19
This work is licensed under a Creative Commons Attribution – ShareAlike 4.0 International License.
KAJIAN REFORMASI DAN PENGEMBANGAN ANGKUTAN DI TENGAH PANDEMI COVID-19 DI KABUPATEN SIDOARJO
Dadang Supriyatno1*, Sri Wiwoho Mudjanarko2 , Satriana Fitri Mustika Sari 3
1,3 Departemen Teknik Sipil, Universitas Negeri Surabaya
2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Narotama Surabaya dadangsupriyatno@unesa.ac.id1*
ABSTRAK
Sidoarjo merupakan bagian dari Gerbangkertosusila yang merupakan Metropolitan areas, maka diperlukan sarana dan prasarana yang mampu menunjang kebutuhan kota bersamaan dengan pandemi Covid-19 perlu dilakukan revitasliasai angkutan umum yang fundamental. Menurut survei yang dilakukan dengan metode AHP didapatkan model Y= 0,158X1 + 0,187X2 + 0,135X3 + 0,156X4 + 0,126X5 + 0,131X6 + 0,066X7 + 0,042X8 dari hasil perhitungan menunjukan bahwa kota Sidoarjo sudah siap untuk dikembangkan. Pengembangan yang dilakukan adalah mengembangkan angkutan eksisting rute Terminal Purabaya – Terminal Porong menjadi angkutan massal berbasis jalan yaitu Bus sedang dengan kapasitas 30 penumpang, yang memiliki waktu sirkulasi 1 jam 49,25 menit/trip, dengan load factor 77%, headway 11,55 menit, dan armada yang butuhkan 12 unit armada, serta tarif sementara yang ditentukan menurut BOK Rp. 8.334,-. Revitalisasi kepada angkutan eksisting adalah dengan melakukan scraping dengan cara mererouting angkutan eksisting dengan dijadikan feeder, peremajaan angkutan eksisting, dijual ke luar kota, dan apabila sudah sangat tidak laik jalan dijual rongsokan dibesi tua dengan metode kiloan.
Keyword : Pengembangan, Revitalisasi, Angkutan Umum, Angkutan Massal, Pandemi 1. PEDAHULUAN
Kabupaten Sidoarjo adalah bagian dari wilayah pengembangan Gerbangkertosusila, dengan posisinya sebagai bagian dari Surabaya Metropolitan Area, yang secara cepat telah mendorong wilayah ini untuk tumbuh dan berkembang. Konsekuensi dari perkembangan tersebut adalah timbulnya arus lalu lintas yang menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang mencukupi serta manajemen transportasi yang handal, sehubungan dengan fungsi transportasi sebagai pendukung utama bagi aktivitas masyarakat.
Keberhasilan pembangunan sangat dipengaruhi oleh peran transportasi sebagai urat nadi kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan-keamanan. Pembangunan sektor transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi yang efektif dan efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang dan jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah khususnya Provinsi Jawa Timur. Konsekuensi dari perkembangan tersebut adalah timbulnya arus lalu lintas yang menuntut penyediaan sarana dan prasarana yang mencukupi serta manajemen transportasi yang handal, sehubungan dengan fungsi transportasi sebagai pendukung utama bagi aktivitas masyarakat.
20
Dalam melakukan perjalanan orang dan pergerakan barang, transportasi yang digunakan menurut persepsi dan kebutuhan masing-masing pengguna jasa, meliputi udara, laut dan darat.
Kabupaten sidoarjo, jenis prasarana transportasi yang utama adalah transportasi jalan dengan terdapat simpul transportasi utama terminal tipe A Purabaya dan 5 terminal C pendukung, yaitu terminal larangan, terminal wadung asri, terminal sukodono, terminal krian dan terminal taman.
Fungsi transportasi jalan semakin penting dengan adanya simpul transportasi udara Bandara Juanda.
Selama pandemi Covid-19 berlangsung penurunan jumlah pengguna atau user angkutan umum yang sangat berdampak pada operator, dimana biaya operasional meningkat sementara load factor angkutan tidak pernah menyentuh 70%, sehingga reformasi dan pengembangan angkutan perlu dilakukan bersamaan dengan adanya pandemi covid-19 diharapakan akan ada perbaikan yang fundamental terhadap angkutan umum di sidoarjo dan akan selesai ketika pandemi Covid-19 Usai
Revitalisasi dan pengembangan angkutan umum sebagai sarana tarnsportasi di kabupaten sidoarjo diharapkan mampu menjadi tulang punggung angkutan penumpang perkotaan dan antar kota, sehingga dapat menjadi salah satu penggerak utama perekonomian jawa timur, dengan pengembangan sarana transportasi yang terintegrasi dengan moda lainnya dapat meningkatkan efisiensi penyelanggaraan perekonomian kabupaten Sidoarjo.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Transportasi Umum
Transportasi umum (dikenal sebagai transportasi publik atau transportasi massal) adalah layanan angkutan penumpang oleh sistem perjalanan kelompok yang tersedia untuk digunakan masyrakat umum, biasanya dikelola sesuai jadwal, dioperasikan pada rute yang ditetapkan, dan dikenakan biaya untuk setiap perjalanan.
Moda transportasi publik diantaranya adalah bus kota, trem (kereta api ringan), angkutan lyn, bison, kereta api. Sebagian besar sistem transportasi umum berjalan di sepanjang rute tetap dengan titik pemberhentian dengan jadwal yang telah diatur sebelumnya. layanan transportasi publik dapat digerakkan oleh keuntungan dengan menggunakan tarif berdasarkan jarak atau didanai oleh subsidi pemerintah di mana tarif flat rate dibebankan kepada setiap penumpang.
Menurut Peraturan Menteri No.15 Tahun 2019 Pasal 1 Ayat 25 angkutan massal adalah pelayanan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum dalam kawasan perkotaan yang menggunakan mobil bus dengan kapasitas angkut massal dan dilengkapi dengan lajur khusus.
2.2 Angkutan Umum
Menurut Warpani (1990) angkutan umum adalah angkutan sistem bayar atau sewa. Tujuan utama keberadaan umum adalah menyelenggarakan pelayanan angkutan yang baik dan layak bagi masyarakat karena sifatnya yang massal, maka diperlukan adanya kesamaan diantara para penumpang diantara para penumpang berkenaan dengan asal dan tujuan.
Angkutan umum diselenggarakan dalam upaya memenuhi kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau. Angkutan umum orang dan/atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor umum. Kendaraan umum yaitu moda transportasi yang diperuntukkan bagi orang banyak, kepentingan bersama, menerima pelayanan bersama,
21
mempunyai arah dan titik tujuan yang sama, serta terikat dengan peraturan trayek yang sudah ditentukan dan jadwal yang sudah ditetapkan, para pelaku perjalanan harus menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan tersebut apabila angkutan umum ini sudah mereka pilih (SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002)
2.3 Pelayanan Angkutan Umum
Pelayanan yang optimal kepada calon penumpang, jumlah angkutan kota yang tersedia harus mencukupi kebutuhan, tetapi jumlah angkutan kota yang ada juga harus sebanding dengan jumlah pengguna jasa angkutan kota dengan demikian keberadaan angkutan kota menjadi efisien. Dengan kata lain, jumlah penawaran harus seimbang dengan permintaan.
Pelayanan angkutan orang dengan kendaraan umum atau transportasi umum dilakukan dengan menggunakan mobil bus atau mobil penumpang. Pengangkutan orang dengan kendaraan umum dilayani dengan:
a. Trayek tetap dan teratur adalah pelayanan angkutan yang dilakukan dalam jaringan trayek secara tetap dan teratur dengan jadwal tetap atau tidak berjadwal untuk pelayanan angkutan orang.
b. Tidak dalam trayek, pengangkutan orang dengan angkutan umum tidak dalam trayek terdiri dari :
Pengangkutan dengan menggunakan taksi
Pengangkutan secara sewa
Pengangkutan untuk keperluan pariwisata 2.4 Kinerja Angkutan Umum
Kinerja angkutan umum dinilai berdasarkan parameter-parameter tertentu baik kuantitatif maupun kualitatif mengenai karakteristik sistem angkutan yang ditinjau. Parameter-parameter ini dapat dijadikan dasar perhitungan yang digunakan dalam menentukan jumlah armada angkutan umum salah satunya angkutan kota. Nilai standar kinerja angkutan umum ini dirangkum dari :
a. SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum.
b. PM No.98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor.
Seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 1 Parameter Pelayanan
No Parameter Nilai Sat. Standar Nilai
Kurang = 1 Sedang = 2 Baik
= 3
1 Load factor jam sibuk % >100 70-100 <70
2 Load factor jam tidak sibuk % >100 70-100 <70
3 Kecepatan Perjalanan Km/jam <5 6-10 >10
4 Headway Menit >15 10-15 <10
5 Waktu Perjalanan Menit/km >12 6-12 <6
6 Waktu Pelayanan Jam <13 13-15 15
7 Frekuensi Kend/jam <4 4-6 >6
8 Jumlah Kendaraan Operasi % <80 80-89 90-100
22
9 Waktu Tunggu Detik >120 61-199 <60
10 Jumlah Penumpang Kend/Hari <180 180-250 >250
11 Waktu Sirkulasi Menit >120 120-60 <60
Dalam tabel 1, dengan tiga keriteria pembobotan yaitu bobot 1 adalah pelayanan dalam tingkat kurang baik. Bobot 2 adalah dalam tingkat pelayanan sedang dan bobot 3 yaitu pelyanan dengan tingkat baik.
Jumlah armada yang tepat sesua dengan kebutuhan sulit dipastian yang dapat dilakukan adalah jumlah mendekati besarnya kebutuhan. Dasar-dasar perhitungan jumlah armada menurut pedoman teknis depatemen perhubungan republik indonesia (2002). sebagai berikut : a. Faktor muat merupakan perbandingan, antara kapasitas terjual dan kapasitas tersedia untuk
satu perjalanan yang biasa dinyatakan dalam persen (%)
b. Kapasitas kendaraan adalah daya muat penumpang pada setiap kendaraan angkutan umum dapat dilihat pada tabel berikut.\
c. Dasar perhitunga kendaraan pada suatu jenis trayek ditentukan oleh kapasitas kenadraan, waktu sirkulasi, waktu henti kendaraan diterminal dan waktu antara.
Tabel 2 Kapasitas Kendaraan
Jenis Angkutan Kapasitas Kendaraan Kapasitas
Penumpang
Duduk Berdiri Total
Mobil penumpang 8 - 8 250-300
Bus Kecil 19 - 19 300-400
Bus Sedang 20 10 30 500-600
Bus Besar lantai Tunggal 49 30 79 1.000-1.200
Bus Besar Lantai Ganda 85 35 120 1.500-1.800
Catatan :
Angka kapasitas kendaraan bervariasi tergantung susunan tempat duduk kendaraan
Ruang untuk berdiri perpenumpang 0,17m/penumpang 3. METODE PENELITIAN
Penelitian menggunakan metode yang relevan dan valid dalam penentuan hasil kajian terkait pengembangan angkutan umum di Kabupaten Sidoarjo
3.1 Metode AHP.
Analytic Hierarcy Process adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata variabel dalam suatu susuan hierarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektiv tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan untuk menetapkan variabel yang mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Menurut Saaty (1993) hirarki yang dimaksud didefinisikan sebagai suatu respresentasi dari sebuah permasalahan yang komplek dalam suatu struktur multi level, dimana
23
level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria dan seterusnya kebawah hingga level terakhir dari alternatif.
Menggunakan hirarki suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok- kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis
Tahapan pengambilan keputusan dengan AHP adalah berikut:
a. Mendefisnisikan maslah dan menentukan solusi yang diinginkan b. Membuat struktur hierarki diawali dengan tujuan utama
c. Menentukan penelitian perbandingan berpasangan dengan menggunakan skala penilaian hierarki.
d. Perhitungan dalam metode AHP menggunakan suatu matriks perbandingan (resiprokal) jika Aij = a maka Aji = 1/a.
e. Menghitung nilai eigen dan menguji monsistensinya
f. Mengulangi langkah c, d, dan e untuk seluruh tingkatan hierarki g. Menghitung vektor prioritas
h. Mengecek konsisten hierarki, konsistensi yang diharapkan kurang dari atau sama dengan 10%.
3.2 State Prefference
Menurut definisinya Stated preference berarti pernyatan preferensi tentang suatu alternatif dibanding alternatif-alternatif yang lain. Stated preference berbeda dengan Revealed Preference yang datanya diperoleh dari pengamatan terhadap perilaku aktual atau laporan- laporan perilaku pada masa lampau. Revealed Preference mencatat keputusan pilihan perjalanan yang aktual termasuk indikator-indikator dari semua komponen yang mendasari keputusan diambil.
Metode ini telah secara luas dipergunakan dalam bidang transportasi karena metode ini dapat mengukur/memperkirakan bagaimana masyarakat memilih moda perjalanan yang belum ada atau melihat bagaimana reaksi mereka bereaksi terhadap suatu aturan baru. Teknik ini menggunakan pernyataan preferensi dari para responden untuk menentukan alternatif rancangan.
Stated preference merupakan pendekatan terhadap responden untuk mengetahui respon mereka terhadap situasi yang berbeda. Masing-masing individu ditanya tentang responnya jika mereka dihadapkan kepada situasi yang diberikan dalam keadaan yang sebenarnya (bagaimana preferensinya terhadap pilihan yang ditawarkan). Kebanyakan stated preference menggunakan perancangan eksperimen untuk menyusun alternatif-alternatif yang disajikan kepada responden Rancangan ini biasanya dibuat orthogonal, artinya kombinasi antara atribut yang disajikan bervariasi secara bebas satu sama lain. Keuntungannya adalah bahwa efek dari setiap atribut yang direspon lebih mudah diidentifikasi. sifat utama dari survei teknik stated preference adalah
a. Stated preference didasarkan pernyataan pendapat responden tentang bagaimana respon mereka terhadap beberapa alternatif hipotesa.
b. Setiap pilihan direpresentasikan sebagai paket dari atribut yang berbeda seperti waktu, ongkos, headway, reliability dan lain-lain.
24
c. Peneliti membuat alternatif hipotesa sedemikian rupa sehingga pengaruh individu pada setiap atribut dapat diestimasi, ini diperoleh dengan teknik desain eksperimen (experimental design).
d. Alat interview questionare harus memberikan alternative hipotesa yang dapat dimengerti oleh responden, tersusun rapi dan dapat masuk akal.
e. Responden menyatakan pendapatnya pada setiap pilihan option dengan melakukan ranking, rating dan choice pendapat terbaiknya dari sepasang atau sekelompok penyataan.
f. Respon sebagai jawaban yang diberikan oleh individu dianalisa untuk mendapatkan ukuran secara kuantitatif mengenai hal yang penting (relatif) pada setiap atribut.
Kemampuan penggunaan stated preference terletak pada kebebasan membuat desain eksperimen dalam upaya menemukan variasi yang luas bagi keperluan penelitian.
Kemampuan ini harus diimbangi oleh keperluan untuk memastikan bahwa respon yang diberikan cukup realistis.
3.3 Analisis Regresi
Analisis regresi merupakan salah satu metode statistika untuk mempelajari dan mengukur hubungan statistik yang terjadi antara dua atau lebih variabel. Dalam regresi sederhana dikaji dua variabel, sedangkan dalam majemuk dikaji lebih dari dua variabel. Dalam analisis regresi, suatu persamaan regresi hendak ditentukan dan digunakan untuk menggambarkan pola atau bentuk fungsi hubungan yang terdapat antar variabel terikat (dependent variabel atau response variabel) dan biasanya diplot pada sumbu tegak (sumbu-y). Sedangkan variabel bebas (independent variabel atau explanatory variabel) adalah variabel yang diasumsikan memberikan pengaruh terhadap variasi variabel terikat dan biasanya diplot pada sumbu datar (sumbu-x)
Menurut Tamin (2008), analisis regresi-linier digunakan untuk mempelajari hubungan antar sifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis regresi-linier dapat memodelkan hubungan antara dua peubah atau lebih. Peubah tidak bebas (Y) mempunyai hubungan fungsional dengan satu atau lebih peubah-peubah bebas (X1).
3.4 Analisis Logit Binomial
Analisa logit binomial adalah analisa yang digunakan mengetahui probabilitas dari masing-masing moda. Menurut Dhani Yudha (2005), model logit binomial harus memenuhi aksioma Independent of Irrelevant Alternatif (IIA).
Pengumpulan Data penelitian ini deiperoleh dari sumber-sumber tertentu : a. Data sekunder
1) Data jumlah penduduk dari BPS kabupaten Sidoarjo 2) Data kondisi land use dari BPS Kabupaten Sidoarjo b. Data primer
1) Pengamatan wawancara AHP
2) Pengamatan wawancara Stated Preference 3) Jumlah Penumpang Bison dan Lyn JSP 4) Kinerja Angkutan
25 c. Menentukan Sampel
1) Sampel dalam Survei AHP menggunakan metode Suharsimi Ari Kunto(2010) dengan mengambil 10% dari populasi.
409 dari populasi penumpang bison Sampel = 409 x 10% = 40,9 responden
Maka responden yang akan disurvei dalam wawancara AHP adalah 41 responden.
2) Penentuan sampel dalam survei Stated Preference menggunakan metode Slovin.(Setiawan, 2007)
𝑛𝑛 = 𝑁𝑁 1 + 𝑁𝑁𝑒𝑒2 𝑛𝑛 = 409
1 + 409 (0,12) = 80,35 responden
Maka responden yang akan disurvei wawancara stated Preference adalah 80 responden, yang dibagi menjadi dua lokasi yaitu 40 di Terminal Purabaya dan 40 di Terminal Porong.
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kesiapan Kota untuk dilakukan pengembangan melalui Analytical Hierarchy Process.
Pengolahan data menggunakan metode AHP untuk mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata variabel dalam suatu susunan hierarki.( Saaty, 1997)[6]
Analytical hierarchy process digunakan untuk mengetahui hasil pembobotan dari masing- masing kriteria yang berpengaruh dalam pengembangan angkutan umum yang sudah disurvei wawancarakan kepada 41 sumber yang dianggap ahli, kemudian dibentuk dalam model kesiapan untuk mengetahui kesiapan dalam pengembangan angkutan umum .
1. Rekapitulasi penilaian bobot
Tabel 3 Rekapitulasi Bobot Nilai
Skala Ekonomi dan
Kemampuan Fiskal Daerah
Kebijakan Transportasi
Tata Guna Lahan
Integrasi Angkutan
Umum
Tiket dan Waktu Perjalanan
Infrastruktur
Penunjang Fungsi
Kota Ukuran Kota
Skala Ekonomi
dan Kemampuan
Fiskal Daerah
1,00 1,00 0,33 1,00 3,00 1,00 2,00 5,00
Kebijakan
Transportasi 1,00 1,00 1,00 3,00 2,00 1,00 2,00 5,00
Tata Guna
Lahan 3,00 1,00 1,00 0,40 0,33 1,00 1,00 3,00
Integrasi Angkutan
Umum 1,00 0,33 2,50 1,00 2,00 1,00 3,00 3,00
Tiket dan Waktu
Perjalanan 0,33 0,50 3,00 0,50 1,00 1,00 2,00 3,00
Infrastruktur
Penunjang 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 2,00 3,00
Fungsi Kota 0,50 0,50 1,00 0,33 0,50 0,50 1,00 1,00
Ukuran Kota 0,20 0,20 0,33 0,33 0,33 0,33 1,00 1,00
Jumlah 8,03 5,53 10,17 7,57 10,17 6,83 14,00 24,00
27
2. Menormalkan Matriks Resiprokal untuk mendapatkan nilai vektor prioritas Tabel 4 Normalisasi
Skala Ekonomi
dan Kemampu
an Fiskal Daerah
Kebijakan Transportasi
Tata Guna Lahan
Integrasi Angkutan
Umum
Tiket dan Waktu Perjalanan
Infrastruktur
Penunjang Fungsi
Kota Ukuran Kota
Skala Ekonomi dan Kemampuan Fiskal Daerah
0,1245 0,1807 0,0328 0,1322 0,2951 0,1463 0,1429 0,2083
Kebijakan
Transportasi 0,1245 0,1807 0,0984 0,3965 0,1967 0,1463 0,1429 0,2083 Tata Guna
Lahan 0,3734 0,1807 0,0984 0,0529 0,0328 0,1463 0,0714 0,1250
Integrasi Angkutan
Umum 0,1245 0,0602 0,2459 0,1322 0,1967 0,1463 0,2143 0,1250
Tiket dan Waktu
Perjalanan 0,0415 0,0904 0,2951 0,0661 0,0984 0,1463 0,1429 0,1250 Infrastruktur
Penunjang 0,1245 0,1807 0,0984 0,1322 0,0984 0,1463 0,1429 0,1250
Fungsi Kota 0,0622 0,0904 0,0984 0,0441 0,0492 0,0732 0,0714 0,0417 Ukuran Kota 0,0249 0,0361 0,0328 0,0441 0,0328 0,0488 0,0714 0,0417
Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000
3. Nilai vektor prioritas
Tabel 5 Vektor Prioritas
Kriteria Vektor
Prioritas Skala Ekonomi Dan Kemampuan Fiskal Daerah 0,158
Kebijakan Transportasi 0,187
Tata Guna Lahan 0,135
Integrasi Angkutan Umum 0,156
Tiket dan Waktu Perjalanan 0,126
Infrastuktur Penunjang 0,131
Fungsi Kota 0,066
Ukuran Kota 0,042
4. Sebelum nilai vektor prioritas digunakan maka harus diuji konsistensinya, sebagai berikut :
28 a. Mencari nilai vektor K
b. Mencari nilai vektor Eigen Value (E)
c. Mencari 𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆𝜆
d. Mencari indeks konsistensi
e. Menguji konsistensi nilai vektor prioritas
0,094≤0,1 (konsisten)
Maka berdasarkan hasil analisis diatas diketahui pengujian konsistensi nilai vektor mendapatkan hasil konsisten, maka nilai vektor dapat diguanakan. Selajutnya dinyatakan dalam presentase yaitu Skala Ekonomi Dan Kemampuan Fiskal Daerah sebesar 15,8%, Kebijakan Transportasi sebesar 18,7%, Tata Guna Lahan sebesar 13,5%, Integrasi Angkutan Umum 15,6%, Tiket dan Waktu Perjalanan sebesar 12,6%, Infrastruktur Penunjang 13,1%, Fungsi Kota sebesar 6,6%, dan Ukuran Kota 4,2%.
Dari hasil pengolahan data tersebut kemudian dimasukan dalam persamaan regresi linier:
Y=0,158X1+0,187X2+0,135X3+0,156X4+0,126X5+0,131X6+0,066X7+0,042X8 4.2 Pengolahan skala nilai faktor X1,X2,X3,X4,X5,X6,X7,dan X8 yang mempengaruhi
pengembangan angkutan umum
Penilaian skor ini berdasarkan kondisi eksisting yang ada dilapangan Tabel 6 Skala Nilai
Atribut Faktor Skala
Nilai X1 Skala ekonomi dan kemampuan fiskal daerah 0
X2 Kebijakan transportasi 0,75
X3 Tata Guna Lahan 0,75
X4 Integrasi Angkutan Umum 0,75
X5 Tiket dan Waktu Perjalanan 0,75
X6 Infrastruktur penunjang 0,75
X7 Fungsi kota 0,75
X8 Ukuran kota 0,75
29
Skala nilai di konsdisi eksisting tersebut dimasukan dalam regresi linier berganda untuk diketahui kesiapan pengembangan angkutan umum, skala kesiapan terdapat pada tabel dibawah ini;
Tabel 7 Skala Kesiapan
No Nilai Kesiapan (Y) Keterangan
1 < 0,50 Angkutan umum belum dapat dikembangkan
2 Antara 0,51 – 0,61 Angkutan umum belum sepenuhnya dapat dikembangkan 3 Antara 0,61 – 0,70 Angkutan umum sudah siap dikembangkan
4 Antara 0,71 – 1,00 Angkutan umum sudah lebih siap dkembangkan 5 >1 Angkutan umum sudah sangat siap dikembangkan
Sumber : Ofyzar Z. Tamin
Dari hasil skala nilai pengamatan kondisi eksisting yang telah diketahui akan dihitung menggunakan persamaan regresi linier, berdasarkan perhitungan memiliki hasil 0,632. Maka dari hasil 0,632 kabupaten Sidoarjo sudah siap untuk dilakukan pengembangan angkutan umum.
4.3 Pengembangan angkutan umum lyn JSP dan Bison menjadi Angkutan Massal 4.3.1 Kinerja angkutan lyn JSP
Tabel 8 Kinerja angkutan JSP
No Parameter Satuan Hasil Bobot
1 Load factor % 100% 2
2 Frekuensi Kend/Jam 39 3
3 Headway Menit 1,94 3
4 Kecepatan Km/Jam 20-33 3
Disimpulkan kinerja angkutan lyn JSP dikategorikan baik karena rata-rata memiliki bobot 3.
4.3.2.Kineja angkutan bison
Tabel 9 Kinerja angkutan bison
No. Parameter Satuan Hasil Bobot
1 Load factor % 92,86 2
2 Frekuensi Kend/Jam 30 3
3 Headway Menit 1,91 3
4 Kecepatan Km/Jam 30-50 3
Disimpulkan kinerja angkutan Bison dikategorikan baik karena rata-rata memiliki bobot 3.
Pengembangan angkutan esisting ke angkutan massal harus sesuai dengan kondisi kota sidoarjo, diperlukan data jumlah penumpang, penentuan moda, waktu perjalanan, panjang jalan, headway, waktu sirkulasi pertrip, prrediksi kecepatan kendaraan.
30 1. Penentuan jenis kendaraan
Jenis kendaraan yang akan digunalan untuk pengembangan angkutan umum ke angkutan massal adalah bus sedang berkapasitas 30 penumpang.
2. Waktu sirkulasi
Waktu sirkulasi dengan pengaturan kecepatan rata-rata 20 km perjam dengan deviasi 5%
dari waktu perjalanan. Dengan rumus:
CTABA = (TAB + TBA) + (σAB + σBA) + (TTA + TTB) CTABA = (50 + 45) + (2.5 + 2.25) + (5 + 4.5)
= 109.25 menit atau 1 jam 49.25 menit.
3. Load factor
LF = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃𝑃𝑃
𝐾𝐾𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐽𝐽𝐾𝐾 𝐴𝐴𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝐽𝐽𝐾𝐾 × 100%
LF = 30 23× 100%
= 77%
4. Headway
H = 60.𝐶𝐶.𝐿𝐿𝐿𝐿𝑃𝑃 H = 60.30.0.77120
= 11,55 menit 5. kebutuhan armada
K = 𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽𝐽ℎ 𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝑃𝐽𝐽𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝑃𝑃𝑃𝑃 𝐴𝐴𝐽𝐽𝑃𝑃𝐽𝐽𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐾𝐽𝐽𝐾𝐾 𝐽𝐽𝑃𝑃𝑃𝑃𝐴𝐴𝐽𝐽𝐾𝐾
K = 36030
= 12 unit kendaraan.
6. Biaya operasional kendaraan
Nilai BOK angkutan bus sedang memiliki harga perkiraan sendiri yaitu Rp. 8.334,- 4.4 Hasil Survei Stated Preference
4.4.1Respon terhadap selisih biaya perjalanan (∆X1).
Tabel 10 Respon Terhadap selisih biaya
Selisih Biaya perjalanan Bus – LRT (Rp) (∆X1)
Jumlah Responden Masing-masin Rating.
Total
1 2 3 4 5
-0 39 4 13 3 26 85
-250 39 4 12 2 28 85
-500 39 4 12 2 28 85
-1.000 44 2 12 0 27 85
-1.500 25 2 11 0 47 85
31 Selisih Biaya perjalanan Bus –
LRT (Rp) (∆X1)
Jumlah Responden Masing-masin Rating.
Total
1 2 3 4 5
-2.000 24 2 11 1 47 85
-2.500 24 2 11 1 47 85
-3.000 24 2 10 1 48 85
4.4.2 Respon terhadap selisih Waktu Tempuh
Tabel 11 Respon Terhadap selisih waktu tempuh
Selisih Waktu Tempuh (Menit)
(∆X2)
Jumlah Responden Masing-masing
Rating. Total
1 2 3 4 5
-30 21 2 6 2 54 85
-27 20 2 6 5 52 85
-24 20 3 6 3 53 85
-20 22 2 6 3 52 85
-16 24 1 7 3 50 85
-12 49 1 7 3 25 85
-8 46 1 9 2 27 85
-4 45 1 10 2 27 85
4.4.3 Respon terhadap perubahan frekuensi keberangkatan
Tabel 12 Respon terhadap perubahan frekuensi
Selisih Frekuensi Keberangkatan (kend/hari) (∆X3)
Jumlah Responden Masing-
masing Rating. Total
1 2 3 4 5
-16 54 1 7 2 21 85
-14 54 1 7 2 21 85
-12 54 1 7 2 21 85
-10 49 5 8 2 21 85
-8 47 4 9 2 23 85
-6 44 2 11 4 24 85
-4 30 7 11 4 33 85
-2 28 2 10 10 35 85
4.5 Analisis Data Stated Preference
Data yang telah diperoleh melalui survei berupa skala kualitatif ditransformasikan menjadi bentuk skala probabilitas kemudian diubah menjadi bentuk skala simetrik yang nantinya akan menjadi skala utilitas yang bersesuaian dengan skala probabilitas.
Tabel 13 Skala Simetrik
Skala Respon Skala
Probabilitas (P)
Utilitas Ln�1−0,90,9 �
1 Pasti memilih bus 0,9 2,1972
32
2 Mungkin memilih bus 0,7 0,8473
3 Berimbang 0,5 0,0000
4 Mungkin memilih LRT 0,3 -0,8473
5 Pasti memilih LRT 0,1 -2,1972
Setelah skala simetrik diketahui langkah selanjutanya adalah analisis regresi untujk memperoleh utilitas dimana skala simetrik akan menjadi variabel terikat sedangkan variabel bebasnya adalah selisih tiap-tiao atribut.
Dengan menggunakan regresi linier akan didapat konstanta dan efisien untuk masing- masing model utulitas dapat dinyarakan
(UB – UTV) = b0 + b1(∆X1) + b2(∆X2)……..+ bn(∆Xn)
Dari model utilitas yang didapatkan, akan diperoleh probabilitas pemilihan moda dengan menggunakan logit binomial. Respon dari penumpang yang didapat kemudian dianalisa menggunakan SPSS sehingga didapatkan konstanta dan koefisien regresi dari masing-masing model. Kemudian didapatkan forumula utilitas yang digunakan untuk mencari probabilitas pemilihan moda dengan model logit binomial.
4.5.1 Atribut Biaya Perjalanan
Dalam pemilihan moda transportasi, harga tiket merupakan salah satu pertimbangan bagi pengguna jasa untuk menentukan pilihan moda yang akan digunakan. Berdasarkan analisis regresi diperoleh nilai konstansta 2,558 dan koefisien -0,001904. Sehingga dipeorleh persamaan utilitas
(UB – UTV) = b0 + b1(∆X1) (UB – ULRT) = 2.558 - 0.01904 Δ X1
Didapatkan persamaan untuk menghitung probabilitas bus dan LRT sebagai berikut :
( )
( B LRT)
LRT B B
B
U U
U U U
U U
B 1 e
e e
e
P e −−
= +
= + LRT
LRT
B 1 P
P = −
Sehingga didapatkan probabilitas bus dan probabilitas LRT sebagai berikut : Tabel 14 Utilitas Biaya Perjalanan
No ᐃX1 (UB -ULRT) PB PLRT
1 0 2,558 0,928 0,072
2 250 2,082 0,889 0,111
3 500 1,606 0,833 0,167
4 1000 0,654 0,658 0,342
5 1300 0,083 0,521 0,479
6 1500 -0,298 0,426 0,574 7 2000 -1,250 0,223 0,777 8 2500 -2,202 0,100 0,900 9 3000 -3,154 0,041 0,959
33
Interpretasi serta kesimpulan model diatas adalah sebagai berikut ;
a. Konstanta pada model tersebut sebesar 2,558 hal ini berarti jka kedua moda tersebut mempunyai harga tiket yang sama, maka besarnya selisih utulitas sebesar 2,558. Pada kondisi ini probabilitas bus 0,928 sedangkan probabilitas LRT 0,07 sehingga penumpang cenderung memilih bus dibandingkan LRT ketika harga tiket sama.
b. Koefisien ᐃX1 adalah sebesar -0,001904 koefisien ini dapat interpretasikan bahwa jika harga tiket Bus dan LRT naik sebesar 1 rupiah maka utilitas bus akan naik sebesar 0,001904, sehingga koefisien akan berakibat pada probabilitas pemilihan LRT
c. Nilai koefisien determinasi sebasar 78,5% menunjukan bahwa biaya perjalanan memberikan kontribusi sebasar 78,5% ;terhadap pemilihan mode perjalanan.
d. Pada saat harga tiket selisih Rp.1.300,- maka probabilitas memilih bus 0,521 sedangkan pengguna memilih LRT 0,479, dari hasil tersebut pada selisih biaya perjalanan Rp.1,300 pengguna cenderung memilih bus, dan sebaliknya bila selisih lebih dari Rp. 1.300 maka pengguna cenderung memilih LRT.
e. Maka pada saat harga maksimal Rp. 6.300,- maka probabilitas meningkat, sehingga pengguna cenderung memilih menggunakan angkutan bus untuk perjalanan Terminal Purabaya – Terminal Porong.
4.5.2 Atribut Waktu Tempuh
Dalam pemilihan moda transportasi, waktu tempuh merupakan salah satu pertimbangan bagi pengguna jasa untuk menentukan pilihan moda yang akan digunakan untuk perjalanan.
Berdasarkan analisis regresi dengan menggunakan software SPSS diperoleh nilai konstanta 3,179 dengan koefisien -0.212. sehingga diperoleh persamaan utiltas
(UB – UTV) = b0 + b2(∆X2) (UB – ULRT) = 3,179-0,212 ∆X2
Didapatkan persamaan untuk menghitung probabilitas bus dan LRT sebagai berikut :
( )
( B LRT)
LRT B B
B
U U
U U U
U U
B 1 e
e e
e
P e −−
= +
= + LRT
LRT
B 1 P
P = −
Sehingga didapatkan probabilitas bus dan LRT sebagai berikut : Tabel 15 Utilitas Waktu Perjalanan
No ᐃX2 (UB -ULRT) PB PLRT
1 30 -3,181 0,040 0,960
2 27 -2,545 0,073 0,927
3 24 -1,909 0,129 0,871
4 20 -1,061 0,257 0,743
5 16 -0,213 0,447 0,553
6 15 -0,001 0,500 0,500
7 12 0,635 0,654 0,346
8 8 1,483 0,815 0,185
9 4 2,331 0,911 0,089
34
Interpretasi serta kesimpulan dari model diatas adalah sebagai berikut ini;
a. Konstanta pada model tersebut adalah 3,179 hal ini berarti jika kedua moda tersebut memiliki waktu tempuh yang sama maka probabilitas pemilih bus akan meningkat
b. Koefisien adalah -0,212, diinterpretasikan bahwa jika selisih waktu tempuh perjalanan bus dan LRT naik sebesar satu menit maka utilitas bus akan naik -0,212, sehingga berakibat pada naiknya probabilitas bus.
c. Nilai koefisien determinasi 74,1% menunjukan waktu tempuh perjalanan memberikan kontribusi 74,1% terhadap pemilihan moda perjalanan.
d. Pada saat waktu tempuh selisih 15 menit lebih cepat dibanding LRT maka utilitas bus akan naik sehingga probabilitas bus meningkat. Maka responden cenderung memilih bus dibanding LRT. Sedangkan sebaliknya bila waktu tempuh lebih lambat 15 menit dibanding LRT probabilitas LRT naik, sehingga responden cenderung memilih LRT.
e. Maka pada saat watub tempuh Terminal Purabaya – Terminal Porong 40 menit probabilitas bus akan meningkat, sehingga pengguna cenderung memilih bus untuk moda perjalanan.
4.5.3 Atribut Frekuensi Keberangkatan
Frekuensi keberangkatan merupakan salah satu pertimbangan dalam menetukan pemilihan moda transportasi. Berdasarkan analisis regresi menggunakan SPSS diperoleh konstanta -0,1726 dan koefisien 0,314, sehingga diperoleh utilitas sebagai berikut ;
(UB – UTV) = b0 + b1(∆X1) (UB – UTV) = -1,726+0,314 ∆X3
Didapatkan persamaan untuk menghitung probabilitas bus dan LRT sebagai berikut :
( )
( B LRT)
LRT B B
B
U U
U U U
U U
B 1 e
e e
e
P e −−
= +
= + LRT
LRT
B 1 P
P = −
Sehingga didapatkan probabilitas bus dan probabilitas LRT sebagai berikut : Tabel 16 Utilitas Frekuensi Perjalanan
No ᐃX3 (UB -ULRT) PB PLRT
1 16 3,298 0,964 0,036
2 14 2,670 0,935 0,065
3 12 2,042 0,885 0,115
4 10 1,414 0,804 0,196
5 8 0,786 0,687 0,313
7 5,5 0,001 0,500 0,500
8 4 -0,470 0,385 0,615
9 2 -1,098 0,250 0,750
Interpretasi dari model diatas adallah
a. Kontanta pada model tersebut sebesar -1,726, apabila kedua moda mimiliki frekuensi yang sama, maka probabilitas bus adalah 0,151 sedangkan probabilitas LRT adalah 0,750. Maka pada kondisi ini pengguna cenderung memilih LRT
35
b. Koefisien adalah sebesar koefisien 0,314 dapat diinterpretasikan jika selisih frekuensi keberangkatan bus dan LRT naik sebesar satu kali maka utilitas naik sebesar 0,314, sehingga naiknya koefisien berakibat pada naiknya probabilitas bus.
c. Nilai koefiisien determinasi sebesar 57,1% menunjukan bahwa frekuensi keberangkatan perjlanan memberikan kontribusi sebesar 57,1% terhadap pemilihan moda perjalanan.
d. Apabila frekuensi keberangkatan 5,5 kali lebih banyak dibandingkan LRt perhari maka utilitas akan naik dan probabilitas bus akan naik, dan responden cenderung memilih bus.
Dan sebaliknya jika frekuesni keberangkatan bus kurang 5,5 kali perhari dibandingkan dengan LRT maka probabilitas LRT akan naik dazn pengguna akan memilih LRT
e. Pada kondisi frekuensi keberangkatan bus 20 kali perhari, maka probabilitas bus akan naik dan pengguna akan cenderung memilih bus sebagai angkutan transportasi Terminal Purabaya – Terminal Porong.
4.6 Tahapan Rute Pengoprasian Angkutan Massal Rencana
Menurut perhitungan yang telah dilakukan kebutuhan armada sebanyak 12 unit yang akan dilakukan pengadaan sebanyak 3 kali dengan pembagian rute sebagai berikut ;
4.7 Revitalisasi Angkutan Umum Ke Angkutan Massal
Revitalisasi angkutan umum yang dilakukan pada peniltian ini adalah angkutan umum eksisting yang bersingungan dengan angkutan massal yang direncanakan. Revitalisasi angkutan ini merujuk pada kinerja masing-masing angkutan seperti pada tabel:
Tabel 17 Kinerja Angkutan Eksisting
No Kode
Trayek Trayek Perpanjang
Ijin Rill Load
Factor Headway (Menit) 1 HB2 Krian – Sidoarjo –
Larangan 89 103 75% 10
2 LTP
Ps. Larangan – Tanggulangin – Telasih – Jatikalang -Pejangkung –
Kedungsugo – Kedungwonokerto –
Prambon
34 28 52% 8
3 HP Ps. Larangan – Prasug –
Darmasih - Sedati - 2 - 9
Bentuk revitalisasi / reformasi angkutan lyn adalah sebagai berikut ;
1. Merujuk pada kinerja angkutan apabila tingkat pelayanan dapat ditingkatkan dengan perbaikan penyebab tingkat pelayanan buruk.sehingga pelayanan dapat dioptimalkan
Terminal Purabaya - Terminal Porong
8 Armada Terminal Puabaya- Terminal Krian 4 Armada
36
2. Apabila load factor besar maka angkutan tersebut dapat ditingkatkan, namun apabila load factor kecil maka dilakukan reouting angkutan ke trayek lain.
3. Bila load factor berlebihan dan headway cenderung kecil maka perlu dilakukan penggatian kapasitas angkutan yang lebih besar.
4. Pemenggalan rute pada rute jalur utama yang dilewati angkutan massal. Maka untuk mendukung pemenggalan tersebut dibutuhkan sub-sub terminal untuk memudahkan pengguna jasa berganti moda.
5. Pemenggalan angkutan eksisting tentunya akan berdampak pada pendapatan penggelola angkutan, maka dapat dilakukan penambahan rute untuk zona-zona yang belum terjangkau (blankspot).
Dibawah ini adalah layout sub terimnal dan pemenggalan yang akan dilakukan
Gambar 2. Lay Out Rencana Pemenggalan Dan Sub Terminal Pada Jalur Utama Angkutan lyn yang melayani jalan utama seperti pada layout diatas dilakukan revitalisasi;
1. Merujuk dari load factor dan headway pada trayek lyn HB2, maka revitalisasi yang dilakukan adalah mengganti kapasitas angkutan ke yang lebih besar yaitu mini van kapasitas 17 penumpang, dan dilakukan pemenggalan di Cemengkalang yang kemudian akan dibuat sub terminal pada area pemenggalan tersebut,
2. Merujuk pada load factor dan headway trayek Lyn LTP, bentuk revitalisasi yang dilakukan adalah pemenggalan pada area Tanggulangin, yang mana bersingungan dengan angkutan massal pada jalan utama. Kemudian akan diberikan sub terminal pada area pemenggalan tersebut.
3. Merujuk pada load factor dan headway pada trayek Lyn HP, upaya revitalisasi yang dilakukan adalah dengan pemenggalan pada area sedati, dan akan dibuatkan sub terminal.
37 4.8 Skenario Pengembangan Angkutan
Pengembangan angkutan eksisting yaitu lyn JSP dan Bison dilakukan scraping yang bertujuan agar tidak adanya angkutan yang tumpang tindih dengan angkutan massal rencana dan meremajakan angkutan yang tidak layak menjadi angkutan massal. Teknis pelaksanaan scraping yang dilakukan adalah dengan menjual lyn JSP dan bison ke luar kota atau pengalihan ke rute lain (rerouting) dengan dijadikan feeder dan peremajakan dan apabila sudah tidak sangat tidak layak dilakukan penjualan di besi tuakan dengan metode kiloan.
Kemudian langkah selanjutnya adalah membuat konsorsium atau koperasi yang bertujuan sebagai pengelola angkutan umum. Agar pengusaha angkutan dan pemilik angkutan lyn JSP dan bison tidak dirugikan akan adanya angkutan massal ini maka perlu dilakukan sosialisasi bagi para pemilik armada yang bertujuan untuk penawaran angkutan yang mereka miliki dapat diinvestasikan ke angkutan massal bus medium dimana perbandingan yang dibuat untuk lyn adalah 1 bus medium : 4 kendaraan lyn, maksud dari perbandingan tersebut adalah untuk 1 bus medium maka lyn yang di investasikan adalah 4 unit lyn, dan untuk bison maka perbandingannya adalah 1 bus medium : 3 bison, maka 1 bus medium maka bison yang diinvestasikan adalah 3 unit bison. Adapun hal lain yang dapat menjadi opsi penawaran bagi pengusaha angkutan adalah dengan diberikan subsidi dari pemerintah namun bersedia menjalankan atau mengoperasionalkan sesuai dengan syarat dan standar yang ditentukan. Dan adapula opsi lain yang digunakan dalam penawaran adalah dengan menggunakan sistem sewa pakai
5. KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan terkait dengan kajian reformasi dan pengembangan Angkutan di tengah pandemi COVID-19 di Kabupaten Sidoarjo, merujuk dari hasil analisis kinerja angkutan umum lyn JSP dan angkutan byson pada jalur antara porong – terminal purabaya surabaya, maka perlu dilakukan reformasi angkutan umum tersebut menuju angkutan massal dengan merujuk peraturan menteri no 15 tahun 2019 Pasal 1 Ayat 25 dan keputusan Menteri KM 7 Tahun 2010.
Pengembangan angkutan umum tersebut melihat dari kinerja angkutan yang ada saat ini, yang tidak mampu lagi dalam melayani peregerakan angkutan penumpang di koridor tersebut, sehingga perlu dilakukan upaya pengembangan ke angkutan massal.
Berdasarkan hasil analisis AHP kabupaten Sidoarjo siap dilakukan pengembangan angkutan umum menuju angkutan massal. Trayek yang dilakukan pengembangan adalah rute Terminal Purabaya – Terminal Porong, yaitu pada jalur utama dengan menggunakan angkutan massal Bus Sedang dengan kapasitas 30 penumpang, load factor 77%, headway 11.55%, waktu sirkulasi yang dibutuhkan 1 jam 49.25 menit/trip, , dan kebutuhan armada bus sedang 12 unit kendaraan. Revitalisasi dilakukan pada angkutan eksisting yang salah satu rutenya berhimpatan dengan angkutan massal pada jalan utama yaitu lyn HB2, LTP, dan HP. Bentuk revitalsisasi yang dilakukan berbeda bergantung pada kondisi kinerja dan load factor angkutan. Bentuk revitalisasi yg dilakukan adalah :
1. Meningkatkan kinerja pelayanan 2. Melakukan rerouting ke trayek lain 3. Penambahan kapasitas angkut
38
4. Pemenggalan rute yang berhimpitan ditambah dengan sub termina pada masing-masing area pemenggalan,
5. Penambahan rute pada zona zona yang belum terjangkau angkutan (blankspot) 5.2 Rekomendasi
Dari hasil Pengembangan dan Revitalisasi Angkutan Umum yang lainnya yang saat ini melayani koridor Barat-Timur, Timur-Selatan dan Utara-Selatan, maka perlu di Rekomendasi kepada Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
1. Untuk mewujudkan rencana pengembangan angkutan umum massal berbasis bus Koridor Porong-Terminal Purabaya, perlu ketersediaan fasilitas prasarana Halte pada titik-titik berkumpulnya pergerakan penumpang.
2. Jangka menengah dan panjang dalam upaya mewujudkan angkutan massal modern, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo perlu mensinergikan dengan tata ruang terkait dengan trace angkutan modern (LRT dan mono rail).
3. Untuk mendukung rencana Revitalisasi angkutan umum lyn lainnya, yang berupa katagori pemenggalan rute, maka Pemerintah perlu menyediakan prasarana Sub Terminal, agar kinerja angkutan umum massal di Koridor Porong-Terminal Purabaya tidak terganggu kinerjanya (himpitan). Terkait pemenggalan rute yang dilakukan, rute yang dilayani akan tetap sama atau ditambah rute dengan daerah-daerah yang belum terlayani angkutan umum. (perlu kajian lebih lanjut terkait blankspot).
4. Scraping angkutan umum eksisting yang berpotensi berhimpitan dengan angkutan massal, dan mengurangi angkutan umum eksisting yang sudah tidak layak beroperasi. Tindakan yang dilakukan adalah dengan pengalihan rute, dijual ke luar kota, diremajakan, dan dijual rongsokan besi tua dengan metode kiloan.
5. Pembentukan konsorsium atau koperasi yang bertugas sebagai pengelola angkutan massal.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta; Rineka Cipta.
SK Dirjen No.687/AJ.206/DRJD/2002 Tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Umum dalam Trayek Tetap dan Teratur.
Peraturan Mentri No.98 Tahun 2013 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor.
Saaty, T.L (1990). Decision Making The Analytical Hierarchy Process. United States of America; McGraw-Hill
Setiawan, N. (2007). Penentuan Ukuran Sampel memakai rumus slovin data tabelkrejecte- morgan telaah konsep dan aplikasinya. Bandung; UNPAD
Warpani, Suwardjoko, 1990. Merencanakan Sistem Perangkutan. Bandung ; ITB