12

2.2 Sejarah O-bon dan Kisah Ullambana Sutra ... 13

2.2.1 Sejarah O-bon ... 13

2.2.2 Kisah Ullambana Sutra ... 16

2.3 Ritual dalam O-bon ... 21

    2.2.1 Ritual Persiapan O-bon (Bon-iri) ... 21

2.2.2 Ritual Pelaksanaan O-bon ... 24

2.2.3 Ritual Penutupan O-bon... 28

BAB 3 SEJARAH DAN RITUAL CIT GWEE PWA ... 31

3.1 Pengertian Cit Gwee Pwa ... 31

3.2 Sejarah Cit Gwee Pwa... 34

(15)

3.3.1 Pembukaan Pintu Neraka ... 36

3.3.2 Ritual Pada Saat Cit Gwee Ce It – Cit Gwee Cap Go... 37

3.3.3 Ritual Penutupan Pintu Neraka ... 41

BAB 4 PENGHORMATAN TERHADAP LELUHUR ... 42

4.1 Penghormatan Terhadap Leluhur di Jepang... 44

4.2 Penghormatan Terhadap Leluhur di China ... 56

BAB 5 PERBANDINGAN AKTIVITAS, KONSEP LELUHUR, DAN SEJARAH DALAM O-BON DAN CIT GWEE PWA... 63

5.1 Perbandingan Aktivitas dalam O-bon dan Cit Gwee Pwa ... 63

5.1.1 Penyalaan Api dan Penghanyutan Lampion ... 63

5.1.2 Penempatan Altar Leluhur ... 65

5.1.3 Persembahan Makanan, Minuman, dan Uang Kertas ... 66

5.1.4 Persembahan Bunga ... 69

5.1.5 Tari-tarian dan Hiburan di Tempat Terbuka ... 71

5.1.6 Objek Penghormatan... 72

5.2 Perbandingan Konsep Leluhur dalam O-bon dan Cit Gwee Pwa ... 76

5.3 Perbandingan Sejarah dalam O-bon dan Cit Gwee Pwa... 84

BAB 6 KESIMPULAN... 88

SINOPSIS

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

LAMPIRAN

Perayaan Ullambana Sutra di Vihara Tanda Bhakti, jalan Kelenteng, Bandung

9 Agustus 2010

(17)

Perayaan Ullambana Sutra di Rumah Penulis

(18)

Uang Neraka

Kimcua Buncua

(19)

仏 説 盂蘭盆経

西晋月氏 蔵竺法護 訳 う 聞い 。あ 時釈尊 舎衛

国 樹給孤独園 。目連 初 神通 得 養育

父 恩 報い 父 さ 世界 導 う 欲 。そ 不

思議 眼力 世界 見渡 ,亡 餓鬼 世界 落 飲

食 骨 皮 立 い う 状態 あ

見 。目連 哀 思い,鉢 飯 盛 送 。 鉢 得 ,

左手 鉢 覆い右手 飯 丸 食 う ,口 入 前 燃え

炭 い,食 。目連 い 泣 叫び

釈尊 走 行 事 次第 説 。釈尊 言わ 。 汝

罪 深 ,汝釈尊 言わ 。 汝 罪 深 ,汝一人 力 う

う い。汝 孝順 地 動 そう , 地 神,邪魔,外 ,

士,四 王 神々 さえ う う い。十方 僧 偉大 力

解脱 あ う。私 汝 救済 方法 説 ,

悩 罪障 除 う 。釈尊 目連 言わ 。 十方 僧

七月十五日 研修合宿 最終日 迎え 。そ 時,七世 父 現在

父 災 い 者 ,百味 食事 五種 果実 盆器

汲 そそ ,香油・蝋燭・敷物・臥具 世間 最高 そ え 盆

中 入 十方 大徳 僧 供養 さい。 さ 日 ,

聖者 山間 禅定 ,或い 四種 さ ,或い 樹木

静 歩 ,或い 種 神通力 自在 仏弟子 教化 ,或い 十地

菩薩 修行者 姿 え,人々 間 皆 心 一 施 食事 受

日 。清浄戒 保 聖者 徳 広 大 い。 研修合宿最

終日 僧 供養 ,現在 父 七世 父 , 種 親族

(20)

自在 。 父 健在 場合 福楽 百年 及び, 死亡

い 七世 父 生 わ ,自由 華光 生 ,無量

快楽 得 あ う 。そ 時釈尊 十方 僧 命 。 皆 施主

家 七代 父 ,禅定 心 正 後 食 受 さい。

盆器 受 時 , 仏塔 前 安置 ,僧 終え 食 受

さい そ 時,目連比丘 び大勢 菩薩 集団 皆大い 歓喜 ,目

連 悲 嘆 消え去 。そ 目連 即日

永い餓鬼 脱出 。そ 時目連 再び釈尊 質

問 。 現在 仏弟子 父 宝 功徳 力 蒙 。

僧 不思議 力 。 未来世 仏弟子 ,孝

順 者 う 盂蘭盆 現在 父 七世 父

救済さ う 。釈尊 言わ 。 大変 い質問 。私

さ 説 う 思 い 汝 今 質問 。善 人々 ,

え 比丘,比丘尼,国王, 子,王子,大臣,宰相, ,百官,万民,

庶民 い ,孝行 う者 皆現在 父 過去七世 父

七月十五日,仏 歓喜 日,僧 研修合宿最終日 百味 飲食

盂蘭盆 中 安置 十方 研修合宿終了 僧 施 さい。現在 父

い 寿命 百歳 無病 あ 一 悩 患い い う,

七世 父 い 餓鬼 界 生 極 い福

楽 得 う 念 い さい 。 

  釈尊 ,善 人々善 子女 告 。 い 仏弟子

孝順 者 さ 一刻一刻常 父 憶い七世 父 い

供養 さい。そ 年七月十五日 常 孝順 自 生

父 七世 父 い 憶い,盂蘭盆 作 仏 僧

(21)

仏弟子 教え 保 さい 。そ 時目連比丘 出家在家 男女

(22)
(23)

BIOGRAFI PENULIS

Data Diri

Nama Lengkap : Sherny Wijaya

Tempat Lahir : Bandung, Jawa Barat, Indonesia

Tanggal Lahir : 1 Agustus 1989

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Buddha

Status : Belum menikah

Telepon : (022) 603 6066/ 081 3211 80738

Alamat Tinggal : Jalan Andir Kompleks Lugina no. 9, Bandung, Jawa Barat,

Indonesia

Riwayat Pendidikan

2010-sekarang Akademi Bahasa Asing Internasional, Program D-3 Sastra

Jurusan Sastra Mandarin, Bandung

2007-sekarang Universitas Kristen Maranatha, Program S-1 Sastra Jurusan

Sastra Jepang, Bandung

2004-2007 SMAK 1 BPK Penabur Bandung

2001-2004 SLTPK 5 BPK Penabur Bandung

(24)

 

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sejak zaman Neolithikum Purba, negara-negara Asia Timur telah menganut

sistem pertanian yang kemudian berkembang kepada kultus pertanian, kultus astral,

dan kultus leluhur. Ketiga kultus ini dianggap merupakan suatu kesatuan tritunggal

yang harus dihormati guna mewujudkan keharmonisan di muka bumi. Hal ini

dinyatakan oleh Wiraatmaja,

Pada dasarnya anggapan bahwa susunan negara dan pemerintahan yang lahir... pada zaman lampau bersifat kosmis tidaklah salah. Dari peranan yang timbul dalam masyarakat petani.... dengan kultus kesuburannya, pemujaan terhadap langit, bumi, dan nenek moyang untuk mempertahankan dan memelihara harmoni antara kekuatan-kekuatan alam, melahirkan anggapan tentang hubungan konsisten antara tritunggal, yakni langit-bumi-manusia.

(Wiriaatmadja: 2003, 83)

Ketiga kultus tersebut kemudian saling mempengaruhi satu sama lain dan

berkembang menjadi suatu budaya yang berakar di masyarakat dan pada akhirnya

menjadi basis bagi ajaran dan agama-agama di Asia Timur (Tao, Kong Hu Chu,

Shinto, dan Buddha). Seiring dengan berjalannya waktu dan masuknya agama asing

dan kebudayaan-kebudayaan asing yang menjunjung tinggi teknologi dan akal sehat,

tradisi-tradisi lokal mulai mengalami kelunturan, namun kultus leluhur (disebut juga

(25)

 

dalam tradisi keluarga, terus dipegang teguh oleh mereka yang menghargai dan

menyadari bahwa ikatan darah tidak dapat diputuskan, bahkan oleh kematian

sekalipun1.

Di dalam kultus leluhur, kematian tidaklah dianggap sebagai akhir, namun

sebagai suatu kesinambungan yang terus menerus terjadi di dalam kehidupan

keluarga, karena itulah leluhur dipuja dan dihormati sebagai ‘mereka yang telah

memberikan segala sesuatunya kepada anggota keluarga lain yang masih hidup’.

Kultus leluhur dianggap sebagai suatu perwujudan bakti kepada arwah leluhur yang

telah menjadi sumber kehidupan dan pengetahuan bagi penerusnya. Penghormatan

kepada leluhur sesuai dengan pepatah China yang menyatakan bahwa “ketika kita

minum air, kita tidak melupakan sumbernya.” (Marcus, 2002:59)

Penghormatan kepada leluhur di kawasan Asia Timur, khususnya di Jepang

dan China diwujudkan melalui banyak media perayaan-ritual, salah satunya adalah

Perayaan Ullambana Sutra di Indonesia, yang dalam bahasa Jepang disebut sebagai

O-bon (御盆) atau Urabon (盂蘭盆), dan dalam bahasa Mandarin disebut Cit Gwee

Pwa (七月半)/ Yulan Jié / Cio Ko/ Qiyue ban/ Yulan pen atau sering disebut dengan

Festival of the Dead (perayaan bagi mereka yang telah meninggal). O-bon merupakan

perayaan bagi umat Buddha di Jepang yang dilaksanakan selama seminggu pada

pertengahan bulan Agustus dengan tujuan untuk menyambut arwah leluhur yang

datang mengunjungi sanak saudaranya yang masih hidup di dunia. Perayaan O-bon       

1 

(26)

 

dilakukan dengan membuat api penyambutan (迎

え火

) di depan rumah, menyajikan

sajian berupa bunga (盆花迎

ぼんば む

え) dan makanan (供物

くもつ

) di altar leluhur serta

mengadakan pembacaan sutra ( 経

ょう

), melakukan tarian bon (盆踊

ぼん

り) untuk

menyenangkan arwah leluhur, dan pada hari terakhir dilakukan penghanyutan

lampion (灯篭流

う う

し) di sungai untuk mengantarkan kepergian arwah leluhur kembali

ke alam baka (精霊送

せい い く

り).

Secara garis besar, o-bon memiliki kesamaan dengan perayaan cit gwee pwa

yang dilaksanakan oleh penganut ajaran Buddha di China, perayaan cit gwee pwa pun

dilakukan pada pertengahan bulan Agustus, dengan tujuan untuk menyenangkan

arwah leluhur, dan agar arwah kelaparan yang dilepas dari neraka tidak

mencelakakan manusia yang masih hidup. Perayaan ini dilakukan dengan

menggantung lampion untuk menyambut arwah (挂

g u à

bunga dan sesajian di altar leluhur dan altar di depan rumah (敬

jìng

membakar uang-uangan neraka (烧

shāo

pengadaan hiburan seperti tarian dan teater terbuka untuk menyenangkan arwah

(27)

 

penghanyutan lampion di sungai untuk mengantarkan kepulangan para arwah ke alam

baka.  

Selama berabad-abad, o-bon dan cit gwee pwa telah menjadi sarana

penghormatan leluhur bagi masyarakat, dan kedua perayaan berbeda negara ini jika

ditinjau dari segi fungsi, latar belakang sejarah agama, asal usul, dan objek

penghormatan, ternyata memiliki kesamaan. Maka dengan mengacu kepada

pernyataan Herbert Spencer dan Grant Ellen2 bahwa agama dan adat istiadat di suatu

wilayah jika dilihat secara ilmu sejarah mencakup sekelompok besar kepercayaan dan

tata cara yang sifatnya sangat berlainan coraknya namun memiliki fungsi yang sama,

nampaklah jelas bahwa kedua perayaan ini memiliki keterkaitan dalam hal fungsi dan

objek penghormatan, yaitu percaya, menyembah dan mengikuti kemauan roh

orang-orang yang sudah meninggal.

Namun sebagaimana Chun Jiang (2003) menyatakan bahwa akulturasi terjadi

antara budaya dan agama yang sebelumnya telah ada pada masyarakat setempat,

maka pada kedua perayaan yang berkembang di dalam agama Buddha ini tentunya

memiliki beberapa perbedaan akibat kebiasaan ritual yang berbeda, agama yang

sebelumnya telah ada, dan cara pandang masyarakat yang berbeda. Hal ini terlihat

jelas ritual dan konsep leluhur yang terkandung di dalam kedua perayaan tersebut.

Pada kesempatan ini, penulis bermaksud membandingkan dan mengungkap

persamaan dan faktor-faktor penyebab persamaan ritual, serta konsep leluhur di

       2 

(28)

 

dalam perayaan o-bon dan cit gwee pwa. Perlu ditekankan, bahwa di dalam penelitian

ini, penulis akan membahas dan membandingkan perayaan dan ritual o-bon di Jepang

dengan perayaan dan ritual cit gwee pwa yang dilakukan oleh penganut ajaran

Buddha di Indonesia, dan membatasinya di wilayah kota Bandung. Karena penelitian

ini berorientasi pada konsep penyembahan leluhur bangsa Jepang dan China, maka

untuk menghindari ambiguitas, maka perlu dijelaskan bahwa penulis melakukan

penelitian terhadap ritual cit gwee pwa dengan mengacu pada perayaan yang

dilakukan di Bandung, dan dikhususkan hanya kepada komunitas keturunan

Tionghoa penganut agama Buddha. Konsep-konsep pemikiran berkenaan dengan

perayaan tersebut diambil dan dianalisis dengan mengacu pada konsep pemikiran

masyarakat China.

Alasan mengapa penulis memilih objek penelitian o-bon dan cit gwee pwa,

adalah karena selain cit gwee pwa dekat dengan kehidupan dan budaya keluarga

penulis, juga karena penulis ingin mengetahui lebih dalam makna dan ritual kedua

perayaan tersebut. Terlebih dari itu, alasan mengapa penulis memutuskan untuk

membahas mengenai konsep leluhur yang terkandung di dalam kedua ritual tersebut,

adalah karena sudah mulai berkurangnya kesadaran masyarakat akan ritual

penghormatan kepada arwah leluhur yang diakibatkan oleh masuknya kebudayaan

asing, globalisasi, dan perubahan pola pikir masyarakat yang menjunjung tinggi akal

(29)

 

Meskipun ritual ini masih dilaksanakan dengan sungguh-sungguh oleh

generasi tua, partisipasi dan kesadaran generasi muda terhadap makna sebenarnya

dari ritual ini sudah mulai menipis, ritual seperti ini lama kelamaan dilaksanakan

hanya sebagai kebiasaan belaka. Di dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui

makna dan tujuan sebenarnya dari penghormatan leluhur dan ritual yang selama

beratus-ratus tahun telah dilaksanakan, serta membandingkan dua konsep leluhur,

yakni konsep leluhur di Jepang dan China.

1.2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan objek kajian yang dibahas, maka penulis membatasi

masalah-masalah yang ada sebagai berikut:

1. Persamaan seperti apa yang ada dalam hal fungsi ritual, dan objek

penghormatan perayaan o-bon yang dilakukan di Jepang, dengan perayaan

cit gwee pwa yang dilakukan oleh komunitas keturunan Tionghoa

penganut ajaran Buddha di kota Bandung, Indonesia?

2. Jika dikaitkan dengan unsur sejarah, apa yang menyebabkan adanya

persamaan di dalam perayaan o-bon dan cit gwee pwa?

3. Bagaimana konsep leluhur dalam kedua perayaan tersebut?

1.3 Tujuan Penelitian

(30)

 

1. Mendeskripsikan dan membandingkan perayaan o-bon yang dilakukan di

Jepang dan cit gwee pwa yang dilakukan oleh komunitas keturunan Tionghoa

penganut ajaran Buddha di kota Bandung, Indonesia.

2. Memahami penyebab persamaan dalam perayaan o-bon dan cit gwee pwa

ditinjau dari faktor sejarah.

3. Mengetahui persamaan dan perbedaan konsep leluhur di dalam kedua

perayaan tersebut.

1.4 Metode Pendekatan

Untuk memecahkan masalah yang dibahas di dalam penelitian ini, penulis

menggunakan metode deskriptif-komparatif. Untuk memahami mengenai metode ini,

maka perlu diketahui bahwa pengertian dari ‘metode deskriptif’ itu sendiri adalah

meneliti suatu objek, sistem pemikiran, peristiwa atau kondisi yang ada dengan

tujuan membuat gambaran mengenai suatu hal dengan kehendak untuk mengadakan

akumulasi data dasar. Nazir (1983) mengutip pernyataan Whitney bahwa metode

deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat untuk mempelajari

masalah kemasyarakatan yang mencakup hubungan, kegiatan, sikap, pandangan, serta

proses yang terdapat di dalam sebuah fenomena3.

Metode deskriptif menurut Heidenheimer dilakukan untuk menjawab

permasalah mengenai apa, siapa, dan seperti apa objek yang diteliti. Dengan

       3 

(31)

 

mengunakan metode ini, penulis tidak hanya memberikan gambaran terhadap

fenomena-fenomena, tetapi juga menerangkan, serta mendapatkan makna dan

implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan.

Menurut Nazir, metode deskriptif terbagi atas metode survei, metode

deskriptif-berkesinambungan, metode studi kasus, metode analisa, metode tindakan,

dan metode komparatif. Nazir menyatakan bahwa metode

deskriptif-komparatif merupakan sejenis penelitian desktiptif yang ingin mencari jawaban

secara mendasar tentang sebab akibat dengan menganalisis faktor-faktor penyebab

terjadinya atau munculnya suatu fenomena tertentu. Metode ini dapat digunakan

untuk menyelidiki hubungan sebab akibat dari dua objek yang memiliki kesamaan

sehingga dapat dilakukan estimasi terhadap parameter hubungan kausal.

Langkah-langkah penelitian deskriptif-komparatif menurut Nazir dilakukan

dengan:

a. Merumuskan dan mendefinisikan masalah,

b. Menjajaki dan meneliti litelatur yang ada,

c. Merumuskan kerangka teoritis dan hipotesa-hipotesa serta

asumsi-asumsi yang dipakai,

d. Membuat rancangan penelitian,

e. Menguji hipotesa, membuat intepretasi terhadap hubungan dengan

teknis yang tepat,

(32)

 

g. Menyusun laporan dengan cara penulisan ilmiah.

Penelitian komparatif dapat dilakukan dengan memperbandingkan dua hal

yang serupa namun berasal dari negara yang berbeda, seperti produk budaya yang

memiliki kemiripan atau hal-hal spesial yang terdapat di dalamnya4. David Kaplan5

menekankan bahwa penelitian terhadap dua kebudayaan dapat dilakukan pada dua

negara yang berada di dalam wilayah yang sama, dan dengan menggunakan teori

komparatif, penelitian dilakukan dengan memperhatikan persamaan dan perbedaan

dalam suatu fenomena melalui latar belakang budaya, memastikan kemiripan bentuk

di dalamnya, hal ini diperkuat oleh Stansislav Andreski mengenai teori perbandingan

dua budaya yang dilakukan dengan memusatkan perhatian dalam ciri penting penentu

di dalamnya. Maka dengan mengacu kepada teori ini, penelitian difokuskan hanya

kepada beberapa aspek yang akan dijadikan perbandingan.

Heidenheimer6 menyatakan bahwa penelitian komparatif bertolak dari dua

hal, yakni wilayah dan waktu. Penelitian komparatif berdasarkan wilayah dapat

dilakukan pada objek penelitian yang memiliki kemiripan namun berasal dari wilayah

atau negara yang berbeda, sedangkan penelitian komparatif berdasarkan waktu

melibatkan objek penelitian yang berada di dalam batasan waktu tertentu, yakni di

dalam satu masa yang sama, atau berada pada batasan waktu yang berbeda. Melalui

      

4

http://www2.uiah.fi/projects/metodi  5

Kaplan, David. 2002. Teori Budaya.  6

(33)

 

10 

pernyataan ini, maka sehubungan dengan penelitian yang dilakukan, maka penulis

mengkomparasikan objek penelitian berdasarkan wilayah negara yang berbeda.

Pengumpulan data dilakukan dengan penelaahan kepustakaan dan pengolahan

data dari internet. Pengumpulan data berupa data sekunder dilakukan untuk

memperoleh landasan teoritis dalam melakukan analisis terhadap objek yang diteliti.

1.5 Organisasi Penulisan

BAB 1 PENDAHULUAN: pada bab satu ini, akan dibahas mengenai latar

belakang penelitian, tujuan penelitian, pendekatan yang dipergunakan, serta

organisasi penulisan.

BAB 2 PENGERTIAN, SEJARAH, DAN RITUAL O-BON: pada bab kedua

ini, dengan mengacu kepada sumber-sumber data, penulis akan membahas mengenai

pengertian, sejarah, dan ritual O-bon yang dilakukan di Jepang.

BAB 3 PENGERTIAN, SEJARAH, DAN RITUAL CIT GWEE PWA: pada

bab ketiga ini, dengan mengacu kepada sumber-sumber data, penulis akan membahas

mengenai pengertian, sejarah, dan ritual cit gwee pwa yang dilakukan oleh komunitas

keturunan Tionghoa pemeluk agama Buddha di kota Bandung, Indonesia.

BAB 4 PENGHORMATAN TERHADAP LELUHUR: pada bab keempat, ini

dengan mengacu kepada sumber-sumber data, penulis akan membahas mengenai

(34)

 

11 

BAB 5 PERBANDINGAN AKTIVITAS, KONSEP LELUHR, DAN

SEJARAH DALAM O-BON DAN CIT GWEE PWA : pada bab ketiga ini, penulis

akan membandingkan aktivitas yang dilakukan dalam perayaan o-bon dan cit gwee

pwa, konsep leluhur di dalamnya, serta penyebab persamaan di dalam kedua perayaan

tersebut berdasarkan faktor sejarah, dengan mengacu kepada bab kedua, ketiga, dan

keempat.

BAB 6 KESIMPULAN: pada bab terakhir ini, penulis akan menyimpulkan

(35)

88 

BAB 6

KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai

perbandingan antara o-bon dan cit gwee pwa, maka dapat disimpulkan dalam

beberapa poin berikut:

1. Aktivitas dalam o-bon dan cit gwee pwa memiliki kesamaan, khususnya dalam

hal penyalaan dan pelarungan api (lampion), persembahan, dan tari-tarian.

Meskipun cara penyajian dan kebiasaannya berbeda, namun keduanya memiliki

dasar pemikiran yang sama.

2. Objek penghormatan dalam kedua perayaan sama, yaitu arwah leluhur yang telah

meninggal.

3. Penempatan altar leluhur dalam o-bon dan cit gwee pwa memiliki perbedaan, hal

ini dilatarbelakangi oleh pemikiran yang berbeda mengenai arwah leluhur. Di

Jepang, arwah leluhur yang baik dan yang jahat dapat menjadi dewa pelindung,

sedangkan di China, arwah leluhur yang jahat dapat menjadi setan jahat (gui).

4. Baik di Jepang maupun di China, pengertian mengenai leluhur terkonsep dari

tokoh dalam kisah mitologis mengenai pembentukan masing-masing negara,

Jepang dengan kisah mengenai Izanami dan Izanagi, dan China dengan kisah

(36)

89 

5. Batasan mengenai leluhur di Jepang dan China memiliki kesamaan, yaitu

pendahulu yang masih memiliki garis darah yang sama, dan keturunan setelahnya,

6. Konsep mengenai jiwa di Jepang dan di China memiliki kesamaan, keduanya

mempercayai bahwa jiwa seseorang yang telah meninggal akan terbagi menjadi

beberapa bagian, dan masing-masing akan menuju ke tempat-tempat yang

berbeda,

7. Keduanya beranggapan bahwa arwah dapat menjadi dewa, namun ada sedikit

perbedaan di dalam pemikirannya. Di Jepang, arwah seseorang dapat menjadi

dewa setelah mengalami upacara-upacara dan telah melewati selang waktu

tertentu (disucikan, dan ingatan anggota keluarga tentang mereka sudah tidak ada),

di China, arwah manusia dapat terlahir menjadi dewa jika amal perbuatan baik

mereka sempurna.

8. Di Jepang, arwah yang telah menjadi dewa tidak bisa lahir kembali, sedangkan di

China, arwah yang telah menjadi dewa dapat terlahir kembali.

9. Keduanya beranggapan bahwa arwah, sebagaimana manusia yang masih hidup,

membutuhkan makanan untuk bertahan hidup.

10.Keduanya mempercayai adanya kehidupan dan dunia setelah kematian. Di Jepang,

dunia setelah kematian digambarkan sebagai suatu dunia tersembunyi yang tidak

dapat dijangkau oleh manusia, sedangkan di China, dunia setelah kematian berupa

(37)

90 

11.O-bon dan cit gwee pwa memiliki dasar pemikiran yang sama. Jepang dan China

mempercayai bahwa arwah seseorang yang telah meninggal memiliki kekuatan

untuk mempengaruhi kehidupan orang-orang yang masih hidup. Karena itulah

arwah leluhur disembah dan dipuaskan dengan sesajian agar para leluhur

memberkati dan melindungi anak cucunya.

12.O-bon dan cit gwee pwa memiliki sejarah yang hampir sama. Kedua perayaan

dilakukan untuk menyembah arwah dengan tujuan yang sama, yaitu untuk

mengungkapan rasa syukur dan untuk memohon berkat, dan pada akhirnya

bersinkretisme dengan ajaran Buddha.

13.Karena China dan Jepang berada dalam satu wilayah yang sama. Adanya iklim

dan fenomena alam yang sama memacu terbentuknya pola pikir masyarakat yang

hampir sama. Perubahan musim, kegagalan dan keberhasilan panen, bencana, dan

lain sebagainya, menimbulkan pemikiran mengenai adanya kekuatan-kekuatan

luar biasa yang mampu mengendalikan kehidupan manusia. Kekuatan-kekuatan

ini disembah dan dipersonifikasikan sebagai dewa, dan pemimpin atau kepala

suku dianggap sebagai jelmaan dewa atau putra dewa (di China disebut Tian zi

tiān

, di Jepang disebut Tennou 天皇 てんのう

). Kemudian, dengan adanya hubungan

perdagangan dan penyebaran ajaran agama, kedua negara ini saling

mempengaruhi dalam hal budaya, susunan pemerintahan, bahasa, dan lain

(38)

91 

14.Di dalam kedua perayaan ini, sama-sama dikenal istilah setan kelaparan (segaki

atau gui). Pemikiran mengenai adanya setan kelaparan telah ada sejak zaman

dahulu, namun yang membedakan adalah, bahwa di Jepang, arwah yang jahat

maupun yang baik dapat menjadi kami, sedangkan di China, arwah yang jahat

akan memperoleh penghukuman di dunia bawah.

15.Kedua waktu perayaan dipengaruhi oleh waktu perubahan musim, ajaran Tao, dan

ajaran Buddha mengenai Ullambana Sutra serta hari pravarana.

Melalui penelitian ini, dapat dipahami pula bahwa suatu kebudayaan yang

berkembang di dalam satu wilayah yang sama (dalam hal ini, produk budaya yang

dimaksud adalah o-bon dan cit gwee pwa di wilayah Asia Timur), dapat mengalami

perkembangan dan perubahan yang disesuaikan dengan kebiasaan dan pola pikir

masyarakat tempat budaya itu menyebar. Hal ini membuktikan bahwa budaya

merupakan sesuatu yang dinamis, dan terus menerus mengalami perkembangan dari

masa ke masa. Berakulturasinya suatu unsur budaya dengan budaya lain merupakan

suatu wujud koeksistensi agar suatu budaya dapat bertahan dalam perubahan yang

terjadi di masyarakat. Perubahan, perkembangan, dan bertahannya suatu kebudayaan

dalam menghadapi perkembangan zaman menjadi bukti kokohnya kepedulian suatu

bangsa terhadap budaya yang telah membentuk dan memberikan kepribadian kepada

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Aijmer, G. 1968. A Structural Approach to Chinese Ancestor Worship dalam

Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 124. no: 1, Leiden, 91-98.

AS. Marcus. 2002. Hari-Hari Raya Tionghoa. Jakarta: Penerbit Suara Harapan

Bangsa

Bellah, Robert. N. 1985. Religi Tokugawa dan Akar-Akar Budaya Jepang

(terjemahan). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Bramble, P. Sean. 2005. Japan Culture Shock! A Survival Guide to Customs and

Etiquette. Singapore: Marshall Cavendish International (Asia) Private Limited.

Chunjiang, Fu. 2003. Gateway to Japanese Culture. Singapore: Asiapac Books Pte,

Ltd.

Doerner, David L. 1977. Comparative Analysis of Life after Death in Folk Shinto and

Christianity. Japanese Journal of Religious Studies 412 -3 June-September

1977.

Gakuseisha. 2002. 日本 にほ

、 日本 にほ

そ の 姿 た

と 心 こころ

. Jepang: Nippon Steel Human

Resources Pev. Co. Ltd.

Gillespie, John K; Yoichi Sugiura. 2004. A Bilingual Handbook on Japanese Culture.

Japan: ツメ社株式会社

ゃ ぶ い ゃ

.

Hearn, Lafcadio. 1904. Japan: An Attempt At Interpretation. New York: The

(40)

Hikaru, Suzuki. 2003. The Japanese Way of Death. dalam Handbook of Death and

Dying edisi 2, oleh Clifton D. Bryant. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Kaplan, David. 2002. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ke, LJ. 2002. In Search of the Real China. Singapore: Pepper Publications, Ptl. Ltd.

Ming, Chou. 1994. Mengenal Beberapa Aspek Filsafat Konfusianisme, Taoisme, dan

Buddhisme. Jakarta: Penerbit Sasana.

Ministry of Foreign Affairs. 1988. Japan’s Cultural History – A Perspective –. Japan:

Ministry of Foreign Affairs.

Mizutani, Osamu; Mizue Sasaki, Hideo Hosokawa, Yutaka Ikeda. 1995. 日本事情

に ほ ょ う

ン ボーク. Tokyo: 大 修 館 書 店

たい ゅう ょて

.

Muhadjir, Noeng. 1998. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Nakane, Chie. 1970. Japanese Society. London, England: University of California

Press, Ltd.

Plath, David.W. 1964. Where the Family of God Is the Family: The Role of the Dead

in Japanese Households. Dalam American Anthropologist edisi 66.

Pye, Michael. 2007. Japanese Ancestor Veneration in Comparative Perspective.

(41)

Reader, Ian; Esben Andrearsen, Finn Stefanson. 1993. Japanese Religions Past and

Present. Jepang: Japan Library.

Bush, Richard C. 1977. The Story of Religion in China. Niles, IL: Argus

Communication.

Subana, M, Sudrajat. S. 2001. Dasar-Dasar Penelitian Ilmiah. Bandung: CV Pustaka

Setia.

Surakhmad, Winarno. 1998. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Penerbit Tarsito.

Takei, Naoki; Makoto Sakano. 2001. Japanese Culture. Jepang: ASK. Co. Ltd.

Tanaka, Yoshio. 1997. 日本 にほ

タテヨコ. Tokyo: Gakken Co. Ltd.

Taniputera, Ivan. 2008. History of China. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Teiser, Stephen F. 1986. Ghost and Ancestors in Medieval Chinese Religion: The

Yulan Pen Festival as Mortuary Ritual. Chicago: The University of Chicago

Press.

Tim Penerjemah Ci Hua Thang. Kitab Melawat Ke Alam Neraka (terjemahan). 2005.

Semarang: Yayasan Dharma Abadi.

Tobing, Ekayani. 2006. Keluarga Tradisional Jepang. Depok: Iluni KWJ, Kampus UI

(42)

Wai Yin, Chow. 2002. Religious Narrative and Ritual in a Metropolis: A Study of the

Taoist Ghost Festival in Hong Kong. Dalam Inter-Religio Magazine No. 41.

Hong Kong.

Wiriaatmadja, Rochiati; Dasuki, Dadan Wilda. 2003. Sejarah Peradaban China:

Analisis Filosofis-Historis dan Sosio-Antropologis. Bandung: Penerbit

Humaniora.

Yamakage, Motohisa. 2000. Essence of Shinto. Japan: Kodansha.

Yutaka, Tazawa. 1988. Japan’s Cultural History a Perspective. Japan: Ministry of

Foreign Affairs.

ZM, Hidajat. 1993. Masyarakat dan Kebudayaan China Indonesia. Bandung: Penerbit

Tarsito.

2009

http://kyoto-brand.com/index.php

Bina Nusantara. Qing Ming Jie & Zhongyuan Jie. 2007.

http://74.125.153.132/search?q=cache:VmZFQj7tNNAJ:repository.binus.ac.id

/content/E1112/E111218848.ppt+penghormatan+nenek+moyang+china&cd=

(43)

Asian Topics on Asia for Educators. Settling te Dead: Funerals, Memorials, and

Beliefs Concerning the Afterlife.

http://afe.easia.columbia.edu/cosmos/prb/journey.htm. Diakses Januari 2010.

Addison, James Thayer. Chinese Ancestor Worship. 1925.

http://anglicanhistory.org/asia/china/addison_ancestor1925/03.html. Diakses

Januari 2010.

Panjaitan, Duaman. Fungsi-Fungsi Penyembahan Nenek Moyang.

http://batakpos-online.com/content/view/50/1/. Diakses Januari 2010.

Ancestor Worship: Oracle Bones . http://china.mrdonn.org/oraclebones.html. Diakses

Januari 2010.

http://community.siutao.com/archive/index.php/t-467.html. Diakses Januari 2010.

http://eos.kokugakuin.ac.jp/pictorialguide/. Diakses Desember 2009.

http://family.jrank.org/pages/85/Ancestor-Worship-Ancestor-Worship-in-Japan.html.

Diakses Maret 2010.

http://findarticles.com/p/articles/mi_hb3284/is_281_73/ai_n28741336/. Diakses

Desember 2009.

http://japanese-history.suite101.com/article.cfm/early_japanese_religion. Diakses

(44)

http://misi.sabda.org/book/export/html/1992. Diakses Januari 2010.

http://pascal.iseg.utl.pt/~cesa/Three%20Confucian%20Values.pdf. Diakses Maret

2010.

http://query.nytimes.com/mem/archive-free/pdf?_r=1&res=9400E1D71130EE3ABC4D53DFB4668389639EDE.

Diakses Desember 2009.

http://sites.google.com/a/saumimansaud.org/www/kematian. Diakses Januari 2010.

http://staff.jccc.net/THOARE/shinto.htm. Diakses Januari 2010.

http://taoist-beliefs.suite101.com/article.cfm/taoist_ancestor_worship. Diakses Maret

2010.

http://www.asia.si.edu/exhibitions/online/teen/altar.htm. Diakses Maret 2010.

http://www.ccg.org/indonesian/s/b7_8.html. Diakses Februari 2010.

http://www.csuchico.edu/~cheinz/syllabi/asst001/spring99/petrick/Petrick.html.

Diakses Februari 2010.

http://www.globaled.org/chinaproject/religion.html. Diakses Februari 2010.

http://heinonline.org/HOL/LandingPage?collection=journals&handle=hein.journals/j

(45)

http://www.helium.com/items/1522150-the-history-of-ancestral-worship-in-asia.

Diakses Desember 2009.

http://www.knowbuddhism.info/2009/02/buddhism-beliefs-nature-and-ancestor.html.

Diakses Desember 2009.

http://www.knowbuddhism.info/2009/02/three-religions-confucianism-taoism-and.html. Diakses Desember 2009.

http://www.ladangtuhan.com/komunitas/politik-sejarah/masalah-cina-1/. Diakses

November 2009.

http://www.lowchensaustralia.com/names/godsjapanese.htm. Diakses Januari 2010.

http://www.mythencyclopedia.com/Iz-Le/Japanese-Mythology.html. Diakses

Februari 2010.

http://www.orient-tours.nl/2vietnaminsights/religion/confuc_2.html. Diakses Februari

2010.

http://www.pantheon.org/articles/u/ujigami.html. Diakses Januari 2010.

http://www.ralphmag.org/AX/new.html. Diakses Maret 2010.

http://www.religionfacts.com/chinese_religion/history.htm. Diakses Januari 2010.

(46)

http://www.sacred-texts.com/shi/jai/jai19.htm. Diakses Januari 2010.

http://www.wihara.com/forum/taoisme/6182-sembahyang-rebutan.html. Diakses

Januari 2010.

http://www.ancientchina.co.uk/staff/resources/background/bg12/home.htm. Diakses

Januari 2010.

http://www.religionfacts.com/chinese_religion/practices/ancestor_worship.htm.

Diakses Januari 2010.

http://www.encyclopedia.com/doc/1G2-3424300034.html. Diakses Januari 2010.

http://www.thepanamanews.com/pn/v_08/issue_07/community_01.html. Diakses

Januari 2010.

http://www.authorama.com/ancient-china-simplified-13.html. Diakses Januari 2010.

http://www.nationsonline.org/oneworld/Chinese_Customs/taoism_ancestor_worship.

htm. Diakses Januari 2010.

http://www.chinesefortunecalendar.com/CLC/OracleBone.htm. Diakses Januari 2010.

http://www2.kanawa.com/japan/religion.html. Diakses Januari 2010.

http://www.kosei-shuppan.co.jp/english/text/mag/2007/07_789_2.html. Diakses

(47)

http://www.bukisa.com/articles/161023_the-concept-of-wen-in-chinese-ancestral-worship. Diakses Januari 2010.

http://www.questia.com/googleScholar.qst?docId=5000324827. Diakses Januari 2010.

http://www.ibiblio.org/chinesehistory/contents/02cul/c05s05.html. Diakses Januari

2010.

http://www.bcsfweb.org/Obon3.html. Diakses Januari 2010.

http://www.rumela.com/events/obon_festival_japan.htm. Diakses Januari 2010.

http://mothra.rerf.or.jp/ENG/Hiroshima/Festivals/50.html. Diakses Januari 2010.

http://www.allsands.com/history/events/japanesefestiva_rwb_gn.htm. Diakses Januari

2010.

http://jacul.blogspot.com/2006/11/history-obon.html. Diakses Januari 2010.

http://www.sacred-texts.com/shi/jai/jai04.htm. Diakses Januari 2010.

http://www.tokyotopia.com/hanabi.html. Diakses Maret 2010.

http://sites.asiasociety.org/arts/mongolia/buddha.html. Diakses Maret 2010.

(48)

http://www.chinesefortunecalendar.com/ChineseNewYear/Chinese_Hell.htm.

Diakses Februari 2010.

http://www.world-mysteries.com/sci_3_1.htm. Diakses Desember 2009.

http://www.deathreference.com/Ce-Da/Chinese-Beliefs.html. Diakses Maret 2010.

http://www.urbandharma.org/udharma5/viewdeath.html. Diakses Januari 2010.

http://death.findyourfate.com/life-after-death/buddhism.htm. Diakses Desember 2009.

http://www.near-death.com/experiences/buddhism04.html. Diakses Desember 2009.

http://everydaysaholiday.org/obon/. Diakses Desember 2009.

http://m.lang-8.com/8096/journals/19828. Diakses Februari 2010.

http://www.buddhistchannel.tv/index.php?id=65,1439,0,0,1,0. Diakses Februari 2010.

http://www.kyotoguide.com/ver2/thismonth/event-august.htm. Diakses Januari 2010.

http://www.shingon.org/library/archive/Obon.htm. Diakses Februari 2010.

http://74.125.153.132/search?q=cache:vSpqRdyXhAJ:www.teacher.org.cn/doc/ucedu

200910/ucedu20091007.pdf+culture+comparison+theory&cd=4&hl=en&ct=c

(49)

http://74.125.153.132/search?q=cache:d2b_h0RoH8wJ:bluwiki.com/images/f/fe/Secti

on_3_Notes.doc+culture+comparison+theory&cd=7&hl=en&ct=clnk&gl=id&client=

firefox. Diakses Februari 2010.

http://raf1816phyboy.blogspot.com/2010/02/dinamika-sosial-budaya.html. Diakses

Maret 2010.

http://www.shindharmanet.com/writings/obon5.htm. Diakses Januari 2010.

http://unesaprodijepang.wordpress.com/%E5%86%99%E7%9C%9F/page/2/. Diakses

Januari 2010.

http://umakueisa.multiply.com/journal/item/43/BON_ODORI_TAIKO_OKINAWA_

EISA. Diakses April 2010.

http://www.aszc.org/ceremonies/Obon.html. Diakses Maret 2010.

http://www.genbriand.com.ar/shinto_english.htm. Diakses Januari 2010.

http://www.sacred-texts.com/index.htm. Diakses Januari 2010.

http://bama.ua.edu/~emartin/publications/mkarticl.htm. Diakses Januari 2010.

http://people.brandeis.edu/~eschatt/ImmortalWishes/kuyo.html. Diakses Januari 2010.

(50)

http://74.125.153.132/search?q=cache:9cMr1ImlYhAJ:www.nanzan-

u.ac.jp/SHUBUNKEN/publications/jjrs/pdf/CRJ-214.PDF+ujigami+shinko&cd=10&hl=en&ct=clnk&gl=id&client=firefoxrap

an, Jakarta. Diakses Desember 2009.

http://www.japan-guide.com/e/e2286.html. Diakses Januari 2010.

http://www.apollo13art.com/National/design1/lectures/contrast/contrast1.html.

Diakses Januari 2010.

http://www.wihara.com/forum/tri-dharma/2402-sembahyang-qiyue-ban.html. Diakses

Maret 2010.

http://diiru.ngeblogs.com/2009/11/11/kebudayaan-jepang/. Diakses Maret 2010.

http://www.akemapa.com/page/8/. Diakses Februari 2010.

http://74.125.153.132/search?q=cache:VmZFQj7tNNAJ:repository.binus.ac.id/conten

t/E1112/E111218848.ppt+%E9%AC%BC%E6%9C%88&cd=5&hl=en&ct=cl

nk&gl=id&client=firefox. Diakses Maret 2010.

Referensi

Dokumen terkait

Alur pembiayaan murabahab dari teori dengan aplikasi dilapangan Seperti yang di sampaikan Bapak Yusron selaku Financing Analyst pembiayaan murabahah dalam Kredit Pemilikan Rumah

The geological maps, including lineament, lithology and landform for all states in Malaysia were produced from the image processing techniques implemented to Landsat TM images

Segala biaya yang timbul sebagai akibat ditetapkannya Keputusan ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Lombok Barat pada Dinas Pemuda

[r]

Dengan terpasangnya add-ons tambahan ini, firefox bisa dimanfaatkan untuk banyak keperluan seperti melakukan analisis halaman web yang sedang dibuka, mempermudah

Setelah peneliti melakukan penelitian, solusi yang dapat peneliti ambil dalam masalah pelaporan data morbiditas pasien rawat inap adalah meningkatkan kedisiplinan

datang, jumlah setiap stadia perkembangan pupa, imago1, imago2 pada 4 kali pengambilan sampel diatas menunjukan jumlah populasi Orycetes rhinoceros yang akan

tingkat akurasi sebelum penggunaan eMAR dengan Bar Coding sebesar 86,5% dan keakuratannya meningkat setelah menggunakan eMAR dengan Bar Coding sebesar 97% (2) Bar