• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada Rumah Sakit X.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada Rumah Sakit X."

Copied!
88
0
0

Teks penuh

(1)

INTISARI

Diltiazem termasuk zat penghambat kanal kalsium dan merupakan obat yang digunakan untuk terapi hipertensi dan angina pektoris. Uji kualitas sediaan racikan pulveres perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan, dan kadar air.

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif. Keragaman bobot pulveres diuji dengan menimbang isi pulveres pada tiap bungkus menggunakan neraca analitik. Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan menetapkan kadar tiap bungkus pulveres menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan fase gerak metanol : air (80:20) pada pH 4 ± 0,5. Uji kadar air dilakukan dengan menghitung nilai persen moisture content menggunakan moisture analyzer pada suhu 120˚C selama 90 detik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulveres dengan zat aktif diltiazem yang diracik di rumah sakit X memiliki bobot dan kandungan yang tidak seragam, namun telah memenuhi kriteria kadar air yang disyaratkan. Terdapat 14 dari 30 sampel pulveres yang memiliki bobot di luar rentang yang disyaratkan dan memiliki nilai koefisien variasi untuk tiga kali pengambilan sampel sebesar 19,92%; 11,11%; dan 12,04%. Uji keseragaman kandungan menunjukkan bahwa terdapat enam dari sembilan sampel pulveres yang memiliki kandungan di luar rentang yang disyaratkan.

(2)

ABSTRACT

Diltiazem is a calcium channel inhibitor and used to treat hypertension and angina pectoris. The quality test of pulveres require to ensure quality and safety of the product. The aim of this research were to determine the quality of pulveres dosage forms with diltiazem as active ingredient in X hospital related to weight variation, content uniformity, and dryness.

This research was non-experimental descriptive. Variation weight of pulveres was tested by weighing the content of each units by analytical balance. Content uniformity test was analyzed by determine content of each units using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with mobile phase methanol : water (80:20) at pH 4 ± 0,5. Dry parameter was tested by calculating the precent moisture content using moisture analyzer on temperature 120˚C for 90 seconds.

This result showed that pulveres in X hospital were not have weight uniformity and content uniformity, but fulfilled moisture content criteria. There were 14 of 30 units out of weight range and has coefficient variation (CV) value for three times sampling were 19,92%; 11,11%; and 12,04%. Content uniformity test showed that six of nine units pulveres did not meet the requirements content range criteria.

(3)

UJI KUALITAS SEDIAAN RACIKAN PULVERES DENGAN ZAT AKTIF

DILTIAZEM PADA RUMAH SAKIT X

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Wirna Niki Suprobo

NIM : 118114183

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

UJI KUALITAS SEDIAAN RACIKAN PULVERES DENGAN ZAT AKTIF

DILTIAZEM PADA RUMAH SAKIT X

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Wirna Niki Suprobo

NIM : 118114183

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

Halaman Persembahan

(8)
(9)
(10)

vii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

segala berkat, rahmat, dan karunia-Nya yang begitu besar kepada penulis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Kualitas Sediaan

Racikan Pulveres dengan Zat Aktif Diltiazem pada Rumah Sakit X” sebagai salah

satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

bantuan, kritik, saran dan bimbingan dari banyak pihak. Penulis mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Seluruh staff Instalasi Farmasi Rumah Sakit X yang telah bersedia

bekerjasama dalam melakukan penelitian ini.

2. P.T. Rama Emerald Multi Sukses yang telah bersedia memberikan

working standard diltiazem yang digunakan dalam skripsi ini.

3. Ibu Dr. Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing utama

yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, masukan,

pengarahan, dukungan, semangat, kritik, serta saran selama penelitian

maupun penyusunan skripsi.

4. Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku dosen pembimbing

pendamping yang dengan penuh kesabaran memberikan masukan,

pengarahan, dukungan, semangat, kritik, serta saran selama penelitian

(11)

viii

5. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun skripsi ini.

6. Ibu Dita Maria Virginia, S. Farm., Apt., M.Sc. selaku dosen penguji yang

telah memberikan bimbingan, saran, dan kritik yang membangun skripsi

ini.

7. Mas Bimo, Pak Mus, Mas Agung, Pak Ketul, dan Mas Darto selaku

karyawan dan staff laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah membantu penulis dalam pengerjaan penelitian di

laboratorium.

8. Seluruh Dosen dan Karyawan Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma yang telah memberikan ilmu, bimbingan, pengarahan,

pengalaman, dan masukan selama perkuliahan.

9. Bapak dan Ibu tercinta yang tidak pernah berhenti memberikan doa,

dukungan, dan semangat dalam hidupku.

10.Adik-adikku, yang tidak pernah berhenti mendoakan, memberi semangat,

serta memberikan keceriaan dalam hidupku.

11.Satrio sebagai teman, sahabat, dan rekan kerja dalam penelitian skripsi ini.

Terima kasih atas kerjasama, kesabaran, kepercayaan, keceriaan,

semangat, dan kebersamaannya selama ini.

12.Tante, Mita, Imo, Mba Get, Devina, dan Risda sebagai sahabat dan teman

sepermainan yang selalu memberi canda, semangat, kritik, dan saran yang

(12)

ix

13.Teman-teman angkatan 2011 yang bersama-sama berjuang dan mengisi

sebagian cerita hidupku, terimakasih atas kebersamaan, keceriaan, dan

bantuannya selama perkuliahan.

14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas segala

bantuan, semangat, dan doa yang diberikan kepada penulis dari awal

penelitian hingga diselesaikannya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian dan

penulisan skripsi ini karena keterbatasan wawasan dan kemampuan. Penulis

dengan senang hati menerima kritik dan saran baik dari semua pihak dan berharap

semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca, masyarakat, dan majunya ilmu

pengetahuan farmasi.

Yogyakarta, 29 Mei 2015

(13)

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

ABSTRACT ... xvii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 4

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6

(14)

xi

B. Diltiazem ... 7

C. Uji Keragaman Bobot ... 7

D. Uji Keseragaman Kandungan ... 8

E. Uji Kadar Air ... 9

F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi ... 10

G. Validasi Metode Analisis ... 14

H. Keterangan Empiris ... 17

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19

C. Alat Penelitian ... 21

D. Bahan Penelitian ... 21

E. Tata Cara Penelitian ... 22

F. Analisis Hasil ... 27

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Uji Keragaman Bobot ... 30

B. Uji Keseragaman Kandungan ... 32

C. Uji Kadar Air dalam Sampel Pulveres ... 47

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

A. Kesimpulan ... 50

B. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(15)

xii

(16)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Kriteria rentang persen recovery yang diperbolehkan ... 16

Tabel II. Kriteria persen RSD yang diperbolehkan ... 17

Tabel III. Hasil uji keragaman bobot pulveres ... 31

Tabel IV. Data kurva baku diltiazem ... 38

Tabel V. Nilai resolusi peak diltiazem dalam matriks sampel ... 39

Tabel VI. Nilai KV presisi intraday dan interday ... 42

Tabel VII. Nilai persen recovery intraday dan interday ... 43

Tabel VIII.Uji keseragaman kandungan ... 45

(17)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur diltiazem ... 7

Gambar 2. Skema instrumen KCKT ... 11

Gambar 3. Diagram pengambilan sampel ... 23

Gambar 4. Nilai tailing factor kromatogram baku diltiazem ... 35

Gambar 5. Spektra larutan baku diltiazem ... 37

Gambar 6. Nilai resolusi peak diltiazem dalam matriks sampel ... 40

(18)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of Analysis (CoA) diltiazem ... 54

Lampiran 2. Surat izin penelitian dan pengambilan data ... 55

Lampiran 3. Resep sediaan racikan pulveres ... 56

Lampiran 4. Data penimbangan bobot pulveres ... 57

Lampiran 5. Data penimbangan baku diltiazem ... 58

Lampiran 6. Kromatogram baku diltiazem ... 59

Lampiran 7. Data kurva baku diltiazem ... 61

Lampiran 8. Kurva baku diltiazem ... 61

Lampiran 9. Kromatogram sampel pulveres dengan zat aktif diltiazem 62

Lampiran 10. Data perolehan nilai KV presisi intraday dan interday ... 63

Lampiran 11. Contoh perhitungan nilai koefisien variasi ... 64

Lampiran 12. Data perolehan nilai recovery intraday dan interday ... 65

Lampiran 13. Contoh perhitungan nilai persen recovery ... 65

Lampiran 14. Tabel uji keseragaman kandungan ... 66

(19)

xvi

INTISARI

Diltiazem termasuk zat penghambat kanal kalsium dan merupakan obat yang digunakan untuk terapi hipertensi dan angina pektoris. Uji kualitas sediaan racikan pulveres perlu dilakukan untuk menjamin mutu dan keamanan produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan, dan kadar air.

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif. Keragaman bobot pulveres diuji dengan menimbang isi pulveres pada tiap bungkus menggunakan neraca analitik. Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan menetapkan kadar tiap bungkus pulveres menggunakan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dengan fase gerak metanol : air (80:20) pada pH 4 ± 0,5. Uji kadar air dilakukan dengan menghitung nilai persen moisture content menggunakan moisture analyzer pada suhu 120˚C selama 90 detik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pulveres dengan zat aktif diltiazem yang diracik di rumah sakit X memiliki bobot dan kandungan yang tidak seragam, namun telah memenuhi kriteria kadar air yang disyaratkan. Terdapat 14 dari 30 sampel pulveres yang memiliki bobot di luar rentang yang disyaratkan dan memiliki nilai koefisien variasi untuk tiga kali pengambilan sampel sebesar 19,92%; 11,11%; dan 12,04%. Uji keseragaman kandungan menunjukkan bahwa terdapat enam dari sembilan sampel pulveres yang memiliki kandungan di luar rentang yang disyaratkan.

(20)

xvii

ABSTRACT

Diltiazem is a calcium channel inhibitor and used to treat hypertension and angina pectoris. The quality test of pulveres require to ensure quality and safety of the product. The aim of this research were to determine the quality of pulveres dosage forms with diltiazem as active ingredient in X hospital related to weight variation, content uniformity, and dryness.

This research was non-experimental descriptive. Variation weight of pulveres was tested by weighing the content of each units by analytical balance. Content uniformity test was analyzed by determine content of each units using High Performance Liquid Chromatography (HPLC) with mobile phase methanol : water (80:20) at pH 4 ± 0,5. Dry parameter was tested by calculating the precent moisture content using moisture analyzer on temperature 120˚C for 90 seconds.

This result showed that pulveres in X hospital were not have weight uniformity and content uniformity, but fulfilled moisture content criteria. There were 14 of 30 units out of weight range and has coefficient variation (CV) value for three times sampling were 19,92%; 11,11%; and 12,04%. Content uniformity test showed that six of nine units pulveres did not meet the requirements content range criteria.

(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Obat racikan masih sering diresepkan oleh dokter kepada apoteker dalam

usaha pelayanan kesehatan terutama pada pasien anak dan lanjut usia. Pembuatan

obat racikan dimaksudkan untuk memudahkan dalam menyesuaikan antara dosis

dengan berat badan secara tepat dan dapat dikombinasikan dengan obat lain sesuai

dengan kebutuhan pasien (Wiedyaningsih, 2013). Obat racikan yang sering

digunakan dalam instalasi farmasi baik di rumah sakit atau puskesmas adalah obat

racikan dalam bentuk sediaan cair dan padat. Menurut Wiedyaningsih (2013),

obat racikan dalam bentuk sediaan padat yang sering digunakan adalah pulveres

(serbuk/serbuk dalam kapsul).

Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama,

dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang cocok

(Syamsuni, 2006). Secara umum, kelebihan dari sediaan pulveres adalah sesuai

untuk pasien yang mengalami kesulitan dalam menelan bentuk sediaan padat

kompak (tablet atau kapsul), bentuknya lebih stabil jika dibandingkan dengan

bentuk sediaan cair, serta memiliki kecepatan disolusi yang lebih cepat

dibandingkan dengan bentuk sediaan tablet atau kapsul sehingga absorpsinya

menjadi lebih cepat (Aulton, 2002). Selain beberapa kelebihan yang dimiliki,

pulveres memiliki beberapa kekurangan yang dapat menurunkan kualitas sediaan,

(22)

perkamen dilakukan secara visual atau tidak ditimbang satu per satu, efektifitas

obat dapat berkurang karena sebagian obat menempel pada mortir-stamper atau

blender saat proses peracikan sehingga jumlah obat yang diberikan kepada pasien

juga berkurang, proses pencampuran yang tidak sesuai dengan Good

Compounding Practice, serta tingkat higienisitas yang cenderung lebih rendah

daripada obat produksi pabrik (Wiedyaningsih, 2013).

Menurut Syamsuni (2006), sediaan racikan pulveres memiliki kualitas

yang baik apabila memenuhi syarat yaitu kering, halus, homogen, seragam dalam

bobot, dan seragam dalam zat yang terkandung. Sediaan racikan yang berkualitas

akan berdampak pada keamanan pasien di mana keamanan pasien merupakan

fokus utama yang sedang menjadi perhatian WHO (Patramurti dan Ismiyati,

2010). Kualitas obat racikan akan lebih baik apabila diracik oleh apoteker atau

tenaga peracik yang telah terlatih dan terdidik. Selain itu, fasilitas pendukung

seperti alat yang digunakan dalam meracik obat juga menjadi salah satu faktor

meningkatnya kualitas obat racikan.

Sedikitnya jumlah tenaga apoteker sebagai peracik resep dibandingkan

dengan jumlah pasien yang menebus resep membuat suatu instalasi farmasi

menggunakan tenaga kerja non apoteker untuk membantu pekerjaan mereka

dalam proses peracikan resep (Dewi dan Wiedyaningtyas, 2012). Selain itu, waktu

peracikan yang sedikit membuat apoteker hanya mempertimbangkan kualitas

sediaan yang terlihat tanpa mempertimbangkan parameter kualitas sediaan lain

seperti keragaman bobot dan keseragaman kandungan zat aktifnya. Proses

(23)

tidak sesuai dapat membahayakan kesehatan pasien dan dapat memberikan efek

yang tidak diinginkan pada pasien (Swastiningsih, 2013).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Juniarta (2015), obat racikan

yang paling sering diresepkan di rumah sakit X adalah obat racikan pulveres

dengan zat aktif diltiazem dan klobazam. Instalasi farmasi rumah sakit X

mengkombinasikan diltiazem dengan klobazam untuk terapi pada pasien lanjut

usia dengan gangguan sistem kardiovaskular. Diltiazem termasuk zat penghambat

kanal kalsium dan digunakan untuk terapi hipertensi dan angina pektoris dengan

mekanisme menghambat secara tidak selektif saluaran kalsium (Ca+) tipe L di

pembuluh darah dan jantung (Katzung, Masters, dan Trevor, 2012).

Besarnya pengaruh kualitas sediaan racikan pulveres terhadap keamanan

pasien merupakan salah satu alasan pentingnya dilakukan kontrol kualitas

terhadap sediaan yang dibuat, sehingga penelitian terkait kualitas sediaan racikan

pulveres yang meliputi uji keragaman bobot, uji keseragaman kandungan, dan uji

kadar air perlu dilakukan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

tentang kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem yang diracik

di rumah sakit X serta diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap

meningkatnya kualitas peracikan dan hasil racikan pulveres di rumah sakit X.

1. Rumusan masalah

Apakah sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem yang

diracik di rumah sakit X telah memenuhi syarat pulveres yang berkualitas

(24)

2. Keaslian penelitian

Penelitian tentang uji keseragaman kandungan zat aktif sediaan

racikan pulveres pernah dilakukan oleh Ismiyati (2008) dengan judul penelitian

“Uji Keseragaman Kandungan Zat Aktif Pulveres Parasetamol dan

Fenobarbital serta Pulveres Ketotifen dan Siproheptadin HCL Rumah Sakit X” dan pernah dilakukan oleh Patramurti dan Ismiyati (2010) dengan judul

penelitian “Safety Assessment Resep Racikan Pasien Anak Mengandung Parasetamol dan Fenobarbital: Tinjauan Keseragaman Kandungan Zat Aktif”.

Sejauh penelusuran pustaka yang peneliti lakukan, penelitian tentang

uji kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada rumah

sakit X yang mencakup uji keragaman bobot, uji keseragaman kandungan, dan

uji kadar air belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian mengenai

pentingnya uji kualitas sediaan racikan pulveres serta diharapkan dapat

memberikan kontribusi terhadap meningkatnya kualitas sediaan racikan

pulveres di rumah sakit X.

b. Manfaat praktis. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

mengenai kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada

rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan, dan kadar

(25)

B.Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menentukan kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif

diltiazem yang diracik di rumah sakit X.

2. Tujuan khusus

Mengetahui kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif

diltiazem pada rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A.Sediaan Pulveres

Pulveres adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang kurang lebih sama

dan dibungkus dengan kertas perkamen atau bahan pengemas lain yang cocok

(Syamsuni, 2006). Sediaan racikan pulveres yang dibagi tanpa penimbangan

pembagiannya dilakukan paling banyak hanya 20 bungkus untuk menjamin

pembagian yang sama. Apabila lebih dari 20 bungkus, maka serbuk dibagi dalam

beberapa bagian dengan cara penimbangan dan tiap bagian paling banyak menjadi

20 bungkus (Anief, 2000). Sediaan racikan pulveres memiliki kualitas yang baik

apabila memenuhi persyaratan yaitu kering, halus, homogen, seragam dalam

bobot, dan seragam dalam zat yang terkandung (Syamsuni, 2006).

Keuntungan bentuk sediaan pulveres antara lain lebih stabil

dibandingkan dengan bentuk sediaan cair, sesuai digunakan dalam peracikan dosis

besar, dan memiliki kecepatan disolusi yang lebih cepat dibandingkan tablet atau

kapsul, sehingga absorbsinya lebih cepat. Selain beberapa keuntungan, pulveres

juga memiliki beberapa kerugian, yaitu rasa tidak enak atau pahit yang tidak bisa

ditutupi dan tidak sesuai digunakan pada penghantaran obat yang dapat

terinaktivasi di dalam cairan lambung atau dapat merusak dinding lambung

(27)

B.Diltiazem

Diltiazem (gambar 1) merupakan zat penghambat kanal kalsium yang

digunakan untuk terapi hipertensi dan semua bentuk angina pektoris dengan

mekanisme menghambat secara tidak selektif pada saluaran kalsium (Ca+) tipe L

di pembuluh darah dan jantung. Efek yang ditimbulkan adalah menurunnya

resistensi vaskular, kecepatan jantung, dan kekuatan jantung yang menyebabkan

penurunan kebutuhan oksigen (O2) (Katzung dkk., 2012).

Gambar 1. Struktur diltiazem (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2011)

Diltiazem merupakan suatu senyawa berbentuk serbuk kristal atau kristal

kecil, berwarna putih, dan tidak berbau. Diltiazem sangat larut dalam air,

kloroform, diklorometan, asam format, dan metanol, namun tidak larut dalam eter.

Diltiazem memiliki titik lebur pada 207,5ºC sampai dengan 212,0ºC (Moffat dkk.,

2011). Diltiazem memiliki panjang gelombang maksimum pada 240 nm, sehingga

dapat dieteksi menggunakan detektor UV (Sultana, Arayne, Shafi, dan Siddiqui,

2009).

C.Uji Keragaman Bobot

Keseragaman sediaan dosis tunggal dapat ditunjukkan melalui penentuan

(28)

2011). Farmakope Indonesia IV (1995) menyatakan bahwa persyaratan

keragaman bobot dapat diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg

atau lebih yang merupakan 50% atau lebih dari bobot suatu sediaan dan dapat

diterapkan pada sediaan padat (termasuk sediaan padat steril) tanpa mengandung

zat aktif atau inaktif yang ditambahkan. Uji keragaman bobot merupakan

indikator yang paling sederhana dari isi sediaan yang homogen (Podczeck dan

Jones, 2004). Uji keragaman bobot dilakukan sebagai tahap awal identifikasi

untuk mengetahui keseragaman kandungan dari sampel pulveres (Darmawan,

2012). Bobot pulveres yang bervariasi dapat berpengaruh pada keseragaman

kandungan (Ismiyati, 2008). Penyimpangan bobot masing-masing bungkus

pulveres terhadap yang lain adalah tidak boleh lebih dari 10% (Anief, 2000).

D.Uji Keseragaman Kandungan

Keseragaman kandungan merupakan pengukuran variasi kandungan zat

aktif dari satu unit dengan unit yang lain. Faktor-faktor seperti berat jenis

(density), ukuran partikel, dan bentuk partikel mungkin dapat berpengaruh pada

keseragaman sediaan. Keseragaman penting untuk menjamin kesesuaian tiap unit

sediaan berdasarkan literatur tentang penerimaan kriteria keseragaman

kandungan. Prosedur pengujian keseragaman kandungan biasanya menggunakan

metode KCKT (Huynh-Ba, 2009). Farmakope Indonesia IV (1995) menyatakan

bahwa persyaratan keseragaman kandungan dapat diterapkan apabila kandungan

zat aktif terdapat dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 50 mg atau kurang dari

(29)

Masing-masing sediaan harus memiliki kandungan zat aktif dalam

kisaran yang sempit sesuai dengan persyaratan untuk zat aktif tetentu di sekitar

label klaim (Felton 2012). Menurut Farmakope Indonesia IV (1995), tablet

diltiazem mengandung diltiazem hidroklorida (C22H26N2O6SHCl) tidak kurang

dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

E.Uji Kadar Air

Penggunaan eksipien dalam sediaan obat padat dapat mempengaruhi

stabilitas sediaan obat terutama dapat meningkatkan nilai kadar air dalam obat

(Mahato dan Narang, 2012). Nilai kadar air dalam tablet yang mengandung

magnesium stearat dan serbuk selulosa tidak boleh lebih dari 5% (Yoshioka dan

Stella, 2002). Magnesium stearat adalah eksipien yang paling sering digunakan

dalam formulasi tablet dan digunakan sebagai zat pelicin (Troy, 2006). Eksipien

lain yang sering digunakan dalam formulasi tablet adalah selulosa (Aulton dan

Taylor, 2013).

Peningkatan nilai kadar air (kelembaban) dapat mempengaruhi stabilitas

bahan aktif yang terkandung dalam sediaan obat, sehingga kadar air merupakan

parameter utama dalam uji stabilitas padatan. Pengujian kadar air dapat dilakukan

menggunakan dua metode, yaitu metode Loss on Drying dan Karl Fischer

Titration (Huynh-Ba, 2009).

Metode Loss on Drying digunakan ketika bahan atau sampel yang akan

diuji memiliki jumlah yang berlimpah dan tidak terurai atau melebur pada suhu

110˚C. Metode ini sering digunakan untuk pengujian kadar air pada tablet, zat

(30)

titrimetri atau sering disebut metode Karl Fischer Titration didasarkan pada reaksi

secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodin dengan

adanya dapar yang bereaksi dengan ion hidrogen (Huynh-Ba, 2009).

F. Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) 1. Definisi

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau biasa disebut dengan

HPLC (High Performance Liquid Chromatography) merupakan teknik

pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa

tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang, antara lain farmasi

lingkungan, bioteknologi, polimer, dan industri-industri makanan. KCKT

merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan baik untuk

analisis kualitatif maupun kuantitatif (Gandjar dan Rohman, 2007). Tujuan

analisis menggunakan KCKT adalah memisahkan analit dari komponen lain

dalam matriks sampel dan mendapatkan kuantifikasi yang akurat untuk setiap

analit (Ahuja dan Dong, 2005).

Sistem KCKT akan membawa sampel masuk ke dalam kolom oleh

fase gerak. Proses pemisahan komponen dalam sampel terjadi karena adanya

interaksi yang berbeda antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan

fase diam yang berada di dalam kolom (Harvey, 2000). Salah satu metode

pemisahan dari KCKT yang biasanya menjadi pilihan pertama untuk

pemisahan dua senyawa dalam matriks sampel adalah sistem KCKT fase

terbalik di mana pada sistem ini fase diam yang digunakan memiliki sifat

(31)

digunakan adalah C8 atau C18, sedangkan fase gerak yang sering digunakan

dalam sistem ini adalah campuran air dengan asetonitril (ACN) atau metanol

(MeOH). Dibandingkan dengan KCKT lain (fase normal, penukar ion, dan

lainnya), kromatografi fase terbalik biasanya lebih mudah, tahan, dan dapat

digunakan secara luas. Kolom yang digunakan pada kromatografi fase terbalik

juga lebih efisien dan reprodusibel (Snyder, Kirkland, dan Dolan, 2010).

2. Instrumentasi

Instrumentasi KCKT pada dasarnya terdiri atas delapan komponen

pokok yaitu wadah fase gerak, sistem penghantaran fase gerak, alat untuk

memasukkan sampel, kolom, detektor, wadah penampung buangan fase gerak,

tabung penghubung, dan suatu perangkat komputer atau integrator atau

[image:31.595.103.514.249.622.2]

perekam (Gandjar dan Rohman, 2007). Skema instrumen KCKT terlihat pada

gambar 2.

Gambar 2. Skema instrumen KCKT (Ahuja danDong, 2005)

a. Wadah fase gerak. Wadah fase gerak harus bersih dan lembam (inert).

Wadah pelarut kosong ataupun labu laboratorium dapat digunakan sebagai

wadah fase gerak. Sebelum digunakan, fase gerak harus di-degassing

(32)

akan berkumpul menjadi komponen lain terutama di pompa dan detektor

sehingga akan mengacaukan hasil analisis. Fase gerak juga harus disaring

terlebih dahulu untuk menghindari adanya partikel-partikel kecil. Partikel

kecil ini dapat terkumpul dalam kolom atau dalam tabung yang sempit,

sehingga dapat mengakibatkan kekosongan pada kolom atau tabung tersebut

(Gandjar dan Rohman, 2007).

b. Pompa. Pompa yang digunakan dalam KCKT harus inert terhadap fase

gerak yang digunakan dan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai

5000 psi serta mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan 3

mL/menit. Bahan yang sering digunakan untuk pompa adalah gelas, baja

tahan karat, teflon, dan batu nilam. Tujuan penggunaan pompa adalah untuk

menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat,

reprodusibel, konstan, dan bebas dari gangguan (Gandjar dan Rohman,

2007).

c. Tempat penyuntikan sampel (injector). Sampel-sampel cair dan larutan

disuntikkan secara langsung ke dalam fase gerak yang mengalir dibawah

tekanan menuju kolom menggunakan alat penyuntik yang terbuat dari

tembaga tahan karat dan katup teflon yang dilengkapi dengan keluk sampel

(sample loop) internal atau eksternal. Proses penyuntikan dilakukan dengan

memutar katup sehingga fase gerak mengalir melewati keluk sampel dan

mengalir sampai ke kolom. Kelebihan sampel akan dikeluarkan ke wadah

pembuangan (Gandjar dan Rohman, 2007). Seiring perkembangan jaman,

(33)

Sistem ini memudahkan pengguna KCKT untuk mengatur volume yang

akan diinjeksikan berdasarkan program yang ada. Sampel dimasukkan ke

dalam vial, kemudian diletakkan pada rak autosamplers (Kazakevich dan

LoBrutto, 2007).

d. Kolom. Ada dua jenis kolom pada KCKT, yaitu kolom konvensional dan

kolom mikrobor. Kolom pada KCKT biasanya berisi fase diam berupa silika

yang dimodifikasi secara kimiawi, silika yang tidak dimodifikasi atau

polimer-polimer stiren, dan divinil benzene. Oktadesil silika (ODS atau C18)

merupakan fase diam yang paling banyak digunakan karena mampu

memisahkan senyawa-senyawa dengan kepolaran yang rendah, sedang,

maupun tinggi (Gandjar dan Rohman, 2007). Proses pemisahan antar

komponen dalam sampel terjadi pada kolom KCKT. Pemisahan terjadi

berdasarkan interaksi antara komponen dalam sampel dengan fase gerak dan

fase diam. Komponen sampel yang bersifat polar akan terelusi lebih dahulu

dan komponen dalam sampel yang bersifat nonpolar akan terelusi lebih lama

dari kolom KCKT fase terbalik. Hal ini disebabkan interaksi antara

komponen polar dalam sampel dengan fase diam lemah sehingga lebih

terbawa fase gerak, sedangkan interaksi antara komponen nonpolar dalam

sampel dengan fase diam lebih kuat sehingga lebih sukar terbawa fase gerak

(Snyder dkk., 2010).

e. Detektor. Detektor yang paling banyak digunakan untuk analisis di bidang

farmasi adalah detektor ultraviolet-visibel (UV-Vis) karena kebanyakan

(34)

(Gandjar dan Rohman, 2007). Idealnya suatu detektor yang digunakan

dalam sistem KCKT harus mempunyai karakteristik sebagai berikut:

mempunyai respon terhadap solut yang cepat dan reprodusibel, mempunyai

sensitifitas yang tinggi (mampu mendeteksi solut pada kadar yang sangat

kecil), stabil dalam pengoperasiannya, mempunyai sel volume yang kecil

sehingga mampu meminimalkan pelebaran pita, sinyal yang dihasilkan

berbanding lurus dengan konsentrasi solut pada kisaran yang luas, dan tidak

peka terhadap perubahan suhu dan kecepatan alir fase gerak (Gandjar dan

Rohman, 2007).

f. Data sistem. Alat pengumpul data seperti komputer, integrator, atau

rekorder dihubungkan dengan detektor. Alat ini akan mengukur sinyal

elektronik yang dihasilkan oleh detektor lalu mem-plotkannya sebagai suatu

kromatogram yang selanjutnya dapat dievaluasi oleh seorang analis

(pengguna) (Gandjar dan Rohman, 2007).

G.Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis menurut United States Pharmacopeia (USP)

dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis tersebut akurat, spesifik,

reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis.

Parameter-parameter validasi tersebut adalah:

1. Selektivitas

Selektivitas adalah kemampuan suatu metode analisis untuk mengukur

zat tertentu yang diinginkan secara cermat dan seksama dengan adanya

(35)

membagi selektivitas menjadi dua kategori, yakni uji identifikasi dan uji

kemurnian atau pengukuran kadar. Selektivitas pada uji identifikasi

ditunjukkan dengan kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan

antar senyawa yang memiliki struktur molekul yang hampir sama, sedangkan

untuk uji kemurnian dan tujuan pengukuran kadar, selektivitas ditunjukkan

oleh daya pisah dari dua senyawa yang berdekatan (Gandjar dan Rohman,

2007). Selektivitas suatu metode analisis untuk penetapan kadar dapat

diketahui dari nilai resolusinya (Rs). Menurut Snyder dkk. (2010), nilai

resolusi yang dianjurkan adalah lebih dari atau sama dengan dua.

2. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh

hasil-hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit

pada kisaran yang diberikan (Gandjar dan Rohman, 2007). Linieritas dapat

dilihat dengan dua cara, yaitu secara evaluasi langsung pada garis persamaan

kurva baku dan secara statistika menggunakan regresi linier (Ermer dan Miller,

2005). Linieritas dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Suatu metode analisis

dikatakan linier apabila memenuhi persyaratan nilai r ≥ 0,99 (Chan, Lam, Lee,

dan Zhang , 2004).

3. Akurasi

Akurasi merupakan suatu prosedur analisis yang digunakan untuk

melihat ketelitian suatu metode analisis atau kesesuaian antara nilai yang

diperoleh dari hasil analisis dengan nilai sebenarnya (Ermer dan Miller, 2005).

(36)

recovery). Akurasi dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked-placebo method) atau metode penambahan baku (standard addition

method) (Harmita, 2004). Suatu metode memiliki akurasi yang baik apabila

memiliki nilai persen recovery dalam rentang 80-110% untuk kadar analit 1-10

ppm (Gonzales dan Herador, 2007). Kriteria rentang persen recovery yang

[image:36.595.103.508.281.536.2]

diperbolehkan untuk penetapan akurasi ditunjukkan pada tabel I.

Tabel I. Kriteria rentang persen recovery yang diperbolehkan

(Gonzales dan Herrador, 2007)

4. Presisi

Presisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur diterapkan secara berulang pada

sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004). Presisi

dinyatakan dalam koefisien variasi (KV) atau simpangan baku relatif (RSD).

Menurut Gonzales dan Herrador (2007), suatu metode memiliki presisi yang

(37)
[image:37.595.95.516.117.618.2]

Tabel II. Kriteria persen RSD yang diperbolehkan

(Gonzales dan Herrador, 2007)

H. Keterangan Empiris

Pulveres dengan zat aktif diltiazem digunakan oleh rumah sakit X untuk

pasien lanjut usia dengan gangguan sistem kardiovaskular. Pulveres memiliki

kualitas yang baik apabila memenuhi syarat kering, halus, homogen, seragam

dalam bobot, dan seragam dalam kandungan zat aktif. Proses peracikan pulveres

yang tidak sesuai dengan prosedur dapat menurunkan kualitas sediaan pulveres

yang dibuat. Penurunan kualitas dapat berupa bobot dan kandungan zat aktif

dalam pulveres yang tidak seragam.

Diltiazem memiliki panjang gelombang pada daerah UV yaitu pada

panjang gelombang 240 nm dan melebur pada suhu 207,5-212,0ºC. Uji

keragaman bobot dilakukan sebagai tahap awal identifikasi keseragaman

kandungan dengan menimbang isi pulveres satu persatu. Uji keseragaman

kandungan dilakukan dengan menggunakan metode KCKT fase terbalik dengan

detektor UV-Vis dan uji kadar air dilakukan dengan metode Loss on Drying

(38)

Penelitian ini bersifat non eksperimental deskriptif dan diharapkan dapat

memberikan informasi tentang kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif

diltiazem pada rumah sakit X terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan,

(39)

19

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A.Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang berjudul “UJi Kualitas Sediaan Racikan Pulveres dengan

Zat Aktif Diltiazem Pada Rumah Sakit X” termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Jenis penelitian non

eksperimental karena dalam penelitian ini subjek penelitian tidak diberi perlakuan.

Rancangan penelitian bersifat deskriptif karena peneliti hanya mendeskripsikan

keadaan yang ada.

B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem yang diracik di rumah

sakit X.

b. Kualitas sediaan racikan terkait keragaman bobot, keseragaman kandungan,

dan kadar air.

c. Variabel yang dikendalikan dalam penelitian ini adalah:

1) Kemurnian pelarut dan fase gerak, digunakan pelarut grade for liquid

chromatography.

2) Perbedaan spesifikasi alat yang digunakan selama penelitian, digunakan

alat dan instrumen yang sama selama penelitian.

d. Variabel yang tidak dikendalikan dalam penelitian ini adalah peracik yang

(40)

2. Definisi operasional

a. Sediaan racikan pulveres yang digunakan sebagai sampel merupakan

sediaan racikan pulveres yang diracik di rumah sakit X yang mengandung

diltiazem dan klobazam sebagai zat aktif dan bahan lain sebagai bahan

pengisinya.

b. Parameter kualitas sediaan racikan pulveres yang diuji meliputi: keragaman

bobot, keseragaman kandungan, dan kadar air.

c. Keragaman bobot sediaan racikan pulveres ditentukan dengan menghitung

nilai KV. Sediaan racikan pulveres dikatakan memiliki bobot yang seragam

apabila nilai KV ≤ 10% dan seluruh sampel pulveres yang diuji berada

dalam rentang 90% hingga 110% dari yang tertera pada etiket.

d. Uji keseragaman kandungan dilakukan menggunakan metode KCKT fase

terbalik dengan kolom C18 dan fase gerak metanol : air (80:20) dengan pH

diatur 4 ± 0,5 menggunakan asam asetat glasial. Pelarut yang digunakan

memiliki komposisi yang sama dengan komposisi fase gerak. Pengujian

keseragaman kandungan terbatas pada satu senyawa aktif yaitu diltiazem.

e. Sediaan racikan pulveres dikatakan seragam dalam kandungan apabila

seluruh sampel pulveres yang diuji terletak dalam rentang 90,0% hingga

110,0% dari yang tertera pada resep.

f. Uji kadar air dilakukan dengan menghitung nilai persen moisture content

sediaan racikan pulveres sebelum dan setelah penyimpanan. Penyimpanan

(41)

yang memenuhi persyaratan apabila nilai persen moisture content kurang

dari 5%.

C.Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer

merek Shimadzu tipe UVmini-1240, seperangkat alat KCKT merek Shimadzu

LC-2010HT No. C21255111004 LP yang terdiri dari: detektor UV-Vis, kolom

oktadesilan (C18) merek phenomenex No. 00G-4252-E0 dengan panjang 250 x 4,6

mm, injektor jenis auto sampler, dan seperangkat komputer merek Hp.

Ultrasonikator merek Retsch tipe T460, pompa vakum merek Gast model

DOA-P504-BN, moisture analyzer merek Kem tipe MLS 50-3C, membrane filter holder

merek Whatman (kapasitas 300 mL) Cat. No. 1960-004, kertas saring, Whatman

0,45 µm, organic solvent membrane filter merek Whatman (ukuran pori 0,5µm,

diameter 47 mm), inorganic solvent membrane filter merek Whatman (ukuran

pori 0,45 µm, diameter 47 mm), penyaring Millipore, neraca analitik merek Ohaus

tipe PAJ1003 kepekaan 0,1 mg (maksimal 120 gram, minimal 0,001 gram),

mikropipet ukuran 20-200 µL dan ukuran 100-1000 µL merek Socorex, mortir,

stamper, dan seperangkat alat-alat gelas yang lazim digunakan di laboratorium

analisis.

D.Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baku diltiazem

kualitas working standard (P.T. Rama Emerald Multi Sukses) dengan kadar

99,53%, metanol grade for liquid chromatography (E. Merck), aquabidestilata

(42)

Dharma), asam asetat glasial p.a (E. Merck), dan sediaan racikan pulveres dengan

zat aktif diltiazem yang diracik di rumah sakit X.

E.Tata Cara Penelitian 1. Pemilihan dan pengambilan sampel

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sediaan racikan

pulveres yang diracik di rumah sakit X dengan resep sebagai berikut:

R/ Farmabes 1 tab 30 mg

Clobazam ½ tab 5 mg

Mfla. Pulv. d.t.d. no X

S.1 d.d 1

Berdasarkan pada resep diketahui bahwa sampel yang digunakan

dalam penelitian ini merupakan sediaan racikan pulveres yang mengandung

campuran diltiazem (Farmabes®) dan klobazam masing-masing satu dan

setengah tablet untuk tiap bungkus pulveres. Tablet diltiazem yang digunakan

bermerek Farmabes® dengan dosis sebesar 30 mg dan memiliki bobot 143,4

mg/tablet, sedangkan klobazam yang digunakan adalah obat generik dengan

dosis 10 mg dan bobot sebesar 124,6 mg/tablet.

Peracikan pulveres dilakukan di instalasi farmasi rumah sakit X pada

pagi hari dengan proses penggerusan dan pencampuran dilakukan sekali

banyak. Pengambilan sampel dilakukan siang hari pada hari yang sama dengan

peracikan pulveres. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali dalam

waktu yang berbeda dan setiap pengambilan didapatkan 10 bungkus pulveres.

(43)

dahulu, kemudian dari 10 bungkus pulveres diambil tiga bungkus secara

random untuk dilakukan pengujian terhadap keseragaman kandungan dan

enam bungkus secara random untuk dilakukan pengujian kadar air. Total

sampel pulveres yang digunakan selama penelitian ini adalah 30 bungkus.

Diagram pengambilan sampel dalam penelitian ini ditunjukkan pada gambar 3.

Gambar 3. Diagram pengambilan sampel

2. Uji keragaman bobot

Sepuluh bungkus pulveres ditimbang satu persatu menggunakan

neraca analitik. Proses penimbangan dilakukan dengan menimbang terlebih

dahulu isi pulveres dengan bungkusnya, kemudian isi pulveres dikeluarkan dan

bungkus pulveres ditimbang kembali. Bobot pulveres tiap bungkus didapatkan

dari hasil selisih antara nilai bobot pulveres dan bungkusnya dengan bobot

bungkus pulveres.

3. Uji keseragaman kandungan

a. Verifikasi metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).

1) Pembuatan fase gerak dan pelarut. Fase gerak dan pelarut yang

digunakan dalam penelitian ini adalah campuran metanol dan

aquabidestilata dengan perbandingan 80:20 dan pH diatur hingga 4 ± 0,5

10 bungkus 3 bungkus 6 bungkus Uji keragaman bobot Uji keseragaman kandungan

Uji kadar air

Rand

om

3 kali

3 kali

(44)

menggunakan asam asetat glasial (100%). Masing-masing larutan

disaring menggunakan kertas saring whatman dengan bantuan pompa

vakum. Larutan dicampur dan dimasukkan kedalam wadah fase gerak,

pencampuran dilakukan di luar sistem KCKT. Sebelum digunakan, fase

gerak di-degassing terlebih dahulu selama 15 menit.

2) Pembuatan larutan baku diltiazem.

a) Pembuatan larutan stok diltiazem 2000 µg/mL. Baku diltiazem

ditimbang seksama lebih kurang 100,0 mg, kemudian dilarutkan

dengan pelarut. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50

mL dan ditambahkan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh larutan

stok dengan konsentrasi 2000 µg/mL.

b) Pembuatan larutan intermediet diltiazem 1000 µg/mL. Larutan stok

diltiazem 2000 µg/mL diambil 5 mL dan dimasukkan kedalam labu

ukur 10 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan pelarut hingga tanda,

sehingga diperoleh larutan intermediet dengan konsentrasi 1000

µg/mL.

c) Pembuatan seri larutan baku diltiazem. Larutan intermediet 1000

µg/mL diambil 20, 40, 60, 80, 100, 120, 140, 160, 180, dan 200 µL

dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL. Larutan tersebut

diencerkan dengan pelarut hingga tanda, sehingga diperoleh seri

larutan baku diltiazem dengan konsentrasi 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16,

(45)

3) Penentuan panjang gelombang pengamatan. Tiga seri larutan baku

konsentrasi 12, 14, dan 16 µg/mL diambil kemudian dilakukan scanning

menggunakan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 200-400

nm. Diperoleh panjang gelombang dengan absorbansi maksimum yang

akan digunakan sebagai panjang gelombang pengamatan pada penetapan

kadar menggunakan KCKT.

4) Preparasi sampel. Satu bungkus pulveres digerus dan dihomogenkan

menggunakan mortir dan stamper. Sampel yang telah dihomogenkan

ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg, kemudian dilarutkan dengan

pelarut. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan

ditambahkan pelarut sampai tanda. Sebanyak 5 mL larutan diambil dan

dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan

pelarut hingga tanda. Larutan tersebut diambil 500 µL dan dimasukkan

ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan dengan pelarut hingga

tanda. Larutan disaring dengan millipore dan dimasukkan ke dalam vial

KCKT, kemudian di-degassing selama 5 menit.

b. Validasi metode analisis.

1) Penentuan resolusi sampel. Sebanyak 10 µL larutan sampel yang telah

disaring dan di-degassing diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik

yang telah dioptimasi. Nilai Rs dihitung sebagai penentu parameter

validasi selektivitas.

2) Pembuatan kurva baku dan penentuan linieritas. Masing-masing seri

(46)

menggunakan ultrasonicator selama 5 menit. Sebanyak 10 µL dari

masing-masing larutan diinjeksikan pada sistem KCKT fase terbalik

yang telah dioptimasi. Kurva regresi linear dibuat untuk menyatakan

hubungan antara konsentrasi seri larutan baku diltiazem dengan nilai

AUC yang diperoleh, kemudian ditentukan persamaan garis regresi linier

serta nilai koefisien korelasinya (r).

3) Penentuan persen perolehan kembali (persen recovery) dan penentuan

nilai koefisien variasi (KV). Satu bungkus pulveres digerus dan

dihomogenkan menggunakan mortir dan stamper. Sampel yang telah

dihomogenkan ditimbang seksama lebih kurang 50,0 mg, penimbangan

dilakukan sebanyak empat kali. Masing-masing sampel dilarutkan

dengan pelarut dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL, kemudian

ditambahkan pelarut sampai tanda. Masing-masing larutan diambil 5 mL

dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL, kemudian diencerkan

dengan pelarut hingga tanda. Masing-masing larutan dimasukkan ke

dalam labu ukur 10,0 mL dan diberi label a, b, c, dan d. Larutan a

diencerkan dengan pelarut hingga tanda sehingga diperoleh larutan

sampel tanpa adisi. Larutan b, c, dan d ditambahkan baku diltiazem

masing-masing sebanyak 40, 60, dan 80 µL, kemudian masing-masing

diencerkan dengan pelarut hingga tanda sehingga diperoleh larutan

sampel adisi 4, 6, dan 8 µg/mL. Replikasi dilakukan sebanyak tiga kali.

Kedua macam sampel ini digunakan untuk memperoleh nilai persen

(47)

c. Penetapan kadar dan uji keseragaman kandungan. Sebanyak 10 µL

larutan sampel yang telah disaring dan di-degassing, diinjeksikan pada

sistem KCKT fase terbalik yang telah dioptimasi. Replikasi dilakukan

sebanyak tiga kali untuk setiap bungkus pulveres. Pengujian dilakukan

terhadap sembilan bungkus pulveres dengan zat aktif diltiazem dan

klobazam yang diambil di rumah sakit X dengan waktu pengambilan

yang berbeda.

4. Uji kadar air

Uji kadar air dilakukan terhadap enam bungkus pulveres untuk setiap

waktu pengambilan dengan menggunakan moisture analyzer. Tiga serbuk

pulveres yang baru diambil masing-masing digerus dalam mortir dan stamper

kemudian dimasukkan ke dalam alat sebanyak lebih kurang 100,0 mg. Suhu

alat diatur pada 120˚C dan waktu pengeringan diatur selama 90 detik. Nilai

persen moisture content yang ditampilkan pada alat dicatat sebagai kadar air

sebelum penyimpanan. Penyimpanan dilakukan selama 10 hari pada suhu

ruangan, kemudian pengujian yang sama dilakukan terhadap tiga bungkus sisa

dan dicatat sebagai kadar air setelah penyimpanan.

F. Analisis Hasil 1. Uji keragaman bobot

Keragaman bobot pulveres ditentukan dari nilai koefisien variasi (KV).

Sediaan racikan pulveres dikatakan memiliki bobot yang seragam apabila nilai

KV ≤ 10% dan seluruh sampel pulveres yang diuji memiliki bobot dalam

(48)

2. Validasi metode analisis

Validasi metode analisis yang digunakan dalam penetapan kadar

diltiazem pada penelitian ini dapat ditentukan berdasarkan parameter berikut:

a. Selektivitas. Selektivitas ditentukan dengan menghitung nilai resolusi antara

dua peak yang saling berdekatan dari kromatogram larutan sampel. Menurut

Snyder dkk. (2010), nilai resolusi yang baik adalah ≥ 2. Nilai resolusi dapat dihitung menggunakan rumus:

Rs = ... (1)

Keterangan: Rs = resolusi

tR1 = waktu retensi puncak kedua

tR2 = waktu retensi puncak pertama

Wb2 = lebar puncak kedua

Wb1 = lebar puncak pertama

b. Linieritas. Linieritas dinyatakan dengan nilai koefisien korelasi (r) yang

menunjukkan korelasi antara konsetrasi seri baku diltiazem dengan Area

Under Curve (AUC). Menurut Chan dkk. (2004), suatu metode memiliki

linieritas yang baik apabila nilai r ≥ 0,99.

c. Akurasi. Akurasi metode analisis dinyatakan dalam nilai persen perolehan

kembali (persen recovery). Suatu metode dikatakan memiliki akurasi yang

baik jika nilai persen recovery terletak pada rentang 80-120% untuk kadar

analit ≤ 10 ppm (Gonzales dan Herrador, 2007). Rumus perhitungan nilai

persen recovery adalah:

(49)

d. Presisi. Presisi dinyatakan dengan simpangan baku relatif (RSD) atau

koefisien variasi (KV). Suatu metode dikatakan memiliki presisi yang baik

apabila nilai KV ≤ 11,3 untuk kadar analit 10 ppm (Gonzales dan Herrador 2007). Nilai KV dapat dihitung menggunakan rumus:

KV = × 100% ... (3)

Keterangan: s = standar deviasi

= konsentrasi rata-rata sampel

3. Uji keseragaman kandungan

Hasil yang diperoleh berupa nilai Area Under Curve (AUC). Kadar

diltiazem dalam sampel pulveres ditentukan dengan memasukkan nilai AUC

yang diperoleh ke dalam persamaan kurva baku. Keseragaman kandungan

ditentukan menggunakan aturan yang tertera pada Farmakope Indonesia IV

(1995), untuk senyawa diltiazem tidak boleh kurang dari 90,0% dan tidak

boleh lebih dari 110,0% dari yang tertera pada etiket. Apabila terdapat satu

sampel yang berada di luar rentang maka seluruh sampel pulveres yang diuji

dianggap tidak seragam.

4. Uji kadar air

Parameter yang diperoleh dari uji kadar air adalah nilai persen

moisture content. Nilai persen moisture content menunjukkan nilai kadar air

dalam sampel pulveres. Pengujian dilakukan sebelum dan setelah penyimpanan

(50)

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji kualitas sediaan racikan pulveres dengan zat aktif diltiazem pada

rumah sakit X dapat dilakukan dengan melakukan pengujian pada tiga parameter

kualitas sediaan racikan pulveres yaitu seragam dalam bobot, seragam dalam

kandungan zat aktif, dan kering. Pengambilan sampel dilakukan secara acak

(random) sehingga setiap unit populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk

diambil sebagai sampel. Cara random merupakan usaha untuk mendapatkan

sampel yang representative karena adanya bias pemilihan dapat diperkecil sekecil

mungkin (Harinaldi, 2005).

A.Uji Keragaman Bobot

Tujuan dilakukan uji keragaman bobot adalah untuk melihat salah satu

parameter kualitas pulveres yaitu seragam dalam bobot. Uji keragaman bobot

merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui

keseragaman sediaan dan dapat digunakan sebagai tahap awal identifikasi untuk

mengetahui keseragaman kandungan dari sampel pulveres. Pengujian ini

dilakukan pada seluruh bungkus pulveres yang dijadikan sampel. Bobot pulveres

diperoleh dari selisih antara nilai bobot pulveres total dengan bobot bungkusnya.

Perhitungan nilai KV digunakan untuk mengetahui besar keragaman bobot

pulveres tiap bungkus. Menurut Anief (2000), nilai KV atau penyimpangan bobot

antar bungkus pulveres tidak boleh lebih besar dari 10%. Hasil uji keragaman

(51)
[image:51.595.97.517.113.552.2]

Tabel III. Hasil uji keragaman bobot pulveres

Resep 1 Resep 2 Resep 3

Sampel Bobot (mg) Sampel Bobot (mg) Sampel Bobot (mg)

1 244,6* 1 224,1 1 206,0 2 285,5* 2 250,2* 2 226,2 3 255,4* 3 216,1 3 203,3 4 183,6* 4 236,0* 4 234,1* 5 185,4 5 213,5 5 194,9 6 253,9* 6 194,1 6 176,8* 7 208,9 7 211,5 7 262,5* 8 165,2* 8 217,5 8 256,1* 9 164,8* 9 226,0 9 220,1 10 193,0 10 162,1* 10 219,1

2140,3 2151,1 2199,1 214,03 215,11 219,91 SD 42,64 SD 23,90 SD 26,49

KV (%) 19,92 KV (%) 11,11 KV (%) 12,04

Catatan: bobot pulveres teoritis = 205,7 mg; * = bobot tidak memenuhi syarat Farmakope Indonesia IV (1995) karena terletak di luar rentang 90-110% dari bobot teoritis.

Berdasarkan pada tabel III, nilai KV pengambilan pulveres hari 1, 2, dan

3 berturut-turut adalah 19,92%; 11,11%; dan 12,04%. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa bobot pulveres tiap bungkus dari semua waktu pengambilan memiliki nilai

KV yang tidak memenuhi persyaratan, yaitu lebih dari 10%.

Uji keragaman bobot dalam penelitian ini juga mengacu pada syarat uji

keseragaman kandungan untuk zat aktif diltiazem pada Farmakope Indonesia IV

(1995) yaitu tidak boleh kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110% dari jumlah

yang tertera pada etiket atau jumlah yang sebenarnya. Bobot pulveres sebenarnya

adalah 205,7 mg yang diperoleh dari hasil penimbangan bobot satu tablet

Farmabes® (143,4 mg) dan setengah tablet klobazam (62,3 mg) yang digunakan

rumah sakit X untuk membuat sediaan racikan pulveres. Rentang bobot yang

(52)

Hasil pengujian menunjukkan bahwa pulveres yang diambil pada hari 1,

2, dan 3 berturut-turut terdapat tujuh, tiga, dan empat bungkus pulveres yang

terletak di luar rentang yang telah ditetapkan. Berdasarkan pada pengujian

terhadap keragaman bobot dapat disimpulkan bahwa pulveres dengan zat aktif

diltiazem yang diracik di rumah sakit X memiliki bobot yang tidak seragam.

B.Uji Keseragaman Kandungan

Uji keseragaman kandungan dilakukan dengan menggunakan metode

KCKT fase terbalik di mana fase diam yang digunakan (C18) lebih non polar

dibandingkan dengan fase gerak yang digunakan. Tujuan dilakukan pengujian ini

adalah untuk melihat salah satu parameter kualitas pulveres yaitu seragam dalam

kandungan zat aktif. Farmakope Indonesia IV (1995) menyatakan bahwa

persyaratan keseragaman kandungan dapat diterapkan apabila kandungan zat aktif

terdapat dalam jumlah kecil yaitu kurang dari 50 mg atau kurang dari 50% bobot

sediaan.

Pulveres yang dijadikan sampel dalam penelitian ini terdiri dari dua

komponen zat aktif yaitu diltiazem dan klobazam dengan dosis masing-masing 30

mg dan 5 mg (dibawah 50 mg), sehingga uji keseragaman kandungan perlu

dilakukan untuk melihat kualitas sediaan pulveres tersebut. Uji keseragaman

kandungan dalam penelitian ini hanya dilakukan pada satu komponen zat aktif

saja yaitu diltiazem. Menurut Juniarta (2015), diltiazem merupakan obat yang

paling sering digunakan di rumah sakit X untuk terapi pada pasien dengan

(53)

1. Verifikasi sistem KCKT

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sultana

dkk. (2009) mengenai analisis senyawa campuran diltiazem dengan obat

Non-Steroidal Anti-Inflammatory (NSAID) dalam sediaan obat dan serum manusia

dengan metode KCKT yang mencakup optimasi dan validasi metode. Tahap

optimasi diperoleh suatu metode yang cocok digunakan untuk pemisahan dan

uji kuantitatif senyawa diltiazem baik dalam produk farmasi maupun dalam

serum manusia, sedangkan pada tahap validasi, metode ini memiliki linieritas,

akurasi, presisi, serta selektivitas yang baik. Parameter linieritas ditunjukkan

dengan nilai r = 0,9998, akurasi ditunjukkan dengan nilai persen perolehan

kembali sebesar 99,9-100,3%, presisi ditunjukkan dengan nilai RSD ≤ 2, dan selektivitas ditunjukkan dengan nilai resolusi sebesar 5,55.

Sistem KCKT yang digunakan dalam penelitian Sultana (2009)

tersebut adalah:

Instrumen : Shimadzu LC-10 AT VP pump

Kolom : Hiber RT 250-4,6 Purospher Star RP-18

Fase gerak : Metanol-air 80:20 (v/v) pH diatur 3,1±0,01 menggunakan

asam fosfat (85%)

Kecepatan alir : 0.5 mL/menit

Detektor : UV pada 240 nm

Sistem kromatografi yang digunakan adalah sistem kromatografi fase

terbalik sehingga fase gerak yang digunakan lebih polar dibandingkan dengan

(54)

Penelitian tersebut menggunakan campuran fase gerak dengan pH dijaga

hingga 3,1 ± 0,01 dengan alasan pada pH yang terlalu basa akan menghasilkan

peak yang mengekor (tailing peak).

pH dan larutan asam yang digunakan untuk mengatur pH dalam

penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Sultana (2009).

pH yang digunakan dalam penelitian ini adalah 4 ± 0,5 karena kolom C18 yang

digunakan memiliki kapasitas pH berkisar antara tiga sampai delapan sehingga

bertujuan menjaga kondisi kolom (C18) agar tidak rusak. Larutan yang

digunakan untuk mengatur pH pada fase gerak adalah asam asetat glasial yang

merupakan asam lemah dibandingkan dengan asam fosfat. Larutan asam

memiliki sifat korosif, penggunakan larutan asam yang terlalu kuat (asam

fosfat) ditakutkan akan melarutkan partikel-partikel silika yang menempel pada

kolom. Peak diltiazem pada pH 4 ± 0,5 yang diperoleh memiliki nilai tailing

factor yang sudah dapat diterima untuk analisis secara kuantitatif. Menurut

Snyder dkk. (2010), nilai tailing factor suatu peak dalam pemisahan secara

rutin untuk semua peak adalah < 2. Gambar 4 menunjukkan waktu retensi peak

larutan baku diltiazem yang muncul pada menit ke-4,678 dan nilai tailing

(55)
[image:55.595.98.506.113.561.2]

Gambar 4. Nilai tailing factor kromatogram baku diltiazem pada konsentrasi 18 ppm

a. Penentuan panjang gelombang pengamatan. Penentuan panjang gelombang

pengamatan bertujuan untuk mengetahui panjang gelombang larutan

diltiazem yang dapat memberikan serapan (absorbansi) maksimum. Panjang

gelombang yang diperoleh akan digunakan sebagai panjang gelombang

pengamatan pada penetapan kadar diltiazem menggunakan KCKT.

Panjang gelombang maksimum diltiazem diukur dengan

menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 200-400

nm dan menggunakan tiga seri larutan baku dengan konsentrasi yang

berbeda. Tujuan pengukuran pada tiga konsentrasi yang berbeda adalah

untuk mendapatkan hasil yang representatif terhadap semua seri larutan

baku. Konsentrasi yang digunakan dalam penentuan panjang gelombang

pengamatan adalah 6, 8, dan 10 µg/mL. Ketiga seri baku tersebut di-scan

(56)

satu diagram dan dapat diamati apakah ketiga seri baku tersebut memiliki

panjang gelombang yang sama atau tidak. Panjang gelombang yang didapat

dibandingkan dengan literatur. Menurut Chan dkk. (2004), pengukuran

panjang gelombang maksimum dikatakan memenuhi syarat apabila tepat

atau dalam batas ± 1 nm dari panjang gelombang teoritis pada rentang

panjang gelombang UV.

Secara teoritis panjang gelombang maksimum diltiazem adalah 240

nm dalam pelarut campuran metanol-air (Sultana dkk., 2009). Berdasarkan

percobaan, data hasil pengukuran panjang gelombang diltiazem adalah

239,5 nm. Hasil panjang gelombang tersebut menyimpang 0,5 nm dari

panjang gelombang teoritis (240 nm), sehingga dapat dikatakan bahwa

senyawa tersebut merupakan diltiazem. Panjang gelombang yang digunakan

dalam penetapan kadar diltiazem dengan KCKT adalah panjang gelombang

teoritis yaitu 240 nm. Pergeseran panjang gelombang maksimum tersebut

dapat disebabkan kondisi penelitian, serta spesifikasi dari alat dan bahan

yang digunakan berbeda. Spektra hasil pengukuran panjang gelombang

(57)
[image:57.595.99.501.100.552.2]

Gambar 5. Spektra larutan baku diltiazem

b. Pembuatan kurva baku. Tujuan pembuatan kurva baku adalah untuk

mendapatkan persamaan regresi linier yang akan digunakan untuk

menghitung kadar diltiazem dalam penetapan recovery dan penetapan kadar

sampel. Persamaan kurva baku diperoleh dari korelasi antara konsentrasi

seri larutan baku diltiazem dengan luas area di bawah peak (AUC) di mana

dengan meningkatnya konsentrasi maka akan meningkatkan nilai AUC.

Kurva baku dibuat dengan menggunakan 10 seri konsentrasi

diltiazem, yaitu 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, dan 20 µg/mL. Pemilihan

rentang kurva baku didasarkan pada rentang konsentrasi terendah sampai

(58)

nilai linieritas yang baik, dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Menurut

Chan dkk. (2004), suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik

apabila nilai koefisien korelasi (r) ≥ 0,99. Data persamaan kuva baku

[image:58.595.98.505.224.570.2]

diltiazem yang diperoleh disajikan pada tabel IV.

Tabel IV. Data kurva baku diltiazem

Konsentrasi seri baku

(µg/ml)

AUC

2 129426 4 430764 6 394044 8 470933 10 556663 12 684428 14 811360 16 861513 18 1014879 20 1163895

A 22277

B 55410

R 0,997

Persamaan kurva baku

y = 55410x + 22277

Berdasarkan tabel IV persamaan kurva baku diltiazem yang

diperoleh adalah y = 55410x-22277 dengan nilai koefisien korelasi (r)

sebesar 0,997 dan telah memenuhi persyaratan yaitu r ≥ 0,99 sehingga

persamaan tersebut dapat digunakan untuk menghitung kadar diltiazem.

2. Validasi metode analisis

Tujuan dilakukan validasi metode analisis menurut United States

Pharmacopeia (USP) adalah untuk menjamin bahwa metode analisis tersebut

(59)

dianalisis. Parameter-parameter validasi yang digunakan dalam penelitian ini

adalah akurasi, presisi, selektivitas, dan linieritas.

a. Selektivitas. Selektivitas merupakan kemampuan suatu metode analisis

untuk dapat memisahkan senyawa analit secara tepat dan spesifik dari

senyawa-senyawa lain yang ada dalam sampel. Parameter selektivitas

adalah resolusi (Rs). Resolusi merupakan jarak antara dua peak yang saling

berdekatan. Menurut Snyder dkk. (2010), suatu metode analisis dikatakan

[image:59.595.98.511.268.524.2]

memiliki selektivitas yang baik apabila memiliki nilai resolusi ≥ 2. Nilai resolusi peak diltiazem dalam matriks sampel ditunjukkan pada tabel V dan

gambar 6.

Tabel V. Data nilai resolusi peak diltiazem dalam matriks sampel

Tabel V menunjukkan rata-rata nilai resolusi peak diltiazem dalam

sampel dari tiga kali replikasi adalah sebesar 3,164 dan nilai resolusi

tersebut telah memenuhi persyaratan (Rs ≥ 2). Hal ini menunjukkan bahwa

metode KCKT yang digunakan memiliki selektivitas yang baik.

Sampel Replikasi

Replikasi 1 3,149 Replikasi 2 3,170 Replikasi 3 3,174

(60)
[image:60.595.99.512.115.664.2]

Gambar 6. Nilai resolusi peak diltiazem dalam matriks sampel

Gambar 6 menunjukkan resolusi peak diltiazem dalam sampel

adalah sebesar 3,149 dan menunjukkan bahwa peak larutan sampel

diltiazem memiliki waktu retensi pada menit ke-4,631 sama dengan peak

baku (gambar 4), sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa yang terkandung

dalam pulveres tersebut adalah diltiazem.

b. Linieritas. Linieritas merupakan suatu metode validasi yang menunjukkan

korelasi atau hubungan antara kosentrasi analit dengan respon yang

dihasilkan. Linieritas suatu metode ditunjukkan dengan nilai koefisien

korelasi (r). Suatu metode dikatakan memiliki linieritas yang baik apabila

nilai r ≥ 0,99 (Chan dkk., 2004). Berdasarkan pembuatan kurva baku, nilai

koefisien korelasi (r) yang diperoleh adalah 0,997 dan telah memenuhi

(61)

baik untuk digunakan dalam penetapan kadar diltiazem. Peak larutan baku

[image:61.595.99.506.173.601.2]

diltiazem ditunjukkan pada waktu retensi 4,696 menit (gambar 7).

Gambar 7. Kromatogram baku diltiazem pada konsentrasi 12 ppm

c. Presisi. Presisi merupakan ukuran yang menunjukkan kedekatan nilai data

yang satu dengan

Gambar

Tabel I. Tabel II.
Gambar 1. Struktur diltiazem  .........................................................................
Gambar 1. Struktur diltiazem (Moffat, Osselton, dan Widdop, 2011)
gambar 2.  Gambar 2. Skema instrumen KCKT (Ahuja dan Dong, 2005)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Telah dilakukan penetapan kadar zat aktif parasetamol dalam obat sediaan oral dengan metode Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) dengan menggunakan detektor UV-Vis dengan

Hubungan antara Leukositosis dengan Pelekatan Kandung Empedu pada Pasien Kolesistektomi di Rumah Sakit X. Sabrina Sally Lauwrens NRP

Dengan demikian, persyaratan keseragaman kandungan ketotifen fumarat dan siproheptadin HCl dalam pulveres tersebut tidak dipenuhi karena lebih dari 3 satuan pulveres dari 30

Berdasarkan karakteristik kandungan bahan pencemar di dalam air limbah rumah sakit, dilakukan penelitian mengenai efisiensi penyisihan kandungan zat organik,

Kriteria inklusi review ini adalah artikel tentang aspek penyimpanan sediaan farmasi di rumah sakit; artikel yang diterbitkan dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir,

Kesimpulan yang diperoleh berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah kualitas layanan yang diberikan oleh Rumah Sakit X masih dirasa kurang memuaskan bagi

Penelitian pengaruh kamper berkarbon aktif terhadap densitas bakteri udara ruang perawatan di rumah Sakit Universitas Tanjungpura berdasarkan pemeriksaan angka kuman udara,

Apabila terjadi pencemaran lingkungan terkait dengan limbah rumah sakit maka pertanggungjawaban pengurus rumah sakit terkait dengan tindak pidana lingkungan hidup